Analisis Yuridis Atas Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Fidusia Yang Dibuat Setelah Terbit PERMENKUMHAM Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Fidusia Elektronik
TESIS
Oleh
CIPTO SOENARYO
137011114/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CIPTO SOENARYO
137011114/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ELEKTRONIK Nama Mahasiswa : CIPTO SOENARYO Nomor Pokok : 137011114
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
(5)
Nim : 137011114
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISA YURIDIS ATAS PERTANGGUNG
JAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA FIDUSIA
YANG DIBUAT SETELAH TERBIT
PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013
TENTANG PENDAFTARAN FIDUSIA
ELEKTRONIK
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : CIPTO SOENARYO
(6)
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan grosse, salinan dan kutipannya kesemua itu dalam pembuatan akta yang oleh suatu peraturan umum tidak pula ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pasal 5 ayat (1) UUF No. 42 Tahun 1999 mewajibkan pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Dengan demikian notaris memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan juga Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia mengenai pembuatan akta jaminan fidusia dan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2013 notaris memiliki kewenangan melaksanakan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan Perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perikatan, tugas dan kewajiban notaris sebagaimana termuat dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 serta peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan masalah tata cara pembuatan akta autentik fidusia dan pendaftarannya secara elektronik pada Departemen Hukum dan HAM. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik berdasarkan ketentuan Permenkum HAM No. 9 Tahun 2013.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik membawa pengaruh positif terhadap percepatan pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia tersebut di banding dengan menggunakan sistem manual. Namun pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut juga membawa pengaruh negatif yaitu tentang jumlah akta fidusia yang dibuat oleh para notaris meningkat secara signifikan melampaui batas kewajaran, sehingga menimbulkan kehawatiran bahwa pembuatan akta jaminan fidusia tersebut diragukan otensitasnya berdasarkan ketentuan dan tata cara pembuatan akta autentik berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif bagi notaris dan perbaikan formulir elektronik pendaftaran fidusia secara online sehingga akta jaminan fidusia tersebut tetap terjaga autentisitasnya dan dapat mencegah terjadinya fidusia ulang (ganda).
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Notaris, Akta Fidusia, Pendaftaran Elektronik.
(7)
authentic deeds and other authorities as what is intended by these Acts. A Notary is the only public official who has the authority to draw up authentic deeds about an act, contract, and provision which are in line with the general regulation or wanted by those concerned to be written in an authentic deed, ensuring the date, keeping it, and giving grosse, copy, and excerpt which all of them have to be written by a Notary. Article 5, paragraph 1 of UUF No. 42/1999 regulates the burden of an object with fiduciary is made with a Notarial deed. Therefore, a Notary has the authority, according to Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2/2014 on a Notary’s Position and Law No. 42/1999 on Drawing up Fiduciary Collateral Deed, based on the Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 9/2013, to carry out the registration of fiduciary collateral electronically.
The research used judicial normative and descriptive analytic approach in order to analyze the prevailing legal provisions in contract law, the task, and obligation of a Notary as it is stipulated in UUJN No. 30/2004 in conjunction with UUJN No. 2/2014 and other laws which are related to the procedures of drawing up fiduciary authentic deed and its electronic registration in the Department of Law and Human Rights. This research explained and analyzed the problems of the provisions and the procedures of registering fiduciary collateral deeds electronically, based on the Regulation of Permenkum HAM No. 9/2013.
The result of the research showed that the implementation of registering fiduciary collateral electronically had positive influence on the acceleration of the implementation of registering it, compared with using manual system. However, it also had negative effect: the number of fiduciary collateral deeds drawn up by notaries increased significantly and excessively so that it aroused concern that they would be inauthentic, based on the provision and the procedures of drawing up authentic deeds under Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2014 on a Notary’ Position. It is recommended that supervision should be done more intensively for Notaries, and the electronic registration form for fiduciary should be improved and on line so that its authenticity can be controlled and multiple deeds on fiduciary can be avoided.
(8)
menyelesaikan sebuah karya ilmiah berbentuk Tesis dengan judul “ANALISA YURIDIS ATAS PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA FIDUSIA YANG DIBUAT SETELAH TERBIT PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG FIDUSIA ELEKTRONIK”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat:
Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn
Selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(9)
pembimbing utama yang memberikan masukan dan kritikan serta dorongan kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Pembimbing dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum,selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara dan juga selaku Pembimbing dalam penelitian tesis ini, yang telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku dosen pembimbing juga dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum, selaku penguji dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum,selaku penguji dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada
(10)
9. Ucapkan terimakasih kepada istri saya tercinta Yanti Poliana yang telah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada saya untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister Fakultas Hukum Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan. Kepada anak-anak tercinta Denise, Cinty dan Aristyo
yang senantiasa memberi dukungan dan semangat kepada saya selama menempuh pendidikan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum di USU Medan. 10. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu
persatu.
Di samping itu, penulis juga menyadari bahwa masih banyak teman, kerabat dan pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah mendukung dan menoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih disertai doa semoga Tuhan Yang Maha Kasih memberkati dan membalas semua budi baik mereka semuanya.
Medan, Januari 2015 Penulis
(11)
Tempat/Tgl. Lahir : Medan/27 Oktober 1959
Status : Kawin
Agama : Buddha
Alamat Kantor : Jl. Prof. H. M. Yamin, SH No. 6-A Medan – 20111 Telepon : (061) 4521283-4571166 Fax : (061) 4525371
Handphone : 0811617872
II. PENDIDIKAN
- Tamatan Strata 1 Ilmu Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa di Medan, pada tahun 1996. Berizajah;
- Tamatan Pendidikan Profesi Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, pada tahun 2001. Berizajah;
- Tamatan Strata 2 Ilmu Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Di Medan, pada tahun 2011. Berizajah;
III. PENGALAMA KERJA
- Dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2000 bekerja sebagai Pegawai Swasta di PT. Surya Bhakti Utama Perwakilan Medan (distributor rokok tjap Gudang Garam);
- Dari tahun 2000 sampai dengan 2003 bekerja sebagai Penasehat Hukum – Pengacara.
- Dari Mei 2003 sampai sekarang bekerja sebagai Notaris di Medan
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
- Wakil Ketua Ikatan Notaris Cabang Kota Medan, Periode tahun 2007-2010 - PJS Ketua Ikatan Notaris Indonesia Cabang Kota Medan, Periode tahun
2007-2010;
- Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Kota Medan, Periode tahun 2010-2013 dan tahun 2013-2016
- Anggota Majelis Pengawas Notariat Daerah Kota Medan, Periode tahun 2010-2013 dan tahun 2013-2016
(12)
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR SINGKATAN... x
DAFTAR ISTILAH ASING... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Konsepsi... 19
G. Metode Penelitian... 24
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24
2. Sumber Data ... 24
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 25
4. Analisis Data ... 26
BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013... 27
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Fidusia ... 27
(13)
Pasca Terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 9
Tahun 2013 ... 50
BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN SECARA ELEKTRONIK SETELAH TERBITKAN PERMKENHUMKAM NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK... 61
A. Pengertian Tugas dan Wewenang Notaris ... 61
B. Perbandingan Sistem Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Manual dan Secara Elektronik... 84
C. Kewenangan dan Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Fidusia Elektronik ... 92
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH NOTARIS BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK BERDASARKAN PERMENKUMKAM NOMOR 9 TAHUN 2013... 108
A. Akibat Hukum Dilaksanakannya Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik... 108
B. Dampak Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik Terhadap Notaris ... 115
C. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Elektronik... 124
D. Analisis Yuridis Normatif Data Pembuatan Akta Jaminan Fidusia dan Pendaftarannya Secara Elektronik oleh Notaris ... 131
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 135
A. Kesimpulan ... 135
B. Saran ... 137
DAFTAR PUSTAKA ... 140
(14)
(15)
BPKB : Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
BW : Burgelijk Wetboek(KUH Perdata)
FEO : Fiduciare Eigendoms Overdracht(Penyerahan Hak Milik Berdasarkan
Kepercayaan)
HGG : Hooggerrecht Hof (Mahkamah Agung Belanda)
HAM : Hak Asasi Manusia
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah PNBP : Pendaftaran Negara Bukan Pajak KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KMK : Kredit Modal Kerja
KPF : Kantor Pendaftaran Fidusia MPD : Majelis Pengawas Daerah MPW : Majelis Pengawas Wilayah PP : Peraturan Pemerintah PJN : Peraturan Jabatan Notaris
SOP : Standard Operating Procedure(Prosedur Operasi Standar)
STD : Surat Tanda Daftar
(16)
Deceit : Kecurangan
Subterfuge : Akal-akalan
Concealment of facts : Penyembunyian kenyataan
Breach of trust : Pelanggaran kepercayaan
Misrepresentation : Penyesatan
Illegal circumvention : Pengelakan peraturan
Justitia est constans et pertua voluntas ius suum cuique tribuendi”
Assesoir : Perjanjian ikutan
Zakelijkezekerheids : Jaminan kebendaan
Persoonlijkezekerheids : Jaminan perorangan
Preferen : Kreditur yang diutamakan dalam fidusia
Zaaksgevolg : Hak kebendaan yang mengikuti kemana pun
benda itu berada
Constitutum Possessorium : Artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa
menyerahkan fisik benda sama sekali
Formalitas causa : Perbuatan hukum
Probationis causa : Sebagai alat bukti.
Zaak : Sesuatu benda
(17)
Cessie : Pengalihan hutang
Fiduciaire Cessie : Penyerahan hutang berdasarkan kepercayaan
Constitutum possessorium : Pengalihan hak kepemilikan
Droit de preferen : Hak istimewa kreditur dalam pelunasan
piutangnya
Fixed Laon : Asas spesialitas
Droit de Preference : Asas Preferen
Inventory : Persediaan
User name : Nama pengguna
Password : Kata kunci
Stenografie : Dalam penulisan cepat
Private notary : Pejabat umum
Autonomous : Bersifat mandiri
Impartial : Tidak memihak siapa pun
Openbaar ambtenaar : Pejabat umum
Ambtenaren : Pejabat
Gedelegeerd : Didelegasikan
Functionnel : Bersifat fungsi
(18)
Non-cash loan : Pinjaman tidak tunai
Cover : Sampul
Cross collateral : Penggabungan modal
Chanelling : Saluran
End user finance : Pengguna biaya terakhir
Addendum : Perubahan
Invoice : Catatan
Wederrechtelijk : Ajaran melawan hukum
Algemen beginsel : Lapangan hukum
Deceit : Kecurangan
Subterfuge : Akal-akalan
Concealment of fact : Penyembunyian keterangan
Breach of trust : Pelanggaran kepercayaan
Misrepresentation : Penyesatan
Illegal circumvention : Pengelakan peraturan
First registered first secured : Penerima fidusia yang kedua
Royal : Dihapus
Print out : Cetak data
(19)
(20)
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan grosse, salinan dan kutipannya kesemua itu dalam pembuatan akta yang oleh suatu peraturan umum tidak pula ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pasal 5 ayat (1) UUF No. 42 Tahun 1999 mewajibkan pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Dengan demikian notaris memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan juga Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia mengenai pembuatan akta jaminan fidusia dan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2013 notaris memiliki kewenangan melaksanakan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan Perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perikatan, tugas dan kewajiban notaris sebagaimana termuat dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 serta peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan masalah tata cara pembuatan akta autentik fidusia dan pendaftarannya secara elektronik pada Departemen Hukum dan HAM. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik berdasarkan ketentuan Permenkum HAM No. 9 Tahun 2013.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik membawa pengaruh positif terhadap percepatan pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia tersebut di banding dengan menggunakan sistem manual. Namun pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut juga membawa pengaruh negatif yaitu tentang jumlah akta fidusia yang dibuat oleh para notaris meningkat secara signifikan melampaui batas kewajaran, sehingga menimbulkan kehawatiran bahwa pembuatan akta jaminan fidusia tersebut diragukan otensitasnya berdasarkan ketentuan dan tata cara pembuatan akta autentik berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif bagi notaris dan perbaikan formulir elektronik pendaftaran fidusia secara online sehingga akta jaminan fidusia tersebut tetap terjaga autentisitasnya dan dapat mencegah terjadinya fidusia ulang (ganda).
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Notaris, Akta Fidusia, Pendaftaran Elektronik.
(21)
authentic deeds and other authorities as what is intended by these Acts. A Notary is the only public official who has the authority to draw up authentic deeds about an act, contract, and provision which are in line with the general regulation or wanted by those concerned to be written in an authentic deed, ensuring the date, keeping it, and giving grosse, copy, and excerpt which all of them have to be written by a Notary. Article 5, paragraph 1 of UUF No. 42/1999 regulates the burden of an object with fiduciary is made with a Notarial deed. Therefore, a Notary has the authority, according to Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2/2014 on a Notary’s Position and Law No. 42/1999 on Drawing up Fiduciary Collateral Deed, based on the Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 9/2013, to carry out the registration of fiduciary collateral electronically.
The research used judicial normative and descriptive analytic approach in order to analyze the prevailing legal provisions in contract law, the task, and obligation of a Notary as it is stipulated in UUJN No. 30/2004 in conjunction with UUJN No. 2/2014 and other laws which are related to the procedures of drawing up fiduciary authentic deed and its electronic registration in the Department of Law and Human Rights. This research explained and analyzed the problems of the provisions and the procedures of registering fiduciary collateral deeds electronically, based on the Regulation of Permenkum HAM No. 9/2013.
The result of the research showed that the implementation of registering fiduciary collateral electronically had positive influence on the acceleration of the implementation of registering it, compared with using manual system. However, it also had negative effect: the number of fiduciary collateral deeds drawn up by notaries increased significantly and excessively so that it aroused concern that they would be inauthentic, based on the provision and the procedures of drawing up authentic deeds under Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2014 on a Notary’ Position. It is recommended that supervision should be done more intensively for Notaries, and the electronic registration form for fiduciary should be improved and on line so that its authenticity can be controlled and multiple deeds on fiduciary can be avoided.
(22)
A. Latar Belakang
Kehidupan bermasyarakat saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat khususnya di bidang dunia usaha, dan dengan perkembangan demikian ini, maka jasa notaris semakin dibutuhkan pula oleh masyarakat. Hal ini terutama terkait dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk menyatakan kehendak dengan alat bukti yang otentik.
Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Perlunya perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat di hadapan seorang Notaris untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Sehingga pembuatan akta Notaris dapat digunakan sebagai pembuktian dalam sebuah sengketa hukum yang digunakan untuk alat untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian.1
Pengertian Notaris menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris Nomor (UUJN) 30 Tahun 2004, yaitu “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud
1 R. Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notaris di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali Pres, Jakarta, 1998, hal.19.
(23)
dalam undang-undang ini.2” Notaris sebagai pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan grosse, salinan dan kutipannya kesemua itu dalam pembuatan akta yang oleh suatu peraturan umum tidak pula ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain”.3
Dengan demikian suatu akta otentik dinyatakan jika:4 1. Bentuknya ditentukan oleh Undang-Undang. 2. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.
3. Dibuat dalam wilayah kewenangan dari pejabat yang membuat akta itu
Berdasarkan uraian di atas, jelas begitu pentingnya fungsi dari akta Notaris tersebut, oleh karena itu untuk menghindari tidak sahnya dari suatu akta, maka lembaga Notaris diatur di dalam Peraturan Jabatan Notaris untuk selanjutnya ditulis (PJN), yang sekarang telah diganti oleh Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan selanjutnya disebut UUJN.
Undang-undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia.5
2Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris,UU Nomor 30 Tahun 2004, LN Nomor 117 TLN Nomor 4432, Psl.1 (1).
3
Komaranda Sasmita,Notaris Selayang Pandang,Cet. 2, Alumni, Bandung 1983, hal. 2. 4 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotaristan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, Hal. 59
(24)
Kewenangan Notaris tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 15 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Kedudukan seorang Notaris sebagai fungsionaritas dalam masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan dan pembuatan dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Peran Notaris dalam hal ini juga untuk memberikan nasihat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang ada, apapun nasihat hukum yang diberikan kepada para pihak dan kemudian dituangkan ke dalam akta yang bersangkutan tetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan, tidak dan bukan sebagai keterangan atau pernyataan Notaris.6
Masyarakat membutuhkan pejabat publik yang ketentuan-ketentuannya dapat diandalkan dan dipercaya, yang tandatangannya serta segala (capnya) memberikan jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang menjaga kerahasiaan, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari yang akan datang.7
Notaris bertugas juga untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan
5Habib Adjie,Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan
Notaris, Renvoi, Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 38. 6
Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Telematik Terhadap UU Nomor 30 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Jakarta, 2008, hal. 4.
7 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba Sebi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, hal. 162.
(25)
grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar.8 Karena akta notariil merupakan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.9
Di dalam Peraturan Jabatan Notaris, diatur ketentuan-ketentuan antara lain : 1. Siapa yang berhak diangkat menjadi Notaris;
2. Hak dan Kewajiban; 3. Wilayah Kerja;
4. Cara Pembuatan standar Akta; 5. Cap Notaris, dan lain-lain
Sedangkan di dalam UU Nomor 30 tahun 2004 diatur juga tentang : 1. Organisasi Notaris;
2. Majelis Pengawas;
3. Lembaga yang mengangkat Notaris;
4. Syarat-syarat diangkat sebagai Notaris, dan lain-lain.
Bahwa hal lain yang diatur dalam UUJN adanya lembaga Majelis Pengawas yaitu adalah suatu lembaga yang dipercaya oleh Pemerintah untuk mengawasi dan mengontrol kerja dari Notaris itu sendiri. Untuk mencegah timbulnya unsur-unsur rekayasa dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam tubuh Majelis Pengawas, maka Majelis Pengawas ini diambil beberapa lapisan golongan masyarakat praktisi yang ada antara lain Akademis (dalam hal ini di bidang Perguruan Tinggi), Praktisi (dalam hal ini para Notaris), dan Pemerintah(dalam hal ini Departemen Hukum dan HAM).
8G.H.S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 20. 9Andreas Albertus Andi Prajitno,Hukum Fidusia, Selaras, Jakarta, 2010, hal. 23.
(26)
Ditinjau dari aspek teoritik dan praktik pada hakekatnya dalam menjalankan jabatannya tersebut maka yang harus dipunyai oleh seorang Notaris adalah aspek kehati-hatian, kecermatan dan kejujuran yang merupakan hal mutlak dalam melaksanakan jabatan Notaris tersebut. Apabila aspek ini terabaikan dalam pembuatan suatu akta, maka dapat berakibat langsung maupun tidak langsung kepada suatu perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara administratif (Pasal 85 UUJN) dan bisa berupa pelanggaran perdata (Pasal 84 UUJN) bahkan perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana.
Sebagaimana diketahui bahwa notaris sebagai Pejabat Umum bertanggung jawab terhadap kebenaran formal dari seluruh bagian dari akta otentik yang dibuatnya, dimana akta tersebut memiliki bagian-bagian yaitu Kepala Akta, Komparisi, Badan/Isi Akta, dan Akhir Akta dan tidak bertanggungjawab secara materiil terhadap isi akta tersebut.10
Akta yang dapat dibuat oleh Notaris merupakan akta otentik. Adapun yang dimaksud dengan akta otentik adalah sebagaimana yang telah diatur oleh Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “Suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana aktanya dibuat.”11
10
Herlina Effendi Bachtiar, Hukum Kenotariatan Dalam Teori dan Praktek, Bumi Aksara, Bandung, 2006, hal.56
11Subekti dan R. Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 31, PT. Pradaya Paramita, Jakarta, 2001, hal. 54
(27)
Mengingat bahwa objek jaminan fidusia pada umumnya yaitu barang bergerak yang tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya bahwa bentuk akta otentiklah yang dianggap paling tepat dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan objek jaminan fidusia.12
Jaminan adalah suatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk memberikan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Untuk itu, setiap jaminan fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia.13
Proses pendaftaran sertifikat fidusia yang membutuhkan waktu lama kini tidak akan terjadi lagi. Dikarenakan terhitung tanggal 5 Maret 2012, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah meluncurkan sistem fidusia elektronik. Kepala Humas Ditjen AHU Sucipto memaparkan sistem pendaftaran fidusia secara elektronik ini diluncurkan oleh Kemenkumham dalam rangka meningkatkan pelayanan Kementerian sesuai dengan amanat UU Pelayanan Publik. Hadirnya sistem elektronik setiap permohonan pendaftaran akan selesai dalam waktu 7 menit dan Notaris bisa langsung mem-print out sertipikat itu sendiri. Kepala Humas Ditjen AHU Sucipto mengatakan sistem pendaftaran secara elektronik dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, “Sistem elektronik bisa meminimalisir Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), karena dalam melakukan pendaftaran sertifikat hanya bisa diakses
12 Fred.B.G. Tumbunan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999
Tentang Fidusia, Erlangga, Jakarta, 1999, hal. 11
(28)
notaris bersangkutan dengan pin dan user ID-nya. Jadi interaksi dengan petugas hampir tidak ada.”14
Pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik harus benar-benar diterima oleh Notaris dengan ekstra hati-hati, karena tanggung jawab Notaris lebih besar disebabkan dari mulai pembuatan akta jaminan fidusia secara manual hingga kepada penginputan data secara elektronik dalam rangka pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik tersebut dilakukan sepenuhnya oleh notaris yang bersangkutan. Dokumen pendukung juga harus secara khusus diperhatikan termasuk
invoice mesin, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan sebagainya.
Kejujuran Notaris dituntut dalam hal ini, jangan sampai terjadi hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Notaris harus menjauhkan diri dari hal-hal yang mengandung kecurangan (deceit), akal-akalan (subterfuge), penyembunyian kenyataan (concealment of facts), pelanggaran kepercayaan(breach of trust), penyesatan (misrepresentation), dan/atau pengelakan peraturan (illegal circumvention) dan menjauhkan dari hal-hal yang mengarah kepada “white collar crime” yang bernuansa individual dan juga “corporate crime”.15
Dikeluarkannya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013 tentang fidusia elektronik. Notaris makin mendapatkan kemudahan dan “perlakuan terhormat” dari
14http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt513748e798da3/kemenkumham-luncurkan sistem-fidusia-online, diakses tanggal 17 Oktober 2013.
15Diah Sulistyani Muladi, Media Notaris, http://medianotaris.com/ fidusia, diakses tanggal 17 Oktober 2013.
(29)
Pemerintah dalam masalah pelayanan publik. Akan tetapi pada kenyataannya dalam praktik, masih saja banyak dijumpai dalam Fidusia elektronik masalah-masalah antara lain tidak tercantumnya obyek yang dijaminkan pada sertifikat jaminan fidusia, uraian benda-benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tampilan hanya tertulis sesuai yang tertuang / termaktub dalam “Akta Notaris” disamping itu dengan kemudaham dan “perlakukan terhormat” yang diperoleh sebagaimana tersebut di atas, maka seorang Notaris di hadapannya dapat dibuat sampai ribuan akta fidusia yang akan didaftarkan, dimana akta yang dibuat di hadapan Notaris apakah sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.
Bahwa terhadap permasalahan tersebut antara lain akan dikaji tanggung jawab Notaris terhadap pelaksanaan pembuatan akta jaminan fidusia secara manual termasuk pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik dan dampak-dampak yang timbul dalam pendaftaran fidusia secara elektronik, upaya yang dilakukan serta sanksi yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan pendaftaran fidusia secara elektronik, apabila terjadi kesalahan dalam proses pembuatan akta otentik dalam pendaftaran fidusia elektronik.
Berdasarkan latar belakang tersebut menarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai ”Analisa Yuridis Atas Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Fidusia Yang Dibuat Setelah Terbit Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.”
(30)
B. Perumusan Masalah
Dalam menentukan identifikasi masalah, maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah prosedur hukum pendaftaran akta fidusia secara elektronik yang dibuat dihadapan Notaris setelah terbitnya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013? 2. Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang didaftarkan
secara elektronik setelah terbitkan Permkenhumkam Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendaftaran Akta Fidusia secara Elektronik?
3. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh notaris berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran akta fidusia secara elektronik berdasarkan Permenkumkam Nomor 9 Tahun 2013?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prosedur hukum pendaftaran akta fidusia secara elektronik yang dibuat dihadapan Notaris setelah terbitnya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013.
(31)
2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang didaftarkan secara elektronik setelah terbitkan Permkenhumkam Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendaftaran Akta Fidusia secara Elektronik
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh notaris berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran akta fidusia secara elektronik berdasarkan Permenkumkam Nomor 9 Tahun 2013
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum pasar modal yaitu :
1. Secara Teoritis.
Penulisan ini memberikan manfaat dan masukan dalam ilmu hukum, khususnya tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang dibuat setelah terbit Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 tentang fidusia elektronik.
2. Secara Praktis.
Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum tentang jaminan fidusia dan diharapkan penelitian ini juga dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam pendaftaran fidusia elektronik bagi para pihak baik akademis, praktisi hukum, notaris dan pihak-pihak yang terkait.
(32)
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan pada kepustakaan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan, diketahui bahwa penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Atas Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Fidusia Yang Dibuat Setelah Terbit Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Fidusia Elektronik” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, maka tesis ini dapat dinyatakan keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Beberapa penelitian sebelumnya ada ditemukan mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia, namun topik permasalahan dan bidang kajiannya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain:
1. Gomsalati, NIM. 097011128/M.Kn, “Tinjauan Atas Pelaksanaan Dan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh).”
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana latar belakang pembuatan akta jaminan fidusia secara notariil? b. Bagaimana penghapusan / pencoretan terhadap jaminan fidusia?
c. Bagaimana hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penghapusan / pencoretan jaminan fidusia?
(33)
2. Eko Yudhistira, NIM. 087011031/ M.Kn, “Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum.”
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi dalam pendaftaran jaminan fidusia?
b. Bagaimana upaya mengatasi hambatan pendaftaran fidusia yang terjadi dalam praktek?
3. Herli Gusti Meliana Siagian, NIM. 077011032 / M.Kn, “Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Pegadaian Cabang Medan Utama)”.
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana kewenangan notaris dalam pembuatan akta autentik?
b. Bagaimana benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan kredit fidusia?
c. Bagaimana prosedur pengikatan fidusia terhadap benda-benda jaminan pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Medan Utama?
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah disebutkan di atas tidak satupun penelitian tersebut yang sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun dari segi subtansi permasalahan yang di bahas. Oleh karena itu penelitian ini secara akademis dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
(34)
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.16Suatu teori harus diuji menghadapkannya kepada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Teori diperlukan untuk mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum.
Didalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang minimal, dimana peraturan yang berlaku harus dipatuhi dan dijalankan demi terciptanya suatu ketertiban dengan tidak melanggar suatu ketentuan tersebut.
Menurut Tyler (Saleh, 2004) terdapat dua perspektif dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut instrumental dan normatif. Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin.
16J J M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203.
(35)
Bahwa tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan dengan masalah keadilan.18
Upasianus menggambarkan keadilan sebagai “justitia est constans et pertua voluntas
ius suum cuique tribuendi” keadilan adalah kehendak yang terus menerus dan tetap
memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya. 19 Rumusan ini dengan tegas mengakui hak masing-masing person terhadap lainnya serta apa yang seharusnya menjadi bagiannya, demikian pula sebaliknya.
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang dibuat setelah terbit Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang fidusia elektronik dan untuk mengetahui Konsekuensi yuridis yang ditanggung oleh notaris dengan lahirnya Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang fidusia elektronik.
Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem yang di dalamnya terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap hukum jaminan. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum benda dan hukum perjanjian. Salah satu asas hukum dalam hukum jaminan kebendaan adalah asas publisitas yang artinya bahwa semua hak yang dijadikan sebagai jaminan harus
18Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, hal. 47.
(36)
didaftarkan, yang maksudnya agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Sedangkan dalam hukum jaminan adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, kepastian hukum dan asas kekuatan mengikat. Asas hukum ini menjadi fundamen dan akar hukum jaminan.
Mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni asas publisitas dan kepastian hukum. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum guna mewujudkan ketertiban tata cara pelaksanaan pendaftaran fidusia melalui jalur elektronik internet. Menurut Radburch menyatakan tentang kepastian hukum adalah sebagai berikut:
“The existence of a legal orders is more important than it’s justice and
expediency, which constitute the second great task of the law, while the first,
equally approved by all, is legal certainly, that is order or peace”. 20
(eksistensi suatu legal order adalah lebih penting dari pada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban dan ketentraman).
Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa:
“Legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by
power, it also makes demand on their contents, it demands that the law be
capable of being administered with certainy, that it be practicable”. 21
(kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum
20 Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, ”The legal Philosophies of lask”, (Radbruch and Dabin, USA: Harvard University Press, 1950), dikutip dalam Endang Purwaningsih, ”Perkembangan Hukum Intellectua Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005, hal. 206.
(37)
yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan). Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (anorganized, functioning
relationship among units or components). 22 Selanjutnya menurut Mariam Darus
suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum.23
Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir (perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang.24
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 25 Dikatakan jaminan secara umum juga oleh karena tidak ada perikatan secara khusus yang dibuat antara kreditur dan debitur untuk mengikat suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut
22Award,Elis M, dalam Ok. Saidin,Aspek Hukum Haki, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004, hal. 19.
23 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983, hal. 15.
24Munir Fuady,Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 19.
(38)
jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang disebut sebagai jaminan secara khusus.26
Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan
(Zakelijkezekerheids) dan jaminan perorangan (Persoonlijkezekerheids). Jaminan
kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia merupakan kreditur yangpreferendan memiliki sifatzaaksgevolg. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya.27
Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.
Pasal 1334 KUHPerdata menyebutkan suatu syarat bagi benda agar dapat menjadi objek suatu perjanjian, yaitu benda itu harus tertentu.28
Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu
26 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 14.
27
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, hal. 21-22.
28Wirjono Prodjodikoro,Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung, Mandar Maju, 2000, Hal. 21
(39)
rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum.29
Jaminan Fidusia. Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum (formalitas causa) dan sebagai alat bukti. (probationis causa). 30 Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya.31
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai sesuatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.32 Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut juga denganOperational definition.33
Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkonsumsikanya semata-mata kepada
29Tan Kamello,Op.cit, hal. 213.
30 Sudikno Mertukusumo,Hukun Acara Perdata, Liberty, Yogjakarta, 1982, hal. 121-122. 31 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, BPHN Departemen Kehakiman R.I, Jakarta, 1980, hal. 47. 32
Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, Hal. 122
33Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal 10
(40)
pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan.34
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori danobservasi, antaraabstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikandari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.35
Konsep berasal dari bahasa latin,Conceptusyang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.36 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari suatu istilah yang dipakai untuk ditemukannya suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan.37
Beberapa serangkaian defenisi operasional dalam penulisan ini perlu dirumuskan antara lain sebagai berikut:
1. Fidusia adalah, pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.38
2. Jaminan adalah, kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai
34Sanafiah Faisal,Format-format Penelitian Sosial,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal 107-108
35Sumadi Suryabrata,Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3. 36
Qomaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal 122.
37Peter Mahmud marzuki,Penelitian Hukum Universitas Airlangga, Cetakan I, 2005, hal. 139. 38 Pasal 1 ayat (1),Undang-undang Jaminan FidusiaNomor 42 Tahun 1999.
(41)
ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.39
3. Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.
4. Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang memiliki tanda bukti kepemilikan bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti lain yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
5. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang
6. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.
7. Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar maupun tidak terdaftar.
8. Hak milik, adalah hak untuk menikmati kegunaan dengan leluasa dan bebas serta berdaulat atas sesuatu benda (zaak), dengan batas tidak melanggar/
39 Racmadi Usman,Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 66.
(42)
bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum, tidak mengganggu hak-hak orang lain.40
9. Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai pelunasan kredit akibat perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia.
10. Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran atas pelunasan hutang debitur.
11. Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik yang berbadan hukum atau tidak yang memiliki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan dalam Perjanjian Jaminan Fidusia.
12. Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang untuk sebagai pelunasan hutang pemberi fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan benda Jaminan Fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi Jaminan Fidusia.
13. Debitur adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki hutang kepada Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.
14. Kreditur adalah orang pribadi, pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
40Komarandasasmita, Notaris II Contoh-Contoh Akta Otentik Dan Penjelasan, Ikatan Notaris Indonesia, Jawa Barat, 1990, Hal. 201.
(43)
15. Setiap orang adalah orang-perseorangan atau koorporasi.
16. Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. 17. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang
dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayan hutang apabila debitur melakukan cidera janji.
18. Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia.
19. Kreditur separatis adalah kreditur yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan terhadap piutangnya.
20. Asas publisitas adalah asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan, Hak Fidusia, dan Hipotik harus didaftarkan, hal ini bertujuan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang yang dijaminkan sedang dilakukan pembebanan jaminan.
21. Asas droit de suite atau zaaksgevolg, yaitu bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada.41
22. Pendaftaran Jaminan Fidusia, adalah penyerahan dokumen awal berupa syarat-syarat pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris yang telah
41 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.
(44)
dilegalisasi kepada kantor pendaftaran fidusia dalam bentuk form yang berisi keterangan objek jaminan fidusia tersebut.42
23. Sertifikat Jaminan Fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan irah-irah ”Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang kekuatannya sama dengan keputusan hakim.43
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.44
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengna mengkaji ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
42 Irma Devita Purnamasari,Hukum Jaminan Perbankan, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2011, hal. 88.
43
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 104 .
(45)
yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.45
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum jaminan fidusia pada umummya dan hukum jaminan fidusia elektronik pada khususnya. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia PP Nomor 86 Tahun 2000 tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pendaftaran akta jaminan fidusia, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah hukum tentang hukum kenotariatan pada umumnya dan hukum perlindungan terhadap notaris pada khususnya.
(46)
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.46
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.47
4. Analisis Data
Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan.Analisis data dilakukan secara kwalitatif artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan dikumpulkan dan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang terkumpul diedit, diolah dan disusun
46
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, 2010, hal 16.
47Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal 8.
(47)
secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan dengan menggunakan metode deduktif.48
48 Zainudin Ali, Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dalam Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 18.
(48)
BAB II
PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH
TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Fidusia 1. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia
Fidusia berasal dari kata “fiduciair” yang berarti ‘secara kepercayaan’, ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak kepada pihak yang lain bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya ke dalam(intern)hanya suatu jaminan saja untuk utang.49
Pengertian ini mengandung arti bahwa yang terjadi adalah hanya pengalihan kepemilikan atas benda yang didasari oleh kepercayaan mengingat benda itu tidak diserahkan kepada kreditur melainkan tetap dipegang debitur. Namun demikian dengan adanya pengalihan ini, status benda itu hak miliknya adalah berada di tangan kreditur, bukan lagi ditangan debitur meskipun debitur menguasai benda itu. Dengan adanya pengalihan tersebut, maka posisi benda menjadi benda dengan jaminan fidusia.
Fidusia merupakan lembaga jaminan yang sudah lama dikenal dalam masyarakat Romawi yang berakar dari hukum kebiasaan, dan telah menjadi yurisprudensi serta sekarang ini diformalkan dalam undang-undang. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan
49Bambang Riswanto, Sejarah dan Pengertian Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 15
(49)
perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law. Ketika hukum Romawi diresepsi oleh hukum Belanda, lembaga fidusia tidak turut diambil alih, oleh karena itu tidak mengherankan bahwa fidusia sebagai lembaga jaminan tidak terdapat dalam
Burgelijk Wetboek(BW). Dengan berkembangnya gadai dan hipotik, lembaga fidusia
yang berasal dari Romawi ini tidak popular dan tidak digemari lagi hilang dari lalu lintas perkreditan.50
Namun demikian setelah sekian lama praktek jaminan fidusia tidak lagi digunakan, pada abad ke-19 di Eropa terjadi kelesuan ekonomi akibat kemerosotan hasil panen, sehingga semua perusahaan-perusahaan pertanian membutuhkan modal, sementara lembaga hipotik tidak dapat diandalkan sebab para petani mempunyai luas tanah yang sangat terbatas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Disisi lain agar petani dapat mengambil kreditnya pihak perbankan juga meminta jaminan lain dalam bentuk gadai, akan tetapi para petani tidak dapat menyerahkan barang-barang karena dibutuhkan untuk proses produksi pertanian, di sisi lain pihak bank juga tidak membutuhkan barang-barang tersebut untuk diserahkan kepada pihak bank sebagai jaminan hutang.
Konsekusni dari statisnya sektor hukum perkreditan dan lembaga jaminan tersebut melahirkan upaya-upaya untuk mencari jalan keluar dan terobosan secara yuridis, maka di Belanda mulailah dihidupkan kembali konstruksi hukum pengalihan hak kepemilikan secara kepercayaan atas barang-barang bergerak sebagaimana telah dipraktekkan oleh masyarakat Romawi yang dikenal dengan fiducia cum ceditore.
(50)
Pengakuan terhadap eksistensi jaminan fidusia bermula dari adanya yurisprudensi melalui putusan pertamanya tentang fidusia dalam perkara yang dikenal dengan nama
Bier Brouwrij Arrest tanggal 25 Januari 1929 yang menyatakan bahwa jaminan
fidusia tidak dimaksudkan untuk menyelundupkan / menggagalkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang dengan secara tidak pantas.
Sistem hukum Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan hukum Belanda karena adanya pertautan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordasi (concordantie beginsel).51Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia juga diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerrecht Hof (HGG) tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus sebagai berikut :52
“Pedro Clignett meminjam uang dari Batafsche Petroeum Maatschapji (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil berdasarkan kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignent lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil BPM. Ketika Clignent benar-benar tidak melunasi utang-utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan perjanjian yang dibuat tidak sah. Menurut Clignett perjanjian yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitur maka gadai tersebut menjadi tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata. Dalam
51
C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 198
52Gunawan Darwanto, Sistem Hukum di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 51
(51)
putusannya HGH menolak alasan Clignent bahwa peristiwa tersebut bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui
oleh Hooggerrecht Hof dalam BIerbrouwerij Arrest, Clignent diwajibkan untuk
menyerahkan jaminan itu kepada BPM.
Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan akan teatpi sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya sebagai pemegang jaminan saja. Tidak hanya sampai disitu, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitur, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek jaminan fidusia. Mengenai objek jaminan fidusia ini, Hoogerrad Belanda maupun Mahkamah Agung Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang bergerak saja. Namun pada praktek kemudian orang juga melakukan fidusia terhadap barang tidak bergerak, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA Nomor 5 Tahun 1960), perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak menjadi kabur karena undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah.
Lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 terjadi perbedaan yang meliputi benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan hak-hak atas tanah yang
(52)
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996.
Pengertian jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya (Pasal 1 butir 1 dan 2 UU Nomor 42 Tahun 1999).
Dalam Pasal 9 Undang-Undang Fidusia dikatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu benda atau lebih satuuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
Objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang terdaftar maupun tidak terdaftar (termasuk dalam dan surat-surat berharga), yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Dalam pengertian benda termasuk pula piutang atas nama yang dahulu dilaksanakan pengikatannya dengan cara gadai tetapi dalam praktik perbankan biasa dikenal dengan pengalihan secara cessie (Pasal 613 KUH Perdata) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi obyek jaminan fidusia.
(53)
Objek jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dapat menggantikan cessie jaminan atas piutang ataupun yang disebut dengan Suijling sebagaiFiduciaire Cessie yang banyak dipergunakan dalam praktek pemberian kredit di bank-bank. Selanjutnya objek jaminan fidusia dapat berupa benda yang sudah dimiliki oleh pemberi fidusia pada saat pembebanannya, tetapi dapat pula dimasukkan benda yang akan diperoleh kemudian.53
Untuk menghindari kesulitan dikemudian hari, dalam Pasal 10 Undang-Undang Fidusia sudah ditetapkan bahwa jaminan fidusia meliputi semua hasil dari jaminan fidusia dan juga klaim asuransi apabila objek jaminan fidusia tersebut musnah didalam pelaksanaan eksekusinya.
Menurut Munir Fuady, ketentuan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdapat antara lain dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Fidusia. Benda-benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia tersebut antara lain : 541. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum, 2. Atas benda berwujud, 3. Benda tidak berwujud, 4. Benda bergerak, 5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hak tanggungan, hipotik, 6. Benda yang sudah ada dan yang aka ada dikemudian hari yang tidak diperlukan sebuah akta pembebanan, 7. Dapat satuan atau jenis benda, 8. Dapat lebih dari satuan
53
Arie S. Hutagalung,Analisa Yuridis Mengenai Pemberian dan Pendaftaran Jaminan Fidusia,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 3
54 Munir Fuady, Ketentuan Benda yang Menjadi Objek Jaminan Fidusia Dalam
(54)
jenis atau satuan benda, 9. Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, 10. Hasil klaim asuransi, 11. Benda persediaan.
Pengalihan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia dilakukan atas dasar kepercayan dengan cara constitutum possessorium yang artinya pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda kepada penerima fidusia dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersbeut yang berakibat bahwa pemberi fidusia seterusnya akan menguasai benda dimaksud untuk kepentingan penerima jaminan fidusia, yang pengalihannya harus didaftarkan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pengalihan hak kepemilikan tersebut berada dari pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam (Pasal 584 jo. Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata). Dalam hal jaminan fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan / agunan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia.
Dalam Pasal 5 sub 1 Undang-undang Fidusia bahwa bentuk akta perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Perjanjian jaminan fidusia baik berupaFiduciare Eigendoms Overdracht(FEO) maupuncessiejaminan atas piutang yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang fidusia tidak diwajibkan dengan akta notaris. Alasan undang-undang menerapkan akta bentuk notaris adalah :55
55 Ratnawati W. Prasodjo, Pokok-pokok Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
(55)
1. Akta notaris adalah akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
2. Objek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak. 3. Undang-undang melarang adanya fidusia ulang.
Isi dari akta perjanjian fidusia yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikannya atas suatu benda kepada krediturnya sebagai jaminan untuk utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas.
Isi akta jaminan fidusia dalam Pasal 66 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 ditentukan minimum yang harus termuat didalamnya, diantaranya :56
1. Identitas pemberi dan penerima fidusia
Mengingat akta tersebut merupakan akta notariil maka identitas para pihak secara otomatis harus sudah disebutkan secara lengkap didalamnya (Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Jabatan Notaris)
2. Data Perjanjian Pokok
Sesuai dengan sifat assesoir daripada perjanjian penjaminan, maka kita perlu mengetahui dengan pasti perjanjian pokok sebagai dasar dari pemberian penjaminan, karena eksistensi perjanjian penjaminan sangat bergantung kepada perjanjian pokoknya.
3. Data benda jaminan
Hak jaminan kebendaan muncul apabila kreditur memperjanjikan suatu jaminan khusus terhadap satu atau lebih benda tertentu, yang memberikan kedudukan yang didahulukan menurut Undang-Undang di dalam pelunasannya dari hasil eksekusi atas benda tersebut. Jadi sangatlah logis bahwa di dalam akta pemberian jaminan fidusia harus terdapat uraian tentang benda jaminan yang bersangkutan.
56 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Cetakan 5, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2007, hal. 191
(56)
4. Nilai penjaminan
Nilai penjaminan adalah jumlah maksimal kreditur preferen atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak preferen kreditur tidak bisa lebih dari jumlah nilai penjaminan, tetapi bisa kurang. Hal itu berkaitan dengan sifat assesoir dari perjanjian jaminan.
5. Tanggal dan Nomor
Meskipun di dalam Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tidak disyaratkan penyebutan tanggal dan nomor akta penjaminan, namun karena akta tersebut dituangkan secara notariil maka secara otomatis sudah ada dengan sendirinya, karena tanggal dan nomor digunakan sebagai dasar untuk mengetahui siapakah yang berhak sebagai pihak pertama atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia (Pasal 25 sub d P.J.N)
Sifat Jaminan fidusia sejalan dengan sifat dari jaminan hak kebendaan, ini dikarenakan jaminan fidusia merupakan bagian dari jaminan khusus yang bersifat hak kebendaan yang mempunyai sifat yang memberikan perlindungan hukum secara penuh bagi pihak kreditur diantaranya :
1. Mempunyai sifat absolute (mutlak), yaitu dapat dipertahankan atau dilindungi terhadap setiap gangguan dari pihak ketiga.
2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suite) misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya, dan perjanjian tidak akan putus dengan berpindahnya atau dijualnya barang yang disewa.
3. Mempunyai sifat prioritas (droit de preferen) yaitu bahwa hak kebendaan lebih mendahulukan hak yang lebih dulu terjadi daripada hak yang terjadi kemudian.
4. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sebagai implikasi dari sifat droit de
(57)
memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.57
5. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
2. Prinsip-prinsip Hukum Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia sesuai Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, pembentuk undang-undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan fidusia dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999. Adapun asas pokok dalam jaminan fidusia, yaitu :
a) Asas spesialitas atasFixed Laon
Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999. Objek jaminan fidusia merupakan agunan atau jaminan atas pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
57 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Jaminan : Komentar Pasal Demi Pasal Undang-Undang
(58)
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Oleh karena itu, objek jaminan fidusia harus jelas dan tertentu pada satu segi, dan pada segi lain harus pasti jumlah utang debitur atau paling tidak dipastikan atau diperhitungkan jumlahnya(verrekiningbaar, deductable).
b) AsasAccesoir
Menurut Pasal Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari perjanjian pokok(principal agreement). Perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang, dengan demikian keabsahan perjanjian jaminan fidusia tergantung pada perjanjian pokok dan penghapusan benda objek jaminan fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok.
c) AsasDroit de Suite
Menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, dinyatakan jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun berada, kecuali keberadaanya pada tangan pihak ketiga berdasarkan pengalihan hak atas piutang atau cessie berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata. Dengan demikian, hak atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak atauin rembukan hakin personam.
d) AsasPreferen (Droit de Preference)
Pengertian asaspreferenatau hak didahulukan ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 yaitu memberi hak didahulukan atau diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain untuk mengambil pemenuhan pembayaran pelunasan utang atas penjualan benda objek
(59)
fidusia. Kualitas hak didahulukan penerima fidusia, tidak hapus meskipun debitur pailit atau dilkuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan, benda dalam dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor.
Namun dengan berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah :
1. Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum 2. Dapat berupa benda berwujud
3. Benda berwujud termasuk piutang 4. Benda bergerak
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan ataupun hipotek
6. Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian 7. Dapat atas satu satuan jenis benda
8. Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda
9. Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia 10. Benda persediaan
(60)
Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan disini dalam kaitannya dengan rumah susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Yang dapat menjadi pemberi fidusia adalah orang perorang atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang atau perorangan yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan fidusia. (Pasal 5 ayat (1) UUJF). Dalam akta jaminan fidusia tersebut selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenak waktu (jam) pembuatan akta tersebut.
Akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat : a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan data perjanjian pokok yang dijamin fidusia yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.
b. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia
Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio efek, maka dalam akta
(61)
jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut.
c. Nilai penjaminan
d. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Adapun utang yang pelunasannya dijamin dengan jaminan fidusia dapat berupa:
a. Utang yang telah ada
b. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu
c. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. Utang yang dimaksud adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Pasal 8 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberi fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. Yang dimaksud dengan “kuasa” dalam ketentuan ini adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan fidusia dari pemberi fidusia. Sedangkan hukum dianggpa mewakili penerima fidusia dalam penerimaan jaminan fidusia, misalnya wali amanat yang mewakili kepentingan pemegang obligasi.
(62)
Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 menetapkan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Ini berarti benda tersebut demi hukum akan dibebani dengan jaminan fidusia pada saat Belanda dimaksud menjadi milik Pemberi Fidusia. Pembebanan tersebut tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Hal ini karena atas benda tersebut sudah dilakukan pengalihan hak kepemilikan “sekarang untuk nantinya” ketentuan dalam pasal ini penting dipandang dari segi komsial. Ketentuan ini secara tegas memperbolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang dapat dibebani jaminan fidusia bagi pelunasan utang.
Menurut Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, jaminan fidusia ini meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, dan meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan. Yang dimaksud dengan hasild ari benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang diperoleh dan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Apabila benda diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima fidusia.
Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia sendiri cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi atau portofolio perusahaan efek, maka
(63)
dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut.
B. Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Manual Sebelum Berlakunya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur jaminan fidusia adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tenjang Jaminan Fidusia, yang diundangkan pada tanggal 30 September 1999 LN. 168, TLN. 3889 dan berlaku pada saat diundangkan, berikut peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan pendaftaran jaminan fidusia LN Nomor 170, TLN 4005, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tanggal 30 Oktober 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia, Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia NOMOR C.UM.01.10-11 tanggal 19 Januari 2001 tentang Penghitungan Penetapan Jangka Waktu Penyesuaian dan Pendaftaran Perjanjian Jaminan Fidusia.
Objek jaminan fidusia pada awalnya hanya benda bergerak saja. Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 158/1950/Pdt tanggal 22 Maret 1950 dan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 372K/Sip/1970 tanggal 1 September 1971, yang menyatakan bahwa fidusia hanya sah sepanjang mengenai barang-barang bergerak. Dalam perkembangannya objek fidusia tidak hanya benda bergerak saja, tetapi juga meliputi benda tidak bergerak. Ketentuan ini sebagaimana
(64)
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJF) Nomor 42 Tahun 1999, yang pada intinya menyebutkan bahwa objek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan maupun hipotik.58Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 3 UUJF Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa jamiinan fidusia tidak berlaku terhadap:
a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar.
b. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih
c. Hipotik atas pesawat terbang d. Gadai
Prinsip utama dari jaminan fidusia adalah :
a. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya
b. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur
c. Apabila hutang sudah dilunasi, maka obyek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia
(1)
Gambar 19. Tampilan Menu Verifikasi Perubahan
2. Isikan kolom pada gambar. 20 dengan benar.
Gambar 20. Tampilan Menu Verifikasi Perubahan data Baru (data yang didaftarkan secaraonline)
(2)
3. Isi data yang ingin di ubah pada Gambar. 21
Gambar 21. Tampilan Halaman Formulir Perubahan 4. Isikan Perubahan apa saja yang dilakukan pada kolom, seperti Gambar. 22
(3)
5. Isikan kolom pada Gambar 23, sesuai dengan history sertifikat tersebut
Gambar 23. Tampilan Kolom Keterangan Perubahan 6. Isikan akta pada kolom seperti gambar 24, apabila ada Akta Perubahannya
Gambar 24. Tampilan Kolom Akta Perubahan
1. Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara menandai pernyataan.
2. Pemohon meng-klik Proses untuk menyimpan ke dalam basis data dan melanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol Ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya.
(4)
3. Setelah melakukan Submit maka akan muncul konfirmasi bahwa Data Berhasil Diproses, lalu klik Ok
Gambar 25. Tampilan kolom Kode Pengamanan dan peringatan
4. Kemudian untuk tahap selanjutnya sama seperti Pendaftaran Jaminan Fidusia.
Gambar 26. Tampilan Menu Pencarian obyek
3. Pemohon dapat memilih jenis pencarian yang terurai berdasarkan Nomor Transaksi,Nama pemberi, Nama Penerima, lalu isi kolom sesuai jenis pencarian, kemudian klik Cari
(5)
Gambar 27. Tampilan Isian pencarian obyek
4. Misal pencarian berdasarkan Nomor Transaksi = 2013020731100002, maka hasilnya adalah sebagai berikut :
Gambar 28. Tampilan Hasil pencarian Obyek
5. Pemohon dapat melihat informasi dari transaksi tersebut dengan menekan tombol View
(6)
Gambar 29. Tampilan View transaksi berdasar nomor transaksi 6. Pemohon juga dapat melakukan pencetakan sertifikat jika terdapat tombol