Kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi (studi fenomenologi pada seorang mahasiswi di Kota Yogyakarta)
KEBERMAKNAAN HIDUP
MAHASISWI YANG SUDAH PERNAH MELAKUKAN ABORSI (Studi Fenomenologi pada SeorangMahasiswi di Kota Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Yosua Drita Prasetya Adi
(111114068)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Yosua Drita Prasetya Adi
(111114068)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
(3)
(4)
(5)
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Bukankah telah Kuperintahkan
kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah
hatimu? Jangan kecut dan tawar hati,
sebab TUHAN, Alahmu, menyertai engkau,
ke manapun engkau pergi.”
Yosua 1;9
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus
Orangtuaku tercinta
Program Studi Bimbingan dan Konseling USD
Orang-orang yang ku cinta
Teman-teman BK Angkatan 2011
(6)
(7)
(8)
ABSTRAK
KEBERMAKNAAN HIDUP
MAHASISWI YANG SUDAH PERNAH MELAKUKAN ABORSI (Studi Fenomenologi pada Seorang Mahasiswi di Kota Yogyakarta)
Yosua Drita Prasetya Adi Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi memaknai hidup. Subjek penelitian ini adalah seorang mahasiswi yang berasal dari kota Jakarta dan berkuliah di kota Yogjakarta. Keadaan yang jauh dari pantauan orang tua membuat subjek menjalani kehidupan seks yang bebas dengan kekasihnya, perilaku subjek ini mengakibatkan subjek hamil diluar hubungan pernikahan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya subjek memutuskan untuk melakukan aborsi. Makna hidup dalam penelitian ini, khusus membahas tentang bagaimana subjek yang sudah pernah melakukan aborsi menerima pengalaman aborsi sebagai bagian dari hidupnya untuk menjalani kehidupannya ke depan.
Penelitian ini adalah penelitian studi fenomenologi dengan metode kualitatif dan dengan alat pengumpulan data wawancara dan observasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek yang dianggap berpengaruh terhadap makna hidup mahasiswi yang pernah melakukan aborsi, yaitu (1) Cinta, (2) Keluarga, (3) Seksualitas, (4) Aborsi. Analisis data yang dilakukan dengan proses reduksi data dan pengkodean. Untuk mengukur validitas penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi dimana peneliti melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan subjek.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, subjek memaknai cinta sebagai suatu hubungan yang harus dilandasi dengan komitmen matang, saling melengkapi, dan cinta sejati hanya akan dipisahkan oleh maut. Subjek memaknai keluarga sebagai sumber kasih sayang yang selalu mendorong dirinya, dan yang mau menerima dirinya dalam berbagai keadaan, sehingga subjek ingin selalu membanggakan keluarganya. Subjek memaknai hubungan seksualitas sebagai ungkapan rasa kasih sayang yang mendalam terhadap kekasihnya, walaupun sebenarnya subjek sudah menyadari bahwa dirinya berdosa karena melakukan hubungan seks diluar ikatan pernikahan. Subjek memaknai aborsi sebagai suatu yang sangat menyakitkan dan menjijikkan bagi dirinya, subjek sampai saat ini masih berjuang untuk lepas dari bayang-bayang pengalaman aborsinya dan berusaha untuk hidup normal kembali.
(9)
viii ABSTRACT
MEANINGFUL LIFE OF
A FEMALE STUDENT WHO ONCE HAD AN ABORTION (Phenomenology Study on a Student in Yogyakarta)
Yosua Drita Prasetya Adi Sanata Dharma University
2017
This research was aimed at finding how a female student who once had an abortion finds meaning in life. The subject of this research was a female student from Jakarta who studies in Yogyakarta. Being far from parents makes subject have casual sex life with her lover, which caused subject to get pregnant outside the marriage boundary. With many considerations, eventually subject decided to have an abortion. The meaning of life, in this research, will focus on how subject, who once had an abortion, accepts this experience as a part of her life to continue her life.
This research was a phenomenology study research with qualitative method and with the data collection of interview and observation. Data collection in this research used interview arranged based on 4 aspects considered influential on the meaning of life of a female student who once had an abortion, i.e. (1) Love (2) Family (3) Sexuality (4) Abortion. Data analysis was done by reduction process and coding. TO measure the validity of this research, the author used triangulation technique where the author interviewed people connected to subject.
The result of the research showed that subject thinks of love as a relationship which must be based on a mature commitment, which complements each other, and true love can be separated by death. Subject thinks of family as a source of affection which always supports her and accepts her the way she is, so she is always proud of her family. Subject thinks of sexuality as a deep expression of love towards her lover, although actually subject realizes that she did a sinful action for doing sex before marriage. Subject thinks of abortion as something painful and disgusting to her. Subject up to this moment still struggles to forget the shadow of her abortion and struggles to live a normal life.
(10)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas pertolongan dan penyertaanNya dalam persiapan, pelaksanaan serta penyelesaian laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari program studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.
2. Drs. Budi Sarwono, M.A selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah memberikan waktu, motivasi, masukan, dan banyak pembelajaran berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berguna bagi penulis.
4. “Sulis” yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi subjek dalam penelitian ini.
5. Orangtuaku tercinta Simon Tarsid dan Ibu Sri Susmiyati Stianingsih, serta adikku Omega Lukas Widyatama dan keluarga besar atas doa, dukungan, perhatian, kasih
(11)
(12)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Fokus Penelitian ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Hasil Penelitian ... 7
G. Batasan Istilah ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Kebermaknaan Hidup... 10
1. Makna Hidup ... 10
2. Sumber-sumber Makna Hidup ... 12
3. Cinta ... 15
4. Keluarga ... 18
(13)
xii
B. Aborsi ... 24
1. Pandangan Medis... 24
2. Pandangan Hukum... 25
3. Perdebatan tentang Aborsi ... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Subjek Penelitian ... 31
C. Teknik Pengumpulan Data ... 32
1. Wawancara ... 32
2. Observasi ... 34
D. Analisis Data ... 35
1. Reduksi Data ... 35
2. Pengkodean/ Coding ... 36
E. Validitas Penelitian ... 37
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 39
A. Pelaksanaan Penelitian ... 39
B. Deskripsi Data ... 41
1. Data Observasi... 41
2. Data Wawancara ... 47
C. Pembahasan ... 53
1. Pemaknaan Cinta ... 53
2. Pemaknaan Keluarga ... 56
3. Pemaknaan Seksualitas ... 59
4. Pemaknaan Aborsi ... 62
D. Triangulasi Teori Kebermaknaan Hidup ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Implikasi ... 69
C. Keterbatasan Penelitian ... 69
D. Saran ... 70
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 33 Tabel 2. Lembar Observasi ... 34 Tabel 3. Agenda Pertemuan Peneliti dengan Subjek dan Informan ... 40
(15)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Sebagai Subjek ... 73
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Sebagai Informan... 74
Lampiran 3. Lembar Observasi ... 75
Lampiran 4. Hasil Observasi ... 77
Lampiran 5. Verbatim Wawancara Terstruktur I Subjek ... 82
Lampiran 6. Verbatim Wawancara Terstruktur II Subjek ... 89
Lampiran 7. Verbatim Reduksi Subjek ... 94
Lampiran 8. Verbatim Tematik Subjek ... 98
Lampiran 9. Verbatim Wawancara Terstruktur I Informan ... 102
Lampiran 10. Verbatim Wawancara Terstruktur II Informan ... 107
Lampiran 11. Verbatim Reduksi Informan ... 111
(16)
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini dipaparkan latarbelakang masalah yang mendeskripsikan mengenai fenomena yang terjadi dilapangan. Selain itu pada bab ini juga dideskripsikan identifikasi masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, dan batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Makna hidup merupakan hal yang oleh seseorang dipandang penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang besar serta dapat dijadikan tujuan hidup. Makna hidup juga memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainnya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Frankl (dalam Koeswara, 1992) menegaskan bahwa makna kehidupan berbeda dari individu yang satu dengan individu yang lain, bahkan dari momen yang satu dengan momen yang lain.
Kehendak untuk hidup bermakna merupakan keinginan menjadi orang yang bermakna dan berharga bagi dirinya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya yang mampu memotivasi manusia untuk bekerja, berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya agar hidupnya berharga dan dihayati secara bermakna, hingga akhirnya akan menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani kehidupannya. Frankl (dalam Koeswara, 1987) menjelaskan bahwa setiap pribadi memiliki medan sendiri atau misi
(17)
2
sendiri dalam hidup untuk melaksanakan tugas konkret yang harus diisi. Karenanya tidak bisa dipindahkan dan hidupnya pula tidak bisa diulang.
Mahasiswa adalah orang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tugas dan tanggung jawab mahasiswa adalah belajar dengan lebih mandiri dibandingkan dengan seseorang yang belajar dijenjang pendidikan dibawah perguruan tinggi. Sebagian besar mahasiswa di Indonesia biasanya merantau demi menuntut ilmu dengan harapan dapat menjadi sarjana yang berkualitas dan dapat bekerja untuk menjamin kehidupannya dimasa depan. Kehidupan mahasiswa dari berbagai macam latar belakang budaya, keadaan ekonomi, dan agama yang berbeda ini membuat keberagaman kehidupan para mahasiswa di kota Yogyakarta yang disebut sebagai kota Pelajar. Perbedaan latar belakang mahasiswa ini dapat saling mempengaruhi antara mahasiswa satu dangan yang lainnya, keadaan mahasiswa yang hidup jauh dari pantauan orang tua dan tinggal di rumah kontrakan maupun kos secara mandiri ini membuat mereka terlampau jauh dalam menjalin relasi dengan lawan jenis di kota Yogyakarta.
Sesuai penenlitian yang dilakukan oleh Depsos RI tahun 2007 tentang KTD (kehamilan tidak dikehendaki) pada remaja (usia 10-24 tahun) yang sedang menempuh pendidikan disebuah kota di pulau Jawa, membuktikan bahwa antara tahun 2002-2005, remaja yang mengalami KTD terbanyak adalah remaja yang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi (mahasiswa) yaitu (59,22%), sementara pada peringkat ke-dua remaja yang mengalami KTD ditempati oleh remaja SMU yaitu (17,70%), dan peringkat
(18)
ke-tiga ditempati oleh remaja SMP yaitu (1,63). Secara keseluruhan, remaja yang hamil diluar nikah terbesar terjadi pada tahun 2002 sebanyak 640 kasus, kemudian pada tahun 2004 sebanyak 560 kasus , dan pada tahun 2005 sebanyak 551 kasus.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh DKT (diskusi kelompok teraarah) mengumumkan hasil survei 2011 yang difokuskan pada perilaku seksual remaja dan kaum muda berusia 15-25 tahun, yang merupakan hasil wawancara langsung terhadap 663 responden di lima kota besar di Indonesia yakni Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Dan ternyata hasil presentasi bagi seorang yang pernah berhubungan seks tertinggi terdapat di kota Bandung diikuti Yogyakarta dan Bali, untuk jenis kelamin paling banyak oleh pria yang berumur 20-25 tahun. Temuan lain dari hasil seks survey lainnya yakni berdasarkan profesi peringkat tertinggi, responden yang pernah berhubungan seks dilur nikah ditempati oleh mahasiswa.
Melihat beberapa penelitian diatas, membuat kehidupan mahasiswa rentan menghadapi resiko kehamilan diluar hubungan pernikahan. Besarnya resiko kehamilan diluar hubungan pernikahan akan memungkinkan suatu kegiatan yang dainggap suatu penyelesaian oleh mahasiswa, yaitu aborsi. Kegiatan aborsi dapat dilakukan oleh para mahasiswi yang terhitung sering melakukan hubungan seks dengan berbagai pertimbangan. Aborsi demi menutupi aib ataupun demi menghindari kekecewaan orang tua tanpa memikirkan sisi kemanusian. Terlebih lagi begitu banyaknya akses untuk melakukan aborsi sebagai contoh, di salah satu perempatan di kota
(19)
4
Yogyakarta banyak tertempel tulisan “Telat bulan, hub. 0852277xxxxx” dan
tulisan tersebut sebenarnya menawarkan obat untuk menggugurkan kandungan.
Kartono (1992) perubahan-perubahan yang sangat cepat pada zaman modern merupakan proses organis yang sangat dinamis, yang kemudian menimbulkan ketidakstabilan dan kurang adanya konsensus diantara anggota-anggota masyarakat mengenai pola dan tata cara kehidupan sehari-hari. Lalu terjadi sedikit sekali kontinuitas pengalaman dari kelompok masyarakat yang satu kedalam (menjadi) pola kehidupan kelompok lainnya. Lalu munculah yang disebut sebagai “cultural lag” atau perlambatan kultural, disebabkan oleh perubahan yang terus-menerus dan sangat cepat, disebabkan perubahan yang terus-menerus dan sangat cepat, sesuai dengan kecepatan perkembangan teknologi dan ilmiah; namun sebagian besar dari anggota masyarakatnya ternyata tidak mampu mengejar proses perubahan dan kemajuan tersebut.
Kartono (1989) pada zaman modern sekarang, pola hidup SEKS BEBAS dan CINTA BEBAS mulai banyak dianut oleh orang-orang muda. Hal ini terdapat baik di dunia Barat maupun di Timur. Sekalipun demikian, di dunia Timur pola cinta bebas dan seks bebas yang dikenal sebagai “kumpul
kebo” itu tidak sehebat seperti di Eropa dan Amerika, terutama di negara -negara Skandinavia.
Winkel dan Hastuti (2006) pelayanan bimbingan secara profesional di Indonesia sampai saat ini difokuskan pada generasi muda yang masih duduk dibangku sekolah dan di bangku kuliah. Kalau bimbingan diartikan sebagai
(20)
proses membantu orang-perorangan dalam memahami dirinya sendiri dan
lingkungan hidupnya, itu berarti bahwa tenaga bimbingan profesional di berbagai lembaga pendidikan melibatkan diri dalam segala usaha membantu siswa dan mahasiswa untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya dewasa ini.
Dari berberapa fakta yang dijelaskan pada latar belakang masalah, berbagai perilaku mahasiswi yang sudah tidak wajar inilah yang menjadi salah satu topik menarik bagi peneliti berkaitan dengan bidang Bimbingan dan Konseling, yakni pada pola bimbingan di sekolah yang masih mengedepankan budaya ketimuran dan terkesean menutup-nutupi fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Perubahan zaman yang sangat cepat pada zaman modern seperti sekarang ini, menuntut konselor untuk cerdas memilih topik bimbingan dengan menggunakan pembahasaan yang tepat sehingga mudah dipahami oleh generasi muda. Penelitian ini juga akan mendeskripsikan aspek kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah melakukan aborsi yang tetap mampu bertahan menjalani kehidupanya ditengah himpitan pengalaman masalalunya.
B. Identifikasi Masalah
Sudah menjadi hal yang umum bahwa mahasiswi dipandang sebagai srikandi calon penerus bangsa yang sudah seharusnya memiliki sikap yang mencerminkan sebagai pelajar dan hidup dengan budaya dan menjaga sopan santun adat ketimuran. Tetapi yang terjadi adalah, perilaku mahasiswi sudah tidak mencerminkan lagi sebagai orang yang sedang menempuh pendidikan
(21)
6
di perguruan tinggi. Dari fenomena yang ada, harus diakui bahwa kegiatan seks dan aborsi pada kehidupan mahasiswi bukanlah hal yang asing lagi. Fenomena yang ada juga membuktikan bahwa penampilan mahasiswi yang terlihat sangat santun, tidak dapat menjamin bahwa mahasiswi tersebut belum pernah melakukan hubungan seks bahkan aborsi.
Jika dikaitkan dengan kebermaknaan hidup, fenomena yang ada akan membuktikan bahwa kebermaknaan hidup tidak hanya dimiliki oleh seseorang dengan kehidupannya yang baik dan tanpa cela dimasalalunya, tetapi kebermaknaan hidup juga ada pada seseorang dengan masalalu kelam sekalipun, dalam hal ini adalah mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan anorsi.
D. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang akan dijawab adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai relasi cinta dalam kehidupannya?
2. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai relasi keluarga dalam kehidupannya?
3. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai seksualitas dalam berelasi dengan kekasihnya?
(22)
4. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai hidupnya?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan subjek yang pernah melakukan aborsi dalam memaknai relasi cinta.
2. Mendeskripsikan subjek yang pernah melakukan aborsi dalam memaknai relasi keluarga.
3. Mendeskripsikan subjek yang pernah melakukan aborsi dalam memaknai seksualitas ketika berelasi dengan kekasihnya.
4. Mendeskripsikan subjek setelah melakukan aborsi dalam memaknai hidupnya.
F. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan, khususnya dalam bidang penerapan bimbingan dan konseling, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Subjek
Hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi yang mendalam bagi subyek agar subyek dapat meningkatkan makna kehidupan yang lebih baik.
(23)
8
b. Bagi Penulis
1) Penulis memperoleh ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.
2) Penulis dapat mengembangkan ilmu dan ketrampilannya dalam menggali mengenai kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.
3) Penulis dapat mengembangkan ketrampilannya dalam bidang bimbingan dan konseling, berkaitan dengan satuan layanan bimbingan di sekolah.
G. Batasan Istilah
Supaya tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran menyangkut terminologi tertentu dalam judul penelitian ini, perlu dijelaskan penegasan-penegasan batasan istilah dalam judul :
1. Kebermaknaan Hidup
Mempunyai (mengandung) arti penting (dalam) dalam perjalanan kehidupan, atau bernyawa, masih terus ada, bergerak, bertumbuh sebagaimana manusia, binatang, dan tumbuhan. (Kamus Bahasa Indonesia)
2. Mahasiswi
Orang (wanita) yang belajar di perguruan tinggi. (Kamus Bahasa Indonesia)
(24)
3. Aborsi
Pengguguran kandungan. Aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku (kriminalitas). (Kamus Bahasa Indonesia)
4. Seksualitas
Seksualitas adalah suatu bentuk perilaku yang disadari oleh faktor fisiologis tubuh. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan antar individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai dan emosi. (Kamus Bahasa Indonesia)
(25)
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab kajian pustaka ini peneliti akan membahas konsep-konsep teoritis mengenai kebermaknaan hidup, cinta, keluarga, seksualitas, dan aborsi.
A. Kebermaknaan Hidup 1. Makna Hidup
Bastaman (2007) menjelaskan, makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purposein life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia
(happiness). Dan makna hidup ternyata ada dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, menyenangkan atau tak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Ungkapan seperti ”Makna
dalam Derita” (Meaning in Suffering) atau “Hikmah dalam Musibah”
(Blessing in Disguise) menunjukan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup tetap dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningful) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna.
Pengertian mengenai makna hidup menunjukan bahwa dalam makna hidup terkandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan
(26)
dipenuhi. Mengingat antara makna hidup dan tujuan hidup tak dapat dipisahkan.
Winkel dan Hastuti (2006) faktor-faktor tertentu dalam perkembangan manusia adalah pembawaan, lingkungan dan diri sendiri. Yang dimaksudkan dengan pembawaan ialah bekal keturunan yang diperoleh dari orang tua melalui proses generasi biologis. Bekal keturunan yang dasar adalah sama bagi semua manusia yang lain dalam perbekalan fisik dan perbekalan psikis. Semua manusia memiliki badan yang mampu berjalan tegak, duduk, melihat, mendengar; dan memiliki kemampuan berpikir, berperasaan dan berkemampuan. Namun, berdasarkan bekal keturunan juga, setiap manusia mempunyai ciri fisik dan psikis yang khusus untuk dirinya, misalnya memiliki konstitusi jasmani sendiri, habitus sendiri, vitalitas psikis sendiri, temperamennya sendiri dan taraf intelegensi sendiri. Konstitusi badan meliputi sel-sel, susunan jaringan, dan aneka cairan badan dengan susunan kimiawi yang bersifat individual; susunan alat-alat perlengkapan badan yang bercirikan individual pula, seperti peralatan dan pencernaan; daya tahan terhadap penyakit, apakah mudah atau sukar terkena penyakit; vitalitas jasmani atau daya tahan hidup yang berbeda-beda. Habitus adalah bentuk badan yang khas pada setiap manusia. Semua ciri fisik itu bukanlah sifat psikologis, melainkan cirri biologis; namun bermakna bagi alam batiniah.
Berdasarkan konsep-konsep logoterapi yang dirumuskan Fankl (dalam Schultz 1991) merumuskan bahwa individu yang telah menemukan atau berhasil membentuk kebermaknaan hidupnya, berciri-ciri sebagai berikut :
(27)
12
a. Bebas memilih langkah tindakannya
b. Bertanggung jawab secara pribadi terhadap perilaku hidup dan sikapnya terhadap nasib.
c. Tidak ditentukan oleh kekuatan di luar dirinya.
d. Telah menemukan arti dalam kehidupnya yang sesuai dengan dirinya. e. Secara sadar mampu mengontrol diri, mampu mengungkapkan nilai-nilai
pengalaman, nilai-nilai kreasi dan nilai sikap. f. Telah mengatasi perhatian terhadap diri sendiri.
g. Berorientasi pada masa depan, mengarahkan diri pada tujuan dan tugas yang akan datang.
h. Memiliki alasan untuk meneruskan hidup, memiliki komitmen terhadap pekerjaan serta mampu memberi dan menerima cinta.
2. Sumber-sumber Makna Hidup
Bastaman (2007) dalam bukunya yang berjudul “Logoterapi” menjelaskan adanya tiga nilai-nilai dalam kehidupan yang perlu diterapkan dan dipenuhi untuk menemukan makna hidup.
a. Nilai-nilai kretif
Bastaman (2007) mengatakan bahwa kegiatan bekerja, berkarya, mencipta, serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melaui karya dan kerja kita dapat menemukan
(28)
arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup, secara nyata dapat kita alami apabila kita adalah seorang yang telah lama tak berhasil mendapat pekerjaan, kemudian seorang teman menawari suatu pekerjaan. Kalaupun gajinya ternyata tak terlalu besar, besar kemungkinan kita akan menerima pekerjaan itu karena kita akan merasa berarti dengan memiliki pekerjaan daripada tidak memiliki sama sekali.
Sehubungan dengan itu perlu dijelaskan pula bahwa pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya.
b. Nilai-Nilai Penghayatan
Bastaman (2007) mengatakan bahwa keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak sedikit orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau ada seseorang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni cabang seni tertentu. Cinta kasih dapat juga menjadikan seseorang menghayati
(29)
14
perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seorang akan merasakn hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
Dalam hal-hal tertentu mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya keadaan orang itu seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya kepribadiannya dengan penuh perhatian. Cinta kasih senantiasa menunjukan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin dihadapannya. Erich fromm, seorang pakar psikoanalisis modern, menunjukan empat unsur cinta kasih yang murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), rasa hormat (respect), dan pengertian (understanding).
c. Nilai-Nilai Bersikap
Bastaman (2007) mengatakan bahwa menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Perlu dijelaskan disini dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menyikapi keadaan itu. Ini apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh iklas dan tabah hal-hal tragis yang tak mungkin dielakan lagi dapat mengubah pandangan kita
(30)
dari yang semula diwarnai dengan penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat memberikan sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti dalam keadaan bagaimanapun (sakit, nista, dusta, bahkan maut) arti hidup masih tetap dapat ditemukan, asalkan saja dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.
3. Cinta
a. Cinta dengan Syarat
Allport (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa relasi yang sehat adalah relasi yang ditandai oleh kapasitas masing-masing individu yang terlibat untuk menunjukan keintiman dan perasaan terharu. Ada perbedaan antara hubungan cinta dari orang-orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak daripada kemampuanya untuk memberi cinta kepada orang lain. Apabila mereka memberi cinta, maka cinta itu diberikan dengan syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang tidak bersifat timbal-balik melainkan berpusat pada diri sendiri.
Rogers (dalam Rini, 2012) menyatakan bahwa munculnya cinta bersyarat ini merupakan akibat dari pengalaman masalalu individu yang dicintai dengan syarat-sayarat tertentu. Ciri dari cinta yang bersyarat adalah: “saya mencintaimu jika…” Dampak dari cinta bersyarat yang dialami seseorang pada masa lalu adalah sikap defensif dan ketidakmampuan mencintai orang lain apa adanya.
(31)
16
Sikap defensif ditunjukan dengan tidak menampilkan diri apa adanya (menggunakan topeng). Sikap tersebut muncul terutama ketika terjadi kecemasan. Sayarat-syarat yang diberlakukan untuk diri sendiri akan membatasi tingkah lakunya dan mengubah kenyataan menjadi dunia khayalan yang diidealkan. Oleh karena itu, individu tidak mampu berinteraksi sepenuhnya dengan orang lain dan bersikap terbuka dengan lingkungannya. Dunia dipandang sebagai sesuatu yang mengancam. Syarat-syarat yang diterapkan untuk diri sendiri ini juga berlaku bagi orang lain. Oleh karena itu dalam berelasi, ia akan cenderung menerapkan standar dan syarat-syarat personalnya pada orang lain. Akibatnya, ia tidak mampu menerima orang lain apa adanya dan mencintainya dengan tulus.
Dalam relasi yang tidak sehat seperti itu, diri menjadi pusat relasi. Orang lain akan dipandang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Ciri dari relasi semacam itu antara lain berupa: “tuntutan, ketidakpuasan, pengekangan, pembatasan, penyamaan, kecamburuan, dan iri hati”. Ini berlaku pada hampir semua jenis relasi, misalnya antara teman, saudara, orangtua-anak, atasan-bawahan. Jadi tidak terbatas pada relasi antara laki-laki dan peremuan (pacaran, suami-isteri).
b. Cinta tanpa Syarat
Allport (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang lain, baik terhadap orang tua, anak, pasangan, atau teman akrab. Kapasitas keintiman adalah perasaan perluasan diri yang berkembang
(32)
dengan baik. Dengan kata lain, itu adalah kemampuan untuk keluar dari diri. Dalam relasi sehat, seorang mampu mengungkapkan partisipasi otentik dengan orang yang dicintai dan memerhatikan kesejahteraan diri maupun orang lain.
Cinta yang sejati mernurut Fromm (dalam Schultz, 1991) adalah hubungan manusia yang bebas dan sederajat, yaitu setiap orang dapat mempertaruhkan invidualitas masing-masing. Diri seseorang tidak akan terserap atau hilang dalam cinta terhadap orang lain. Diri tidak berkurang dalam cinta produktif, melainkan diperluas, dibiarkan terbuka sepenuhnya. Dengan demikian perasaan akan hubungan tercapai, tetapi identitas dan kemerdekaan seseorang tetap terpelihara. Cinta yang produktif menyangkut empat hal, yaitu : perhatian, tanggung jawab, penghormatan, dan penghargaan. Mencintai orang lain berarti memerhatikan kesejahteraannya, membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Hal itu berarti memikul tanggung jawab untuk orang yang dicintai, antara lain dalam mau dan mampu mendengarkan kebutuhan-kebutuhannya. Mencintai juga memandang orang yang dicintai dengan penuh penghargaan dan menerima individualitasnya.
Dalam relasi laki-laki-perempuan, Fromm (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa cinta yang produktif adalah suatu kegiatan, suatu proses, bukan nafsu. Cinta yang produktif tidak terbatas pada cinta erotis, tetepi merupakan cinta persaudaraan (cinta kepada semua manusia) atau cinta keibuan (cinta dari ibu kepada anak). Allport (dalam Schultz, 1991)
(33)
18
menyebut cinta itu sebagai perasaan terharu, yaitu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa.
Fromm (dalam Schultz, 1991) menjalaskan lebih lanjut bahwa cinta yang produktif atau perasaan terharu merupakan kemampuan untuk memahami kesakitan, penderitaan, ketakuta-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Itulah yang disebut kemampuan “empati”. Dengan kapasitas tersebut, seseorang bisa menjadi sabar terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Cinta yang produktif tidak akan membiarkan pasangannya menderita. Dengan cita yang produktif tidak mungkin seseorang akan menyakiti, memaksa, memerkosa, mencampakan atau bahkan mengaborsi kehidupan.
4. Keluarga
Sugeng (2010) menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam suatu rumah tangga, berintraksi satu sama lain dan dalam perannya masih-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Prawira (2013) menjelaskan bahwa pendidikan keluarga yang normal atau sebagaimana yang terjadi pada umumnya sejak baru dilahirkan ke dunia,
(34)
anak hidup dalam lingkungan keluarga dan mendapatkan asuhan dari kedua orangtuanya. Hal yang pertama mengisi kepribadian si anak tidak lain dan tidak bukan adalah semua yang ada dalam keluarga tempat si anak tinggal atau diasuh dan dibesarkan didalamnya. Orangtuanya barangkali sadar atau tidak telah menanamkan kepada anak tersebut suatu kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyang dan pengaruh-pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Sementara itu, si anak akan menerima hal-hal atau ajaran yang diberikan oleh orang tua dengan daya peniruannya dan dengan senang hati, sekalipun ia kadang-kadang tidak menyadari atau mengetahui maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan dalam keluarga.
Menurut Maslow (dalam Schultz, 1991) menyatakan, pribadi yang belum matang adalah pribadi yang masih digerakan salah satu kebutuhan mendasar, atau yang sering disebut dengan deficiency neds. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki, kebutuhan akan cinta, dan kebutuhan akan penghargaan. Selama seseorang digerakan oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka segala aktivitas dan relasi dipandang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Misalnya, relasi dengan orang lain (pacar, suami-isteri, persahabatan keluarga, kerja) dipandang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan materi, harga diri, rasa aman, atau cinta diri. Dengan demikian, relasi dengan orang lain akan bertahan selama orang itu bisa memenuhi kebutuhan dirinya, dan ketidakpuasan relasi (pacaran atau pernikahan) pada umumnya bersumber
(35)
20
dari keinginan masing-masing pihak menggunakan orang lain atau relasi sebagai sarana untuk memenuhi kekurangan diri.
Orang yang mampu untuk mengaktualisasikan dirinya adalah seseorang yang mampu untuk mengembangkan hubungan dengan penuh cinta. Cinta itu adalah suatu cinta khusus yang disebut dengan Being-love (B-love), bukan
Deficiency-love (D-love). D-love didorong oleh kebutuhan-kebutuhan karena kekurangan, khususnya oleh kekurangan kepuasan akan kebutuhan memiliki cinta. Ada ketergantungan yang kuat pada orang yang dicintai dan ketakutan kehilangan cinta yang sangat dibutuhkan. Hal itu akan muncul pada sikap yang posesif dan cemburu yang berlebihan.
Pada B-love, pribadi yang sehat, yang tidak menderita suatu kekurangan, tidak memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang yang dicintai, tidak mengalami ketakutan atau iri hati. Pribadi yang sehat tidak menerapkan cinta egoistis. Mereka memberi cinta dan perhatian demi pertumbuhan diri dan orang lain.
5. Seksualitas
a. Seksualitas dari Sudut Pandang Teologis
Winarsih (dalam Sumarah, 2012) menjelaskan bahwa ada empat kesimpulan tentang seksualitas dari sudut pandang teologis.
1) Membuka diri untuk memahami kasih Allah yang menyembuhkan. Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Kita harus percaya bahwa tubuh dengan seluruh mekanismenya adalah baik. Perlulah kita belajar mencintai diri sendiri dengan cara yang tepat karena jika tidak maka
(36)
kita akan cenderung memperlakukan tubuh diri sendiri dengan semena-mena.
2) Percaya bahwa penebusan itu mungkin. Kita sering dilemahkan dengan godaan untuk membesar-besarkan kesalahan. Godaan ini menhalang-halangi kita untuk maju berkembang. Kita harus percaya bahwa kasih Tuhan melampaui segala dosa dan kelemaha kita.
3) Mengambil tanggung jawab atas hidup pribadi. Kita dianugerahi kebebasan sejati, yaitu kemampuan untuk menghendaki dan memilih hanya yang benar. Dengan kebebasan ini kita membuat pilihan. Kebebasan mengandung konsekuensi bahwa kita mengambil tanggung jawab atas setiap pilihan kita.
4) Merumuskan visi hidup dan fokus pada visi tersebut. bertumpu pada kesadaran “siapakah aku” dan “untuk apakah aku diciptakan?” akan membantu merumuskan visi yang jelas membantu kita untuk membuat pilihan-pilihan yang tepat.
b. Seksualitas dari Sudut Pandang Psikologi
Freud (dalam prawira, 2013) menegaskan bahwa insting seks bukan hanya berkenaan dengan organ seksual saja, melainkan pula hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan yang diperoleh dari bagian tubuh yang lain yang dinamakan daerah erogen (erogenous zone). Daerah erogen merupakan daerah tubuh yang peka dan perangsangan. Disinyalir pada bagian itu timbul kepuasan yang menghilangkan ketegangan ketika diberikan rangsangan tertentu. Insting seks memiliki peranan mereduksi
(37)
22
hal ini memang tidak dapat diubah, tetapi perlu dilakukan cara-cara agar tujuan dapat dicapai. Sebab, kepuasan seks dapat diperoleh bukan dari organ genital (seks) saja. Melainkan pula dapat diperoleh dengan berbagai tingkah laku. Hal itu dapat terwujud dengan cara memotivasi insting hidup yang mirip dengan tingkah laku seksual. Menurut Freud, semua aktivitas yang memberikan kenikmatan dapat dilacak hubungannya dengan insting seksual.
Allport (dalam Schutz, 1991) menyatakan bahwa bahwa syarat dari kapasitas keintiman adalah perasaan identitas diri yang berkembang. Hal itu berarti bahwa orang sehat atau matang menurut Allport adalah orang yang mampu untuk mengembangkan perhatian-perhatian diluar dirinya sendiri. Perluasan diri tersebut bukan sekedar bereinteraksi dengan orang lain atau melakukan aktifitas, tetapi benar-benar melibatkan diri secara otentik. Terlibat secara otentik berarti meyakini bahwa sebuah relasi yang yang dijalani adalah penting, dan penuh makna.
c. Seksualitas dari Sudut Pandang Biologis dan Medis
Marianingsih (dalam Sumarah, 2012) menjelaskan bahwa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan sebuah program
Millenium Development Goals, yang sebagian besar menangkut upaya-upaya kesehatan termasuk upaya-upaya meningkatkan kesehatan reproduksi. Sebagai warga dunia, terutama sebagai pribadi kiranya juga layak terlibat dalam upaya kesehatan tersebut. Apalagi sebagai pribadi, kita mempunyai “perutusan asali” (karena Sang Pencipta memercayakan tugas prokreasi
(38)
kepada manusia, agar spesies manusia tidak punah), yang melibatkan organ reproduksi kita.
Paradigma sehat, dapat dinyatakan dengan “lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Perilaku pencegahan mengandung arti: menghindari sumber penyakit, melakukan deteksi diri, dan segera mencari pertolongan pengobatan bila mengalami gejala penyakit. Dalam kesehatan reproduksi, perilaku sehat meliputi; hubungan senggama yang hanya dilakukan dalam ikatan pernikahan, tidak berganti-ganti pasangan, melakukan deteksi dini, dan segera ke dokter bilamengalami gejala-gejala yang mencurigakan (termasuk gejala-gejala penyakit menular seksual).
d. Seksualitas dari Sudut Pandang Sosiologis
Tridiatno (dalam Sumarah, 2012) menyatakan seksualitas dari sudut pandang sosiologis ialah. Perempuan mesti mengenali vagina mereka masing-masing secermat mungkin dengan kaca jangan sampai ada satu bagian kecilpun yang tidak dikenali karena vagina adalah bagian dari hidup perempuan sendiri yang harus dihargai. Dengan demikian perempuan akan mengenali diri sendiri untuk tidak terjebak pada mitos-mitos dan tabu yang ujungnya hanya ingin merendahkan perempuan. Begitupun laki-laki mesti mengenali penis sebagai bagian hidup. Semakin mengenalinya, laki-laki tidak akan terjebak pada mitos-mitos yang membuat kesombongan karena keperkasaan dan kekerasannya. Laki-laki tetap lemah lembut yang dapat bersahabat dengan sehat dengan perempuan tanpa bentuk kekerasan apapun.
(39)
24
e. Seksualitas dari Sudut Pandang Agama Islam
Nur (dalam Sumarah, 2012) menyatakan seksualitas dari sudut pandang agama islam ialah. seks bukanlah kata yang selalu terasosiasi dengan perilaku kotor. Seks merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam al-Qur’an, Allah tidak hanya mengajarkan bagaimana manusia menyembah Tuhannya, tetapi juga membicarakan tentang reproduksi, penciptaan, kehidupan keluarga, menstruasi, bahkan ejakulasi. Islam mengakui kekuatan dorongan seksual, tetapi masalah itu dibicarakan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah secara serius dalam konteks pernikahan dan kehidupan keluarga. Allah berfirman: “Jangan kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu sangat keji dan jalan yang sangat jahat” (QS al-Isra’ [17]:32); “Perempuan-perempuan jahat untuk lelaki jahat, laki-laki jahat hanya untuk perempuan-perempuan jahat pula, perempuan-perempuan baik untuk laki-laki baik, laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik pula” (QS an-Nur [24]:26).
B. Aborsi
1. Pandangan Medis
Permana (2002) menjelaskan bahwa, aborsi adalah proses menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah abortus. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
(40)
a. Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
b. Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
c. Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
2. Pandangan Hukum
Kusumasari (2011) menjelaskan undang-undang yang mengatur tentang abosi tertuang pada pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
a. Ayat (1)
Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi. b. Ayat (2)
Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi hanya dalam kondisi berikut:
(41)
26
1) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau
2) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
c. Ayat (3)
Namun, tindakan yang tertuang pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kmpeten dan berwenang.
3. Perdebatan tentang Aborsi
Permana (2002) menjelaskan bahwa, aborsi dalam penentuan boleh atau tidaknya memperoleh kontrofersi. Ada pihak yang dinamakan pro-hidup dan juga pro-pilihan, yang sampai saat ini masih memperdebatkan tentang aborsi dengan berbagai pandangan masing-masing pihak.
a. Pro-hidup
Aborsi yang dilakukan karena tidak mau menerima anak karena aib, tidak siap menerima anak, atau karena hanya cacat, jika hal ini dilakukan maka bertentangan dengan kebenaran. Aborsi dapat dilakukan dengan syarat, membahayakan nyawa ibunya, bayi di dalam kandungan dinyatakan sudah mati, selain itu tidak boleh diaborsi. Calon bayi yang
(42)
ada di dalam kandungan sudah ada nyawanya sejak proses pembuahan, maka membunuh calon bayi sama dengan membunuh manusia lainnya. b. Pro-pilihan
Setiap wanita berhak memilih untuk melaksanakan fungsi keibuannya atau tidak. Hal ini sesuai dengan hak asasi kebebasan setiap manusia untuk menentukan nasib dan arah hidupnya sendiri, baik dengan cara legal maupun tidak legal.
Kartono (1992) menjelaskan bahwa kemandulan ini mau tidak mau mengantarkan pada maslah: abortus yang disengaja atau penguguran janin. Sebab pengguran tersebut seringkali menyebabkan peristiwa sterilitas pada diri wanita yang bersangkutan. Berkaitan dengan masalah abortus tersebut, tradisi dan hukum-hukum agama tertentu memberikan pengaruh yang imperatif (mengharuskan, memerintah) terhadap relasi seksual dan kehamilan.
Disebabkan oleh kepatuhan pada aturan agama, atau takut terhadap sanksi tradisi dan norma-norma religius tertentu, ada kalanya wanita secara sengaja melakukan abortus. Hukum-hukum sekuler/keduniawian dan hukum-hukum agama kuat mempengaruhi sikap wanita terhadap kehamilannya; yaitu bersikap menerima atau menolak kehamilannya
dengan jalan melakukan pengguguran janin.
Kartono (1992) menjelaskan bahwa sebab-sebab yang mendorong seseorang melakukan abortus dengan sengaja adalah macam-macam, antara lain:
(43)
28
1) Kemiskinan dan kemampuan ekonomis. 2) Moralitas sosial.
3) Ketakutan terhadap orang tua.
4) Rasa malu dan aib terhadap tetangga serta handai taulan. 5) Relasi cinta yang tidak harmonis
6) Ketidak-sengajaan yang mengakibatkan “kecelakaan” dan terpaksa hamil.
7) Pihak pria melarikan diri dan tidak mau bertanggung jawab.
Kartono (1992) kembali menjelaskan bahwa pada banyak wanita, peristiwa abortus ini sangat menyedihkan hati dan jiwanya, disamping menyebabkan kesakitan jasmaniah. Selanjutnya mengenai wanita-wanita yang melakukan abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1) Wanita-wanita yang bersifat aktif-agresif dan “revolusioner”. Pada umumnya tipe ini berusaha menentang norma-norma sosial dan sanksi tradisional, mereka sangat marah dan mendendam pada suami atau kekasihnya, dan merasa sanggup menanggung segala konsekuaensi dari tindakannya. Ide-idenya mengenai janin yang dikandungnya itu negatif, sedangkan calon bayinya dianggap sebagai beban dan kesusahan bagi dirinya. Maka tanpa ragu sedikitpun juga, dan dengan hati yang dingin wanita tersebut melakukan abortus: baik melalui usaha sendiri, dengan obat-obatan peluntur maupun dengan bantuan orang lain (dokter, dukun, bidan, tukang pijit, dan lain-lain) untuk memusnahkan janinnya.
(44)
2) Tipe kedua adalah wanita yang bersifat pasif lemah. Ia tidak menghendaki berfungsi keibuan, dan menolak janinnya. Kehamilannya dianggap sebagai suatu “kecelakaan” dan sebagai nasib buruk. Selanjutnya ia tidak mampu berbuat sesuatupun juga, kecuali abortus. Sekalipun pada hakekatnya ia adalah ibu sejati yang tidak akan menolak anaknya sendiri, namun oleh kelemahan hati dan kepasifannya, ia merasa “dipaksa” oleh konvensi-konvensi sosial dan tekanan masyarakat lingkungannya untuk mengugurkan anaknya. 3) Tipe ketiga adalah wanita yang dengan sadar dan
pertimbangan-pertimbangan intelektual dingin menghayati keadaan diri dan
kehamilannya sebagai sesuatu yang “belum diharapkan”. Dan
dengan hati pasrah ia menangung konsekuensi dari perbuatannya dengan melakukan abortus. Benar-benar ia melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial serta moralitas sosial, dan terhadap hati nurani sendiri.
(45)
30 BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, tahap-tahap penelitian, analisis data, dan validitas penelitian.
A. Jenis Penilitian
Penelitian ini digolongkan dalam penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana proses penelitiannya didasarkan pada teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti untuk menemukan solusi dalam permasalahan tersebut. Alasan peneliti menggunakan kualitatif, karena berkaitan dengan konsep pada judul dan rumusan masalah yang dikemukakan pada pendahuluan. Abdurahman (2003) menjelaskan bahwa melalui metode pendekatan kualitatif, peneliti akan melakukan penelitian secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap organisasi, kelompok atau lembaga, dan gejala tertentu dalam masyarakat.
Penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan studi fenomenologi. Studi Fenomenologi adalah penelitian dengan mencari sesuatu yang mendalam untuk mendapatkan satu pemahaman yang terperinci tentang fenomena sosial dan pendidikan yang diteliti. Penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting dari pengalaman kesadaran manusia. Hal itu karena
(46)
studi fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.
Misiak dan Sexton (1988) menjelaskan bahwa fenomenologi psikologi adalah suatu prosedur yang lebih terbatas dan spesifik, yang dirancang untuk mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman manusia (persepsi-persepsi, perasaan-perasaan, ingatan-ingatan, gambaran-gambaran, gagasan-gagasan, dan berbagai hal yang lain dalam kesadaran) yang segera atau langsung. Fenomenologi psikologi bisa juga didefinisikan sebagai observasi dan deskripsi sistematis atas pengalaman individu yang sadar dalam situasi tertentu.
Alasan peneliti menggunakan menggunakan jenis penelitian fenomenologi sehubungan dengan judul ialah, kebermaknaan hidup berarti kesadaran diri dalam menghadapi suatu peristiwa yang kemudian menjadi sebuah pengalaman. Kesadaran diri merefleksikan pada sesuatu yang dipersepsi, dirasakan, diingat, digambarkan, digagas, dan berbagai hal lain dalam kesadaran, inilah yang disebut dengan menjadi fenomenologi. Penelitian ini dibuat untuk mendapatkan deskripsi mengenai kehidupan mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswi yang sedang berkuliah di salah satu Universitas di Kota Yogyakarta. Subjek berasal dari kota Jakarta, ini adalah kali pertama subjek hidup mandiri jauh dari pantauan keluarga dan orang tua untuk meneruskan pendidikan. Subjek tinggal di salah
(47)
32
satu rumah kos di Yogyakarta. Sedangkan pacar subjek sendiri juga berasal dari kota Jakarta dan tinggal di rumah kos yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kos subjek. Dalam kehidupan berpacarannya, subjek menjalani hubungan seks diluar status pernikahan, sehingga mengakibatkan subjek hamil. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya subjek dan pacar subjek memutuskan untuk melakukan tindakan aborsi pada kandungannya, yaitu dengan cara meminum obat penggugur kandungan yang subjek dapatkan dari iklan-iklan yang sering terdapat di pinggir-pinggir jalan atau di tiang-tiang lampu lalu lintas di kota Yogyakarta.
C. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data pada peneltian kualitatif, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi, (Sugiyono, 2010: 194). Penelitian ini sendiri menggunakan metode wawancara secara mendalam, dan observasi.
1. Wawancara
Wawancara informasi adalah alat untuk mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh penulis secara lisan. Informasi yang dibutuhkan berupa deskripsi umum kasus, latar belakang kehidupan keluarga, lingkungan fisik, sosioekonomi, sosiokultural, pertumbuhan jasmani, riwayat kesehatan, perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan status sosial, ciri-ciri kepribadian.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan, menyiapkan pokok-pokok
(48)
yang akan dibicarakan, menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, dan mengidentifikasi tindak lanjut wawancara yang telah di diperoleh (Sugiyono, 2010: 322). Selain itu peneliti menyiapkan alat rekam suara seperti tape recorder ataupun handphone untuk merekam hasil wawancara dengan subjek. Hasil wawancara sendiri akan dirubah dalam bentuk verbatim dengan cara menuliskan setiap kata per kata percakapan dalam wawancara. Dalam penelitian ini peneliti telah menyiapkan panduan wawancara terstruktur. Panduan wawancara terstruktur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Daftar Pertanyaan Wawancara
Aspek Daftar Pertanyaan
Cinta 1. Bagaimana hubungan saudara dengan pacar saudara? 2. Bagaimanakah arti cinta menurut saudara?
3. Bagaimana saudara menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam berrelasi dengan pacar saudara?
Keluarga 1. Bagaimanakah hubungan saudara dengan keluarga saudara? 2. Bagaimanakah saudara memaknai relasi dengan keluarga? 3. Bagaimana saudara menyikapi masalah-masalah yang terjadi
dalam berrelasi dengan orang tua saudara?
Seksual 1. Bagaimakah saudara memandang hubungan seks pranikah? 2. Bagaimana saudara memaknai diri saudara dalam hubungan
seks?
3. Bagaimana saudara menyikapi hubungan seks yang saudara lakukan?
Aborsi 1. Jelaskan bagaimana saudara bisa melakukan aborsi? 2. Bagaimanakah saudara memaknai aborsi itu? 3. Bagaimanakah saudara menghadapi aborsi? 4. Bagaimanakah kehidupan saudara setelah aborsi?
(49)
34
2. Observasi
Teknik pengumpulan data kedua yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan peneliti untuk mengamati perilaku dan proses kerja subjek. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis observasi partisipatif moderat dengan terlibat dalam kegiatan sehari-hari subjek. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh subjek dalam beberapa kegiatan (Sugiyono, 2010: 310). Dengan observasi pastisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Dalam setiap observasi ini peneliti menyiapkan catatan lapangan untuk mencatat setiap perilaku dan proses kerja subjek sebagai sumber data. Catatan lapangan juga sering digunakan peneliti ketika dalam proses menjalankan teknik wawancara baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Lembar observasi, dapat dilihat pada halaman di bawah ini:
Tabel 2. Lembar Observasi Hari :
Tanggal : Waktu :
ASPEK DESKRIPSI
1. Cinta 2. Keluarga 3. Seksualitas 4. Aborsi
(50)
D. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan catatan lapangan yang didapatkan melalui observasi secara langsung, sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan pada orang lain. Proses analisis data sendiri dimulai dari pembuatan verbatim melalui rekaman wawancara, reduksi data, coding, dan analisisnya. Verbatim adalah percakapan wawancara dengan cara menuliskan setiap kata per kata jawaban dan pertanyaan yang sudah diajukan kepada subjek. Sebelum menganalisis, peneliti melakukan proses reduksi data. Selanjutnya peneliti menentukan coding untuk masing-masing aspek pada daftar pertanyaan berupa kode. Maksud dan arti kode itu sendiri hanya diketahui oleh peneliti. Selanjutnya peneliti membuat analisis berdasarkan data yang sudah ada, dan menyajikannya dalam bentuk teks deskriptif. Berikut ini merupakan prosedur kerja reduksi data dan coding dalam membantu analisis penelitian ini:
1. Reduksi Data
Dalam reduksi data peneliti mengidentifikasi adanya satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian (Moleong, 2009: 288). Setelah itu peneliti mulai memilah-milah hal penting, merangkum data, mencari pola atau tema dan membuang data-data yang tidak perlu.
(51)
36
2. Pengkodean/Coding
Pengkodean/coding yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkodean terbuka/open coding (Strauss & Corbin, 2003: 56). Pengkodean terbuka merupakan bagian dari analisis yang terutama berkaitan dengan pemberian nama dan pengelompokan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat. Dalam penelitian ini hanya ada dua prosedur yang digunakan oleh peneliti yaitu:
a. Pelabelan Fenomena
Dalam pelabelan fenomena, peneliti memisah-misahkan amatan, kalimat, paragraf, dan menamai insiden, ide, atau peristiwa-peristiwa dengan sesuatu yang mewakili fenomena. Kalau tidak, maka akan menemukan kesulitan dan sangat kebingungan karena akan terlalu banyak nama (Strauss & Corbin, 2003: 57). Peneliti menggunakan kode yang sesuai dengan hasil lapangan baik wawancara maupun observasi. b. Variasi cara pengkodean terbuka
Terdapat beberapa cara pendekatan terhadap proses pengkodean terbuka yaitu, analisis dengan pengkodean baris per baris, per kalimat atau paragraf, dan analisis dengan pengkodean yang menggunakan seluruh dokumen, pengamatan, atau wawancara. Penelitian ini sendiri menggunakan analisis dengan pengkodean kalimat per kalimat atau paragraf. Peneliti menentukan gagasan utama yang terkandung dalam kalimat atau paragraf dari wawancara dan catatan lapangan dan memberikannya nama/kode. Selanjutnya dilakukan analisis yang lebih
(52)
rinci melalui pengkodean yang telah dibuat oleh peneliti (Strauss & Corbin, 2003: 69-70).
E. Validitas Penelitian
Dalam wawancara untuk mengumpulkan informasi, peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk melihat validitas penelitian. (Sugiyono, 2010: 330) menjelaskan bahwa ada dua jenis triangulasi yaitu, triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Sedangkan triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Data diperoleh dari beberapa pihak yang terkait dengan subjek.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif Patton (dalam Moleong, 2009: 330-331). Hal itu dapat dicapai dengan jalan, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Dalam penelitian ini triangulasi sumber berupa wawancara dengan pihak terkait yang dilaksanakan di kos subjek dan di kampus tempat subjek
(53)
38
melaksanakan studi. Informan adalah teman dekat subjek. Dengan begitu akan lebih terlihat kebenarannya bagaimana subjek memaknai kehidupannya setelah melakukan aborsi.
(54)
BAB IV
LAPORAN HASIL PENILITIAN
Bab ini berisi tentang pelaksaaan penelitian, dan informasi-informasi yang telah diperoleh di lapangan sebagai hasil studi fenomenologi dengan metode seperti yang telah dijelaskan pada sebelumnya. Informasi diperoleh langsung dari subjek dan dari pihak terkait. Penulis berusaha mendalami tentang keadaan subjek. Berkaitan dengan kode etik maka nama Subjek dalam studi kasus ini merupakan nama samaran, selain itu beberapa informasi juga disamarkan agar identitas klien tidak diketahui.
A. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dengan Subjek dimulai pada hari sabtu, tanggal 10 desember 2017 dengan datang ke kos tempat tinggal subjek. Peneliti mempersiapkan pedoman wawancara, perekam suara berupa
handphone dan surat persetujuan untuk menjadi subjek. Penelitian dengan Subjek masih terus berlanjut sampai pada bulan Januari 2017 karena peneliti mengalami kesulitan untuk bertemu dengan Subjek. Penyebabnya adalah kesibukan dari Subjek berkaitan dengan tugas kuliah yang memasuki masa ujian akhir semester yang tidak bisa ditinggalkan oleh Subjek.
Sebelum melakukan penelitian tentunya peneliti sudah melakukan pendekatan kepada kedua Subjek penelitian baik melalui media sosial, alat komunikasi, maupun bertemu langsung. Melalui subjek pula peneliti mendapatkan informan untuk data trianggulasi dalam studi fenomenologi ini.
(55)
40
subjek dari pacar Subjek sendiri. Berikut agenda pertemuan peneliti dengan dan Informan terkait:
Tabel 3. Agenda Pertemuan Peneliti dengan Subjek dan Informan
SUBJEK 1
No. Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan 1. Sabtu, 10
Desember 2016
Observasi Mengikuti kegiatan Sulis bersama dengan kekasih Sulis. 2. Senin, 12
Desember 2016
Observasi Mengikuti kegiatan Sulis bersama dengan teman-teman Sulis.
3. Selasa, 13 Desember 2016
Observasi Mengikuti kegiatan Sulis dalam mengerjakan proyek tugas kampus.
4. Jumat, 16 Desember 2016
Menggali Informasi Informasi tentang kehidupan Sulis melalui kekasih Sulis
5. Selasa, 20 Desember 2016
Observasi Mengikuti kegiatan Sulis bersama dengan kekasih Sulis. 6. Sabtu, 7 Januari
2017
Wawancara Menggali informasi melalui wawancara dengan Sulis.
7. Senin, 9 Januari 2017
Observasi Mengikuti kegiatan Sulis dari pagi sampai menjelang malam. 8. Jumat,10 Januari
2017
Wawancara informan
Menggali informasi melalui wawancara dengan kekasih sulis. 9. Kamis,26
Januari 2017
Wawancara 2 Menggali informasi lebih dalam melalui wawancara dengan Sulis 10. Kamis,26
januari 2017
Wawancara informan 2
Menggali informasi lebih dalam melalui wawancara dengan kekasih sulis.
(56)
B. Deskripsi Data 1. Data Observasi
a. Penghimpunan Data Subjek
Nama : Sulis (disamarkan) Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Oktober 1993 Usia : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Alamat Rumah : DKI Jakarta Alamat Sekarang : Yogyakarta Agama : Islam
Penampilan Fisik : Tinggi 160cm, berat badan 60kg, kulit kuning langsat, rambut lurus panjang sampai pundak, hidung mancung, mata sedikit sipit, bibir tipis, gaya penampilan sporti.
Penampilan Psikis : Cuek, tenang, perfeksionis, idealis. Sumber Informasi : Subjek dan pacar subjek.
b. Sejarah Kehidupan Subjek
Menjadi seorang disainer busana merupakan cita-cita Sulis pada masa kecil. Cita-cita Sulis sudah terlihat saat Sulis duduk di bangku sekolah dasar, Sulis sering bermain boneka barbie dengan teman-temannya, saat bermain boneka barbie Sulis sangat senang memadu-padankan busana boneka barbie miliknya, dan menggambar wanita dengan
(57)
42
gaun-gaun yang indah. Hobi dan kesenangan Sulis, pada akhirnya memotivasi Sulis untuk bersekolah di SMK jurusan tata busana.
Orang tua Sulis sudah melihat Sulis, sehingga orang tua Sulis menyetujui dan menyekolahkan Sulis di SMK jurusan tata busana, sehingga bakat Sulis semakin terasah dan semakin matang. Saat lulus dari SMK Sulis lebih memilih berkuliah di jurusan photography di salah satu Universitas di Yogyakarta. Dengan alasan Studi, Sulis harus berpisah dengan orang tuanya yang berada di kota Jakarta. Keadaan ini memaksa Sulis harus tinggal di salah satu rumah kos-kosan di kota Yogyakarta. Sejak masa SMK Sulis sudah berpacaran dengan teman satu sekolahnya namun dengan jurusan yang berbeda. Secara tidak sengaja, pacar Sulispun meneruskan studinya di Yogyakarta. Dengan keadaan yang sama-sama jauh dari pantauan orang tua, kehidupan berpacaran Sulis menjadi tak terkendali lagi, sehingga Sulis dan pacarnya melakukan hubungan seks pranikah yang berujung pada kehamilan Sulis. Situasi ini membuat Sulis terpaksa harus melakukan aborsi demi nama baik keluarga dan Sulis sendiri.
c. Analisis Data Subjek
1) Latar Belakang Kehidupan Keluarga
Sulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Sulis memiliki satu kakak perempuan dan satu kakak laki-laki, ayah Sulis bekerja di salah satu hotel di kota Jakarta, sementara ibu Sulis tidak bekerja. Dalam keluarga Sulis, kebiasaan terbuka dan bercerita sangat ditekankan oleh
(58)
ayah Sulis, sedari Sulis kecil kebiasaan berkumpul dan bercerita dengan keluarga sudah dilakukan setelah makan malam.
Peneliti, berusaha memperoleh data mengenai keterbukaan Sulis dengan keluarganya, hal ini dirasa penting bagi peneliti untuk mengetahui seberapa dekat Sulis dengan keluarganya. Berikut kutipan langsung dari hasil wawancara tanggal 7 Januari 2017:
Eee, iya si bang.. saya disini cerita sama orang tua, kalau misalkan saya di sini, saya ngobrol lagi ngapain, cerita tentang kuliah, ya macem-macemlah pokoknya. Tapi kalau soal cinta mah kadang-kadang doang critanya. (WS-6.1B)
Keterbukaan dalam keluarga Sulis menjadi lebih harmonis dan lebih dekat dengan anggota keluarga lain. Orang tua Sulis juga selalu mendukung apa yang menjadi cita-cita anak-anaknya, dibuktikan dengan dukungan orang tua yang merestui keinginan Sulis untuk bersekolah sesuai dengan minat yang diinginkan oleh Sulis. Kedua kakak Sulis saat inipun sudah bekerja dan berkarier dibidangnya masing-masing.
Dalam keluarga, orang tua Sulis selalu menekankan dan mengingatkan anak-anaknya untuk selalu beribadah. Peneliti berusaha memperoleh data mengenai tingkat spiritualitas Sulis dengan menggunakan wawancara, tingkat spritualitas Sulis dirasa penting bagi peneliti untuk mengetahui apakah latar belakang kehidupan keluarga berpengaruh terhadap pribadi Sulis. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara tanggal 7 Januari 2017 :
(59)
44
2) Lingkungan Fisik, Sosio-Ekonomi dan Sosio-Kultural
Lingkungan fisik dimana keluarga Sulis tinggal adalah perumahan yang cukup mewah di pusat kota, dengan kodisi keamanan yang terjamin. Mayoritas masyarakat di daerah Sulis tinggal adalah pendatang dari berbagai daerah sebagai pekerja di kota Jakarta. Dengan alasan kesibukan, karakter masyarakat dimana keluarga Sulis tinggal sedikit tertutup. Masyarakat dimana keluarga Sulis tinggal kurang aktif untuk mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan ataupun kegiatan sosial. 3) Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan
Pertumbuhan jasmani dan kesehatan Sulis sangatlah baik jika melihat rekam medisnya. Namun pada saat masih bayi, Sulis menceritakan bahwa dirinya hanya meminum susu formula saja, hal ini dikarenakan Sulis alergi terhadap ASI (air susu ibu). Hal ini tidak mempengaruhi kondisi kesehatan Sulis hingga saat ini. Justru pada masa sekolah dasar, Sulis menceritakan bahwa keadaan fisiknya terlihat lebih cepat pertumbuhannya daripada teman-teman sebayanya.
Dalam kehidupan sehari-hari Sulis selalu menerapkan pola hidup sehat, seperti selalu memilih-milih makanan yang sehat dan pengolahan yang bersih. Sepadat apapun dengan berbagai tugas kuliahnya, Sulis selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga, sehingga Sulis tidak pernah terkena penyakit yang begitu berarti.
Berkaitan dengan pengalaman aborsi yang pernah Sulis lakukan, Sulis seperti memiliki suatu trauma mendalam terhadap pengalaman
(60)
aborsinya. Sulis terkadang merasa terbawa perasaan jika ada cerita maupun acara televisi yang mirip dengan pengalaman aborsinya. Tidak hanya itu, Sulis juga terkadang akan merasa lemas jika melihat anak kecil yang mungkin saat ini umurnya sama dengan anak Sulis.
4) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif Sulis cukup baik, hal itu dikarenakan keluarga Sulis yang selalu mendukung perkembangan dan cita-cita Sulis. Misalnya dalam hal menentukan karier, orang tua Sulis memberikan kebebasan kepada Sulis untuk menentukan studinya untuk mendukung kariernya sendiri. Dukungan dari keluarga seperti itu sudah diterima Sulis sejak kecil, sehingga membantu perkembangan kognitifnya. Sulis menjadi pribadi yang berani dan bebas untuk mengungkapkan pendapat walaupun Sulis adalah orang yang sedikit pendiam.
Berkaitan dengan pengalaman aborsi yang pernah Sulis lakukan, Sulis sempat mengalami keterpurukan secara kognitif. Pasca melakukan aborsi, Sulis tidak dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap apa yang sedang dilakukannya. Hal ini membuat Sulis menjadi malas untuk masuk kuliah dan harus mengulang beberapa mata kuliah.
5) Perkembangan Sosial dan Status Sosial Sekarang ini
Lingkungan daerah asal Sulis termasuk golongan menengah keatas dalam hal ekonomi, karena Sulis tinggal di lingkungan perumahan di Jakarta. Sebenarnya, pendapatan ayah Sulis sebagai pekerja di salah satu hotel cukup tinggi, tetapi ayah Sulis harus membiayai ketiga anaknya,
(61)
46
sementara ibu Sulis hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja. Namun keadaan ekomomi keluarga Sulis sudah sedikit berubah, karena kedua kakak Sulis sudah bekerja dan tidak lagi menjadi tanggungan orang tua Sulis lagi.
Sulis tinggal di rumah kos yang terbilang mewah untuk kelas mahasiswa di kota Yogyakarta, kondisi rumah kos Sulis terlihat sangat bersih dan aman, karena keamanan dan kebersihan sudah termasuk dalam fasilitas rumah kos Sulis. Rumah kos dimana Sulis tinggal bisa dikatakan sangat bebas, karena rumah kos Sulis membolehkan laki-laki atau perempuan untuk menyewanya.
Kehidupan sosial di rumah kos Sulis kurang begitu terjalin dengan baik, mengingat teman satu rumah kos Sulis tidak hanya mahasiswa, tetapi juga para karyawan, kebiasaan saling menyapa hanya sekedarnya saja tanpa mengenal pribadi lain secara mendalam. Pergaulan Sulis dengan teman-teman kuliahnya terjalin sangat baik, Sulis tidak pernah membeda-bedakan dalam memilih teman, tetapi untuk bercerita tentang perasaan pribadi, Sulis hanya memilih beberapa teman saja yang dianggapnya cocok dengan pribadinya.
6) Ciri-ciri Kepribadian
Sulis memiliki kepribadian yang baik. Dia dikenal sebagai pribadi yang cukup tenang, Sulis mampu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik sebagai mahasiswa tingkat akhir. Selain itu, Sulis juga mampu dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya maupun
(62)
lingkungannya. Sulis adalah pribadi yang cukup pendiam namun dia ramah kepada orang lain. Sulis adalah tipe orang yang cukup terbuka dan royal dengan teman-temannya.
2. Data Wawancara a. Pemaknaan Cinta
1) Nilai-nilai Kreatif
Peneliti berusaha mendalami kehidupan Sulis dengan menggunkan wawancara terstruktur tentang bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai kreatif dalam kehidupan relasi cinta Sulis dengan kekasihnya. Hal ini dirasa penting bagi peneliti karena dengan mengetahui bagimana Sulis melibatkan diri pada relasi cinta, dapat disimpulkan apakah Sulis mampu mengembangkan makna hidupnya atau tidak.
Ee... Hubungan saya dengan pacar saya sangat baik bang, saya mencintai dia, dan dia mencintai saya. Ee.. Hubungan saya dan pacar saya saling melengkapi, kami pokoknya sudah saling melengkapi satu sama lain. Terus ketika saya membutuhkan pacar saya, pokonya dia selalu ada buat saya bang. Kalau dibandingkan sama orang lain yang lagi pacaran, ya kwalitasnya lebihlah.. Soalnya udah enam tahun pacaran. Terus pacar saya adalah orang terdekat saya. (WS-4.C1)
2) Nilai-nilai Penghayatan
Peniliti ingin mengetahui bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai penghayatan dalam relasi cinta dengan kekasihnya, karena dengan mengetahui arti cinta menurut sudut pandang Sulis, peneliti dapat memperoleh data tentang hal-hal apakah yang dihayati sebagai dasar hubungan relasi cinta Sulis. Hal ini dirasa penting bagi peneliti karena
(1)
111
Lampiran 11
Verbatim Reduksi Informan
SUBJEK WAWANCARA CODING
Yosua Oke, oke.. Ee mas, bagaimana hubungan mas dengan pacar mas sekarang mas?
C Kirman Ya.. hubungan saya sekarang baik ya.. Menurut saya baik, kita
saling mencintai, terus kita juga saling melengkapi kekurangan-kekurangan masing-masing. Baik.
WK-4.C1
Yosua Oke.. berikutnya, bagaimanakah arti cinta menurut pacarnya mas sih mas?
C
Kirman Menurut dia? WK-5.C2
Yosua Iya menurut dia, sepengetahuan mas aja. C
Kirman Ee.. dia sih sering bilang kalau cinta itu ya melengkapi, setia, berkomitmen, tidak saling menyakiti, dan menerima apa adanya.
WK-6.C2 Yosua Lalu apakah benar, mas adalah orang terdekat buat pacar mas? C
Kirman Ya, setau saya iya. WK-7.C2
Yosua Oke, bagaimana mas menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam pacaran?
C Kirman Setiap kita, ee.. ya pasti hubungan ada masalahnya kan, setiap kita
punya masalah kita selalu mencoba untuk berdiskusi, ya apa yang terbaik, kita saling berdiskusi.. Emh, dulu sih awalnya kita saling rebut, cuma lama-kelamaan kita mencoba menjalin hubungan yang lebih dewasa lagi ya.. Ya berdiskusi, ya mencari jalan keluar dari masalah yang sedang terjadi.
WK-8.C3
Yosua Ee.. sepengetahuannya mas, bagaimanasih hubungannya pacar mas dengan keluarganya mas?
K Kirman Emm.. Saya, setau saya si dia hubungannya baik, dengan keluarga
baik, ee.. Dia sayang banget sama keluarganya, pada intinya dia sayang sama keluarganya.
WK-10.K1.1 Yosua Biasanya kalau pacar mas di Jogja dan keluarganya di Jakarta,
sering kontek-kontekan mas? Mas sering liat?
K Kirman Iya mereka sering kontek-kontekan. Dia sering ditanyain “udah
makan atau belum?”. Ee.. setau saya dia gak mau ngecewain
keluarga.
WK-11.K1.2 Yosua Oke-oke mas.. Ee.. bagaimanakah pacarnya mas memaknai relasi
dengan keluarganya mas?
K Kirman Relasi dengan keluarganya ya.. Emh, menurut saya, dia itu kaya
saling terbuka gitu sama keluarganya yang lain. Dia, dia mencoba untuk terbuka dengan semua anggota keluarganya, ketika keluarganya punya masalah, ketika keluarganya dengan keluarga kecil mereka dia mendengarkan, kemudian dia punya masalah dengan saya dia juga curhat dan terbuka seperti itu.
WK-12.K2
Yosua Baik mas, lalu bagaimana pacarnya mas menyikapi jika ada masalah-masalah dikeluarga mas?
K
(2)
bersama, sering kumpul deh, pada intinya mereka sudah di setting
untuk saling terbuka, seperti itu.
Yosua Bagaimanakah pacarnya mas memandang hubungan seks pranikah itu mas?
S Kirman Ya kita pernah bicara masalah ini sebelumnya, kalau menurut kita,
bukan menurut dia aja. Menurut kita, seks sebelum menikah, ya memang seharusnya sih buat orang yang udah menikah si ya.. Cuma segala sesuatu yang dilakukan dengan cinta bukan sekedar dengan nafsu saja, itu yang dimaksud seks bagi kita gitu loh. Bukan hal yang dipaksakan. Jadi dia menganggapnya itu adalah karna, dia melakukan itu karena kita saling mencintai.
WK-14.S1.1
Yosua Maaksudnya melakukan itu, ee.. ya melakukan hubungan suami istri gitu mas?
S Kirman Ya, hubungan seksual. Karena sekarang juga banyak yang bukan
suami istri.
WK-15.S1.2 Yosua Oke-oke mas.. lalu bagaimana pacar saudara memaknai diri dalam
hubungan seks mas?
S Kirman Kita tau kalau itu dilarang oleh agama, jadi.. tapi kita memiliki
komitmen, kita memiliki kemantapan bahwa nanti kita akan bersama, memang itu adalah hal yang ceroboh sih.. Cuma karena kita memiliki komitmen jadi kita melakukan hal itu. Cuma ya, kita tau kalau itu dosa dan gak boleh seperti itu.
WK-16.S2
Yosua Berikutnya bagaimana pacar saudara menyikapi hubungan seks yang dilakukan sama mas?
S Kirman Ya.. pasti sebenernya kita masih memiliki rasa bersalah, ya tapi kita
saling mencintai gitu loh. Saya percaya bahwa dia tidak akan meninggalkan saya dan dia percaya bahwa saya tidak akan meninggalkan dia. Jadi kita melakukan itu, karena atas dasar keyakinan.
WK-17.S3
Yosua Ee.. berikutnya mas, jelaskan bagaimana pacar saudara bisa melakukan aborsi mas?
A Kirman Ee.. Pada intinya, dia sangat tidak mau untuk mengecewakan
orangtuanya, apalagi membuat malu orangtuanya di depan masyarakat. Karena pada umumnya secara normatif itu hal yang tabu gituloh. Hamil diluar pernikahan, jadi dia pada intinya tidak mau mengecewakan keluarganya, pada intinya seperti itu.
WK-18.A1
Yosua Lalu, bagaimanakah pacar saudara memaknai aborsi itu mas? A Kirman Memaknai.. Ee, dia pernah berpikiran bahwa aborsi itu adalah jalan
terakhir, dan itu akan selesai, begitu. Tapi kalau saya berpikir itu tidak semudah itu, dan akhirnyapun dia menjelaskan ke saya kalau hal itu ya memang tidak sesimpel itu ternyata gitu loh.
WK-19.A2
Yosua Oke, lalu bagaimakah pacar saudara menghadapi aborsi mas? A Kirman Sebenarnya ketakutan terbesar ada dalam diri saya, karena saya
takut dia kenapa-kenapa, tapi dia juga bilang sebelum kita
melakukan aborsi itu, dia bilang “saya takut..”, “aku takut”, “gue takut..” gitu. Awalnya sakit, takut, ya saya rasa pasti hal itu yang ada dalam pikirannya.
WK-20.A3.1
Yosua Baik mas, lalu bagaimanakah kehidupan pacar saudara setelah melakukan aborsi mas?
(3)
113
Kirman Menurut saya, dia jauh lebih bijaksana.. Disisi lain dia memiliki rasa bersalah yang lebih. Jadi ada hal yang berbeda aja ketika saya melihatnya gitu loh. Dia masih sangat takut, tapi dia sudah bisa lebih baik, karena peristiwa itu kita jadi lebih baik menghadapi hal-hal yang berbau sprititual sperti itu.
WK-21.A3.2
(4)
LAMPIRAN XII
Verbatim Tematik Informan
(5)
114
Lampiran 12
Verbatim Tematik Informan
ASPEK WAWANCARA CODING
Pemaknaan Cinta
1. Ya.. hubungan saya sekarang baik ya.. Menurut saya baik, kita saling mencintai, terus kita juga saling melengkapi kekurangan-kekurangan masing-masing. Baik.
WK-4.C1
2. Ee.. dia sih sering bilang kalau cinta itu ya melengkapi, setia, berkomitmen, tidak saling menyakiti, dan menerima apa adanya.
WK-5.C2
3. Setiap kita, ee.. ya pasti hubungan ada masalahnya kan, setiap kita punya masalah kita selalu mencoba untuk berdiskusi, ya apa yang terbaik, kita saling berdiskusi.. Emh, dulu sih awalnya kita saling rebut, cuma lama-kelamaan kita mencoba menjalin hubungan yang lebih dewasa lagi ya.. Ya berdiskusi, ya mencari jalan keluar dari masalah yang sedang terjadi.
WK-8.C3
Pemaknaan Keluarga
1. Emm.. Saya, setau saya si dia hubungannya baik, dengan keluarga baik, ee.. Dia sayang banget sama keluarganya, pada intinya dia sayang sama keluarganya.
WK-10.K1.1
2. Iya mereka sering kontek-kontekan. Dia sering ditanyain
“udah makan atau belum?”. Ee.. setau saya dia gak mau ngecewain keluarga.
WK-11.K1.2
3. Relasi dengan keluarganya ya.. Emh, menurut saya, dia itu kaya saling terbuka gitu sama keluarganya yang lain. Dia, dia mencoba untuk terbuka dengan semua anggota keluarganya, ketika keluarganya punya masalah, ketika keluarganya dengan keluarga kecil mereka dia mendengarkan, kemudian dia punya masalah dengan saya dia juga curhat dan terbuka seperti itu.
WK-12.K2
4. Ya.. mereka saling terbuka sebenernya. Mereka sering berdiskusi bersama, sering kumpul deh, pada intinya mereka sudah di setting untuk saling terbuka, seperti itu.
WK-13.K3
Pemaknaan Seksualitas
1. Ya kita pernah bicara masalah ini sebelumnya, kalau menurut kita, bukan menurut dia aja. Menurut kita, seks sebelum menikah, ya memang seharusnya sih buat orang yang udah menikah si ya.. Cuma segala sesuatu yang dilakukan dengan cinta bukan sekedar dengan nafsu saja, itu yang dimaksud seks bagi kita gitu loh. Bukan hal yang dipaksakan. Jadi dia menganggapnya itu adalah karna, dia melakukan itu karena kita saling mencintai.
(6)
2. Ya, hubungan seksual. Karena sekarang juga banyak yang bukan suami istri.
WK-15.S1.2
3. Kita tau kalau itu dilarang oleh agama, jadi.. tapi kita memiliki komitmen, kita memiliki kemantapan bahwa nanti kita akan bersama, memang itu adalah hal yang ceroboh sih.. Cuma karena kita memiliki komitmen jadi kita melakukan hal itu. Cuma ya, kita tau kalau itu dosa dan gak boleh seperti itu.
WK-16.S2
4. Ya.. pasti sebenernya kita masih memiliki rasa bersalah, ya tapi kita saling mencintai gitu loh. Saya percaya bahwa dia tidak akan meninggalkan saya dan dia percaya bahwa saya tidak akan meninggalkan dia. Jadi kita melakukan itu, karena atas dasar keyakinan.
WK-17.S3
Pemaknaan Aborsi
1. Ee.. Pada intinya, dia sangat tidak mau untuk
mengecewakan orangtuanya, apalagi membuat malu orangtuanya di depan masyarakat. Karena pada umumnya secara normatif itu hal yang tabu gituloh. Hamil diluar pernikahan, jadi dia pada intinya tidak mau mengecewakan keluarganya, pada intinya seperti itu.
WK-18.A1
2. Memaknai.. Ee, dia pernah berpikiran bahwa aborsi itu adalah jalan terakhir, dan itu akan selesai, begitu. Tapi kalau saya berpikir itu tidak semudah itu, dan akhirnyapun dia menjelaskan ke saya kalau hal itu ya memang tidak sesimpel itu ternyata gitu loh.
WK-19.A2
3. Sebenarnya ketakutan terbesar ada dalam diri saya, karena saya takut dia kenapa-kenapa, tapi dia juga bilang sebelum kita melakukan aborsi itu, dia bilang “saya takut..”, “aku
takut”, “gue takut..” gitu. Awalnya sakit, takut, ya saya
rasa pasti hal itu yang ada dalam pikirannya.
WK-20.A3.1
4. Menurut saya, dia jauh lebih bijaksana.. Disisi lain dia memiliki rasa bersalah yang lebih. Jadi ada hal yang berbeda aja ketika saya melihatnya gitu loh. Dia masih sangat takut, tapi dia sudah bisa lebih baik, karena
peristiwa itu kita jadi lebih baik menghadapi hal-hal yang berbau sprititual sperti itu.
WK-21.A3.2