Deteksi glaukoma pada citra fundus retina dengan metode K-nearest neighbor.

(1)

DETEKSI GLAUKOMA PADA CITRA FUNDUS RETINA

DENGAN METODE K-NEAREST NEIGHBOR ABSTRAK

Glaukoma adalah penyakit mata yang diakibatkan tekanan mata seseorang sangat tinggi atau tidak normal. Salah satu penyebab tidak normalnya tekanan pada mata adalah tersumbatnya aliran cairan mata atau berkurangnya pengeluaran cairan mata. Glaukoma dapat diidentifikasi dengan meneliti area optik disk dari citra fundus retina. Tulisan ini akan berfokus bagaimana mengidentifikasi glaukoma dengan menggunakan citra fundus retina yang berstatus terjangkit glaukoma dan citra fundus retina yang berstatus normal atau sehat.

Data yang akan diolah adalah citra fundus retina. Data diperoleh dari sumber internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database. Data yang diperoleh sebanyak 30 citra, dimana terdiri dari 15 citra terjangkit glaukoma dan 15 citra normal. Penelitian ini akan terbagi kedalam tiga proses utama yaitu preproccessing, ekstraksi ciri, dan indentifikasi. Preprocesing yang digunakan yaitu segmentasi manual, grayscaling, dan resize. Untuk ekstraksi ciri menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matriks (GLCM). Dengan menggunakan metode GLCM, akan didapatkan matriks kookurensi dari citra. Matriks kookurensi ini kemudian dicari fiturnya yaitu kontras, korelasi, homogenitas, dan energi. Sedangkan untuk identifikasinya menggunakan metode K-Nearest Neighbor.

Penelitian ini akan membagi data menjadi dua bagian yaitu dataset dan data uji. Dataset sebanyak 18 citra dan data uji 12 citra. Perhitungan akurasi menggunakan metode 3 fold cross Validation, dimana dataset akan dibagi menjadi tiga kelompok data dengan komposisi citra untuk tiap kelompok data adalah 6. Perhitungan akurasi dan pengujian dilakukan sebanyak empat kali pengujian dengan nilai k berbeda-beda yaitu 3, 5, 7, dan 9. Hasil akurasi tertinggi yang didaptkan adalah 50%. Sedangkan untuk hasil pengujian identifikasi sebesar 83%.


(2)

GLAUCOMA DETECTION IN RETINAL FUNDUS IMAGE

USING K- NEAREST NEIGHBOR METHOD ABSTRACT

Glaucoma is eye disease which is caused by high level or not normal eye’s pressure. One cause of being not normal eyes` pressure is the current of tears is clogged up, so the lacking of tears` production happens. Glaucoma can be identified by observing at the optic area from retinal fundus image. This thesis will be focusing on how glaucoma can be identified by using retinal fundus image which is in glaucoma infected status and retinal fundus image in normal or good.

The data that would be analyzed were retinal fundus image. The data was taken from internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database. The data of this research had 30 images, which 15 were infected by glaucoma image and the other 15 were normal. This research was divided into 3 main processes; there were preprocessing, extraction of characteristic, and identification. Preprocessing which was used like manual segmentation, gray scaling and resize. For the extraction of characteristic used Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) method. Using GLCM method will get Co-occurrence matrix from image. Then, the writer will find the Co-occurrence matrix features; those are contrast, correlation, homogeneity and energy. Whereas to identify used K-Nearest Neighbor method.

This research was divided in two parts; those were dataset and test data. For the dataset had 18 images and the test data had 12 images. The accurate calculation used 3 fold cross Validation, where the data set was divided into 3 data groups with image composition for each data group was 6. The accurate calculation and evaluation were done in 4 times by different k point; those were 3, 5, 7 and 9. The high result of accuracy was 50%. Whereas the result of test identification was 83%.


(3)

DETEKSI GLAUKOMA

PADA CITRA FUNDUS RETINA

DENGAN METODE K-NEAREST NEIGHBOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Program Studi Teknik Informatika

Oleh:

Dian Saktian Tobias 125314042

PROGAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

GLAUCOMA DETECTION

IN RETINAL FUNDUS IMAGE

USING K- NEAREST NEIGHBOR METHOD

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of The Requirements To Obtain the Sarjana Komputer Degree In Informatics Engineering Study Program

By:

Dian Saktian Tobias 125314042

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF INFORMATICS ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOYAKARTA

2016


(5)

(6)

(7)

v HALAMAN PERSEMBAHAN

TALK LESS DO MORE

Karya ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan bimbingannya dalam segala hal, terutama dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Saya juga persembahkan karya ini kepada siapa saja yang setia menanti akan penyelesaian karaya ini dengan memberikan semangat, motivasi dan tidak lupa selalu mengingatkan saya ketika saya mulai meninggalkan tanggung jawab saya ini. Dan yang tidak kalah penting para sahabat yang selalu hadir dalam kondisi apapun selama proses pembuatan tugas akhir ini dalam memberi semangat maupun menghibur dengan candaan-candaan konyol. Terimakasih


(8)

(9)

(10)

viii DETEKSI GLAUKOMA

PADA CITRA FUNDUS RETINA

DENGAN METODE K-NEAREST NEIGHBOR ABSTRAK

Glaukoma adalah penyakit mata yang diakibatkan tekanan mata seseorang sangat tinggi atau tidak normal. Salah satu penyebab tidak normalnya tekanan pada mata adalah tersumbatnya aliran cairan mata atau berkurangnya pengeluaran cairan mata. Glaukoma dapat diidentifikasi dengan meneliti area optik disk dari citra fundus retina. Tulisan ini akan berfokus bagaimana mengidentifikasi glaukoma dengan menggunakan citra fundus retina yang berstatus terjangkit glaukoma dan citra fundus retina yang berstatus normal atau sehat.

Data yang akan diolah adalah citra fundus retina. Data diperoleh dari sumber internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database. Data yang diperoleh sebanyak 30 citra, dimana terdiri dari 15 citra terjangkit glaukoma dan 15 citra normal. Penelitian ini akan terbagi kedalam tiga proses utama yaitu preproccessing, ekstraksi ciri, dan indentifikasi. Preprocesing yang digunakan yaitu segmentasi manual, grayscaling, dan resize. Untuk ekstraksi ciri menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matriks (GLCM). Dengan menggunakan metode GLCM, akan didapatkan matriks kookurensi dari citra. Matriks kookurensi ini kemudian dicari fiturnya yaitu kontras, korelasi, homogenitas, dan energi. Sedangkan untuk identifikasinya menggunakan metode K-Nearest Neighbor.

Penelitian ini akan membagi data menjadi dua bagian yaitu dataset dan data uji. Dataset sebanyak 18 citra dan data uji 12 citra. Perhitungan akurasi menggunakan metode 3 fold cross Validation, dimana dataset akan dibagi menjadi tiga kelompok data dengan komposisi citra untuk tiap kelompok data adalah 6. Perhitungan akurasi dan pengujian dilakukan sebanyak empat kali pengujian dengan nilai k berbeda-beda yaitu 3, 5, 7, dan 9. Hasil akurasi tertinggi yang didaptkan adalah 50%. Sedangkan untuk hasil pengujian identifikasi sebesar 83%.


(11)

ix GLAUCOMA DETECTION

IN RETINAL FUNDUS IMAGE

USING K- NEAREST NEIGHBOR METHOD ABSTRACT

Glaucoma is eye disease which is caused by high level or not normal eye’s pressure. One cause of being not normal eyes` pressure is the current of tears is clogged up, so the lacking of tears` production happens. Glaucoma can be identified by observing at the optic area from retinal fundus image. This thesis will be focusing on how glaucoma can be identified by using retinal fundus image which is in glaucoma infected status and retinal fundus image in normal or good.

The data that would be analyzed were retinal fundus image. The data was taken from internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database. The data of this research had 30 images, which 15 were infected by glaucoma image and the other 15 were normal. This research was divided into 3 main processes; there were preprocessing, extraction of characteristic, and identification. Preprocessing which was used like manual segmentation, gray scaling and resize. For the extraction of characteristic used Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) method. Using GLCM method will get Co-occurrence matrix from image. Then, the writer will find the Co-occurrence matrix features; those are contrast, correlation, homogeneity and energy. Whereas to identify used K-Nearest Neighbor method.

This research was divided in two parts; those were dataset and test data. For the dataset had 18 images and the test data had 12 images. The accurate calculation used 3 fold cross Validation, where the data set was divided into 3 data groups with image composition for each data group was 6. The accurate calculation and evaluation were done in 4 times by different k point; those were 3, 5, 7 and 9. The high result of accuracy was 50%. Whereas the result of test identification was 83%.


(12)

x KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat dan karunia yang diberikan-Nya penulis dapat menyelasikan tugas akhir yang berjudul “DETEKSI GLAUKOMA PADA CITRA FUNDUS RETINA DENGAN METODE K-NEAREST NEIGHBOR” dengan sebaik-baiknya. Dengan selesainya tugas akhir ini penulis telah memenuhi salah satu syarat memeroleh gelar Sarjana pada Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

Tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat, rahmat, dan pencerahan selama proses menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr. Anastasia Rita Widiarti selaku dosen pembibing sekaligus kaprodi Teknik Informatika yang tidak bosan-bosanya senantiasa memberikan bimbingan, pengarahan, semangat, dan pengetahuan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini dari awal hingga selesai.

3. Keluarga besar Bapak Tobias, yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan dukungan materi maupun non-materi.

4. Para sahabat kos Tasura 52, sahabat angkatan 2012 Teknik Informatika Sanata Dharma, serta semua sahabat yang telah berpartisipasi dalam memberikan dukungan motivasi, ilmu, semangat dan hiburan.


(13)

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Pembatasan dan Ruanglingkup Permasalahan ... 3

1.5. Metodologi Penelitian ... 3

1.5.1. Studi Literatur ... 3

1.5.2. Pengumpulan Data ... 3

1.5.3. Pembuatan Sistem ... 3

1.5.4. Analisis Hasil Pengujian ... 4

1.5.5. Penulisan Laporan ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1. Glaukoma ... 6

2.2. Pengenalan Pola ... 7

2.3. Pengolahan Citra ... 7


(15)

xiii

2.3.2. Pengolahan Citra Digital ... 8

2.4. Grayscaling ... 8

2.5. Data Mining ... 9

2.6. Gray Level Co-occurrence Matrix ... 9

2.7. K-Nearest Neighbor ... 13

2.8. Pengujian 3 Fold Cross Validation ... 14

BAB III METODODLOGI PENELITIAN ... 16

3.1. Data ... 16

3.2. Gambaran Umum Sistem ... 17

3.3. Spesifikasi Hardware dan Software ... 17

3.4. Implementasi Perancangan ... 18

3.4.1. Diagram Konteks ... 18

3.4.2. Data Flow Diagram Level 1 ... 19

3.5. Proses Penelitian ... 19

3.5.1. Preprocessing ... 20

3.5.2. Ekstraksi Ciri GLCM ... 21

3.5.3. Identifikasi K-Nearest Neighbor ... 27

3.6. Perancangan Penelitian ... 29

3.6.1. Data Training dan Data Testing ... 29

3.6.2. Pengujian 3 fold Cross Validation ... 30

BAB IV IMPLEMENTASI DAN ANALISIS HASIL ... 31

4.1. Implementasi dan Hasil Ekstraksi Ciri dengan Metode GLCM ... 31

4.1.1. Pembentukan GLCM ... 31

4.1.2. Pencarian Ciri dari Matriks GLCM ... 33

4.2. Menghitung Akurasi dengan 3 Fold Cross Validation ... 35

4.3. Hasil Identifikasi ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(16)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses grayscaling ... 8

Gambar 2.2 Hubungan antara citra asli dan matriks GLCM ... 10

Gambar 2.3 Ilustrasi penentuan arah ... 10

Gambar 2.4 Menentukan pixel tetangga ... 11

Gambar 2.5 Proses pembentukan matriks GLCM ... 11

Gambar 2.6 KNN dengan nilai tetangga 1-NN, 3-NN, 5-NN, 7-NN ... 13

Gambar 2.7 Membagi dataset kedalam 3 kelompok data ... 15

Gambar 3.1 Citra fundus retina ... 16

Gambar 3.2 Alur identifikasi... 17

Gambar 3.3 Diagram konteks ... 18

Gambar 3.4 Data Flow Diagram level 1 ... 19

Gambar 3.5 Crop manual citra retina untuk mendapatkan daerah optik dsik ... 20

Gambar 3.6 Tahapan preprocessing ... 20

Gambar 3.7 Diagram blok alur pembentukan GLCM ... 22

Gambar 3.8 Alur menghitung kontras ... 23

Gambar 3.9Alur menghitung korelasi ... 24

Gambar 3.10 Alur menghitung energi ... 26

Gambar 3.11 Alur menghitung homogenitas ... 27

Gambar 3.12 Diagram blok alur identifikasi citra fundus retina dengan KNN ... 29

Gambar 3.13 Diagram blok proses pembentukan data training ... 30

Gambar 3.14 Diagram blok proses identifikasi citra ... 31

Gambar 4.1 Salah satu matriks dari citra asli ... 32

Gambar 4.2 Matriks kookurensi atau GLCM ... 33


(17)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi data testing dan train saat iterasi ... 15

Tabel 4.1 Data citra fundus retina ... 35

Tabel 4.2 Pembagian data untuk data uji dan dataset ... 36

Tabel 4.3 Komposisi citra untuk tiap data ... 36

Tabel 4.4 Pembagian kelompok data untuk data testing dan data training ... 37

Tabel 4.5 Hasil pengujian 3 fold cross validation untuk 18 data ... 37

Tabel 4.6 Hasil pengujian 3 fold cross validation untuk 30 data ... 38


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ tubuh manusia yang paling penting. Selain sebagai organ tubuh, mata juga berperan sebagai alat indera penglihatan. Oleh karena itu, mata menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai salah satu bagian dari organ tubuh tentunya mata tidak lepas dari serangan penyakit, entah itu serangan dari dalam maupun dari luar mata. Yang paling sering menyerang mata adalah iritasi akibat masuknya benda-benda kecil seperti debu ataupun serangga dengan ukuran sangat kecil masuk kedalam mata. Selain iritasi, ada juga penyakit lain seperti katarak, bintitan, miopi, buta warna, kerabunan, glaukoma, dan masih banyak lagi.

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh tekanan bola mata yang meningkat, ekskavasi dan atrofi papil saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas (Radjamin dkk, 1984). Sebenarnya glaukoma bukan penyakit yang baru-baru ini muncul. Glaukoma telah dikenal sejak lama, akan tetapi belum banyak masyarat mengetahui tentang bahaya penyakit ini. Jika terlambat atau tidak ditangan dengan dengan benar, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan permanen. Yang membuat kurangnya kesadaran akan bahanya glaukoma dikarenakan gejala dari penyakit ini yang kurang bisa dirasakan secara langsung oleh sang penderita glaukoma itu sendiri.

Deteksi glaukoma dapat dilakukan dengan beragam cara, salah satunya adalah dengan melihat ukuran optik disk pada foto fundus digital. Namun hasil identifikasi foto fundus secara manual dapat menghasilkan diagnosis yang kurang tepat. Maka yang akan dilakukan adalah proses simulasi dan analisis suatu sistem yang dapat membantu dokter mendeteksi ukuran optik disk pada foto fundus sehingga dapat mendiagnosis dengan cepat dan akurat. Metode yang digunakan antara lain filtering, template matching, tresholding, serta dilate dan erode (Hadi, 2014).


(19)

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu bagaimana cara mendiagnosis glaukoma pada citra fundus retina. Karena pada penelitian ini akan membahas simulasi diagnosis glaukoma dengan citra fundus retina yang akan diidentifikasi dengan algoritma K-Nearest Neighbor.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat dijabarkan beberapa rumusan masalah yang dibahas pada tugas akhir ini, yaitu:

1. Bagaimana langkah-langkah mendapatkan fitur dari citra fundus retina dengan menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM).

2. Berapa persentase keberhasilan K-Nearest Neighbor dalam mengidentifikasi glaukoma dari fitur GLCM.

3. Menentukan nilai k terbaik untuk K-Nearest Neighbor, dilihat dari besarnya keberhasilan identifikasi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Mengetahui langkah-langkah mendapatkan fitur dari citra fundus retina dengan menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM).

2. Mendapatkan persentase keberhasilan K-Nearest Neighbor dalam mengidentifikasi glaukoma dari fitur GLCM.

3. Mendapatkan nilai k terbaik dalam KNN

4. Melakukan simulasi untuk mengidentifikasi glaukoma dengan menggunakan citra fundus retina.

5. Membuat alat bantu berupa sebuah perangkat lunak dalam membantu dalam melakukan analisis hasil. Analisis yang dilakuan antara lain mencari ciri dari citra dengan GLCM, dan hasil identifikasi dengan KNN.


(20)

1.4. Pembatasan dan Ruanglingkup Permasalahan

Beberapa batasan pada penulisan proposal tugas akhir ini:

1. Format citra adalah JPG sebanyak 30 citra yang telah disegmentasi secara manual untuk mendapatkan daerah optik disknya.

2. Metode ekstraksi ciri yang digunakan adalah Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dengan sudut arah 0o dan jarak spasial 1 serta empat ciri statistik

seperti kontras, korelasi, homogenitas, dan energi.

3. Deteksi glaukoma menggunakan algoritma K-Nearest Neighbor dengan metode pengukuran jarak Euclidean Distance

1.5. Metodologi Penelitian 1.5.1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan. Bentuk studi yang dilakukan adalah mencari dan mempelajari buku referensi, artikel, dan jurnal yang berkaitan tentang glaukoma, Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM), dan K-NN.

1.5.2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah adalah data citra retina yang diambil menggunakan kamera fundus. Data dikumpulkan dari sumber internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database.

1.5.3. Pembuatan Sistem

Tahap ini akan memaparkan bagaimana sistem mendeteksi glaukoma dengan metode ekstraksi ciri GLCM dan metode klasifikasi KNN. Sistem yang akan dibuat hanya sebagai alat bantu dalam membantu dalam penelitian. Sistem akan dibangun berdasarkan rancangan yang yang telah dirancang pada tahap sebelumnya.


(21)

1.5.4. Analisis Hasil Pengujian

Tahap ini akan menguji bagaimana mendapatkan ciri dari matrik GLCM, klasifikasi KNN, dan persentase keberhasilan dalam klasifikasi. Pengujian akan dilakukan untuk 30 data citra fundus retina.

1.5.5. Penulisan Laporan

Laporan penelitian dibuat berdasarkan proses dan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

1.6. Sistematika Penulisan

Proposal ini secara garis besar tersusun atas 3 bab, yang akan diuraikan seperti berikut:

BAB I LATAR PENDAHULUAN

Bab satu berisi tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab dua berisi uraian singkat dan rumus-rumus yang dipergunakan apabila ada, mengenai teori-teori yang menjadi landasan utama penelitian.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab tiga berisikan tentang gambaran umum teknis persoalan, data yag akan diolah dalam penelitian, alat yang kan dipergunakan dalam proses penelitian, keterangan rinci tahap-tahap penelitian, gambaran rancangan alat yang akan dibangun.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN ANALISIS HASIL

Bab empat akan berisi ujoba dan hasil ujicoba dari beberapa data sample yang ada. Hasil ujicoba yang akan dipaparkan berupa hasil ekstraksi ciri dan hasil klasifikasi.


(22)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab lima berisi kesimpulan dan saran dari seluruh hasil percobaan. Kesimpulan dan saran ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(23)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan menjelaskan konsep dasar dan teori-teori yang akan digunakan dalam pengembangan penelitian ini, diantaranya glaukoma,pengenalan pola, data mining, algoritma KNN, dan pengolahan citra.

2.1.Glaukoma

Ilyas (1999) mengatakan glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yeng memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.

Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang ditandaidengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan :

 Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar

 Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.

Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.

Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optik akibat glaukoma merupakan gejala glaukoma yang mengakibatkan kerusakan pada saraf optik. Luas atau dalamnyaceruk ini pada glaukoma kongenital dipakai sebagai indikator progresivitas glaukoma.

Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagi berikut :  Glaukoma primer

 glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)  glaukoma sudut sempit


(24)

 Glaukoma kongenital  primer atau infantil

 menyertai kelainan kongenital lainnya  Glaukoma sekunder

 perubahan lensa  kelainan uvea  trauma  bedah  rubeosis

 steroid dan lainnya  Glaukoma absolut 2.2. Pengenalan Pola

Pengenalan Pola adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara mengklasifikasi obyek ke beberapa kelas atau kategori dan mengenali kecendrungan data. Tergantung pada aplikasinya, obyek-obyek ini bisa berupa pasien, mahasiswa, pemohon kredit, image atau signal atau pengukuran lain yang perlu diklasifikasikan atau dicari fungsi regresinya. Biasanya subyek ini disebut dengan pengenalan pola atau pattern recognition (Santosa, 2007).

2.3. Pengolahan Citra 2.3.1. Pengertian Citra

Kata citra atau gambar berasal dari kata image dalam bahasa Inggris. Citra sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimilik oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi (Widiarti, 2013).


(25)

2.3.2. Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra dengan kualitas lebih baik. Pengolahan citra digital bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin. Pengolahan citra pada dasarnya dilakukan dengan cara memodifikasi setiap titik dalam citra tersebut sesuai keperluan (Widiarti, 2013).

2.4. Grayscaling

Grayscaling adalah proses perubahan citra berbwarna menjadi citra berskala keabuan. Proses ini terjadi dengan merubah tiga kanal warna merah, hijau, dan biru menjadi satu kanal dengan nilai intensitas 0-255. Gambar 2.1 berikut adalah contoh proses grayscaling dengan menggunakan fungsi matlab.

Gambar 2.1 Proses grayscaling

Gambar 2.1 diperlihatkan bagaimana citra berwarna menjadi citra keabuan dengan saat dalam proses grayscaling. Proses grayscaling ini menggunakan fungsi matlab. Langkah-langkah membuat citra berwarna menjadi citra keabuan sebagai berikut:

warna = imread(‘Citra warna.jpg’)

keabuan = rgb2gray(warna)

Langkah yang pertama adalah meload gambar dengan menggunakan fungsi imread. Kemudan untuk proses grayscaling menggunakan fungsi rgb2gray.

Citra berwarna Citra keabuan


(26)

2.5. Data Mining

Data mining, sering juga disebut knowledge discovery in database (KDD), adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, pemakaian data historis untuk menemukan keteraturan, pola atau hubungan dalam set data berukuran besar. Keluaran dari data mining ini bisa dipakai untuk memperbaiki pengambilan keputusan dimasa depan. Sehingga istilah pattern recognition sekarang jarang digunakan karena ia termasuk bagian dari data mining (Santosa, 2007).

2.6. Gray Level Co-occurrence Matrix

Gray Level Co-occurrence Matrix(GLCM) adalah matriks yang merepresentasekan banyaknya suatu pixel i dan pixel tetangga j yang berada pada sebuah citra. Menurut Putra (2013) matriks kookurensi merupakan matriks berukuran L x L (L menyatakan banyaknya tingkat keabuan) dengan elemen P( ) yang merupakan distribusi probabilitas bersama (join probability distribution) dari pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan x1 yang berlokasi pada koordinat (j,k) dengan x2 yang berlokasi pada koordinat (m,n). Koordinat pasangan titik-titik tersebut berjarak d dengan sudut θ.

Dari pernyataan Putra, dapat disimpulkan bawha setiap citra akan memiliki ukuran matriks kookurensi yang berbeda tergantung pada banyaknya tingkat keabuan pada citra tersebut.


(27)

Gambar 2.2 Hubungan antara; (a)citra asli; (b)matriks GLCM

Gambar 2.2 bagian ada adalah citra asli dengan ukuran 5x5. Dari gambar a dapat dilihat ada 3 tingkat keabuan, yaitu 0, 100, dan 250. Karena pada citra asli terdapat 3 tingkat keabuan, maka matriks kookurensi yang akan dibuat adalah matriks dengan ukuran 3x3 seperti yang ditunjukan Gambar 2.2 bagian b. Matriks kookurensi dapat dituliskan P(i,j;d,θ). Dalam membangun hubungan antar pixel diperlukan sudut θ digunakan dalam menentukan arah tetangga dan d untuk menentukan jarak spasial.

Gambar 2.3 Ilustrasi penentuan arah

Dari ilustrasi seperti yangditunjukan Gambar 2.3, dapat ditentukan kearah mana suatu pixel akan dihubungkan dengan pixel tetangganya. Dengan ilustrasi ini dapat ditentukan matriks kookurensi dari citra asli Gambar 2.2 dimana matriks GLCM yang akan dibentuk dengan jarak spasial d=1 dan sudut θ=0o atau dapat

dituliskan P(i,j;1,0o).


(28)

Gambar 2.4 Menentukan pixel tetangga

Pada gambar ini diperlihatkan bahwa menentukan tenagga untuk membentuk sebuah hubungan antar pixel berdasarkan aturan P(i,j;1,0o). Karena jarak spasial 1 dan sudut arah 0o, maka pixel j atau pixel tetangga dari pixel i berada di kanan dengan jarak 1 pixel. Contoh, jika i(1,1) maka j(1,2).

Gambar 2.5 Proses mebentuk matriks GLCM

Gambar 2.5 menjelasakan bagaimana cara membentuk matriks kookurensi(kanan) dari citra asli(kiri). Nilai tiap cell didapatkan dari jumlah hubungan antar pixel pada citra asli yang memenuhi syarat P(i,j;1,0o) dimana jarak antara suatu pixel dengan pixel tetangga sama dengan 1 dengan arah sudut 0o. Seperti pada Gambar 2.4 yang ditunjukan lingkaran merah diamana nilai i=0 dan j=0, d=1 dan θ=0o hanya ada 1 yang memenuhi. Sedangkan untuk yang nilai i=100


(29)

dan j=0, d=1 dan θ=0o ada 6 hubungan pixel yang memenuhi. Cara yang sama dilakukan untuk mengisi matriks GLCM lainya hingga semua nilai matriks GLCM di dapatkan.

Dari matriks GLCM yang telah didapatkan, kemudian carilah fitur yang bisa didapatkan dari matriks tersebut. Menurut Haralick(1973), ada 14 fitur yang bisa didapatkan dari matriks GLCM. Pada fungsi matlab hanya ada 4 fitur saja yang bisa didapatkan, seperti yang dijelaskan dalam web mathworks.com, fitur tersebut antara lain contrast, correlation, energy, dan homogeinity.

a. Kontras

∑| − | � ,

,

i = indeks baris dari matriks p(i,j) j = indeks kolom dari matriks p(i,j) b. Korelasi

∑ − � � �− � � ,

,

� = rata-rata elemen baris pada matriks p(i,j)

� = rata-rata elemen kolom pada matriks p(i,j)

� = nilai standar deviasi elemen baris pada matriks p(i,j)

� = nilai standar deviasi elemen baris pada matriks p(i,j) c. Energi

∑ � ,

,

d. Homogenitas

1 + | − |� ,

,

(2.1)

(2.2)

(2.3)


(30)

2.7. K-Nearest Neighbor

Teknik ini termasuk dalam kelompok klasifikasi nonparametic. Di sini kita tidak memperhatikan distribusi dari data yang ingin kita kelompokan. Teknik ini sangat sederhana dan mudah diimplementasikan. Mirip dengan teknik klastering, kita mengelompokan suatu data baru berdasarkan jarak data baru itu ke beberapa data tetangga terdekat ditentukan oleh user yang dinyatakan dengan k (Santosa, 2007). Prinsip sederhana yang diadopsi oleh algoritma NN adalah “Jika suatu hewan berjalan seperti bebek, bersuara kwek-kwek seperti bebek, dan penampilannya seperti bebek, maka hewan itu mungkin bebek” (Prasetyo, 2014).

Gambar 2.6K-NN dengan Nilai K Tetangga; (a)1-NN; (b)3-NN; (c)5-NN; (d)7-NN

Gambar 2.6 menunjukan jumlah tetangga yang paling dekat yang dapat dimuat dalam rentang nilai k yang telah ditentukan. Gambar a menunjukan 1 tetangga terdekat, gambar b 3 tetangga terdekat, gambar c 5 tetangga terdekat, dan


(31)

gambar d 7 tetangga terdekat. Untuk menetukan jarak tetangga terdekat dalam terdapat berbagai macam cara salah satunya adalah dengan pendekatan euclidean distance. Pendekatan euclidean distance dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

� , = || − || = √∑ −

� =

Keterangan:

n = jumlah dimensi

xi dan yi = data

Setelah mendapatkan jarak untuk setiap data yang ada, kemudian dilakukan sorting. Metode sorting yangdigunakan adalah quicksort. Sorting yang digunakan pada metode ini adalah fungsi sorting dari matlab yaitu sortrows.

Penentuan nilai K dalam klasifikasi Nearest Neighbor merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan keakuratan hasil. Nilai K yang terlalu kecil maka berakibat hasil prediksi yang didapat bisa sensitif terhadap keberadaan noise. Di sisi lain, jika K terlalu besar maka tetangga terdekat yang terpilih mungkin sebenarnya tidak relevan karena jarak yang terlalu jauh (Prasetyo, 2014)

2.8. Pengujian 3 Fold Cross Validation

Pengujian 3 fold cross validation atau secara umum lebih dikenal dengan k-fold cross validation adalah metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kevalidan atau akurasi dari suatu dataset. Dalam 3 fold, nilai k yang digunakan adalah 3. Artinya dataset akan dibagi kedalam tiga kelompok data. Ketiga kelompok data ini yang akan digunakan dalam iterasi dalam menghitung akurasi. Dimana setiap iterasi komposisi data adalah satu kelompok data akan menjadi data testing dan sisanya akan menjadi data training. Iterasi yang akan dilakukan sebanyak k kali atau tiga kali.


(32)

Gambar 2.7 Membagi dataset kedalam 3 kempok data

Dari Gambar 2.7 dapat dilihat pembagian data set menjadi tiga kelompok data. Jumlah data dibagi rata untuk setiap kelompok datanya. Misal data set sebanyak 30 data, maka tiap kelompok data akan berisikan 10 kelompok data. Dengan ketiga kelompok data ini akan dilakukan iterasi sebanyak 3 kali untuk mendapatkan akurasi.

Tabel 2.1 Komposisi data testing dan training saat iterasi

Iterasi Data testing Data training

Iterasi 1 Kelompok 1 Kelompok 2 + Kelompok 3 Iterasi 2 Kelompok 2 Kelompok 1 + Kelompok 3 Iterasi 3 Kelompok 3 Kelompok 1 + Kelompok 2


(33)

16 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan berisi gambaran umum teknis persoalan penelitian, data yang akan diolah dalam penelitian, alat yang akan dipergunakan dalam proses penelitian, dan keterangan rinci tahap-tahap penelitian.

3.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra retina. Proses pengambilan citra menggunakan kamera fundus. Format dari data citra fundus retina adalah JPG.

(a) (b)

Gambar 3.1Citra Fundus retina; (a) Healthy; (b) Glaukoma (sumber: https://www5.cs.fau.de/research/data/fundus-images/)

Gambar 3.1 adalah citra dari fundus retina yang belum mengalami tahapan preprocessing, Dimensi data adalah 3504 x 2336. Gambar 3.1 (a) menunjukan retina yang sehat, sedangkan yang (b) menunjukan retina yang terserang glaukoma. Jumlah data yang telah terkumpulkan masing-masing 15 data untuk citra fundus retina sehat dan 15 data untuk citra fundus retina glaukoma. Data dikumpulkan dari sumber internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database. Penamaan citra menggunakan angka 1-30. Citra 1-15 merupakan citra glaukoma, dan citra 16-30 merupakan citra normal.


(34)

3.2. Gambaran Umum Sistem

Sistem ini merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk mengolah citra digital dalam mengidentifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus retina. Dalam melakukan identifikasi, sistem ini menggunakan algoritma KNN. Proses keseluruhan sistem dapat dilihat dalam diagram blok pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2.Alur Identifikasi

Pada Gambar 3.2 dapat dilihat alur dari citra hingga mendapatkan output. Output dari sistem ini berupa hasil kesimpulan suatu citra terdeteksi glaukoma atau tidak. Didalam sistem metode identifikasi yang digunakan adalah metode KNN.

3.3. Spesifikasi Hardware dan Software

Perangkat yang akan digunakan untuk implementasi dan sebagai alat bantu dalam melakukan simulasi pada penelitian ini adalah:

1. Hardware

a. Processor Intel(R) Core(TM) i3 CPU @2.3GHz b. RAM 3072MB

c. Harddisk 320GB 2. Software

a. Sistem Operasi Windows 7 Ultimate b. Matlab versi 8.0.0783(R2012b) Citra

Fundus Retina

Normal Atau Glaukoma Sistem Deteksi

Glaukoma dengan Metode Identifikasi KNN


(35)

3.4. Implementasi Perancangan 3.4.1. Diagram Konteks

Gambar 3.3 Diagram konteks

Gambar 3.3 adalah gambar diagram konteks atau biasa disebut data flow diagram (DFD) level 0. Diagram ini merupakan level tertinggi dalam DFD. Pada diagram ini menjelaskan proses utama dalam sistem deteksi glaukoma. Pada gambar diagram ini dapat dilihat terdapat user sebagai eksternal entity. Fungsi user disini adalah memasukan input data kedalam sistem deteksi glaukoma berupa data citra fundus retina yang telah mengalami segmentasi. Setelah user memasukan data, maka sistem akan meberikan keluaran berupa hasil identifikasi. Hasil deteksi yang diberikan berupa laporan apakah citra yang dimasukan oleh user terdeteksi glaukoma atau tidak.


(36)

3.4.2. Data Flow Diagram Level 1

Gambar 3.4 Data Flow Diagram level 1

Jika pada Gambar 3.3 menjeleskan tentang alur sistem secara garis besar, pada Gambar 3.4 akan membagi sistem kedalam 3 bagian utama. Bagian utam sistem yang terdapat pada bagian ini antara lain preprocessing, ekstraksi ciri, dan identifikasi. Ketiga proses ini perupakan proses utama dalam suatu sistem pengenalan pola.

3.5. Proses Penelitian

Dalam pengenalan pola ada tiga tahap atau proses utama yang dikerjakan. Ketiga proses tersebut adalah preprocessing, ekstraksi ciri, dan identifikasi. Ketiga proses utama tersebut akan dibahas pada sub bab ini.


(37)

3.5.1. Preprocessing

Penelitian ini menggunakan ini menggunakan masukan berupa data citra, oleh karena itu preprocessing merupakan bagian penting. Sebelum diolah ke tahap lanjutan, data citra yang diinput akan mengalami preprocessing guna mempermudah tahapan penelitian berikutnya. Preprocessing yang akan diterapkan pada citra adalah grayscale dan resize. Namun sebelum melakukan kedua proses tersebut, citra akan dicrop secara manual untuk mendapatkan optik disk dari citra fundus reina.

Gambar 3.5 Crop manual citra retina untuk mendapatkan daerah optik disk

Gambar 3.5 adalah proses untuk mendapatkan daerah optik disk dari citra fundus retina dengan cara crop manual pada citra asli. Proses ini juga dapat disebut sebagai proses Region of Interest (ROI) dimana pada proses ini akan diambil area penting dari suatu citra. Area penting yang dimaksudkan pada citra funtus retina adalah area optik disk. Aplikasi yang digunakan untuk crop adalah Paint pada windows 7.


(38)

Gambar 3.6Tahapan preprocessing dari; (a)crop manual; (b)konversi menjadi citra grayscale; (c)dan resize citra

Dari gambar 3.5 dapat dilkihat alur citra berwarna, menjadi citra keabuan, dan citra keabuan yang mengalami resize. Untuk tahap grayscaling dan resize sendiri menggunakan fungsi matlab im2bw untuk grayscaling dan resize untuk resize. Resize digunakan agar setiap citra memiliki dimensi yang sama yaitu 100 x 100. Ukuran resize dapat disesuaikan pada saat identifikasi dan hitung akurasi dataset.

Citra hasil resize akan digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu pembuatan matrik GLCM dan menghitung nilai statistik dari matrik GLCM tersebut. Proses grayscaling sangat penting melakukan tahap ekstraksi ciri. Karena ekstraksi ciri GLCM akan menghitung kookurensi atau hubungan tingkat keabuan suatu pixel dengan pixel tetangganya.

3.5.2. Ekstraksi Ciri GLCM

Langkah berikut setelah preprocessing adalah ekstraksi ciri. Data input yang digunakan adalah citra hasil preprocessing. Pada langkah ini metode yang digunakan adalah GLCM (Gray Level Co-occurrence Matrix). Matriks GLCM merepresentasi hubungan antar pixel dengan pixel tetangga. Alur dari metode ini dapat dilihat pada diagram berikut:


(39)

Tentukan nilai d, θ, dan ukuran matriks

GLCM

Pembentukan matriks GLCM

Hitung ciri statistik kontras, korelasi,

energi, dan homogenitas

Citra hasil preprosessing

Ciri statistik

Gambar 3.7Diagram Blok Alur Pembentukan GLCM

Gambar 3.7 menunjukan alur dari citra hasil preprocessing digunakan sebagai masukan dalam proses pembuatan matrik kookurensi. Hasil dari preprocessing berupa matriks. Hitung jumlah tingkat keabuan yang ada pada citra hasil preprocessing untuk menentukan ukuran matrik GLCM. Kemudian tentukan besar jarak spasial d dan arah θuntuk mendapatkan nilai dari hubungn antar pixel. Setelah mendapatkan matrik GLCM, hitunglah ciri statistiknya seperti kontras, korelasi, energi, dan homogenitas. Untuk menghitung data statistik dapat dilihat pada rumus kontras 2.1, korelasi 2.2, energi 2.3, dan homogenitas 2.4. Ciri stasstatistik inilah yang akan digunakan untuk identifikasi. Untuk langkah-langkah menghitung setiap ciri sendiri akan dijelaskan sebagai berikut.


(40)

a. Kontras

Mulai

Selesai [r, c]=size(glcm)

kontras=0, i=1, j=1

i=r?

j=c?

kontras=kontras+ ((i-j)^2)*glcm(i,j)

j=j+1 i=i+1

ya ya

tidak

kontras=kontras

j=1

tidak

Gambar 3.8. Alur menghitung kontras

Gambar 3.8 merupakan flowchart untuk menghitung kontras. Dalam flowcart tersebut dapat dilihat adanya looping. Looping dilakukan sebanyak baris dikali kolom. Selama looping itulah sistem akan menghitung nilai kontrasnya. Hasil dari perhitungan ini lah yang akan direturn sebagai ciri kontras kontras. Rumus dari kontras sendiri dapat dilihat pada rumus 2.1.


(41)

b. Korelasi

Mulai

Selesai [r, c]=size(glcm)

korelasi=0, i=1, j=1

i=r?

j=c?

korelasi=korelasi+((i-average(glcm(i,:))) *(j-average(glcm(:,j)))*glcm(i,j))/

(standarDeviasi(glcm(i,:))* standarDeviasi(glcm(:,j)))

j=j+1 i=i+1

ya ya tidak

korelasi=korelasi

j=1

tidak

Gambar 3.9. Alur menghitung korelasi

Gambar 3.9 merupakan flowchart untuk menghitung korelasi. Dalam flowcart tersebut dapat dilihat adanya looping. Looping dilakukan sebanyak baris dikali kolom. Selama looping itulah sistem akan menghitung nilai korelasi. Hasil dari perhitungan ini lah yang akan direturn sebagai ciri kontras korelasi. Rumus dari korelas sendiri dapat dilihat pada rumus 2.2. Untuk standar deviasi dan average dapat dilihat pada pseudocode:


(42)

c. Energi

Mulai

Selesai [r, c]=size(glcm)

energi=0, i=1, j=1

i=r?

j=c?

energi=energi+ (glcm(i,j)^2)

j=j+1 i=i+1

ya ya

tidak

energi=energi

j=1

tidak

Gambar 3.10. Alur menghitung energi

Gambar 3.10 merupakan flowchart untuk menghitung energi. Dalam flowcart tersebut dapat dilihat adanya looping. Looping dilakukan sebanyak baris dikali kolom. Selama looping itulah sistem akan menghitung nilai energi. Hasil dari perhitungan ini lah yang akan direturn sebagai ciri kontras energi. Rumus dari kontras sendiri dapat dilihat pada rumus 2.3.


(43)

d. Homogenitas

Mulai

Selesai [r, c]=size(glcm)

homogenitas=0 , i=1, j=1

i=r?

j=c?

homogenitas=homogenitas+ glcm(i,j)/(1+(abs(i-j)))

j=j+1 i=i+1

ya ya

tidak

homogenitas=homogenitas

j=1

tidak

Gambar3.11. Alur menghitung homogenitas

Gambar 3.11 merupakan flowchart untuk menghitung homogenitas. Dalam flowcart tersebut dapat dilihat adanya looping. Looping dilakukan sebanyak baris dikali kolom. Selama looping itulah sistem akan menghitung nilai homogenitasnya. Hasil dari perhitungan ini lah yang akan direturn sebagai ciri kontras homogenitas. Rumus dari homogenitas sendiri dapat dilihat pada rumus 2.4. Pada fungsi perhitungan homogenitas pada Gambar 3.11 terlihat ada fungsi abs. Fungsi abs adalah fungsi absolut atau mutlak. Artinya fungsi yang digunakan untuk mendapatkan nilai postitif dari suatu bilangan. Fungsi absolut yang digunakan pada penelitian ini menggunakan fungsi dari matlab.


(44)

3.5.3. Identifikasi K-Nearest Neighbor

Setelah mengalami preprocessing dan mendapatkan cirinya, sistem akan melakukan identifikasi. Identifikasi akan dilakukan dilakukan dengan membandingkan data uji sebagai data masukan dengan data training. Setelah itu sistem akan mengurutkan data dengan jarak terdekat sesuai nilai k yang telah ditetapkan. Kemudian menentukan data masukan berada pada kelas glaukoma atau normal dengan menghitung kelas mayoritas dari nilai jarak terpendek yang berada pada jangkauan k.

Pada bagian ini, data training yang digunakan terdiri dari 18 data berupa ciri dari citra fundus retina. Ciri yang digunakan adalah contrast, correlation, energy, dan homogeinity. Dari 18 data tersebut dibagi kedalam dua kelas yaitu glaucoma dan normal. Alur identifikasi k-NN dapat dilihat pada Gambar 3.12.


(45)

Menentukan nilai k

Mengukur jarak data uji dan data training menggunakan

euclidean distance

Mengurutkan hasil pengukuran jarak terpendek

sebanyak nilai k

Menyimpulkan kelas dari data uji terhadap data training

Ciri statistik dari data uji

Data training

Menyimpulkan kelas dari data uji terhadap data training

Gambar 3.12. Diagram BlokAlur Identifikasi Citra Fundus Retina dengan KNN

Setelah mendapatkan ciri statistik dari citra, kemudian ciri akan digunakan untuk tahap identifikasi. Untuk mengukur jarak dalam identifikasi ini menggunakan rumus 2.5 euclidean distance. Dalam proses ini perlu digunakan data training sebagai pembanding. Data training inilah yang akan menjadi acuan citra fundus retina termasuk kedalam kelas glaukoma atau kelas normal. Hasil perbandingan didapatkan dari jumlah kelas terdekat yang paling banyak dalam jangkauan nilai k.


(46)

3.6. Perancangan Penelitian

3.6.1. Data Training dan Data Testing

Tahapan dalam sistem ini akan dibagi menjadi 2 yaitu tahapan pembentukan data training dan pembentukan data uji. Data training merupakan hasil pengenalan pola dari citra fundus retina yang mengalami glaukoma dan yang tidak mengalami glaukoma. Sedangkan data uji adalah citra fundus retina yang akan dibandingkan dengan data training apakah memiliki kemiripan dengan data yang terkena glaukoma atau tidak.

Preprosesing

Ekstraksi ciri dengan GLCM

Modeling Citra fundus retina

Model

Gambar 3.13 Diagram Blok Proses pembentukan data training

Gambar 3.13 merupakan alur dari proses pembentukan data training. Data awal berupa citra fundus retina, kemudian mengalami preprocessing, dicari ciri nya, lalu di kluster berdasarkan ciri yang didapatkan yaitu mengalami glaukoma dan yang tidak mengalami glaukoma.


(47)

Preprosesing

Ekstraksi ciri dengan GLCM

Membandingkan ciri citra dengan

KNN Citra fundus retina

Model

Hasil identifikasi

Gambar 3.14 Diagram Blok Proses identifikasi citra

Gambar 3.14 merupakan proses identifikasi suatu citra fundus retina apakah citra tersebut mengalami glaukoma atau tidak dengan membandingkan citra tersebut dengan data training menggunakan algoritma KNN kemudian sistem akan mengeluarkan hasil sesui kemiripan data yang dimasukan dengan data training.

3.6.2. Pengujian 3 fold Cross Validation

Untuk pengujian cross validation menggunakan 18 data citra sebagai dataset. Dataset kemudian akan dibagi kedalam 3 kelompok data dengan komposisi data 6 citra untuk setiap satu kelompok data. Kelompok data ini yang akan digunakan menjadi data training dan data testing saat iterasi pengujian. Saat iterasi pengujian, Satu kelompok data akan menjadi data testing, sedangkan dua sisanya akan menjadi data training. Komposisi dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan tabel 2.1.


(48)

31 BAB IV

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS HASIL

Pada bab ini akan menjelaskan hasil implementasi dari ekstraksi ciri dengan metode GLCM, pengujian KNN dengan nilai k sebesar 3, 5, 7, dan 9, dan hasil pengujian deteksi glaukoma.

4.1. Implementasi dan Hasil Ekstraksi Ciri dengan Metode GLCM

Ekstraksi ciri menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matrix terbagi menjadi dua bagian, yaitu tahap pembentukan GLCM atau matriks kookurensi, dan tahap yang kedua pencarian ciri dari matrik kookurensi tersebut. Ciri yang akan dihitung dari matriks kookurensi antara lain kontras, korelasi, energi dan homogenitas.

4.1.1. Pembentukan GLCM

Sebelum mendapatkan ciri dari suatu citra, buatlah matriks kookurensinya terlebih dahulu. Matriks kookurensi inilah yang akan yang berisi informasi tentang hubungan antara suatu pixel dengan pixel tetangga. Langkah-langkah membuat matriks kookurensi sebagai berikut:

a. Mentukan pixel aktif dari citra

t=img; u=unique(t);

temp=zeros(size(t)); for i=1:size(u,1) temp(t==u(i))=i; end

Tahap ini penting untuk menghindari pixel yang tidak aktif tari suatu citra ikut dihitung dalam pembentukan matrik kookurensi. Matrik kookurensi yang terdapat pixel tidak aktif dapat memengaruhi perhitungan ciri, seperti pada ciri korelasi yang akan menghasilkan nilai NaN(Not a Number). Nilai NaN didapatkan


(49)

karena akan terdapat baris ke-1 sampai ke-n dan kolom ke-1 sampai ke-n yang bernilai 0.

b. Menghitung banyaknya hubungan antar pixel

[r, c]=size(temp); for x=1:r

for y=1:c-1

val=[temp(x,y) temp(x,y+1)]; temp2=mat(val(1),val(2)); mat(val(1),val(2))=temp2+1; end

end

Banyaknya hubungan antar pixel inilah yang akan dimasukan kedalam matriks sebagai value. Menghitung value dari matrik kookurensi ini dilakukan hingga semua kombinasi pasangan pixel telah dihitung.


(50)

Matriks pada Gambar 4.1 adalah matriks dari citra 1_hcrop.jpg atau matrik citra fundus retina normal yang telah mengalamai preprocessing seperti grayscale dan resize. Ukuran matriks setelah prepsocessing adalah 100x100.

Gambar 4.2Matriks kookurensi atau GLCM

Gambar 4.2 ini merupakan matriks kookurensi dari citra pada Gambar 4.1. Ukuran matriks kookurensi 123x123, artinya ada 123 pixel aktif dari citra pada 4.1.

4.1.2. Pencarian Ciri dari Matriks GLCM

Setelah mendapatkan matriks kookurensi dari citra, langkah selanjutnya adalah mencari cirinya. Langkah-mencari cirinya sebagai berikut:

a. Kontras

[r, c]=size(glcm); kon=0;

for i=1:r

for j=1:c

kon=kon+((((i-1)-(j-1))^2)*glcm(i,j)); end


(51)

b. Korelasi [r, c]=size(glcm); kor=0; for i=1:r for j=1:c kor=kor+((i-average(glcm(i,:)))*(j-average(glcm(:,j)))*glcm(i,j))/(standarDevi asi(glcm(i,:))*standarDeviasi(glcm(:,j))); end end

Untuk standar deviasi

[r, c]=size(glcm); n=r*c; n=n-1; avg=average(glcm); stdev=0; for i=1:r for j=1:c stdev=stdev+((glcm(i,j)-avg)^2); end end stdev=sqrt(stdev/n); c. Energi [r, c]=size(glcm); enr=0; for i=1:r for j=1:c enr=enr+(glcm(i,j)^2); end end d. Homogenitas [r, c]=size(glcm); hom=0; for i=1:r for j=1:c hom=hom+(glcm(i,j)/(1+(abs((i-1)-(j-1))))); end end


(52)

Gambar 4.3kontras, korelasi, energi, dan homogenitas

Empat ciri yang didapatkan dari matriks kookurensi Gambar 4.2. Ciri yang didapatkan adalah kontras, korelasi, energi, dan homogenitas berturut-turut dari kolom 1 hingga kolom 4. Keempat ciri inilah yang akan digunakan pada identifikasi.

4.2. Menghitung Akurasi dengan 3 Fold Cross Validation

Total keseluruhan data yang digunakan 30 data yang terdiri dari 15 citra fundus retina normal dan 15 citra fundus retina glaukoma. Data berformat jpg, keseluran data dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Data citra fundus retina No Nama citra Keterangan

1 1 glaukoma

2 2 glaukoma

3 3 glaukoma

4 4 glaukoma

5 5 glaukoma

6 6 glaukoma

7 7 glaukoma

8 8 glaukoma

9 9 glaukoma

10 10 glaukoma

11 11 glaukoma

12 12 glaukoma

13 13 glaukoma

14 14 glaukoma

15 15 glaukoma

16 16 normal

17 17 normal

18 18 normal


(53)

20 20 normal

21 21 normal

22 22 normal

23 23 normal

24 24 normal

25 25 normal

26 26 normal

27 27 normal

28 28 normal

29 29 normal

30 30 normal

Untuk pengujian akurasi menggunakan data sebanyak 18 citra sebagai training. Data akan dibagi menjadi 3 kelompok data secara merata menjadi 6 data citra untuk tiap kelompok datanya. Untuk data training menggunakan kombinasi dari dua kelompok data. Sedangkan kelompok data yang tersisa akan menjadi data testing. Pengujian akan dilakukan hingga semua kelompok data telah menjadi data testing maupun training.

Tabel 4.2 Pembagian data untuk data uji dan dataset

Pembagian data Data Citra

Glaukoma Normal

Data uji citra 1 sampai 6 citra 16 sampai 21

Dataset citra 7 sampai 15 citra 22 sampai 30

Tabel 4.2 menjelaskan pembagian data, banyaknya data untuk data uji dan datset, dan citra mana saja yang akan menjadi data uji dan dataset. Setelah data dibagi, berikutnya membagi dataset kedalam 3 kelompok untuk melakukan pengujian 3 fold cross validation.

Tabel 4.3 Komposisi citra untuk tiap data Kelompok data Data Citra

kelompok 1 7 8 9 22 23 24

kelompok 2 10 11 12 25 26 27 kelompok 3 13 14 15 28 29 30


(54)

Setelah mendapatkan komposisi citra untuk tiap kelompok data seperti yang ditunjukan Tabel 4.3, lakukan pengujian validasi. Untuk pengujian akan dilakukan sebanyak 3 iterasi. Penggunaan kelompok data untuk setiap iterasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Pembagian kelompok data untuk data testing dan data train untuk tiap iterasi

Iterasi Data testing Data training

iterasi 1 kelompok 1 kelompok 2 + kelompok 3 iterasi 2 kelompok 2 kelompok 1 + kelompok 3 iterasi 3 kelompok 3 kelompok 1 + kelompok 2

Tabel 4.4 menjelaskan pembagian kelompok data untuk tiap iterasi pengujian 3 fold cross validation. Setiap iterasi terdapat satu kelompok data sebagai data testing dan dua kelompok data sebagai data train. Kelompok data yang digunakan sebagai data testing, tidak dapat digunakan sebagai data training dalam iterasi yang sama. Artinya setiap iterasi menggunakan kombinasi yang berbeda-beda.

Tabel 4.5 Hasil pengujian 3 fold cross validation untuk 18 dataset

no citra identifikasi

Indikasi k=3 k=5 k=7 k=9

1 7 glaukoma 1 1 1 1

2 8 glaukoma 1 1 1 1

3 9 glaukoma 1 1 1 1

4 22 normal 1 1 1 1

5 23 normal 1 1 1 1

6 24 normal 1 1 1 1

7 10 glaukoma 0 0 1 0

8 11 glaukoma 0 0 1 0

9 12 glaukoma 0 0 1 0

10 25 normal 1 1 1 0

11 26 normal 1 0 1 1

12 27 normal 1 0 1 1

13 13 glaukoma 0 0 0 0

14 14 glaukoma 0 0 0 0


(55)

16 28 normal 0 0 0 1

17 29 normal 0 0 0 0

18 30 normal 0 0 0 1

salah 12 10 9 12

benar 6 8 9 6

akurasi 33.33333 44.44444 50 33.33333

Dari pengujian pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa akurasi dari 18 data training paling tinggi adalah 50% dengan nilai k = 7. Akurasi yang didapatkan tentu masih kurang baik untuk dijadikan data training dalam sistem deteksi glaukoma.

Tabel 4.6 Hasil penguajian 3 fold cross validation untuk 30 data

No Citra Indikasi identifikasi

k=3 k=5 k=7 k=9

1 1 glaukoma 1 1 1 1

2 2 glaukoma 1 1 1 1

3 3 glaukoma 1 1 1 1

4 4 glaukoma 1 1 1 1

5 5 glaukoma 1 1 1 1

6 16 normal 0 0 0 0

7 17 normal 0 0 0 0

8 18 normal 0 0 0 0

9 19 normal 0 0 1 0

10 20 normal 1 1 1 1

11 6 glaukoma 1 1 1 1

12 7 glaukoma 1 1 1 1

13 8 glaukoma 1 1 1 1

14 9 glaukoma 1 1 1 1

15 10 glaukoma 1 1 1 1

16 21 normal 1 1 1 1

17 22 normal 1 1 1 1

18 23 normal 1 1 1 1

19 24 normal 1 1 1 1

20 25 normal 1 1 1 1

21 11 glaukoma 0 1 1 1

22 12 glaukoma 0 1 1 1

23 13 glaukoma 0 0 0 0


(56)

25 15 glaukoma 0 0 0 1

26 26 normal 0 0 0 0

27 27 normal 0 0 0 0

28 28 normal 0 0 0 1

29 29 normal 0 0 0 0

30 30 normal 0 0 0 1

Keterangan hasil uji

11 9 10 10

19 21 20 20

63.33333 70 66.66667 66.66667

Pengujian berikutnya yaitu menggunakan 30 data, dengan membagi data secara kedalam 3 kelompok data dimana masing-masing kelompok data terdiri dari 10 data citra. Hasil dari pengujian ini lebih baik dengan akurasi terbesar yang didapatkan adalah 70% dengan nilai k=5. Nilai akurasi untuk pengujian ini dapat dikatakan cukup untuk digunakan dalam sistem deteksi glaukoma. Akan tetapi karena keterbatasan data, maka pengujian untuk menemukan persentase benar dalam mendeteksi tidak dapat dilakukan.


(57)

4.3. Hasil Identifikasi

Identifikasi menggunakan data uji sebanyak 12 data citra, yaitu citra 1-6 dan citra 25-30. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel

Tabel 4.7 Hasil ujicoba nilai k

no citra identifikasi

k=3 k=5 k=7 k=9

1 1 0 1 1 1

2 2 1 1 1 1

3 3 0 1 1 1

4 4 1 0 1 1

5 5 0 1 1 1

6 6 1 1 1 1

7 16 0 0 0 0

8 17 0 0 0 0

9 18 0 0 0 0

10 19 0 1 1 0

11 20 1 1 1 1

12 21 1 1 1 1

benar 7 8 9 10

salah 5 4 3 2

persentase benar 58.33333 66.66667 75 83.33333

Walaupun akurasi dari dataset untuk 18 data citra hanya mencapai 50%, tetapi hasil uji terhadap 12 data testing adalah 83.3333% untuk pengujian dengan nilai k = 9. Pengujian ini menggunakan citra yang berbeda dengan citra yang digunakan sebagai dataset. Pada pengujian ini, persentase identifikasi dengan benar cukup tinggi, akan tetapi karena dataset yang digunakan memeiliki akurasi yang kurang, maka hasil ini belum bisa dikatakan valid.


(58)

41 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Dari implementasi dan hasil penelitian deteksi glaukoma, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penelitian ini mengunakan data berupa citra dari retina yang diambil menggunakan kamera fundus. Data citra berformat JPG. Data yang digunakan diambil dari sumber internet High-Resolution Fundus (HRF) Image Database.

2. Penelitian terbagi menjadi tiga bagian yaitu preprocessing, ekstraksi ciri, dan identifikasi. Preprocessing pada penelitian ini menggunakan metode grayscaling, resize dan segmentasi. Ekstraksi ciri menggunakan metode gray level co-occurrency matrix (GLCM) dengan mengambil empat fitur dari matrik GLCM yaitu kontras, korelasi, homogenitas, dan energy. Untuk identifikasi menggunakan metode k-Nearest Neighbor (k-NN).

3. Untuk membuat matriks kookurensi, terlebih dahulu tentukan arah dan jarak spasial. Kemudian hitung probabilitas munculnya pixel dengan pixel tetangga yang memenuhi syarat jarak spasial dan arah yang telah ditentukan tadi.

4. Untuk pengujian identifikasi data citra dibagi menjadi 18 data training yang terdiri dari 9 citra glaukoma dan 9 citra normal, dan 12 data testing dengan 6 citra normal dan 6 citra glaukoma. Dari percobaan identifikasi didapatkan hasil 83.3333% persentase benar dengan nilai k= 9.

5. Akurasi pengujian tertinggi untuk 30 dataset 70% dengan nilai k = 5. Sedangkan untuk 18 dataset akurasi tertinggi 50% dengan nilai k = 7. Untuk pembuatan matrik kookurensi menggunakan jarak spasial d=1 dan sudut θ=0o.


(59)

6. Dalam identifikasi dengan metode KNN, penentuan nilai k sangat memengaruhi hasil identifikasi.

5.2.Saran

Dari hasil penelitian deteksi glaukoma ini, ada beberap saran yang diberikan penulis untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama yaitu:

1. Jumlah data yang digunakan pada penelitian ini masih sangat kurang yaitu 30 data, untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan data lebih banyak lagi.

2. Preprocessing citra masih menggunakan metode yang sederhana, terlebih pada bagian segmentasi. Segmentasi yang digunakan pada penelitian ini masih secara manual. Untuk hasil yang maksimal perlu memperdalam pada segmentasi untuk mendapatkan bagian optik disk pada citra fundus retina. Karena bagian optik disk ini merupakan bagian penting dalam mendeksi glaukoma.

3. Membuat matrik kookurensi atau GLCM dengan menggunakan jarak spasial selain 1 dan sudut selain 0o, atau dengan menggunakan multipel GLCM yaitu mengunakan beberapa matrik kookurensi dengan jarak spasial dan sudut yang berbeda-beda.

4. Untuk metode identifikasi bisa menggunakan metode selain KNN, karena yang terpenting pada penelitian ini adalam bagaimana mensegmentasi mendapatkan ciri dari citra fundus retina. Maka dari itu perlu lebih mendalamai pada bagian preprocessing dan ekstraksi cirinya.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, S. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Hadi, F., Budiman, G., dkk.______. Deteksi Glaukoma Pada Foto Fundus Resolusi Tinggi. Jurnal. Fakultas Teknik Elektro . Universitas Telkom.

Haralick, M. R., Shanmugam, K., dkk. 1973. Textural Features for Image Classification. Volume 6. Jurnal.

Kusuma, A. A., Isnanto, R. R., dkk.______. Pengenalan Iris Mata Menggunakan Pencirian Matriks Ko-Okurensi Aras Keabuan. Jurnal. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.

Prasertyo, E. 2014. DATA MINING. Andi Offset: Yogyakarta.

Putra, T. W. A. 2013. Pengenalan Wajah Dengan Matriks Kookurensi Aras Keabuan dan Jaringan Saraf Tiruan Probabilistik. Tesis. Program Studi Sistem Informasi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Radjamin, T., dkk. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Lembaga Penerbitan Universitas Airlangga: Surabaya.

Santosa, B. 2007. Data mining: Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis. Graha Ilmu Yogyakarta

Simon, E., Purnawan F., dkk.______. Penerapan Algoritma Jaringan Saraf Tiruan Propapgasi Balik dan Transformasi Hough untuk Deteksi Lokasi Mata pada Citra Digital. Jurnal. Program Studi Teknik Informatika. Universitas STIMIK GI MDP.


(61)

Widiarti, A. R., dan Himamunato, A. R. 2013. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra Digital. Lintang Pustaka Utama: Yogyakarta.


(62)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Citra Fundus Retina dan Cirinya No Citra asli Hasil segmentasi

manual Keterangan Ciri

1

“1_g.jpg”

“1.jpg”

glaukoma

Kontras 278190

Korelasi 11531363.8172638

Energi 640602

Homogenitas 8926.25626004906

2

“2.g.jpg” “2.jpg”

glaukoma

Kontras 230956

Korelasi 15176936.6322354

Energi 765592

Homogenitas 9139.25562231888

3

“3.g.jpg” “3.jpg”

glaukoma

Kontras 241980

Korelasi 12005248.9119358

Energi 829326

Homogenitas 9510.24081638523

4

“4.g.jpg” “4.jpg”

glaukoma

Kontras 262190

Korelasi 14487229.1492620

Energi 718238

Homogenitas 9220.38484165475

5

“5.g.jpg” “5.jpg”

glaukoma

Kontras 210518

Korelasi 10271382.8478728

Energi 800714

Homogenitas 9252.45316236051

6

“6.g.jpg” “6.jpg”

glaukoma

Kontras 241690, , ,

Korelasi 9317233.13418684

Energi 719766

Homogenitas 9149.04894013795

7

“7.g.jpg” “7.jpg”

glaukoma

Kontras 356658

Korelasi 16064914.2953998

Energi 468714

Homogenitas 8187.84423605290

8

“8.g.jpg” “8.jpg”

glaukoma

Kontras 421656

Korelasi 16918968.2632252

Energi 535620


(63)

No Citra asli Hasil segmentasi

manual Keterangan Ciri

9

“9.g.jpg” “9.jpg”

glaukoma

Kontras 263716

Korelasi 12646828.8894551

Energi 677266

Homogenitas 8861.46818928408

10

“10.g.jpg” “10.jpg”

glaukoma

Kontras 438442

Korelasi 11898683.1173944

Energi 451252

Homogenitas 7910.39417248387

11

“11.g.jpg” “11.jpg”

glaukoma

Kontras 323542

Korelasi 7954226.39438871

Energi 652618

Homogenitas 8596.67188024656

12

“12.g.jpg” “12.jpg”

glaukoma

Kontras 228104

Korelasi 2437484.78058364

Energi 938090

Homogenitas 9114.48374566609

13

“13.g.jpg” “13.jpg”

glaukoma

Kontras 291854

Korelasi 27995455.7682691

Energi 425270

Homogenitas 8376.97198544488

14

“14.g.jpg” “14.jpg”

glaukoma

Kontras 302154

Korelasi 34789900.6796636

Energi 492402

Homogenitas 8249.77990297159

15

“15.g.jpg” “15.jpg”

glaukoma

Kontras 430092

Korelasi 22003414.6238094

Energi 580038

Homogenitas 8518.26425200504

16

“1h.jpg” “16.jpg”

normal

Kontras 739694

Korelasi 54962294.8355759

Energi 275242

Homogenitas 6820.90339839049

17

“2h.jpg” “17.jpg”

normal

Kontras 826056

Korelasi 59339488.2740727

Energi 295126


(64)

No Citra asli Hasil segmentasi

manual Keterangan Ciri

18

“3h.jpg” “18.jpg”

normal

Kontras 768076

Korelasi 40539868.6978895

Energi 303412

Homogenitas 7414.89877828454

19

“4h.jpg”

“19.jpg”

normal

Kontras 531564

Korelasi 17863257.6263792

Energi 352114

Homogenitas 7856.77419461042

20

“5h.jpg”

“20.jpg”

normal

Kontras 267988

Korelasi 6999367.98898824

Energi 660386

Homogenitas 8972.03339128191

21

“6h.jpg”

“21.jpg”

normal

Kontras 273548

Korelasi 5891975.62941999

Energi 561400

Homogenitas 8456.44715035566

22

“7h.jpg” “22.jpg”

normal

Kontras 388650

Korelasi 17038301.9487621

Energi 417856

Homogenitas 7914.60003744745

23

“8h.jpg”

“23.jpg”

normal

Kontras 270972

Korelasi 16312662.6968790

Energi 451442

Homogenitas 8572.86937668456

24

“9h.jpg”

“24.jpg”

normal

Kontras 424054

Korelasi 12542204.8526046

Energi 703024

Homogenitas 8273.68431317074

25

“10h.jpg”

“25.jpg”

normal

Kontras 292508

Korelasi 18638993.4108166

Energi 703286

Homogenitas 8586.76873337034

26

“11h.jpg”

“26.jpg”

normal

Kontras 417914

Korelasi 53343346.3402416

Energi 477114


(65)

No Citra asli Hasil

preprocessing Keterangan Ciri

27

“12h.jpg”

“27.jpg”

normal

Kontras 420580

Korelasi 30163355.2001515

Energi 488116

Homogenitas 7740.25179626574

28

“13h.jpg”

“28.jpg”

normal

Kontras 357854

Korelasi 26344072.2950231

Energi 454050

Homogenitas 8315.61534949398

29

“14h.jpg”

“29.jpg”

normal

Kontras 283494

Korelasi 35916869.0270255

Energi 557802

Homogenitas 8493.55023255039

30

“15h.jpg”

“30.jpg”

normal

Kontras 192934

Korelasi 23224628.9920829

Energi 638986


(66)

(67)

Lampiran 3 Kelas untung menghitung fitur

 kontras.m

 korelasi.m


(68)

(69)

Lampiran 4 Proses Mendapatkan 4 ciri dari citra Asli

Langkah-langkah pembuatan matriks kookurensi dapat dilihat pada bab 2 sub bab GLCM

 Kontras

Dari fungsi kontras dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.

Ketika i = 1, dan j = 1 maka: Kontras(1,1) = |1 − 1| 1 Kontras(1,1) = 0

(i,j) 1 2 3

1 0 2 8

2 6 0 2

3 8 3 0

Proses pembentukan Matriks GLCM


(70)

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan kontras.

Kontras = 0 + 2 + 8 + 6 + 0 + 2 + 8 + 3 + 0 = 29

 Korelasi

Dari fungsi korelasi dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.

Ketika i = 1, dan j = 1 maka:

� = 1 + 2 + 2 = 5

� = 1 + 6 + 2 = 9

� = √ − 2+ − 2+ − 2 = 0.577

� = √ − 2+ − 2+ − 2 = 2.645 Korelasi(1,1) = − −9

. ∗ .

Korelasi(1,1) = 0.872

(i,j) 1 2 3

1 0.872 0 -5.333

2 1.714 0 2


(71)

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan korelasi.

Korelasi = 0.872 + 0 + (-5.333) + 1.714 + 0 + 2 + (-1.511) + 0 + 2.309 = -3.69438

 Homogenitas

Dari fungsi homogenitas dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.

Ketika i = 1, dan j = 1 maka: Homogenitas(1,1) = 1

= 1

(i,j) 1 2 3

1 1 4 4

2 36 1 4

3 4 9 1

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan homogenitas.

Homogenitas = 1 + 4 + 4 + 36 + 1 + 4 + 4 + 9 + 1 = 64

 Energi

Dari fungsi energi dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.


(72)

Energi(1,1) = +| − | = 1

(i,j) 1 2 3

1 1 1 0.667

2 3 1 1

3 0.667 1.5 1

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan energi.

energi = 1 + 1 + 0.667 + 3 + 1 + 1 + 0.667 + 1.5 + 1 = 10.833


(73)

Lampiran 5 Akurasi dengan menggunakan matriks GLCM serta fitur dari matlab

no citra identifikasi

3 5 7 9

1 7 0 0 0 0

2 8 1 1 0 0

3 9 1 0 0 0

4 22 1 0 0 0

5 23 0 0 0 0

6 24 0 0 0 0

7 10 1 1 1 1

8 11 1 1 1 1

9 12 1 1 1 1

10 25 1 1 1 1

11 26 0 1 1 0

12 27 1 0 1 0

13 13 0 0 0 0

14 14 0 0 0 0

15 15 0 0 0 0

16 28 0 0 0 0

17 29 0 0 0 0

18 30 1 1 1 1

salah 6 8 10 8

benar 12 10 8 10

akurasi 66.66667 55.55556 44.44444 55.55556

Hasil akurasi terbesar dengan fungsi matlab adalah 66.667% dengan nilai k=3, sedangkan dengan fungsi buatan penulis sebesar 50% dengan nilai k=7.


(74)

Lampiran 6 Pengujian dengan menggunakan matriks GLCM serta fitur dari matlab

no citra identifikasi

3 5 7 9

1 1 1 1 1 1

2 2 1 1 1 1

3 3 1 1 1 1

4 4 0 1 1 1

5 5 1 1 1 1

6 6 0 1 1 1

7 16 0 0 0 0

8 17 0 0 0 0

9 18 0 0 0 0

10 19 0 0 0 0

11 20 1 1 1 1

12 21 1 1 1 1

salah 4 2 2 2

benar 8 10 10 10

presentase benar 66.66667 83.33333 83.33333 83.33333

Hasli ujicoba dengan fungsi matlab sebesar 83..33% dengan nilai k 5, 7, dan 9, sedangkan dengan fungsi penulis sebesar 83.33% dengan nilai k=9.


(1)

Lampiran 4 Proses Mendapatkan 4 ciri dari citra Asli

Langkah-langkah pembuatan matriks kookurensi dapat dilihat pada bab 2 sub bab GLCM

 Kontras

Dari fungsi kontras dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.

Ketika i = 1, dan j = 1 maka: Kontras(1,1) = |1 − 1| 1 Kontras(1,1) = 0

(i,j) 1 2 3

1 0 2 8

2 6 0 2

3 8 3 0

Proses pembentukan Matriks GLCM


(2)

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan kontras.

Kontras = 0 + 2 + 8 + 6 + 0 + 2 + 8 + 3 + 0 = 29

 Korelasi

Dari fungsi korelasi dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.

Ketika i = 1, dan j = 1 maka: � = 1 + 2 + 2 = 5

� = 1 + 6 + 2 = 9

� = √ − 2+ − 2+ − 2 = 0.577 � = √ − 2+ − 2+ − 2 = 2.645 Korelasi(1,1) = − −9

. ∗ .

Korelasi(1,1) = 0.872

(i,j) 1 2 3

1 0.872 0 -5.333

2 1.714 0 2


(3)

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan korelasi.

Korelasi = 0.872 + 0 + (-5.333) + 1.714 + 0 + 2 + (-1.511) + 0 + 2.309

= -3.69438

 Homogenitas

Dari fungsi homogenitas dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.

Ketika i = 1, dan j = 1 maka: Homogenitas(1,1) = 1

= 1

(i,j) 1 2 3

1 1 4 4

2 36 1 4

3 4 9 1

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan homogenitas.

Homogenitas = 1 + 4 + 4 + 36 + 1 + 4 + 4 + 9 + 1 = 64

 Energi

Dari fungsi energi dapat dibentuk matriks perhitungan untuk setiap cell dari matriks GLCM sebelum dijumlahkan.


(4)

Energi(1,1) =

+| − |

= 1

(i,j) 1 2 3

1 1 1 0.667

2 3 1 1

3 0.667 1.5 1

Setelah mendapatkan matriks perhitungan, jumlahkan semua hasil perhitungan tersebut untuk mendapatkan energi.

energi = 1 + 1 + 0.667 + 3 + 1 + 1 + 0.667 + 1.5 + 1 = 10.833


(5)

Lampiran 5 Akurasi dengan menggunakan matriks GLCM serta fitur dari matlab

no citra identifikasi

3 5 7 9

1 7 0 0 0 0

2 8 1 1 0 0

3 9 1 0 0 0

4 22 1 0 0 0

5 23 0 0 0 0

6 24 0 0 0 0

7 10 1 1 1 1

8 11 1 1 1 1

9 12 1 1 1 1

10 25 1 1 1 1

11 26 0 1 1 0

12 27 1 0 1 0

13 13 0 0 0 0

14 14 0 0 0 0

15 15 0 0 0 0

16 28 0 0 0 0

17 29 0 0 0 0

18 30 1 1 1 1

salah 6 8 10 8

benar 12 10 8 10

akurasi 66.66667 55.55556 44.44444 55.55556

Hasil akurasi terbesar dengan fungsi matlab adalah 66.667% dengan nilai k=3, sedangkan dengan fungsi buatan penulis sebesar 50% dengan nilai k=7.


(6)

Lampiran 6 Pengujian dengan menggunakan matriks GLCM serta fitur dari matlab

no citra identifikasi

3 5 7 9

1 1 1 1 1 1

2 2 1 1 1 1

3 3 1 1 1 1

4 4 0 1 1 1

5 5 1 1 1 1

6 6 0 1 1 1

7 16 0 0 0 0

8 17 0 0 0 0

9 18 0 0 0 0

10 19 0 0 0 0

11 20 1 1 1 1

12 21 1 1 1 1

salah 4 2 2 2

benar 8 10 10 10

presentase benar 66.66667 83.33333 83.33333 83.33333

Hasli ujicoba dengan fungsi matlab sebesar 83..33% dengan nilai k 5, 7, dan 9, sedangkan dengan fungsi penulis sebesar 83.33% dengan nilai k=9.