PEMBELAJARAN GAMELAN PELOG SALENDRO BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH UMUM.

(1)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... -

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 14

1. Variabel Penelitian ... 14

2. Definisi Operasional ... 15

D. Tujuan Penelitian ... 17

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 17

BAB II LANDASAN TEORETIS ... 20

A. Penelitian Terdahulu ... 20

B. Konsep Dasar Belajar ... 25

1. Pengajaran dan Pembelajaran ... 25

2. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme ... 29

3. Metode Pembelajaran ... 35

C. Multimedia Interaktif Sebagai Media Pembelajaran ... 39

1. Teknologi Pembelajaran ... 40

2. Pengertian Media Pembelajaran ... 41


(2)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu v

4. Multimedia Interaktif ... 45

5. Prosedur Pengembangan Multimedia Interaktif ... 48

D. Teori Karawitan Sunda Gamelan Pelog Salendro ... 50

1. Sejarah dan Perkembangan Gamelan Pelog Salendro ... 51

2. Fungsi Penyajian Gamelan Pelog Salendro ... 52

3. Instrumentasi dalam Gamelan Pelog Salendro ... 53

4. Titi Laras pada Gamelan Pelog Salendro ... 62

BAB III METODE PENELITIAN ... 65

A. Metode Penelitian ... 65

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan (R&D) ... 66

C. Langkah Pengembangan Multimedia Interaktif Gamelan Pelog Salendro ... 70

D. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 76

E. Instrumen Penelitian ... 77

F. Teknik Pengumpulan Data ... 77

G. Teknik Analisis Data ... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ... 84

A. Profil SMU Negeri 27 Bandung ... 84

B. Tahapan Pembuatan Media Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif ... 87

1. Standar Pengembangan Media Pembelajaran Multimedia Interaktif Berbasis Teknologi ... 87

2. Analisis Kebutuhan Data (Analysis Data Requirement) ... 109

3. Perencanaan (Planning) ... 112

4. Implementasi atau Koding (Programming) ... 115

5. Uji Coba Awal (Early Trials) ... 116

6. Pemeriksaan Akhir (final checking) ... 117

D. Implementasi Media Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif ... 118

1. Pertemuan Ke-1 ... 120

2. Pertemuan Ke-2 ... 126

3. Pertemuan Ke-3 ... 129

4. Pertemuan Ke-4 ... 134

E. Validasi Pengembangan Media Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif ... 138

1. Validasi Media ... 138

2. Validasi Materi ... 142


(3)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu vi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 161

A. Kesimpulan ... 161

B. Rekomendasi ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... 166 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Gambar Halaman

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 2.18 2.19 2.20 2.21 2.22 2.23 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 Saron Salendro Saron Pelog Demung Salendro Demung Pelog Peking Salendro Peking Pelog Selentem Salendro Selentem Pelog Gender Salendro Gender Pelog Gambang Salendro Gambang Pelog Bonang Salendro Bonang Pelog Rincik Salendro Rincik Pelog Kenong Salendro Kenong Pelog Goong Kempul Kendang Rebab

Posisi Tinggi Rendah Titi LarasDaminatila

Posisi Titik Yang Menunjuk Pada Tinggi Rendahnya Nada

“La”

Visualisasi Menu Pilihan Waditra Dalam Membuat Karya Visualisasi Blank Sheet Dalam Membuat Karya

Aplikasi Menu “Apresiasi” dan “Kreasi”

Visualisasi Pengenalan Waditra Gamelan Pelog Salendro Melalui Aplikasi Multimedia Interaktif

Contoh Foto Waditra Sebelum dan Sesudah Diolah

Visualisasi Waditra Demung Beserta Informasi Yang Melingkupinya

Tampilan Awal Software yang Berupa Desain Visual Visualisasi Pembelajaran Waditra Saron Dalam Multimedia

53 54 54 54 55 55 56 56 57 57 57 58 58 58 59 59 59 60 60 61 62 64 64 93 94 99 102 110 111 115


(5)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu viii 4.9

4.10 4.11

Interaktif

Visualisasi Not Angka Dalam Latihan Menabuh Gamelan Visualisasi Not Angka Pola Dasar Tabuhan Nada 5 (La) Visualisasi Not Angka Pola Dasar Tabuhan Nada 3 (Na)

124

124 128 132 137


(6)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu ix

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Tabel Halaman

1.1 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18

Pemetaan Kondisi Ideal dan Tidak Ideal Pengajaran Seni Budaya

Penelitian Terdahulu Laras Salendro Laras Pelog

Kategorisasi Tingkat Ketuntasan Belajar Klasikal Kategorisasi Daya Serap Klasikal

Kelebihan dan Kelemahan yang Dimiliki SMU Negeri 27 Bandung

Pemetaan Pembelajaran Pertemuan Ke-1

Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Ke-1 Pemetaan Pembelajaran Pertemuan Ke-2

Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Ke-2 Pemetaan Pembelajaran Pertemuan Ke-3

Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Ke-3 Pemetaan Pembelajaran Pertemuan Ke-4

Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Ke-4 Validasi dan Revisi Multimedia Interaktif

Rekapitulasi Nilai Hasil Games Evaluasi dan Teka-Teki Model 1

Rekapitulasi Nilai Hasil Games Evaluasi dan Teka-Teki Model 2 dan 3

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Untuk Tiap Model Nilai Rata-Rata Hasil Uji Coba Secara Keseluruhan Data Pre-Test dan Post-Test Model 1

Data Pre-Test dan Post-Test Model 2 dan Model 3

Rekapitulasi Hasil Pre-Test dan Post-Test Secara Keseluruhan

Nilai Kumulatif Hasil Pre-Test dan Post-Test Untuk Keseluruhan Model 2 4 25 63 63 82 83 86 87 121 121 126 127 130 131 135 136 139 146 147 150 152 153 154 156 158 159 160


(7)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu x

DAFTAR BAGAN

Bagan Keterangan Bagan Halaman

1.1 2.1 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3

Kedudukan Media Pembelajaran Pada Proses Belajar Mengajar

Implementasi Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Melalui Multimedia Interaktif

Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan Menurut Sugiyono

Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan yang Diterapkan

Diagram Flow Chart Multimedia Interaktif Gamelan Pelog Salendro

Grafik Hasil Uji Coba Untuk Tiap Model Grafik Hasil Uji Coba Pre-Test dan Post-Test

15

36 68 75 114 154 159


(8)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Lampiran Halaman

1 2.A 2.B 2.C 3.A 3.B 4.A 4.B 5.A 5.B

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Form Media Expert Judgement Form Media Expert Judgement Form Media Expert Judgement Form Contents Expert Judgement Form Contents Expert Judgement

Lembar Observasi

Format Observasi Pembelajaran Aktif Panduan Wawancara Guru Seni Budaya Kuesioner Untuk Siswa

170 175 177 179 181 183 185 186 188 189


(9)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Media merupakan benda atau alat yang mempunyai fungsi menyampaikan sesuatu pesan tertentu. Pembelajaran adalah sebuah aktivitas, berupa proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Peran media pembelajaran adalah sebagai perantara dalam proses komunikasi antara bahan ajar dan pengajar kepada pembelajar. Oleh sebab itu, media pembelajaran merupakan aspek yang terintegral dalam proses belajar mengajar.

Materi belajar gamelan termuat dalam mata pelajaran Seni Budaya, khususnya Seni Musik. Seni Musik tidak bisa dipelajarai hanya dengan mendengarkan materi ceramah guru di depan kelas, ataupun melalui menonton video dan mendengarkan audio saja. Pelajaran Seni Musik mutlak memerlukan aktivitas aktif dari siswa, yaitu berinteraksi dengan alat-alat musik. Begitu halnya dengan pelajaran gamelan, dibutuhkan alat atau media dalam proses pengajarannya. Berikut ini kedudukan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

Bagan 1.1 Kedudukan Media Pembelajaran Pada Proses Belajar Mengajar Media

Pembelajaran

Pembelajar (Siswa) Materi Ajar (Gamelan Pelog

Salendro)


(10)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

2

Idealnya mempelajari gamelan adalah dengan menghadapi alat musik gamelan itu sendiri, sebagai media belajarnya. Namun demikian, tidak semua sekolah mampu merealisasikan gamelan sebagai media belajar. Berdasarkan pengamatan di lapangan, paling tidak terdapat tiga kendala internal di sekolah dalam proses belajar Seni Budaya, khususnya pelajaran gamelan Pelog Salendro, antara lain: permasalahan fasilitas pendukung pembelajaran Seni Budaya di sekolah, permasalahan ketersediaan guru Seni Budaya, dan permasalahan kompetensi guru Seni Budaya.

Permasalahan pertama adalah kemampuan sekolah dalam mendukung dan memfasilitasi pembelajaran Seni Budaya. Semua bidang seni membutuhkan fasilitas pendukung yang saling berbeda, yaitu fasilitas sarana dan prasarana. Seni tari membutuhkan ruang yang lapang, kostum perlengkapan menari, dan musik iringan yang dimainkan baik oleh alat musik ataupun dimainkan melalui digital audio. Seni rupa membutuhkan ruang dan perlengkapan kekaryaan untuk seni lukis, seni kriya, seni patung, dan sebagainya. Seni teater membutuhkan ruang dan perlengkapan untuk memperagakan gerakan olah tubuh, pikiran dan suara. Seni Musik membutuhkan ruang studio memadai yang di dalamnya terdapat alat-alat musik pendukung untuk kegiatan berapresiasi dan berkreasi, serta media pembelajaran yang mendukung proses belajar mengajar. Kendati demikian tidak semua sekolah mampu memfasilitasi sarana dan prasarana tersebut.

Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam kurikulum tahun 2011, pembelajaran seni musik terbagi menjadi tiga, yaitu seni musik daerah setempat, seni musik Nusantara, dan seni musik mancanegara. Pemetaan


(11)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

3

ketiganya membutuhkan sarana dan prasarana yang berbeda-beda. Pembelajaran seni musik mancanegara membutuhkan prasarana alat-alat musik Barat, misalnya seperangkat alat band. Pembelajaran seni musik Nusantara dan seni musik daerah setempat membutuhkan prasarana alat-alat musik tradisi lokal, misalnya seperangkat gamelan. Namun demikian, fakta yang terjadi di lapangan, pihak sekolah lebih memfasilitasi sarana dan prasarana untuk pembelajaran seni musik mancanegara. Paling tidak terdapat tiga alasan utama difasilitasinya pembelajaran seni musik mancanegara, yaitu karena alat-alat musiknya bisa dibeli dengan harga relatif murah, mudah tersedia, dan mudah dibawa kemana-mana. Alat musik Barat yang paling umum diajarkan dalam pembelajaran musik di sekolah-sekolah adalah rekorder dan djembe. Baik rekorder maupun djembe merupakan alat musik yang relatif murah harganya, mudah didapatkan di toko-toko musik dan toko perlengkapan sekolah, serta mudah dibawa ke mana-mana karena ukurannya yang kecil.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka gamelan sebagai alat atau media pembelajar seni musik daerah setempat dan seni musik Nusantara menjadi tidak diutamakan. Padahal, sebagai bangsa yang berbudaya hendaklah pengajaran seni musik Nusantara sudah diajarkan di tingkat sekolah-sekolah formal. Gamelan memang alat musik yang mahal harganya jika dibandingkan dengan rekorder. Alat musik gamelan susah ditemui dan didapatkan baik di toko-toko musik apalagi di toko perlengkapan sekolah. Umumnya pengerajin gamelan terletak di luar kota Bandung. Secara ukuran, gamelan termasuk alat musik yang besar dan berat untuk dibawa ke mana-mana. Dengan kata lain, gamelan menjadi alat musik


(12)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

4

yang tidak diajarkan oleh sekolah-sekolah tingkat menengah. Akibatnya, seni seni musik Nusantara, khususnya gamelan Pelog Salendro semakin tidak dikenal oleh siswa. Kekhawatiran yang muncul adalah siswa tidak mengenal Seni Budaya sendiri dan akan semakin teralienasi terhadap identitas budayanya.

Kedua, permasalahan ketersediaan atau ketidaklengkapan guru Seni Budaya. Seni Budaya merupakan salah satu dari keseluruhan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, minimal diajarkan satu bidang seni sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia yang tersedia di sekolah. Pada sekolah yang memiliki guru Seni Budaya lebih dari satu dengan latar belakang seni yang berbeda, maka mata pelajaran Seni Budaya yang dapat diikuti oleh siswa juga akan lebih dari satu. Dengan demikian, dapat dipetakan kondisi-kondisi ideal dan tidak ideal pengajaran Seni Budaya pada sekolah sebagai berikut.

Kondisi Ideal I

Dalam satu sekolah terdapat:

Guru seni musik mengajar seni musik Guru seni tari mengajar seni tari Guru seni rupa mengajar seni rupa Guru seni teater mengajar seni teater

Kondisi Ideal II

Dalam satu sekolah hanya terdapat:

Satu guru seni musik mengajar seni musik saja Satu guru seni tari mengajar seni tari saja Satu guru seni rupa mengajar seni rupa saja Satu guru seni teater mengajar seni teater saja

Kondisi Tidak Ideal I

Dalam satu sekolah terdapat satu guru seni tertentu, namun memaksakan diri mengajarkan beberapa mata pelajaran seni.

Kondisi Tidak Ideal II

Dalam satu sekolah tidak terdapat guru seni, namun memaksakan diri mengajarkan mata pelajaran seni tertentu.


(13)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

5 Tabel 1.1 Pemetaan Kondisi Ideal dan Tidak Ideal Pengajaran Seni Budaya

Pada kondisi ideal I, setiap guru seni akan membidani mata pelajaran seninya masing-masing. Jika masing-masing guru tersebut memiliki kemampuan dan pengetahuan sesuai kompetensi, serta tuntas dalam pembelajaran, maka kondisi ini yang paling ideal dalam proses belajar mengajar Seni Budaya. Pada kondisi Ideal II, sekolah tidak memiliki jumlah guru seni yang komplit. Artinya sekolah hanya memiliki satu, dua, atau tiga guru yang mengajar sesuai dengan bidang seninya saja.

Pada kondisi tidak ideal I, sekolah memiliki satu guru seni tertentu, namun memaksakan diri mengajarkan beberapa mata pelajaran seni. Seringkali seorang guru dengan latar belakang pendidikan seni dianggap mampu untuk mengajarkan semua bidang yang terkait dengan seni, yaitu seni musik, tari, rupa, dan teater. Umumnya, seorang guru seni hanya dibekali oleh satu bidang seni saja ketika menempuh pendidikan formal. Namun demikian, karena berada dalam lingkungan seni, maka seorang guru tersebut setidaknya pernah bersentuhan dengan bidang-bidang seni lainnya. Hal inilah yang membuat seorang guru seni memaksakan dirinya untuk mengajarkan bidang seni lain diluar basis pendidikan formalnya. Pada kondisi tidak ideal II, mata pelajaran seni tetap diajarkan walaupun sekolah tidak memiliki guru dengan latar belakang pendidikan seni tertentu. Hal ini umumnya terjadi pada guru yang mengajar mata pelajaran seni musik. Keberanian guru non seni yang mengajar seni musik karena didasari oleh pengetahuan musik yang didapatkan secara otodidak ataupun melaui kursus-kursus musik. Kedua kondisi tidak ideal di atas memiliki resiko dalam pengajaran mata pelajaran seni


(14)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

6

musik, yaitu materi pengajaran seni tidak tersampaikan dengan tuntas, karena guru hanya akan mengajarkan materi yang diketahuinya saja, walaupun hanya di permukaan.

Permasalahan ketiga adalah berkaitan dengan kompetensi guru Seni Budaya. Seringkali mata pelajaran Seni Budaya disepelekan atau tidak mendapatkan porsi dan perlakuan yang ideal dalam praktik pengajarannya. Seperti pada permasalahan ketersediaan guru Seni Budaya di atas, khususnya pada kondisi tidak ideal dalam pengajaran Seni Budaya. Pada kondisi tidak ideal I, setiap guru seni memiliki bekal pendidikan seni tertentu, namun mereka mengajar lebih dari satu mata pelajaran seni. Hal tersebut akan menimbulkan permasalahan pada kompetensi dan ketuntasan materi ajar yang disampaikan. Terlebih lagi pada kondisi tidak ideal II, yaitu guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni, namun mengajar mata pelajaran seni. Seperti halnya mata pelajaran lain, guru Seni Budaya hendaklah memiliki kompetensi mengajar dalam bidang seni. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Artinya, seorang guru seni haruslah memiliki kemampuan dalam melaksanakan dan menjalankan tugas-tugas keprofesiannya sesuai dengan bidang pendidikan seni tertentu secara spesifik.

Untuk hal yang lebih spesifik, tidak semua guru seni musik memiliki keluasan dan kedalaman di wilayah materi ajar seninya. Misalnya, seorang guru seni musik yang tidak memahami estetika gamelan atau kesenian tradisional


(15)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

7

Nusantara lainnya. Pada akhirnya, guru tidak akan mengajarkan seni Nusantara kepada siswanya. Jikapun seni Nusantara diajarkan pada mata pelajaran seni musik, maka materi ajarnya hanya akan berbicara pada pengenalan-pengenalan secara umum saja. Hal tersebut akan berdampak pada aspek ketuntasan materi ajar seni musik menjadi tidak rampung atau tidak mendalam tersampaikan kepada peserta didik.

Berbicara tentang gamelan, nama-nama dan jenis gamelan dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai aspek, antara lain aspek wilayah budaya, aspek identitas nama, fungsi dan kegunaan, serta aspek laras yang digunakan. Nama-nama gamelan berdasarkan kepada aspek wilayah budaya dapat dilihat dari sudut pandang sebaran gamelan di daerah-daerah di Indonesia. Munculnya nama-nama wilayah budaya yang menyertai kata gamelan seperti gamelan Sunda, gamelan Jawa, gamelan Bali, gamelan Minang, dan nama-nama lain yang menunjukkan identitas wilayah budaya pemiliknya. Nama-nama gamelan berdasarkan laras yang digunakan terutama terdapat di daerah Sunda dan Jawa. Nama-nama gamelan seperti gamelan Salendro, gamelan Pelog, dan gamelan Degung merupakan penamaan gamelan berdasarkan larasnya. Bahkan akhir-akhir ini di daerah Sunda muncul nama gamelan yang disebut dengan gamelan selap, yaitu jenis gamelan yang memiliki beragam laras atau gamelan multilatas. Terdapat tiga laras dari gamelan selap, diantaranya laras Salendro, laras Pelog, dan laras Madenda (wawancara Dody Satya Ekagusdiman, April 2012).

Nama-nama gamelan dapat pula dikelompokkan berdasarkan fungsi penyajiannya. Perbedaan nama-nama gamelan yang berdasarkan fungsi


(16)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

8

penyajiannya tidak dipengaruhi oleh wilayah budaya dan laras yang digunakan. Pengelompokan gamelan berdasarkan fungsi penyajiannya didasari oleh aspek konsep estetika memainkannya. Pengelompokan berdasarkan fungsi penyajiannya misalnya, di daerah Sunda dan Jawa terdapat gamelan wayang, gamelan kliningan

(klenengan), dan gamelan tari.

Di samping itu, terdapat pula kelompok gamelan yang memiliki identitas nama khusus yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Di Sumatera Barat, yaitu wilayah budaya Minangkabau, terdapat gamelan yang disebut dengan nama

talempong. Di Sunda, terdapat gamelan ajéng yang lazim pula disebut dengan nama gamelan koromong, dan gamelan rénténg. Di wilayah budaya Betawi terdapat gambang kromong. Di Jawa terdapat gamelan monggang, gamelan

skaten, gamelan ageng, dan gamelan kodok ngorék. Di Bali terdapat gamelan

gong kebyar, gamelan gong gede, dan gamelan wayangan.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa perangkat gamelan Sunda diantaranya adalah gamelan ajéng atau gamelan koromong, gamelan goong rénténg, gamelan degung, dan gamelan Pelog Salendro. Perangkat gamelan tersebut hidup dalam masyarakat Sunda dalam konteks upacara ritual, kegiatan berkesenian, dan dalam lingkup pendidikan di instansi atau sekolah. Menurut Suparli (2010: 14) gamelan Pelog Salendro merupakan induk dari konsep-konsep penyajian karawitan Sunda, selain itu gamelan Pelog Salendro cukup luwes untuk disajikan dalam berbagai kepentingan pertunjukan. Beberapa tatanan kesenian Sunda yang menggunakan gamelan Pelog Salendro misalnya pada perangkat


(17)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

9

seperti longser, topeng banjet, perangkat iringan tari seperti jaipongan, dan lain sebagainya.

Jika di Jawa gamelan turut dilestarikan oleh pihak keraton, maka hal ini tidak terjadi di Sunda. Budaya keraton tidak hidup di Sunda seperti halnya di Jawa, oleh sebab itu pelestarian dan perkembangan gamelan di Sunda sangat bergantung pada masyarakat pelaku seni dan dunia instansi akademis. Masyarakat pelaku seni Sunda hingga kini masih menunjukkan eksistensinya dalam melestarikan gamelan Pelog Salendro. Namun demikian, untuk dunia akademis hingga kini belum ada langkah-langkah konservasi yang kongkrit terhadap gamelan Pelog Salendro, baik dalam bentuk inventarisasi dan pendokumentasian gamelan secara lengkap, maupun dalam pembelajaran di sekolah. Ditinjau dari kebutuhan tersebut, nampaknya cukup mendesak untuk mencari solusi yang inovatif terhadap kebutuhan pembelajaran gamelan, khususnya gamelan Pelog Salendro di sekolah-sekolah menengah umum.

Pembelajaran gamelan Pelog Salendro di sekolah menengah umum hanya sebatas pengenalan-pengenalan di permukaan saja melalui metode ceramah dan menghafal. Siswa hanya disuruh menghafal nama-nama waditra dalam gamelan. Akibatnya, pengetahuan berdasarkan hafalan akan terlupakan saat siswa lulus dari sekolah menengah. Seperti yang telah dijelaskan di atas, faktor ketersediaan sarana dan prasarana menjadi penghambat utama tidak tersampaikannya materi belajar gamelan secara tuntas dalam pembelajaran. Persoalan ini juga telah ditegaskan oleh Dieter Mack (2000:147) sebagai berikut.


(18)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

10 Pelajaran tentang seni tradisi di sekolah hanya terjadi dalam rangka “muatan lokal”, namun tetap dalam porsi yang sangat minim. Sekali lagi, tersedianya materi atau bahan pelajaran serta petunjuk-petunjuk tentang cara penerapannya pun kurang memadai ... Kebanyakan pelajaran tentang seni tradisi yang masih direduksi pada hafalan istilah-istilah alat dan lain sebagainya. Pengalaman praktis tentang unsur-unsur musik dapat dikatakan tidak ada.

Selanjutnya porsi yang minim pada pengajaran mata pelajaran Seni Budaya, yaitu 2x45 menit per minggu, seharusnya bukan menjadi alasan untuk tidak menyediakan materi ajar gamelan. Minimnya porsi waktu pengajaran tersebut seringkali disiasati dengan menggunakan metode-metode konvensional seperti ceramah dan tanya jawab, serta tes akhir (ulangan) yang hanya menonjolkan pada hafal-hafalan saja. Seperti diutarakan Tisnasomantri (1992:3) bahwa para guru kesenian dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) kesenian terlalu menekankan kepada hafalan saja, sedangkan hal-hal yang bersifat apresiasi dan keterampilan kurang diperhatikan.

Faktor multi tafsir dan kebebasan guru dalam menerapkan keterangan-keterangan yang tertuang dalam SKKD Kurikulum Seni Budaya tersebut juga menjadi persoalan tersendiri. Bagaimana membedakan seni musik tradisi daerah setempat dengan seni musik Nusantara, serta ditingkat mana diterapkannya, menjadi ranah abu-abu dalam pelaksanaannya. Dieter Mack (2000:148) menegaskan hal tersebut sebagai ketidakberanian guru dalam mengajarkan materi (materi gamelan misalnya), karena materi tersebut tidak tercantum secara tertulis, baik di tingkat kurikulum maupun di tingkat SKKD.

Proses belajar mengajar pada hakekatnya merupakan proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Sanaky (2009: 3) mengungkapkan


(19)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

11

bahwa dibutuhkan alat atau media yang mampu menjadi penghantar dalam proses komunikasi tersebut. Artinya, komunikasi tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan sarana penyampai pesan, yaitu alat atau media. Pembelajaran gamelan, khususnya gamelan Pelog Salendro secara ideal memang dilakukan dengan cara menghadapi wujud alat musik itu sendiri sebagai media belajar dan didukung materi-materi pembelajarannya. Kendati demikian, seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa faktor harga dan faktor ruangan yang memadai untuk praktik gamelan, susah untuk direalisasikan di tiap sekolah menengah umum. Salah satu solusi yang bisa ditempuh untuk mengajarkan gamelan Pelog Salendro adalah melalui pengembangan media pembelajaran berbasis piranti lunak (software).

Roger S. Pressman (2002:10) memaparkan bahwa piranti lunak atau

software adalah perintah dalam program komputer yang bila dieksekusi akan memberikan fungsi dan unjuk kerja seperti yang diinginkan. Selanjutnya, Daryanto (2010: 7) menegaskan bahwa media pembelajaran merupakan komponen yang terintegral dari sistem pembelajaran. Media pembelajaran dikondisikan agar mampu mendorong kreativitas anak secara keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam kondisi menyenangkan.

Berdasarkan dua paparan di atas, dibutuhkan kreativitas guru dalam mengembangkan media pembelajaran untuk mata pelajaran gamelan Pelog Salendro. Dengan perkembangan teknologi yang makin canggih, maka pembelajaran gamelan Pelog Salendro bisa difasilitasi melalui piranti lunak. Kegunaan teknologi dalam pembelajaran ini adalah untuk menyambut siswa dari


(20)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

12

kesenangannya terhadap teknologi. Dengan kata lain, guru dapat memanfaatkan dan memberdayakan teknologi untuk mewujudkan perilaku belajar yang efektif dan meningkatkan motivasi siswa terhadap pembelajaran seni musik, khususnya gamelan Pelog Salendro.

Pembelajaran gamelan memerlukan partisipasi aktif bagi guru dan siswa. Seorang guru perlu memperkenalkan lingkungan atau kultur budaya masyarakat lokal, sehingga dapat menumbuhkan identitas dan daya tarik siswa terhadap budayanya. Namun dalam praktiknya, keterbatasan pengetahuan guru, baik secara materi bahan ajar, metode atau strategi pembelajaran membuat pembelajaran gamelan menjadi monoton atau membosankan. Akibatnya siswa tidak aktif dan kurang motivasi dalam proses belajar mengajar. Salah satu model atau pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk mempelajari gamelan Pelog Salendro melalui media pembelajaran adalah pendekatan Science Technology and Society (STS).

Melalui pendekatan pembelajaran STS, nilai-nilai budaya lokal (Nusantara) mampu dielaborasikan dengan perkembangan teknologi kekinian. Seperti yang dikemukakan oleh National Science Teachers Association (NSTA) dalam Pradeep M. Dass (2005: 96) sebagai berikut.

The bottom line in STS is the involvement of learners in experiences and issues which are directly related to their lives. STS develops students with skills which allow them to become active, responsible citizens by responding to issues which impact their lives. The experience of science education through STS strategies will create a scientifically literate citizenry for the twenty-first century.

Pendekatan pembelajaran STS tersebut melibatkan peserta didik dalam pengalaman musikalnya yang berhubungan langsung dengan kehidupan bermusik siswa. STS memungkinkan keterlibatan aktif peserta didik dalam memperoleh dan


(21)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

13

mengembangkan keterampilannya. Peserta didik akan mendapatkan pengalaman dan berhadapan langsung dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan mereka. Pendekatan pembelajaran STS memadukan pengalaman pendidikan siswa dengan kemajuan teknologi. Artinya, mempelajari gamelan Pelog Salendro bisa dilakukan melalui media pembelajaran berbasis teknologi, yaitu piranti lunak atau software.

Inovasi teknologi berpengaruh pada masyarakat dan budayanya. Tinggal bagaimana para pendidik menanggapi hal ini sebagai sebuah program interdisipliner yang muncul dari pertemuan disiplin ilmu seni musik, khususnya gamelan dengan perkembangan teknologi. Inovasi di bidang teknologi pendidikan khususnya program multimedia, dirasa mampu merangsang dan membangkitkan garirah siswa untuk mempelajari gamelan Pelog Salendro. Berdasarkan paparan di

atas, maka penelitian ini akan diberi judul “Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Sekolah Menengah Umum”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran gamelan antara lain:

1. Permasalahan mengatasi sarana dan prasarana pendukung pembelajaran gamelan Pelog Salendro, baik berupa alat musik maupun ruang praktik bermusik.

2. Permasalahan ketersediaan guru Seni Budaya, khususnya seni musik yang tidak lengkap di sekolah-sekolah.


(22)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

14

3. Permasalahan kompetensi guru seni musik yang mengerti dan memahami ketuntasan pembelajaran gamelan Pelog Salendro.

4. Permasalahan tentang kurangnya materi ajar gamelan Pelog Salendro di sekolah menengah umum, sehingga menghambat pembelajaran tentang gamelan.

Selanjutnya penelitian ini akan lebih difokuskan kepada pengembangan media pembelajaran pendidikan seni musik berbasis multimedia interaktif, khususnya untuk gamelan Pelog Salendro. Oleh karena itu untuk menjawab identifikasi masalah di atas, maka diperlukan rumusan dalam bentuk pertanyaan penelitian diantaranya:

1. Bagaimanakah bentuk media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif?

2. Bagaimanakah implementasi media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif?

3. Bagaimanakah validasi hasil pembelajaran melalui media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif?

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dibagi dalam beberapa variabel yang dijadikan landasan penelitian, diantaranya adalah:


(23)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

15

b. Gamelan Pelog Salendro c. Multimedia Interaktif d. Metode Pembelajaran

2. Definisi Operasional

Dari variabel-variabel penelitian di atas, maka akan dibatasi pada beberapa istilah dalam bentuk definisi operasional, antara lain:

a. Media Pembelajaran

Secara harfiah media adalah perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Selanjutnya, pembelajaran berkaitan dengan proses memperoleh, menerapkannya, dan mengembangkan pengetahuan peserta didik, serta membuatnya untuk terus belajar (Clouston 2010: 174). Dengan demikian, media pembelajaran merupakan perantara atau pengantar informasi, untuk selanjutnya diproses, diterapkan, dan dikembangkan oleh peserta didik. Sanaky (2009:4) mempertegas media pembelajaran sebagai bagian dari proses pendidikan yang mampu menstimulasi peserta didik untuk terus belajar, mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

b. Gamelan Pelog Salendro

Pada dasarnya gamelan Pelog Salendro bukan saja dikarenakan laras yang digunakan adalah laras Pelog dan laras Salendro, melainkan dikarenakan pula tidak ada nama khusus untuk menyebut jenis gamelan ini. Walaupun


(24)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

16

pada suatu pertunjukan gamelan yang digunakan hanya gamelan laras

Salendro, tetap saja gamelan yang digunakan tersebut disebut gamelan Pelog Selendro (Suparli 2010:19). Artinya Pelog Salendro dalam hal ini berfungsi sebagai nama.

c. Multimedia Interaktif

Secara etimologis multimedia berasal dari kata multi (Bahasa Latin, nouns) yang berarti banyak, bermacam-macam, dan medio atau medium (Bahasa Latin) yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawa sesuatu. Berikutnya, interaksi bersifat saling melakukan aksi, antar-hubungan, ataupun saling aktif. Green & Brown (2002: 2-6) mendefinisikan multimedia interaktif sebagai penggabungan dan pensinergian semua media yang terdiri dari teks, grafik, audio, dan interaktivitas. Artinya, bila pengguna mendapatkan keleluasaan dalam mengontrol multimedia tersebut, baik berupa navigasi, kreasi, dan komunikasi, maka hal ini disebut multimedia interaktif.

d. Metode Pembelajaran

Metode menurut Djamaluddin (1999: 114) berasal dari kata meta yang berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan. Jadi, metode adalah jalan yang harus dilalui dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 767), metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Pada konteks pembelajaran, metode merupakan sistem yang ditempuh untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan.


(25)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

17 D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, maka penelitian ini juga bertujuan untuk:

1. Mengembangkan bentuk media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif.

2. Mengetahui implementasi media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif.

3. Memvalidasi hasil pembelajaran melalui media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif.

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Signifikansi dari penelitian ini adalah merealisasikan paradigma baru pembelajaran seni, yaitu pembelajaran yang berfokus kepada aktivitas siswa dan pembelajaran yang inovatif. Dengan jalan menganalisis dan mengkaji teori-teori dan pengalaman emprik dari pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya, diharapkan dapat dikembangkan bahan ajar berbasis multimedia interaktif seni musik Nusantara. Hal ini dirasa tepat sasaran, melihat perkembangan teknologi yang sangat pesat dan sangat diminati semua kalangan.

Adapun manfaat penelitian ditujukan bagi: 1. Peneliti

Penelitian yang dilakukan merupakan wujud pengalaman yang sangat berharga dan merupakan salah satu upaya untuk membantu menambah khasanah pengetahuan tentang pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia


(26)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

18

interaktif. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti dalam mengembangkan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif untuk jenis kesenian musik Nusantara yang lainnya.

2. Objek yang diteliti

Penelitian pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini merupakan wujud dedikasi pada dunia pendidikan. Media pembelajaran ini diharapkan bisa menjadi sumbangsih dalam meningkatkan mutu pendidikan musik Nusantara dalam mata pelajaran Seni Budaya.

3. Guru dan Seniman

Paradigma pengajaran konvensional adalah menempatkan guru sebagai pusat instruksi. Untuk itu, pengembangan multimedia interaktif ini dapat dimanfaatkan oleh para guru seni menuju pembelajaran yang berfokus pada aktivitas siswa yang efektif dan efisien, sehingga kekayaan musik Nusantara di Indonesia akan tetap terpelihara di tingkat institusi. Begitu juga, bagi seniman, media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini dapat menjadi solusi pendokumentasian dan pelestarian seni musik Nusantara, khususnya gamelan Pelog Salendro.

4. Lembaga Pendidikan

Bagi lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal; baik dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi, pembelajaran musik Nusantara khususnya gamelan selalu terhambat oleh fasilitas (gamelan) yang tidak tersedia. Hasil dari penelitian ini adalah produk yang berupa media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis perangkat lunak. Produk ini


(27)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

19

diharapkan dapat menjadi bahan acuan pembelajaran berbasis multimedia interaktif bagi lembaga pendidikan. Dengan demikian seni musik Nusantara lebih menarik untuk dipelajari dan dipahami.

5. Instansi lain

Penelitian ini adalah salah satu upaya dalam membantu pemerintah atau instansi terkait lain dalam mendokumentasikan seni musik Nusantara, khususnya dari sisi pendidikan.


(28)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

20 BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pengembangan media pembelajaran gamelan dalam bentuk multimedia banyak mendapatkan perhatian peneliti di dunia pendidikan. Andreas Mangunsong, seorang mahasiswa Pascasarjana UPI angkatan 2008 dalam tesisnya membicarakan tentang pengembangan multimedia interaktif sebagai media pembelajaran. Judul yang diangkat dalam tesisnya adalah

“Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Bonang Slendro dalam Rangka

Meningkatkan Minat Siswa dalam Kesenian Tradisional”. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Produk yang dihasilkan adalah media pembelajaran berbasis piranti lunak untuk instrumen bonang slendro. Media pembelajaran tersebut diuji cobakan secara terbatas pada anak usia 6 sampai 15 tahun. Uji coba terbatas diselenggarakan di Sanggar Musik Kruisnode, Bandung. Manfaat yang diperoleh peneliti dari hasil penelitian Andreas Mangunsong adalah mengetahui prosedur pengembangan media pembelajaran interaktif melalui metode penelitian dan pengembangan (R & D).

Pengembangan yang dilakukan oleh Andreas Mangunsong tersebut hanya menitikberatkan pada waditra Bonang Salendro saja. Perbedaan pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lebih memfokuskan pada gamelan


(29)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

21

Sunda, khususnya gamelan Pelog Salendro dengan penambahan menu kreasi dan permainan (games). Menu kreasi memungkinkan pengguna gamelan multimedia interaktif untuk mengasah kreativitas dengan jalan mengungkapkan ide-ide musikalnya ke dalam komposisi musik. Pada tahap ini pengguna gamelan multimedia interaktif secara tidak langsung akan mengalami pembentukan sensitivitas dan kompetensi musikal karawitan Sunda. Pada menu permainan, secara tidak langsung pengguna gamelan multimedia interaktif akan merasa bahwa bermain gamelan itu menyenangkan. Mereka seolah sedang „bermain

-main‟, namun tanpa disadari pengguna akan belajar mengenali, memahami,

melatih kepekaan, dan berkemampuan untuk menikmati estetika musikal karya musik gamelan Pelog Salendro.

Peneliti lain yang membicarakan tentang media pembelajaran adalah Dedi Hernawan (2005) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Karawitan Sunda. Produk akhir dari penelitiannya adalah buku pembelajaran karawitan Sunda yang dilengkapi media audio. Model yang ditawarkan dalam buku tersebut adalah praktik kegiatan imitasi gending dengan vokal atau medium lingkungan sekitar dan mengapresiasi serta menganalisis karya yang tersedia dalam media audio tersebut. Tawaran dari penelitian ini adalah mengajak peserta didik untuk mengenali sejumlah fenomena musikal (karawitan Sunda) dengan cara mendengarkan contoh-contoh konkret, agar terbangun sensitivitas musikalnya. Manfaat yang diperoleh peneliti dari buku pembelajaran karawitan Sunda hasil penelitian Dedi Hernawan adalah mengetahui model pembelajaran yang sesuai


(30)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

22

dalam mempelajarai karawaitan Sunda dan mengetahui aplikasi penerapan media pembelajaran yang ditawarkan di buku tersebut.

Media pembelajaran yang dikembangkan oleh Dedi Hernawan berupa CD audio, sehingga tidak ada interaksi aktif dari siswa dalam memainkan waditra

gamelan. Perbedaan penelitian yang dikembangkan peneliti dengan Dedi Hernawan adalah aspek interaktif yang disajikan dalam media pembelajaran. Media pembelajaran yang dikembangkan peneliti mampu membuat siswa aktif berinteraksi, dalam bentuk memainkan waditra gamelan dan membuat karya-karya untuk gamelan, khususnya gamelan Pelog Salendro.

Catherine Basset (2003) bersama tim penelitinya mengembangkan gamelan interaktif berbasis piranti lunak. Hasil penelitiannya adalah sebuah software yang diberi nama Gamelan Mécanique (gamelan mekanik). Produk Gamelan Mécanique memfokuskan pada pengenalan gamelan Jawa, Sunda, dan Bali. Hal-hal yang ditawarkan dalam software tersebut adalah pengenalan instrumentasi dari gamelan dan apresiasi lagu dengan jalan membandingkan antara gamelan Jawa, Bali, dan Sunda. Catherine Basset adalah peneliti dari Perancis, oleh karena itu

software yang dikembangkan menggunakan bahasa Perancis. Banyak terdapat idiom-idiom dasar dalam gamelan yang tidak diinformasikan dengan jelas, misalnya penggunaan dan penamaan laras (termasuk di dalamnya penotasian), penamaan waditra, dan aspek bentuk serta pola menabuh gamelan.

Perbedaan software yang dikembangkan oleh Catherine Basset dengan

software yang dikembangkan oleh penelitian ini mencakup beberapa aspek, antara lain jenis gamelan yang dikembangkan dan materi yang dikembangkan. Catherine


(31)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

23

mengembangkan semua jenis gamelan yang ada di Indonesia, yaitu Gamelan Jawa, Sunda, dan Bali. Kendati demikian, software yang dikembangkanya tidak mencakup detail tentang gamelan tersebut. Sebagai contoh, dalam software

tersebut tidak diinformasikan laras yang digunakan, termasuk di dalamnya penamaan dari laras pada Gamelan Jawa, Bali, maupun Sunda yang masing-masing tentu saja berbeda. Oleh karena laras dalam gamelan tidak disebutkan, maka teknik penotasiannya pun terlewat untuk disampaikan. Hal detail selanjutnya yang tidak tercakup dengan baik adalah masalah penamaan waditra. Pada Gamelan Sunda, secara fisik waditra saron terdiri dari tiga waditra, yaitu

peking, saron, dan demung. Namun demikian, pada gamelan yang dikembangkan oleh Catherine, ketiga waditra saron tersebut justru disatukan secara fisik

waditra-nya. Penyatuan waditra yang dimaksud misalnya bunyi peking bisa dibunyikan pada saron. Artinya waditra peking dan saron bersatu secara fisik. Permasalahan tekstual musik juga tidak dikenalkan, yaitu aspek bentuk serta pola menabuh gamelan pada tiap waditra-nya. Dalam hal apresiasi, Gamelan Mecanique lebih ditujukan pada apresiasi, sehingga aspek kreasi tidak terfasilitasi dalam software tersebut.

Tim peneliti selanjutnya yang juga menggagas pengembangan media pembelajaran musik Nusantara adalah tim P4ST UPI. Diantara buku yang dirilis yang berkaitan dengan penelitian ini adalah Topeng Cirebon (2003) dan Gamelan Bali (2006). Produk yang dihasilkan adalah buku paket buku pembelajaran. Pada paket tersebut berisi buku I yang memaparkan kajian teoretis dan kontekstual seni tradisi Nusantara sebagai bahan ajar, buku II menawarkan model


(32)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

24

pembelajarannya, dan paket media pembelajaran audio dan visual (CD musik, VCD dan DVD), serta kartu pos (postcard) yang menjadi alternatif dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar pendidikan seni di sekolah.

Kedua buku yang dikembangkan oleh tim P4ST UPI tersebut sangat lengkap, khususnya dalam hal metodologi pengajaran dan materi ajar. Aspek media pembelajaran yang dikembangkan berupa CD audio, VCD, dan kartu pos bergambar. Perbedaan media pembelajaran yang dikembangkan oleh penelitian ini adalah jenis media pembelajaran. Pada penelitian ini, data audio dan gambar disajikan dalam satu media pembelajaran secara interaktif.

Berikut ini penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

No. Peneliti Judul Tahun Hasil Penelitian Pengguna

1. Tim P4ST

UPI

Topeng Cirebon 2003 Bahan Ajar, Model

Pembelajaran,

dan Media

Pembelajaran Audio-Video Angklung Jawa Barat

- Guru - Siswa

2. Catherine Basset

Gamelan

Mécanique pour Javanese

Gamelan, Balinese

Gamelan, et Sundanese

Gamelan

2003 Software

multimedia interaktif untuk Gamelan Jawa, Bali, dan Sunda

- Siswa

3. Dedi Hernawan

Pengantar

Karawitan Sunda

2005 Bahan Ajar dan Media

Pembelajaran Audio

- Guru - Siswa

4. Tim P4ST

UPI

Gamelan Bali 2006 Bahan Ajar, Model

- Guru - Siswa


(33)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

25

Pembelajaran,

dan Media

Pembelajaran Audio-Video Gamelan Bali 5. Andreas

Mangunsong

Pengembangan Media

Pembelajaran Interaktif

Bonang Slendro dalam Rangka Meningkatkan Minat Siswa dalam Kesenian Tradisional

2008 Software

multimedia interaktif

Bonang Salendro sebagai media pembelajaran

- Guru

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan uraian penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengembangan media pembelajaran mata pelajaran seni Nusantara di atas, maka dapat dilihat penelitian yang dilakukan masih orisinil. Disebut orisinil karena belum ada peneliti-peneliti terdahulu yang mengembangkan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif untuk Gamelan Pelog Salendro dalam Karawitan Sunda.

B. Konsep Dasar Belajar

1. Pengajaran dan Pembelajaran

Paradigma baru dalam dunia pendidikan adalah adanya pergeseran dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Suyono (2011: 2-3) memaparkan definisi keduanya sebagai berikut: Paradigma pengajaran lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada siswa didik. Artinya, instruksi berfokus kepada aktivitas guru (teacher-centered). Paradigma pembelajaran lebih memberikan peran kepada siswa didik untuk


(34)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

26

mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya. Pengembangan potensi diri tersebut mencakup pembentukan individu yang berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, dan keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Paradigma pembelajaran lebih berfokus pada aktivitas siswa (student-centered).

Faktanya dalam praktek pengajaran selama ini, tatkala guru menjadi pusat kegiatan pembelajaran, guru menjadi dominan. Siswa seolah gelas kosong yang harus selalu diisi air. Menurut Paulo Freire, salah satu pionir paham rekonstruksionisme sosial, model pengajaran ini merupakan aktivitas pengajaran gaya bank, atau model deposito. Di sini guru sebagai deposan selalu mendepositokan pengetahuan kepada siswa, sementara siswa pasif dan reseptif. Pembelajaran berlangsung tanpa ada demokratisasi, memasung kreativitas dan abai terhadap hak asasi siswa. Selanjutnya model ini oleh Muska Mosston disebut pengajaran gaya komando (Rosyada, 2004: 89-90).

Dalam pengajaran gaya komando semua dikendalikan oleh guru, disampaikan kepada siswa, dan siswa menerima pelajaran tersebut. Biasanya guru menerangkan materi pengajaran kepada siswa, memberikan ilustrasi dengan contoh-contoh, dianalisis berbagai faktornya, lalu disiapkan tes akhir pelajaran. Selanjutnya mengukur tingkat keberhasilan dan kegagalan pengajaran yang terkait dengan materi pengajaran. Dalam situasi tersebut, siswa tidak banyak dilibatkan atau bahkan tidak dilibatkan sama sekali. Pengajaran bentuk ini mematikan semangat demokratisasi dan kreativitas siswa. Siswa tidak lagi berkesempatan untuk tumbuh saat pembelajaran (growth in learning), dan tidak punya


(35)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

27

kesempatan untuk memanifestasikan potensi serta segenap daya kemampuannya. Dalam pengertian konvensional, pengajaran dipandang bersifat mekanistik dan merupakan otonomi guru untuk mengajar, sehingga guru menjadi pusat kegiatan. Dalam pandangan seperti ini, metode ceramah dan tanya jawab menjadi sangat dominan. Dengan cara seperti ini siswa dianggap telah belajar.

Setelah paradigma baru pendidikan berkembang, belajar dimaknai sebagai rangkaian kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman atas hal yang dipelajari. Tanggung jawab belajar pada diri siswa, sedangkan guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Belajar bukan lagi merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi oleh guru ke dalam kepala siswa, namun belajar juga membutuhkan keterlibatan aktif dari siswa sendiri.

Melalui paradigma student-centered, para guru akan menjadi semakin menyadari bahwa model, metode, dan strategi pembelajaran yang konvensional tidak akan cukup membantu siswa mengembangluaskan wawasannya. Guru semakin dituntut lebih dinamis, inovatif, adaptatif, dan kreatif serta mampu membawa suasana pembelajaran yang menyenangkan ke dalam kelas dan lingkungan pembelajaran.

Pandangan terhadap siswa didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosio-kulturnya, pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang mandiri dan berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi internal, emosional, dan spiritual siswa didik di dalam


(36)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

28

memahami sesuatu. Suyono (2011:14) menjelaskan bahwa belajar dimaknai sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Tanggung jawab belajar ada pada diri siswa, sedangkan guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk terus belajar sepanjang hayat. Artinya paradigma pembelajaran lebih sesuai dengan kondisi dan situasi mental emosional siswa saat ini. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri. Dengan demikian belajar baru bermakna jika ada pembelajaran terhadap dan oleh siswa.

Pembelajaran dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, tidak harus dalam kondisi formal di dalam kelas, tetapi dapat secara informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, pengetahuan tidak serta merta dipindahkan begitu saja dari otak seorang guru ke otak murid-muridnya. Murid sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman lingkungan kulturnya.

Transformasi ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa adalah langkah awal dalam proses pengajaran. Selanjutnya, pengetahuan itu dikembangkan sendiri oleh siswa sesuai dengan kesiapan struktur kognitifnya masing-masing sehingga memiliki nilai tambah. Banyak opsi dalam mentransformasikan ilmu pengetahuan, khususnya di era kini. Arus globalisasi dan informasi yang terlanjur deras berkembang di Indonesia hendaklah disikapi lebih sigap. Artinya, globalisasi perlu dibarengi dengan penonjolan lokal genius atau pemantapan identitas nasional. Dengan berkembangnya paradigma baru pendidikan yang mengarah pada studen-centered, maka belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja,


(37)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

29

tidak harus dalam kondisi formal di dalam kelas. Pendidikan hendaknya mampu menggiring siswa didik untuk belajar secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, khususnya pada mata pelajaran seni musik, atau lebih khusus lagi dalam mempelajari gamelan Pelog Salendro.

2. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme

Pada dasarnya pendekatan pembelajaran konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, berupa keterampilan dasar yang diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran berbasis multimedia interaktif termasuk dalam pendekatan pembelajaran konstrukstivisme. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Phillips (1997: 21) sebagai berikut.

Interactive Multimedia software designed from a constructivist viewpoint can take advantage of all aspects of Interactive Multimedia. Material is designed so the student can build their own knowledge instead of the instructor dictating it.

Menurut Fosnot dalam Suparno (1997:61), belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntun konstruksi pemikiran seseorang. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa didik membangun sendiri pengetahuannya.

Membicarakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme berarti membedah pemikiran tokoh pengembang aliran pendidikan tersebut. Tokoh penting yang


(38)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

30

berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Dahar (1989: 159) menegaskan bahwa Piaget dikenal sebagai konstruktivis pertama yang memberikan penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.

Poedjiadi (1999: 61) mengemukakan lebih jauh pemikiran Piaget, bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan kognitif sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.

Untuk memahami teori konstruktivisme Piaget, maka konsep-konsep penting yang berkaitan dengan pemikiran Piaget harus dipahami terlebih dahulu. Konsep-konsep penting dalam pemikiran Piaget tersebut adalah skema (schemas), asimilasi (assimilation), akomodasi (accommodation), dan ekuilibrasi (equilibration). Pritchard dan Woollard (2010: 10-13) memaparkan konsep pengertian pemikiran Piaget sebagai berikut.


(39)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

31 a. Schemas (Schemata; plural): All living, thinking beings have a set of rules

which are variously known as “scripts”, “schemes” and, as we will be using, “schemas” that are used to interpret their everyday surroundings. Schemas

are integrated networks of knowledge which are stored in long-term memory and allow us to recall, understand and create expectations. This allows us to operate in a world that becomes increasingly familiar and understandable with the passage of time as the schemas are built up and increasingly interlinked.

b. Assimilation: In Piagetian terms, assimilation is the collecting and

classifying of new information. When new information is encountered, this is added to the existing schema. It is assimilated. However, it will only be assimilated if it does not contradict something already established as an integral part of what exists. If it seems that the new information is actually plausible or if it presents itself on many occasions despite the apparent contradiction, the schema is added to and the information is assimilated.

c. Accommodation: This is the alteration of a schema in order for new and

contradictory information to be allowed. There will perhaps be a time of denial. This will be followed by a period of adjustment, possibly over some time, and eventually, based on experience, and a situation of no contradiction will be returned to. As living, thinking beings we strive for a situation of no contradiction.

d. Equilibration: This is the state of having no contradictions present in our mental representations of our environment. The linked processes of assimilation and accommodation are the means by which a state of equilibrium is sought. Equilibration is said to follow a threefold path. First, we are satisfied with our mode of thought and said to be in a state of equilibrium. Second, if we become aware of a shortcoming or contradiction in our existing thinking we become dissatisfied and enter a state of disequilibrium; we experience cognitive conflict. Third,we move to a more sophisticated mode of thought. We are able to eliminate the contradiction of the previous mode and in that way regain equilibrium.

Berdasarkan paparan Pritchard dan Woollard tersebut, dapat dipahami bahwa skema atau skemata (jamak) merupakan jaringan terpadu pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang dan memungkinkan kita untuk mengingat, memahami dan menciptakan harapan. Skema membentuk struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan tersebut secara intelektual.


(40)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

32

Asimilasi merupakan proses kognitif. Asimilasi mengumpulkan informasi atau stimulus ke dalam skema yang sudah ada atau tingkah laku yang ada. Informasi baru tersebut akan terintegral dengan yang sudah ada jika tidak bertentangan. Asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata. Individu secara kognitif mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan tersebut.

Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skema baru atau pengubahan skema lama. Proses akomodasi memperbolehkan perubahan skema agar informasi baru yang bertentangan dengan skema lama diperbolehkan. Jikapun ada penolakan, kelak akan ada sebuah periode penyesuaian. Akomodasi memodifikasi struktur kognitif. Oleh karena itu, dengan adanya akomodasi maka perkembangan intelektual seseorang akan berkembang dan menyesuaikan. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif.

Ekuilibrasi merupakan keadaan tidak memiliki kontradiksi. Proses ini terkait asimilasi dan akomodasi, yaitu sebagai sarana yang keadaan kesetimbangan dicari. Jika lingkungan yang ditemui oleh seseorang berubah maka akan terjadi ketidakseimbangan antara struktur kognitifnya dengan lingkungan tersebut. Namun, karena adanya tendensi bawaan seperti yang diasumsikan oleh Piaget di atas, maka seseorang akan melakukan akomodasi sehingga tercapai keseimbangan antara struktur kognitifnya dengan lingkungannya. Tendensi bawaan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan


(41)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

33

adaptasi yang optimal dengan lingkungannya itulah yang selanjutnya dinamakan ekuilibrasi.

Seperti yang telah disebutkan di atas, Vygotsky merupakan salah satu tokoh filsafat pendidikan konstruktivisme penting lainnya. Pemikiran Vygotsky lebih menitik beratkan pada pembelajaran kognisi sosial (social cognition). Suyono (2011: 109) menerangkan bahwa pembelajaran kognisi sosial menurut Vygotsky melibatkan kebudayaan sebagai penentu utama perkembangan individu. Oleh karenanya, perkembangan pembelajaran anak dipengaruhi banyak maupun sedikit oleh kebudayaannya, yaitu budaya di lingkungan sekolah, keluarga, dan di mana individu berkembang.

Suparno (1997: 66) mengerucutkan konsep-konsep pemikiran para tokoh konstruktivisme tersebut dalam konteks fungsi dan peran pengajar sebagai berikut.

a. Menyediakan dan memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasanya.

b. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berfikir secara produktif.

c. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam proses belajar.

d. Memonitor dan menunjukkan apakah pemikiran murid jalan atau tidak. e. Mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid.

Dalam paham konstruktivisme, siswa didik bukanlah kertas kosong yang siap ditumpahkan beragam warna, melainkan siswa didik telah memiliki pengetahuan dasar sesuai dengan taraf berfikir yang siap dikembangkannya. Artinya, siswa didik sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang telah ada dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya. Selanjutnya


(42)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

34

melalui proses kreatif menggali kembali makna dengan jalan membandingkan dengan apa yang telah diketahuinya. Kreatifitas dan keaktifan siswa didik akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena mereka berfikir tentang sesuatu, bukan sekedar meniru. Dalam proses tersebut, siswa didik akan mengalami pengalaman baru, dan akan terus diperbaharui selama ia mendapat ruang konstruktivisme dalam belajar.

Dari penegasan filsafat pembelajaran konstruktivisme diatas, maka secara garis besar dapat diambil prinsip-prinsip konstruktivisme, antara lain:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa didik sendiri.

b. Pengetahuan tidak selalu dipindahkan dari guru ke siswa didik.

c. Siswa didik secara terus menerus mengkonstruksi pemahaman, pengetahuan, dan pengalamannya.

d. Guru berperan sebagai mediator dan fasilitator, sehingga proses konstruksi siswa berjalan mulus.

e. Mengajar adalah membantu siswa didik belajar.

Pendekatan pembelajaran konstruktivisme tersebut selanjutnya dikembangkan dalam dunia pendidikan dengan memperhatikan kurikulum. Dalam kurikulum telah dijelaskan mengenai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang seharusnya dapat dicapai oleh siswa, khususnya perihal apresiasi dan ekspresi dalam pembelajaran Seni Budaya Nusantara, lebih khusus dalam pembelajaran Gamelan Pelog Salendro.


(43)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

35

Berdasarkan paparan mengenai pendekatan pembelajaran konstruktivisme di atas, maka untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif digunakan teori Rob Phillips, yaitu sebuah perangkat lunak berupa multimedia interaktif yang dirancang dari sudut pandang konstruktivis. Adapun pertanyaan penelitian mengenai implementasi media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif yang diterapkan pada siswa didik di SMU digunakan teori Fosnot, bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa didik membangun sendiri pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai mediator dan fasilitator. Disamping teori Fosnot, digunakan juga teori pembelajaran dari Piaget, yaitu tentang belajar sebagai tindakan membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya pembelajar (siswa SMU). Dalam memvalidasi pengembangan media pembelajaran gamelan Pelog Salendro berbasis multimedia interaktif yang diterapkan pada siswa didik di SMU digunakan teori Vygotsky tentang pembelajaran kognisi sosial. Pembelajaran kognisi sosial merupakan pembelajaran sangat melibatkan aspek kebudayaan sebagai penentu utama perkembangan individu.

3. Metode Pembelajaran

Menurut Suyono (2011: 19), metode pembelajaran merupakan perencanaan dan prosedur, maupun langkah-langkah yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk


(44)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

36

mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip pembelajaran pada gamelan Pelog Salendro melalui multimedia interaktif lebih menitik beratkan pada aktivitas siswa. Untuk mengimplementasikan materi pembelajaran digunakam metode

discovery dan cooperative learning. Berikut ini bagan penerapan metode pembelajaran gamelan melalui multimedia interaktif.

Bagan 4.2 Implementasi Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Melalui Multimedia Interaktif

Fasilitator Mediator Motivator

Active Learning

Cooperative Learning

Reflektif Multimedia

Interaktif Gamelan Pelog Salendro

GURU

Discovery

Integratif


(45)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

37

Terdapat tiga peran yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran aktif, yaitu posisi guru adalah sebagai fasilitator, mediator, dan motivator. Peran guru sebagai fasilitator adalah dedikasi dirinya dalam mengiringi perkembangan kognisi siswa melalui interaksi dan percakapan-percakapan yang bersifat menumbuhkan intelektualitasnya. Sebagai mediator, guru memberikan perhatian, bimbingan, dan dukungan terhadap apa yang dilakukan, dikatakan, maupun yang dipikirkan oleh siswa. Dalam kondisi ini, siswa tidak merasa sendirian dalam mengkonstruksi pengetahuan yang sedang dibangunnya. Selanjutnya siswa dapat melakukan konservasi dan klarifikasi melalui bantuan guru tersebut. Peran guru sebagai motivator adalah menjadi perangsang, pendorong, dan penggerak bagi siswa untuk tumbuh dan menjadi pelajar yang mandiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Di samping itu, guru juga akan memberikan feedback

terhadap hasil kerja siswa, sehingga siswa mendapatkan masukan dari hasil kerjanya. Hasil kerja dan feedback dari guru tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa. Peran guru sebagai motivator sangatlah penting dalam menumbuh kembangkan mentalitas siswa agar lebih matang.

Perilaku aktif dalam kegiatan belajar akan mendorong siswa untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Pada tahap ini siswa mengalami pembelajaran secara

discovery, yaitu menemukan dan mendeteksi hal-hal baru yang bisa menghubungkan pengalaman-pengalaman yang pernah mereka dapatkan. Melalui multimedia interaktif gamelan Pelog Salendro, siswa terdorong untuk mengamati


(46)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Pembelajaran Gamelan Pelog Salendro Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Sekolah Menengah Umum

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

38

secara detail perbedaan-perbedaan timbre atau warna suara antar waditra, perbedaan laras, fungsi dan peran masing-masing waditra dalam membangun satu keutuhan karya gamelan. Selain itu, siswa juga belajar untuk mandiri dalam memecahkan masalah dan memiliki keterampilan berfikir kritis, karena mereka harus menganalisis dan mengelola segala informasi yang ada dalam multimedia interaktif.

Setelah siswa belajar secara mandiri melalui multimedia interaktif, tahap selanjutnya masing-masing siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil temuan-temuannya secara berpasang-pasangan ataupun dalam kelompok kecil. Prinsip ini dikenal dengan istilah cooperative learning, yaitu menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar (Solihatin dan Raharjo, 2007: 5). Melalui cooperative learning, proses belajar dijalankan dengan cara berdiskusi antara siswa satu dengan siswa lainnya secara komprehensif untuk saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Cooperative learning lebih menekankan pada lingkungan sosial belajar dengan jalan menjadikan kelompok belajar sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan, mengeksplorasi pengetahuan, dan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh tiap siswa (bersifat kritis).

Pembelajaran dengan jalan discovery dan cooperative learning haruslah terintegrasi secara utuh. Artinya multimedia interaktif menjadi sarana untuk menggabungkan dan mengkoordinasikan perbedaan persepsi siswa selama mempelajari gamelan Pelog Salendro. Selama proses integrasi, siswa akan terlatih untuk membuat pernyataan-pernyataan, merumuskan simpulan awal, dan


(1)

Diecky Kurniawan Indrapraja, 2012

Sebelum menggunakan multimedia interaktif (pre-test), nilai rata-rata kumulatif siswa adalah 56. Setelah menggunakan multimedia interaktif (post-test), nilai rata-rata kumulatif siswa menjadi 73. Dengan demikian, terdapat peningkatan hasil belajar kumulatif sebelum dan setelah menggunakan multimedia interaktif, yaitu sebesar 17%.

Berdasarkan hasil validasi media materi, validasi materi, dan uji coba di atas, maka multimedia interaktif gamelan Pelog Salendro layak untuk dijadikan media pembelajaran. Selanjutnya ditindaklanjuti hingga tahap penyempurnaan dan menjadi model definitif, yaitu multimedia interaktif gamelan Pelog Salendro berbasis piranti lunak.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Pengembangan media pembelajaran multimedia interaktif gamelan Pelog Salendro berbasis piranti lunak ini dirancang berdasarkan standar pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi, yaitu National Educational Technology Standards for Students (NET-S). Adapun tahapan-tahapan yang dilalui dalam pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif, antara lain: tahap analisis kebutuhan data (analysis data requirement), tahap perencanaan (planning), tahap implementasi atau koding (programming), tahap uji coba awal (early trials), dan tahap pemeriksaan akhir (final checking).

Pertama, tahap kebutuhan data (analysis data requirement) adalah tahap mendeskripsikan dan mengurai data-data yang diperlukan dalam pengembangan multimedia interaktif. Terdapat tiga data yang dibutuhkan, yaitu data gambar, data audio, dan data tulisan. Ketiga komponen data tersebut selanjutnya disebut sebagai data media primer. Kedua, tahap perencanaan (planning) adalah tahap medefinisikan langkah-langkah apa saja yang dilakukan agar multimedia interaktif berbasis piranti lunak yang dikembangkan sesuai harapan. Bentuk perencanaan berupa storyboard (storymap), storytelling, dan membuat flow chart

aplikasi multimedia interaktif. Ketiga, tahap implementasi atau koding (programming) merupakan tahap penulisan program dengan jalan menyesuaikan


(3)

koding. Penulisan program dilakukan secara terstruktur, sesuai dengan storyboard

yang telah dibuat. Disamping itu, tahap ini juga mencakup tahap testing, analisis kesalahan koding (error programing), dan perbaikan. Keempat, tahap uji coba awal (early trials) merupakan langkah untuk pemeriksaan dan pengecekan sebelum produk pembelajaran ini diuji cobakan secara terbatas pada pengguna (siswa). Terdapat tiga hal yang harus diuji atau dites, yaitu unit testing,

integration testing, dan system testing. Tahap pemeriksaan akhir (final checking) merupakan langkah terakhir pengembangan multimedia interaktif berbasis piranti lunak. Pada tahap ini software diperiksa kemnbali untuk mengetahui apakah terdapat bugs ataupun virus di dalamnya.

Dibutuhkan proses validasi untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran yang telah dikembangkan. Proses validasi dilakukan dalam tiga ruang lingkup, yaitu validasi media, validasi materi, dan uji coba. Hasil validasi media menunjukkan bahwa multimedia interaktif ini memiliki reliability

(kehandalan) program, memiliki compatibility (kesesuaian) dengan perkembangan teknologi saat ini; bersifat economical (ekonomis) dengan tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang terlalu tinggi dan mahal; bersifat easy to operate, yaitu mudah digunakan dan sederhana dalam sistem navigasi pengoperasiannya; bersifat attractive layout, yaitu memiliki desain layout yang menarik dan konsisten dalam penempatan tombol-tombol aplikasi; bersifat visual reliable, yaitu memiliki kualitas foto atau gambar yang jelas dan jernih; bersifat fine audible, yaitu memiliki kualitas suara yang jernih dan bersih; termasuk produk


(4)

Hasil validasi materi menunjukkan bahwa multimedia interaktif ini memiliki kejelasan tujuan pembelajaran; memiliki relevansi materi dengan KTSP; memiliki cakupan dan kedalaman materi gamelan Pelog Salendro yang sesuai dengan siswa sekolah menengah umum; menawarkan strategi pembelajaran yang tepat; memiliki tingkat interaktivitas yang baik; mampu mengarahkan siswa didik untuk belajar gamelan secara aktif; mampu merangsang siswa untuk berfikir kritis dan bertanggung jawab; menarik dan mudah dipahami dalam mengapresiasi gamelan Pelog Salendro di tingkat dasar; mampu menggiring siswa untuk terus belajar sepanjang hayat.

Berdasarkan hasil uji coba penggunaan multimedia interaktif, didapatkan nilai rata-rata kumulatif siswa dalam mempelajari gamelan Pelog Salendro mencapai 87. Artinya, sebagian besar siswa mampu memahami materi ajar gamelan Pelog Salendro menggunakan multimedia interaktif dengan sangat baik. Nilai prosentase ketuntasan belajar klasikal kumulatif siswa sebesar 83,3%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran gamelan Pelog Salendro menggunakan multimedia interaktif dinyatakan tuntas. Nilai daya serap klasikal kumulatif siswa sebesar 87%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran gamelan Pelog Salendro menggunakan multimedia interaktif termasuk ke dalam katagori sangat tinggi.

B. REKOMENDASI

Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan berdasarkan hasil kesimpulan penilitian di atas antara lain.


(5)

1. Meskipun multimedia interaktif mampu membuat siswa belajar secara mandiri, namun guru memiliki peran yang vital dalam memoderasi, memfasilitasi, dan motivator untuk siswa. Untuk itu, bagi guru yang menggunakan multimedia interaktif ini disarankan untuk mempelajari aplikasi yang ditawarkan media ini terlebih dahulu, disamping terus meningkatkan pemahamannya terhadap gamelan Pelog Salendro.

2. Multimedia interaktif gamelan Pelog Salendro ini memfasilitasi siswa dalam memahami waditra gamelan Pelog Salendro dan berkreasi dalam membuat karya musik sederhana. Adapun aspek apresiasi yang lebih mendalam perlu untuk ditambahkan oleh guru Seni Budaya dalam melengkapi media pembelajaran ini.

3. Bagi pengembang media pembelajaran berbasis multimedia interaktif selanjutnya, hendaknya lebih memperhatikan pemilihan jenis software, rancangan produk, komposisi warna dan gambar, kejernihan suara baik untuk

backsound ataupun soundeffect, dan penggunaan animasi yang tepat agar dapat menghasilkan media yang layak untuk disajikan. Disamping itu penyertaan petunjuk pemanfaatan dan penggunaan medianya lebih diperhatikan secara jelas dan detail agar dapat membantu kelancaran guru dan siswa dalam menggunakan media pembelajaran tersebut.

4. Peran pakar atau ahli dibidang teknologi informasi sangat mendukung hasil pengembangan multimedia interaktif berbasis piranti lunak agar terjaga keefektifannya. Dari segi materi (content) diperlukan pakar yang mengerti bidang pengajaran yang dimaksud, agar materi sejalan dengan tujuan


(6)

pembelajaran. Jika materi pembelajaran berupa seni musik Nusantara, maka dibutuhkan seniman yang memiliki kedalaman pengetahuan dan praktik di bidang seni tradisi Nusantara.

5. Jumlah komputer mempengaruhi keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif. Idealnya satu siswa menghadapi satu komputer. Kumputer yang digunakan juga harus didukung dengan speaker system yang memadai, agar kualitas suara sesuai dengan yang diharapkan materi pembelajaran, khususnya pada multimedia interaktif untuk mata pelajaran musik.

6. Bagaimanapun juga, media pembelajaran untuk seni musik, khususnya musik Nusantara masih sangat jarang. Oleh sebab itu, sangat diharapkan bagi peneliti-peneliti lain untuk mengembangkan media pembelajaran seni Nusantara berbasis multimedia interaktif. Dengan demikian warisan leluhur tetap terjaga kelestariannya dan terus dipelajari di tingkat sekolah-sekolah formal.