PERKEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SETING KELAS INKLUSIF.

(1)

PERKEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MELALUI PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD PADA SETING KELAS INKLUSIF

(Penelitian deskriptip pada kelas inklusi di sekolah dasar X kota Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh:

DODDI IMANUDDIN NIM : 0908260

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012


(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Didi Tarsidi, M.Pd NIP. 195106011979031003

Pembimbing II

Dr. H. M. Sugiarmin, M.Pd. NIP 195405271987031002

Mengetahui;

Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Program Pascasarjana S2

Universitas Pendidikan Indonesiaa

Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed. NIP. 195903241984031003


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “ Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus setelah mengikuti model koperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Divisions). Gambaran perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tersebut dapat dilihat jika terdapat gambaran keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Untuk mencapai tujuan tersebut penelitan ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari tiga orang anak berkebutuhan khusus kelas IV yang bersekolah di SD X kota Bandung. Anak berkebutuhan khusus yang menjadi sujek dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita ringan, anak ADHD (Atention Defisit Hiperactivity Diosrder) dan anak dengan gangguan perhatian (Attention Defisit Diorder)

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah : observasi, wawancara, dan studi dukumentasi. Analisis data hasil penelitian dilakukan tiga langkah yaitu: reduksi data, penyajian data atau display data, penarikan kesimpulan/verifikasi

Keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada seting kelas inklusif menunjukan bahwa dari ketiga subjek memiliki tingkat keterampilan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi tiap anak berkebutuhan khusus. Hasil penelitian tentang perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus setelah meggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD seting kelas inklusif diperoleh data bahwa keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus pada seting pendidikan inklusif mengalami perkembangan yang berbeda-beda.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar guru yang mengajar di sekolah dengan seting pendidikan inklusif menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus. Kata kunci: STAD, Keterampilan Sosial


(4)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Lembar Persembahan Lembar Pernyataan Abstrack

Ucapan Terima Kasih i

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

Daftar Tabel viii

Daftar Bagan xv

Daftar Lampiran xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian 6

C. Tujuan Peneltian 7

D. Manfaat………. 8

E. Penjelasan Istilah 8

1. Pendidikan Inlusif 9

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams

Achievment Division s 9

3. Anak Berkebutuhan Khusus……… 9 4. Keterampilan Sosial………. 10

F. Metode Penelitian 10

1. Pendekatan Penelitian 11

2. Subjek dan Lokasi Penelitian 11

3. Teknik Pengumpan Data 12

4. Teknik Analisis Data 15


(5)

BAB II PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA SET ING PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Pendidikan Inklusif 17

B. Anak Berkebutuhan Khusus 24

C. Pembelajaran Kooperatif 28

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 37

E. Keterampilan Sosial 43

BAB III METODE PENELITIAN 49

A. Pendekatan Penelitian 49

B. Subyek Penelitian dan Lokasi Penelitian 50

C. Teknik Pengumpulan Data 54

D. Pengembangan Instrumen Penelitian 57

E. Teknik Analisis Data 59

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keterampilan Sosial Anak Berkebutuahan Khusus Pada Seting Pendidikan Inklusif sebelum Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD… 65

B. Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Sesudah Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 112

C. Pembahasan 159

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 174

B. Rekomendasi 176

Daftar Pustaka 177


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusif merupakan salah satu perwujudan dari pendidikan berkualitas. Pendidikan inklusif merujuk pada sistem pendidikan atau lembaga pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik. Memberi peluang dan dorongan bahwa semua anak berkebutuhan khusus diterima untuk belajar pada sekolah yang sama dengan peserta didik pada umumnya. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif merujuk pada kebutuhan belajar semua peserta didik, yang memiliki ciri sekolah mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi atau kondisi lainnya.

Landasan sosiologis merupakan salah satu dasar dari pendidikan inklusif artinya pendidikan inklusif harus melihat anak sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak dan kewajiban sendiri, dan sebagai makhluk sosial anak perlu menyesuaikan dengan lingkungannya secara baik dan wajar serta ikut berpartisipasi dalam kegiatan dilingkungannya baik itu lingkungan rumah maupun dilingkungan sekolah sebagai lingkungan kedua setelah lingkungan rumah. Atas dasar pertimbangan sosilogis maka sekolah dengan seting pendidikan inklusif harus dapat menciptakan suasana agar anak berkebutuhan khusus dapat berinteraksi dengan anggota masyarakat sekolah. Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan


(7)

UNESCO yaitu, Learning how to live together. Menurut Soekamto (dalam Widiati, 2005:2) interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan ada kehidupan bersama.

Tempat terjadinya interaksi sosial di sekolah salah satunya adalah di dalam kelas. Kelas merupakan tempat untuk kegiatan belajar mengajar. Pada saat itulah terjadi interaksi sosial. Pada kelas dengan seting inklusif maka Guru harus berusaha untuk membuat situasi yang mengarah kepada terjadinya lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan menghilangkan perbedaan diantara peserta didik. Tujuan semua itu adalah agar terpenuhinya kebutuhan belajar siswa sesuai dengan potensi dan kemampuannya.

Keterampilan sosial hanya akan di dapat apabila terjadi interaksi antar siswa di dalam kelas. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis banyak sekolah reguler yang berlebelkan sekolah inklusi tetapi masih mengabaikan pembinaan interaksi sosial. Pada kelas dengan seting inklusif anak berkebutuhan khusus kurang diterima di dalam kelas. Hal itu dikarenakan ada perbedaan perlakuan antara anak berkebutuhan khusus dan anak pada umumnya oleh guru kelas atau guru bidang studi.

Anak berkebutuhan khusus tidak dilayani sesuai dengan kebutuhannya dan sering dianggap mengganggu pembelajaran. Untuk mengatasi situasi tersebut guru kelas atau guru bidang studi menyerahkan tanggung jawab anak berkebutuhan khusus kepada guru pembimbing khusus yang ada di dalam kelas. Perlakuan lain yang dilakukan guru adalah dengan memasukan anak kebutuhan khusus ke ruang sumber.


(8)

Perlakuan guru seperti yang telah dicontohkan di atas sedikit banyak akan menghambat terhadap perkembangan keterampilan sosial yang dimiliki anak berkebutuahan khusus. Hambatan lain yang menyebabkan kurangnya interaksi antar anak berkebutuhan khusus dengan anak pada umumnya adalah pada pembelajaran.

Kebanyakan guru yang mengajar di kelas dengan seting inklusi masih mengajar dengan cara konvensional yaitu cara duduk diam catat hapal (DDCH). Metode pembelajaran seperti itu kurang mengaktifkan siswa dan hanya memperkaya segi kognitif saja. Seyogyanya guru yang mengajar di kelas dengan seting inklusif harus kreatif dalam melakukan pembelajaran di kelas. Guru bisa menggunakan metode diskusi untuk mengaktifkan seluruh warga kelas. Guru dapat membentuk kelas dalam beberapa kelompok sehingga antar peserta didik bisa bekerjasama dalam mempelajari materi yang sama. Kondisi belajar dalam kelompok memungkinkan terjadinya tukar pengalaman dan adanya tutor teman sebaya.

Kelas dalam seting inklusif harus mempunyai model pembelajaran yang bisa mengaktifkan peserta didik. Model pembelajaran yang digunakan haruslah dapat menciptakan interaksi diantara peserta didik sehingga tidak terjadi lagi diskriminasi baik bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya.

Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah salahsatu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan semua peserta didik. Pembelajaran model kooperatif membelajarkan kepada peserta didik


(9)

keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran di mana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda.

Model pembelajaran kooperatif memungkinkan meningkatkan gairah belajar sehingga berdampak pada hasil belajar yang lebih meningkat. Menurut Slavin (Isjoni 2009:74) bahwa hasil belajar dalam kelompok dapat memacu perkembangan berfikir dan kemampuan pemecahan masalah serta dapat memenuhi kebutuhan sosial dan prestasi akademik peserta didik jauh lebih meningkat bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus bersosialisasi dengan teman yang ada di kelas. Anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif menjadi bagian dari suatu kelompok dan akan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Ketika anak berkebutuhan khusus masuk dalam satu kelompok dan bergaul dengan teman-temannya akan menumbuhkan situasi yang berbeda baik bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya. Interaksi dan komunikasi akan terjalin dalam pembelajaran kelompok.

Model pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kognitif, afektif dan kemampuan psikomotor. Ibrahim et al (2007) menyatakan, pembelajaran


(10)

kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:

1. Hasil Belajar Akademik

Pembelajaraan kooperatif (cooperative learning) dapat memberikan keuntungan baik bagi para siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi kelompok bawah, jadi siswa kelompok bawah memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang berkemampuan baik. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya, karena memberikan pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat dalam materi tertentu.

2. Penerimaan terhadap individu

Tujuan penting kedua dari Pembelajaraan kooperatif (cooperative learning) ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaraan kooperatif (cooperative learning) memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama. Dan melalui penggunaan struktur kooperatif, siswa belajar untuk menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan keterampilan social (Social Skill)

Tujuan ketiga dari model Pembelajaraan kooperatif (cooperative learning) ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh siswa, warga masayarakat, bangsa dan Negara, karena mengingat kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah sosial yang semakin kompleks.

Model pembelajarann kooperatif terdiri dari beberapa tipe salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions). Model ini merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga bagi guru yang baru pertama kali akan menggunakan model pembelajaran kooperatif hendaknya menggunakan tipe


(11)

STAD (Slavin, 2008:143). Dalam pelaksanaannya menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang peserta siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda-beda. Peserta didik menyelesaikan tugas secara bersama-sama di dalam kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompoknya yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Pada kelas dengan seting inklusi yang di dalamnya ada anak berkebutuhan khusus maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu alternatif yang bisa diterapkan. Penggunaan model ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi akademik dan keterampilan sosial.

SD X yang berada di kota Bandung merupakan SD inklusif yang menerapkan model pembelajaran kooperatif pada proses pembelajarannya. Berdasarkan alasan tersebut penulis ingin meneliti tentang “ Penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Divisions) oleh guru pada kelas inklusi di SD X Kota Bandung.

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Sekolah inklusi merupakan sekolah yang terbuka bagi semua anak. Kondisi kelas dengan siswa yang beragam diperlukan model pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan semua siswa. Model pembelajaran


(12)

kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat mengaktifkan semua siswa baik anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga dapat menciptakan dan mengembangkan keterampilan sosial diantara siswa. berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka fokus masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada seting kelas inklusif?

Selanjutnya agar fokus masalah diatas lebih jelas maka akan dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif?

2. Bagaimana perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas dengan seting inklusif?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif.


(13)

Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh gambaran keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif?

2. Memperoleh gambaran tentang perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif?

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD salah satu alternatif pilihan model pembelajaran yang dapat digunakan di sekolah inklusi, terutama dalam mengembangkan keterampilan sosial anak berkebuthan khusus.

2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan dapat mengembangkan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus pada pendidikan dengan seting inklusi.

E. Penjelasan Istilah

Berdasarkan pada rumusan masalah maka perlu didefinisikan beberapa konsep, sehingga terdapat kejelasan dalam penggunaan istilah dalam penelitian ini, yaitu:


(14)

Pendidikan Inklusif diartikan sebagai: Pendidikan yang menerima semua anak dengan tidak mempedulikan keadaan fisik-intelektual (termasuk anak cacat dan anak berbakat), sosial emosional, bahasa-budaya dan ekonomi, belajar di sekolah yang sama

Dengan demikian Pendidikan inklusif berarti memandang bahwa pendidikan dipandang sebagai upaya memberdayakan individu yang memiliki keragaman. Anak tidak lagi dibeda-bedakan berdasarkan label atau karakteristik tertentu dan tidak ada diskriminasi antara anak yang satu dengan lainnya, dengan demikian berarti semua anak berada dalam satu sistem pendidikan yang sama.

2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment Division)

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana (Slavin, 2008:143). Dalam pelaksanaannya menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang peserta didik yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda-beda. Peserta didik menyelesaikan tugas secara bersama-sama di dalam kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompoknya yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.


(15)

3. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan belajar secara individual. Anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidkankan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan setiap anak. Pendidikan yang memandang bahwa lingkungan sebagai masalah bukan anak sebagai masalah, oleh karena itu lingkungan yang seharusnya diubah agar sesuai dengan kebutuhan anak. Maknanya pembelajaran berpusat pada anak

4. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan

orang lain pada konteks sosial dalam cara-cara spesifik yang secara sosial

diterima atau bernilai dalam waktu yang sama memiliki keuntungan untuk

pribadi dan orang lain. Keterampilan sosial dalam penelitian ini adalah

bagaimana anak berkebutuhan khusus dapat bekerjasama, berinteraksi,

mengontrol diri dan bertukar pikiran serta pengalaman dengan orang lain.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengertian metode

deskriptif diungkapkan oleh Ali (1990) adalah:

metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa sekarang dan dapat dilakukan dengan menempuh langkah-langkah


(16)

pengumpulan data, klasifikasi data, analisis/laporan dengan tujuan utama membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskripsi situasi.

Data yang diperoleh adalah data kualitatif, yaitu berupa kata-kata yang

menggambarkan kondisi sesuai dengan pertanyaan penelitian. Data tersebut

disajikan dalam bentuk deskripsi sehingga diperoleh gambaran yang utuh apa

adanya tentang hasil penelitian sesuai dengan pertanyaan penelitian.

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sebab

penelitian ini berupaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di

lapangan, mengutamakan proses bagaimana data dapat diperoleh sehingga

data tersebut menjadi akurat dan layak digunakan dalam penelitian.

2. Subyek dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Dasar X yang berada di Kota

Bandung. Adapun kelas yang menjadi tempat penelitian siswa kelas IV

dengan nama rombongan belajara Abu Bakar yang di dalamnya terdapat

anak berkebutuhan khusus tunagrahita ringan, Anak ADHD (Attention

Defisit and Hiperactive Disorder) dan anak gangguan perhatian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan dalam


(17)

menjawab pertanyaan penelitian ini. Teknik yang digunakan adalah

observasi, wawancara, studi dokumen.

Adapun teknik pengumpulan datanya sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi

non-partisipatori atau dengan pengamatan langsung tanpa melibatkan

diri secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan di lokasi

penelitian.

b. Wawancara

Menurut Susan Stainback (Sugiyono, 2005:72) mengemukakan

bahwa wawancara “... provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenon than can be gained through observation alone”. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih

mendalam tentang partisipan (informan) dalam menginterpretasikan

situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan

melalui observasi.

Melalui teknik wawancara diharapkan dapat dikumpulkan data

mengenai keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus sebelum dan

setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

seting pendidikan inklusif


(18)

Studi dokumentasi dalam penelitian kualitatif merupakan

pelengkap dari penggunaan teknik observasi dan wawancara.

Sebagaimana diungkapkan oleh Satori dan Komariah (2010 : 149)

bahwa studi dokumentasi itu adalah:

mengumpulkan dokumen dan data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan serta pembuktian suatu kejadian.

Peneliti, melalui teknik ini mengumpulkan dan mengkaji dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

Secara garis besar prosedur pengolahan dan analisis data menurut Hopkins (Moleong, 2005) adalah sebagai berikut :

a. Pengumpulan dan Kategorisasi Data

Kegiatan ini dilakukan pada semua catatan lapangan/observasi, wawancara. Data tersebut diinterpretasi sedemikian rupa sehingga kemudian lebih mudah digolongkan atau dikategorisasi.

b. Interpretasi

Pada tahap ini, temuan–temuan yang peneliti dapatkan di lapangan, diinterpretasikan dengan merujuk kepada acuan teoritik dan norma–norma praktis yang disepakati.

c. Prosedur Penelitian

Prosedur adalah langkah dan cara yang dilakukan oleh peneliti

dalam suatu penelitian. Adapun prosedur yang ditempuh dalam penelitian


(19)

a. Studi pendahuluan, studi ini bertujuan mengetahui kondisi lapangan

dan memperoleh informasi tentang subyek yang akan diteliti.

b. Melakukan observasi dan wawancara untuk mengetahui keterampilan

sosial anak berkebutuhan khusus sebelum menggunakan strategi

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif.

Observasi dan wawancara difokuskan pada aspek yang berkaitan

dengan keteram pilan sosia anak berkebutuhan khusus.

c. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan strategi

pembelajaran kooperatif tipe STAD sesuai perencanaan yang dibuat

guru.

d. Melakukan observasi dan wawancara untuk mengetahui keterampilan

sosial anak berkebutuhan khusus sesudah strategi pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif.

e. Data hasil observasi dan wawancara dilakukan analisis dan


(20)

(21)

BAB III

METODA PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus pada kelas inklusi. Penelitian ini bersifat deskriptif artinya peneliti mengumpulkan data faktual yang dituangkan dalam bentuk laporan atau uraian dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sukmadinata ( 200: 49) bahwa:

Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.

Arikunto (1993:208) menyebutkan bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak terdapat rumusan hipotesis.

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu prosudur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1989).

Sejalan pendapat tersebut Nasution (1982:5) menyatakan bahwa: pendektan kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,


(22)

berinteraksi dengan lingkungan mereka, dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

Pendekatan kualitatif juga menggunakan data deskriptif yang bertujuan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan langsung tentang fakta dan kejadian, sehingga menghasilkan data yang mendalam, lebih banyak dan lebih terinci.

Mengamati objek maupun subjek dalam penelitian kualitatif merupakan salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan penulis. Kegiatan ini harus terjadi dalam suasana wajar tanpa kondisi yang dimanipulasi (dikondisikan), agar data yang diperoleh benar-benar alamiah dan tidak manipulatif. Kegiatan penting lainnya yaitu berinteraksi dengan lingkungan terutama dengan subjek penelitian. Dalam hal ini peneliti harus mampu menciptakan hubungan baik agar informasi yang dibutuhkan dengan mudah dapat diperoleh. Selanjutnya peneliti harus dapat memahami bahasa dan tafsiran yang terungkap dari subjek penelitian agar tidak memunculkan pembiasan yang tidak diharapkan. Kegiatan ini berkenaan dengan kemampuan menganalisis dari peneliti.

B. Subyek Penelitian Dan Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data penelitian, peneliti memerlukan subyek dan lokasi penelitian, Subyek dan Lokasi penelitian dapat peneliti jelaskan sebagai berikut:


(23)

Sumber data dalam penelitian ini adalah tiga orang siswa berkebutuhan khusus. Seorang guru kelas dan teman kelas siswa yang berkebutuhan khusus. Agar mendapat gambaran yang lebih terperinci tentang sumber data, maka dapat dilihat sebagai berikut:

a. Siswa berkebutuhan Khusus

Tiga orang siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang bersekolah di Sekolah Dasar Muhamadiyah 7 kelas IV rombongan belajar Abu bakar. Adapaun Profile ketiga siswa berkebutuhan khusus dapat dilihat sebagai berikut:

Subjek 1

Nama : MR

Tanggal lahir : 01 Mei 2001 Profile :

Berdasarkan laporan dari psikolog yang dilakukan tahun 2008 MR masuk dalam taraf Retardasai Mental Ringan dengan IQ 57 menurut skala Weschler. MR sudah bisa membaca dan menulis namun sangat kurang dalam memahami isi bacaan. Kemampuan dalam berhitungpun bisa ia lakukan tetapi masih sangat sederhana. Bahasa yang digunakan MR dalam komunikasinya adalah bahasa Indonesia.

MR anak yang ramah tapi sangat penakut dalam mengemukakan pendapat atau keinginannya. Motivasi belajarnya rendah dan kurang mempunyai inisiatif dalam melakukan sesuatu termasuk untuk menyiapkan buku pelajaran pada saat pelajaran akan dimulai.


(24)

Subjek 2

Nama : NFA

Tanggal lahir : 21 Juni 2002

Profile :

Berdasarkan laporan psikolog yang dilakukan tahun 2011 terdapat perbedaan taraf IQ. Menurut skala Weschler NFA memiliki taraf IQ 109 yang menunjukan bahwa NFA mempunyai kemampuan rata-rata. Namun berdasarkan pengukuran dengan menggunakan PMC hasil yang diperoleh menunjukan ia tergolong memiliki taraf kecerdasan Superior atau grad I. Perbedaan ini mungkin saja terjadi karena pada saat di tes IQ. Berdasarkan pengamatan penulis dan hasil wawancara dengan guru kelas NFA sangat kurang konsentrasi, perhatiannya sangat pendek. NFA tidak bisa duduk diam dalam jangka waktu yang lama. Ketika belajar ia berputar-putar di kelas. NFA juga mempunyai sensitifitas perabaan ia akan berusaha menghindar jika ada yang menyentuh. Kemampuan akademik NFA cukup bagus ia bisa membaca menulis dan berhitung dengan ketelatenan guru kelas ia bisa menyelesaikan tugas-tugasnya walaupun intensitasnya lebih ringan dari teman-temannya. NFA bisa menjawab pertanyaan tentang materi yang diberikan guru walaupun ia mendengarkan sambil berjalan-jalan. NFA berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. NFA kurang mengenal nama teman-temannya di kelas. Menurut psikolog NFA mempunyai gangguan perkembangan ADHD (Attention Difisit and Hiperactive Disorder).


(25)

Subjek 3

Nama : MIN

Tanggal lahir : 20 Februari 2009

Profile :

Berdasarkan laporan psikolog yang dilakukan pada tahun 2009 taraf IQ yang dimiliki oleh MIN menurut skala Weschler sebenarnya potensi kecerdasan MIN berada dalam “ VERY SUPERIOR” dengan original IQ = 131. Berdasarkan pengamatan penulis dan hasil wawancara dengan guru kelas MIN merupakan anak yang kurang mempunyai motivasi dalam belajar. MIN bisa mengikuti pelajaran sampai selesai dan mengerjakan tugas-tugasnya tetapi harus dengan perhatian yang lebih. Sifat lain yang dimiliki oleh MIN adalah ia mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemamuannya saja bila ia tidak mood ia tidak mengerjakan tugas. MIN sering tertidur di kelas jika ia ingin melakukannya tanpa bisa di cegah. MIN juga kurang mematuhi tata tertib di kelas ia sering makan sambil belajar atau menyimpan kakinya di atas meja. Kemampuan akademiknya cukup tinggi terutama dalam pelajaran matematika. MIN juga tidak terlalu peduli dengan lingkungannya. MIN berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pada saat pembelajaran berlangsung MIN jarang bertanya kepada guru ia tampak acuh tak acuh saja.

b. Guru Kelas

Guru kelas yang dimaksud adalah guru kelas IV SD Muhamadiyah 7 rombongan belajar Abu Bakar. Kelas abu bakar


(26)

adalah kelas yang di dalamnya terdapat tiga anak berkebutuhan khusus. Adapun guru kelas identitas guru kelas adalah sebagai berikut: Nama : ”IR”

Jenis Kelamin : Perempuan

c. Sumber Data

Kelas IV SD muhamadiyah 7 memilki siswa keseluruhan berjumlah 34 orang dengan komposisi laki-laki 16 0rang dan perempuan 18 orang. Teman kelas yang dijadikan sumber data tidak semuanya tetapi hanya 6 orang. Pemilihan 6 orang teman kelas yang menjadi sumber data dikarenakan adanya kedekatan dengan subjek penelitian. Pemilihan ini dimaksudkan agar informasi yang di dapat lebih akurat. Adapun 6 orang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Daftar Sumber Data dari Unsur Teman Kelas SUBJEK

PENELITIAN

SUMBER

DATA USIA L/P

MR TN 11 tahun L

MDA 10 tahun L

NFA BA 10 tahun L

DA 10 tahun L

MIN MNA 10 tahun L

SA 10 tahun L

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas IV SD X Kota Bandung. SD ini menyelenggarakan pendidikan dengan seting inklusif.


(27)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah Wawan cara dan Observasi.

1. Observasi

Teknik observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap

sesuatu objek dengan menggunakan seluruh indra, observasi dalam

penelitian berarti mengamati perilaku subjek atau objek yang diteliti, serta

mengumpulkan data-data lainnya, seperti sarana, dll yang berhubungan

dengan fokus penelitian.

Faisal (Sugiyono, 2008) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisifasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (over observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation).

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi langsung non partisipatori, atau dengan pengamatan langsung tanpa melibatkan diri secara langsung pada kegiatan di lokasi penelitian.

Teknik Observasi digunakan untuk mengamati secara langsung perilaku-perilaku anak di kelas 4 SD X Kota Bandung. Kegiatan observasi ini, bertujuan untuk mengamati kegiatan atau perilaku keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus. Pedoman observasi dapat dilihat pada lampiran 1.


(28)

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh data atau informasi yang lebih mendalam dan relevan dengan masalah yang diteliti. Kegiatan wawancara ini ditujukan untuk mengungkap informasi dari guru tentang keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus selama berada dilingkungan sekolah.

Sejalan pendapat yang dikemukakan Susan Stainback (Sugiyono, 2008) bahwa wawancara: „... provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or

phenomenon than can be gained through observation alone.’

Dengan teknik wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan (informan) dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Teknik wawancara yang dipergunakan dalam pengumpulan data ini terdiri dari wawancara semi terstruktur dan wawancara tak berstruktur.

Wawancara semi terstruktur digunakan dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2008). Wawancara dilakukan dalam suasana yang alami, kekeluargaan dan dalam waktu yang fleksibel. Dengan wawancara peneliti dapat mengungkapkan pandangan, gagasan dan pikiran dari subyek penelitian. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dicatat dan dapat disalin menjadi bentuk tulisan/laporan.


(29)

Teknik wawancara digunakan oleh peneliti untuk mengetahui kepada teman dari subyek penelitian dan guru tentang keterampilan sosial sebelum mendapatkan metode STAD dan setelah mendapatkan metode STAD dalam kegiatan pembelajaran.


(30)

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

Pengembangan keterampilan sosial ini didasarkan pada teori Jhon Jarolimek yang terdiri dari empat aspek sebagai berikut:

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

TENTANG KETERAMPILAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pertanyaan Penelitian Aspek Indikator Teknik Pengambilan

Data Subjek

1. Bagaimana keterampilan sosial anak berkebutuan khusus sebelum dilakukannya pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif 2. Bagaimana keterampilan sosial anak berkebutuan khusus sesudah dilakukannya pembelajaran

kooperatif tipe STAD

1. Bekerjasama 1.1.Membantu teman yang membutuhkan bantuan

1.2.Bekerjasama menyelesaikan tugas

1.3.Berbagi peran dalam kelompok dalam menyelesaikan tugas

Wawancara observasi

Guru dan Teman kelas

2. Berinteraksi 2.1.Berinisiatif untuk bermain bersama 2.2.Menyapa orang lain

2.3.Tersenyum terhadap teman 2.4.Menjawab ucapan salam

2.5.Mencoba melakukan pendekatan dengan teman atau kelompok?

Wawancara observasi

Guru dan Teman kelas

3. Mengontrol diri

3.1.Mampu menghindari kegiatan yang membahayakan dirinya

3.2.Mampu menahan diri untuk menunggu

Wawancara observasi

Guru dan Teman kelas


(31)

pada kelas dengan seting inklusif

giliran

3.3.Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain

3.4.Menyelesaikan konflik dengan bantuan guru atau teman

3.5.Meminta ijin saat keluar kelas

3.6.Meminta maaf saat melakukan kesalahan 3.7.Meminta ijin saat meminjam barang teman 3.8.Bereaksi wajar terhadap situasi yang tidak

dikehendaki 4. Saling

bertukar pikiran dan pengalaman

4.1.Mengajukan pertanyaan terhadap teman atau guru.

4.2.Melakukan percakapan dengan teman 4.3.Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan

teman atau guru

Wawancara observasi

Guru dan Teman kelas


(32)

E. Teknik Analisis Data

Mengenai analisis data, Moleong (2004: 103) mengatakan bahwa: “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar , sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan”. Dalam analisis data kualitatif, Nasution (1992: 128-130) menganjurkan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mereduksi data; (2) display data; dan (3) mengambil kesimpulan dan verifikasi, yang dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.

Dalam reduksi yang dilakukan penulis dimulai dengan menulis data lapangan secara terus menerus dalam jumlah yang banyak. Kemudian tulisan tersebut direduksi, dirangkum sesuai dengan hal-hal pokok untuk mencari tema atau polanya. Pada dasarnya bahwa laporan lapangan sebagai bahan mentah dituangkan, direduksi, disusun lebih sistematis, sehingga mudah dikendalikan (Nasution, 1992: 129). Mengenai display data, merujuk pada pembuatan grafik, matrik, network, atau chart yang dapat digunakan untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu secara lebih efektif. Cara ini dapat lebih memudahkan peneliti dalam mengambil keputusan. Kesimpulan dan verifikasi dilakukan sejak ada data yang dikumpulkan. Awalnya memang masih kabur, bias, diragukan, tetapi pada tahap berikutnya karena datanya bertambah terus, maka pada akhirnya dapat diambil kesimpulan yang lebih grounded. Bersamaan dengan aktivitas ini, verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru.


(33)

Berdasarkan pendapat tersebut, penulis melakukan analisis data selama penlitian dilaksanakan. Analisis data dengan cara melakukan kegiatan lapangan secara langsung, melakukan member check kepada subjek penelitian, melakukan triangulasi dalam rangka memperoleh keabsahan data, dan melakukan penyempurnaan analisis. Langkah selanjutnya adalah menyusun kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan proses dan jenis data yang didapatkan untuk menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Setelah dari lapangan, terhadap data yang terkumpul dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) reduksi data, yaitu merangkum laporan lapangan, mencatat, memasukan ke dalam file, mengklasifikasi sekaligus menemukan kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan fokus penelitian; (2) menunjukan data sehingga hubungan data yang satu dengan data yang lainnya menjadi jelas dan saling membentuk satu kesatuan yang utuh, membandingkan sekaligus menganalisisnya secara lebih mendalam untuk memperoleh maknanya dan temuannya, dan; (3) menarik kesimpulan.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian inti peneliti mengadakan penelitian pendahuluan berkenaan dengan lokasi penelitian. Fokus penelitian pendahuluan yang dilakukan berkenaan dengan lingkungan belajar. Penelitian pendahuluan tentang lingkungan Fisik dan lingkungan sosial.


(34)

Di bawah ini akan dikemukakan hasil observasi tentang lingkungan belajar: Observasi tentang lingkungan belajar ini dilakukan sebagai penelitian pendahuluan sebagai bahan pendukung terhadap penelitian primer yang akan dilakukan oleh penulis. Observasi tentang lingkungan belajar memuat tentang dua hal pokok yaitu: Lingkungan Fisik dan Lingkungan Sosial.

Observasi tentang lingkungan fisik berkenaan dengan: (a) fasilitas dalam kelas yang berhubungan dengan pembelajaran. (b) Tata susun kelas (c) irkulasi udara dan cahaya (d) aksesibilitas. Observasi lingkungan sosial berkenaan dengan: (a) keharmonisan interaksi di dalam kelas (b) Toleransi dan penerimaan antar individu.

1. Obervasi Tentang Lingkungan Fisik

Hasil observasi menunjukan lingkungan kelas di SD muhamadiyah 7 bisa dikatakan memadai. Pada Ruang kelas IV terlihat sangat leluasa untuk menampung siswa sebanyak 34 orang. Di belakang kelas terdapat rak yang tertutup dengan ruang rak sebanyak siswa yang ada di kelas artinya masing-masing anak mempunyai satu ruang rak untuk menyimpan keperluan siswa. Di depan tengah kelas terdapat papan tulis putih yang lebar sehingga anak dapat melihat dengan jelas dari belakang. Di bagian samping kanan depan terdapat dua meja guru. Meja pertama dilengkapi dengan sebuah kursi yang digunakan untuk tempat duduk guru sedangkan meja yang lainnya digunakan untuk menyimpan media pembelajaran dan buku administrasi guru. Di bagian


(35)

depan samping kiri terdapat pintu yang cukup lebar dengan kondisi daun pintu yang baik.

Tempat duduk siswa di desain satu meja dengan satu kursi. Meja dan kursi siswa dibuat dari bahan yang ringan sehingga siswa mudah memindahkannya sesuai dengan keperluan. Pada sisi kiri meja terdapat cantolan yang berfungsi untuk menggatungkan tas siswa. Meja siswa disusun dengan jarak kurang lebih satu meter ke samping dan satu meter ke belakang. Tata susun kelas yang demikian memungkinkan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk bergerak bebas.

Sirkulasi udara pada ruang kelas cukup baik sehingga udara terasa segar. Penulis dapat merasakan kesegaran udara ketika berada pada kelas tersebut. Di samping kiri dan kanan atas dinding kelas terdapat jendela yang memanjang dari depan ke belakang tempat keluar masuk udara dan cahaya. SD Muhamadiyah 7 tempat dilaksanakannya penelitian terdapat di dalam perumahan sehingga tidak terlalu bising suara kendaraan tetapi di luar samping kanan kelas IV digunakan sebagai tempat parkir sepeda siswa dan sepeda motor sehingga akan terdengar suara sepeda motor yang keluar masuk dan suara siswa yang memarkir sepeda.

2. Hasil Observasi Tentang Lingkungan Sosial.

Kelas IV yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 35 siswa dengan komposisi 20 berjenis kelamin laki-laki dan 15 berjenis kelamin


(36)

perempuan. Pada kelas tersebut terdapat tiga orang siswa berkebutuhan khusus. Prsentase anak berkebuthan khusus adalah 8.5% dari siswa keseluruhan. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis kelas tersebut cukup harmonis. Mereka terlihat sangat kompak di kelas dalam berbagai kegiatan pembelajaran.

Toleransi dan penerimaan individu cukup baik. Tiga anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas dapat diterima dengan baik. Ketika kegiatan pembelajaran ada seorang siswa berkebutuhan khusus yang selalu jalan-jalan di dalam kelas tetapi situasi tersebut tidak mengganggu pembelajaran. Mereka menerima anak berkebutuhan khusus dengan lapang dada. Kondisi tersebut merupakan hasil kerja keras guru kelas yang secara terus menerus memberikan pengertian kepada seluruh siswa tentang kondisi anak berkebuthan khsusus yang ada di kelas tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu sebelum anak diberikan perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan setelah dilakukannya perlakuan dengan cara observasi kepada anak dan wawancara kepada guru. Penelitian ini dilakukan selama bulan oktober 2011. Pada minggu pertama dilakukan obsevasi awal dan wawancara awal tentang keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus pada seting pendidikan inklusif baik di dalam dan di luar kelas. Kemudian pada minggu kedua dan ketiga dilakukan tindakan berupa pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada minggu keempat dilakukan lagi observasi dan wawancara untuk mengamati


(37)

keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus setelah adanya tindakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berikut disajikan alur penelitian:

BAGAN 3.1 ALUR PENELITIAN

Studi

Pendhuluan

Keterampilan sosial anak

berkebutuhan khusus sebelum

mendapat pembelajaran

kooperatif tipe STAD

Proses

KBM

Pelaksanaan

Pembelajaran

Kooperatif Tipe

STAD

Keterampilan Sosial Setelah

Mendapat Pembelajaran


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus pada Seting Kelas Inklusif Sebelum Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievment Divisions)

Keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus sebelum mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD pada seting kelas inklusif terlihat berbeda-beda pada setiap individu anak berkebutuhan khusus. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kebutuhan khusus yang dimiliki oleh tiap subjek.

Pada subjek MR yang termasuk anak yang termasuk anak tunagrahita ringan memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan dua anak berkebuthan khusus lainnya.

Keterampilan sosial subjek penelitian NFA sebelum mengikuti pembelajaran kooperatif terlihat masih banyak yang belum tampak pada diri NFA. NFA adalah siswa bekebutuhan khusus yang digolongkan pada anak ADHD (Attension Difisit Hiperactivity Disorder).

Kenyataan di kelas NFA kurang mampu duduk diam dalam waktu lama, ia selalu bergerak dan memperhatikan sekeliling, tangan dan kakinya selalu bergerak, selain itu durasi atensinya sangat pendek dan mudah teralih oleh rangsang sekeliling sehingga menyebabkan kualitas


(39)

konsentrasinya rendah. Perbendaharaan kata NFA juga tampak kurang mencukupi untuk menjelaskan ide-ide dan pendapatnya. Kondisi NFA seperti ini akan mempengaruhi keterampilan sosialnya. Melihat kondisi seperti ini dapat dimengerti jika keterampilan sosial yang tampak pada diri NFA paling sedikit dibandingkan dengan anak berkebutuhan khusus lain.

Subjek penelitian selanjutnya adalah MIN keterampilan sosial MIN sebelum mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik bila dibandingkan dengan MIN lebih dari setengah indikator sudah tampak pada diri MIN.

MIN adalah siswa berkebutuhan khusus yang digolongkan pada siswa ADD (Attention Defisit Disorder). MIN tergolong siswa yang mempunyai potensi kecerdasan yang bagus IQ nya mencapai 131 pada skala wechler. Selain perhatiannya yang gampang teralihkan dan durasi konsentrasinya yang pendek MIN terkesan “moody”. Ia akan bersikap kooperatif dan memiliki task comitment (kesediaan melakukan tugas) bila sesuai suasana hatinya dan minatnya. Selain itu MIN perlu meningkatkan keterampilan dalam membangun relasi interpersonal dengan orang yang berada dilingkungan baik teman sebaya maupun guru.

2. Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus pada Seting kelas Inklusif setelah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievment Divisions)


(40)

Keterampilan sosial subjek penelitian MR, NFA dan MIN setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami perkembangan. Tingkat perkembangan yang dialami oleh masing-masing subjek penelitian berbeda-beda. Subjek penelitian MR mengalami perkembangan setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Subjek NFA mengalami perkembangan dalam keterampilan sosialnya perkemabangan yang dialami oleh NFA lebih banyak dibandingkan dengan MR dan NFA. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan kesempatan kepada NFA untuk mengembangan keterampilan sosialnya.

Subjek MIN mengalami perkembangan dalam keterampilan sosialnya setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hampir seluruh indikator keterampilan sosial tampak pada diri MIN setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif.

Berdasarkan perkembangan keterampilan sosial yang dialami oleh ketiga subjek penelitian maka peneliti berkesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak pada perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khsusus pada seting kelas inklusif.

B. Rekomendasi

Berkenaan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak pada perkembangan


(41)

keterampilan sosial anak berkembutuhan khusus dalam seting kelas inklusif, maka ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan sebagai berikut:

a. Bagi guru

Pendidikan inklusif merupakan perwujudan dari kualitas pendidikan dimana sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan anak. Pada pelaksanaan pendidikan inklusif diperlukan kreativitas dan inovasi dari guru untuk memberikan pelayanan terhadap anak sehingga anak mempunyai kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensinya termasuk anak berkebutuhan khusus.

Model pembelajaran kooperatif adalah sebuah model yang bisa digunakan dan terbukti dapat mengembangkan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu penulis merekomendasikan agar model pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa digunakan pada kelas dengan seting inklusif sebagai salah satu alternatif

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini berkenaan dengan perkebangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus dalam seting pendidika inklusif melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk peneliti selanjutnya perlu diteliti tentang bagaimana dampak pembelajaran kooperatif tipe STAD


(42)

terhadap penerimaan anak berkebutuhan khusus oleh anak-anak pada umumnya.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (1990) Penelitian Kependidikan. Bandung: Angkasa

Alimin, Zaenal. (2010) Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif/Kecerdasan dan Motorik. Bandung: Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus. SPS UPI

Amin, Moh. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Tenaga Guru.

Anderws, J. (1993) The Inslusive Classroom Educating Exceptional Children. Canada: Nelson Canada.

Arikunto, Suharsimi. (1993), Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta, PT Rineka Cipta

Budiyanto. (2005). Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Dikti.

Cartledge, G & Milburn (1993). Teaching Social Skill to Children. New york : Pergamon Press.

Chaplin, JP. Penerjemah Kartini Kartono. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Grafindo.

Hidayat, D.S. (2005). Pengelolaan Inklusif di Sekolah Dasar Reguler. Tesis pada Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Ibrahim, M. et al. (2007). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri

Surabaya Press.

Isjoni. (2009), Pembelajaran Kooperatif meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta didik. Jogjakarta: Pustaka pelajar.

Jarolimek, J. (1993). Social Studies in Elementary Education. New York : Mc.Millan Publishing.

Koes, Supriyono. (2003). Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: Universitas Negeri Malang

Kustawan, D. (2006) Penilaian Hasil Belajar Di Sekolah Uji Coba Implementasi Pendidikan Inklusif (Studi Kasus tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Guru di


(44)

Sekolah Uji Coba Implementasi Pendidikan Inklusif SDN X di Kota Sukabumi). Tesis: Bandung :PPS UPI

Lie, Anita. (2004). Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo

Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nasution, S. (1982 ), Metode Research, Bandung, Jemmars.

Nasution, S. (1992) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nurfitryah (2006). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan

Keterampilan Sosial Siswa. Skripsi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Omrod, J.E. (2009), Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Bandung: Erlangga

Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus, Konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus: Akses dan Mutu, 7-10 Juni 1994. Salamanca, Spanyol: UNESCO dan Ministry of Education and Science, Spain.

Susilana Rudi, Model Pembelajaran Kooperatip Tipe STAD dan Pemahaman Konsep

tersedia dalam

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_0602892_chapter2.pdf Sagala, Saiful. (2009) Konsep dan Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Satori, Dj., dan Komariah, S. (2010) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Slavin, E. Robert. (2008). Success for All! Cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Solihatin, Etin dan Rahardjo. (2009). Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara


(45)

Sugiarmin, M. (2010) Atention Defisit Hiperactivity Disorder(ADHD). Materi Perkuliahan Program Studi PKKH: SPS UPI (tidak diterbitkan)

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Sunanto, Dj. et all. (2004). Pendidikan yang Terbuka bagi Semua. Bandung:

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan UNESCO Jakarta Office. Sunardi. ( 1996 ). Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa. Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Susilana Rudi, Model Pembelajaran Kooperatip Tipe STAD dan Pemahaman Konseptersediadalam

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_0602892_chapter2.pdf Syaodih, Nana. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda

Karya

Tarsidi, D. (2002) Kompetensi Sosial Anak Tunanetra, Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan Trianto. (2007), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Universitas Pendidikan Indonesia (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI.

Widiati, E. (2005). Interaksi Sosial Anak Tuna Rungu dengan Teman Sebaya pada Jam Istirahat di Sekolah Reguler. Tesis pada Program Pendidikan Kebutuhan Khusus Program Pasca Sarjana. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.


(1)

176

Doddi Imanuddin, 2013

Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif

Keterampilan sosial subjek penelitian MR, NFA dan MIN setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami perkembangan. Tingkat perkembangan yang dialami oleh masing-masing subjek penelitian berbeda-beda. Subjek penelitian MR mengalami perkembangan setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Subjek NFA mengalami perkembangan dalam keterampilan sosialnya perkemabangan yang dialami oleh NFA lebih banyak dibandingkan dengan MR dan NFA. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan kesempatan kepada NFA untuk mengembangan keterampilan sosialnya.

Subjek MIN mengalami perkembangan dalam keterampilan sosialnya setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hampir seluruh indikator keterampilan sosial tampak pada diri MIN setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas dengan seting inklusif.

Berdasarkan perkembangan keterampilan sosial yang dialami oleh ketiga subjek penelitian maka peneliti berkesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak pada perkembangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khsusus pada seting kelas inklusif.

B. Rekomendasi

Berkenaan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak pada perkembangan


(2)

Doddi Imanuddin, 2013

Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif

keterampilan sosial anak berkembutuhan khusus dalam seting kelas inklusif, maka ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan sebagai berikut:

a. Bagi guru

Pendidikan inklusif merupakan perwujudan dari kualitas pendidikan dimana sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan anak. Pada pelaksanaan pendidikan inklusif diperlukan kreativitas dan inovasi dari guru untuk memberikan pelayanan terhadap anak sehingga anak mempunyai kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensinya termasuk anak berkebutuhan khusus.

Model pembelajaran kooperatif adalah sebuah model yang bisa digunakan dan terbukti dapat mengembangkan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu penulis merekomendasikan agar model pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa digunakan pada kelas dengan seting inklusif sebagai salah satu alternatif

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini berkenaan dengan perkebangan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus dalam seting pendidika inklusif melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk peneliti selanjutnya perlu diteliti tentang bagaimana dampak pembelajaran kooperatif tipe STAD


(3)

178

Doddi Imanuddin, 2013

Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif

terhadap penerimaan anak berkebutuhan khusus oleh anak-anak pada umumnya.


(4)

Doddi Imanuddin, 2013

Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (1990) Penelitian Kependidikan. Bandung: Angkasa

Alimin, Zaenal. (2010) Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif/Kecerdasan dan Motorik. Bandung: Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus. SPS UPI

Amin, Moh. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Tenaga Guru.

Anderws, J. (1993) The Inslusive Classroom Educating Exceptional Children. Canada: Nelson Canada.

Arikunto, Suharsimi. (1993), Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta, PT Rineka Cipta

Budiyanto. (2005). Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Dikti.

Cartledge, G & Milburn (1993). Teaching Social Skill to Children. New york : Pergamon Press.

Chaplin, JP. Penerjemah Kartini Kartono. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Grafindo.

Hidayat, D.S. (2005). Pengelolaan Inklusif di Sekolah Dasar Reguler. Tesis pada Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Ibrahim, M. et al. (2007). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri

Surabaya Press.

Isjoni. (2009), Pembelajaran Kooperatif meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta didik. Jogjakarta: Pustaka pelajar.

Jarolimek, J. (1993). Social Studies in Elementary Education. New York : Mc.Millan Publishing.

Koes, Supriyono. (2003). Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: Universitas Negeri Malang

Kustawan, D. (2006) Penilaian Hasil Belajar Di Sekolah Uji Coba Implementasi


(5)

179

Doddi Imanuddin, 2013

Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif

Sekolah Uji Coba Implementasi Pendidikan Inklusif SDN X di Kota Sukabumi).

Tesis: Bandung :PPS UPI

Lie, Anita. (2004). Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo

Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nasution, S. (1982 ), Metode Research, Bandung, Jemmars.

Nasution, S. (1992) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nurfitryah (2006). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan

Keterampilan Sosial Siswa. Skripsi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Omrod, J.E. (2009), Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Bandung: Erlangga

Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus, Konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus: Akses dan Mutu, 7-10 Juni 1994. Salamanca, Spanyol: UNESCO dan Ministry of Education and Science, Spain.

Susilana Rudi, Model Pembelajaran Kooperatip Tipe STAD dan Pemahaman Konsep

tersedia dalam

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_0602892_chapter2.pdf

Sagala, Saiful. (2009) Konsep dan Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Satori, Dj., dan Komariah, S. (2010) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Slavin, E. Robert. (2008). Success for All! Cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Solihatin, Etin dan Rahardjo. (2009). Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara


(6)

Doddi Imanuddin, 2013

Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Seting Kelas Inklusif

Sugiarmin, M. (2010) Atention Defisit Hiperactivity Disorder(ADHD). Materi Perkuliahan Program Studi PKKH: SPS UPI (tidak diterbitkan)

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Sunanto, Dj. et all. (2004). Pendidikan yang Terbuka bagi Semua. Bandung:

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan UNESCO Jakarta Office. Sunardi. ( 1996 ). Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa. Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Susilana Rudi, Model Pembelajaran Kooperatip Tipe STAD dan Pemahaman Konseptersediadalam

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_0602892_chapter2.pdf Syaodih, Nana. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda

Karya

Tarsidi, D. (2002) Kompetensi Sosial Anak Tunanetra, Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Trianto. (2007), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Universitas Pendidikan Indonesia (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI.

Widiati, E. (2005). Interaksi Sosial Anak Tuna Rungu dengan Teman Sebaya pada Jam Istirahat di Sekolah Reguler. Tesis pada Program Pendidikan Kebutuhan Khusus Program Pasca Sarjana. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.