PUTUSAN HAKIM DALAM PERSPEKTIF NORMATIF DAN SOSIOLOGIS Putusan Hakim Dalam Perspektif Normatif Dan Sosiologis (Studi Kasus Dissenting Opinion Putusan Pengadilan Hubungan Industrial).

PUTUSAN HAKIM DALAM PERSPEKTIF NORMATIF
DAN SOSIOLOGIS
(Studi Kasus Dissenting Opinion Putusan Pengadilan Hubungan Industrial)

NASKAH PUBLIKASI
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Magister Program Studi
Magister Ilmu Hukum

Oleh :
YOESOEF MOESTHAFA
NIM : R. 100 080 073

NIM. P. .....................
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

ii

PUTUSAN HAKIM DALAM PERSPEKTIF NORMATIF DAN SOSIOLOGIS

(Studi Kasus Dissenting Opinion Putusan Pengadilan Hubungan Industrial)
Oleh: YOESOEF MOESTHAFA
Abstrak
In general, this research aims: (1) To determine the concepts and rules of the
dissenting opinion in the decision making process a termination case in the Court of
Industrial Relations Court of Semarang. (2) To determine the impact of emerging
court decisions on industrial relations because of the dissenting opinion.
In this study, researchers take a place at the Industrial Relations Court in the
District Court of Semarang. Techniques of data collection using interviews and
literature study. Data analysis technique used is the technique of descriptive analysis
of qualitative data.
Results of research: (1) Dissenting opinion arise because one judge argued that:
The reason for layoffs due to an error which is based on weight / under article 158 of
Law No 13 of 2003 is not acceptable because in accordance with the decision of the
Constitutional Court stated that Article 158 of Law No 13 year 2003 was: (a)
Contrary to the 1945 agreement means any agreement in that the material is in
accordance with article 158 is null and void. (b) does not have any binding legal
force, which means for determining an action such as a severe error is indicated by a
criminal act must be proven prior to the decision of criminal justice. (2) Matters
underlying the dissenting Justices did opinoon is due to the independence of judges

in deciding cases is limited by statutory provisions. While in particular the
emergence of dissenting opinion in the case of termination of employment is a
difference of opinion of the Judges are caused by different interpretations of case
law, the use of different principles, or a different interpretation of the facts. (3) of the
Industrial Relations Court Judge in the termination of employment, based on a
decision based on majority vote among the members of the panel of judges. With a
majority vote, then the judge who disagreed with the decision of the majority judges
are required to make a written statement of minority judges who openly expressed
disagreement with the decision of the court in Pengadilah Industrial Relations.
Keywords: dissenting opinion
Pendahuluan
Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial, bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus: (a) di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; (b) di
tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; (c) di tingkat
pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; (d) di tingkat pertama
dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu

1

perusahaan1. Dengan adanya Pengadilan Hubungan Industri tersebut, maka

perselisihan sebagai akibat dari ketidak puasan pekerja/buruh akan dapat diselesaikan
melalui pengadilan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman, terdapat suatu konvensi di antara para anggota suatu majelis
hakim dimana jika dalam sidang permusyawaratan majelis hakim tidak mencapai
mufakat maka pendapat hakim minoritas yang berbeda dengan hasil rapat
permusyawaratan hakim wajib dimuat dalam putusan dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari putusan tersebut (Pasal 19 ayat (4) dan ayat (5) UU RI No. 4
Tahun 2004). Hal inilah yang dalam praktik pengadilan dikenal dengan istilah
dissenting opinion. Dissenting opinion merupakan salah satu realitas baru dan
fenomena yang sedang marak terjadi dalam peradilan di Indonesia saat ini. Praktik
pencantuman dissenting opinion dalam suatu putusan pengadilan juga telah dikenal
dalam berbagai sistem hukum dengan negara-negara lain.
Dengan adanya pengaturan mengenai dissenting opinion dalam peraturan
perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman pada satu sisi memungkinkan
adanya perbedaan pendapat (secara terbuka) diantara para anggota majelis hakim
yang tidak memungkinkan hal tersebut menyebabkan adanya ketidakharmonisan
antara peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
kekuasaan kehakiman dengan pedoman penyelenggaraan hukum, khususnya
berkaitan dengan sifat dan cara menyampaikan perbedaan dalam berbagai aspek.

Dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial apabila terjadi perbedaan
pendapat (dissenting opinion) diantara majelis hakim maka pendapat hakim yang
berbeda dimuat dalam pertimbangan putusan 2. Selain itu, setelah mempelajari data
berupa putusan-putusan Pengadilan Hubungan Industrial dalam perkara perselisihan
pengusaha dan karyawan dapat diasumsikan bahwa belum terdapat suatu pola baku
pencantuman dissenting opinion dalam suatu putusan pengadilan.

1

2

Anonim, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial besrta Peraturan Pelaksanannya, 2005, hal 29.
Hukum Acarapengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)

2

Paper ini mengembangkan dan menguji ketertarikan dalam kebiasaan hukum
untuk menggali fenomena perbedaan hukum/yuridis, yang terkadang menyebabkan

hakim tidak setuju ketika adanya perbedaan pendapat utama. Pada kenyataannya,
frekuensi perbedaan secara negative dihubungkan pada jumlah kasus yang ditanganai
dan secara positif dihubungkan dengan keberagaman ideology dalam hukum dalam
rangkaian dan ukuran rangkaian (misal: semakin sedikit pertimbangan, semakin
besar korban kolektivitas perbedaan, sedangkan berbagai hal yang sama akan
mempunyai perbedaan pendapat yang kecil). Kami juga menemukan bahwa
perbedaan pendapat meningkatkan panjangnya opini mayoritas (menentukan biaya
kolektivitas dengan membuat mayoritas bekerja lebih keras) dan jarang terjadi pada
rangkaian dalam maupun luar (mengurangi nilai perbedaan pendapat). Dalam
pengadilan, kami menemukan bahwa tingkat perbedaan pendapat secara negative
berhubungan dengan jumlah kasus dan secara positif dihubungkan dengan perbedaan
ideology, pendapat mayoritas lebih panjang ketika ada perbedaan dan hal tersebut
jarang terjadi di dalam pengadilan.3
Jika arbitrase pengadilan dibentuk lebih dari satu arbitrator, pemecahan
masalah kesulitan dan proses pengadilan dapat diproses dengan tugas berat
harmonisasi opini anggota pengadilan arbitrase. Setiap kali arbitrator gagal untuk
melakukan tugas, penghargaan arbitral akan disertai dengan perbedaan pendapat.
Paper ini menguji hasil kelegalan perbedaan pendapat (dalam hal aspek kegunaan,
efek dan procedural), seperti yang ada dalam beberapa peraturan arbitrasi, berfokus
pada perbandingan antara solusi yang diberikan oleh badan arbitrasi yang menonjol

dan peraturan yang diterapkan oleh mahkamah Agung Internasional Romania dan
tujuannya untuk kmenemukan kebutuhann peraturan yang lebih baik. 4
Kami menggali informasi ekonomi dalam model keputusan yang didapat dari
perbedaan pendapat hukum secara strategis (yang benar2) menjadi pertimbangan
kembali dalam pengadilan tinggi dan kebebasan keputusan hukum untuk memilih
tinjauan kasus secara formal. Dalam model kami, hukum dan keadilan mendaptkan
3

4

Epstein, Lee, William M. Landes and Richard A. Posner, Why (and When) Judges Dissent:
A Theoretical and Empirical Analysis, The Law School, 2010.
Schiau, Ioan, Disagreeing on Parties’ Disagreement: The Aribitral Award and The
Dissenting Opinion, Legal Practice and International Laws, 2010.

3

kegunaan hasil kasus dalam pertanyaan dan dari penjabaran aplikasi hasil hukum
selain dari sumber kasus (nilai teladan dari sebuah kasus). Kebijaksanaan keputusan
mendatangkan kerugian kesempatan, menunjang hukum dan keadilan, yang

merefleksikan kesempatan sebelumnya untuk mempromosikan dan meninjau kasus
lain lain yang bisa mempengaruhi evolusi hukum. Satu keseimbangan yang masuk
akal dalam prediksi bahwa permohonan perngadilan akan menemukan nilai dalam
komunikasi informasi keadilan pengadilan. Namun tipe keseimbangan yang tidak
diharapkan dapat terjadi dan disebut sebagai keseimbangan dengan “teman aneh”:
hukum dengan fakta orientasi yurisprudensi.5
Bukan hal yang aneh untuk menguji praktek penyampaian pendapat di
pengadilan Anglo dalam Amerika dalam beberapa waktu. Yang didapatkan dari masa
lalu bahwa adanya ijin atau larangan adanya perbedaan pendapat ditujukan bukan
untuk adanya hukum yang lebih baik, namun untuk menerapkan peran dai
pengadalan. Peran ini akan memiliki kekuatan yang lebih besar dengan adanya
perselisihan atau perdebatan. Adanya argument tentang perbedaan pendapat
terkadang terkait dengan batasan kekuatan pengadilan dan terkadang terkait dengan
peningkatan kekuatan pengadilan.6
Perbedaan pendapat merupakan ekspresi tertulis dari pendapat yuridis jika
dalam pengadilan tidak didapatkan keputusan dengan suara bulat. Perbedaan
pendapat pengadalam akan berfokus pada hukum sebelum diproses dan dijelaskan.
Literature menunjukkan bahwa perbedaan pendapat bukan keistimewaan dari seluruh
hukum legal dan tidak dipresentasikan dengan cara yang sama. 7
Berdasarkan penguraian latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah profil dissenting opinion dari putusan
hakim di Pengadilan Hubungan Industri? (2) Bagaimanakah bentuk model dissenting
opinion yang ideal untuk putusan-putusan dalam perkara di Pengadilan Hubungan
Industri?
5

6

7

Daughety, Andrew F and Jennifer F Reinganum, Speaking Up: A Model of Judical Dissent
and Discretionary Review, The University of Chicago, 2006
Henderson, Todd M., From Seriatim To Consensus and Back Again: A Theory of Dissent,
The Law School The University of Chicago, 2007
Ibrahim, Noraini and Abdul Hadi Awang, With The Greatest Respect, I Cannot Agree ….:
An Investigation Into The Discourse of Dissenting in Selected Malaysian Judicial Opinions, The
Southeast Asian Journal of English Language Studies, 2011

4


Tujuan diadakan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui profil dissenting
opinion dari putusan hakim di Pengadilan Hubungan Industri. (2) Untuk mengetahui
bentuk model dissenting opinion yang ideal untuk putusan-putusan dalam perkara di
Pengadilan Hubungan Industri.
Manfaat penelitian ini adalah (1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi pengkajian tentang konsep dan aturan dissenting opinion. (2) Hasil
penelitian ini bisa dijadikan referensi model dissenting opinion yang ideal untuk
putusan-putusan dalam perkara di Pengadilan Hubungan Industri

Metode Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
empiris, karena konsep hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep
hukum menurut madzhab filsafat hukum. Adapun mazhab dalam filsafat hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan aliran mazhab sejarah hukum.
Dalam penelitian ini akan mencari pendapat hakim dan pertimbangan hakim yang
tertuang dalam dissenting opinion kemudian dianalisis antara putusan Pengadilan
dengan pendapat dan pertimbangan hakim yang melakukan dissenting opinion. Dari
penelitian ini dapat diketahui apa yang melatarbelakangi hakim melakukan
dissenting opinion, selain itu peneliti mengetahui implikasi yang muncul pada
putusan–putusan pengadilan hubungan industrial karena adanya dissenting opinion.

Putusan-putusan hakim di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Semarang, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Bandung, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Alasan penulis memilih obyek tersebut karena dari putusan tersebut akan kita ketahui
hal-hal yang melatarbelakangi hakim melakukan dissenting opinion.
Subjek penelitian ini adalah: Hakim di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Negeri Semarang, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Bandung, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Para
Pihak yang berperkara pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Semarang, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung,
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.
5

Sumber data sekunder berasal dari beberapa bahan hukum yang relevan yang
meliputi: (1) Bahan hukum primer yang mencakup ketentuan perundang-undangan
termasuk asas hukum; (2) Bahan hukum sekunder mencakup dasar-dasar teoretik
atau doktrin yang relevan; (3) Bahan hukum tertier adalah bahan yang berasal dari
kamus atau ensiklopedi. Data Primer yaitu data yang berupa hasil wawancara dari
subjek hukum. Data sekunder: data yang berupa putusan pengadilan, yaitu: putusan
pengadilan No.21/G/2006, tentang Pemutusan Hubungan Kerja karena kesalahan

berat; putusan pengadilan No. 44/G/2010. Tentang Perselisihan Hak dan Pemutusan
Hubungan Kerja; putusan pengadilan No130/G/2011 tentang Pemutusan Hubungan
Kerja Karena kesalahan berat.
Dalam melakukan penelitian digunakan alat penelitian sebagai berikut:
wawancara dan studi pustaka. Data yang diperoleh yaitu putusan pengadilan yang
memuat dissenting opinion akan dianalisis dengan memperhatikan dasar-dasar yang
digunakan oleh hakim dalam melakukan dissenting opinion. Analisis data dilakukan
secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara diskriptif dan
dianalisis secara kualitatif (content analysis). Dengan langkah-langkah sebagai
berikut: Data penelitian diklasifikasiakan sesuai dengan permasalahan penelitian.
Hasil klasifikasi selanjutnya di sistematisasikan. Data yang telah disistematisasikan
selanjutnya dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan. Analisis
data model Spradley membagi analisis data berdasarkan tahapan dalam penelitian
kualitatif. Tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif, meliputi
analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan analisis tema
kultural.
Hasil dan Pembahasan
Profil Disenting Opinion dari Putusan-Putusan Pengadilan Dalam Perkara-Perkara
Perselisihan Pengusaha dan Karyawan
Pada Pengadilan Hubungan Industrial, Majelis hakim yang menangani suatu
perkara

berjumlah 3 (tiga) orang, dari ketiga orang anggota majelis hakim ini

apabila dalam musyawarah menjelang pengambilan putusan terdapat perbedaan
pendapat diantara satu sama lain maka putusan akan diambil dengan jalan voting.
6

Sedangkan bagi hakim anggota yang kalah suara dalam menentukan putusan, dirinya
harus menerima pendapat mayoritas majelis hakim dan menuliskan pendapatnya
yang berbeda dan dituangkan di dalam putusan.
Dissenting Opinion yang terjadi di Pengadilan Hubungan Industrial tidak
mengikat dan berpengaruh apapun terhadap putusan. Akan tetapi, Dissenting
Opinion lebih kepada penghargaan terhadap pendapat seorang Hakim tentang
perkara aquo, dan Dissenting Opinion tersebut dapat digunakan untuk memancing
adanya perubahan dalam hukum/undang-undang, dan tidak menutup kemungkinan
akan ditiru oleh Hakim lain dalam mengadili perkara sejenis.
Timbulnya dissenting opinion di Pengadilan Hubungan Industrial timbul
setelah Hakim ketua menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”, dan pernyataan
inilah yang mengantar persidangan ke tahap musyawarah hakim, guna menyiapkan
putusan yang akan diajukan pengadilan. Sebenarnya, dari tahap-tahap tersebut yang
paling ditunggu-tunggu ialah keluarnya putusan hakim. Putusan pengadilan
merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka.
Hakim yang berbeda pendapat dalam perkara ini berpendapat bahwa bagi
pekerja yang melakukan mogok kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
dibenarkan undang-undang maka mogok kerja tersebut tidak sah sebagaimana diatur
dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 140, pasal 142 tentang mogok
kerja. Kemudian akibat hukum bila pekerja melakukan mogok kerja yang tidak sah
dan telah dipanggil untuk kembali bekerja akan tetapi tidak mau memenuhi
panggilan tersebut maka dianggap mengundurkan diri. Hal tersebut diatur dalam
Kepmen No 232 tahun 2003 tentang akibat mogok kerja yang tidak sah. Dalam
diskripsi kasus tersebut Hakim tersebut berpendapat bahwa kedua Penggugat yaitu
Penggugat I dan Penggugat II telah melakukan mogok kerja yang tidak sah, sehingga
para penggugat tersebut dikategorikan PHK karena mengundurkan diri, akan tetapi
dalam putusan perkara ini majelis hakim menyatakan bahwa hanya Penggugat II
yang dikategorikan PHK karena mengundurkan diri, sementara Penggugat I di PHk
karena melakukan kesalahan ringan. Disinilah terdapat cara pandang yang berbeda
antara majelis hakim yang menyebabkan salah satu hakim melakukan dissenting
opinion.
7

Berbagai penerapan disenting opinion pada kasus-kasus seperti paparan data
di atas, menunjukkan bahwa dalam menyampaikan pendapatnya yang berbeda yang
tertuang dalam dissenting opinion Hakim berupaya untuk mencari kebenaran yang
hakiki dalam penafsiran hukum yang sebenarnya. Hal ini terlihat dengan adanya
penafsiran hakim dan perbedaan pendapat yang dicantumkan dalam putusan setiap
perkara dalam bentuk disenting opinion.
Di negara yang menganut Sistem Hukum konstinental meskipun seorang
hakim yang memiliki pendapat yang berbeda dengan putusan hakim mayoritas,
dirinya harus mengalah dan mengakui putusan hakim mayoritas tetapi pendapat dari
hakim yang berbeda dengan putusan akan ikut dilampirkan dalam putusan dan
menjadi Dissenting Opinion. Hal ini telah dilakukan oleh Hakim Hubungan
Industrial dalam memutuskan setiap perkara.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa penerapan dissenting
opinion pada Pengadilan Hubungan Industrial telah memenuhi berbagai aspek yang
dikemukakan oleh Abraham Amos (2004), yang menyatakan bahwa dalam
penerapan dissenting opinion harus melihat: (1) Beraneka cara pandang dalam
menafsirkan hukum. (2) Pertentangan yang terdapat dalam aturan hukum berupa satu
undang-undang dengan lainnya. (3) Pemecahannya menyangkut masyarakat yang
komplek dan mengikuti cara pandang mereka. (4) Mencari kebenaran yang hakiki
dalam penafsiran hukum yang sebenar-benarnya. (5) Penerapan legal opinion
khususnya dissenting opinion dalam hukum International tidak lepas dari tujuan
akhir yakni mencari kebenaran hakiki yang seadil-adilnya 8
Bentuk Dissenting Opinion yang Ideal Untuk Putusan-Putusan Pengadilan dalam
Perkara-Perkara Perselisihan Pengusaha dan Karyawan
Dissenting Opinion dirasakan mempunyai manfaat dan nilai-nilai positif yang
dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengontrol Hakim. Nilai-nilai positif yang
bisa diambil dari pelaksanaan Dissenting Opinion. Untuk itu Dissenting Opinion
dikatakan ideal manakala kebijakan untuk memberlakukan Dissenting Opinion
didukung juga dengan adanya kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan
8

Abraham Amos, 2004, H.F. Legal Opininon, Aktualisasi Teoritis dan Emprisme, Raja Jakarta:
Grafindo Persada

8

salinan putusan pengadilan, karena jika tidak maka Dissenting Opinion tidak dapat
dilaksanakan oleh masyarakat karena masyarakat tidak dapat mengetahui dan menilai
pendapat Hakim yang berbeda dengan putusan.
Dalam perkara ini hakim yang berbeda pendapat tersebut jelas berupaya
mendudukkan permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam
perkara tersebut Penggugat telah diputus hubungan kerjanya oleh tergugat akan
tetapi pemutusan hubungan kerja tersebut belum atau tidak melalui penetapan dari
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dari permasalahan tersebut
dalam dissenting opinionnya hakim tersebut berpendapat bahwa pemutusan
hubungan kerja yang terjadi tersebut tidak sah karena tidak memenuhi syarat
ketentuan perundangan ketenagakerjaan. Dalam hal ini hakim tersebut telah
berupaya menggali keadilan melalui undang-undang. Selanjutnya hakim tersebut
juga berpendapat bahwa pengusaha tidak seharusnya menjatuhkan PHK terhadap
Pekerja/Penggugat hanya dikarenakan pernyataan Penggugat yang menyatakan
bahwa hubungan kerja yang ada pada perusahaan tersebut adalah perbudakan dan
tidak manusiawi hal mana menurut Tergugat pernyataan adalah sebuah bentuk fitnah
dan pencemaran nama baik. Dalam dissenting opinionnya hakim tersebut
berpendapat bahwa permasalahan tersebut sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara
yang lebih baik tanpa harus memPHK pekerja. Tetapi bisa diselesaikan dengan cara
pekerja diharuskan membuat surat pernyataan yang berisi permohonan maaf dan
tidak akan akan mengulanginya lagi. Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa
penerapan dissenting opinion dalam perkara tersebut telah berusaha berpendapat
secara manusiawi yaitu mencoba menggali sebuah kearifan yang menjadi watak
bangsa Indonesia. Dari pendapat ini jelas terlihat bahwa dissenting opinion ini
mencoba menggali keadilan di luar undang-undang.
Merujuk pada hasil penelitian pada diskripsi kasus I, II dan III di atas, maka
dengan demikian model yang paling ideal untuk dissenting opinion pada perkara
perselisihan antara pengusaha dengan pekerja adalah model dissenting opinion
sebagaimana contoh diskripsi kasus I, II dan III di atas, yaitu pendapat hakim yang
berusaha menggali keadilan melalui undang-undang dan menggali keadilan di luar
undang-undang. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa model ideal untuk
9

putusan-putusan Pengadilan dalam perkara-perkara perselisihan Pengusaha dan
pekerja/buruh adalah penerapan disenting opinion yang didasarkan atas keyakinan
kebenaran oleh Hakim dalam menafsirkan perundangan tanpa adanya kepentingan
tertentu, diselenggarakan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan dengan
mencoba menggali keadilan melalui undang-undang dan menggali keadilan di luar
undang-undang, dengan tujuan mengutamakan dan mewujudkan keadilan di atas
kepastian hukum.
Dari uraian di atas

dalam memutus perkara peradilan industrial

menunjukkan bahwa Hakim kurang memperhatikan disenting opinion, sehingga
perbedaan pendapat hakim dalam memutus perkara baru dianggap sebagai sebuah
catatan keputusan pengadilan. Padahal semestinya dengan adanya doktrin dissenting
opinion (perbedaan pendapat) adalah untuk memberikan akuntabilitas kepada
masyarakat pencari keadilan (justiabelen) dari para hakim yang memutus perkara.
Dengan demikian, nilai positif atau manfaat yang dapat diperoleh dari adanya
Dissenting Opinion, salah satunya, adalah: “Adanya dissenting opinion (perbedaan
pendapat) dapat diketahui pendapat Hakim yang berbobot”.
Adanya Hakim yang memberikan dissenting opinion (perbedaan pendapat)
dalam

mengadili

kasus-kasus

peradilan

industrial

mengisyaratkan

adanya

ketidakyakinan (keragu-raguan) dari majelis hakim yang menyidangkan perkara
dalam kasus I, II, dan III. Adanya ketidakyakinan (keragu-raguan) majelis hakim
tersebut, Majelis Hakim telah berpegang pada asas in dubio pro reo yang artinya
“dalam keadaan yang meragukan, hakim harus mengambil keputusan yang
menguntungkan terdakwa”. Hal ini terlihat pada putusan perkara II, dan III, dimana
dalam putusannya Hakim memutuskan: Memerintahkan Tergugat untuk membayar
uang pesangon dan memenuhi hak-hak para penggugat.

10

Simpulan dan Saran
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa profil Dissenting
Opinion dari Putusan-Putusan Pengadilan Dalam Perkara-Perkara Perselisihan antara
Pengusaha dengan pekerja/buruh di Pengadilan Hubungan Industrial menunjukkan
karakter: (1) Cara pandang dan cara menafsirkan hukum yang berbeda-beda di antara
majelis hakim, (2) Adanya ketidaksinkronan aturan hukum antara satu undangundang dengan yang lainnya, (3) Cara pandang masyarakat yang komplek terhadap
hukum menjadi salah satu pertimbangan dalam menafsirkan hukum, (4) Senantiasa
mencoba menggali keadilan yang hakiki dalam penafsiran hukum. Dissenting
Opinion dikatakan ideal manakala dalam memberikan pendapatnya hakim senantiasa
mengakomodasi

aspek

keadilan,

aspek

kepastian

hukum

dan

juga

mempertimbangkan aspek-aspek sosiologis atau kemanfaatan. Yaitu dengan cara
menggali keadilan melalui undang-undang juga berupaya menggali keadilan di luar
undang-undang.
Hasil penelitian ini menyarankan kepada Hakim sejogianya memanfatkan
kesempatan melakukan dissenting opinion dengan sebaik-baiknya karena akan bisa
meningkatkan kualitas hakim. Proses musyawarah untuk pengambilan putusan harus
dilakukan secara transparan dan akuntabel agar tidak ada kesan ditutup-tutupi.
Ketentuan mengenai dissenting opinion perlu diatur lebih tegas dan terperinci dalam
perundang-undangan yang berlaku.

11

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial besrta Peraturan
Pelaksanannya.
Hukum Acara pengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
Epstein, Lee, William M. Landes and Richard A. Posner, 2010, Why (and When)
Judges Dissent: A Theoretical and Empirical Analysis, The Law School.
Schiau, Ioan, 2010, Disagreeing on Parties’ Disagreement: The Aribitral Award and
The Dissenting Opinion, Legal Practice and International Laws
Daughety, Andrew F and Jennifer F Reinganum, 2006, Speaking Up: A Model of
Judical Dissent and Discretionary Review, The University of Chicago.
Henderson, Todd M., 2007, From Seriatim To Consensus and Back Again: A Theory
of Dissent, The Law School The University of Chicago.
Ibrahim, Noraini and Abdul Hadi Awang, 2011, With The Greatest Respect, I
Cannot Agree ….: An Investigation Into The Discourse of Dissenting in
Selected Malaysian Judicial Opinions, The Southeast Asian Journal of English
Language Studies
Erwin, Muhammad, 2011, Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Amos, Abraham, 2004, H.F. Legal Opininon, Aktualisasi Teoritis dan Emprisme,
Raja Jakarta: Grafindo Persada

12