BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Nasionalisme - PENINGKATAN RASA NASIONALISME DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DI KELAS IV SD NEGERI 1 KLAHANG - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Nasionalisme

  a. Pengertian Nasionalisme Bangsa (nation) adalah sekumpulan manusia yang sama bahasanya, sama adat istiadatnya, sama asal-usulnya, sama kebudayaannya, senasib dan sepenanggungan, dan tempat kediamannya (negaranya) pun sama. Nasionalisme secara umum melibatkan identifikasi identitas etnis dan negara. Menurut Hyman (2002 :299)

  “…with the national or patriotic idea so weak and undeveloped, it arguably makes more sense to analyze rival ideas of the nation held by the countr y's different ethnic groups”. Adanya

  nasionalisme, rakyat dapat meyakini bahwa bangsanya adalah sangat penting. Nasionalisme juga merupakan kata yang dimengerti sebagai gerakan untuk mendirikan atau melindungi tanah air. Dalam banyak kasus identifikasi budaya nasional yang homogen itu dapat dikombinasikan dengan pandangan negatif atas ras, budaya, atau bangsa lain (asing). Menurut Smith (2003 : 10) nasionalisme adalah ideologi yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya, sedangkan dalam jurnal internasional, definisi nasionalisme adalah sebagai berikut

  “Nationalism, in particular, remains the preeminent rhetoric for attempts to demarcate

  8

  

political communities, claim rights of self-determination and legitimate

rule by ref erence to “the people” of a country”. (Calhoun, 1993 : 235) Nasionalisme menekankan pada identitas kolektif.

Di sini “rakyat” itu harus bersifat otonom, bersatu, dan mengekspresikan budaya

  nasional yang tunggal. Identitas itu akan sangat terasa jika kita berada di luar negeri, di mana postur tubuh, etnisitas, ras, bahasa, agama, dan budaya kita berbeda dengan sekeliling kita. Maka kitapun akan merasa lebih dekat dengan sebangsa kita ketika kita berada diperantauan.

  Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa nasionalisme adalah suatu sikap yang mementingkan kebangsaan diatas segalanya, atau dengan kata lain seseorang yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi akan lebih memahami dan menghargai nilai-nilai kebangsaan dan memilki semangat kebangsaan yang tinggi.

  b. Pendidikan Nasionalisme Kita seharusnya menanamkan kepada generasi muda akan arti menjadi warga negara yang baik, yaitu mereka yang menunujukkan kebanggaan dan kecintaan tanah air. Mustari (2011:195) mengemukakan pendapat yang menjadi indikasi bahwa kita menjadi nasionalis diantaranya adalah : 1) Menghargai jasa para tokoh/pahlawan nasional.

  Menghargai jasa para tokoh/pahlawan nasional adalah hal yang sudah semestinya ditanamkan kepada generasi muda. Contoh yang paling mudah adalah jangan sampai mereka berada atau tinggal di sebuah jalan yang bernama seorang pahlawan, namun tidak tahu siapa dia.

  2) Bersedia menggunakan produk dalam negeri Bersedia menggunakan produk sendiri harus ditanamkan kepada kita semua, karena dengan itu berarti kita menghormati karya kita sendiri dan ini akan lebih membanggakan. 3) Menghargai keindahan alam dan budaya Indonesia.

  Menghargai keindahan alam dan budaya Indonesia juga harus dipupuk kepada anak-anak kita, karena memang banga Indonesia memiliki alam dan budaya yang indah. Sebegitu hebatnya budaya kita, sehingga banyak jenis budaya kita yang dipatenkan oleh Negara lain. Untuk itu kita perlu mematenkan semua kekhasan alamiah dan budaya kita kepada dunia. Namun, untuk upaya tersebut diperlukan adanya semangat nasionalisme yang tinggi. 4) Hapal lagu-lagu kebangsaan.

  Lagu-lagu kebangsaan adalah mesti diajarkan dan dihapal oleh anak-anak kita. Sebab dengan lagu-lagu tersebut mereka akan terbawa kembali ke alam perjuangan orang tua mereka dalam memerdekakan negara ini, mempertahankan kemerdekaan negara ini, dan juga dalam berjuang untuk membangun negara ini. 5) Memilih berwisata dalam negeri.

  Memilih berwisata dalam negeri adalah sikap terpuji untuk menumbuhkan dan melanggengkan rasa nasionalisme kita. Kita harus mengenal lebih dari orang asing akan negeri kita sendiri. Orang-orang asing berbondong-bondong ke negeri kita untuk berwisata, sementara kita lebih bangga pergi keluar negeri. Yang penting adalah kita mengenali dulu negeri kita. Baru setelah itu banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari negeri ini untuk kita sendiri dan rakyat Indonesia pada umumnya.

  Menurut Mustari (2011:197), untuk mengukuhkan dan mempertebal rasa nasionalisme kita, sudah semestinya kita saling menasihati sesama apabila ada kesalahan dan kekhilafan. Demikian karena, nasionalisme yang berlebihanakan menimbulkan fanatisme nasionalistik. Kita harus tetapkan bahwa nasionalisme kita adalah nasionalisme yang berada dijalur kebenaran dan keadilan.

  c. Tips Melatih dan Memunculkan Rasa Kebangsaan Elfindri (2012:148) dalam bukunya Pendidikan Karakter

  Kerangka, Metode dan Aplikasi untuk Pendidik dan Profesional mengemukakan pendapatnya bahwa rasa kebangsaan yang berisi : cinta bangsa (dan tanah air), ingin membela bangsa, ingin memajukan bangsa, ingin memandu bangsa kejalan yang tepat dengan yang paling kuat adalah berani berkorban (harta dan jiwa) demi membela bangsa. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa sesorang yang memiliki rasa kebangsaan akan lebih menjunjung tinggi nilai kebangsaan dan di dalam hatinya sudah terpatri rasa kebangsaan yang besar.

  Rasa kebangsaan perlu dididik dari dini paling tidak mulai pendidikan dasar. Pada pendidikan dasar, rasa kebangsaan lebih ditonjolkan bahwa tanah air kita banyak sumber daya alamnya dan pada banyak orang untuk mengelolanya untuk bahan baku pangan dan industry. Belajar dan menjadi pandai adalah wajib. Rasa kebangsaan dilatih melalui permainan bersama penuh disiplin dan kebersamaan (pendidikan semi spada) seperti : pramuka, kelompok teater anak, palang merah, pendidikan lalu lintas, pelatihan pada perayaan dan kegiatan hari-hari kebangsaan : 17 Agustus/hari kemerdekaan, hari pahlawan 10 November, hari kebangkitan nasional 20 Mei, hari bela Negara 18 Desember, dsb.

  d. Indikator Keberhasilan Karakter Nasionalisme Menurut Hasan dalam Fitri (2012 : 39) mengemukakan ada dua jenis indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama, indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari. Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku efektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu, misalnya yaitu IPS.

  Indikator nasionalisme yang diterapkan di sekolah dan kelas antara lain :

  1. Menanamkan nasionalisme dan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

  2. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

  3. Memajang bendera Indonesia, Pancasila, gambar presiden, serta simbol-simbol negara lainnya.

  4. Bangga dengan karya bangsa.

  5. Melestarikan seni dan budaya bangsa (Fitri, 2012 : 39) Indikator pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata

  pelajaran IPS antara lain: 1. Penanaman kejujuran dalam bersosial dengan teman.

  2. Penanaman sikap saling tolong menolong dalam kebaikan di antara sesama teman.

  3. Pembinaan tenggang rasa dalam pembahasan tentang materi-materi ilmu sosial (Fitri, 2012 : 39) Dari bahasan di atas mengenai pendidikan karakter khususnya tentang nasionalisme sebaiknya ditanamkan sejak dini karena dengan penanaman sejak dini maka peserta didik akan lebih dini mengetahui cara menghargai bangsa dan negara, serta memahaminya sehingga pelaksanaan semangat nasionalisme akan lebih mudah direalisasikan. Salah satu cara mudah untuk penanaman semangat nasionalisme bagi peserta didik yaitu melalui pembelajaran IPS. a. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar memiliki beragam definisi dalam pendidikan.

  Menurut Djamarah (2002: 12) Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing, bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Seseorang dapat belajar pada pagi hari, sore hari bahkan malam hari, karena kebiasaan belajar setiap anak berbeda-beda. Kebiasaan belajar yang berbeda pada setiap anak dilatar belakangi oleh kemampuan intelektual anak tersebut. Maksudnya adalah, ada anak yang lebih mudah belajar pada waktu-waktu tertentu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

  Hintzman (1978) dalam Syah (2011: 65) berpendapat bahwa

  “ Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior” (belajar adalah suatu perubahan

  yang terjadi dalam diri organisme, manusia, atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut). Menurut pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme. Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

  Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilaksanakan secara terus menerus sehingga perubahan tersebut dapat terlihat. Proses belajar tersebut dapat dilakukan kapanpun sesuai kebiasaan anak.

  2) Prinsip-prinsip Belajar Djamarah (2002: 20) menyebutkan di dalam Teori Gestalt terdapat beberapa prinsip-prinsip belajar, diantaranya: a) Belajar berdasarkan keseluruhan

  Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, akan tetapi merupakan satu keseluruhan. Bahan pelajaran yang telah lama tersimpan di otak dihubung-hubungkan dengan bahan pelajaran yang baru saja dikuasai, sehingga tidak terpisah dan berdiri sendiri.

  b) Belajar adalah suatu proses perkembangan Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menarima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediaanya mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.

  c) Peserta didik sebagai organisme keseluruhan Peserta didik tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern, selain mengajar guru juga mendidik untuk membentuk pribadi peserta didik.

  d) Terjadi transfer Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama, yaitu memperoleh tanggapan yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk menguasai kemampuan yang lainya.

  e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman Pengalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Misalnya, peserta didik terkena api, kejadian ini menjadi pengalaman bagi peserta didik. Karena api tersebut menyentuh kulitnya, ia merasa peanas dan kulitnya mengelupas. Dari pengalamannya itu peserta didik tidak akan mengulangi untuk bermain api. Dengan demikian, belajar itu baru timbul apabila seseorang menemukan suatu situasi/persoalan baru dalam kehidupannya. Dalam menanggapi hal tersebut ia akan menggunakan semua pengalaman yang telah dimilikinya, dengan kata lain peserta didik mengadakan analisis reorganisasi pengalamannya.

  f) Belajar harus dengan insight Insight adalah suatu saat dalam proses belajar dan seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

  g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan langsung dengan minat, keinginan dan tujuan.

  Hal itu terjadi bila banyak hubungan dengan apa yang diperlukan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

  Disekolah progresif, peserta didik diajak membicarakan tentang proyek/unit agar mengetahui tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.

  h) Belajar berlangsung terus menerus Belajar tidak hanya berlangsung disekolah, tetapi juga diluar sekolah. Oleh karena itu, dalam rangka untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, peserta didik harus banyak belaja, tidak hanya di sekolah saja, akan tetapi belajar diluar sekolah. Peserta didik dapat memperoleh pengetahuan atau pengalaman sendiri-sendiri dirumah atau dimasyarakat.

  3) Prestasi Belajar

  a) Pengertian Prestasi Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar (Hamdani (2011 : 138). Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar, sedangkan menurut Winkel (dalam Hamdani, 2011 : 138) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

  Dengan demikian, prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

  Kaplan (2005:317) dalam buku “Psychological Testing” menyatakan,

  “Achievement test attempt to acsess what a person

has learned following a specific course of instruction”. Maknanya

  adalah prestasi didapat seseorang apabila mengikuti perintah pembelajaran. Jadi prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu oleh seorang peserta didik dalam proses belajar mengajar dan dapat diketahui setelah evaluasi. b) Indikator Prestasi Belajar Syah, (2011: 216) pada prinsipnya, pengungkapan prestasi belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pangalaman dan proses belajar siswa. Namun, dalam mengungkapkan ranah tersebut sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.

  Tabel 2.1 Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi

  Ranah/ Jenis Indikator Cara Evaluasi

  Prestasi

  1. Ranah Cipta (Kognitif)

  1) Pengamatan

  1. Dapat menunjukan;

  1. Tes lisan;

  2. Dapat membandingkan;

  2. Tes tertulis; 3. Dapat menghubungkan.

  3. Observasi; 2) Ingatan

  1. Dapat menyebutkan;

  1. Tes lisan;

  2. Dapat menunjukan

  2. Tes tertulis; Kembali.

  3. Observasi 3) Pemahaman

  1. Dapat menjelaskan;

  1. Tes lisan;

  2. Dapat mendefinisikan

  2. Tes tertulis; dengan lisan sendiri.

  4) Aplikasi/

  1. Dapat memberikan

  1. Tes lisan; Penerapan contoh;

  2. Pemberian

  2. Dapat menggunakan tugas; secara tepat.

  3. Observasi; 5) Analisis

  1. Dapat menguaraikan;

  1. Tes lisan; (pemeriksaan

  2. Dapat

  2. Pemberian dan mengklasifikasikan tugas; pemilihan Atau memilah-milih. secara teliti).

  6) Sintesis

  1. Dapat menghubungkan

  1. Tes lisan; (membuat materi-materi, sehingga

  2. Pemberian paduan menjadi kesatuan baru; tugas; Baru dan utuh)

  2. Dapat menyimpulkan;

  3. Dapat menggeneralisasi- kan (membuat prinsip umum).

  (sumber rujukan Surya, 1982 ; Barlow, 1985 dalam Syah, 2011 : 217) Penelitian tindakan yang dilakukan adalah peningkatan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mengetahui cara evaluasi prestasi siswa hanya menggunakan ranah kognitif saja seperti pada tabel di atas yang telah memuat jenis, macam, dan cara evaluasi prestasinya.

  c) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.

  Hamdani (2011:139) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu: a. Faktor Internal

  Faktor internal adalan faktor yang berasal dari siswa. Faktor ini antara lain sebagai berikut : a) Kecerdasan, adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk meyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

  Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya inteligensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Tingkat inteligensi sangat menentukan tingakat keberhasilan belajar siswa, semakin tinggi inteligensi siswa, semakin tinggi peluang untuk meraih prestasi yang tinggi pula. Oleh karena itu, jelas bahwa faktor inteligensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.

  b) Faktor jasmaniah atau faktor biologis, kondisi jasmani pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.

  c) Sikap, yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan.

  d) Minat, menurut para ahli psikologi adalah suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan, terutama perasaan senang. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. e) Bakat, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

  Bakat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi tertentu.

  f) Motivasi, yaitu segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar kesuksesan belajarnya. Kuat lemahnya motivasi belajar turut mempengaruhi keberhasilan belajar.

  b. Faktor Eksternal Faktor eksternal terdiri dari dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Yang termasuk lingkungan social adalah guru, kepala sekolah, staf administrasi, teman sekelas, rumah tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, dan lain- lain. Adapun yang termasuk dalam lingkungan non sosial adalah gedung sekolah, tempat tinggal, dan waktu belajar.

  Menurut Slameto (2010 : 54) faktor ekstern meliputi : 1) Keadaan Keluarga

  Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga. Hal yang disebutkan di atas memang sangat memberikan pengaruh terhadap belajar anak, misalnya orang tua yang acuh tak acuh dalam mendidik anak untuk membiasakan belajar akan membuat anak kurang berhasil dalam belajarnya. 2) Keadaan Sekolah

  Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang penting dalam menentukan keberhasilan siswa. Oleh karena itu, lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian, hubungan guru dengan siswa, alat- alat pelajaran, dan kurikulum.

  3) Lingkungan Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat.Misalnya teman bergaul, agar siswa dapat belajar dengan baik maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana.

  Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini berupaya meningkatkan prestasi dari sisi sisa dan sekolah yaitu dengan penggunaan model pembelajaran yang lebih mengaktifkan peran siswa dalam pembelajaran sehingga siswa tidak bosan dan prestasi dapat ditingkatkan.

  1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada siswa, karena melalui pembelajaran IPS siswa diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia dengan baik, yaitu demokratis, nasionalis, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi cinta damai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat. Mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan kehidupan sosial.

  Terdapat banyak persepsi tentang pengertian Studi Sosial (terjemahan dari Social Studies) atau IPS dilingkungan pendidikan kita. Menurut James A. Banks (dalam Sapriya, 2006 : 4) dalam bukunya Teaching Strategies for The Social Studies memberikan definisi social studies sebagai bagian dari kurikulum sekolah dasar dan menengah yang mempunyai tanggung jawab pokok membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang diperlukan dalam hidup bernegara di lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS disusun secara sistemayi, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkanmenurut Savage (1996 : 9) definisi social

  studies yaitu “Social studies in the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the scool program, social studies privides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences.

  Maknanya adalah pembelajaran social gabungan dari pengetahhuan social dan kemanusiaan untuk mempromosikan kompetensi kewarganegaraan.Dengan program pembelajaran sosial sekolah, pembelajaran sosial tergambarkan dari beberapa disiplin ilmu.

  Disiplin ilmu yang terkandung dalam mata pelajaran IPS memberikan sumbangsih berupa nilai-nilai yang bermanfaat untuk bergaul dengan masyarakat, hal tersebut diperkuat dalam pengertian dari Jarolimek dibuku Social Studies Competencies and skills

  (1977 : 6) “…. Social

  studies education should and does have something to do with the development of civic and citizenship knowledge, attitude, values, and skills”. Menurut Nursid Sumaatmaja (dalam Sapriya, 2006 : 5) studi

  sosial (social studies) berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Studi sosial bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu ilmu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial, dengan definisi tersebut materi pembelajaran Menghargai Keragaman Suku Bangsa Dan Budaya sangat cocok dipadukan dengan model PBL karena dalam proses pembelajarannya siswa akan lebih mudah memhami materi pelajaran apabila disajikan dalam bentuk permasalahan, karena siswa akan dituntut untuk berpikir kritis mengenai suatu masalah sosial.

  Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan sosial adalah ilmu sosial yang didalamnya terintegrasi berbagai macam bidang ilmu dan berfungsi mentransmisikan nilai-nilai sosial melalui pengetahuan dan pemahaman yang dialami seseorang sehingga bermanfaat untuk masa datang.

  2. Tujuan pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial Pelajaran dalam sistem pendidikan selalu mempunyai tujuan yang ingin dicapai termasuk mata pelajaran IPS. Savage (1996:9) berpendapat bahwa

  “...The primary purpose of social studies is to

help young people develop the ability to make informed and reasoned

decisions for the public good as citizens of a culturally diverse,

democratic society in an interdependent world

  ”, sedangkanmenurut

  Trianto (2010 : 176) tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memilki sikap mental yang positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut : a) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

  b) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

  c) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan msalah yang berkembang di masyarakat.

  d) Menaruh perhatian terhadap isu-isu masalah sosial, serta mampu membuat analisis kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat

  e) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

  f) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral

  g) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan bersifat menghakimi.

  h) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya dan mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. i) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan.

  (Puskur, 2006 : 4 dalam Trianto 2010 : 176) Paparan penjelasan mengenai tujuan pelajaran Ilmu Pengetahuan

  Sosial dari para ahli tersebut dapat didimpulkan bahwa tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah membentuk dan membina peserta didik untuk menjadi pribadi yang berkualitas memiliki keterampilan, pengetahuan, kecerdasan berpikir dan emosional, sehingga terbentuk warga negara yang baik sesuai harapan masyarakat.

  3. Dimensi Ilmu Pengetahuan Sosial.

  Menurut Sapriya (2011:48) program pendidikan IPS yang komprehensif adalah program yang mencakup empat dimensi meliputi: 1) Dimensi pengetahuan

  Secara konseptual, pengetahuan hendaknya mencakup : fakta, konsep, dan generalisasi yang dipahami siswa.

  Fakta adalah data yang spesifik tentang peristiwa, objek, orang, dan hal-hal yang terjadi (peristiwa). Dalam pembelajaran IPS, diharapkan siswa dapat mengenal berbagai jenis fakta khususnya yang terkait dengan kehidupannya. Konsep merupakan kata atau frase yang mengelompok, berkategori, dan memberi arti terhadap kelompok fakta yang berkaitan. Beberapa contoh konsep menurut disiplin ilmu-ilmu social, sebagai berikut : tradisi, perubahan, kontinuitas, konflik, kooperasi kelompok, persepsi, dan lain-lain.

  Generalisasi merupakan suatu ungkapan/pernyataan dari dua atau lebih konsep yang saling terkait. Misalnya apabila orang tidak mau memlihara hewan peliharaannya, maka hewan tersebut pasti mati. 2) Dimensi keterampilan

  Pendidikan IPS sangat memperhatikan dimensi keterampilan disamping pemahaman dalam dimensi pengetahuan. Oleh karena itu berikut diuraikan sejumlah keterampilan yang diperlukan sehingga menjadi unsur dalam dimensi IPS dalam proses pembelajaran, keterampilan tersebut adalah : (a) Keterampilan meneliti, keterampilan ini diperlukan untu mengumpulkan dan mengolah data.

  (b) Keterampilan berpikir. Sejumlah keterampilan berpikir banyak berkontribusi terhadap pemecahan masalah dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat secara efektif. Untuk mengembangkan keterampilan berpikir pada siswa perlu adanya penguasaan terhadap bagian-bagian yang lebih khusus dari keterampilan tersebut serta melatihnya di kelas.

  (c) Keterampilan partisipasi sosial. Dalam belajar IPS, siswa perlu dibelajarkan bagaimana brinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Beberapa keterampilan partisipasi sosial yang perlu dibelajarkan oleh guru antara lain, berbuat efektif sabagai anggota kelompok, menerima kritik dan saran, berbagi tugas dan pekerjaan sebagai anggota kelompok, dan lain-lain.

  (d) Keterampilan berkomunikasi. Pembelajaran merupakan upaya untuk mendewasakan seorang anak manusia. Salah satu cirri orang yang dewasa adalah mereka yang mempu berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan berkomunikasi merupakan aspek yang penting dari pendekatan pembelajaran IPS.

  3) Dimensi nilai dan sikap Nilai yang ada di masyarakat sangat bervariasi sesuai dengan tingkat keragaman kelompok masyarakat. Untuk mengkaji nilai di masyarakat, maka nilai dapat di bedakan atas nilai substansif dan nilai prosedural.

  Nilai substantive adalah keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar, bukan sekedar mananamkan atau menyampaikan informasi semata.Program pembelajaran IPS hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan, merefleksikan, dan mengartikulasikan nilai-nilai yang dianutnya.

  Nilai prosedural-nilai prosedural yang perlu dilatih atau dibelajarkan antara lain nilai kemerdekaan, toleransi, kejujuran, menghormati kebenaran dan menghargai pendapat orang lain.

  4) Dimensi tindakan.

  Tindakan sosial merupakan dimensi IPS yang penting karena tindakan dapat memungkinkan siswa menjadi peserta didik yang aktif.

  a. Pengertian Model PBL PBL adalah model pembelajaran yang menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. PBL mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku mereka), tetapi pada apa yang siswa pikirkan (kognisi mereka) selama mereka mengerjakannya. Meskipun peran guru dalam pelajaran yang berbasis masalah kadang-kadang juga melibatkan diri dalam menjelaskan kepada siswa namun guru disini hanya sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat berpikir sendiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Sugiyanto (2009 : 152). Masalah yang dibahas adalah permasalahan nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, jadi siswa akan lebih mudah memahami dan memecahkan permasalahan tersebut, seperti dalam penjelasan E. de Graff and A. Kolmos (2003 : 658)

  “Problem-based learning is an educational approach whereby the problem is the startingpoint of the learning process. The type of problem is dependent on the specific organisation. Usually, the problems are based on real-life problems which have been selected and edited to meet educational objectives and criteria”. sedangkan menurut Panen, dalam Rusmono (2012 : 74) mengatakan dalam strategi pembelajaran PBL, siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskan untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Smith & Ragan, dikutip Visser (Rusmono 2012 : 74) mengatakan bahwa strategi pembelajaran dengan PBL merupakan usaha untuk membentuk suatu proses pemahaman isi suatu mata pelajaran pada seluruh kurikulum. PBL memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog (Jauhar 2011 : 86)

  Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk memecahkan masalah secara kelompok yang disajikan oleh guru, guru disini hanya berkedudukan sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang turut serta dalam kelancaran proses pembelajaran.

  b. Ciri-ciri Model PBL Menurut Baron, dalam Rusmono (2012 : 74) PBL memiliki ciri- ciri yaitu :

  1) Menggunakan permasalahan dalam dunia nyata 2) Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah 3) Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa 4) Guru berperan sebagai fasilitator

  Ada lima tahapan dalam pembelajaran model PBL dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru. Untuk masing-masing tahapnya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran PBL

  Fase Perilaku Guru

  Fase 1: Memberikan Guru membahas tujuan pelajaran, orientasi tentang mendeskripsikan dan memotivasi siswa permasalahannya untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi kepada siswa masalah.

  Fase 2 : Mengorganisasikan Guru membantu siswa untuk siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan meneliti. tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

  Fase 3 : Membantu Guru mendorong siswa untuk investigasi mandiri mendapatkan informasi yang tepat, dan kelompok melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

  Fase 4 : Mengembangkan Guru membantu siswa dalam dan menerapkan dan menyiapkan hasil-hasil mempresentasikan yang tepat, seperti laporan, rekaman, hasil video, dan model-model dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

  Fase 5 : Menganalisis dan Guru membantu siswa untuk melakukan mengevaluasi proses refleksi terhadap investigasinya dan mengatasi masalah proses-proses yang mereka gunakan.

  Sumber (Sugiyanto (2009 : 159) Perilaku yang diinginkan dari guru dan siswa, yang berhubungan dengan masing-masing fase, dideskripsikan dengan lebih terperinci sebagai berikut:

  1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.

  Pada awal pembelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun sikap positif terhadap

  pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Untuk siswa yang belum pernah terlibat PBL, guru harus menjelaskan proses dan prosedur model itu secara terperinci. Hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain : a) Tujuan utama pelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pelajar yang mandiri.

  b) Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban yang mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan c) Selama fase investigative pelajaran, siswa akan didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan memberikan bantuan, tetapi siswa mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.

  d) Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, siswa akandidorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak adaide yang akan ditertawakan oleh guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi kesempatan untuk berkontribusi dalam investigasi dan mengekspersikan ide-idenya.

  2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama.PBL juga mengharuskan guru untuk membantu siswa untuk merencanakan tugas investigative dan pelapornya. 3) Perencanaan kooperatif

  Setelah siswa menerima orientasi tentang situasi bermasalah yang dimaksud dan telah membentuk tim-tim studi, guru dan siswa harus meluangkan waktu yang cukup untuk menetapkan sub-sub topik, tugas-tugas investigative, dan jadwal yang spesifik. 4) Investigasi, pengumpulan data, dan eksperimentasi

  Aspek investigasi ini sangat penting. Langkah inilah yang digunakan guru untuk mendorong siswa mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen mental atau aktual sampai mereka memahami sepenuhnya dimensi-dimensi situasi bermasalahnya.

  Maksudnya agar siswa mengumpulkan informasi yang cukup untuk menciptakan dan mengonstruksikan ide-idenya sendiri.

  Fase pelajaran ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah itu dalam buku. Guru seharusnya membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dan mereka seharusnya menyodorkan berbagai pertanyaan untuk membuat siswa memikirkan tentang permasalahan itu dan tentang jenis informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi yang defensible (dapat dipertahankan). 5) Mengembangkan hipotesa, menjelaskan, dan memberi solusi

  Selama fase ini, guru mendorong segala macam ide dan menerima sepenuhnya ide-ide itu. Seperti fase pengumpulan data dan eksperimentasi, guru terus memberikan berbagai pertanyaan yang membuat siswa memikirkan tentang kekuatan hipotesis dan solusi mereka dan tentang kualitas informasi yang telah mereka kumpulkan .

  c. Penilaian Model PBL Penilaian dalam PBL dikatakan Baron (Rusmono 2012 : 77) meliputi penilaian oleh siswa, guru, dan teman sebaya. Penilaian oleh siswa, yaitu setiap siswa diberi kuesioner oleh sekolah untuk menilai penampilan kelompok, setiap siswa membuat catatan sendiri langkah- langkah kegiatan yang dilakukan dalam kelompok dan perorangan, termasuk komentar. Penilaian oleh guru, meliputi guru mengadakan ujian tertulis atau lisan. Penilaian teman sebaya dilakukan dengan menggunakan lembaran penilaian untuk setiap siswa yang disiapkan oleh sekolah mengenai bagian-bagian yang akan dinilai, seperti mendapatkan pengetahuan, kontribusi terhadap proses, dan pemahaman terhadap permasalahan.

  d. Manfaat Model PBL PBL dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Jauhar, 2011 : 88). Penjelasan mengenai manfaat dari model PBL tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran ini sangat baik untuk melatih siswa belajar pemahaman mengenai sebuah pemecahan masalah, sehingga siswa akan terbiasa untuk berpikir aktif menyelesaikan masalah. Siswa yang terbiasa dengan berpikir aktif akan membentuk siswa lebih mandiri dalam melakukan berbagai hal.

  e. Kelebihan dan Kekurangan PBL

  a) Kelebihan PBL (1) Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.

  (2) Dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain. (3) Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

  b) Kekurangan PBL (1) Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.

  (2) Membutuhkan banyak waktu, dan dana. (3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

B. Penelitian Yang Relevan

  Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, yaitu :

  1. Penelitian oleh Darmawan dari UPI Kampus Serang, dengan judul penelitian “penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS di

MI Darussaadah Pandeglang”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan hasil sebagai berikut berdasarkan hasil observasi dan studi

  dokumentasi yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa dan hasil belajar siswa pada konsep peristiwa alam dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah (PBM) diperoleh data bahwa nilai tes akhir siswa dalam pembelajaran konsep sumber daya alam menggunakan model PBM mengalami peningkatan yang berarti dibanding sebelum dilakukan tindakan sebesar 5,9, setelah diberi tindakan pada siklus pertama diperoleh nilai 6,4, siklus kedua meningkat sebesar 7,2, dan pada siklus ke tiga menningkat lagi sebesar 7,8. (Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No 2 Oktober 2010).

C. Kerangka Pikir

  Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilaksanakan secara terus menerus sehingga perubahan tersebut dapat terlihat. Berkaitan dengan proses pembelajaran IPS, pendidikan karakter khususnya rasa nasionalisme sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan semangat kebangsaan dan rasa kebersamaan di dalam proses pembelajaran. Dari hasil wawancara dengan guru kelas IV, rasa nasionalisme itu perlu dikembangkan mengingat sekarang peserta didik banyak yang kurang memiliki rasa nasionalisme, hal itu tercermin dari adanya sikap yang kurang tertib dan khidmat siswa pada saat pelaksanaan upacara bendera, adanya siswa yang tidak mengetahui hasil budaya bangsa beserta daerah asalnya, kurangnya pajangan gambar mengenai hasil kebudayaan.

  Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan menggunakan model pembelajaran inovatif salah satunya yaitu PBL. Model pembelajaran PBL dapat mengembangkan prestasi dan rasa nasionalisme dalam pembelajaran IPS, karena model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah untuk dibahas secara kelompok melibatkan siswa secara langsung, dengan itu siswa akan mudah memahami pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

  Penjelasan di atas, dapat disusun skema sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D.

  Berdasarkan analisis teori dan kerangka berpikir diatas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : ”Melalui Model Pembelajaran Problem

  Based Learning

  (PBL) dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan prestasi belajar IPSdi Kelas

  Input Proses Hasil

  1. Meningkatnya prestasi siswa ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang nilainya mencapai KKM

  2. Meningkatnya rasa nasionalisme siswa.

  1. Penerapan model PBL pada pembelajaran

  IPS

  1. Masih banyak nilai siswa dibawah KKM

  2. Materi belajar yang terlalu luas dan teoritis sedangkan waktu minim

  3. Model masih konvensional

  4. Sikap siswa yang kurang menunjukkan rasa nasionalisme

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 MARGODADI AMBARAWA KABUPATEN PRINGSEWU

0 2 19

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 MARGODADI AMBARAWA KABUPATEN PRINGSEWU

0 5 30

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PEMBELAJARAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 CAMPANG RAYA BANDAR LAMPUNG

0 11 49

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SISWA KELAS IV SD N 2 JAGABAYA 1 BANDAR LAMPUNG

1 9 48

PENINGKATAN KETERAMPILAN BELAJAR DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU

2 12 60

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 RAJA BASA JAYA BANDAR LAMPUNG

0 8 115

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 TEMPURAN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 146

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA GAMBAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TEGALSARI SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 20172018

0 0 16

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII SMP NEGERI 3 PONTIANAK

0 0 11

BAB II MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENIGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS BELAJAR PADA MATA PELAJARAN FIKIH A. Deskripsi Pustaka - IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KETERA

0 0 25