PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 RAJA BASA JAYA BANDAR LAMPUNG

(1)

(2)

ii ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 RAJA BASA JAYA BANDAR LAMPUNG

Oleh Sabariah Ningsih

Berdasarkan observasi prapenelitian yang dilakukan di SDN I Rajabasa Jaya bahwa aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran masih rendah. Begitupun dengan penerapan pembelajaaran yang dilakukan guru, masih menggunakan pendekatan yang monoton, yaitu ceramah. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran IPS kelas V SDN I Rajabasa Jaya.

Hasil penelitian yang di peroleh menunjukan bahwa (1) model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa (2) model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pada siklus I siswa yang kurang aktif sejumlah 17 orang atau sebesar 51,33%. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 14 orang siswa atau sebesar 62,27%, dan pada siklus III mengalami peningkatan menjadi 4 orang siswa atau sebesar 77,68%. Berdasarkan data tersebut aktivitas pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Prestasi belajar siswa dari siklus ke siklus mengalami peningkatan. Nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus I sebanyak 11 orang atau sebesar sebesar 51,78% yang mendapatkan nilai baik. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu sebanyak 14 orang atau sebesar 56,96% yang memiliki nilai baik dan pada siklus III mengalami peningkatan lagi yaitu sebanyak 24 orang atau sebesar 69,29% yang memiliki nilai baik. Berdasarkan data tersebut aktivitas pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv HALAMAN PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

RIWAYAT HIDUP ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Fokus Masalah ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 12

2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran ... 16

2.2.1 Teori belajar Bruner ... 16


(7)

xii

Halaman

2.2.3 Pengertian Pembelajaran ... 19

2.3 Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS ... 21

2.4 Teori Behavioristik dalam Pembelajaran IPS ... 24

2.5 Teori Kognitif dalam Pembelajaran IPS ... 25

2.6 Pembelajaran IPS di SD ... 28

2.7 Aktivitas Belajar ... 29

2.8 Prestasi Belajar ... 32

2.9 Model Pembelajaran... 34

2.10 Model Pembelajaran Inkuiri ... 37

2.10.1 Pengertian Pembelajaran Inkuiri ... 37

2.10.2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri ... 41

2.11 Kerangka Pikir ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 49

3.3 Subjek dan Objek Penelitian ... 50

3.4 Operasional Tindakan ... 50

3.5 Prosedur Penelitian ... 56

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.7 Teknik Analisis Data ... 61

3.8 Jadwal Penelitian ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum Tentang Lokasi Penelitian ... 65

4.1.1 Sejarah SDN 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung ... 65

4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan SDN 1 Rajabasa ... 66

4.1.3 Situasi dan Kondisi SDN 1 Rajabasa Jaya ... 67

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 68

4.2.1 Siklus 1 ... 69

4.2.2 Siklus II ... 73

4.2.3 Siklus III ... 77

4.3 Uji Hipotesis Tindakan ... 80

4.4 Pembahasan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(8)

BABI. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan di bidang pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Usaha peningkatan mutu pendidikan tersebut melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah melaksanakan perbaikan dan penyempurnaan terhadap sistem pembelajaran. Kebijakan yang diambil antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan profesional pendidik, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan. Melalui kebijakan ini diharapkan proses belajar mengajar di sekolah dapat ditingkatkan sehingga mutu pendidikan dapat juga ditingkatkan secara bertahap.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga yang bersifat formal, karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas, dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan dengan resmi, di sekolah peserta didik memperoleh kecakapan membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu yang lain yang bersipat koqnitif, di samping itu sekolah juga memberikan pembelajaran afektif yang menyangkut sikap menghargai, saling hormat menghormati, membedakan benar dan salah, pendidikan moral, budi pekerti dan pendidikan karakter, dan juga bagaimana pelaksanaan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan


(9)

sekolah, keluarga, maupun masyarakat yang merupakan penerapan psikomotor. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tugas membimbing, mengarahkan, membina dan memfasilitasi peserta didik agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas sebagaimana yang di amanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseoang dengan sumber belajar dan model belajar yang digunakan. Untuk menunjang proses belajar tidak terbatas hanya pada kemampuan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran tetapi sangat berkaitan erat dengan aktivitas siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajarnya. Seorang guru perlu mengembangkan inovasi-inovasi pembelajaran yang dapat mempercepat proses pencapaian tujuan pendidikan. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh guru untuk merealisasikannya diantaranya dengan menggunakan model-model pembelajaran yang unik dan menarik. Dalam


(10)

menyajikan materi pelajaran penggunaan model pembelajaran yang tepat akan memudahkan siswa dalam belajar dan membantu siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Selama ini tidak sedikit guru ketika mengajar kurang memperhatikan model pembelajaran, mereka hanya mengejar target pencapaian kurikulum, dengan mengajar secara konvesional yang menoton, sehingga akhirnya siswa cenderung bosan untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas. Aktivitas belajar siswa menjadi rendah dan ini akan berdampak pada hasil belajarnya juga.

Peran lembaga pendidikan atau sekolah menjadi sangat penting, sekolah sebagai lembaga pendidikan idealnya harus mampu melakukan proses edukasi yakni proses pendidikan, proses sosialisasi dan tranformasi. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi yakni proses pendidikan, proses sosialisasi yaitu proses bermasyarakat bagi anak didik dan wadah transformasi yakni proses perubahan tingkah laku ke arah lebih baik dan lebih maju.

Sebagai seorang guru, hendaknya selalu berusaha untuk mengembangkan diri dengan melakukan inovasi-inovasi dalam melakukan proses pembelajaran. Guru harus memiliki kreatifitas dan mampu merancang kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Selain harus memiliki strategi pembelajaran, media pembelajaran juga mempunyai kontribusi dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Pembelajaran dengan media pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan aktivitas dan rangsangan dalam belajar. Karenanya diharapkan guru mampu mengubah


(11)

paradigma pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan serta mampu menyusun pembelajaran yang mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Komponen instrumental lainnya yaitu materi dalam pembelajaran IPS khususnya pada materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada kelas V SD Negeri 1 Rajabasa Jaya masih dianggap materi yang sulit untuk dipahami oleh siswa.

Berdasarkan hasil pra penelitian awal yang dilakukan, ternyata rata-rata siswa banyak yang mengalami kesulitan untuk memahami materi khususnya pada materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan sebab pembelajaran yang dilakukan guru selama ini hanya sekedar menghafal saja sehingga mereka tidak mengetahui secara konkret peristiwa dan kejadian apa yang sudah terjadi pada masa itu karena tidak adanya gambaran yang jelas dari guru mengenai pristiwa itu. Padahal pada jenjang sekolah dasar tingkat kemampuan berfikir anak masih konkret dan sulit dikembangkan sehingga menuntut guru lebih aktif dan kreatif dalam melakukan pembelajaran di kelas. Pada saat ini pembelajaran IPS cenderung didominasi oleh guru dan hanya terpaku oleh buku teks pelajaran sehingga siswa tidak tahu secara konkret tentang materi yang di sampaikan, Selain guru hanya terpaku pada buku teks, guru juga belum atau bahkan tidak membuat suatu perencanaan pembelajaran dengan baik, dalam hal ini peran aktif siswa dalam pembelajaran sangat kurang partisipatif dan prestasi belajar yang kurang maksimal. Untuk mengetahui gambaran awal tentang pembelajaran IPS, maka peneliti melakukan observasi terhadap pembelajaran IPS dalam proses pembelajaran. Dalam proses observasi yang sudah dilakukan selama ini yang


(12)

diperoleh dari data hasil ulangan harian siswa kelas V semester genap SDN 1 Rajabasa Jaya tahun pelajaran 2012/2013 dimana guru sulit melakukan kegiatan pembelajaran IPS dan sekaligus memperoleh prestasi belajar yang baik. Menurut beberapa siswa untuk memahami pelajaran IPS sangat sulit hal karena dalam mata pelajaran IPS banyak mengandung suatu pemahaman tentang suatu peristiwa dan kejadian tertentu pada masa lalu, sedangkan media pembelajaran yang disediakan sekolah sangat minim. Hal tersebut menyebabkan siswa merasa kesulitan dalam memahami pelajaran IPS sehingga prestasi belajar siswa masih rendah.

Berdasarkan hasil observasi selama ini dalam kegiatan belajar mengajar bahwa rendahnya aktivitas dan prestasi belajar disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Banyak siswa memandang pelajaran IPS sebagai pelajaran yang kurang menarik, karena banyak cenderung menghafal.

2. Siswa banyak yang bermain dan mengobrol pada saat berlangsung proses kegiatan belajar mengajar.

3. Keinginan untuk belajar rendah.

4. Siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

5. Kurangnya penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut ini adalah data hasil observasi aktivitas yang dilakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran pada tahun pelajaran 2012/2013 antara lain sebagai berikut:


(13)

Tabel 1.1 Data Aktivitas Belajar Siswa Kelas V SDN 01 Raja Basa Jaya Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

No Indikator Aktivitas Frekuensi Persentase (%)

1 Bertanya 2 7

2 Mencatat 7 25

3 Mendengarkan 5 18

4 Mengerjakan Lembar Tugas 9 32

5 Memperhatikan Penjelasan Guru 5 18

JUMLAH 28 100

Sumber: Observasi siswa kelas V semester genap 2012/2013

Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa aktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran antara lain bertanya 7%, mencatat 25%, mendengarkan 18%, mengerjakan lembar tugas 32% dan memperhatikan penjelasan guru 18% sehingga dalam kegiatan pembelajaran sebagian besar siswa belum melakukan aktivitas seperti yang ditunjukkan pada kolom indikator. Berdasarkan data tersebut peneliti berupaya menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dengan melibatkan peserta didik dan memberdayakan peserta didik dalam proses pembelajaran dan menggunakan peralatan yang ada di sekolah secara maksimal sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara maksimal dan meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Berikut ini adalah tabel perolehan nilai ulangan harian siswa kelas V pada mata pelajaran IPS tahun pelajaran 2012/2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2 Data hasil ulangan harian siswa kelas V SDN 01 Raja Basa Jaya Bandar Lampung 2012/2013

No Nilai Kategori Jumlah Persentase (%)

1. < 60 Tidak tuntas 22 67

2. > 60 Tuntas 11 33

Jumlah 33 100


(14)

Dari tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa siswa yang mendapat nilai < 60 sebanyak

22 siswa atau 67% dari 33 siswa, dan siswa mendapat nilai ≥ 60 sebanyak 11

siswa atau 33% dari 33 siswa, dengan standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) belajar di kelas untuk mata pelajaran IPS SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung adalah 60. Berdasarkan kondisi yang ada di kelas V maka perlu dilakukan suatu perbaikan dalam proses pembelajaran. Kondisi aktivitas dan prestasi belajar yang rendah tersebut diperlukan perhatian dan tindak lanjut untuk mengatasinya, karena akan dapat menghambat proses pembelajaran IPS. Pelajaran IPS akan bermakna bagi siswa jika pelajaran yang diterapkan menjadikan IPS sebagai aktivitas siswa dalam pemacahan masalah. Kalau diperhatikan praktik-praktik IPS di sekolah, sering didapat kesan bahwa pembelajaran IPS itu tidak menarik, bahkan terkesan sangat membosankan.

Rendahnya prestasi belajar siswa dan menerima pelajaran di sekolah menjadikan salah satu faktor pemilihan penggunaan model pembelajaran dalam pembelajaran IPS di kelas tersebut. Begitu pentingnya mata pelajaran IPS dalam kehidupan sehari-hari maka diharapkan proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah dapat berjalan dengan optimal maka diperlukan pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang merupakan indikator keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pemilihan suatu model atau metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran IPS akan mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa IPS tidak selalu membosankan. Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Akan tetapi kendala di lapangan guru-guru IPS


(15)

belum terbiasa menggunakan suatu model atau metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

Keterbatasan para guru dalam menggunakan metode atau model pembelajaran berdampak pada lemahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa. Upaya mengatasi masalah dalam pembelajaran IPS peneliti menggunakan model pembelajaran yaitu inkuiri. Solusi penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa kemudian selanjutnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Terkait belum optimalnya prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung maka peneliti berupaya untuk menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri sebagai salah satu alternatif pembelajaran bermakna yang bermuara pada pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Maka berdasarkan permasalahan diatas peneliti mengambil inisiatif untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul

“Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar IPS Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Rajabasa Jaya

Bandar Lampung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah tersebut adalah sebagai berikut.


(16)

2. Kegiatan Pembelajaran IPS masih didominasi oleh guru dan terpaku oleh buku teks pelajaran sehingga pembelajaran kurang interaktif dan kurang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

3. Aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah.

4. Guru belum menggunakan media dalam proses pembelajaran IPS. 5. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS masih rendah.

6. Kurangnya sarana/prasarana pembelajaran khususnya media pembelajaran.

1.3 Fokus Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPS yang belum dibuat dengan baik. 2. Aktivitas belajar siswa masih rendah.

3. Prestasi belajar siswa masih rendah.

4. Belum dimanfaatkannya model pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka rumusan masalah penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut.

1. Bagaimana pembelajaran IPS dengan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V SDN 1 Raja Basajaya Bandar Lampung?


(17)

2. Bagaimana pembelajaran IPS dengan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SDN 1 Raja Basajaya Bandar Lampung?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS kelas V SDN 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

2. Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas V SDN 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Bagi siswa.

1. Terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

2. Dapat mengembangkan potensi dan keterampilan yang telah dimiliki menjadi lebih optimal.

3. Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

b. Bagi Guru.

1. Sebagai upaya memperbaiki cara mengajar dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.


(18)

2. Mendorong kreativitas guru dalam mengajar, sehingga pembelajaran tidak monoton.

3. Memberi gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran secara inkuiri dalam upaya meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

c. Bagi sekolah.

1. Menjadi masukan bagi sekolah untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu sekolah sehingga dapat meningkatkan kualitas dan lulusan sekolah. 2. Meningkatkan kualitas sekolah di dalam penyusunan program


(19)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah upaya memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (Sagala, 2005: 13). Sedangkan menurut Sujana (2000: 19) belajar adalah interaksi stimulus dengan respon, merupakan hubungan dua arah antara belajar dan lingkungan. Selain itu menurut Sanjaya (2005 : 89) belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Sedangkan menurut Sadiman (2003: 99) belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Belajar menghasilkan perubahan perilaku yang secara relatif tetap dalam berfikir, merasa dan melakukan. Perubahan tersebut terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman, dan pengembangan.

Jadi belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik, perubahan tingkah laku inilah sebagai cerminan hasil belajar. Belajar dikatakan berhasil apabila seseorang mampu mengulang kembali materi yang telah dipelajari. Belajar diperlukan aktivitas, karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat (Learning by doing), berbuat untuk mengubah tingkah laku melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, oleh karena itu aktivitas merupakan prinsip yang


(20)

sangat penting di dalam interaksi pembelajaran. Oleh karena itu di dalam belajar siswa harus aktif agar potensinya berkembang. Pengertian pembelajaran menurut Hanafiah (2009: 207) adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selain itu menurut Winataputra (2008: 11) pembelajaran diartikan sebagai suatu konsep pedagogik sebagai upaya sistematik dan sistemik untuk menciptakan lingkungan belajar yang potensial menghasilkan proses belajar yang bermuara pada berkembangnya potensi individu sebagai peserta didik. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dan guru dalam lingkungan belajar untuk mengembangkan potensi siswa.

Selanjutnya Gagne dalam Sagala (2005: 17), menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Dengan belajar terjadi stimulus bersama dengan isi ingatan yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah dari waktu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Marsell dalam Sagala (2005: 13), mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sedangkan menurut Gage dalam Sagala (2005: 13), belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan, yang


(21)

berupa kegiatan pembelajaran Slameto (2010: 2). Seseorang dikatakan telah mengalami peristiwa belajar, jika ia mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak kompeten menjadi kompeten. Belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan suatu perubahan yang relative permanen dalam pengetahuan atau perilaku seseorang, dimana pemahaman tentang belajar seperti ini merupakan cara pandang dengan teori belajar behaviorisme (Woolfolk, 2004: 198). Perubahan yang hanya disebabkan oleh kematangan seperti bertambah tinggi, berubah menjadi abu-abu bukanlah diklasifikasikan sebagai bentuk belajar. Perubahan sementara akibat dari sakit, kelelahan, atau kelaparan juga bukan merupakan akibat dari hasil belajar.

Proses belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh pelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas maupun di luar kelas. Proses belajar yang berkulitas dan relevan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Belajar merupakan kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada siswa dalam membangun gagasan. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja. Hal ini akan memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.


(22)

Proses yang terjadi selama siswa melakukan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecenderungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan.

Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Gagne (1997: 20), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).

Pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan siswa. Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne (1997: 19), bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk


(23)

kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan yang berasal dari dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran

2.2.1 Teori belajar Bruner

Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.

Bruner (dalam Budiningsih, 2005: 40) adalah seorang pengikut setia teori kognitif khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia memandang perkembangan kognitif manusia sebagai berikut.

1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.

2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.

3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.


(24)

4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang ada kepada orang lain diperlukan bahasa.

6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.

Pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah menurut Bruner lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis. Kurang menekankan pada kemampuan berfikir intuitif. Berfikir intiuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dsb., sebab setiap disiplin ilmu memiliki konsep, prinsip dan prosedur yang harus difahami sebelum seseorang belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.

2.2.2 Teori belajar Piaget

Menurut Piaget (dalam Budiningsih, 2005: 35) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syarat. Semakin bertambahnya umur seseorang maka semakin kompleks susunan syarafnya dan meningkat juga kemampuannya. Ketika seorang individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai suatu yang dapat


(25)

didefinisikan secara kuantitatif, ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Piaget (dalam Sagala, 2005: 24) mengemukakan bahwa ada dua proses yang akan terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu (1) proses

assimillation, dalam proses ini terjadi penyesuaian atau mencocokkan informasi baru dengan apa yang telah diketahuinya dengan mengubahnya apabila dianggap perlu, dan (2) proses accomodation, yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui. Perkembangan kognitif merupakan hasil perkembangan yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses penyusunan kembali dan mengubah apa yang telah diketahui.

Dalam perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif siswa dalam lingkungan dimana dia belajar. Pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan. Manusia memiliki struktur pengetahuan di dalam otaknya, ini diibaratkan seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi beberapa orang akan dimaknai dengan berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda juga. Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994: 145) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh seorang anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dalam lingkungannya. Implikasi dalam model pembelajaran dari teori Piaget dikemukakan sebagai berikut.


(26)

1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Di samping itu, kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban yang diharapkan.

2. Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi dengan lingkungannya.

3. Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda-beda, untuk itu guru harus mampu melakukan upaya dalam mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.

Siswa kelas V SD dilihat dari perkembangan rentang usia 10-11 tahun mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (abstrak). Untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di SD tersebut perlu dikembangkan model pembelajaran IPS yang sesuai dengan karakteristik bahan ajar.

2.2.3 Pengertian Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2008: 101) “Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan, ketika berfikir informasi dan kompetensi apa yang dimaksud oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efesien.” Pendapat tersebut, tetunya seorang guru yang baik selalu berpikir mengenai cara-cara yang harus dilakukan atau strategi yang dilakukan untuk pencapaian tujuan pembelajaran.


(27)

Banyak ahli pendidikan yang mendefinisikan mengenai pembelajaran. Secara harfiah pembelajaran sendiri merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Menurut Woolfolk (2004: 156) Pembelajaran merupakan proses di mana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan dan tingkah laku yang kekal. Dalam proses belajar mengajar akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, sedang pendidik adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Kemudian Komalasari (2011: 3) menjelaskan pengertian pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Lebih lanjut Dimyati dan Mudjiono (2002: 18) menjelaskan bahwa proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pembelajaran sebagai suatu proses interaksi peserta


(28)

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berikut prinsip-prinsip yang perlu diterapkan dalam pembelajaran sebagai berikut.

1. Belajar sambil bekerja sangat penting karena pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah dilupakan. Siswa akan memperoleh kepercayaan diri, kegembiraan dan kepuasan karena dapat menyalurkan kemampuan dan melihat hasil karyanya.

2. Belajar sambil bermain. Bermain merupakan keaktifan siswa yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan. Suasana ini akan mendorong siswa untuk ingin belajar lebih lanjut tentang hal yang diajarkan.

3. Keterpaduan. mengharapkan agar guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan antara materi yang satu dengan materi yang lain, baik dalam satu bidang studi maupun dengan bidang studi lainnya. Pemaduan konsep dapat membuat materi pelajaran lebih bermakna.

4. Mengambangkan hubungan sosial. Dalam kegiatan belajar siswa perlu dilatih bekerja sama. Kesadaran akan kelebihan dan kekurangan oleh masing-masing siswa akan semakin menciptakan suasana kerja sama. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi dua arah antara guru dan siswa di dalam kelas. Di mana dalam interaksi tersebut guru berperan sebagai fasilitator belajar dan siswa aktif belajar dan menggali ilmu pengetahuan. Beberapa ahli pendidikan mengembangkan teori mengenai pembelajaran. Berikut akan diuraikan beberapa teori pembelajaran tersebut.

2.3 Teori konstruktivisme dalam pembelajaran IPS

Konstruktivisme menganggap bahwa peserta didik mulai dari SD sampai dengan jenjang PT memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa merupakan hasil konstruksi (bentukan) siswa sendiri (Pannen, 2001: 3).


(29)

Menurut Sanjaya (2008: 18), konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jadi relevansi dari teori konstruktivisme adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri dari hasil pengalamannya melalui proses pembelajaran. Melalui proses pembelajaran bisa dikatakan bahwa pengetahuan itu tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswanya, tetapi siswa sendirilah yang mengerti dan memahami apa yang telah diajarkan kepadanya dengan melihat pengalaman yang mereka alami sebelumnya.

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus bisa menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus dapat bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha untuk menemukan ide-ide yang kreatif, logos, dan realistis. Dalam pembelajaran IPS, siswa diberikan materi untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungannya beserta permasalahannya oleh guru kemudian siswa didik untuk belajar mengembangkan kemampuannya dalam berfikir kritis, logis, ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan


(30)

siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Pernyataan-pernyataan tersebut menjelaskan bahwa Pendidikan IPS digunakan untuk merubah tingkah laku, membentuk kecakapan siswa dalam berhubungan sosial, menambah pengetahuan sosial sehingga siswa memiliki kepedulian, tanggung jawab dan kritis terhadap lingkungan sosialnya. Dengan demikian belajar IPS dapat membentuk dan menjadikan siswa menjadi manusia-manusia yang bijak dan tepat dalam mengambil keputusan.

Menurut Taneo, dkk (2009: 13), alasan mempelajari IPS adalah agar siswa dapat lebih peka dan tanggap tehadap permasalahan sosial secara rasional dan bertanggung jawab, mempertinggi toleransi antar manusia, dapat mensistematiskan bahan, informasi dan kemampuan yang dimilikinya menjadi lebih bermakna.

Teori ini menghubungkan bahwa dengan pembelajaran IPS siswa mampu peka terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya kemudian mereka akan mampu berfikir dengan tepat untuk mencari solusi dari masalah-masalah sosial yang terjadi, yang pada akhirnya ini semua secara langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah lakunya menjadi seorang individu


(31)

yang lebih mandiri. Apabila setiap siswa mampu menerapkan teori konstruktivisme ke dalam proses pembelajaran IPS maka kemungkinan besar siswa akan mampu mengabungkan pengetahuan IPS yang sudah diterimanya dan menggabungkan pengetahuan IPS yang baru diterimannya dengan baik, ini akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

2.4 Teori behavioristik dalam pembelajaran IPS

Teori belajar behaviorisme, Hamalik (2002: 39) menyatakan bahwa belajar sebagai hubungan antara stimulus dan respon. Dengan memberikan rangsangan maka siswa akan merespon, hubungan ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Teori ini menekankan pada apa yang dilihat yaitu tingkah laku, serta tidak memperhatikan apa yang terjadi dalam fikiran karena tidak dapat dilihat, oleh karena itu tidak dianggap ilmiah. Teori ini sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya, yang akan memberi pengalaman tertentu kepadanya. Belajar disini merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus-respon, yaitu proses yang memberikan timbal balik terhadap yang datang dari luar.

Menurut teori behavioristik, belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dengan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan kemampuan untuk bertingkah laku sebagai hasil interaksi stimulus dengan respon. Belajar menurut teori behavioristik, seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja


(32)

yang diberikan guru atau siswa lain pada siswa, seperti bahan diskusi kelompok, materi pelajaran, soal-soal post test, dan lain-lain. Respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diterima siswa, seperti diskusi kelompok, kerja kelompok, dan menyelesaikan masalah.

Teori behavioristik dalam pembelajaran IPS mendidik siswa untuk peka terhadap apa yang mereka pelajari dan dapat merespon apa yang mereka terima sehingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sosialnya, yang pada mulanya tidak mengerti menjadi mengerti, tidak mampu memecahkan masalah sosial menjadi mampu memecahkan, tidak dapat mengembangkan kreativitas berfikir menjadi kreatif, banyak perubahan-perubahan tingkah laku dan pola fikir setelah belajar IPS. Setiap peserta didik yang mempelajari IPS mereka akan merasakan bahwa kajian ilmu IPS sangatlah dinamis yang selalu disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan umat manusia.

2.5 Teori kognitif dalam pembelajaran IPS

Menurut Piaget teori kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Piaget (dalam Slameto, 2003: 12) mengemukakan mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak sebagai berikut.

1. Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya, maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.

2. perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu.

3. Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari suatu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.


(33)

4. Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu (a) kematangan, (b) pengalaman, (c) interaksi sosial, dan (d) equilibration

(proses dari ketiga faktor itu bersama-sama untuk membangun/ memperbaiki struktur mental). Setiap anak pada dasarnya mempunyai pengetahuan dan pengalaman di dalam dirinya yang tertata dalam kognitif.

Proses belajar akan lebih baik jika materi pelajaran yang baru dipelajari dapat diterima dan diimplementasikan secara tepat dengan kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa. Proses belajar harus disesuaikan dengan perkembangan umur, artinya tahapan ini bersifat hierarkis di mana harus melalui urutan tertentu dan orang tidak dapat belajar sesuatu di luar tahap kognitifnya. Ada empat tahapan perkembangan kognitif Piaget yang disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Tahap perkembangan kognitif Piaget

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama

Sensorimotor 0 sampai 2 th Terbentuknya konsep kepermanenan objek dan kemajuan gradual dari perilaku reflektif ke perilaku yang mengarah ke tujuan.

Praoperasional 2 sampai 7 th Perkembangan kemampuan dengan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek dunia. Pemikiran geosentris dan sentrasi.

Operasi Kongkret

7 sampai 12 th Perbaikan dalam kemampuan untuk berfikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak sentrasi tapi desentrasi dengan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Operasi Formal

12 th sampai dewasa

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.


(34)

Pembelajaran IPS jika dilihat dari perspektif teori kognitif bahwa IPS memberikan pengetahuan-pengetahuan sosial kepada siswa dengan melihat perkembangan pola fikir dan usia siswa. Materi kajian IPS di SD sangat berbeda jika dibandingkan dengan materi untuk sekolah menengah. IPS disajikan dengan dinamis sesuai dengan pola perkembangan di dalam kehidupan masyarakat. Teori belajar kognitif dalam pembelajaran IPS karena lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya, karena menurut teori ini tingkah laku dalam proses pembelajaran siswa ditentukan oleh persepsi serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini berpandangan bahwa dalam belajar IPS siswa melakukan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks yang harus disesuaikan dengan perkembangan biologis siswa karena daya fikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia maka akan berbeda pula daya pemahaman serta refleksinya. Menurut Bruner (dalam Budiningsih, 2005: 40) mengemukakan perkembangan kognitif manusia sebagai berikut.

1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan menanggapi suatu rangsangan.

2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistis.

3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan.

4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena dengan bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.

6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kacakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan


(35)

yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.

2.6 Pembelajaran IPS di SD

IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan tata negara. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sapriya (2006: 3), mengemukakan bahwa IPS adalah perpaduan dari pilihan konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antopologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukkan sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan. IPS adalah pembelajaran ilmu sosial (social sciences) yang disederhanakan untuk pembelajaran pada tingkat persekolahan.

Pelajaran IPS sendiri diajarkan dari tingkat SD sampai dengan tingkat SMP. Menurut Jarolimek (1993: 8) Pendidikan IPS hendaknya mampu mengembangkan aspek pengetahuan dan pengertian (knowledge and understanding), aspek sikap dan nilai (attitude and value) serta aspek keterampilan (skill) pada diri siswa. Aspek pengetahuan dan pengertian,aspek sikap dan nilai serta keterampilan tentunya berkaitan dengan pemberian bekal pengetahuan dan pemahaman kepada siswa tentang kehidupan nyata masyarakat di sekitarnya.

Somantri (2001: 92) mengemukakan bahwa IPS adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Dari beberapa rumusan pengertian pembelajaran IPS dapat diperoleh gambaran bahwa


(36)

pendidikan IPS adalah ilmu pengetahuan yang memadukan berbagai macam disiplin ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya yang diorganisasikan secara selektif berdasarkan prinsip-prinsip serta pertimbangan ilmiah psikologis dan praktis untuk tujuan pendidikan.

Untuk menumbuhkan motivasi dan aktivitas siswa dalam pembelajaran perlu dikembangkan model-model pembelajaran IPS yang mendorong siswa aktif dan kreatif serta inovatif. Model pembelajaran inovatif tersebut menurut Ibrahim (2007: 26-27) antara lain: pengajaran langsung (direct intruction), pembelajaran kooperatif (cooperative learning), Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Base Instruction), dan belajar melalui penemuan (inquiry). Model pembelajaran yang inovatif tersebut tentunya sangat diharapkan dapat mendorong siswa aktif dalam belajar.

Menurut Sapriya (2006: 44) IPS merupakan program pendidikan yang memiliki misi khusus, yaitu: 1) membantu peserta didik mengembangkan kompetensi-kompetensi dirinya dalam menggali dan mengembangkan sumber-sumber fisik dan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya, sehingga mereka dapat hidup selaras dengannya, 2) mempersiapkan peserta didik menyongsong kehidupan dimasa depan dengan penuh harapan dan kemampuan diri dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya.

2.7 Aktivitas Belajar

Belajar adalah proses perubahan yang melibatkan faktor interaksi subjek dengan lingkungan. Sebagai suatu proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas


(37)

yang harus dilakukan oleh siswa, pengertian aktivitas belajar menurut Winkel

(1983:48) bahwa “aktivitas belajar adalah setiap macam kegiatan belajar yang

menghasilkan suatu perubahan yang khas yaitu belajar ”Dengan demikian

aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan didasari untuk mencapai suatu tujuan belajar, yaitu perubahan pengetahuan dan ketrampilan pada siswa yang melakukan kegiatan belajar.

Aktivitas belajar merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat menemukan hal-hal baru serta dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan fisik dan psikisnya. Begitu pula dalam dunia pendidikan, aktivitas belajar merupakan hal yang mutlak dibutuhkan tanpa melakukan aktivitas maka pembelajaran dapat dikatakan tidak berjalan.

Aktivitas merupakan suatu usaha atau reaksi individu terhadap stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya. Dalam reaksi tersebut individu memberi tafsiran, opini, asumsi, dan sebagainya, sehingga terkumpul menjadi sebuah pengalaman yang berguna bagi dirinya untuk menghadapi zaman. Semakin banyak individu bereaksi atas suatu hal maka semakin dalam individu tesebut menguasainya.

Prinsip tersebut juga berlaku dalam dunia pendidikan, semakin tinggi tingkat reaksinya terhadapu suatu situasi atau stimulus maka semakin tinggi pula tingkat penguasaan materi pelajaran yang disampaikan guru. Pembelajaran modern menekankan pada aktivitas para pebelajar atau siswa, karena belajar adalah proses aktif individu. Keaktivan siswa dalam proses pembelajaran akan menentukan kualitas penyerapan materi yang diberikan guru. Guru harus memancing atau


(38)

menstimulus siswa agar aktif selama pembelajaran berlangsung. Prinsip keaktifan (mendengar, menerima, membuat sendiri, memikirkan sendiri, dan membuktikan sendiri) siswa akan lebih baik dalam memahami dan materi pelajaran. Menurut Sudjana (2007: 105), kegiatan belajar atau aktivitas belajar sebagai suatu proses terdiri dari enam unsur, yaitu tujuan belajar, siswa yang termotivasi, tingkat kesulitan belajar, stimulus dari lingkungan, siswa yang memahami situasi, dan pola respon siswa. Diedrich dalam Nasution (2004: 9), menyajikan 177 macam kegiatan atau aktivitas siswa dalam belajar, antara lain sebagai berikut.

(1) Visual activities (Aktivitas-aktivitas visual), seperti membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.

(2) Oral activities (Aktivitas-aktivitas oral atau berbicara), seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi, dan sebagainya.

(3) Listening activities (Aktivitas-aktivitas mendengarkan), seperti mendengarkan uraian dari guru, percakapan, diskusi, musik, pidato dan sebagainya.

(4) Writing activities (Aktivitas-aktivitas menulis), seperti menulis cerita, karangan, laporan, test, angket, menyalin, dan sebagainya.

(5) Drawing activities (Aktivitas-aktivitas menggambar), seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola dan sebagainy.

(6) Motor activities (Aktivitas-aktivitas bergerak), seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.

(7) Mental activities (Aktivitas-aktivitas mental atau kejiwaan), seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.

(8) Emotional activities (Aktivitas-aktivitas emosional), seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup dan sebagainya.

Lebih lanjut Nasution (2004:94–95) menjelaskan bahwa aktivitas-aktivitas tersebut di atas tidak berjalan sendiri-sendiri tapi bersinergi. Misalnya dalam kegiatan motoris terkadung kegiatan mental yang disertai dengan perasaan-perasaan tertentu. Karenanya dalam setiap pelajaran dapat dilakukan bermacam-macam aktivitas secara sekaligus.


(39)

2.8 Prestasi Belajar

Dalam pembelajaran prestasi belajar merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran. Hal tersebut selaras dengan pendapat Umiarso dan Gojali (2011: 226) yang menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu indikator dan dapat dijadikan acuan tentang seberapa jauh pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan sebelumnya telah dimiliki untuk dapat mengupayakan peningkatannya.

Prestasi belajar atau hasil belajar merupakan tujuan yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan siswa. Beberapa definisi mengenai pengertian prestasi belajar selanjutnya akan diuraikan lebih mendalam. Menurut Nurkencana (1986: 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Hal tersebut selaras dengan pendapat Azwar (2004: 9), yang menyatakan prestasi belajar sebagai suatu keberhasilan memperoleh pengetahuan dan kecakapan baru yang dapat di operasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan dan semacamnya. Pendapat di atas menitik beratkan prestasi belajar merupakan sebuah hasil pencapaian seseorang.

Kemudian Djamarah (1994: 19) mengungkapkan bahwa Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok. Namun, Berbeda dengan pendapat sebelumnya Tjundjing (2001: 71) menyatakan bahwa prestasi bejalar adalah suatu istilah yang


(40)

menunjukkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diajarkan yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merujuk pada tingkat penguasaan terhadap pelajaran dan diikuti perasaan puas seseorang.

Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat sebelumnya Umiarso dan Gojali (2011: 124) yang menjelaskan prestasi merupakan hasil penilaian pendidikan atas perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar. Prestasi menunjukkan hasil dari pelaksanaan kegiatan yang diikuti siswa di sekolah. Kegiatan belajar yang diikuti siswa dapat diukur melalui penguasaan materi yang diajarkan guru serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dideskripsikan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran, yang dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan dan semacamnya. Hasil belajar merupakan tujuan yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan siswa. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, kompleksitas dan dapat digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Perbedaan kompetensi dan hasil belajar terletak pada batasan dan patokan-patokan kegiatan siswa yang dapat diukur, sehingga hasil belajar diperoleh dari proses pembelajaran yang dilakukan secara berkesinambungan dalam tahap tertentu.


(41)

Prestasi belajar setiap siswa tentu berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan banyak sekali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi presatsi belajar seseorang. Secara umum prestasi belajar di pengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Sehubungan dengan faktor intern ini, Slameto (2003: 54) menjabarkan bahwa yang mempengaruh prestasi belajar seseorang antara lain yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan. Kemudian Slameto (2003: 54) menjabarkan faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Lebih dalam lagi selanjutnya dijabarkan kembali faktor sekolah yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yaitu: (1) cara guru mengajar, (2) model pembelajaran, (3) alat-alat pelajaran, (4) kurikulum, (5) waktu sekolah, (6) interaksi guru dan murid, (7) disiplin sekolah, dan (8) media pendidikan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa ada dua hal yaitu faktor intern dan ektern. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Slameto (2003: 54) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran dan media pendidikan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

2.9 Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan


(42)

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran (Sagala, 2005: 176). Model pembelajaran menurut Soekamto dalam Trianto (2007: 5) adalah suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Model pembelajaran menurut Winataputra (2001: 3) adalah konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang sitematis atau teratur, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan kerangka konseptual dan prosedur kerja ini akan tertuang pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang bersinergi dengan komponen-komponen RPP tersebut membentuk model pembelajaran berbasis inkuiri.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak ada di dalam istilah strategi, metode dan prosedur. Ciri–ciri tersebut adalah (1) rasional teoristik logis yang disusun oleh para pencipta dan pengembangnya, (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar yaitu tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) tingkah laku pembelajaran yang diperlukan


(43)

agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai (sintaks).

Model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut. a. Sahih atau valid. Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu:

1. dasar rasional teoritik yang kuat sebagai dasar pengembangan; 2. konsitensi internal.

b. Kepraktisan. Aspek kepraktisan ini hanya dapat dipenuhi jika: 1. para ahli dan praktisi menyatakan bahwa produk model yang dikembangkan dapat diterapkan; dan

2. kenyataan yang ada ditunjukkan bahwa model tersebut memang dapat diterapkan.

c. Efektifitas. Terkait dengan aspek efektifitas Nieveen dalam (Trianto, 2007: 8) memberikan parameter sebagai berikut:

1. ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan

2. secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Selanjutnya Arends (1997) dalam Trianto (2007: 9) dengan beberapa pakar model pembelajaran berpendapat bahwa tidak ada satupun model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing–masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diuji cobakan untuk membelajarkan kompetensi tertentu. Dengan demikian perlu dilakukan seleksi model pembelajaran yang paling tepat untuk kompetensi tertentu. Pernyataan ini


(44)

didukung bahwa model pembelajaran yang dipilih guru akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Kemampuan guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik siswa merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran (Mulyasa, 2005: 95).

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam merancang suatu pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai.

2.10 Model Pembelajaran Inkuiri

Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai pengertian pembelajaran inkuiri, prinsip-prinsip pembelajaran inkuiri, model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan keunggulan dan kelemahan model pembelajaran inkuiri. Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing sub bahasan.

2.10.1 Pengertian Pembelajaran Inkuiri

Istilah inkuiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu inquiry yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Model pembelajaran inkuiri yang dikembangkan oleh Suchman menyatakan bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu.


(45)

Adapun teori yang mendasari model pembelajaran ini adalah sebagai berikut. 1. Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu

akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya.

2. Mereka akan menyadari keingitahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk dapat menganalisis strategi berfikirnya tersebut.

3. Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan atau digabungakan dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa.

4. Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berfikir.

Jelas bahwa strategi inkuiri adalah rangkaian kegiatan yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berfikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa yunani, yaitu heuriskein yang berarti menemukan.

Menurut Sanjaya (2007: 196), pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran inkuiri dibangun dengan asumsi bahwa sejak lahir manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam sekelilingnya tersebut merupakan kodrat sejak ia lahir ke dunia, melalui indera-inderanya. Keingintahuan manusia tersebut terus-menerus berkembang hingga dewasa dengan menggunakan otak dan pikirannya.


(46)

Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Selain itu inkuiri dapat mengembangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan agar siswa mampu berfikir ilmiah, seperti:

1. keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data termasuk merumuskan hipotesis serta menjelaskan fenomena,

2. kemandirian belajar,

3. kemampuan mengekspresikan secara verbal, 4. kemampuan berfikir logis,

5. kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif.

Menurut Trianto (2007: 120) pembelajaran inkuiri dapat diimplementasikan secara maksimal dengan memperhatikan beberapa hal: Pertama,aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan adanya tekanan/ hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua, inkuiri berfokus hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan yang hanya menekankan dari segi menghafal mempunyai sifat yang sementara (tentative). Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat sementara. Apabila pengetahuan dipandang sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan pengajuan berbagai informasi yang relevan. Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masing-masing dengan argumen yang benar. Ketiga, penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan


(47)

reliabilitas tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya menurut Sanjaya (2007: 197) pembelajaran inkuiri mempunyai beberapa hal yang menjadi konsep dasar (ciri utama) dalam pembelajaran inkuiri, yaitu:

1. pembelajaran inkuiri menekankan pada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya setrategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subyek belajar,

2. seluruh aktifitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa, 3. tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan

kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang di milikinya secara optimal.

Pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian, karena dalam pembelajaran ini siswa memang memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran inkuiri akan efektif manakala terpenuhi hal-hal sebagai berikut.

1. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu

permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri lebih menekankan kepada pentingnya proses pembelajaran.

2. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.


(48)

4. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berfikir, strategi inkuiri akan kurang berhasil apabila

diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampan berfikir.

5. Jika jumlah siswa yang belajar tidak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

6. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

2.10.2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri

Menurut Sanjaya (2007: 199) pembelajaran inkuiri ini menekankan kepada pengembangan mental (intelektual) siswa. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: maturation, physical experience, social experience, dan equilibration.

1. Maturation atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan sistem saraf. Pertumbuhan otak merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan berfikir (intelektual) anak. Otak merupakan pusat atau sentral perkembangan pada diri manusia. Menurut Sigelman dan Shaffer (1995) dalam Sanjaya (2007: 197), otak terdiri dari 100 miliar sel saraf (newron) dan setiap saraf itu rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel saraf lainnya. Neuron terdiri dari inti sel (neucleus) dan sel bodi yang berfungsi sebagai penyalur aktifitas dari sel saraf satu ke sel saraf lainya.


(49)

2. Physical experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan pada akhirnya akan bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau ide-ide. Oleh karena itu, proses belajar yang murni tidak akan terjadi tanpa adanya pengalaman-pengalaman. Bagi Piaget, aksi atau tindakan adalah komponen dasar pengalaman.

3. Sosial experience adalah aktifitas dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial, anak bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan atau mendengarkan pandangan orang lain, tetapi juga akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain disamping aturannya sendiri. Ada dua aspek pengalaman sosial yang dapat membantu perkembangan intelektual yaitu: Pertama, pengalaman sosial akan dapat meningkatkan kemampuan bahasa. Kedua, melalui pengalaman sosial anak akan mengurangi

egocentricnya. Pengalaman semacam itu bermanfaat untuk mengembangkan konsep mental seperti misalnya kerendahan hati, toleransi, kejujuran, etika, dan lain sebagainya.

4. Equilibration adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Ada halnya anak dituntut untuk memperbaharui pengetahuan yang sudah terbentuk setelah ia menemukan informasi baru yang tidak sesuai.

Atas dasar penjelasan di atas, maka dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.


(50)

a. Berorientasi pada pengalaman intelektual.

Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berfikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

b. Prinsip interaksi.

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berfikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memang bukanlah pekerjaan yang mudah

c. Prinsip bertanya.

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagaian dari proses berfikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan tehnik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji.


(51)

d. Prinsip belajar untuk berfikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berfikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan, baik otak reptile, otak limbic, mupun otak neokorteks. Pembelajaran berfikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

e. Prinsip Keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.

Sintak model pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Sintak Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Tahap Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas siswa Tahap Penyajian

Masalah

1. Membagi siswa dalam beberapa kekelompok 2. Memusatkan perhatian siswa pada suatu materi

melalui serangkaian demonstrasi

3. Memberikan

permasalahan kepada siswa

1. Duduk bersama temen kelompok 2. Memperhatikan Demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan 3. Menulis semua

permasalahan yang deberikan oleh guru


(52)

Tabel 2.2 Sintak Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (lanjutan)

Tahap Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas siswa Tahap Pengumpulan

dan Verifikasi data

1. Meminta siswa untuk mengumpulkan informasi

yang berhubungan dengan permasalah yang diajukan.

2. Meminta siswa membuat jawaban sementara 1. Mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan.

2. Membuat jawaban sementara (hipotesis) Tahap Pengumpulan

Data Melalui Eksperimen

1. Memberikan LKS percobaan pada setiap siswa

2. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan

3. Berkeliling kesetiap kelompok untuk membimbing siswa melakukan percobaan

1. Menerima LKS Percobaan

2. Melakukan percobaan sesuai bimbingan dari guru

Tahap Perumusan dan pengolahan data

1. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengolah serta

menganalisis data hasil eksperimen dan

menjawab pertanyaan diskusi yang terdapat dalam LKS

2. Meminta siswa untuk merumuskan dan menyusun kesimpulan hasil percobaan

1. Mengolah serta menganalisis data hasil percobaan

2. Merumuskan dan menyusun

kesimpulan hasil percobaan Tahap Analisis

Proses Inkuiri

1. Membimbing siswa untuk memahami pola-pola penemuan yang telah dilakukan 2. Membimbing siswa

menganalisis tahap-tahap inkuiri yang telah

dilaksanakan

1. Memperhatikan dan memahami pola-pola penemuan yang telah dilakukan

2. Menganalisis tahap-tahap inkuiri yang telah dilaksanakan


(53)

2.10 Kerangka Pikir

Menurut Arikunto (2006: 102) penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu dan meningkatkan profesionalisme pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat kondisi siswa. Penelitian tindakan kelas sebagai bentuk penelitian reflektif untuk memperbaiki praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah model pembelajaran inkuiri sedangkan aktivitas dan prestasi belajar merupakan variable terikat (Y). Kerangka pikir adalah hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dalam rangka memberi jawaban sementara tentang masalah yang akan diteliti sehingga memperjelas penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai dengan SMP/MTs bahkan di tingkat menengah namun hanya di SMK. Pada jenjang SD mata pelajaran IPS merupkan mata pelajaran tematik artinya merupakan mata pelajaran gabungan dengan mata pelajaran lain. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Mata pelajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk rumpun ilmu social, seharusnya merupakan mata pelajaran yang menarik, apabila disajikan oleh guru dengan menggunakan teknik-teknik pembelajaran yang dapat memotivasi siswa. Namun pada kenyataannya banyak para peserta didik


(54)

mengeluh karena bahan-bahan materi pelajaran disajikan kurang menarik serta membosankan di samping guru kurang mampu memilih metode pembelajarannya. Akar dari masalah mata pelajaran social adalah bahwa pembelajaran pengetahuan social lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep yang bersifat hapan belaka. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPS selalu menjenuhkan dan terasa membosankan dan dianggap oleh siswa sebagai pelajaran kedua. Demikian halnya yang terjadi di SDN 1 Raja Basa Jaya. Hal ini karena adanya beberapa hambatan yang menjadikan pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung membosankan.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan di SDN 1 Rajabasa Jaya. Salah satunya adalah inovasi pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Apabila aktivitas belajar siswa baik maka yang diharapkan prestasi belajar siswa juga akan baik. Berikut kerangka berpikir penelitian.

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir Penelitian

Kondisi pembelajaran IPS di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya cenderung membosankan, kurang menarik minat siswa.

Sehingga aktivitas belajar menjadi rendah. Kondisi ini berdampak langsung terhadap prestasi belajar

Model yang digunakan adalah model pembelajaran Inkuiri

Terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar IPS


(55)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classrom Action Reserch)

dengan pendekatan kualitatif diimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata pelajaran IPS di kelas V SDN 1 Raja Basa Jaya Bandar Lampung. Menurut Suharjono dalam Suharsimi Arikunto (2009: 18) Penelitian Tindakan adalah penelitian yang dilakukan oleh guru bekerjasama dengan peneliti (dilakukan oleh guru yang bertindak sebagai peneliti) di kelas atau sekolah tempat dia mengajar dengan penekanan kepada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran, jadi penelitian tindakan yaitu suatu tindakan untuk mengatasi/memecahkan masalah secara berulang-ulang dengan penuh penghayatan dan apa adanya. Penelitian ini juga dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna.

Pemilihan metode ini didasarkan pendapat bahwa penelitian tindakan mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran dikelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa, (Hopkins, 1993: 34).


(56)

49 Penelitian tindakan bercirikan perbaikan terus menerus sehingga kepuasan peneliti dan tingkat kejenuhan sudah tidak terjadi, peningkatan menjadi tolok ukur berhasilnya atau berhasilnya siklus-siklus tersebut. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan mitra sejawat. Kegiatan perencanaan awal dimulai dengan cara melakukan pengamatan dan mendiskusikan serta melakukan tindakan. Pada tahap refleksi yaitu tahap menganalisis hasil pengamatan dan tindakan. Permasalahan yang biasanya timbul perlu mendapat perhatian sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang atau perbaikan sehingga pada akhirnya pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 1 Raja Basa Jaya Bandar Lampung dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Tindakan Kelas

3.2.1 Waktu Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri 1 Raja Basa Jaya Bandar Lampung pada bulan September – Oktober Tahun Pelajaran 2013 - 2014.

3.2.2 Tempat Penelitian Tindakan Kelas

Setiap penelitian pasti mempunyai tempat penelitian, yaitu lokasi dimana penelitian itu dilaksanakan. Adapun lokasi yang dijadikan pelaksanaan dalam penelitian tindakan kelas ini berlokasi di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung.


(57)

50 3.3 Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian adalah Guru dan siswa kelas V SD Negeri 1 Raja Basa Jaya Bandar Lampung berjumlah 28 orang siswa, pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013-2014. Penelitian ini dibantu oleh observer yang merupakan teman sejawat di SD Negeri 1 Raja Basa Jaya Bandar Lampung

2. Objek dalam penelitian tindakan kelas adalah (1) aktivitas belajar, (2) hasil belajar (3) model pembelajaran inkuiri.

3.4 Operasional Tindakan

Suatu penelitian harus jelas secara spisifik dari apa yang diteliti. Dalam operasional tindakan kelas ini akan dijelaskan secara terperinci dari apa yang diteliti:

3.4.1 Aktifitas Belajar

3.4.1.1 Definisi Konseptual

Aktivitas belajar adalah suatu keharusan dalam kegiatan pembelajaran, karena tanpa aktivitas tidak mungkin kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik, karena pembelajaran merupakan proses berpikir, membaca, mendengar termasuk memperhatikan yang kesemuanya itu dapat menunjang tercapainya hasil belajar yang diharapkan (Sardiman, 2008: 95).


(58)

51 3.4.1.2 Operasional Tindakan

Pembelajaran lebih banyak mendengarkan dan mencatat, aktivitas pembelajaran menjadi sangat penting karena dalam kegiatan pembelajaran peserta didik dapat memperhatikan penjelasan guru, membaca buku (LKS), berdiskusi antar peserta didik.

Ketentuan penilaian atau pemberian skor dan pengkategorian aktivitas siswa adalah sebagai berikut.

1) Ketentuan pemberian skor.

- Jika terdapat tiga indikator perilaku dalam satu aspek dilakukan siswa maka pada aspek tersebut diberi skor 4.

- Jika terdapat hanya dua indikator perilaku dalam satu aspek dilakukan siswa maka pada aspek tersebut diberi skor 3.

- Jika terdapat hanya satu indikator perilaku dalam satu aspek dilakukan siswa maka pada aspek tersebut diberi skor 2.

- Jika tidak satupun indikator perilaku dalam satu aspek dilakukan siswa maka pada aspek tersebut diberi skor 1.

2) Nilai aktivitas siswa diperoleh berdasarkan rumus Jumlah skor

Nilai Aktivitas Siswa = X 100% Skor Maksimum

3) Pengkategorian aktivitas siswa:

- bila nilai siswa 75,6, maka dikategorikan aktif.

- bila 59,4 nilai siswa < 75,6 maka dikategorikan cukup aktif. - bila nilai siswa < 59,4 maka dikategorikan kurang aktif


(59)

52 4) Adapun untuk mencari nilai rata-rata aktivitas siswa menggunakan rumus

∑ Nilai aktivitas setiap siswa Nilai rerata =

∑ Siswa (Memes. 2001: 36).

3.4.2 Model Pembelajaran Inkuiri

3.4.2.1 Definisi konseptual

Model pembelajaran inkuiri yang akan digunakan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, adalah kemampuan guru menyajikan model pembelajaran inkuiri dalam pelajaran IPS. Untuk mengetahui proses tindakan dan dampak atau hasil diperlukan observasi atau pengamatan secara seksama oleh peneliti dengan dibantu oleh mitra.

3.4.2.2 Operasional Tindakan

Model pembelajaran inkuiri akan dilaksanakan dalam beberapa siklus, masing-masing siklus melalui tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, refleksi. Dari tahapan-tahapan yang dilaksanakan akan dilihat dari ketetapan penggunaan model pembelajaran inkuiri, ketetapan bahan ajar yang menjadi topic bahasan, kemampuan guru menyajikan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPS dan didukung dengan tes hasil belajar untuk memperkuat dan berkaitan dengan keberhasilan penggunaan model pembelajaran inkuiri.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 5 TALANG TELUK BETUNG SELATAN BANDAR LAMPUNG

1 16 17

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PANDANSARI SELATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 8 47

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PEMBELAJARAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 CAMPANG RAYA BANDAR LAMPUNG

0 11 49

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SISWA KELAS IV SD N 2 JAGABAYA 1 BANDAR LAMPUNG

1 9 48

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SUKAMENANTI KEDATON BANDAR LAMPUNG

0 7 27

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2013/2014

0 6 79

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 SUKABUMI BANDAR LAMPUNG

0 6 35

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 REJOSARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 15 47

PENINGKATAN MINAT BELAJAR IPA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD Peningkatan Minat Belajar Ipa Melalui Pembelajaran Kontekstual Model Inkuiri Pada Siswa Kelas V SD Negeri Nglorog 5 Sragen 2013/2014.

0 6 15

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN METODE INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI UMBULWIDODO NGEMPLAK SLEMAN.

1 9 223