Evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional - USD Repository

  

EVALUASI KERASIONALAN IKLAN OBAT TANPA RESEP PADA

TAYANGAN ACARA UNTUK ANAK-ANAK DI EMPAT STASIUN

TELEVISI SWASTA NASIONAL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Wahyu Esa Purwanto NIM : 998114018

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

HIDUP ITU AKAN MUDAH

JIKA KITA SENDIRI YANG

MEMBUATNYA MENJADI MUDAH

Kupersembahkan buat: Ibu-Bapakku, ungkapan rasa hormat dan baktiku

Adik-adikku dan Almamaterku

  

INTISARI

  Penelitian jenis non eksperimental (observasional) dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik ini, bertujuan mengevaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional.

  Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung iklan selama dua minggu, yang meliputi jenis acara, waktu tayang, jenis produk, jenis iklan, dan frekuensi, serta untuk iklan obat tanpa resep diamati kelengkapan informasi berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 serta kerasionalan klaim indikasinya berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.

  Hasil penelitian menunjukkan terdapat iklan obat tanpa resep (2,1%) dan paling banyak ditayangkan pada acara sinetron anak (64,0%). Dari iklan tersebut yang paling banyak adalah dari kelas terapi obat analgesik (sakit kepala, demam) (40,5%), golongan obat bebas terbatas (56,8), jenis obat Biogesic Anak (26,2%), obat untuk konsumen dewasa (64,0%), dan obat produksi Medifarma (26,2). Kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep tidak ada yang rasional (0,0%) berdasarkan kriteria iklan WHO (1988), 7,1% dinyatakan rasional menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.386 tahun 1994, serta yang mencantumkan zat aktif (42,9%), kontraindikasi (0,0%), alamat industri (0,0%), peringatan-perhatian (100,0%), nama industri farmasi (85,7%), efek samping obat (7,1%), nama dagang (100,0%), dan indikasi (100,0%). Iklan obat tanpa resep yang dinilai rasional klaim indikasinya sebanyak 57,1%.

  Kata kunci : kerasionalan, iklan, obat tanpa resep, televisi

  

ABSTRACT

  Research of type non eksperimental (observasional) with descriptive research device non analytic, aim to evaluate is rational of nonprescription drug advertisements at displaying event for children in national four private sector television station.

  Intake of data done with observation of advertisement direct during two week, what covering event type, time displayed, product type, advertisement type, and advertisement frequency, and also information completeness for non- prescription drug advertisement is observed equipment of information based on The WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion (1988) and the Decree of Health Minister No. 386/1994 serta rationality claim the indication based on . active matter job mechanism and according to the Decree of Health Minister No. 386/1994. Data analysis apply descriptive statistical methods.

  Research result show there are nonprescription drug advertisements (2.1%) and most displayed at event of electronic cinema of children (64.0%). From that advertisement more consisted of the therapeutic class of analgesic drugs (headache, fever) 40.5%, limited over-the-counter drugs (56.8), drug of Biogesic Anak (26.2%), drug to adult consumers (64.0%), and drug produced by medifarma (26.2%) Equipment of Nonprescription drug advertisement nothing that rational (0.0%) based on The WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion (1988), 7.1% expressed is rational according to and the Decree of Health Minister No. 386/1994, and also mentioning active substance (42.9%), contraindication (0.0%), industrial address (0.0%), precaution-warning (100.0%), the name of pharmaceutical industy (85.7%), side effects ( 7.1%), trade name (100.0%), and indication (100.0%). Nonprescription drug advertisements whose indication claims rational are 57.1%. keyword : Rational, advertisement, nonprescription drug, television

  

PRAKATA

  Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, oleh karena kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kerasionalan Iklan Obat Tanpa Resep Pada Tayangan

  

Acara Untuk Anak-anak di Empat Stasiun Televisi Swasta Nasional”. Skripsi

  ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta.

  Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada :

  1. Ibu Rita Suhadi,M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanatha Dharma, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini dapat tersusun.

  2. Ibu Yustina Sri Hartini,M.Si, Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini dapat tersusun.

  3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.

  4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.

  5. Seluruh Dosen atas bimbingannya selama kuliah dan Staff Fakultas Farmasi USD atas pelayanannya selama ini.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL…………………………………………………........... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.........................................…………………… iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………….......................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………….. v

  INTISARI …..………………………………………………………………. vi

  

ABSTRACT ….……………………………………………………………... vii

  PRAKATA…………………………………………………………………. viii DAFTAR ISI……………………………………………………….............. x DAFTAR TABEL…...……………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xvi DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xvii BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………......

  1 A. LatarBelakang………………………………………………….

  1 B. Permasalahan………………………………...….......................

  5 C Keaslian Penelitian…………………...………..….....................

  6 D Manfaat penelitian…...…………….…………………………...

  7 E Tujuan…..………………………………………........................

  7 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………………………….......

  9 A. Pengobatan Sendiri……..……....................................................

  9 B. Anak dan televisi……………………………….………...……..

  12 C. Obat Tanpa Resep (OTR)……..…………………………………

  14 D. Tinjauan Iklan dan Promosi……...……..……………................

  16 1. Perbedaan Iklan dan Promosi…….………………..……….

  16

  2. Definisi promosi.....…………………………………………

  17 3. Definisi Iklan...................................................…………….

  17 4. Media Iklan...........................................................................

  17

  5. Tujuan Iklan..........................................................................

  18 6. Fungsi Iklan...........................................................................

  18 7. Peraturan Periklanan Bidang Obat........................................

  18 E. Televisi Sebagai Salah Satu Media Iklan …………....................

  23 F. Keterangan Empiris…………………………………………….

  25 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...………………………………..

  26 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………….

  26 B. Definisi Operasional…………………………………………….

  26 C. Subjek Penelitian………………………………………………

  29 D. Tata Cara Penelitian……………..………………………………

  31 E. Tata Cara Analisis Hasil…………………………………………

  32 F. Kesulitan Penelitian……………….…………………………….

  33 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………...……………

  34 A. Profil Jenis Iklan……………………………………………….

  34

  1. Distribusi frekuensi jenis iklan pada masing-masing televisi………………………….......................................

  34

  2. Distribusi frekuensi jenis iklan pada keempat stasiun televisi………...................................................................

  35 B. Profil Iklan Obat Tanpa Resep ……………………………..

  37 1. Jenis acara………………………………………........ ..... .

  37 2. Kelas terapi………………………………………………. .

  39 3. Golongan Obat....................................................................

  41

  4. Jenis Obat…………………………………………………

  42 5. Sasaran Konsumen…………………………….................

  44 6. Produsen……………………………...............................

  46 C. Evaluasi Kerasionalan Kelengkapan Informasi Iklan Obat Tanpa Resep………………........................................................

  48 D. Evaluasi Kerasionalan Klaim Indikasi Iklan Obat Tanpa Resep…........................................................................................

  59 E. Rangkuman Pembahasan..............................................................

  69

  A Kesimpulan…………………………………………………......

  75 B. Saran………………………………………………………….....

  76 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..

  77 LAMPIRAN....................................................................................................

  82 BIOGRAFI PENULIS……………………………………………….……..

  96

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Distribusi frekuensi jenis iklan pada tayangan acara untuk anak- anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ................................................... 35

  Tabel II. Distribusi frekuensi jenis iklan pada tayangan acara untuk anak- anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)..................................................... 36

  Tabel III. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis acara........................................................................................ 37

  Tabel IV. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan kelas terapi....................................................................................... 39

  Tabel V. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan golongan obat ... 42

  Tabel VI. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis obat.......................................................................................... 43

  Tabel VII. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli2006) berdasarkan jenis obat............................................................................................

  44

  Tabel VIII. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan Produsen obat.... 47

  Tabel IX. Evaluasi kerasionalan kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006 .................... .. 50

  Tabel X. Persentase kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006).................................... 56

  Tabel XI. Persentase kerasionalan kelengkapan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006).................................... 57

  Tabel XII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat analgesik (sakit kepala,demam) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ..................................................................................... .. 60

  Tabel XIII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat gizi dan darah tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)...... 61

  Tabel XIV. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran cerna (diare) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ..................................................................................... ... 62

  Tabel XV. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran cerna (maag) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ..................................................................................... ... 62

  Tabel XVI. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (asma) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli

  Tabel XVII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (batuk) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)......................................................................................... 64

  Tabel XVIII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (batuk, pilek) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ..................................................................................... ... 65

  Tabel XIX. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (flu) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)......................................................................................... 66

  Tabel XX. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (flu, batuk) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)........................................................................................ 66

  Tabel XXI. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat topikal kulit (infeksi jamur) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)......................................................................................... 67

  Tabel XXII. Persentase kerasionalan klaim indikasi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)................................ 68

  Tabel XXIII. Kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006.................................................................. .. 74

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis acara............. 38

  Gambar 2. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006 berdasarkan kelas terapi.............. 40

  Gambar 3. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan golongan obat............................................................................................... 41

  Gambar 4. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak- anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periodeJuli 2006) berdasarkan sasaran konsumen..................................................................................... 45

  Gambar 5. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan sasaran konsumen...................................................................................... 46

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A selama dua minggu (periode Juli 2006) ................................ 82 Lampiran 2. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi B selama dua minggu (periode Juli 2006)................................. 83 Lampiran 3. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi C selama dua minggu (periode Juli 2006)................................. 84 Lampiran 4. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu (periode Juli 2006)................................. 85 Lampiran 5. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak- anak di stasiun televisi A selama dua minggu....................... 86 Lampiran 6. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak- anak di stasiun televisi B selama dua minggu....................... 88 Lampiran 7. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak- anak di stasiun televisi C selama dua minggu....................... 89 Lampiran 8. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak- anak di stasiun televisi D selama dua minggu....................... 90 Lampiran 9. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu................................................................................... 91

  Lampiran 10. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu................................................................................... 92

  Lampiran 11. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu................................................................................... 93

  Lampiran 12. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua

  Lampiran 13. Data kelengkapan informasi dan klaim indikasi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006).................... 95

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit seringkali terjadi pada seseorang, dan tidak bisa dihindarkan. Ketika menderita sakit maka orang tersebut akan berupaya untuk mendapatkan

  penyembuhan atas penyakitnya itu. Sakit adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya (Sarwono, 2003). Hal ini bersifat subyektif dan sangat tergantung dengan perasaan orang tersebut, bila dia merasa badannya tidak enak dia akan mendefinisikan bahwa dirinya menderita sakit. Perasaan sakit itu akan menyebabkan orang tersebut merasa terganggu aktivitasnya, karena itu dia akan mengupayakan penyembuhan terhadap keadaan sakit tersebut. Upaya pengobatan itu dapat berupa pengobatan sendiri atau dilakukan oleh tenaga medis.

  Pengobatan sendiri lebih diartikan sebagai upaya untuk memberikan pengobatan atas penyakitnya secara mandiri. Sukasediati (1996) mendefinisikan bahwa pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat untuk menjaga kesehatannya sendiri, dan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, adat, tradisi, dan kepercayaan yang mempengaruhi seseorang; dipengaruhi tingkat pendidikan seseorang; dilakukan sewaktu-waktu manakala dibutuhkan; berada di luar kerangka kerja medik profesional; modelnya bervariasi; dan dilakukan oleh semua kelompok masyarakat.

  Faktor yang mendorong masyarakat melakukan pengobatan sendiri adalah kenyataan semakin mahalnya biaya berobat dengan pergi ke dokter. Hal tersebut menyebabkan masyarakat yang menderita penyakit yang dianggap ringan, misalnya: flu, pilek, dan batuk, merasa tidak perlu pergi ke dokter, tetapi cukup pergi ke apotik atau toko obat berijin yang menjual obat bebas dan obat bebas terbatas atau yang sering disebut obat tanpa resep.

  Obat tanpa resep terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, serta obat wajib apotik, yaitu obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Anonim, 2005). Obat wajib apotik memang dapat diberikan tanpa resep dokter, tetapi obat tersebut tidak termasuk dalam penelitian ini, karena obat wajib apotik termasuk dalam obat keras atau obat daftar G (gevaarlijk). Obat tradisional yaitu bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992). Oleh WHO, obat tradisional juga dimasukkan dalam pelayanan kesehatan umum. Obat tradisional diserahkan tanpa resep karena sulit diresepkan oleh dokter, akibat selalu bersandar pada kaidah alamiah. Keberadaan obat tradisional masih diperdebatkan akibat tidak sedikit yang keamanan dan khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman turun temurun tanpa dibuktikan secara ilmiah (Marlinda, 2003). Obat tradisional tidak termasuk dalam penelitian obat tanpa resep ini. Iklan obat tradisional mempunyai bagian tersendiri dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, terpisah dari pedoman periklanan obat bebas yang mengatur iklan obat bebas dan obat bebas terbatas.

  Obat tanpa resep yang termasuk dalam penelitian ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Kriteria obat bebas dan bebas terbatas antara lain adalah telah terbukti secara ilmiah menunjukkan manfaat klinis, sangat diperlukan untuk menanggulangi kesakitan yang banyak dijumpai di masyarakat, dan relatif aman.

  Obat tanpa resep memang mudah didapatkan, akan tetapi obat tanpa resep juga mempunyai efek merugikan baik secara langsung, juga berefek jangka sedang dan panjang bila tidak digunakan secara benar (Luize, 2003).

  Dalam menentukan obat yang tepat dalam upaya pengobatan sendiri tersebut masyarakat memerlukan sumber informasi yang benar mengenai obat yang dipilihnya tersebut. Salah satu informasi yang dipilih masyarakat untuk menentukan obat yang akan dipakainya adalah iklan yang ada di media massa, maupun media elektronik. Iklan diharapkan akan memberikan informasi yang cukup dan tidak menyesatkan dari pembaca, pendengar, atau pemirsanya. Dari hasil survei kecil yang dilakukan oleh YLKI dengan target konsumen umum di wilayah Jakarta ternyata 81% responden menganggap iklan obat yang ada dewasa ini bermanfaat bagi konsumen, dan hanya 44,3% yang menilai iklan obat menampilkan indikasi yang berlebihan. Dengan melihat betapa tergantungnya konsumen terhadap iklan obat, maka rasanya tidak berlebihan apabila kemudian perusahaan farmasi dituntut untuk menciptakan iklan obat yang baik sehingga dapat memberikan informasi yang tidak merugikan konsumen (Zahir, 1996).

  Tidak dipungkiri iklan merupakan media untuk menyampaikan kehebatan produk dengan tujuan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan mendapatkan penjualan setinggi-tingginya. Hal ini terjadi karena setiap hari masyarakat banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi, yaitu 60% responden sebuah penelitian menonton televisi dalam sehari antara 1-5 jam bahkan hingga lebih dari 5 jam pada 30% responden (Widanenci, 2007). Waktu yang singkat dan biaya yang sangat tinggi tidak memberikan kesempatan pada sebuah iklan untuk menampilkan informasi mengenai efek samping dari produk obat tersebut. Peringatan dan kontra indikasi, sebaiknya juga disampaikan dalam iklan, agar konsumen dapat memilih obat tanpa resep yang paling sesuai untuk kondisi tubuhnya sendiri (Zahir, 1996).

  Televisi swasta nasional merupakan salah satu sarana yang digunakan produsen obat untuk mengiklankan produknya, karena memiliki jaringan pemirsa yang sangat luas (Yulia, 1993). Berdasarkan survei Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) tahun 2002, pendapatan iklan televisi terbanyak masih dipegang oleh RCTI, INDOSIAR, SCTV, dan TPI. Menyusul kemudian Trans, Metro, Global, TV7, ANteve, dan Lativi (Anonim, 2002b). Empat stasiun televisi swasta nasional dalam penelitian ini (stasiun televisi A, B, C, D) memiliki pendapatan iklan yang tinggi, program acaranya sudah sangat dikenal oleh pemirsa karena lebih awal berdiri, dan banyak menayangkan acara untuk anak- anak. Data terbaru dari Nielsen Media Research, setelah penelitian ini dilakukan, menunjukkan bahwa selama tahun 2006 telah terjadi perubahan besar urutan belanja iklan di televisi, dari yang paling tinggi adalah kelompok RCTI, TPI, Global TV, kelompok Trans TV dan TV 7, kelompok ANTV dan Lativi, diikuti stasiun-stasiun televisi yang masih berdiri sendiri yaitu SCTV, Indosiar, serta Metro TV (Harto, Ratnasari, Saragih, dan Mudjiono, 2006).

  Berdasarkan pemantauan dan evaluasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2003, iklan obat di televisi dinilai banyak yang tidak layak tayang, karena seringkali memberikan informasi yang irrasional dan cenderung menyesatkan (Danto, 2004). Hal ini amatlah disayangkan karena iklan obat di televisi merupakan sumber informasi yang penting bagi seseorang dalam memilih obat tanpa resep untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, terutama bila obat tanpa resep itu ditujukan untuk anak-anak. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak (Anonim, 1994). Berkaitan dengan hal-hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian tentang evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional.

B. Permasalahan

  Permasalahan dalam penelitian yang dilakukan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional (stasiun televisi A, B, C, D) meliputi: 1. seperti apa profil iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi jenis iklan dan frekuensi iklan? 2. seperti apa profil frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional berdasarkan klafisikasi jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen, dan produsen? 3. bagaimana kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, serta kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994?

C. Keaslian Penelitian

  Sejauh informasi yang diterima penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan dan berbeda dengan beberapa penelitian lain tentang iklan obat di televisi seperti penelitian oleh Saragih (2000), Papilaya (2003), dan Christina (2004), penelitian-penelitian tersebut menggunakan responden sebagai subyek penelitian dan metode kuisioner untuk pengambilan data, sedangkan pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah iklan obat di televisi, pengambilan data dengan observasi langsung dan titik berat permasalahan mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat di televisi. Selain itu pengamatan iklan obat dilakukan pada semua kelas terapi, tidak hanya satu kelas terapi saja.

  Penelitian lain yang memiliki kesamaan adalah penelitian berjudul ”evaluasi kerasionalan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional” yang dilakukan oleh Kartikaningtyas Yunari (2007). Penelitian ini juga mengamati mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat di televisi . Tetapi yang membedakannya adalah jenis acara yang diambil dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoritis Menambah informasi dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu farmasi, khususnya mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep di televisi.

  2. Manfaat praktis

  a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi apoteker dalam memberikan pelayanan informasi kepada orang tua tentang pemilihan obat tanpa resep berdasarkan evaluasi kerasionalan iklannya di televisi.

  b. Data dari penelitian ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait untuk lebih meningkatkan kerasionalan iklan obat tanpa resep di televisi.

E. Tujuan

  Tujuan dalam penelitian yang dilakukan pada tayangan acara untuk anak- anak di empat stasiun televisi swasta nasional, meliputi : 1. mengetahui profil iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi jenis iklan dan frekuensi iklan.

  2. mengetahui profil frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional berdasarkan klafisikasi jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen, dan produsen.

  3. mengetahui kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, serta kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri Pengobatan sendiri adalah suatu tindakan mengobati diri sendiri dengan

  obat tanpa resep yang dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab. Hal tersebut merupakan salah satu upaya seseorang untuk mencapai kesehatan yang optimal.

  Pengobatan sendiri merupakan upaya pertama yang dilakukan masyarakat untuk menjaga kesehatannya sendiri. (Sukasediati, 1996).

  Pengobatan sendiri sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, tradisi, kepercayaan seseorang, dan juga yang paling menentukan adalah tingkat pendidikan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan berperan penting dalam menentukan pengobatan yang terbaik untuk dirinya sendiri (Sukasediati, 1996).

  Dari survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh departemen kesehatan RI, didapatkan data kuantitatif, yaitu sebanyak 63% masyarakat menggunakan obat bebas, 18% pergi ke dokter atau puskesmas, 9% masyarakat akan mengkonsumsi jamu untuk menanggulangi penyakitnya, 5% diobati dengan cara sendiri dan sisanya sebanyak 5% tidak melakukan apapun (Sartono, 1993). Data tersebut tidak jauh berbeda dengan data yang ada di negara maju seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, setiap tahun ada 75% dari jumlah penduduknya mengeluh atau menderita sakit. Dari jumlah tersebut diketahui 65% masyarakat mengobati sendiri penyakitnya, 25% masyarakat akan pergi ke dokter untuk mengobati penyakitnya sedangkan 10% masyarakat tidak melakukan tindakan apapun untuk menanggulangi penyakitnya. Dari data di atas, ternyata persentase masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri cukup besar, sehingga kenyataan tersebut dijadikan salah satu dasar kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat pada umumnya (Sartono, 1993).

  Pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya untuk kasus-kasus: 1. perawatan simtomatik minor, misalnya: rasa tidak enak badan, cidera ringan 2. penyakit self-limiting atau paliatif: flu, sakit kepala 3. pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan: mabuk perjalanan, kutu air 4. penyakit kronis, yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau tenaga medis profesional lainnya: arthritis, asma 5. keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan dengan segera (Holt dan Hall, 1990).

  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kebiasaan pengobatan sendiri. Pertama, setiap obat selain memiliki khasiat menyembuhkan atau meningkatkan taraf sehat, juga memberikan risiko efek samping. Efek samping obat bisa saja ringan dan akan hilang jika obat dihentikan, tetapi bisa juga berat sehingga memerlukan pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Kedua, setiap obat pasti memiliki efek farmakologi spesifik, yaitu untuk mengatasi suatu gejala atau penyakit tertentu. Ketiga, setiap obat memiliki aturan pemakaian yang khusus, antara lain dosis, frekuensi pemberian, apakah harus diminum sesudah makan, pada saat makan, atau sebelum makan dan lama pemakaian.. Pengobatan sendiri umumnya dilakukan untuk (1) penyakit saluran pernafasan; (2) demam; (3) sakit kepala/nyeri; (4) diare; (5) gangguan pada lambung; dan (6) penyakit kulit (Dwiprahasto, 1999).

  Saat ini penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas masih sering menimbulkan masalah bagi kesehatan. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan masyarakat tentang obat dan permasalahannya masih rendah. Pada umumnya dasar penggunaan obat bebas untuk pengobatan sendiri bersumber pada pengalaman menggunakan obat bebas tertentu pada waktu yang lampau atau karena diberitahu oleh orang lain, baik keluarga, tetangga, maupun teman. Atau bisa juga bersumber dari iklan obat melalui media cetak seperti surat kabar dan majalah, atau dapat juga melalui media elektronik seperti radio dan televisi. Iklan obat sebagai sumber informasi utama bagi masyarakat cenderung menyesatkan. Hampir semua iklan obat yang beredar di media televisi tidak pernah menampilkan isi bahan berkhasiatnya maupun efek samping dan kontra indikasi dari obat tersebut, sehingga masyarakat kehilangan informasi penting mengenai jenis obat yang diperlukan untuk mengobati penyakitnya dan efek samping dari obat yang dikonsumsinya tersebut, padahal tidak ada obat yang benar-benar aman untuk dikonsumsi (Sudarwanto, 1996).

  Obat tanpa resep mempunyai batas keamanan yang cukup baik, tetapi pemakaiannya tanpa pengawasan ketat sangat memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penggunaan (Sudarwanto, 1996). Berkaitan dengan hal tersebut, pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep harus tetap memperhatikan prinsip- prinsip penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2002a). Prinsip pengobatan rasional meliputi: indikasi tepat, penilaian kondisi pasien tepat, pemilihan obat tepat dan sesuai dengan kondisi pasien, dosis dan cara pemberian obat secara tepat, informasi untuk pasien secara tepat, serta evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat (Anonim, 2000).

  Penilaian kerasionalan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep, dapat ditinjau dari komponen rasional dan tidak rasional. Pengobatan yang rasional menganut 4 asas tepat ditambah 1 asas waspada, yaitu: tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping obat. Tepat indikasi, obat yang digunakan didasarkan pada diagnosis penyakit yang akurat. Tepat penderita yaitu tidak ada kontraindikasi. Tepat obat, pemilihan obat didasarkan pada pertimbangan rasio keamanan-kemanjuran yang terbaik. Tepat dosis, yaitu takaran, jalur, saat dan lama pemberian sesuai dengan kondisi penderita (Donatus, 1997).

  Upaya penggunaan obat tanpa resep secara rasional tentunya harus melibatkan peran aktif tenaga farmasi, yang terutama berfungsi untuk memberikan informasi serinci mungkin mengenai obat-obat yang dibutuhkan oleh masyarakat (Anonim, 2002a).

B. Anak dan Televisi

  Anak dapat begitu terikat dengan televisi, bahkan seperti bisa menyebabkan ketergantungan. Efek ketergantungan TV ini, hanyalah satu dari begitu banyak efek yang diberikan oleh kemajuan teknologi TV. Kita semua tahu, betapa besar kemajuan dan perubahan yang terjadi semenjak TV ditemukan. Kita dapat menyaksikan liputan berita tentang berbagai peristiwa dari seluruh dunia, kita dapat menyaksikan berbagai jenis film, dari film kartun, drama, biografi, aksi, edukasi, musik dan lain sebagainya, dari dalam dan luar negeri (Martin, 2000).

  Menurut data AC Nielsen, rata-rata anak-anak menonton televisi selama dua puluh satu sampai dua puluh tiga jam setiap pekan atau kurang lebih tiga sampai tiga setengah jam per hari (Marfu’ah 2006)

  Solusinya adalah orangtua harus bersedia duduk bersama mereka sekalipun program yang tengah ditontonnya adalah acara anak-anak. Orangtua harus turut menjelaskan setiap gambar yang muncul, apalagi jika gambar itu mengandung sesuatu yang tidak logis atau tidak bisa diterima oleh akal sehat anak-anak. Bukan tidak mungkin dalam program tayangan anak sekalipun, ketidaklogisan bisa saja muncul baik dalam bentuk gambar-gambar, maupun dalam bentuk tema cerita yang ditampilkan. Posisi anak-anak atas tayangan televisi memang sangat lemah. Hal ini berkaitan dengan sifat anak yang di antaranya pertama, anak- anak sulit membedakan mana tayangan yang baik atau buruk, mana yang pantas ditiru atau diabaikan. Kedua, anak-anak belum memiliki

  

self- censorship dan belum memiliki batasan nilai. Ketiga, anak-anak bersifat

  pasif dan tidak kritis terhadap tayangan televisi. Akibatnya, semua yang ditayangkan televisi akan dianggap sebagai sebuah kewajaran. Lebih-lebih kualitas tayangan yang ditayangkan televisi umumnya tidak berpihak kepada anak-anak (Mulkan, 2006).

  Hal lain lagi, adalah masalah pengaruh iklan di TV yang semakin hari semakin berlebihan. Ada begitu banyak iklan yang menawarkan berbagai barang, dari mainan anak, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Iklan-iklan begitu gencarnya memberikan janji-janji kesenangan dan kebahagiaan keluarga yang akan diperoleh bila membeli produk tersebut. Secara tidak sadar hal tersebut dapat menanamkan kepada anak nilai-nilai konsumerisme dan bahwa kebahagiaan/kesuksesan sebuah keluarga diukur dari kemampuan memiliki produk terbaru yang ditawarkan. Sekali lagi kita bandingkan dengan diri kita sendiri. Orang dewasa saja banyak yang terpengaruh oleh iklan-iklan yang ada di TV (Martin, 2000).

C. Obat Tanpa Resep (OTR)

  Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis.

  Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan golongan obat tanpa resep, yang dapat dibeli secara bebas (tanpa resep) di apotek dan toko obat berijin.

  Obat bebas yaitu golongan obat yang dalam penggunannya tidak membahayakan dan dapat digunakan tanpa pengawasan dokter (Tjay dan Raharja, 1996). Menurut Surat keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 2380/A/SK/IX/1980 tentang tanda khusus untuk obat bebas pada etiket wadah dan bungkus luar atau kemasan terkecil obat jadi yang tergolong obat bebas harus mencantumkan tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim. 1996b).

  Yang dimaksud obat bebas terbatas, yaitu golongan obat yang dalam penggunaannya cukup aman, tetapi apabila digunakan berlebihan dapat mengakibatkan efek samping yang kurang menyenangkan. Pemakaian obat ini tidak memerlukan pengawasan dokter, namun penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tercantum pada kemasannya (Tjay dan Raharja, 1986). Obat bebas terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

  6355/Dir.Jen/SK/1969 , harus dicantumkan tanda peringatan pada wadah atau kemasannya. Tanda peringatan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih. Sesuai obatnya, pemberitahuan tersebut adalah :

  P. no. 1. Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. Contoh: Decolgen tablet, Inza

  ®

  tablet P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine

  ®

  kumur P. no. 3. Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Betadidine

  ®

  untuk antiseptik lokal P. no. 4. Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: rokok anti asma P. no. 5. Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax

  ®

  supositoria P. no. 6. Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol

  ®

  supositoria (Sartono, 1993)

  Selain tanda peringatan tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6335/Dir. Jend/SK/1969 pada kemasan obat bebas terbatas juga wajib dicantumkan tanda khusus. Tanda khusus untuk Obat Bebas Terbatas berupa lingkaran biru dengan garis tepi hitam.

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria:

  a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

  b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.