Pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

(1)

xiii

NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

Paulinus Yanto Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah. (2) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah. (3) Interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.

Metode penelitian ini adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 104 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel menggunakan Random Sampling. Data tentang minat belajar sejarah dan sikap nasionalisme dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data prestasi belajar sejarah diperoleh melalui dokumentasi yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil. Teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalan sama sel (Anava 2x2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah dengan Fhitung > Ftabel (6.124, 18 > 3,97. (2) Ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah dengan Fhitung > Ftabel (6.123,332 > 3,97). (3) Ada interaksi antara minat belajar sejarah dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa dengan Fhitung > Ftabel (18.448,26 > 3,97).


(2)

xiv

THE INFLUENCE OF INTEREST AND ACHIEVEMENT IN STUDYING HISTORY TOWARDS OF THE NATIONALISM ATTITUDE OF STUDENTS IN BOPKRI 2

SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA 2015/2016 ACADEMIC YEAR

Paulinus Yanto Sanata Dharma University

2016

This research aims to recognize: (1) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower interests in studying history. (2) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower achievements in studying history. (3) The interaction between interest and achievement in studying history towards students’ nationalism attitude.

This research applied ex-post facto method. The population were 80 students from BOPKRI 2 Senior High School grade eleventh. In gaining the data, the researcher used random sampling. In order to obtain the data of interest in learning history and nationalism attitude, the researcher used questioner. The researcher examined the history learning achievement data from the documentation of students’ final exam. The research analyzed the data by using two way variant analysis with same sells (Anava 2x2)

Based on the research findings, the researcher discovered: (1) There were difference in nationalism attitude between students who have higher and lower interest in studying history with Fanalyzed > Ftable (6.124, 18 > 3,97. (2) There were difference of attitude nationalism between students who have higher and lower achievement in studying history with Fanalyzed > Ftable (6.123,332 > 3,97). (3) There were interactions between interest and achievement in studying history against students’ nationalism attitude with Fanalyzed > Ftable (18.448,26 > 3,97).


(3)

PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat j Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh : Paulinus Yanto NIM : 121314013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh: Paulinus Yanto NIM : 121314013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan puji syukur kepada Yuhan Yang Maha Esa, Kupersembahkan penelitian ini kepada :

1. Bapak saya, Paulus Rongkak, yang selalu memperhatikan dan memotivasi saya untuk selalu berusaha menyelesaikan tugas akhir ini, serta ibu tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan.

2. Adik saya, Veronika Yulli yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat.

3. Bapak Ibu dosen Prodi Pendidikan Sejarah khususnya Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd yang selalu mengajar dan mengarahkan saya selama menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.


(8)

v

MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku.


(9)

(10)

(11)

viii

ABSTRAK

PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

Paulinus Yanto Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah. (2) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah. (3) Interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.

Metode penelitian ini adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 104 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel menggunakan Random Sampling. Data tentang minat belajar sejarah dan sikap nasionalisme dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data prestasi belajar sejarah diperoleh melalui dokumentasi yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil. Teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalan sama sel (Anava 2x2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah dengan Fhitung > Ftabel (6.124, 18 > 3,97. (2) Ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah dengan

Fhitung > Ftabel (6.123,332 > 3,97). (3) Ada interaksi antara minat belajar sejarah dan

prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa dengan Fhitung > Ftabel (18.448,26 > 3,97).


(12)

ix

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF INTEREST AND ACHIEVEMENT IN STUDYING HISTORY TOWARDS OF THE NATIONALISM ATTITUDE OF STUDENTS IN BOPKRI 2 SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA

2015/2016 ACADEMIC YEAR

Paulinus Yanto Sanata Dharma University

2016

This research aims to recognize: (1) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower interests in studying history. (2) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower achievements in studying history. (3) The interaction between interest and achievement in studying history towards students’ nationalism attitude.

This research applied ex-post facto method. The population were 80 students from BOPKRI 2 Senior High School grade eleventh. In gaining the data, the researcher used random sampling. In order to obtain the data of interest in learning history and nationalism attitude, the researcher used questioner. The researcher examined the history learning achievement data from the documentation of students’ final exam. The research analyzed the data by using two way variant analysis with same sells (Anava 2x2)

Based on the research findings, the researcher discovered: (1) There were difference in nationalism attitude between students who have higher and lower interest in studying history with Fanalyzed > Ftable (6.124, 18 > 3,97. (2) There were difference of attitude nationalism between students who have higher and lower achievement in studying history with Fanalyzed > Ftable (6.123,332 > 3,97). (3) There were interactions between interest and achievement in studying history against students’ nationalism attitude with Fanalyzed > Ftable (18.448,26 > 3,97).


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016”.

Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahun Sosial.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar membimbing, membantu, mengarahkan serta memberikan dorongan dan semangat sampai selesai.

5. Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memberikan dorongan kepada penulis.

6. Ibu Sri Sulastri, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaiakan studi di Universitas Sanata Dharma.

8. Bapak Paulus Rongkak dan Ibu Maria Sikasum yang selama ini memberikan dukungan dan doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.


(14)

xi

9. Teman-teman Prodi Pendidikan Sejarah khususnya angkatan 2012. 10. Siswa-siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 18 Juli 2016


(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... vxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Minat Belajar Sejarah ... 10

2. Prestasi Belajar Sejarah ... 15

3. Sikap Nasionalisme ... 31

B. Kerangka Berpikir ... 37

C. Hipotesis ... 40


(16)

xiii

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Populasi Penelitian ... 44

C. Definisi Operasional Variabel ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Desain Penelitian ... 50

F. Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

A. Deskripsi Data ... 58

1. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Tinggi dan Prestasi Tinggi ... 58

2. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Tinggi dan Prestasi Rendah ... 59

3. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Rendah dan Prestasi Tinggi ... 60

4. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Rendah dan Prestasi Rendah ... 61

B. Uji Persyaratan Analisis ... 62

1. Uji Normalitas ... 62

2. Uji Homogenitas ... 64

3. Uji Hipotesis ... 65

4. Uji Joli ... 67

C. Pembahasan ... 68

1. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Sikap Nasionalisme ... 68

2. Pengaruh Prestasi Belajar Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme ... 70

3. Interaksi Antara Minat dan Prestasi Belajar Siswa Terhadap Sikap nasionalisme siswa ... 72

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Implikasi ... 75

C. Saran ... 77


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Butir Kuesioner Minat Belajar yang Valid ... 49 2. Tabel 2 Butir Kuesioner Sikap Nasionalisme yang Vaid... 50 3. Tabel 3 Anava 2X2 ... 52 4. Tabel 4 Hasil Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Tinggi

dan Prestasi Belajar Sejarah Tinggi ... 62 5. Tabel 5 Hasil Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Tinggi

dan Prestasi Belajar Sejarah Rendah ... 63 6. Tabel 6 Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Rendah dan

Prestasi Belajar Sejarah Tinggi ... 63 7. Tabel 7 Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Rendah dan

Prestasi Belajar Sejarah Rendah... 63 8. Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas Varian ... 65 9. Tabel 9 Rangkuman Analisis Varian Data Pengaruh Minat Belajar dan

Prestasi Belajar Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 65 10. Tabel 10 Uji Joli Antar Sel Minat Belajar Tinggi dan Prestasi Belajar


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

I. Gambar Skema Kerangka Berpikir ... 43 II. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Tinggi dan Prestasi

Belajar Tinggi... 58 III. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Tinggi dan Prestasi

Belajar Rendah ... 59 IV. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Rendah dan Prestasi

Belajar Tinggi... 60 V. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Rendah dan Prestasi


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Penelitian ... 82

2. Kisi-kisi Kuesioner Minat Belajar dan Sikap Nasionalisme ... 83

3. Kuesioner Minat Belajar ... 86

4. Kuesioner Sikap Nasionalisme ... 89

5. Data Mentah ... 93

6. Validitas Variabel Minat ... 96

7. Tabel Signifikansi Minat Belajar ... 97

8. Tabel Reliabilitas Minat Belajar ... 99

9. Rumus Reliabilitas Minat Belajar ... 101

10. Validitas Sikap Nasionalisme ... 102

11. Tabel Signifikansi Sikap Nasionalisme ... 103

12. Tabel Reliabilitas Sikap Nasionalisme... 105

13. Rumus Reliabilitas Sikap Nasionalisme ... 107

14. Klasifikasi Tinggi Rendah... 108

15. Mencari Mean, Median, Modus dan Standar Deviasi ... 109

16. Uji Normalitas ... 110

17. Uji Homogenitas ... 116

18. Analisis Data ... 120

19. Uji Joli ... 125

20. Perhitaungan Sampel ... 126

21. Surat Izin Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta ... 127


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2013 Bab I Pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pengertian di atas, maka fungsi penting pendidikan ialah pembelajaran tentang kehidupan manusia dalam beragam fungsi dan kebutuhan. Pendidikan juga bertujuan untuk membentuk kepribadian dan kemampuan. Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan dapat melalui keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pengajaran sejarah di sekolah mempunyai fungsi khusus sebagai berikut ; 1) membantu mengembangkan pada siswa cinta terhadap tanah air dan pengertian tentang adat istiadat serta cara-cara hidupnya.1 2) Mempunyai fungsi intrinsik dan ekstrinsik. Fungsi intrinsik pembelajaran meliputi sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lampau, sejarah sebagai pernyataan pendapat dan sejarah sebagai profesi sedangkan fungsi ekstrinsik yaitu sejarah dapat digunakan sebagai liberal education (pendidikan budaya).

1 C.P Hill, Saran-saran tentang Mengajarkan Sejarah (terjemahan Hasan Wirasustina), Jakarta:


(21)

Selain itu secara umum sejarah mempunyai tujuan pendidikan yaitu 1) sebagai pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan dan ilmu bantu.2 2) untuk menanamkan pemahaman tentang adanya perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa cinta bangsa dan tanah air.

Berdasarkan tujuan pelajaran sejarah tersebut, sebagai seorang guru dituntut untuk menumbuhkan minat belajar siswa agar siswa dapat tertarik dengan pelajaran sejarah. Guru dalam usahanya menumbuhkan minat belajar siswa selain menjalin kerja sama perlu membuat pembuat pembelajaran sejarah di kelas lebih menarik perhatian siswa agar tidak berkesan membosankan agar tujuan pendidikan sejarah bisa mencapai keberhasilan.

Keterpaduan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat menentukan keberhasilan dalam dunia pendidikan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat penting untuk membina generasi muda. Hal ini terbukti dari tujuan sekolah yaitu bahwa pendidikan sekolah bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik, keterampilan, dan kreativitas tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang-bidang lain sesuai dengan fungsi dan tujuan lembaga pendidikan tersebut

Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan, guru memerlukan penilaian. Penilaian ini merupakan rangkaian dalam proses belajar mengajar di sekolah yang terwujud dalam prestasi belajarnya. Prestasi


(22)

belajar itu disusun dalam suatu laporan yang berisi kecakapan dan kemampuan siswa dalam berbagai bidang studi yang diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.

Keberhasilan anak didik dalam menempuh pendidikan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah minat. Minat yang tinggi akan membantu anak didik untuk mendapatkan proses belajar yang baik. Minat merupakan pendorongnya munculnya motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa adanya pengaruh dari pihak lain. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan memerlukan proses belajar untuk menumbuhkan minat.3 Karena minat mempunyai arti penting dalam keberhasilan belajar. Arti penting minat dalam belajar sebagai berikut:

1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta. 2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi. 3. Minat mencegah perhatian dari luar.

4. Minat memperkuat melekatkan bahan pelajaran dalam ingatan. 5. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri.4

Sekolah merupakan pendidikan formal yang memiliki peran penting untuk membina generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan sekolah yaitu bahwa pendidikan sekolah tidak hanya bertujuan meningkatkan kecerdasan, keterampilan dan kreativitas, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam bidang-bidang lainnya.

Tujuan pendidikan sekolah di Indonesia dapat dilihat dari tujuan Pendidikan Nasional Indonesia menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

3 Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Bina Karya, 1988, hal 180 4 The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna,


(23)

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dengan demikian apabila pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional, maka sejarah berperan penting untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan sejarah menjadi penting karena di dalamnya termuat proses pewarisan nilai yaitu, nilai-nilai yang berkembang pada generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Melalui pendidikan manusia mendapatkan unsur-unsur peradaban masa lampau dan memungkinkannya untuk mengambil peranan dalam peradaban masa kini maupun untuk membentuk peradaban di masa yang akan datang.5 Untuk itu perlu adanya kesadaran sejarah pada generasi muda yang ditanamkan melalui pembelajaran sejarah sebagai pewarisan nilai-nilai masa lampau.

Untuk mewariskan nilai-nilai masa lampau kepada generasi muda perlu ditanamkan kesadaran sejarah pada diri siswa. Untuk menanamkan kesadaran sejarah peran guru sejarah sangat dibutuhkan, terutama pada saat proses pelajaran sejarah. Pembelajaran yang menarik akan menimbulkan minat belajar yang tinggi pada diri siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mempelajari sejarah. Melalui kesadaran sejarah sikap nasionalisme dapat ditanamkan pada diri siswa. Kesadaran sejarah mencangkup pengalaman di masa lampau rasa senasib dalam penjajahan. Perasaan senasib menjadi dasar

5 I Gede Widja, Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:


(24)

untuk membangun persatuan menumbuhkan rasa citai tanah air. Tanpa adanya kesadaran sejarah tidak akan ada rasa kebersamaan dan kesadaran untuk menciptakan persatuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme.

Pengajaran sejarah di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan sikap nasionalisme kepada siswa. Pengajaran sejarah merupakan dasar bagi pendidikan dalam rangka membangun bangsa, terutama untuk membangkitkan kesadaran, bahwa siswa adalah bagian dari bangsa.6 Pengajaran sejarah juga melatih para siswa untuk lebih kritis memahami permasalahan dalam membedakan antara kebenaran dan propaganda.

Dahulu makna nasionalisme adalah perjuangan melawan penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan sedangkan hakikat nasionalisme saat ini ialah mengisi pembangunan dengan perbuatan positif. Namun nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini memiliki daya tarik karena sekarang kobaran semangat nasionalisme generasi muda mulai luntur. Misalnya kurang menghargai keberagaman, berkurangnya rasa kesetiakawanan, tidak menaati peraturan, tidak mencintai produk dalam negeri, mengabaikan kepentingan umum, ketertiban dan keamanan, serta tidak menjunjung tinggi bendera merah putih. Lunturnya nasionalisme bangsa dapat menjadi ancaman terhadap terkikisnya nilai-nilai patriontisme yang menjadi landasan kecintaan terhadap tanah air.

Pada saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan nasionalisme seperti; 1) ancaman globalisasi, 2) transformasi

6 Marwati Djoened Poesponegara, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (1), Jakarta:


(25)

bangsa Indonesia, 3) ancaman identitas bangsa termasuk gerakan disintegrasi, 4) mental-mental tamak, feodal, tahayul, korup, tidak disiplin, tidak percaya diri, lari dari tanggung jawab, dan 5) terus melemahnya kesadaran sejarah.

Tantangan bagi nasionalisme lahir seiring dengan semakin modernnya kehidupan manusia. Persebaran globalisasi yang pesat merupakan penyebab utama kemerosotan rasa nasionalisme. Sikap nasionalisme di kalangan siswa SMA saat ini menimbulkan berbagai masalah di kalangan siswa yaitu tidak mengikuti upacara, tidak hafal lagu Indonesia raya, tidak hafal Pancasila, tidak mengibarkan bendera merah putih dan tidak saling menghormati perbedaan antar sesama.

Selain itu, ada anggapan di kalangan masyarakat yang mengatakan semangat kebangsaan atau nasionalisme siswa di sekolah telah menurun atau pudar. Siswa sering melanggar peraturan dan tata tertib sekolah, siswa tidak menghayati ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya, siswa tidak serius ketika memberi hormat pada bendera merah putih, datang ke sekolah tidak tepat waktu, kurang peduli dengan lingkungan sekolah, tidak serius dalam berdoa ketika upacara bendera, dan siswa kurang mengenang jasa para pahlawan seperti tidak menghadiri upacara peringatan hari pahlawan, tidak serius menyanyikan lagu Gugur Bunga untuk mengenang jasa pahlawan dan lainnya.

Namun demikian perlu disadari bahwa bentuk nasionalisme saat ini berbeda dengan yang nasionalisme masa lalu. Nasionalisme pada masa lalu merupakan perjuangan melawan penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan,


(26)

sedangkan nasionalisme pada saat ini mengisi pembangunan dengan cara belajar sungguh-sungguh agar berprestasi di sekolah. Maka upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme generasi muda salah satunya melalui pendidikan.

Melalui pendidikan khususnya pelajaran sejarah mendorong munculnya kesadaran sejarah yang diharapkan siswa mampu mendapatkan prestasi yang baik dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik dan memotivasi generasi muda memiliki sikap nasionalisme. Guru sejarah dalam pendidikan dan pembelajaran sebaiknya mampu menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah. Nilai-nilai sejarah yang kiranya dapat diambil dan ditanamkan pada generasi muda mampu menjadikan generasi muda yang mempunyai rasa tanggung jawab, patriotisme, berkarakter dan rasa nasionalisme tinggi terhadap bangsa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas ditemukan banyak masalah yang berkaitan dengan sikap nasionalisme. Maka penulis tertarik untuk melihat sejauh mana pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme. Adapun judul dalam penelitian ini ialsah “Pengaruh Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas ditemukan banyak masalah yang berkaitan dengan sikap nasionalisme siswa.


(27)

Dilihat dari beberapa aspek banyak faktor yang berhubungan dengan sikap nasionalisme siswa seperti; ancaman globalisasi, transformasi bangsa Indonesia, ancaman identitas bangsa termasuk gerakan disintegrasi, mental-mental tamak, feodal, tahayul, korup, tidak disiplin, tidak percaya diri, lari dari tanggung jawab, melemahnya kesadaran sejarah, prestasi, kemampuan, bakat, kondisi fisik, minat, intelegensi, daya krestifitas, keceptan belajar, cara belajar dan lain-lain.

Dalam penelitian ini masalah yang dibahas dibatasi pada pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan siswa yang memiliki minat belajar sejarah rendah ?

2. Apakah ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah rendah ?

3. Apakah ada interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa ?


(28)

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah untuk menguji:

1. Ada atau tidak adanya perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah yang tinggi dan siswa yang memiliki minat belajar sejarah yang rendah.

2. Ada atau tidak adanya perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang prestasi belajar sejarah yang tinggi dengan siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah yang rendah.

3. Ada atau tidak adanya interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah dalam mempengaruhi sikap nasionalisme siswa.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Dapat memberi suatu gambaran mengenai pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah siswa terhadap sikap nasionalisme.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma khususnya Program Pendidikan Sejarah. Penelitian ini dapat menambah bahan bacaan dan referensi pustaka yang bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya tentang pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme.


(29)

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini berguna untuk memberi gambaran kepada guru untuk menumbuhkan minat belajar sejarah siswa dan meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa agar sikap nasionalisme siswa semakin tinggi.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan informasi baru mengenai pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme dan dapat menjadi bekal peneliti nantinya untuk menumbuhkan minat belajar sejarah siswa dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu dapat menjadikan pedoman bagi peneliti untuk melakukan penulisan karya ilmiah selanjutnya.


(30)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Setiap mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum memiliki sasaran dan tujuan masing-masing. Sasaran dan tujuan berguna untuk mengetahui apa yang harus diketahui, dilakukan oleh siswa. Sasaran dan tujuan pengajaran sejarah harus mengacu pada tujuan pendidikan yang lebih luas.7 Guru harus memiliki sasaran dan tujuan yang jelas ketika mengajar karena setiap jenajng pendidikan mempunyai sasaran pembelajaran sejarah yang berbeda. Secara umum sasaran pembelajaran sejarah untuk mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri, memberikan gambaran yang tepat tentang konsep ruang, waktu dan masyarakat, mengajarkan tolerasi, menanamkan sikap intelektual, mengajarkan prinsip-prinsip moral, menanamkan orientasi ke masa depan, memberikan pelatihan mental, mengembakan keterampilan-keterampilan berguna dan memperkokoh rasa nasionalisme.

Sejarah merupakan salah satu ilmu-ilmu sosial. Tujuan utama pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah meperkenalkan kepada anak-anak masa lampau dan masa sekarang mereka, serta lingkungan geografisnya dan lingkungan sosial mereka.8 Pembelajran sejarah untuk mengembangkan kemampuan anak-anak agar dapat menghargai warisan budaya masa lampau. Selain itu diharapkan siswa mampu mendapatkan pengetahun mengenai fakta,

7 S. K. Kochhar, Pembelajaran Sejarah Teaching of History, Jakarta: Grasindo, 2008, hal 27 8 Ibid hal 46


(31)

memahami fakta dan peristiwa penting, mempunyai pemikiran yang kritis, mempunyai keterampilan praktis, dan menjadikan siswa berperilaku sosial yang sehat seperti memiliki rasa patriotism, menghargai keberagaman, dan mampu bekerja sama dengan sesama.

Sejarah perlu diajarkan untuk menanakan nilai-nilai masa lampau kepada generasi muda. Sejarah sangat bernilai sebagai suatu pelajaran dengan banyak cara. Ada banyak hasil penting yang menjadi tanggung jawab setiap kegiatan pembelajarna sejarah. Nilai-nilai pembelajaran sejarah dapat dikelompokkan menjadi nilai keilmuan, nilai informasi, nilai etnis, nilai budaya, nilai politik, nilai nasionalisme, nilai internasional dan nilai kerja.9

1. Minat Belajar Sejarah

Minat merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan sendiri. Oleh karena itu, sesuatu yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minat sejauh sesuatu yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingan sendiri. Minat timbul tidak secara tiba-tiba melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja.10 Menurut Syaiful Bahri Djamarah minat merupakan kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang.11 Slameto juga mengatakan bahwa minat merupakan suatu rasa lebih

9 S. K. Kochhar, Op. Cit, Hal 63

10 A.M Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali, 1989, hal 75-76 11 S.B Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hal 132


(32)

suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.12

Ketika seseorang memiliki minat belajar, pada saat itulah perhatiannya tidak lagi dipaksakan dan akan beralih secara spontan. Semakin besar minat seseorang akan semakin besar spontanitas perhatiannya. Belajar dalam jangka panjang tidak mungkin berlangsung tanpa adanya perhatian spontan, padahal belajar tekun cukup lama menjadi prasyarat untuk menguasai pelajaran dan memperdalam pemahaman.13

Minat juga diartikan sebagai suatu sikap atau perasaan yang positif terhadap suatu aktivitas orang, pengalaman, atau benda. Secara umum minat diartikan sebagai suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberi kepuasan kepada seseorang. Dengan demikian minat dapat menimbulkan sikap yang merupakan suatu kesiapan berbuat bila ada stimulus khusus sesuai dengan keadaan tersebut.14

Minat belajar sejarah adalah rasa senang dan tertaik untuk mempelajari sejarah serta memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran sejarah yang dapat membantu seseorang mudah untuk memahami pelajaran sejarah. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak didik yang berminat terhadap pelajaran sejarah akan mengikuti pembelajaran sejarah secara konsisten dengan rasa senang dikarenakan hal tersebut datang dari dalam diri

12 Slameto, Belajar dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010,

hal 180

13 The Liang Gie, Cara Belajar yang efisien, Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna,

2002, hal 29


(33)

anak didik itu sendiri yang didasarkan rasa suka dan tidak adanya paksaan dari pihak luar. Anak didik yang berminat akan mempelajari dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Dengan kata lain minat belajar sejarah adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada pembelajaran sejarah tanpa ada yang memaksa.

Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan didapat melalui proses pengalaman belajar.15 Dengan demikian perlu adanya usaha untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat. Misalkan dalam pelajaran sejarah, perlu menggunakan media-media pembelajaran yang menarik seperi film, foto dan gambar maka anak didik akan tertarik untuk mengikut proses pembelajaran. Minat belajar memiliki dua aspek yaitu:16

1. Aspek Kognitif

Berdasarkan konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, sekolah, masyarakat dan media massa.

2. Aspek Afektif

Konsep yang membangun aspek afektif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif juga dikembangkan dari pengalaman pribadi, dari sikap orang lain yang penting seperti orang tua, guru, teman-teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat.

15Slameto, op. cit, hal. 180


(34)

Berdasarkan uraian tersebut, maka minat terhadap mata pelajaran Sejarah yang dimiliki seseorang bukan bawaan sejarah lahir, tetapi dipelajari melalui penilaian kognitif dan afektif seseorang yang dinyatakan dalam sikap. Dengan kata lain, jika proses penilaian kognitif dan afektif seseorang terhadap objek minat adalah positif maka akan menghasilkan sikap yang positif dan dapat menumbulkan minat. Minat juga memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya yakni:

1. Faktor Internal Individu

Faktor yang mempengaruhi minat yang muncul dari dalam diri individu sendiri antara lain.

1) Cita-cita

Setiap orang memiliki cita-cita dalam hidupnya, termasuk anak didik. Cita-cita juga mempengaruhi minat belajar anak didik. Cita-cita sering senantiasa diperjuangkan, bahkan tidak jarang seseorang mendapatkan rintangan, namun tetap berusaha untuk mencapainya.

2) Hobi

Hobi merupakan hal yang menyenangkan untuk dilakukan, dengan demikian kesenangan tersebut menyebabkan timbulnya minat. Sebagai contoh seseorang memiliki hobi mempelajari sejarah maka secara spontan timbul minat untuk menekuni ilmu sejarah. Dengan demikian hobi tidak bisa dipisahkan dari faktor minat.


(35)

Keberhasilan seseorang dalam belajar memiliki pengaruh yang kuat terhadap minat. Sebab dengan prestasi yang tinggi akan menumbuhkan minat yang semakin kuat untuk terus menekuni bidang yang dipelajari. Begitu juga sebaliknya, prestasi yang rendah dapat membuat rasa kecewa sehingga akan mengurangi minat seseorang untuk menekuni bidangnya.

4) Konsep Diri

Kepercayaan diri memberikan pengaruh yang kuat terhadap minat. Seseorang yang yakin bahwa dapat mendapatkan prestasi yang tinggi akan menimbulkan minat yang tinggi pula untuk belajar, sebab seseorang tersebut sudah meletakkan keyakinan bisa mendapatkan prestasi yang tinggi.

2. Faktor Eksternal Individu

Faktor yang mempengaruhi minat yang muncuk dari luar diri individu, antara lain:

1) Pengaruh Orang tua

Orang tua mempengaruhi sikap dan minat anak. Motivasi dari orang tua memberikan pengaruh besar dalam menumbuhkan minat anak baik terhadap bidang akademik maupun non akademik.

2) Teman Sebaya

Melalui pergaulan seseorang akan dapat terpengaruh arah minatnya oleh teman sebayanya. Pengaruh teman sebaya ini sangat besar karena dalam pergaulan itulah mereka memupuk pribadi dan melakukan berbagai


(36)

aktifitas. Minat yang sama dengan teman sebaya akan membantu semua anak dalam penerimaan sosial.

3) Guru

Hubungan yang baik antara anak didik dan guru akan menumbuhkan minat yang baik dalam diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dengan perasaan senang.

Perasaan senang akan menimbulkan minat, dengan demikian untuk meningkatkan minat belajar siswa dapat dilakukan melalui berbagai cara :

1. Membina hubungan akrab dengan siswa, namun tidak bertingkah seperti anak remaja.

2. Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sulit, namun tidak terlalu mudah.

3. Menggunakan alat-alat pelajaran yang menunjang proses belajar.

4. Bervariasi dalam cara mengajarnya, namun tidak berganti-ganti metode sehingga siswa menjadi bingung.17

5. Bankitkan suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat pengahargaan, dan sebagainya).

6. Hubungkan dengan pengalaman lampau.

7. Beri kesempatan untuk mendapat hasil baik. Untuk itu bahan pelajaran disesuaikan dengan kesanggupan individu.18

8. Menerangkan materi dengan sudut pandang yang unik, sehingga anak didik terpacu rasa ingin tahunya.

9. Menggunakan alat peraga dengan tujuan anak didik mempunyai modal pengetahuan yang lebih terbayang.

10. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bercerita serta belajar mengungkapkan pendapat secara lebih terstruktur.19

17 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1983, hal. 31 18 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1982, hal. 85

19 I.J. Ekomadyo, Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Minat Belajar Anak, Bandung:


(37)

2. Prestasi Belajar Sejarah

2.1. Belajar

Manusia sebagai makhluk individu selalu berada dalam situasi perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor kematangan yaitu, latihan dan beajar.20 Pekembangan yang terjadi disebabkan karena kematangan. Sedangkan latihan dan belajar menyebabkan perkembangan individu yang bersangkutan melakukan suatu latihan atau belajar untuk memperoleh perubahan. Perkembangan yang disebabkan karena kematangna biasanya menunjuk pada perkembangan yang bersifat fisik, sedangkan perubahan yang disebabkan karena latihan dan belajar jauh lebih dalam menyangkut fungsi kejiwaan, keseluruha pribadi.

Proses belajar adalah usaha untuk mengubah tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar.21 Berdasarkan perubahan hasil belajar, proses belajar dapat dibedakan dalam dua arti yaitu proses belajar dalam arti sempit dan proses belajar dalam arti luas. Proses belajar dalam arti sempit menunjuk pada bentuk belajar tertentu, seperti informasi verbal, belajar kemahiran intelektual, belajar pengaturan kegiatan kognitif, belajar keterampilan motorik dan belajar sikap. Proses belajar dalam arti luas mengarah pada proses belajar yang melibatkan aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif antara individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Perubahan dalam belajar ini

20 Rochman Natawidjaja, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1985, hal 80


(38)

mencangkup perubahan pengetahuan, kecakapan dan tingkah laku. Perubahan-perubahan yang terjadi ini bersifat relatif konstan/tetap.22

Ditinjau dari segi psikologi, Slameto mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.23 Sedangkan menurut Sardiman belajar adalah usaha mengubah tingkah laku pada diri siswa. Jadi kegiatan belajar akan membawa suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan dan sikap.

Dalam kegiatan belajar, siswa dituntut untuk mengerahkan segala aspek yang ada pada dirinya, baik fisik maupun psikis. Belajar akan berhasil dengan baik apabila pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar.24 Menurut Winkel, belajar adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak mampu untuk dilakukan atau diartikan sebagai proses perubahan dari yang belum mampu menjadi mampu, kemampuan ini bersifat konstan/tetap. Adanya perubahan dari seseorang inilah yang menandakan seseorang telah belajar.25

Selain pengertian belajar yang telah diuraikan di atas, Sumadi Suyabrata merinci pengertian belajar sebagai berikut :

22 W.S, Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia, 1987, hal 200-201

23 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Bima Aksara, 1988, hal 59 24 AM, Sadirman op. Cit. Hal 39


(39)

1. Belajar merupakan suatu aktivitas yang membawa perubahan.

2. Perubahan sebagai hasil dari kegiatan belajar adalah didapatkannya kecakapan batu dalam waktu yang relatif lama.

3. Perubahan yang dialami karena usaha yang sengaja.26

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa belajar merupakan kegiatan itensional yang bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku dan kecakapan yang relatif menetap, lebih maju dan efesien. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang disadari atau disengaja untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu kegiatan belajar akan berhasil dengan baik jika individu yang belajar tahu apa yang dipelajarinya.

Perkembangan dunia pendidikan saat ini seharusnya membuat guru mampu mengusahakan siswanya untuk giat dalam belajar. Dengan giat belajar maka hasil belajar akan diperoleh siswa menunjukkan peningkatan. Oleh sebab itu Sumadi Suryabrata menyarankan agar guru sebagai pendidik dapat mengembangkan kebiasaan siswa dalam belajar. Cara-cara tersebut dapat ditempuh melalui, 1) penyusunan rencana studi, 2) penyusunan jadwal belajar, 3) penggunakan waktu belajar, 4) teknik belajar yang baik. Keempat hal itu diperlukan siswa dalam melakukan kegiatan belajar, karena dalam usaha untuk kegiatan belajar sangat memerlukan perencanaan dan pelaksanaan waktu yang tepat agar dapat berhasil dalam pendidikannya.27

Tujuan belajar akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh terciptanya lingkungan belajar yang menguntungkan bagi terjadinya proses

26 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, hal 253 27 Ibid hal 33


(40)

belajar. Hal ini berkaitan pula dengan proses mengajar yang dilakukan oleh guru.

Secara umum belajar dapat dipahami sebagai hasil pengalaman dan interaksi dalam lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar juga merupakan kegaitan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat mendasar dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di sekolah atau keluarga dan leingkungannya dan tergantung pula bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Pada dasarnya belajar meliputi tiga alur yaitu 1) belajar bukalah kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, 2) belajar tidak hanya melibatkan yang benar saja, akan tetapi juga merlibatkan sesuatu yang salah pula, 3) berlajar tidaklah harus bersifat disengaja atau secara sadar tetapi sebaliknya. Dari kegiatan tersebut maka pada dasarnya belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman.28

Salah satu wujud seseorang telah belajar adalah ditandai dengan adanya perubahan dalam sikap, tingkah laku dan kemauan. Seseorang akan cenderung berperilaku tertentu guna memperoleh apa yang diingikan. Dengan kata lain, seseorang akan mengulangi tindakan tertentu bila tindakan itu berakibat positif bagi perkembangan dirinya. oleh karena itu, pemahaman

28 Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta; BPFE, 1990,


(41)

yang benar menganai arti dan segala aspek, bentuk dan minefestasinya snagat diperlukan oleh pendidik khususnya guru.

Proses belajar di sekolah dapat digambarkan sebagai rangkaian fase-fase yang harus dilalui siswa. Fase-fase-fase tersebut meliputi fase-fase motivasi, konsentrasi, mengelola, menyimpan, menggali prestasi dan umpan balik.29 Kaitannya dengan pendidikan sejarah, pendidikan di sekolah dipandang sebagai unsur integrasi dari kebudayaa suatu negara, dengan fungsi meneruskan lambang-lambang bersama serta memberi bimbingan ke arah kehidupan dalam sistem sosialnya. Apabila dalam masa kolonial sistem pendidikan bersifat elitis, dalam negara merdeka fungsi pendidikan adalah untuk melatih anak-anak konformitas dalam kehidupan kenegaraan, memberi pengetahuan, keterampilan nilai-nilai sikap yang telah distandarisasi menurut ukuran-ukuran tertentu, sehingga mendorong perkembangan individu sebagai warga masyarakat yang baik.30

2.2. Sejarah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah dapat diartikan sebagai:

1. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. 2. Pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa atau

kejadian-kejadian.

29 W.S Winkel op. Cit. 208-211

30 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia,


(42)

3. Kesusasteraan lama yang bersifat asal usul.31

Secara etimologis, kata sejarah berasal dari bahasa arab syajarotun yang berarti pohon. Kata ini kemudian berkembang artinya menjadi akar, keturunan, silsilah, keturunan, asal-asul, yang kemudian diambil alih oleh bahasa Melayu menjadi Syajarah dan kemudian menjadi bahasa Indonesia sejarah.32 Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah sama dengan kata History berasal dari kata istoria dari bahasa Yunani yang berarti ilmu.33

Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalam rekonstruksi masa lalu dan yang dimaksud rekonstruksi adalah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh seseorang.34

Sedangkan pengertian sejarah sebagai ilmu adalah suatu suatu studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami oleh manusia di waktu yang lampau dan yang telah meninggalkan jejaknya di waktu sekarang, dimana tekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya itu sendiri, dalam hal ini urutan perkembangannya yang kemudian disusun dalam suatu cerita sejarah.35

Menurut Sartono Kartodirdjo, pengertian sejarah dibagi menjadi dua hal yaitu, sejarah secara subjektif dan sejarah secara objektif. Pengertian sejarah secara subjektif yaitu sejarah sebagai cerita, gambaran sejarah, karena

31Anton Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-PN. Balai Pustaka, 1990, hal 794

32 I.G Widja, pengantar Ilmu Sejarah, dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya Wacana,

1988, hal 6

33 Louis Gottschlak, Mengerti Sejarah, (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: Yayasan Penertbit

Universitas Indonesia, 1975 hal 27

34 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Banteng Budaya, 1995, hal 17 35 I.G. Widja, op.cit. hal 9


(43)

dalam pengertian demikian sejarah merupakan hasil suatu konstruksi sejarah yang disusun oleh penulis sebagai suatu urutan cerita yang terdapat unsur pribadi dari penulis dalam tulisannya. Sedangkan pengertian sejarah secara objektif adalah menunjuk pada peristiwa atau kejadian itu sendiri yaitu proses dan aktulisasinya, sehingga tidak akan dapat dipengaruhi oleh siapapun.36 Pendidikan sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjunjung tinggi budaya dan semangat nasionalisme maka sejarah memiliki peranan yang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, belajar sejarah adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk memperoleh perubahan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, belajar sejarah memberikan kecakapan untuk anak didik dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjadi masyarakat dan warga negara yang baik, maka anak didik harus mampu memahami masa lampau masyarakat dan negara dimana ia hidup agar anak didik bisa memahami kultur dalam masyarakat. Maka sejarah berperan besar untuk usaha memenuhinya. Hal ini sesuai dengan tujuan sejarah yaitu dengan pengetahuan sejarah, masyarakat dapat menempatkan diri diri dalam waktu dan memahami diri sendiri untuk dapat berkembang secara optimal.

Belajar sejarah, selain dapat mengambil nilai-nilai dari masa lampau juga dapat memberikan inspirasi dan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa. Kegunaan ini sejalan dengan semangat nasionalisme.

36 Sartono Kartodirdjo, op. Cit hal 14-15


(44)

Sejarah dapat digunakan sebagai inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk negara Indonesia yang merdeka. Selain itu sejarah juga sebagai guru yang baik, dengan melihat pengalaman masa lalu maka dapat merencanakan sesuatu dengan lebih baik demi masa depan yang lebih baik.

Sejarah sangat berkaitan erat dengan pendidikan untuk menumbuhkan semangat patriotisme di kalangan warga negara. Louis Gattschalk menuliskan bahwa pengajaran sejarah dapat dipergunakan untuk melatih warga negara yang setia, jika memang kisah tanah airnya dapat menumbuhkan rasa bangga pada diri kaum patriot atau kisah itu dapat diubah dan disesuaikan sehingga akan kelihatan lebih mulia.37

Cara mempelajari sejarah tidak dapat hanya menghafal peristiwa sejarah, tetapi juga berusaha untuk memahami dan mengambil nilai-nilai positif dari setiap peristiwa sejarah. Belajar sejarah harus dipahami dalam segala aspek, arti, nilai-nilai, dan tujuan dari peristiwa. Agar belajar sejarah tidak membosankan maka, dalam belajar sejarah perlu adanya pemikiran/ kemampuan yang analisis.38

Tujuan pengajaran sejarah dapat dibedakan menjadi beberapa aspek yaitu:

1. Aspek Pengetahuan

 Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia di waktu yang lampau baik dalam aspek ekstenal maupun internal.

 Menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat dan kondisi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.

37 Louis Gattschalk, op. Cit. hal 1

38 I.G, Widja, Dasar-dasar pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:


(45)

 Menumbuhkan pengertian tentang hubungan antara fakta yang satu dengan fakta lainnya yang berkaitan secara intrinsik.

 Menumbuhkan pengertian tentang arti dan hubungan peristiwa masa lampau bagi situasi masa kini dalam perspektifnya dengan situasi yang akan datang.

2. Aspek Pengembangan Sikap

 Penumbuhan kesadaran sejarah pada siswa terutama dalam artian agar mereka mampu berpikir dan bertindak.

 Menumbuhkan sikap menghargai kepentingan/kegunaan pengalaman masa lampau bagi kehidupan masa kini suatu bangsa.

 Menumbuhkan sikap menghargai berbagai aspek kehidupan masa kini dari masyarakat dimana mereka hidup dan penumbuhan kesadaran akan perubahan-perubahan yang telah dan sedang berlangsung disuatu bangsa yang diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih baik diwaktu yang akan datang.

3. Aspek Keterampilan

 Pelajaran sejarah di sekolah diharapkan dapat menekankan pengembangan kemampuan dasar dikalangan murid berupa kemampuan penyusunan sejarah, yang meliputi ketarampilan mencari/mengumpulkan jejak-jejak sejarah, melaksanakan analisis kritis terhadap bukti-bukti sejarah, keterampilan menginterpretasikan serta merangkaikan fakta-fakta.

 Keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah-masalah kesejarahan dan keterampilan menelaah buku-buku sejarah terutama menyangkut sejarah bangsanya.39

Sedangkan fungsi khusus dari pengajaran sejarah di sekolah adalah membantu mengembangkan cinta tanah air pada anak didik, memberikan pengertian tentang adat istiadat dan tata cara hidupnya, bagaimana sistem pemerintahannya terbentuk, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial ekonominya.40 Dengan demikian pengajaran sejarah dapat membantu anak didik memahami identitas dan jati diri bangsanya. Anak

39 I Gde Widja, Dasar-dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hal27-29

40 C.P Hill, Saran-saran Tentang Pengajaran Sejarah, (terj. Hasan Wirasutisna), Jakarta:


(46)

didik mampu memahami kisah masa lampau bangsanya serta perubahan-perubahan yang terjadi pada bangsa dan negaranya. Pemahaman yang demikian akan membantu siswa terbebas dari sikap-sikap anti patriotisme. Esensi pengajaran sejarah adalah untuk menumbuhkan kesadaran sejarah itu sendiri. Dengan pengetahuan sejarah manusia dapat merencanakan masa depan yang lebih baik bahkan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Pelajaran sejarah juga mempunyai fungsi sosio-kultural dan membangkitkan kesadaran sejarah. Berdasarkan kesadaran sejarah yang dibentuk suatu kesadaran nasional. Hal ini membangkitkan inspirasi pada generasi muda untuk mengabdi pada negara dengan penuh dedikasi dan kesediaan berkorban.41 Individu yang tidak akan menanyakan kepada negara apa yang telah negara berikan kepada dirinya, tetapi akan menanyakan kepada dirinya, apa yang telah ia berikan kepada negara ini.

Selain memberikan kesadaran sejarah, pengajaran sejarah berperan penting dalam menanamkan sikap cinta tanah air kepada anak didik. Kesadaran sejarah dapat membimbing manusia untuk semakin mamahami bahwa setiap individu merupakan bagian dari masyarakat atau bangsa dan negara. Selain mengetahui masa lampau bangsa dan negaranya, kesadaran sejarah memberikan motivasi, inspirasi dan kecintaan tersendiri terhadap bangsa dan negara. Dapat dikatakan, nasionalisme tidak akan pernah muncul tanpa adanya kesadaran sejarah.


(47)

2.3. Prestasi Belajar Sejarah

Prestasi belajar sejarah juga dipengaruhi oleh keadaan awal siswa itu sendiri. Setiap siswa mempunyai kemampuan sendiri-sendiri untuk menerima dan memahami materi pelajaran sejarah. Keadaan awal siswa merupakan keseluruhan kenyataan kepribadian siswa, institusional yang semuanya itu erat kaitannya dengan tujuan intruksional. Keadaan awal inilah yang dapat mempengaruhi kelangsungan proses pembelajaran di kelas.42

Prestasi belajar digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa yang diperoleh selama proses belajar. Prestasi belajar merupakan hasil perubahan kemampuan siswa, yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.43 Selain itu prestasi belajar diartikan sebagai suatu proses transformasi terhadap masukan atau input yang berupa materi pelajaran.44

Prestasi belajar selalu berhubungan erat dengan evaluasi atau penilaian. Penilaian proses belajar adalah usaha guru untuk memberikan penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam lembaga pendidikan. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Dalam pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk simbol untuk menyatakan nilai. Nilai tersebut dalam bentuk angka maupun huruf, tergantung guru yang bersangkutan. Kaitannya dengan tujuan pelajaran sejarah dalam Kurikulum 2013 adalah mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan

42Winkel, op. Cit, hal 82.

43 Sunaryo, Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta: Depdikbud, 1983, hal 10-13


(48)

hidup sebagai pribadi dan warganegara yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradapan dunia.45

Dalam penilaian terdapat aturan-aturan tertentu sebagai pedoman. Menurut Suharsimi dalam penilaian hendaknya unsur pertimbangan atau kebijaksanaan gutu tentang usaha dan tingkah laku anak didik tidak ikut berbicara pada nilai.46 Nana Sudjana mengatakan penilaian merupakan suatu tindakan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan intruksional telah dicapai atau dikuasai siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar.47 Jadi, nilai merupakan gambaran tentang prestasi secara kognitif tanpa dipengaruhi oleh aspek afektif dan psikomorik.

Penilaian terhadap siswa dilakukan secara terbuka dan objektif. Terbuka dalam arti bahwa sebelum pelaksanaan penilaian, guru terlebih dahulu memberi penjelasan kepada siswa tentang aspek yang akan dinilai dan dapat menerima koreksi nilai dari siswa. Disamping itu guru harus memberi penjelasan kepada siswa tentang sistem penilaian yang digunakan. Sistem penilaian dibedakan menjadi dua yaitu, penilaian acuan normatif (PAN) dan peniaian acuran patokan (PAP).48 Penilaian acuan norma yaitu penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada rata-rata kelompok. Sedangkan penilaian

45 Hasan, S.H, Informasi Kurikulum 2013, Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013, hal

16

46 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1986, hal 269 47 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990,

hal 13


(49)

acuan patokan yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan intruksional yang harus dikuasai. Penilaian bersifat objektif maksudnya bahwa memberikan nilai berdasarkan pada kemampuan siswa.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui dari hasil evaluasi belajarnya. Evaluasi adalah usaha penilaian terhadap suatu hal, bisa dari segi tujuan yang ingin dicapai, gagasan, cara kerja, metode pemecahan dan lain-lain.49 Sedangkan menurut Winkel, evaluasi adalah penentuan sampai berapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai.50 Jadi evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang didapat ditinjau dari tujuan gagasan dan proses/cara kerja.

Evaluasi terkait erat dengan kegiatan pembelajaran. Tanpa usaha evaluasi, keberhasilan suatu proses pembelajaran sulit untuk diketahui hasilnya. Kaitan evaluasi dengan proses pembelajaran berguna untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan dan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan intruksional suatu mata pelajaran. Adapun bentuk evaluasi yang sering digunakan adalah bentuk test. Test adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapat jawaban-jawaban seperti yang diharapkan baik secara tertulis, lisan atau perbuatan.51

Menurut Muhibbidin tujuan evaluasi yaitu :

1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu, dengan evaluasi ini guru dapat

49 Ibid, hal 28

50 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia, 1987, hal 313

51 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989,


(50)

mengetahui kemampuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.

2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.

3. Untuk mengetahui tingkat usaha siswa yang dilakukan siswa dalam belajar.

4. Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.

5. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar.52

Keberhasilan siswa dalam belajar dalam diketahui dari hasil prestasi belajarnya. Prestasi merupakan tolak ukur belajar problematika yang tergantung dari apa yang telah dipelajari oleh setiap siswa.53 Prestasi belajar sejarah dimaksudkan adalah tolak ukur penguasaan siswa terhadap materi pelajaran sejarah yang disampaikan guru disekolah.

Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran sejarah diperlukan test atau evaluasi untuk mendapatkan hasil belajar sejauh mana siswa mampu menguasai materi yang telah dipelajari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara materi pelajaran, test hasil belajar, dan prestasi belajar mempunyai keterkaitan dengan fungsinya.

Prestasi belajar sejarah adalah suatu hasil yang diperoleh siswa akibat adanya belajar sejarah. Prestasi belajar sejarah yang dicapai siswa dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan belajar siswa. Siswa yang rajin, tekun dan disiplin dalam belajar akan mendapatkan hasil belajar sejarah yang tinggi. Sedangkan siswa yang malas akan mendapatkan hasil belajar sejarah

52 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya,

1995, hal 23


(51)

yang rendah. Walaupun demikian, sebagai seorang guru harus benar-benar memahami kemampuan setiap siswa, karena setiap siswa itu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Terkait dengan tujuan pencapaian pelajaran sejarah bahwa siswa dengan prestasi belajar sejarah yang tinggi mempunyai kemampuan memahami pelajaran sejarah baik dan mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air dan berusaha mengembangkan serta memperluas wawasan agar bangga sebagai warga negara Indonesia.

Agar prestasi belajar sejarah siswa mencapai hasil yang baik, maka perlu ditanamkan kepada siswa bahwa pelajaran sejarah adalah pelajaran yang menarik. Apabila siswa mulai tertarik dengan pelajaran sejarah maka siswa tersebut cenderung berhasil meraih prestasi yang tinggi. Untuk menarik perhatian siswa terhadap mata pelajaran sejarah maka guru harus memiliki metode dan strategi yang baik dalam mengajarkan mata pelajaran sejarah.

Selama ini sebagian besar siswa mempunyai anggapan bahwa belajar sejarah itu membosankan. Siswa menganggap bahwa pelajaran sejarah hanyalah mempelajari masa lampau saja, padahal perkembangan masa kini berorientasi pada masa lalu. Sebagian besar siswa tidak melihat bahwa perkembangan sekarang ini adalah hasil dari belajar masa lampau. Pengembangan diri seseorang merupakan salah satu cara membuat diri kita bangga sebagai warga negara Indonesia. Paradigma yang dibangun bahwa belajar sejarah membosankan sangat merugikan pencapaian prestasi belajar sejarah siswa dan juga kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah


(52)

merupakan mata pelajaran yang sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu manfaat dari pelajaran sejarah adalah memperbaiki kesalahan-kesalahan pada masa lampau agar dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang kesalahan serta kekurangan di masa lampau tidak terulang lagi bahkan menjadi lebih sempurna. Melalui sejarah kita dapat memetik nilai-nilai masa lalu dan mempergunakannya dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu tanpa sejarah orang tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi-konsekuensi dari yang dilakukannya.54

Prestasi belajar sejarah merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasi oleh anak didik. Hasil evaluasi dapat dipakai untuk meninjau kembali hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan intruksional yang telah ditentukan. Apabila hasil yang diperoleh belum memuaskan maka tidak sesuai dengan tujuan intruksional yang telah ditentukan.

Dalam proses pembelajaran sejarah menghasilkan perubahan pada siswa yang berupa kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa, sesuai dengan tujuan pengajaran. Kemampuan yang diperoleh siswa tersebut, karena adanya hasil usaha belajar, tetapi masih dalam bentuk kemampuan internal. Dalam kemampuan internal ini dinyatakan dalam bentuk prestasi. Prestasi yang dicapai siswa akan dapat memberikan petunjuk hasil usaha belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dimana prestasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang telah dicapai siswa melalui test bidang studi sejarah semester I yang dinyatakan dalam bentuk angka/nilai.

54 I.G. Widja, op. Cit. hal 25


(53)

3. Sikap Nasionalisme

3.1. Sikap

Menurut Rokeach sikap merupakan predisposing untuk merespon, untuk berperilaku.55 Ini berarti sikap berkaitan erat dengan perilaku atau tindakan. SMenurut Anton Mulyono sikap adalah perbuatan yang berdasar pada pendirian atau pendapat/keyakinan senagai kecenderungan untuk bertindak.56 Sikap adalah gejala internal yang berdemensi afektif yang berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap orang atau barang baik secara positif maupun negatif.57 Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap jelas mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa kemungkinan.

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, sikap adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang atau suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap situasi yang dihadapi.58

Dalam sikap mengandung komponen-komponen atau aspek-aspek yang saling menunjang yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai atau kepercayaan seseorang mengenai objek sikap, komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap sesuatu objek

55Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta: ANDI, 2003, hal 110

56 Anton Mulyono, op. cit, hal 838 57 Muhibbin Syah, op. cit, hal 135


(54)

sikap dan komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.59

Dari bermacam-macam pendapat tersebut dapat ditarik suatu pendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatinf ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada seseorang untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.60

3.2. Nasionalisme

Nasioanlisme merupakan suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan.61 Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya selalu ada disepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Menurut L. Stoddard nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, dianut oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.62

Nasionalisme adalah suatu rasa kebersamaan yang menuju ke arah ikatan persatuan dan kesatuan bangsa dan tanah air.63 Menurut Sartono, nasionalisme sebagai suatu ideologi perlu menjiwai setiap warga negara yang

59 Saiffudin Aswar, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal

7-21

60Bimo Walgito, op. cit, hal 111

61Hans Kohn, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, Jakarta: Erlangga, 1984, hal 11

62Badri Yatim, Soekarno, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Inti Sarana Aksara, 1985, hal 63

63 Roeslam Abdulghani, Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: Pustaka Merdeka, 1987, hal


(55)

wajib secara moral dengan loyalitas penuh mengabdikan diri kepada kepentingan negara/bangsa.64 Sedangkan menurut Slamet Mulyono, nasionalisme adalah manifestasi kesadaran bernegara atau semangat bernegara.65

Nasionalisme juga diartikan sebagai suatu gagasa-gagasan, pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional, berdasarkan rasa kebersamaan dan timbul semangat kebangsaan yaitu rela berkorban untuk kepentingan tanah air dan semangat patriotisme.66

Timbulnya konsepsi wawasan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa yang menegara. Oleh karena itu wawasan dari suatu bangsa yang menegara adalah wawasan nasional. Pengertian nasional mengacu kepada nation yang mengandung arti sebagai bangsa. Nation adalah suatu kesatuan solidaritas yang terdiri dari orang-orang yang saling merasa setia kawan satu dengan yang lain.67 Nation merupakan kesatuan solidaritas yang besar, tercipta oleh perasaan senasib sepenanggungan yang terjadi pada masa lampau. Nation tidak bergantung pada kesamaan asal, ras, suku bangsa, agama, bahasa, budaya dan geografis. Jadi, Nation adalah suatu kesatuan solidaritas yang didasarkan oleh perasaan kebersamaan, rasa solidaritas

64 Sartono Kartodirdjo, Pembangunan bangsa, Yogyakarta: Aditya Media, 1994, hal 43 65 Slamet Mulyono, Nasionalisme Sebagai Modal Perjuangan bangsa Indonesia, P.N. Balai

Pustaka, Jakarta:1978 hal 7

66 Siswo Yudohusodo, dkk, Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi, Yogyakarta: Widya

Patria, 1994, hal 5

67 S.A Kodhi dan R. Soejadi, Filsafat, Ideologi, dan Wawasan Bangsa Indonesia, Yogyakarta:


(56)

kebangsaan dan kehendak untuk hidup bersama di suatu wilayah atau tanah air sebagai satu bangsa.

Nasionalisme bangsa Indonesia dipertegas oleh pembukaan UUD 1945 sebagai nasionalisme pancasila, yaitu religius, monoteistis, humanistis, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. Nasionalisme dan patriotisme saling kait mengkait dan merupakan dwi tunggal. Keduanya disumberi oleh rasa cinta, hanya arahnya berbeda. Apabila cinta nasionalisme lebih terarah kepada sesama bangsa maka patriotisme lebih terarah kepada cinta tanah air dan keduanya berisikan solidaritas atau rasa setia kawan.68 Setia kawan terhadap nasib tanah air dan bangsa. Keduanya merasa senasib sepenanggungan terhadap kelangsungan hidup tanah air dan bangsa.

Nasionalisme Indonesia dipertegas secara khusus sebagai nasionalisme pancasila yaitu nasionalisme yang 1) ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) ber-Perikemanusiaan yang berorientasi internasionalisme, 3) ber-Persatuan Indonesia yang patriotik, 4) ber-Kerakyatan atau demokratis dan 5) ber-Keadilan sosial untuk seluruh rakyat.69

Nasioalisme berisikan solidaritas atau rasa setia kawan. Solidaritas berintikan dua hal pokok yaitu hak dan kewajiban mengelola seluruh tanah air bangsa Indonesia dengan segala kekayaan alamnya menurut nilai-nilai dan ukuran-ukuran tertentu dengan mempertahankan segala kepandaian dan keterampilan seluruh jiwa raganya demi kemakmuran rakyat bersama, hak dan kewajiban membela bangsa dan negara dengan kesediaan mengorbankan

68 Roeslan Abbdulghani, Op. Cit, hal 200

69 Siswono Yudohusodo, dkk, Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi, Yogyakarta:


(57)

jiwa raga, demi keselamatan bangsa, tanah air dan negara. Dengan demikian esensi nasionalisme sebagai suatu tekat besama yang tumbuh dari bawah untuk bersedia hidup sebagai suatu bangsa dalam negara merdeka.

Dalam semangat nasionalisme terkandung aspek integral, yaitu dengan jiwa nasionalisme yang selalu terjaga, jika dapat membangun etos-etos kebangsaan secara berkelanjutan dalam satu kebangsaan, agar nasionalisme itu selalu hidup dalam jiwa kita masing-masing. Dengan jiwa nasionalisme yang kuat, akan dapat memperstukan berbagai perbedaan, tetapi dengan tetap berada dalam struktur suatu negara atau bangsa yang bersatu dan berdaulat.70

Prisnsip-prinsip nasionalisme sebagai asas tujuan pendidikan nasional adalah:

1. Unity (kesatuan-kesatuan) lewat proses integrasi dalam sejarah berdasarkan solidaritas nasional yang melampaui solidaritas lokal, etnis dan tradisional.

2. Liberty (kebebasan) setiap individu dilindungi hak-hak asasinya, kebebasan berpendapat, berkelompok dan kebebasan dihayati dengan penuh tanggung jawab sosial.

3. Equality (persamaan) hak dan kewajiban, serta persamaan kesempatan. 4. Personalism (kepribadian) pribadi perorangan dilindungi haknya yaitu

hak milik, kontrak dan pembebasan dari ikatan kolektif.

70 Agus Riyanto, Nasionalisme, Kerukunan dan Persatuan Bangsa, Harian Radar Solo, 22 Mei


(58)

5. Performance (hasil kerja) baik secara individu maupun kolektif.71

Nasionalisme tidak muncul begitu saja, melainkan memiliki faktor-faktor yang menumbuhkan nasionalisme. Faktor-faktor munculnya nasionalisme bisa dari dalam maupun pengaruh dari luar. Faktor dari dalam yang menumbuhkan nasionalisme misalnya penderitaan akibat penjajahan, pembangunan sarana komunikasi yang meudahkan pertemuan rakyat di berbagai pulau, adanua Undang-Undang desentralisasi memungkinkan rakyat megenal cara demoktasi modern, adanya reaksi pergerakan kedaerahan yang tidak menguntungkan, serta inspirasi dari kejayaan zaman Sriwijaya dan Majapahit. Sedangkan faktor-fakor dari luar misalnya masuknya ide-ide barat lewat pendidikan modern, kemenangan Jepang atas Rusia, dan munculnya gerakan kebangsaan di wilayah lain kemudian menjadi inspirasi bangsa Indonesia untuk mengalang persatuan dan kesatuan yang disebut nasionalisme.

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Minat Belajar Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa

Minat merupakan suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan secara menetap pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat belajar sejarah dapat ditumbuhkan melalui beberapa faktor yaitu faktor dari dalam, berupa cita-cita, hobi, prestasi diri, dan konsep diri serta faktor dari luar berupa pengaruh orang tua, teman sebaya serta guru. Seorang siswa yang

71 Sartono Kartodirdjo, op, cit, hal 48


(59)

memiliki ketertarikan pada pelajaran sejarah, akan cenderung melakukan hal-hal yang disenanginya, misalnya membaca buku sejarah, membuat catatan tentang sejarah, menonton film bertemakan sejarah, membuat video dokumenter, membuat artikel. Dengan demikian dapat mendukung siswa untuk senang belajar sejarah. Minat memiliki pengaruh besar besar terhadap belajar sejarah. Apabila materi yang disampaikan oleh guru kurang menarik, siswa akan kesulitan untuk belajar, karena tidak ada daya barik baginya untuk belajar. Pelajaran sejarah yang menarik bagi siswa akan mudah diterima dan dipahami oleh siswa.

Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap nasionalisme siswa. Minat belajar sejarah siswa yang tinggi cenderung menghasilkan sikap nasionalisme yang tinggi, sebaliknya minat belajar sejarah siswa yang rendah menghasilkan sikap nasionalisme yang rendah. Karena siswa yang berminat tinggi memiliki perhatian yang intensif terhadap materi pelajaran sejarah. Maka dengan perhatian yang lebih intensif terhadap materi yang diberikan, memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, sehingga siswa mampu menemukan nilai-nilai dari materi pelajaran untuk dijadikan teladan yang dapat menumbuhkan sikap nasionalisme dalam diri siswa. Semakin tinggi minat belajar sejarah siswa, semakin tinggi sikap nasionalismenya.


(1)

TABEL PERSIAPAN PERHITUNGAN ANALISIS VARIANS PRESTASI BELAJAR

SEJARAH (B)

Jumlah TINGGI (B1) RENDAH

(B2) MINAT BELAJAR SEJARAH (A) TINGGI (A1)

n = 20

X = 1664

X2 = 140202

χ- = 83,2

n = 20

X = 1593

X2 = 129173

χ- = 79,65

n = 40

X = 3257

X2 = 269375

χ- = 162,85

RENDAH (A2)

n = 20

X = 1575

X2 = 124779

χ- = 78,75

n = 20

X = 1585

X2 = 127185

χ- = 79,25

n = 40

X = 3160

X2 = 251964

χ- = 158

Jumlah n = 40

X = 3239

X2 = 264981

χ- = 161,95

n = 40

X = 3178

X2 = 256358

χ- = 158,9

n = 80

X = 6417

X2 = 521339

χ- = 320,85

Rumus : χ- = x

n C = (�x)2

N SS = �x2 – C Nh = p x q i nij

1. Sel 1.1 : Minat Belajar tinggi dan prestasi belejar tinggi

X = 1664 = 83,2

20

C = (1664)2 = 2768896 = 138444,8

20 20

SS = 140202 – 138444,8 = 1757,2

nh =

+ + + =

, = 20

2. Sel 1.2 : Minat Belajar tinggi dan prestasi belajar rendah

X = 1593 = 79,65 20


(2)

C = (1593)2 = 126882,45 20

SS = 129173 - 126882,45 = 2290,55

3. Sel 2.1 : Minat belajar rendah dan prestasi belajar tinggi

X = 1575 = 78,75 20

C = (1575)2 = 124031,25

20

SS =124779 – 124031,25 = 747,75

4. Sel 2.2 : Minat belajar rendah dan prestasi belajar rendah

X = 1585 = 79,25 20

C = (1585)2 = 125611,25

20

SS= 127185 – 125611,25 = 1573,75

Berdasarkan tabel di atas maka dapat di hitung :

1. Komputasi

a. Komputasi jumlah kuadrat

1) �

. = ,

. = 80,2125

2)∑�2 i,j,k = 140202 + 129173 + 124779 + 127185 = 521339 i,j,k

3)∑ Ai2 = (162,85)2 + (158)2

q 2

= 26520,1225 + 24964 = 51484,1225 = 25742

2 2

4)∑ Ai2 = (161,95)2 + (158,9)2

p 2

= 26227,8025 + 25249,21 = 51477,0125 = 25738

2 2

5)∑AB2ij = (A1)2 + (A2)2 + (B1)2 + (B2)2

= (162,85)2 + (158)2 + (161,95)2 + (158,9)2

= 102.961

b. Menghitung jumlah kuadrat variabel A (JKa), Variabel B (JKb), interaksi antara variabel B (JKab) dan jumlah kuadrat dalam.

Jka = nh (3) – (1) = 20 . {25.742,0612 – 80,2125}

= 20 . 25.661,8487 = 513.237


(3)

= 20 . 25.658,2937 = 513.166

Jkab = nh (5) – (4) + (1)

= 20 . {102.961,135 – 25.738,5062 + 80,2125}

= 20 . 77.302,8413 = 1.546.057

Jkerror = SS1 + SS2 + SS3 + SS4

= 1.757,2 + 2.290,55 +747,75 + 1.573,75 = 6.369

Jkt = Jka + Jkb +Jkab + Jkerror

= 513.236,974 + 513.165,874 + 1.546.056,83 + 6.369,25

= 2.578.829

c. Derajat Kebebasan

Dba = p – 1 = 2 – 1 = 1

Dbb = q – 1 = 2 – 1 = 1

Dbab = (p – 1) (q – 1) = 1 x 1 = 1

Dberroe = N – pq = 80 – (2 x 2) = 76

Dbr = N – 1 = 79

d. Mean/rerata kuadrat

Menghitung mean kuadrat variabel (Rka)

Rka = Jka = 513.236,974 = 513.237

Dba 1

Menghitung mean kuadrat variabel (Rkb)

Rkb = Jkb = 513.165,874 = 513.166

Dbb 1

Menghitung mean kuadrat interaksi antara variabel A dengan Variabel B (Rkab)

Rkab = Jkab = 1.546.056,83 = 1.546.057

Dbab 1

Menghitung mean kuadrat dalam error (Rkerror)

Rkerror = Jkerror = 6.369,25 = 84

Dberror 76

e. Statistik Uji (FO)

Menghitung harga Fo untuk variabel A (Fa)

Fa = Rka = 513.236,974 = 6.124

Rkerr 83,805

Menghitung harga Fo untuk variabel B (Fb)

Fb = Rkb = 513.165,874 = 6.123

Rkerr 83,805

Menghitung harga Fo untuk interaksi antara variabel A dengan variabel B (Fab)


(4)

Rkerr 83,805

f. Daerah Kritik (Daerah Penolakan Ho)

Fa > Fα ; p – 1, N – pq

F 0,05 ; 2-1, 80 – 4

F 0,05 ; 1, 76 = 3,97

Fb > Fα ; p – 1, N – pq F 0,05 ; 2 – 1, 80 – 4

F 0,05 ; 1, 76 = 3,97

Fab > Fα ; (p – 1) (q – 1), N – pq F 0,05 ; (2 – 1) (2 – 1), 80 – 4

F 0,05 ; 1, 76 = 3,97

g. Keputusan Uji

a. Karena Fa = 6.124, 18 > F. 0,05 ; 1, 76 = 3,97 maka Hoa

ditolak

b. Karena Fb = 6.123,332 > F. 0,05 ; 1, 76 = 3,97 maka Hob

ditolak

c. Karena Fab = 18.448,26 > F. 0,05 ; 1, 76 = 3,97 maka Hoab ditolak

h. Kesimpulan

1. Ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang mempunyai minat

belajar tinggi dan rendah yang ditunjukkan dengan P 0,05.

2.Ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi

belajar yang tinggi dan rendah yang ditunjukkan dengan P 0,05.

3.Ada interaksi antara minat belajar dan prestasi belajar yang tinggi dan

rendah yang ditunjukkan dengan P 0,05.

i. Rangkuman Analisis Varians Data Nasionalisme Siswa

Sumber Varian

Jk Dk Rk Fhit Ftab P Ho

Baris A 513.237 1 513.237 6.124 3,97 0,05 Ditolak

Kolom B 513.166 1 513.166 6.123 3,97 0,05 Ditolak

Interaksi (AB)

1.546.057 1 1.546.057 18.448 3,97 0,05 Ditolak

Error 6.369 76 84


(5)

Uji Joli

Setelah melakukan pengujian hipotesis kemudia dilakukan uji joli atau uji rerata

1. Uji Joli antar sel interaksi minat belajar tinggi dan prestasi belajar tingggi

dengan minat belajar rendah dan prestasi belajar tinggi to = χA – χA

√��� �� +�� = , − ,

√ , +

=

,

√ , , + ,

=

,

√ , ,

=

,

√ ,

=

,

,

= 0,78

Dari perhitungan di atas diketahui harga to = 0,78 lebih kecil dari t tabel yakni 3,97. Kesimpulannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk sikap nasionalisme siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan prestasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki minat belajar rendah dan prestasi belajar tinggi.


(6)

SAMPEL

Dalam menentukan jumlah sampel digunakan rumus pengambilan sampel yang dikemukakan oleh W.G Cochran, sebagai berikut:

N =

� �

+

Keterangan:

t = nilai t dalam kurva normal (1,96)

d = standar error (0,05)

n = besarnya sampel

p = proporsi siswa (0,5)

q = proporsi siswa (0,5)

N = besarnya populasi (231)

Untuk mendapatkan jumlah sampel dari populasi 104, yaitu:

=

=

, , ,

,

=

,

n =

,

+ ,

n =

,

+ , . ,

=

,

,

=

,

=