Sebab akibat konflik batin tokoh gigih dalam membela warsi dalam novel centeng matahari malam hari karya Veven SP. Wardhana : analisis psikologi sastra - USD Repository

  SEBAB-AKIBAT KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH DALAM MEMBELA WARSI DALAM NOVEL CENTENG MATAHARI MALAM HARI KARYA VEVEN SP. WARDHANA (ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Disusun oleh EKO PRIYANTO

  NIM: 004114057

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  HALAMAN PERSEMBAHAN Suatu saat nanti kebahagian itu akan datang bersama terbitnya sang surya yang memberi terang di dunia ini, jangan kau hentikan langkah hidupmu, karena hanya dengan semangat hidupmu kebahagiaan dan kedamaian akan datang menghampiri.....

  

"Kawan, jangan kau pernah menyerah dengan rintangan yang kau hadapi.

Teruslah berusaha untuk wujudkan mimpi-mimpi indahmu menjadi nyata..”.

  Skripsi ini kupersembahkan: Kepada kedua orang tuaku yang telah berjuang untukku dan memberi dorongan semangat dalam hidupku.

PERNYATAAN KEASLLAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta....... Penulis

  o

  Eko Priyant

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan berkat dan anugerah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Sebab-Akibat Konflik Batin Tokoh Gigih dalam Membela Warsi dalam Novel Centeng Matahari Malam Hari Karya Veven SP. Wardhana (Analisis Psikologi Sastra)” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata I (S-1), Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, bantuan, dan dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini dan semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

  1. Bapak Drs.B. Rahmanto, M.Hum, selaku ketua Jurusan Sastra Indonesia dan dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

  2. Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh kesabaran, meluangkan waktunya untuk mengoreksi skripsi ini hingga selesai.

  3. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M.S., Bapak Drs.

  P. Ari Subagyo, M.Hum., Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Ibu Dra.FR. Tjandrasih Adji, M.Hum., atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

  4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma atas pelayanannya dalam bidang administrasi.

  5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan yang terbaik bagi penulis selama kuliah dan dalam proses penyusunan skripsi.

  6. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak R. Heri Santoso, Ibu Lucia Supartini, dan adikku Theodorus Sony Prihandito yang telah mendoakan, memberi dorongan semangat agar penulis bisa menyelesaikan skripsi.

  7. Semua sahabat-sahabatku, Suryadi, Ika, Sigit, Hendro, Widha, Ami, terima kasih atas persahabatan yang telah terjalin selama ini. spesial buat Yohanes Hadi Prasetyo (Joe) (alm) yang telah memberikan insiprasi dan semangat untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.

  8. Semua teman-temanku, Agung Istanto, Fx Dwiantoro Wismayanto, Gesta, Yuni, Helen, Ferdianto, atas segala dorongan semangat sehingga skripsi ini bisa selesai.

  9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2000, terima kasih atas kebersamaannya selama ini dan selalu memberikan dukungan serta semangat selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

  10. Ucapan terima kasih spesial untuk Retno Susiati yang telah memberi insiprasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  11. Terima kasih kepada Hanna (Psikologi O1), Tiyok (SING 02) yang memberi dorongan semangat dan bantuannya sehingga skripsi ini bisa selesai. Terima kasih spesial buat Emmy yang telah memberikan inspirasi dan mendoakan sehingga skripsi ini bisa selesai.

  12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan segala bentuk rangkaian kegiatan serta pengalaman yang didapatkan penulis di Universitas Sanata Dharma.

  Namun, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Skripsi ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

  Yogyakarta, Penulis

  

ABSTRAK

  Priyanto, Eko. 2007. Sebab-Akibat Konflik Batin Tokoh Gigih dalam Membela

  Warsi dalam Novel Centeng Matahari Malam Hari Karya Veven SP Wardhana Suatu Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi. Yogyakarta: Sastra

  Indonesia. Fakultas Sastra.Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji sebab-akibat konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel Centeng Matahari Malam Hari karya Veven S.P. Wardhana. Penelitian ini bertujuan pertama, mendeskripsikan struktur novel

  

Centeng Matahari Malam Hari yang berupa tokoh dan latar. Kedua

  mendeskripsikan sebab-akibat konflik batin tokoh Gigih dan akibat psikis yang dialaminya.

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Langkah yang dilakukan oleh penulis adalah pertama, menganalisis novel secara struktural yaitu analisis terhadap tokoh dan

  Centeng Matahari Malam Hari

  latar. Kedua, menggunakan hasil analisis pertama untuk menganalisis sebab- akibat konflik batin yang dialami oleh tokoh Gigih dan akibat psikis yang dialaminya.

  Hasil dari analisis struktural berupa tokoh dan latar. Tokoh utama adalah Gigih. Tokoh tamabahannya adalah Warsi, Ida, Lu Guan (nama lain Wawan), Mariani. Latar tempat yang dominan adalah di wisma “Sawunggaling.” Latar waktu adalah dini hari, sore, malam, siang, jam 11 siang, menjelang isya. Latar sosial adalah masyarakat prostitusi kota Yogyakarta.

  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyebab konflik batin Gigih adalah konflik batin karena Gigih seorang centeng, konflik batin karena Warsi belum mau meninggalkan kompleks prostitusi, konflik batin karena Warsi menderita penyakit menular, konflik batin karena Warsi menolak meninggalkan kompleks prostitusi.

  Konflik batin Gigih ini mengakibatkan kecemasan. Konflik batin dapat diselesaikan oleh Gigih dengan didominasi kemenangan dari super ego.

  

ABSTRACK

  Priyanto, Eko. 2007. The Result-Cause Inner Conflict of Character Gigih In Supporting Warsi In Novel Centeng Matahari Malam Hari By Veven S.P Wardhana A Literatur Psychological Approach. Thesis.

  Yogyakarta. Indonesian Letters. Letter Faculty. Sanata Dharma University. The Research tries to explore the result-cause inner conflict of character

  Gigih in supporting Warsi in novel Centeng Matahari Malam Hari by Veven S.P Wardhana. The first aim of this reseach is to describe the structure of the novel which are appeared in characterization and setting. The second is to describe the result-cause inner conflict of Character Gigih and the psychological effect from it.

  This research uses psychological literary approach. Research uses describe analytical method. The first step taken by the writer in the analyze the novel structurally by analizing the characters and setting. The second is using the result of the first analysis to analiz Gigih,s The result-cause inner conflict and the effects from it.

  The result of the structural analysis are the characters and setting. The main character is Gigih. The minor character are Warsi, Ida, Lu Guan (a.k.a Wawan), aand Mariani. The dominan setting of place in the novel is wisma “Sawunggaling.” Setting of time are it dawn, evening, night, noon, about 11 a.m, and dusk. The social setting of the suburban prostitusion Yogyakarta.

  The concluion of the research is that causing inner conflict Gigih is inner conflict because Gigih is centeng, inner conflict because Warsi not yet want to leave behind kompleks prostitusion, inner conflict because Warsi to suffer contagious sick, inner conftidt because Warsi refuse to leave behind kompleks prostitusion.

  The inner conflict Gigih resulting anxious. Finally Gigih can solve his inner conflict by winning his super ego.

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi ABSTRAK ....................................................................................................... ix

  ABSTRACT ....................................................................................................... x

  DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ............................................................................

  1 2. Rumusan Masalah.......................................................................

  3 3. Tujuan Penelitian ........................................................................

  4 4. Manfaat Penelitian ......................................................................

  4 5. Landasan .....................................................................................

  4 5.1 Teori Struktural....................................................................

  4 5 5.1 Tokoh .........................................................................

  5 5.1.2 Latar ...........................................................................

  7 5.2 Psikologi Sastra ...................................................................

  8 5.2.1 Konflik Batin..............................................................

  10

  5.2.2 Teori Psikoanalisis Sigmund ......................................

  11 6. Metode Penelitian .......................................................................

  13 6.1 Penelitian Pustaka ................................................................

  13 6.2 Pendekatan ...........................................................................

  13 6.3 Metode .................................................................................

  13 6.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................

  14 7. Sumber Data ...............................................................................

  14

  8. Sistematika Penyajian15

  BAB

  

II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN LATAR YANG

MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH 2.1 Analisis Unsur Tokoh .................................................................

  16 2.1.1 Tokoh Utama: Gigih..........................................................

  17 2.1.2 Tokoh Tambahan...............................................................

  22 2.1.2.1 Tokoh Warsi........................................................

  22 2.1.2.2 Tokoh Ida ............................................................

  23 2.1.2.3 Tokoh Wawan .....................................................

  24 2.1.2.4 Tokoh Mariani.....................................................

  25 2.2 Analisis Unsur Latar ...................................................................

  25 2.2.1 Latar Tempat .....................................................................

  26 2.2.2 Latar Waktu .......................................................................

  35 2.2.3 Latar Sosial........................................................................

  37

  BAB III ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH DALAM MEMBELA WARSI DALAM NOVEL CENTENG MATAHARI MALAM HARI 3.1 Sebab-Sebab Konflik Batin Tokoh Gigih.................................

  40 3.1.1 Konflik Batin Karena Gigih Seorang Centeng ..........

  41

  3.1.2 Konflik Batin Karena Warsi Belum Mau Meninggalkan Kompleks Prostitusi..............................

  43

  3.1.3 Konflik Batin Karena Warsi Menderita Penyakit Menular......................................................................... 45

  3.1.4 Konflik Batin Karena Warsi Menolak Meninggalkan Kompleks Prostitusi......................................................

  47 3.2 Akibat Psikis Bagi Tokoh Gigih...............................................

  51 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan...............................................................................

  60 4.2 Saran .........................................................................................

  62 DAFTAR PUSTAKA

  BIOGRAFI PENULIS

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Karya sastra yang kita baca dibangun oleh pengarangnya sebagai hasil rekaman berdasarkan perenungan, penafsiran, penghayatan hidup terhadap realitas sosial dan lingkungan kemasyarakatan tempat pengarang itu hidup dan berkembang (Sumardjo,1984:15). Novel sebagai karya sastra dibangun dari berbagai unsur fiksi seperti plot, karakter, tema, point of view dan sebagainya (Sumardjo,1984:67). Sebagai karya fiksi, novel banyak mengandung nilai-nilai sosial, politik, etika, religi, filosofis dan sebagainya yang bertolak dari pengungkapan kembali suatu fenomena kehidupan.

  Pengarang sebagai pencipta karya sastra juga bagian dari kehidupan itu sendiri. Ketika ia menciptakan suatu karyanya, ia tidak hanya terdorong oleh luapan atau desakan dari dalam dirinya untuk mengungkapkan perasaan atau cita- citanya saja, tetapi juga berkeinginan untuk menyampaikan pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, pendapat, kesan-kesan dan bahkan juga keprihatinan- keprihatinan atas suatu peristiwa yang terjadi kepada seseorang atau kelompok orang (Sardjono,1992:10).

  Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada.

  Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami setiap orang di mana pun dan kapan pun walau dengan tingkat identitas yang tidak sama. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan masalah cinta, rindu, cemas, takut, maut, religius, nafsu, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2002:71).

  Novel Centeng Matahari Malam Hari karya Veven SP. Wardhana adalah satu dari sekian banyak novel Indonesia yang mengangkat permasalahan nilai-nilai kehidupan yang penuh dengan pertentangan dan permasalahan yang sulit dipahami. Selanjutnya novel akan disingkat dengan CMMH. Penyajian struktur karya fiksi dalam novel CMMH karya Veven SP. Wardhana tetap berpijak pada konvensi sastra. Unsur-unsur intrinsik seperti tokoh dan latar dalam novel CMMH memungkinkan untuk dianalisis. Selanjutnya, penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra untuk menganalisis konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel CMMH.

  Pemilihan novel ini karena sepengetahuan penulis beluM banyak yang menganalisis novel CMMH khususnya yang menggunakan pendekatan psikologi sastra. Dipilihnya tokoh Gigih karena dipandang tokoh ini dalam novel CMMH sangat dominan dalam kaitannya dengan konflik batin yang ia alami dalam membela Warsi.

  Konflik batin sering terjadi pada diri seseorang karena ada pertentangan dalam dirinya untuk bisa menentukan suatu pilihan yang sulit dalam kehidupannya, hal ini menyebabkan seseorang merasa ada hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan.

  Wellek dan Warren (1990:106) berpendapat bahwa tokoh-takoh dalam drama dan novel dinilai apakah benar secara psikologis. Situasi dan plot tertentu dipuji karena hal ini memang kadang-kadang ada teori psikologi tertentu yang dianut oleh pengarang dan teori psikologi sastra cocok untuk menjelaskan tokoh dan situasi cerita. Dalam kaitannya antara psikologi dan sastra, Hartoko dan Rahmanta (1986:126) mendefinisikan psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mengkaji (mendekati) sastra dari sudut psikologi, perhatian pendekatan ini dapat diarahkan kepada pengarang dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri sebagai suatu yang otonom.

  Seperti yang telah dikemukakan di atas penulis tertarik untuk meneliti tokoh Gigih sekaligus konflik batin yang dialami dalam membela Warsi. Dalam meneliti novel ini meski penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra, namun lebih dahulu penulis meneliti struktur intrinsik novel CMMM seperti tokoh dan latar. Dipilihnya tokoh dan latar untuk dianalisis dalam penelitian ini, karena tokoh adalah pelaku yang mengalami konflik batin, sesuai dengan peneIitian ini yang akan menganalisis tokoh Gigih yang mengalami konflik batin. Sedangkan latar merupakan unsur yang mempunyai hubungan dengan tokoh. Latar merupakan unsur pendukung konflik batin karena latar adalah tempat dimana tokoh mengalami konflik batin.

2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  2.1 Bagaimana unsur tokoh dan latar dalam novel Centeng Matahari Malam

  Hari?

  2.2 Bagaimana konflik batin Gigih dalam membela Warsi dalam novel Centeng

  Matahari Malam Hari?

  3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk 3.1 mendeskripsikan unsur tokoh dan latar dalam novel Centeng Matahari Malam Hari.

  3.2 mendeskripsikan kontlik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel Centeng Matahari Malam Hari.

  4. Manfaat Penelitian

  4.1 Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi sastra Indonesia khususnya novel Centeng Matahari Malam Hari karyaVeven SP. Wardhana.

  4.2 Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kritik sastra, khususnya dalam bidang psikologi sastra.

  5. Landasan Teori

5.1 Teori Struktural

  Abrams (via Nurgiyantoro,2002:36) berpendapat bahwa sebuah karya sastra menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, stuktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegas, gambaran, semua bahan, dan yang menjadi bagian komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian tersebut tidak ada artinya. Dalam dunia kesusastraan, srukturalisme dapat dipandang sebagai satu pendekatan (baca:penelitian) kesusastraan yang menekankan pada kajian antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Jadi stukturalisme dapat disamakan dengan pendekatan objektif.

  Hartoko dan Rahmanto (1986:136) mengemukakan analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam mikrokonteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi intertekstual. Oleh karena itu, analisis struktural ini bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro, 2002:37).

  Dengan demikian, analisis struktur novel adalah analisis novel kedalam unsurunsur dan fungsinya dalam struktur novel dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya kaitannya dengan unsur lain, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Sudjiman (1992:12) menguraikan bahwa struktur karya sastra itu terdiri dari: tokoh, alur, latar, dan tema.

5.1.1 Tokoh

  Tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap sebagai tokoh kongkret, individual (Hartoko dan Rahmanto,1986:144). Sudjiman (1992:16), mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa cerita. Pengertian mengenai tokoh tersebut di atas, sama-sama menyaran pada orang yang ada dalam cerita atau pelaku cerita. Adapun penggambaran secara jelas mengenai seseorang yang ditampilkan di dalam sebuah cerita (pelaku cerita) disebut penokohan atau karakterisasi. Istilah ini menyangkut beberapa masalah yaitu tentang siapa tokohnya, bagaimana perwatakan, dan pelukisan tokoh itu (Nurgiyantoro, 2002:165),

  Nurgiyantoro membedakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut nama penamaan itu dilakukan bisa dari sudut peranan tokoh, fungsi penampilan tokoh, perwatakannya, dan berkembang atau tidaknya perwatakan dan percerminannya.

  Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sudut peranan tokoh. Hal ini karena tokoh sangat penting untuk diteliti, sesuai dengan penelitian penulis mengenai konflik tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel CMMH ini.

  Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita dibagi menjadi dua bagian, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro,2002:176). Tokoh utama (main character) adalah tokoh yang diutamakan erupakan tokoh yang paling sering diceritakan.

  Tokoh tambahan (peripheral character) adalah tokoh yang hanya dimunculkan beberapa kali saja dalam porsi pendek (Nurgiyantoro, 2002:176-177).

  Sebagaimana dikemukakan di atas, dengan bahasa penulis tokoh adalah individu rekaan pengarang, pengemban cerita, maka dalam penelitian ini, penulis akan meneliti tokoh Gigih. Secara khusus, tokoh Gigih akan penulis teliti secara psikologis dalam kaitannya dengan konflik batin dalam membela Warsi dalam novel CMMH.

5.1.2 Latar

  Latar atau setting disebut juga landas tumpu. Latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abram via Nurgiyantoro, 2002:216).

  Stanton via Nurgiyantoro (2002:216) mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam fakta cerita, sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dapat diimajinasikan oleh pembaca. Karenanya, fungsi latar dalam karya sastra tidak dapat dilepaskan dari unsur tokoh dan plot, bahkan bahasa dan persoalan-persoalan yang ada dalam karya sastra.

  Nurgiyantoro (2002:227) membedakan unsur latar dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan latar sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Adapun latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

  Berdasarkan bentuknya, latar dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu latar fisik dan latar spiritual. Latar fisik (physical setting), di dalamnya termasuk latar tempat dan latar waktu. Adapun yang termasuk latar spiritual (spiritual setting) adalah latar sosial. Jika dilihat dari sifatnya, latar dapat dibedakan menjadi latar netral dan latar tipikal. Latar netral (neutral setting) adalah latar yang hanya disebutkan begitu saja tanpa adanya ciri khas, baik yang menyangkut waktu, tempat maupun sosial. Latar semacam ini, apabila diganti tidak akan mempengaruhi unsur lain, khususnya pengaluran dan penokohan. Latar tipikal

  

(typical setting) adalah latar yang menonjolkan sifat khas tertentu. Latar jenis ini,

  langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada pengaluran dan penokohan (Nurgiyantoro, 2002:218-219).

  Jadi latar sebagaimana diungkapkan dapat penulis rumuskan sebagai tempat, waktu, situasi, dan kondisi penceritaan dalam novel yang masing-masing unsur tersebut saling mendukung jalannya cerita. Dalam penelitian ini penulis akan meneliti latar tempat, latar waktu, dan sosial dalam novel CMMH, sekaligus kaitannya dengan konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warni.

5.2 Psikologi Sastra

  Teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis novel

  

CMMH adalah psikologi sastra. Psikologi sastra merupakan studi sastra dari

  psikologi, perhatianya dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca atau pada teks itu sendiri (Hartoko,1986:126). Menurut Awang via Sahlan (1985:27) Psikologi dan sastra memiliki banyak persamaan. Keduanya mempunyai fungsi dan cara yang sama dalam pelaksanaan tugas untuk memahami perihal manusia dan kehidupannya. Dalam pelaksanaan keduanya menggunakan tinjauan yang sama yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan utama untuk penulisan atau penelitian. Kajian sastra tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dengan ciri psikologi. Hal ini terlihat dari cara pengarang menghubungkan persoalan pikiran, bergerak atau bertindak dalam sebuah karya sastra itu tercipta, karya sastra itu ditanggapi oleh pengarang dan karya yang akan dibaca oleh peminatnya. Sastra merupakan suatu proses mental yang kompleks dan kemudian dikemukakan kepada pembaca dengan cara yang demikian pula.

  Wellek dan Warren (1990:) mempunyai pendapat yang mengatakan bahwa dalam studi sastra terdapat empat aspek yang berkenaan dengan psikologi sastra.

  Pertama, studi mengenai psikologis penulis sebagai pencipta karya sastra. Kedua, studi mengenai aspek psikologis tokoh-tokoh dalam karya sastra. Ketiga, studi mengenai efek karya sastra terhadap psikologi pembaca. Keempat, studi mengenai tipe-tipe dan hukum-hukum karya sastra. Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah studi mengenai aspek psikologis tokoh-takoh dalam karya sastra.

  Sementara itu, Sukada (1981:102) berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu yang dapat membantu memecahkan masalah-masalah kejiwaan.

  Sastra dari psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama-sama menyentuh manusia dalam persoalan yang diungkapkan. Faktor-faktor kejiwaan yang dialami tokoh dalam novel dapat ditelaah dengan memanfaatkan ilmu psikologi. Kajian psikologi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori tentang konflik batin. Fokus utama untuk menganalisis konflik batin menggunakan teori psikoanalisis dari Sigmun Freud.

  Dari uraian di atas dapat diperjelas bahwa sastra dan psikologi mempunyai hubungan yang erat. Keduanya saling melengkapi, yang satu memerlukan yang lain. Karena itu kritik sastra sebagai kegiatan untuk memahami dan menilai karya satra secara mendalam dan mantap tak lepas dari psikologi.

5.2.1 Konflik Batin

  Bentuk konflik sebagai sebuah kejadian dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu konflik fisik dan konflik batin. Konflik fisik atau eksternal adalah konflik yang terjadi antara seseorang dengan hal di luar dirinya, termasuk di dalam konflik sosial. Konflik internal atau konflik kejiwaan adalah konflik yang terjadi di dalam hati, atau jiwa seseorang tokoh cerita atau konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Kedua konflik tersebut saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain dapat terjadi secara bersamaan (Nurgiyantoro,1995:122 ).

  Konflik batin atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama, kecemasan merupakan manivesti dari pertentangan (Daradjat,1985:26-27).

  Konflik batin adalah keadaan pertentangan antara dorongan yang berlawanan, tetapi sekaligus bersama-sama pada diri seseorang. Konflik timbul pada saat ego mendapat dorongan id yang tidak dapat diterima dan dihayati sebagai sesuatu yang berbahaya. Bila kekuatan naluri melebihi kemampuan ego untuk menyalurkan dan mengendalikan muncullah gejala anxietas, rasa cemas, ini tanda bahaya yang menyatakan bahwa ego berhasil menyelesaikan konflik

  (Heerdjan, I987:31). Konflik batin akan dialami oleh seseorang bila dihadapkan pada masalah yang sulit untuk bisa menentukan keputusan yang tepat.

  Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah konflik batin yang dialami tokoh Gigih dalam mewujudkan keinginannya membebaskan Warsi dari dunia prostitusi.

5.2.2 Teori Psikoanalisis dari Sigmund Freud

  Dalam din seseorang terdapat tiga sistem kepribadian yang disebut id atau

  

es, ego atau ich, dan super ego atau Uberich. Id dalah sebuah reservoir atau

  wadah dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan yang disebut

  

Primitif Drives atau Inner Forces. Dorongan-dorongan yang primitif ini

  merupakan dorongan-dorongan yang menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau dorongan ini dipenuhi dengan segera maka tercapai perasaan senang dan puas. Oleh karena adanya dorongan-dororang primitif ini, maka id selalu mengikuti pleasure principle yaitu bertugas untuk dengan secepatnya melaksanakan dorongan-dorongan primitif agar tercapai perasaan senang tanpa memperdulikan akibatnya (Freud via Dirgagunarsa, 1983:63).

  Kesenangan yang dicapai oleh pelaksanaan dorongan-dorongan primitif selalu bersifat temporan/ sementara dan setelah beberapa saat dorongan-dorongan itu timbul kembali dan dipenuhi lagi. Salah satu dorongan primitif id adalah darongan seksual yang dikenal dengan nama Libido. (Freud via Dirgagunarsa, l983:63) mengatakan bahwa tingkah manusia yang umum dan dilakukan sehari- hari didasarkan oleh dorongan seksual. Dorongan seksual yang tidak dipenuhi ini biasanya akan dinyatakan dalam tingkah laku seperti bekerja keras mengejar karier dan sebagainya.

  Ego bertugas melaksanakan dorongan-dorongan id, dan ego harus menjaga benar bahwa pelaksanaan dorongan-dorongan primitif ini tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan-tuntutan dari super ego. Ini adalah untuk mencegah akibat-akibat yang mungkin tidak menyenangkan bagi ego sendiri karena itu ego melaksanakan tugasnya yaitu merealisasikan dorongan-dorongan

  

id, ego selalu berpegangan pada prinsip kenyataan (reality principle)

(Dirgagunarsa,1987:64).

  Super ego adalah sistem kepribadian yang terdapat dalam diri seseorang

  yang berisi kata hati (concience). Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap dorongan yang datang dari id. Super ego menghendaki agar dorongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral tetap tidak dipenuhi. Karena itu ada semacam Pertentangan antara id dan super ego, sehingga ego berperan sebagai pelaksana yang harus dapat memenuhi tuntutan dari kedua sistem kepribadian tersebut secara seimbang antara dorongan dari id dan dorongan dari super ego maka individu yang bersangkutan akan menjadi konflik batin yang terus menimbulkan konflik. Konflik ini akan menjadi dasar neurosa (Freud via Dirgagunarsa,1983:64).

  Dalam penelitian ini, psikoanalisis digunakan untuk mengetahui konflik batin yang dialami oleh tokoh Gigih. Psikoanalisis juga digunakan untuk mengetahui keseimbangan id, ego, dan super ego pada diri Gigih.

6. Metode Penelitian

  6.1 Penelitian Pustaka

  Dalam mengumpulkan data-data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi pustaka (library research). Data-data yang penulis dapat tersebut, berasal dari esai, karya tulis maupun bentuk pustaka lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

  6.2 Pendekatan

  Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel CMMH karya Veven SP. Whardana adalah pendekatan Struktural dan pendekatan psikologi sastra. Memasuki analisis konflik batin menggunakan pendekatan psikologi sastra.

  Menurut Goldmann yang dikutip Teeuw (1983:152) studi karya sastra harus dimulai dengan analisis struktur. Langkah ini tidak boleh ditiadakan atau dilampaui, sedangkan pendekatan psikologi dapat mengungkapkan karya sastra sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini tentang konflik batin.

  6.3 Metode

  metode yang digunakan penulis adalah metode analisis deskriptif. Menurut Keraf (1981:84), metode analisis merupakan cara membagi suatu obyek yang berupa gagasan-gagasan, organisasi, makna struktur maupun proses kedalam komponen-komponennya. Metode inI digunakan untuk menguraikan suatu pokok permasalahan agar memperoleh pegertian dan pemahaman yang tepat. Sedangkan metode deskriptif adalah metode melukiskan sesuatu yang digunakan untuk memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan.

  Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama penulis menganalisis novel CMMH secara struktural, meliputi analisis tokoh dan latar. Setelah membuktikan bahwa secara struktur terdapat permasalahan-penmasalahan psikologis kemudian penulis meneliti secara lebih mendalam mengenai konflik batin tokoh Gigih.

6.4 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik merupakan penjabaran dari metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan nilai sifat (Sudaryanto,1993:26). Teknik ini merupakan cara kerja yang operasional dalam penelitian terhadap karya sastra. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat dengan kartu, yaitu dengan mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel CMMH yang berkaiatan dengan masalah di atas. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.

7. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya Veven SP.

  Wardhana. Judul buku : Centeng Matahari Malam Hari Penerbit : Grasindo

  Kota terbit : Jakarta Tahun terbit : 2002 Cetakan : I (pertama) Halaman :143

8. Sistematika Penyajian

  Untuk mempermudah pemahaman terhadap proses dan hasil penelitian ini dibutuhkan suatu sistematika yang jelas. Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

  Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sumber data, sistematika penyajian. Bab II Analisis unsur tokoh dan latar novel CMMH. Selanjutnya memasuki Bab III yang berisi analisis konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel CMMH. Pada Bab IV yang merupakan penutup, berisi kesimpulan dan saran.

BAB II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN LATAR YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH Dalam bab ini, akan dianalisis dua unsur intrinsik yang berkaitan dengan

  konflik batin yang dialami tokoh Gigih dalam membela Warsi yaitu tokoh dan latar.

2.1 Analisis Unsur Tokoh

  Analisis tokoh adalah penafsiran terhadap sikap, watak, dan kualitas pribadi seorang tokoh. Hal ini sangat mendasarkan diri pada apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Ucapan dan tindakan seseorang akan mencerminkan perwatakan (Nurgiyantoro,1995: 73).

  Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan ia hadir apabila ada kaitannya dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro,1995:176177).

  Di dalam novel CMMH terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utamanya adalah Gigih. Hal ini disimpulkan berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh tersebut dalam novel, mempunyai frekuensi paling banyak sebagai tokoh yang diceritakan, dan jika dilihat dart segi hubungan antartokoh, maka tokoh inilah yang terlibat dengan semua tokoh yang ditampilkan. Tokoh tambahan adalah Warsi, Ida, Lu Guan (nama lain Wawan), Mariani, sebenarnya masih ada tokoh tambahan lain, namun tokoh-tokoh tambahan yang akan dianalisis hanya tokoh yang tersebut diatas. Hal ini dikarenakan tokoh-tokoh tersebut kehadirannya dan keberadaannya sebagai penunjang tokoh utama sangat besar.

2.1.1 Tokoh Utama: Gigih

  Pada awal cerita, pengarang secara tersirat sudah menyinggung Gigih sebagai pemuda yang menjadi centeng (tukang pukul atau pejaga keamananan penghuni kompleks prostitusi) sebuah kompleks prostitusi di pinggiran barat Yogya, berikut kutipannya:

  (1) Saat itu dia tak hanya mengantar Warsi menonton pentas dangdut tapi Ririn, Wien dan Hermin juga membutuhkan pengawalannya. Mereka sedang mencoba menjaring lelaki iseng di arena sekaten, karena di kompleks sedang sepi tamu. Gigih menjaga mereka jangan sampai ada lelaki jahil yang kemungkinan memperlakukan mereka seenaknya, membayar tak sesuai dengan transaksi saat ketemu atau malah ditipu mahasiswa yang pura-pura kehilangan dompet hanya lantaran ogah membayar (hlm. 9).

  (2) Pada minggu malam Gigih biasanya sedikit leluasa untuk meninggalkan tempat kerjanya sebagai centeng di kompleks prostitusi di pinggiran barat

  Yogya (hIm.10). Sebelum bekerja di lokasi prostitusi tokoh Gigih pernah bekerja sebagai kernet bus kota dan truk, berikut kutipannya:

  (3) Mimpi-mimpi lainnya pun segera bersusulan. Menjadi kernet truk, kalau

  Gigih membanding-bandingkan, jauh lebih enak ketimbang jadi kernet bus kota. Menjalani sebagai kernet bus, dalam dua minggu pertama tenggorokannya langsung kering dan suaranya serak (h1m.29). Suasana hati tokoh utama mulai diperkenalkan oleh pengarang. Saat Gigih bersimpati terhadap kehidupan Warsi yang menjadi salah satu penghuni kompleks, berikut kutipannya:

  (4) Gigih menangkap kegelisahan Warsi. Ah, perkara macam manakah yang menjadikan yu Warsi terdampar di tempat macam begini? Sungguh- sungguh dibutuhkan pengetahuan kita akan musababnya, akan masa lalunya, sementara masa yang dihadapinya sekarang ini tetap saja tak bakal bisa diundurkan? (h1m.21). (5)

  Gigih ingin menutupi kegelisahan Warsi, Gigih bukan semata centeng yang hanya mengompas pajak pendapatan para penyekap birahi para lelaki itu, terutama terhadap warsi, Gigih bahkan ingin menjadikan dirinya sekaligus sebagai pelindung. Jika hujan menderas, dialah yang menempatkan dirinya sebagai payung. Begitu juga kalau matahari menyergapkan panasnya (hl m.21).

  Sebagai seorang manusia biasa, Gigih mempunyai kenangan peristiwa yang dialami pada kehidupan masa lalunya, tentang bapaknya. Hal ini sering muncul dalam ingatannya ketika ia merasa gundah, berikut kutipannya:

  (6) Dalam kegundahan yang tak jelas ujung pangkal penyebabnya, kilasan- kilasan masa lalu begitu saja menyeruak benaknya. Dalam kekacauan pikiran setelah gagal menggarong tamu hotel, dan teman-teman memaki karena kesalahannya, bayang-bayang bapaknya begitu saja hadir di hadapannya (h1m.24).

  (7) Semua seperti mimpi, datangnya tak pernah direncanakan perginya tak mungkin dihalang -halangi, macam itulah nasib Gigih. Dimatanya, bapaknya bukan saja jagoan yang lihai, tapi juga kebal terhadap senjata tajam. Begitulah, disaat Gigih ingin bapaknya segera mengajarinya ilmu kebal, bapaknya keburu dijemput polisi dan dijebloskan ke penjara.

  Gigih tak pernah tahu leluhurnya. Kakek-nenek dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, rasa-rasanya Gigih tak pernah diceritakan oleh bapaknya (hIm.25).

  (8) Tapi tetap saja hidupnya dipenuhi oleh mimpi-mimpi dalam berbagai episode. Seminggu setelah bapaknya ditangkap polisi, Gigih dipanggil ke kantor polisi. Bapaknya ingin ketemu, tak perlu air mata mengucur Gih. yang diucapkan bapaknya. Itulah kalimat terakhir dalam pertemuan terakhir, itu pula hari terakhirnya di kota kecamatan itu, setelah itu bayangan Gigih, bapaknya dibuang keluar Jawa, tapi Gigih tak tahu persisnya luar Jawa yang mana (h1m.26).

  Tokoh Gigih juga digambarkan sebagai lelaki yang mempunyai perasaan tertarik terhadap wanita. Hat itu terlihat dari sikapnya terhadap Warsi.

  Menurutnya Warsi adalah wanita yang istimewa, berikut kutipannya: (9) Tak ada yang istimewa dalam sosok Warsi. Tapi apapun, Warsi justru punya tempat yang istimewa di hati Gigih. Dalam setiap perjalanan, apabila setelah melewati warung di pinggir hutan jati, yang ada dalam benak Gigih cumalah Warsi.

  Yu Warsi Rindu apakah yang menyelinap dalam dada ini? Langit biru Laut biru Yu Warsi biru Rinduku menggebu-gebu

  Gigih tak merasa cengeng dengan mendendangkan sajak mendadak itu, dia juga tak merasa bersalah jika kecengengan itu dilimpahkan pada Warsi. Sepenuhnya. Seperti mendadak, seperti tiba-tiba, dia sedikit bisa merumuskan kenapa dimatanya Warsi begitu istimewa (h1m.38).

  (10) Warsi bukanlah sekadar onggokan daging yang begitu mudah ditukar dengan sejumput uang, masih ada sesuatu yang lain dibalik diri Warsi, toh tetap saja, sesuatu yang lain itu tak akan pernah terjabarkan. Berbeda dibandingkan perempuan-perempuan lainnya yang juga jadi penghuni kompleks dipinggiran barat Yogya itu. Kalau mau disederhanakan, Warsi amat sangat berbeda dibandingkan yang lain- lainnya (h1m.39).

  Tokoh Gigih sebagai orang yang merasa putus asa, ini ditunjukkan saat dia sedang merenungkan pekerjaannya sebagai seorang centeng, berikut kutipannya: (11) Harapan apa pula yang ingin kuraih di sini? Berapa lama lagi aku

  harus tetap bertahan di sini? Dunia tanpa harapan, tanpa angan- angan, tanpa rencana yang bisa memancingku untuk berpacu untuk meranggeh dan mewujudkan keinginan-keinginan. Beruntunglah mereka yang punya harapun, sebab dengan begitu mereka bisa bertahan untuk senantiasa meneruskan perjalanan hidup, perjalanan nasib, perjalanan.....wuuaahhh, bicara apa aku? (hlm.b6). Tokoh Gigih sebagai orang yang mudah emosi, terutama bila ada orang yang berani mengusik tentang kehidupan bapaknya. Hal ini terjadi karena Wawan yang merupakan seorang wartawan menulis kehidupan bapak Gigih, berikut kutipannya

  (12) Sepanjang jalan, masih terngiang isi artikel yang dibaca tadi.

  Dara Sukarjan kembali menggelegak ketika ramai-ramai ada pemhunuhan terhadap bromocorah dan tukang santet. Para polisi menghubungi para lurah desa untuk mencatat dan melaporkan warganya yang menjadi bromocorah dan penyantet. Dia muak dengan segala macam pengadilan. Peristiwa yang pernah menimpa, Jasmadun, bapaknya, kembali menyeruak dalam benaknya. Saat dalam pelariaan di pulau .sunyi itulah Sukarjan dilahirkan (h1m.112).

  (13) Dia merasa geram, mongkok, besar hati, dan cemas membaca artikel itu.

  Sukarjan adalah bapak kandungnya. Sukarjan memang bukan nama istimewa, bahkan tergolong pasaran. Siapa pun bisa mempunyai nama itu. Tapi Sukarjan yang fotonya juga dipasang dalam berbagai pose di majalah itu, hanya satu Sukarjan yang bromocorah, yang jago pencak, yang menghabisi kakak-kakak iparnya beserta keluarganya, yang memang bapak Gigih. Tak lain (hlm.l 13).

  (14) Dia mendadak geram, Wawanlah yang menulis laporan di majalah yang dia beli tadi. Dia ingat, pada sebuah halaman dibilang bahwa tulisan itu masih ada sambungannya minggu depan, diterbitan nomor mendatang.

  Jangan-jangan dalarn terbitan mendatang Wawan malah menulis tentang aku. tentang kegombalanku. Tentang keloyoanku dibanding dengan kakek dan bapakku (h1m.114).

  (15) “Itu rupanya yang kaubilang dengan berita eksklusif itu?” ucap Gigih hampir dalam gerusan gigi-giginya.

  Dia benar-benar tak ingin memberi kesempatan Wawan untuk mengucapkan sepotong kata pun (hlm. 115). Tokoh Gigih merasa kecewa karena Warsi menolak ajakannya untuk keluar dari kompteks prostitusi dan menikah dengannya. Hal ini yang menyebabkan Gigih mengalami konflik batin, perjuangannya agar bisa mengajak Warsi keluar dari kompleks prostitusi gagal. Warsi lebih memilih menikah dengan Wawan, yang juga merupakan sahabat Gigih, berikut kutipannya:

  (16) Gigih memandang Warsi dengan penuh keheranan. Warsi yang mulai menyadari situasi juga menatap Gigh. Tatapan yang tak bisa diterjemahkan maknanya oleh Gigih. “Apa urusanmu. Aku mau membawa Yu Warsi keluar dari sini. Aku akan mengawininya,” kata Gigih megap-megap dalam rintihan karena tangannya ditelikung. “Aku sangat punya urusan denganmu. Justru aku yang akan mengawini Warsi. Justru ini yang ingin aku katakan padamu tadi sore. Tapi, kamu terlampau sibuk,” Wawan menekan suaranya. Dia tak ingin keributan ini didengar lain orang.

  Mau kawin sama Yu War? Gigih menatap Warsi penuh tanda tanya.

  Warsi mengangguk pelan. Matanya memancarkan pengharapan agar Gigih mengerti (h1m.129). (17) “Iya, Gih. Wawan benar.” Nadanya bergetar karena membendung tangis yang nyaris sampai pada isakan. Gigih tak mempercayai pendengarannya. Bunyi guruh bergeletar dari jauh. Mungkin dari puncak Gunung Merapi sana. Wawan sudah melepaskan cengkeramannya. Gigih duduk terpekur di pinggir ranjang. Kenapa Yu War setega itu? Bukankah selama ini aku

  yang selalu melindunginya?Bukankah selama ini hanya aku orang yang paling dekat dengannya (hlm. l30).