Kinerja Sistem Daerah Irigasi Dengan Tolok Ukur Berkelanjutan (Kasus Daerah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah) aplud

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KINERJA SISTEM DAERAH IRIGASI DENGAN TOLOK UKUR BERKELANJUTAN (Kasus Daerah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah)

THE PERFORMANCE OF IRRIGATION AREA SYSTEMS WITH SUSTAINABLE BENCHMARK

(Case of Nepen Irrigation Area, Boyolali, Central Java)

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister Teknik

Disusun oleh :

RAHAYU MAHANANI WIJIASTUTI S 940908011

M A G I S T E R T E K N I K S I P I L K O N S E N T R A S I

TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

U N I V E R S I T A S S E B E L A S M A R E T S U R A K A R T A 2 0 12


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

TESIS

KINERJA SISTEM DAERAH IRIGASI DENGAN TOLOK UKUR BERKELANJUTAN (Kasus Daerah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah)

THE PERFORMANCE OF IRRIGATION AREA SYSTEMS WITH SUSTAINABLE BENCHMARK

(Case of Nepen Irrigation Area, Boyolali, Central Java)

Disusun Oleh:

RAHAYU MAHANANI WIJIASTUTI S 940908011

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Tim Pembimbing:

Jabatan

Pembimbing I

Pembimbing II

N a m a

Dr. Ir. Mamok Suprapto, M.Eng NIP. 195107101981031003

Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT NIP. 196301201988032002

Tanda Tangan

...

...

Tanggal

...

...

Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Dr. Ir. Mamok Suprapto, M.Eng NIP. 195107101981031003


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN KINERJA SISTEM DAERAH IRIGASI DENGAN TOLOK UKUR BERKELANJUTAN (Kasus Daerah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah)

Disusun Oleh:

RAHAYU MAHANANI WIJIASTUTI S 940908011

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Ujian Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada hari Kamis, tanggal 16 Agustus 2012. Dewan Penguji:

Jabatan

Ketua

Sekretaris

Penguji I

Penguji II

N a m a

Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 194804221985032001

Dr. Eng. Ir. Syafi’i, MT NIP. 196706021997021001

Dr. Ir. Mamok Suprapto, M.Eng NIP. 195107101981031003

Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT NIP. 196301201988032002

Tanda Tangan

...

...

...

...

Mengetahui: Direktur Program

Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS NIP. 196107171986011001

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Dr. Ir. Mamok Suprapto, M.Eng NIP. 195107101981031003


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rahayu Mahanani Wijiastuti NIM : S 940 908 011

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

KINERJA SISTEM DAERAH IRIGASI DENGAN TOLOK UKUR BERKELANJUTAN (Kasus Daerah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, September 2012 Yang membuat pernyataan


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan: Gusti Allah SWT, ...

My Beloved Parent, Mami & Papi, Sri Hartuti S. Pd dan Ir. Sri Wiji, ...

My hubby, My soul, Hafid Nur Indra... My Beloved Brother & Sister, D’ Erick dan D’ Achie,...

My Beloved Big Family, Ibu – Bapak, simbah, serta Om – Tante,...

All of My Beloved Friend, wherever you are,...


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahi Rabbil Alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul Kinerja Sistem Daerah Irigasi Dengan Tolok Ukur Berkelanjutan (Kasus Derah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah) dapat terselesaikan berkat bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Mamok Suprapto, M.Eng. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dosen Pembimbing Tesis Utama serta Dosen Penguji yang telah banyak memberikan pemahaman dan saran dalam penyelesaian tesis ,

2. Dr. Eng. Ir. Syafi’i, MT. Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Dosen Penguji,

3. Dr. Ir. RR. Rintis Hadiani, MT selaku Pembimbing Tesis Pendamping, 4. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS selaku Dosen Penguji,

5. Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng), Ph.D. selaku Pembimbing Akademik, 6. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,

7. Segenap Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama kuliah,

8. Kepala Sub Dinas Pengairan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah beserta staf yang telah memberikan ijin pengambilan data,

9. Seluruh Pimpinan Kabid, Kasi, Kasubsi beserta rekan-rekan pegawai Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo atas semua bantuan dan perhatian kepada penulis dalam penyelesaian penelitian ini,

10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini menjadi teman, sahabat terbaik, dan saudara dalam menempuh pendidikan bersama.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

11. Yang tercinta papi dan mami, Ir Sri Wiji dan Sri Hartuti, S.Pd, dengan pengorbanan yang tiada henti,

12. My Hubby, My Soul, Hafid Nur Indra, dengan semangatmu dan kesabaranmu penelitian ini dapat terselesaikan,

13. Yang tersayang adik, Andhika Fery Kurniawan dan Asri Kurniawati, atas semua semangat untuk terus maju dan melangkah,

14. Yang terkasih keluarga besar Nani, Ibu dan Bapak, Simbah, Tante dan Om, atas semua kesabaran, dorongan semangat dan doa restu,

15. Yang tersayang Keluarga Delanggu, ayah (H. Sunarso), mama (Hj. Sriyani), kakak & adik yang telah memberikan penulis tempat didalam keluarga, hiburan dan semangat dalam menyesaikan penelitian ini,

16. Sahabat terbaik yang Allah SWT berikan untuk selalu ada dan mendampingi, atas persahabatan yang indah dan terjalin di antara kita selama ini,

17. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Surakarta, September 2012 Penulis,


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Infrastruktur irigasi sering rusak karena aliran tidak stabil. Kerusakan akan membawa dampak semakin meningkatnya biaya pemeliharaan infrastruktur dan produksi. Oleh karena itu, aliran harus dipertahankan untuk menjaga fungsi infrastruktur agar memenuhi kaidah keberlanjutan. Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah. Studi ini membandingkan tolok ukur pengelolaan air berdasarkan faktor k dengan tolok ukur yaitu berupa indeks keandalan (Ia) dan indeks kelentingan (Ik).

Kebutuhan air irigasi dianalisis berdasarkan data klimatologi dari stasiun Adi Soemarmo untuk periode 2003 sampai 2004. Kebutuhan air irigasi dihitung menggunakan metode Penman Monteith. Data aliran yang digunakan berdasarkan data tinggi muka air di bendung Nepen. Data aliran yang dikurangi dengan kebutuhan air irigasi menghasilkan nilai residu. Nilai residu digunakan sebagai dasar analisis untuk mendapatkan faktor k, Ia dan Ik. Dalam penelitian ini telah ditetapkan faktor k yang baik harus 0.8, Ia 0.8 dan Ik 0.5. Penelitian dilakukan dengan skenario Pola tata tanam untuk mendapatkan nilai faktor k, Ia dan Ik yang terbaik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi per MT dan periode 15 harian pada Daerah Irigasi Nepen menunjukkan nilai faktor k > 80%, akan tetapi nilai tolok ukur yang ditetapkan tidak tercapai. Untuk mendapatkan Ia dan Ik terbaik digunakan skenario pola tata tanam dari luas lahan ditanami dengan luas tanam 272,5 ha pada MT-1, 410 ha pada MT-2, dan 410 ha pada MT-3, mendapatkan nilai faktor k pada tiap masa tanam hampir mencapai 100%, sedangkan nilai sebagai indeks keandalan (Ia) dan indeks kelentingan (Ik) hampir mencapai nilai 1. Hal ini menjelaskan faktor k tidak dapat menjamin keberlanjutan sistem irigasi yang berupa jaminan supplai air.

Kata kunci: pengelolaan berkelanjutan, faktor k, indeks keandalan, indeks kelentingan.


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

ABSTRACT

Irrigation infrastructure is often damaged because of the unstable flow. Damage will be impacts to increase maintenance cost of infrastructure and production. Therefore, the flow must be maintained to ensure the infrastructure functioning in order to meet the sustainability principles. This research was conducted in the Nepen Irrigation Area, Boyolali, Central Java Province. The study compare water management based on k-factor with risk factors namely reliability index (Ia) and resilience index (Ik).

Irrigation water requirements were analyzed based on climatological data from Adi Soemarmo station for the period 2003 to 2004. Irrigation water demand was calculated using the Penman Monteith method. The data used is based on the water level data in the Nepen weir. The flow data was reducted by irrigation water requirement to obtain residual value.Residual values was used as the basis of factor analysis to obtain k-factor, Ia and Ik. In the present study has defined a good k factor should be 0.8, Ia 0.8 and Ik 0.5.The study was conducted with the scenario of planting pattern to get the best value of k-factor, Ia and Ik.

The results showed that the growing season (MT) evaluation and a period of 15 per day at the Regional Irrigation Nepen demonstrate the value of k factor > 80%, but the value specified benchmarks are not achieved. To get the best value Ia and Ik was used of scenario of cropping pattern of the land area planted with a planting area of 272.5 ha in MT-1, MT-2 of 410 ha, and MT-3 of 410 ha, get the value of factor k at each time of planting nearly reaches 100%, while the value of the reliability index (Ia) and the resilience index (Ik) almost reaches the value 1. This explains the k factor can not guarantee the sustainability of irrigation systems in the form of guarantee water supply.

Keywords: Sustainable management, k factor, reliability index, an index of resilience.


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT atas berkah, rahmat, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pasca Sarjana pada bidang keahlian Teknk Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Judul dari Tesis ini adalah ”Kinerja Sistem Daerah Irigasi Dengan Tolok Ukur Berkelanjutan (Kasus Derah Irigasi Nepen, Boyolali, Jawa Tengah)”. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir. Mamok Suprapto, M.Eng dan Dr. Ir. Rintis Hadiani, MT selaku dosen pembimbing tesis yang dengan penuh dedikasi telah begitu banyak mencurahkan waktu, tenaga, kesabaran, dan pikirannya guna memberikan yang terbaik kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis pribadi dan umumnya bagi pembaca semua. Mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki, maka kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.

Dengan hanya mengharapkan keridhoan-Nya, semoga dapat menumbuhkan keikhlasan yang tulus dalam terselesaikannya tesis ini. Amin.

Surakarta, September 2012


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN... Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Batasan Masalah ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Uji Kepanggahan Data Hujan ... 9

2.2.2 Kebutuhan Air Tanaman di Lahan ... 11

2.2.3 Efisiensi irigasi (IE) ... 22

2.2.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan ... 23

2.2.5 Imbangan Air (Residu Debit) ... 23

2.2.6 Tolok Ukur Keberlanjutan ... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Lokasi Penelitian ... 27

3.2 Metode Penelitian ... 28


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.3 Uji Data... 28

3.4 Persiapan Analisis ... 29

3.5 Analisis Data ... 29

3.5.1 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi ... 29

3.5.2 Perhitungan Kinerja Daerah Irigasi ... 30

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Uji Kepanggahan Data Hujan ... 33

4.2 Analisis Kebutuhan Air Irigasi ... 35

4.2.1 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ETo) ... 35

4.2.2 Perhitungan Evapotranspirasi Tanaman (ETc) dan Kebutuhan Air Tanaman di Intake (Q) ... 41

4.3 Analisis Kinerja Sistem Irigasi ... 49

4.3.1 Analisis Residu ... 49

4.3.2 Analisis Faktor-k ... 50

4.3.3 Analisis Indeks Resiko ... 51

4.4 Upaya Untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Irigasi ... 53

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nilai Kritik QRAPS dan RRAPS ... 11

Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan kcmenurut Allen et al (1997) ... 17

Tabel 2.3. Masa tumbuh tanaman padi dan Jagung ... 18

Tabel 2.4. Nilai Kcb untuk tanaman padi dan Kedelai ... 19

Tabel 2.5. Karakteristik lengas Tanah menurut Allen et al (1998)... 20

Tabel 2.6. Nilai f w tiap jenis Sistem Irigasi menurut Allen et al (1998) ... 21

Tabel 4.1. Hujan Tahunan Stasiun Adi Soemarmo. ... 33

Tabel 4.2. Hasil Analisis Uji RAPS Stasiun Adi Soemarmo ... 34

Tabel 4.3. Nilai ETo untuk Daerah Irigasi Nepen Periode Evaluasi 1 tahun terakhir .... 39

Tabel 4.4. Nilai Rerata ETo untuk Daerah Irigasi Nepen... 40

Tabel 4.5. Pola Tanam Periode 1 tahun terakhir ... 42

Tabel 4.6. Perhitungan Evapotranspirasi Tanaman Periode 1 tahun terakhir ... 47

Tabel 4.7. Debit Pemberian Air Irigasi (m3/dt) untuk Periode 1 tahun terakhir ... 49

Tabel 4.8. Rerata Debit Pemberian Air Irigasi (m3/dt) ... 49

Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Faktor k per MT ... 51

Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Faktor k per 15 harian ... 51

Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Indeks Resiko per MT ... 52

Tabel 4.12. Hasil Perhitungan Indeks Resiko Periode 1 tahun terakhir ... 52

Tabel 4.13. Hasil Perhitungan Residu Debit Rerata per 15 harian ... 53

Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Faktor k Skenario Luas Lahan per MT ... 54

Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Faktor k Skenario Luas Lahan per 15 harian ... 55

Tabel 4.16. Hasil Perhitungan Indeks Resiko Skenario Luas Lahan per MT ... 55

Tabel 4.17. Hasil Perhitungan Indeks Resiko Periode 1 tahun terakhir Skenario Luas Lahan per 15 harian ... 56


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3-1. Foto Satelit Daerah Irigasi Nepen ... 27

Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap-Tahap Penelitian ... 32

Gambar 4.1. Perbandingan ETo DI Nepen Periode 1 tahun terakhir dengan Rerata ETo DI Nepen ... 41

Gambar 4.2. Hasil Perhitungan Residu Debit Periode 1 tahun terakhir ... 50

Gambar 4.3. Hasil Perhitungan Residu Rerata Debit... 50

Gambar 4.4. Hasil Perhitungan Residu Debit Periode 1 tahun terakhir ... 54


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

d(µ,n) : durasi kejadian ke-n dari mode µ (µ,j) : fungsi indikator

µ : Mode suatu kejadian atau kegagalan

i

Y : data hujan ke-i (mm)

Y : data hujan rerata-i (mm)

Sd : deviasi standar

: Sudut waktu matahari tenggelam (rad) : deklinasi matahari (rad)

p : kemiringan lengkung tekanan uap air jenuh (kPa/°C)

t : lama waktu interval (hari)

z : kedalaman tanah efektif (m)

A : luas areal irigasi, dalam luas (ha).

cs : soil heat capacity (MJ/m3/hari)

D : hari tiap bulan

De,i : kedalaman evaporasi kumulatif (mm)

De,i-1 : jumlah depletion dari lapisan tanah yang terevaporasi (mm)

DPe,i : kedalaman perkolasi (mm)

dr : jarak inverse relatif Bumi - Matahari

e0(Tmax) : tekanan uap jenuh pada temperatur maksimum (kPa)

e0(Tmin) : tekanan uap jenuh pada temperatur minimum (kPa)

e0T : tekanan uap jenuh pada temperatur T (kPa)

ea : tekanan uap nyata (kPa)

ea : tekanan uap nyata (kPa)

Ea : Efisiensi penggunaan air di sawah

Eb : Efisiensi saluran petak sawah.

Ec : Efisiensi saluran utama.


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Ei : evaporasi (mm)

es : tekanan uap jenuh (kPa)

es : tekanan uap jenuh (kPa)

ETc : evapotranspirasi tanaman, dalam mm/hari.

ETc : kebutuhan air konsumtif, dalam mm/hari.

ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hari)

ETo : evapotranspirasi, dalam mm/hari.

ez : elevasi di atas aras air laut (m)

f c : bagian tanah yang tertutup tanaman

f ew : bagian tanah yang paling banyak terjadi evaporasi

f w : bagian tanah yang terbasahi oleh irigasi atau hujan (0,01-1)

Fa : jumlah kejadian yang dapat diandalkan

few : bagian tanah yang paling banyak terjadi evaporasi

G : soil heat flux (MJ/m²/hari) G : soil heat flux (MJ/m²/hari)

Gsc : Konstanta matahari = 0,082 MJ/m²/hari

h : tinggi tanaman (cm)

i : jumlah state dalam periode tinjauan

Ia : indeks keandalan

IE : efisiensi irigasi, dalam %.

Ii : kedalaman irigasi netto (mm)

Ik : indeks kelentingan

IR : kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan, dalam mm/hari.

J : jumlah hari dalam 1 tahun = 365 atau 366

Jk : jumlah kelompok kejadian yang tidak dapat diandalkan

K : Satuan suhu dalam Kalvin (Kalvin)

k : Faktor k (keandalan)

KAI : kebutuhan air irigasi, dalam liter/detik.

kc : koefisien tanaman

kcb : basal crop.


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

Kcb-ini : koefisien tanaman basal tahapan masa tumbuh awal

Kcb-mid : koefisien tanaman basal tahapan masa tumbuh pertengahan

Kcmax : batas atas koefisien evaporasi

Kcmin : 0,15-0,20

ke : koefisien evaporasi tanah.

Ke : koefisien evaporasi tanah

Kr : koefisien pengurangan evaporasi

Ldev : tahap pertumbuhan

Lini : tahap awal pertumbuhan

Llate : tahap akhir musim

Lmid : tahap pertengahan musim

M : bulan

n : jumlah data

n : lama penyinaran matahari (jam)

N : kemungkinan maksimum penyinaran matahari (jam)

Nk : total kejadian, dalam hal ini mewakili periode waktu

P : Konstanta Psychrometric (MJ/m²/hari)

P : hujan (mm)

P : perkolasi, dalam mm/hari.

ProbXi : probabilitas kerusakan

Ra : Radiasi exstraterrestrial untuk periode harian (MJ/m²/hari)

Re : hujan efektif, dalam mm/hari.

REW : kedalaman kumulatif evaporasi pada akhir tahap tumbuh (mm)

RH : kelembaban relatif (%)

Rn : radiasi netto (MJ/m²/hari)

Rnl : radiasi gelombang panjang (MJ/m²/hari)

Rns : radiasi sinar matahari (MJ/m²/hari)

RO : runoff (mm)

Rs : radiasi sinar matahari (MJ/m²/hari)


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

T : Temperatur udara (°C)

TEW : maksimum air yang mungkin menguap (mm)

Tew,i : transpirasi (mm)

Ti : Temperatur udara pada waktu i (°C)

Ti-1 : Temperatur udara pada waktu i-1 (°C)

Tmax,K : Max absolute temperature selama 24 jam (Kalvin)

Tmean : Temperatur udara rata-rata (°C)

Tmin,K, : Min absolute temperature selama 24 jam (Kalvin)

u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/dt)

u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/dt)

uz : kecepatan angin pada ketinggian z m (m/dt)

WLR : kebutuhan air untuk mengganti lapisan air, dalam mm/hari.

Xi : indikator kerusakan

z : stasiun di atas permukaan air laut (m)

Ze : ketebalan lapisan tanah permukaan yang mungkin kering

akibat evaporasi(0,010 – 0,015 m)

: konstanta Psychrometric (kPa/°C)

: konstanta psychrometric (kPa/°C)

FC : kandungan lengas tanah pada kapasitas lapangan (m³/m³)

WP : kandungan lengas tanah pada titik layu (m³/m³)


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran LA-1 Tabel A.1 Hasil Perhitungan ETo Lampiran LA-2 Tabel A.2 Hasil Perhitungan Rerata ETo

Lampiran LB Perhitungan Hujan Bulanan Rata-rata

Lampiran LC-1 Tabel C.1 Hasil Perhitungan Etc Periode Evaluasi per MT

Lampiran LC-2 Tabel C.2 Hasil Perhitungan Etc Periode Evaluasi per 15 harian Lampiran LC-3 Tabel C.3 Hasil Perhitungan Etc Rerata Periode Evaluasi per MT

Lampiran LC-4 Tabel C.4 Hasil Perhitungan Etc Rerata Periode Evaluasi per 15 harian

Lampiran LD-1 Tabel D.1 Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman per MT

Lampiran LD-2 Tabel D.2 Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman per 15 harian Lampiran LD-3 Tabel D.3 Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Rerata per MT Lampiran LD-4 Tabel D.4 Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Rerata per 15 harian

Lampiran LE Tabel E.1 Perhitungan Indeks Resiko Periode Evaluasi Per MT (1 tahun

terakhir)

Lampiran LF Tabel F.1 Perhitungan Indeks Resiko Periode Evaluasi Per 15 harian (1 tahun terakhir)

Lampiran LG Tabel G.1 Perhitungan Indeks Resiko Rerata Periode Evaluasi Per MT Lampiran LH Tabel H.1 Perhitungan Indeks Resiko Rerata Periode Evaluasi Per 15


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sistem memiliki pengertian yang paling umum adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka. Kata sistem sendiri berasal dari bahasa Latin (syst ma) dan bahasa Yunani (sust ma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Sistem dapat juga diartikan sebagai sekumpulan unsur/elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan (Anonim, 2012).

Irigasi sebagai upaya untuk mengairi lahan pertanian mempunyai beberapa definisi/pengertian. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi dari Irigasi adalah usaha manusia untuk memberikan air pada lahan pertanian yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Anonim, 2009).

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa dalam irigasi terdapat unsur manusia, alam dan lingkungan (berupa air dan sumber air, lahan, iklim), unsur fisik (dalam bentuk jaringan irigasi), unsur tanaman (mencakup jenis tanaman, budidaya dan pola tanam) dan unsur teknik (dalam kaitannya dengan operasi dan pemeliharaan). Apabila kelima unsur tersebut saling berkaitan, berhubungan, bersesuaian dan bersatu maka dapat dikatakan bahwa irigasi merupakan suatu sistem yang disebut sistem irigasi (Susi Susilowati, 2004).

Endah Aryuningsih TR (2012) juga menyebutkan sistem irigasi terdiri dari prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya air. Hal ini menjelaskan bahwa suatu sistem irigasi dipengaruhi beberapa unsur yang tidak dapat berdiri sendiri dan bersinergis satu sama lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, keberlanjutan sistem irigasi dipengaruhi oleh keandalan air irigasi, keandalan


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

prasarana irigasi dan meningkatnya pendapatan petani. Keberlanjutan sistem irigasi harus dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, pedoman dan manual yang ditetapkan oleh Menteri (Endah Aryuningsih TR, 2012).

Penggunanaan air yang diatur dalam Undang Undang No. 7 Tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air (pasal-1 ayat 18 dan ayat 19) menjelaskan bahwa penggunaan air yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan perlu memperhatikan fungsi keberlanjutan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup baik sekarang atau masa yang akan datang. Fungsi keberlanjutan irigasi yang dijelaskan oleh Cullen (2004) yaitu adanya kelanjutan untuk menghasilkan produksi pertanian sampai masa yang akan datang, karena diharapkan generasi akan datang mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan dari lahan pertanian yang digunakan pada saat ini. Oster & Wichelns (2003) menjelaskan bahwa irigasi berkelanjutan mempunyai kontribusi pada produksi dan kualitas pertanian. Oleh karena itu, keberlanjutan irigasi untuk hasil produksi dan kegunaan di masa yang akan datang perlu memperhatikan kualitas lahan, air dan sumber daya alam lainnya.

Dewasa ini pemanfaatan air untuk irigasi atau pengairan perlu dilaksanakan secara bijaksana seiring dengan semakin meningkat sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia di dunia ini dan semakin terbatasnya Sumberdaya air (SDA) yang tersedia di alam, khususnya air tawar.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, kemajuan perkembangan irigasi lebih ditujukan pada optimasi penggunaan air agar dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien (Roni Komarudin, 2010).

Pemeliharaan prasarana irigasi sebagai salah satu pemanfaat air terbanyak menjadi sangat penting. Hal ini karena pemeliharaan prasarana irigasi akan menjamin keandalan air irigasi. Saryadi (2007) menjelaskan bahwa ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, penting bagi keberhasilan program peningkatan produksi pangan khususnya beras

Prasarana irigasi berupa infrastruktur irigasi dan ketersediaan air diperlukan untuk pertanian. Infrastruktur irigasi terdiri dari bangunan dan saluran irigasi, yang harus terpelihara dengan baik. Adanya pemeliharaan yang baik dapat


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

menjamin suplai air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Suplai air yang baik dapat menjamin fungsi infrastruktur sehingga keberadaannya dapat terjaga.

Infrastruktur irigasi sering mengalami kerusakan. Berbagai penyebab kerusakan infrastruktur irigasi, antara lain:

1. Pasok air yang terlalu kecil menyebabkan air tidak dapat mengalir sampai petak sawah. Akibatnya petani sering merusak saluran dan infrastruktur irigasi untuk bisa mendapatkan air.

2. Kecepatan aliran yang terlalu kecil mengakibatkan terjadinya sedimentasi sehingga mengurangi kapasitas alir saluran.

3. Naik turunnya muka air pada saluran menyebabkan kerusakan saluran irigasi berupa retak-retak pada dinding saluran.

4. Terjadinya pengrusakan dan pencurian komponen infrastruktur seperti pintu air, dan sebagainya yang mengakibatkan pengaturan air tidak dapat dilakukan dengan baik.

Kerusakan-kerusakan tersebut berdampak pada peningkatan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur irigasi. Oleh karena itu, terpeliharanya aliran di saluran diharapkan dapat menjamin terpeliharanya infrastuktur irigasi.

Pemanasan global yang terjadi sejak tahun 90-an telah menyebabkan perubahan iklim (climate change). U.S. Environmental Protection Agency (2007) menjelaskan bahwa perubahan iklim adalah perubahan signifikan dari besaran unsur klimatologi (seperti: temperatur, presipitasi dan angin) selama periode waktu tertentu. Hal ini menyebabkan adanya perubahan evapotranspirasi yang selanjutnya mengakibatkan perubahan kebutuhan air tanaman. Selain itu, perubahan iklim juga mempunyai dampak pada meningkatnya tekanan lingkungan dalam bentuk irregularitas ketersediaan air. Kekeringan dan banjir, degradasi lahan, perubahan praktik-praktik pertanian dan diversifikasi tanaman, dapat mengancam kelangsungan produksi pangan.

Kerusakan yang terjadi pada infrastruktur dan adanya perubahan iklim berpengaruh terhadap kinerja suatu daerah irigasi (DI). Mamok Soeprapto (2008) menjelaskan bahwa kinerja suatu sistem harus merupakan sesuatu yang terukur. Hal ini diperlukan untuk mengevaluasi kinerja saat ini yang akan digunakan sebagai pedoman operasi selanjutnya.


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Propinsi Jawa Tengah menggunakan faktor k (faktor keandalan) untuk mengetahui kinerja DI. Faktor k merupakan perbandingan antara debit yang tersedia dengan debit kebutuhan. Semakin rendah nilai faktor k akan memberikan hasil produksi tanaman yang lebih rendah dan begitu juga sebaliknya. Ni Nyoman Yuli Suryani (2005) menjelaskan bahwa faktor k selain dipengaruhi oleh sistem pemberian air tanaman, juga dipengaruhi oleh pola tanam yang diterapkan. Meizar (2007) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi faktor k adalah lamanya penyiapan lahan dan jadwal tanam. Sesuai dengan definisinya, faktor k tidak mempertimbangkan waktu dan lama kejadian kekurangan air. Akibatnya, masih terjadi gagal panen. Dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan sistem irigasi tidak tercapai.

Mencermati keadaan ini, diperlukan batasan baru atau tambahan guna lebih menjamin pasokan air bagi tanaman yang dapat menjamin keberlanjutan sistem irigasi pada suatu DI. Duckstein et al. (1987) menyebutkan ada 10 (sepuluh) indeks kinerja dari suatu sistem, antara lain: 1) Tingkat pelayanan (grade of service), 2) Kualitas pelayanan (quality of service), 3) Kecepatan tanggap (speed of respons), 4) Keandalan (reliability), 5) Periode kejadian (incident period), 6) Keandalan misi (mission reliability), 7) Ketersediaan (availability), 8) Kelentingan (resiliency), 9) Peka terhadap kerusakan (vulnerability), 10) Indeks ekonomi (biaya, kerugian, keuntungan). Mamok Soeprapto (2008) menggunakan indeks keandalan (reliability), kelentingan (resiliency) dan kerawanan (vulnerability) sebagai tolok ukur kinerja suatu sistem.

Penelitian ini akan mengkaji kinerja sistem daerah irigasi yang berkelanjutan DI Nepen di Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah dengan memperhatikan tolok ukur irigasi dengan faktor k dan tambahan batasan yang lain berupa indeks keandalan (reliability) dan indeks kelentingan (resiliency) dalam menjamin pasokan air suatu DI. Indeks kelentingan digunakan untuk mengetahui kecepatan kondisi abnormal ke kondisi normal. Hal ini menggambarkan seberapa cepat aliran dalam suatu daerah irigasi dapat kembali normal setelah mengalami aliran yang abnormal.


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kinerja sistem irigasi pada DI Nepen berdasarkan tolok ukur berkelanjutan berupa faktor k?

2. Bagaimanakah kinerja sistem irigasi pada DI Nepen berdasarkan tolok ukur berkelanjutan dengan penambahan batasan berupa indeks keandalan dan indeks kelentingan?

3. Bagaimanakah upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja DI?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hasil analisis kinerja sistem irigasi pada DI Nepen berdasarkan tolok ukur berkelanjutan berupa faktor k.

2. Mengetahui hasil analisis kinerja sistem irigasi pada DI Nepen berdasarkan tolok ukur berkelanjutan dengan penambahan batasan berupa indeks keandalan dan indeks kelentingan.

3. Mengetahui upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja DI.

1.4

Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas maka perlu adanya pembatasan sebagai berikut:

1. Wilayah kajian adalah Daerah Irigasi Nepen, Kabupaten Boyolali. 2. Data yang digunakan dalam kajian berupa data sekunder.

3. Data Curah Hujan, Klimatologi dan Data Pemberian Air Irigasi (data debit yang masuk ke Intake) yang digunakan yaitu tahun 1999-2004.

4. Data Pola Tanam yang digunakan yaitu tahun 1999-2004.

5. Data curah hujan yang digunakan untuk uji kepanggahan yaitu tahun 1999-2008.

6. MT-1 dimulai pada tanggal 1 Oktober untuk (Golongan 1) dan 15 Oktober (Golongan 2), MT-2 dimulai pada tanggal 1 Pebruari untuk (Golongan 1) dan


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

15 Pebruari (Golongan 2), MT-3 dimulai pada tanggal 1 Juni untuk (Golongan 1) dan 15 Juni (Golongan 2).

7. Luas tanam pada MT-1, MT-2 dan MT-3 disesuaikan dengan SK Bupati Boyolali tahun 1999-2004.

8. Periode evaluasi ada 2, yakni: 1 tahun terakhir (1 Oktober 2003 – 30 September 2004) dan Rerata dari tahun 1999-2004.

9. Kegiatan yang berkaitan dengan konservasi DAS tidak dikaji.

10.Batasan Kinerja Sistem Daerah Irigasi hanya pada faktor keandalan (faktor k).

11.Prasarana irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya air tidak diperhitungkan.

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai pemanfaatan air pada suatu DI.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan pemberian air pada petak sawah dari instansi terkait.


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1

Tinjauan Pustaka

Roni Komarudin (2010) menjelaskan bahwa permasalahan yang sering dihadapi dalam operasional jaringan irigasi yang dapat dijadikan indikasi atas rendahnya kinerja jaringan tersebut antara lain: efisiensi distribusi air masih rendah terutama di tingkat jaringan tersier, manajemen operasional irigasi kurang tepat penerapannya sehingga dapat menimbulkan konflik, biaya operasi dan pemeliharan tidak mencukupi sehingga fungsi jaringan cepat menurun. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan evaluasi manajemen operasional irigasi yang meliputi prosedur penentuan alokasi air, metoda alokasi air ke jaringan tersier, metoda distribusi air pada jaringan utama dan sistem kontrol aliran yang diterapkan pada daerah studi telah tepat dan konsisten, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem jaringan irigasi yang telah dibangun. Jika belum/ tidak sesuai bagaimana mestinya yang harus diterapkan agar kinerjanya dapat ditingkatkan.

Damar dkk (2005) melakukan kajian mengenai kinerja pengelolaan sistem DI di beberapa DI di Pulau Jawa dan Lampung berdasarkan indikator kondisi, kendala air, jaringan irigasi, kelembagaan usaha tani dan implementasi operasi atau pemeliharaan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah interview, angket dan observasi lapangan. Tujuan penelitian Damar dkk (2005) adalah untuk mengetahui keberhasilan penyertaan masyarakat dalam pengelolaan DI. Dari hasil pengolahan data DI tentang pengelolaan irigasi yang baik, dapat diketahui bahwa: 1. Kondisi keandalan air menurun, karena menurunnya kondisi fisik jaringan

irigasi tersier.

2. Kondisi fisik jaringan irigasi primer dan sekunder pada umumnya pada kondisi baik.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

3. Implementasi pengelolaan sistem irigasi menurun karena kurangnya dana pengelolaan irigasi, baik di pemerintah maupun P3A.

4. Kondisi kelembagaan menurun yang akan berpengaruh terhadap pengelolaan

irigasi di lapangan.

5. Kondisi usaha tani menurun akibat pelaksanaan pengelolaan irigasi yang berdampak pada tingkat pelayanan air irigasi.

Dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan P3A dalam pengelolaan sistem irigasi akan meningkatkan implementasi pengelolaan irigasi.

Fanani (2005) juga melakukan kajian mengenai peranan organisasi perkumpulan petani pada pengelolaan DI yang berkaitan dengan PP No. 77 Tahun 2001 tentang Irigasi di DI Belitang Propinsi Sumatra Selatan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan pihak terkait dalam pemeliharaan dan pengelolaan irigasi di Pemda Propinsi dan Pemda Kabupaten serta organisasi pengelola irigasi pada tingkat petani yang penekanannya dalam aspek kelembagaan, keuangan dan teknis pengelolaan. Hasil dari kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Keberadaan P3A dan GP3A sebagian besar sudah berbadan hukum.

2. Pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab antara lembaga P3A dan

GP3A sudah jelas.

3. Dinas PU Propinsi dan Dinas PU Kabupaten sangat menyadari pemberdayaan

dan kepengurusan P3A dan GP3A sangatlah penting.

4. Kesadaran anggota P3A untuk melakukan iuran dalam pengelolaan irigasi masih kurang maksimal.

5. Administrasi pengelolaan dan penggunaan iuran irigasi telah dilakukan secara tertib dan transparan.

6. Kemampuan teknis yang dimiliki lembaga ini terbatas pada penelusuran jaringan irigasi.

7. Perbaikan jaringan irigasi selalu dimintakan bantuan kepada pemerintah kabupaten/kota karena terbatas pada iuran anggota yang tersedia.

Berdasarkan hasil kajian tersebut diatas dapat diketahui bahwa pengelolaan dan pengembangan irigasi tidak mungkin dilakukan oleh lembaga P3A dan GP3A, tetapi harus ada koordinasi dengan Dinas terkait.


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Endah Aryuningsih TR (2012) melakukan evaluasi kinerja sistem irigasi DI Krisak dengan menggunakan Rasio Pelaksanaan Pemberian Air (RPPA). Penilaian dilakukan dengan metode observasi lapangan (penelusuran jaringan irigasi), wawancara dan analisis data sekunder. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem irigasi dapat disimpulkan bahwa aspek yang tidak berhubungan langsung dengan personil/kelompok (berupa prasarana fisik, sarana penunjang dan dokumentasi) lebih sensitif dari aspek yang berhubungan langsung dengan personil/kelompok (berupa produktivitas tanam, organisasi personalia dan P3A).

Penelitian ini mengkaji kinerja sistem daerah irigasi di daerah irigasi Nepen dengan tolok ukur berkelanjutan. Tolok ukur irigasi yang digunakan di Propinsi Jawa Tengah adalah faktor k. Oleh karena itu penelitian ini akan mengambil tolok ukur berupa faktor k dan tambahan tolok ukur yang lain berupa indeks keandalan (reliability) dan indeks kelentingan (resiliency) dalam menjamin pasokan air suatu DI sehingga keberlanjutan suatu kinerja suatu DI dapat terwujud.

2.2

Landasan Teori

2.2.1 Uji Kepanggahan Data Hujan

Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya terdiri dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh menjadi hujan. Chow et al. (1988) menjelaskan 2 (dua) tipe hujan, yaitu: hujan titik dan hujan wilayah. Hujan titik adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau data mentah yang tidak dapat langsung dipakai.

Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu dimungkinkan tidak panggah (incosistent), sehingga data tersebut tidak dapat langsung dianalisis. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada kurang lebih 600 stasiun hujan di Pulau Jawa, ternyata 15% data hujannya tidak panggah. Data yang diketahui tidak panggah harus dikoerksi terlebih dahulu. Cara koreksi yang dilakukan dengan cara


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

grafis dan analitis. Cara grafis yang biasa digunakan adalah dengan metode analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis) yang dikembangkan oleh Searcy dan Hardison (Sri Harto, 2000).

Bambang Triatmojo (2008) menjelaskan bahwa metode analisis kurva massa ganda membandingkan hujan tahunan kumulatif di stasiun y dengan stasiun referensi x yang merupakan rerata beberapa stasiun di dekatnya. Nilai kumulatif tersebut digambarkan dalam grafik cartesian x-y, dan kurva yang terbentuk diperiksa untuk melihat perubahan kemiringannya. Apabila garis yang terbentuk berupa garis lurus maka stasiun y adalah konsisten, dan sebaliknya. Jika stasiun tidak konsisten, akan dilakukan koreksi dengan mengalikan data setelah kurva berubah dengan perbandingan sebelum dan setelah kurva patah.

Cara ini masih diragukan karena pengujian dilakukan atas satu stasiun terhadap beberapa stasiun disekitarnya. Hal ini berarti apabila semua stasiun diuji, maka stasiun yang semula diuji yang kemungkinan tidak panggah akan dijadikan acuan. Untuk itu diperlukan analisis dengan cara statistik, antara lain: Von Neumann Ratio, Cumulative Deviation, Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) dan Weighted Adjusted Partial Sums (WAPS). Penelitian ini menggunakan metode RAPS karena metode ini lebih baik digunakan apabila terjadi perubahan diperkirakan berada di tengah-tengah deret yang digunakan.

Sri Harto (1993) menguji kepanggahan (consistensy) data hujan dengan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Uji kepanggahan dilakukan dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut:

k

i i

k Y Y

S

1

, dengan k = 1, 2, 3,.., n (2.1)

S0 0

Sd S

S k

k , dengan k = 1, 2, 3,.., n (2.2)

n

i i

n Y Y Sd

1

2

2 (2.3)

dengan:

Sk** = Rescaled Adjusted Partial Sums, Sk* = Cumulative Deviation,

i


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Y = data hujan rerata-i (mm), Sd = deviasi standar,

n = jumlah data.

Untuk uji kepanggahan digunakan metode statistik:

QRAPS maksSk , 0 k n (2.4)

atau

RRAPS maksimumSk minimumSk , 0 k n (2.5)

Data dinyatakan panggah jika:

n

QRAPS / < nilai kritik (Tabel 2.1) (2.6)

Nilai kritik QRAPS dan RRAPS ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Nilai Kritik QRAPS dan RRAPS

n n

QRAPS

n RRAPS

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38

20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,60

30 1,12 1,24 1,46 1,40 1,50 1,70

40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74

50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78

100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,86

1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2,00

Sumber: Sri Harto (1993)

2.2.2 Kebutuhan Air Tanaman di Lahan

Suroso, dkk (2007) kebutuhan air untuk tanaman di lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: (1) pengolahan lahan, (2) penggunaan konsumtif, (3) perkolasi, (4) penggantian lapis air, dan (5) sumbangan hujan efektif.

Lahan pertanian memerlukan air untuk pengolahan lahan dan juga penggantian air yang hilang. Tinggi genangan untuk pengolahan lahan yang digunakan adalah 12.5 mm/hari/ha selama 15 hari (Mamok Soeprapto, 2008).

a. Evapotranspirasi dengan Metode Penman – Monteith

Bambang Triatmojo (2008) menjelaskan bahwa evapotranspirasi adalah evaporasi dari permukaan lahan yang ditumbuhi tanaman. Evapotranspirasi juga dapat didefinisikan sebagai penguapan total dari lahan dan air yang diperlukan


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

oleh tanaman dimana pada perhitungan evaporasi dan transpirasi dilakukan secara bersama-sama.

Sri Harto (1983) menjelaskan bahwa evapotranspirasi didefinisikan sebagai penguapan dari suatu daerah aliran sungai sebagai akibat pertumbuhan tanaman didalamnya. Apabila tersedia cukup air maka digunakan istilah evapotranspirasi potensial (potential evapotranspirations/PET). PET sangat penting dalam perhitungan kebutuhan air tanaman untuk irigasi. Perhitungan evapotranspirasi potensial dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengana alat pengukur evapotranspirasi berupa Evapotranspirometer, Atmometer dan Panci penguapan. Cara ini sulit untuk dilaksanakan karena memerlukan pengamatan/pengukuran langsung pada alat pengukur. Oleh karena itu, digunakan rumus empiris untuk mendapatkan evapotranspirasi.Ada beberapa rumus empiris yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain: rumus Thornthwaite, metode Blaney-Criddle dan metode Penman.

Telah dilakukan kajian mengenai perhitungan metode Penman secara terus menerus sejak direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti. Pada Mei 1990, FAO mengadakan pertemuan dengan para konsultan ahli dan peneliti berkolaborasi dengan International Commission For Irrigation And Drainage (ICID) dan World Meteorogical Organization untuk meninjau kembali dan merevisi prosedur perhitungan ETo. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan metode Penman-Monteith sebagai standar perhitungan ETo yang baru berdasarkan data klimatologi daerah yang ditinjau.

Prosedur perhitungan dengan menggunakan metode Penman Monteith adalah sebagai berikut:

2 2 34 , 0 1 273 900 408 , 0 u e e u T G R ETo a s mean n (2.7) 2 3 , 237 3 , 237 27 , 17 exp . 6108 , 0 4098 mean mean p T T T (2.8)


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dengan:

ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari),

p = kemiringan lengkung tekanan uap air jenuh (kPa/°C),

T = Temperatur udara (°C),

Tmean= Temperatur udara rata-rata (°C),

Rn = radiasi netto (MJ/m²/hari),

G = soil heat flux (MJ/m²/hari),

= konstanta Psychrometric (kPa/°C),

u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/dt),

es = tekanan uap jenuh (kPa),

ea = tekanan uap nyata (kPa).

1) Radiasi netto (net radiation)

Radiasi netto (Rn) diperhitungkan sebagai selisih antara net solar radiation (Rns) dengan net longwave radiation (Rnl), atau dinyatakan

dengan Persamaan:

Rn Rns Rnl (2.9)

2)Radiasi sinar matahari netto (net solar radiation)

Radiasi sinar matahari netto merupakan bagian dari radiasi netto, maka:

s

ns R

R 1 (2.10)

Pada umumnya nilai (Albedo) = 0,23 maka:

s

ns R

R 1 0,23 (2.11)

a s s

s R

N n b a

R (2.12)

Pada umumnya nilai as = 0,25 dan bs = 0,50, maka:

s Ra

N n

R 0,25 0,50 (2.13)

dengan:

Rns = radiasi sinar matahari netto (MJ/m²/hari),

Rs = radiasi sinar matahari (MJ/m²/hari),

Rnl = radiasi gelombang panjang (MJ/m²/hari),

n = lama penyinaran matahari (jam),

N = kemungkinan maksimum penyinaran matahari (jam).

Besarnya n dapat diperkirakan dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut:


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

N s

24

(2.14)

s arccos tan tan (2.15)

1,39

365 2 sin 409 ,

0 J (2.16)

30 2

9 275

int M D

J (2.17)

Jika M < 3, maka J = J + 2. Jika tahun Kabisat (leap year) dan M > 2, maka J = J + 1.

180

Radian [degrees] (2.18)

dengan:

s = Sudut waktu matahari tenggelam (rad),

= deklinasi matahari (rad), = letak lintang (radian),

J = jumlah hari dalam 1 tahun = 365 atau 366, M = bulan,

D = hari tiap bulan.

3) Radiasi exstraterrestrial untuk periode harian

Radiasi exstraterrestrial untuk periode harian diperkirakan berdasarkan Persamaan:

s s

r sc

a G d

R 2460 sin sin cos cos sin (2.19)

J dr

365 2 cos 033 , 0

1 (2.20)

dengan:

Ra = Radiasi exstraterrestrial untuk periode harian

(MJ/m²/hari),

Gsc = 0,082 MJ/m²/hari,

dr = jarak inverse relatif Bumi – Matahari,

Evaporasi ekuivalen (mm/hari) = Ra(MJ/m²/hari) x 0,408.

4)Radiasi gelombang panjang (net longwave radiation)


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

0,34 0,14 1,35 0,35

2 4 min, 4 , so s a K K maz nl R R e T T R (2.21)

Dengan nilai (Steven-Boltzman) = 4,903 x 10-9, maka:

35 , 0 35 , 1 14 , 0 34 , 0 2 10 903 , 4 4 min, 4 , 9 so s a K K maz nl R R e T T R (2.22)

Rso 0,75 2 10 5z Ra (2.23)

K C 273,16 (2.24)

dengan:

Rnl = Radiasi gelombang panjang (MJ/m²/hari),

Rso = Radiasi matahari pada keadaan cuaca cerah (MJ/m²/hari),

Tmax,K = Max absolute temperature selama 24 jam (Kalvin), Tmin,K, = Min absolute temperature selama 24 jam (Kalvin),

z = stasiun di atas permukaan air laut (m),

K = Satuan suhu dalam Kalvin (Kalvin). 5) Soil heat flux (G)

Untuk periode harian atau 10 harian, nilai soil heat flux G ~ 0. Secara umum, nilai G dapat diperkirakan berdasarkan:

z

t T T c

G i i

s

1

(2.25) dengan:

G = soil heat flux (MJ/m²/hari), cs = soil heat capacity (MJ/m3/hari),

Ti = Temperatur udara pada waktu i (°C),

Ti-1 = Temperatur udara pada waktu i-1 (°C),

t = lama waktu interval (hari), z = kedalaman tanah efektif (m). 6) Konstanta Psychrometric

Nilai konstanta psychrometric dihitung berdasarkan Persamaan: P 3 10 665 , 0 (2.26) 26 , 5 293 0065 , 0 293 3 , 101 ez P (2.27) dengan:


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

ez = elevasi di atas aras air laut (m),

P = Konstanta Psychrometric (MJ/m²/hari). 7) Kecepatan angin pada ketinggian 2 m.

42 , 5 8 , 67 ln 87 , 4 2 z u

u z (2.28)

dengan:

u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/dt), uz = kecepatan angin pada ketinggian z m (m/dt).

8) Tekanan uap jenuh

Tekanan uap air jenuh diperhitungkan dengan menggunakan Persamaan: 2 max 0 min 0 T e T e

es (2.29)

3 , 237 27 , 17 exp 6108 , 0 max max max 0 T T T

e (2.30)

3 , 237 27 , 17 exp 6108 , 0 min min min 0 T T T

e (2.31)

dengan:

es = tekanan uap jenuh (kPa),

e0(Tmax) = tekanan uap jenuh pada temperatur maksimum (kPa), e0(Tmin) = tekanan uap jenuh pada temperatur minimum (kPa).

9) Tekanan uap nyata

Perhitungan tekanan uap nyata berdasarkan kelembaban relatif sebagai berikut: 2 100 100 min max 0 min min 0 RH T e RH T e

ea (2.32)

s a a e e T e e

RH 100 100

0 (2.33)

dengan:

ea = tekanan uap nyata (kPa),

RH = kelembaban relatif (%),


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

b. Evapotranspirasi Tanaman (Crop Evapotranspiration/ ETc)

Pengaruh dari perbedaan jenis tanaman dilapangan menyebabkan adanya perhitungan evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi tanaman (ETc) adalah sama dengan perkalian antara faktor evapotranspirasi (ETo) dan koefisien tanaman kc.

Allen et al. (1998) menjelaskan bahwa faktor kc dapat dianggap sebagai

perpaduan antara evaporasi dan transpirasi, atau dapat dipisahkan menjadi dua koefisien, yaitu basal crop (kcb) dan koefisien evaporasi tanah (ke), sehingga nilai kc merupakan penjumlahan dari basal crop (kcb) dan koefisien evaporasi tanah (ke).

Pemilihan penggunaan single kc atau dual kc dalam suatu analisis

disesuaikan dengan kebutuhan seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan kcmenurut Allen et al (1997)

Singlekc Dualkc

Tujuan perhitungan - Rancangan dan perencanaan irigasi

- Pengelolaan irigasi - Jadwal irigasi

- Pemberian air tidak sering

- Penelitian

- Pemberian air sering - Irigasi tambahan - Kajian keseimbangan air Satuan penggal waktu Harian, 10-hari, bulanan Harian

Cara penyelesaian Grafis Kalkulator Komputer

Komputer

Perhitungan evapotranspirasi tanaman menggunakan dual kc karena

penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengelolaan DI dengan mengambil nilai kc berdasarkan jenis tanaman yang ditanam.

Persamaan untuk menghitung Evapotranspirasi Tanaman (ETc) adalah sebagai berikut:

ETc ETo kc (2.34)

dengan:

ETc = evapotranspirasi tanaman, dalam mm/hari,

ETo = evapotranspirasi, dalam mm/hari,


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Persamaan dualkc adalah sebagai berikut:

kc kcb ke (2.35)

dengan:

kc = koefisien tanaman, kcb = basal crop,

ke = koefisien evaporasi tanah.

Perhitungan ETc dilakukan dengan memasukkan koefisien pada tahapan pertumbuhan tanaman sebagai berikut.

1) Tahapan masa tumbuh (growth stage)

Tahapan pertumbuhan tanaman berbeda-beda sesuai dengan jenis tanamannya. Allen et al. (1998) menunjukkan masa tumbuh tanaman padi dan Jagung dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Masa tumbuh tanaman padi dan Jagung menurut Allen et al(1997)

Tanaman Lini Ldev Lmid Llate Total Wilayah

Padi 75 15 15 15 120 *) Tropis,

30 30 60 30 150 Mediteran

30 30 80 40 180

Jagung 20 30 30 35 115

dengan:

Lini : tahap awal pertumbuhan (hari), Ldev : tahap pertumbuhan (hari), Lmid : tahap pertengahan musim (hari), Llate : tahap akhir musim (hari),

*) : Ditjen irigasi (1986a). 2) Koefisien tanaman dasar (basal)

Koefisien tanaman dasar (Kcb) harian sepanjang periode tumbuh

dipengaruhi keadaaan iklim lokal. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari rumus harus disesuaikan dengan keadaan iklim lokal. Besarnya Kcb

untuk beragam jenis tanaman untuk diperkirakan berdasarkan Persamaan berikut:


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3 , 0 min

2 )

(

3 45 004

, 0 2 04

,

0 ! u ! RH ! h

K

Kcb cbtab (2.36)

dengan:

h = tinggi tanaman (cm).

Allen et al. (1998) menggunakan nilai Kcb untuk tanaman padi

(Tabel 2.4) dengan menyesuaikan nilai pada masa pertumbuhan pada pertengahan dan akhir dengan Persamaan 2.36.

Tabel 2.4. Nilai Kcb untuk tanaman padi dan Kedelai

menurut Allen et al (1997)

Tanaman Kcb-ini Kcb-mid Kcb-end

Tinggi tanaman maksimum (cm)

Maks Akar (cm)

Depl fraction

Padi 1,00 1,15 0,45-0,70 100 75 0,20

Jagung 0,15 1,15 0,5 200 135 0,55

dengan:

Kcb-ini : koefisien tanaman basal tahapan masa tumbuh awal, Kcb-mid : koefisien tanaman basal tahapan masa tumbuh

pertengahan,

Kcb-end : koefisien tanaman basal tahapan masa tumbuh akhir.

3) Koefisien evaporasi tanah

Koefisien evaporasi tanah (Ke) dihitung berdasarkan selisih antara

batas atas koefien evaporasi (Kcmax) dan Kcb, atau berdasarkan begian tanah

yang paling banyak mengalami evaporasi. Besaran koefisien ini dapat diperkirakan dengan Persamaan berikut:

Ke min

"

"

Kr Kcmax Kcb

# "

, few!Kcmax

#

#

(2.37) dengan:

Ke = koefisien evaporasi tanah,

Kr = koefisien pengurangan evaporasi,

Kcmax = batas atas koefisien evaporasi,

few = bagian tanah yang paling banyak terjadi evaporasi.

Tahap – tahap untuk mendapatkan nilai koefisien Ke sebagai

berikut:


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20 REW TEW D TEW

Kr ei

1 ,

, untuk De,i 1 $REW (2.38)

TEW 1000

%

FC 0,5

%

WP !Ze (2.39)

dengan:

TEW = maksimum air yang mungkin menguap (mm),

REW = kedalaman kumulatif evaporasi pada akhir tahap tumbuh (mm),

De,i-1 = jumlah depletion dari lapisan tanah yang terevaporasi (mm),

FC = kandungan lengas tanah pada kapasitas lapangan (m³/m³),

WP = kandungan lengas tanah pada titik layu (m³/m³),

Ze = ketebalan lapisan tanah permukaan yang mungkin kering akibat evaporasi(0,010 – 0,015 m).

Perkiraan nilai TEW, REW, FC dan WP menggunakan Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Karakteristik lengas Tanah menurut Allen et al (1998)

Tahap 1 Tahap 1 & 2

REW TEW

mm mm

Sand 0.07 - 0.17 0.02 - 0.07 0.05 - 0.11 2-7 6-12

Loamy Sand 0.11 - 0.19 0.03 - 0.10 0.06 - 0.12 4-8 9-14

Sandy Loam 0.18 - 0.28 0.06 - 0.16 0.11 - 0.15 6-10 15-20

Loam 0.20 - 0.30 0.07 - 0.17 0.13 - 0.18 8-10 16-22

Silt Loam 0.22 - 0.36 0.09 - 0.21 0.13 - 0.19 8-11 18-25

Silt 0.28 - 0.36 0.12 - 0.22 0.16 - 0.20 8-11 22-26

Silty Clay Loam 0.30 - 0.37 0.17 - 0.24 0.13 - 0.18 8-11 22-27 Silty Clay 0.30 - 0.42 0.17 - 0.29 0.13 - 0.19 8-12 22-28

Clay 0.32 - 0.40 0.20 - 0.24 0.12 - 0.20 8-12 22-29

Jenis tanah FC - WP

(m³/m³)

Karakteristik air tanah Parameter evaporasi Jumlah air yang dapat menguap

(m³/m³)

FC WP

(m³/m³)

b) Batas atas Kcmax

"

#

&' & ( ) &* & + , &' & ( ) &* & + , 05 , 0 , 3 45 004 , 0 2 04 , 0 2 , 1 max 3 , 0 min 2 max cb c K h RH u K (2.40) c) Bagian atas yang paling banyak mengalami evaporasi


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21 h c c c cb c K K K K f ! 5 , 0 1 min max min (2.42) dengan:

f ew = bagian tanah yang paling banyak terjadi evaporasi,

f c = bagian tanah yang tertutup tanaman,

f w = bagian tanah yang terbasahi oleh irigasi atau hujan

(0,01-1), Kcmin = 0,15-0,20.

Perkiraan nilai f w menggunakan Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai f w tiap jenis Sistem Irigasi menurut Allen et al (1998)

Sistem Pembasahan Tanah fw

Hujan, Irigasi Sprinkler, Irigasi Basin, Irigasi Border 1,00

Irigasi Furrow, setiap galur, dasar sempit 0,60 - 1,00

Irigasi Furrow, setiap galur, dasar lebar 0,40 - 0,60

Irigasi Furrow, galur berselang 0,30 - 0,50

Irigasi Trickle 0,30-0,40

d) Jumlah penipisan (depletion) kandungan air pada lapisan tanah yang terevaporasi

ewi ei

ew i w i i i i e i

e T DP

f E f I RO P D

D , 1 , 1 , , (2.43)

, e,i 1 -0

w i i i i e DP f I RO P DP (2.44) e o i ET xK

E (2.45)

dengan:

De,i = kedalaman evaporasi kumulatif (mm), Pe,i = kedalaman perkolasi (mm),

P = hujan (mm),

RO = runoff (mm),

Ii = kedalaman irigasi netto (mm), Ei = evaporasi (mm),

ETo = evapotranspirasi potensial (mm), Ke = koefisien evaporasi tanah, Tew,i = transpirasi (mm).

Untuk mengestimasi kekurangan curah hujan yang harus dipenuhi oleh air irigasi diperlukan analisa statistik yang membutuhkan data curah hujan yang


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

panjang (time series) sedangkan tidak semua curah hujan yang jatuh digunakan oleh tanaman. Hujan efektif digunakan untuk memperhitungkan kehilangan karena limpasan permukaan (run off) atau karena perkolasi yang jauh di luar daerah akar tanaman. Hujan efektif dideskripsikan sebagai hujan dengan probabilitas terlampaui 80% kering (Susi Susilowati, 2004).

2.2.3 Efisiensi irigasi (IE)

Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder (dari bangunan pembagi sampai petak sawah). Efisiensi irigasi didasarkan asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Kehilangan air akibat evaporasi dan rembesan pada umumnya relatif kecil jika dibandingkan dengan kehilangan air akibat eksploitasi, sehingga pemberian air di bangunan pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan air disawah.

Berdasarkan hasil survey ICID / ILRI (International Livestock Research Institute), USDA (United States Department of Agriculture), dan USSCS (United States Soil Conservation Service) terdapat beragam nilai efisiensi irigasi, kisaran nilai efisiensi adalah sebagai berikut: Ea = 0,32-0,80, Eb = 0,70-0,90 dan Ec =

0,65-0,90. Khusus untuk tanaman padi, ICID/ILRI menetapkan efisiensi penggunaan air di sawah sebesar Ea = 0,32.

Menurut Ditjen Irigasi (1986b), nilai efisiensi irigasi sebesar 16% - 22,50% di petak tersier antara bangunan sadap tersier ke bawah, 7,50% - 12,50% di saluran sekunder dan 7,50% - 12,50% di saluran utama. Efisiensi irigasi secara keseluruhan sebesar 59% - 73% dan untuk upland crops berkisar 50% - 60%. Kajian ini menggunakan koefisien irigasi dari Ditjen Irigasi karena nilai tersebut digunakan dalam praktek di lapangan.

Menurut Mamok Soeprapto (2008), faktor efisiensi dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Efisiensi saluran, Ed, yang terdiri dari:

a. efisiensi saluran utama, Ec dan pintu-pintu pengamatan,


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

b) Efisiensi penggunaan air di sawah, Ea.

Perhitungan faktor efisiensi dapat dihitung dengan Persamaan 2.45 sebagai berikut:

Ed Ea Eb Ec (2.46)

dengan:

Ed = Efisiensi saluran,

Ec = Efisiensi saluran utama,

Eb = Efisiensi saluran petak sawah,

Ea = Efisiensi penggunaan air di sawah.

Kajian ini menggunakan koefisien irigasi sebagai berikut Ea = 0,75, Eb =

0,70 dan Ec = 0,65.

2.2.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan

Suroso, dkk (2007) menjelaskan bahwa kebutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama dipengaruhi oleh luas areal tanam, kebutuhan air untuk tanaman di lahan dan efisiensi, sebagaimana diperlihatkan dalam Persamaan 2.46 berikut ini:

f R R

E A I

D . (2.47)

dengan:

DR = kebutuhan air irigasi di pintu pengambilan, dalam liter/detik,

IR = kebutuhan air irigasi, dalam liter/detik/ha,

A = luas areal irigasi, dalam luas (ha), Ef = Efisiensi jaringan irigasi total (%),

2.2.5 Imbangan Air (Residu Debit)

Suroso, dkk (2007) menjelaskan bahwa imbangan air diperlukan untuk mengetahui bagaimana kebutuhan air irigasi dapat dilayani oleh ketersediaan air yang ada. Sehingga diketahui apakah mengalami kelebihan air (surplus) ataukah kekurangan air (defisit).


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

2.2.6 Tolok Ukur Keberlanjutan

a. Faktor keandalan (faktor k)

Faktor k merupakan rasio antara debit yang tersedia dengan kebutuhan air irigasi. Kinerja DI dinyatakan optimal/andal jika batasan yang diterapkan berupa faktor k (keandalan) bernilai > 80%. Mencermati kemungkinan banyaknya gagal panen dengan batasan tersebut, maka digunakan batasan/tolok ukur baru berupa indeks resiko.

b. Indeks Keandalan dan Indeks Kelentingan

Indeks resiko ini juga digunakan sebagai parameter dari keberlanjutan kinerja DI. Indeks resiko yang digunakan adalah indeks keandalan dan indeks kelentingan.

Mamok Soeprapto (2008) menjelaskan besarnya debit aliran antara ketersediaan dan kebutuhan air merupakan fungsi waktu, dimana terdapat kisaran nilai maksimum(Qr-maks) dan minimum (Qr-min) dari penggal waktu tertentu.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, kisaran nilai tersebut merupakan kisaran kelentingan (resiliency), yakni kisaran dari kemampuan laju aliran untuk kembali ke aras aliran normal atau aras aliran yang dapat diandalkan (reliable).

Dari uraian tersebut, terjadi resiko pada setiap kebijakan pemenuhan kebutuhan air, yaitu: resiko kemungkinan terjadinya penurunan produksi karena air yang diberikan kurang memenuhi kebutuhan produksi. Dalam hal ini indeks kelentingan menggunakan kisaran nilai 0 (nol) hingga 1 (satu), dimana air mungkin kembali ke aras normal dengan kecepatan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa pemakaian air dinyatakan aman bila indeks kinerja keandalan dan kelentingan bernilai besar.

Pengambilan nilai awal dalam kajian ini yaitu indeks keandalan > 0,80 dan indeks kelentingan > 0,50. Kedua tolok ukur ini merupakan nilai batas dari suatu fungsi obyektif yang akan dioptimalkan. Bila fungsi obyektif dengan set tolok ukur resiko tersebut dapat dicapai, berarti sistem dikategorikan memenuhi kriteria berkelanjutan. Sebaliknya, harus dipertimbangkan untuk mengubah kebijakan yang diterapkan.


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Bila eksperimen operasi sistem C(t) merupakan fungsi dari masukan (inflow), x(t), keadaan awal/storage, s(0), dan waktu (t), maka:

C(t)

"

x t ,s 0,t

#

(2.48)

a) Indeks Keandalan(Reliability)

Duckstein dan Plate (1987) mendefinisikan keandalan sebagai suatu estimasi frekuensi C(t) berada pada kondisi mode µ atau >µ selama eksperimen, C(t). Mode µ adalah suatu kejadian atau kegagalan yang harus ditakrifkan secara tegas (contoh: mode µterjadi jika indeks pelayanan 0.8 dan kecepatan tanggap 1). Bila (µ , j) adalah fungsi indikator, maka:

* + , 0 1 ) ,

(

.

j (2.49)

indeks kinerja untuk mengukur keandalan yang berkaitan dengan µ adalah:

1 , 1 , 0 t j t t C PI t j . . (2.50)

Mamok Soeprapto (2008) menjelaskan bahwa keandalan berguna untuk mendeskripsikan suatu sistem gagal atau melanggar batasan kinerja (performance freehold). Dalam hal ini seberapa sering aras muka air berada di hawah standar kinerja. Jika Ct adalah deret waktu dari nilai suatu simulasi, maka keandalan

adalah probabilitas nilai Ct (berada dalam kisaran nilai yang memuaskan

(satisfactory value). Semakin besar nilai indeks, sistem semakin dapat diandalkan. b) Indeks Kelentingan(Resilience)

Duckstein dan Plate (1987) mendefisikan kelentingan (resiliency) adalah waktu rerata suatu sistem berada di mode µ selama experiment C(t) dengan d(µ, n) adalah durasi kejadian ke-n dari mode µ (n = l, 2,..., N).

N n d t j t C PI N n t

j 0 1

, 1 , , . .

. (2.51)

Kelentingan digunakan untuk mengukur rerata waktu kembalinya suatu kejadian dari peristiwa mode µ selama waktu pengamatan. Kelentingan adalah indeks kinerja dengan kisaran nilai dari 0 (nol) hingga 1 (satu). Semakin besar

jika C(t) dalam mode µ pada waktu


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

nilai indeks menunjukkan bahwa sistem semakin cepat kembali ke keadaan normal atau tinggal dalam kejadian mode µ hanya dalam waktu yang singkat.

Mamok Soeprapto (2008) menjelaskan kelentingan sebagai ukuran untuk menjelaskan seberapa cepat aras muka/sistem kembali ke keadaan yang memuaskan dari keadaan di bawah batasan kinerja. Jika Ct adalah deret waktu

dari nilai suatu simulasi, maka kelentingan adalah indikator kecepatan kembali dari kondisi yang tidak memuaskan. Maka kelentingan adalah probabilitas keadaan yang memuaskan, Ct+1, mengikuti nilai yang tidak memuaskan, Ct.

Aplikasi dari penjabaran Persamaan kedua indeks tersebut adalah sebagai berikut: k a a N F I (2.52) a k k k F N J

I (2.53)

dengan:

Ia = indeks keandalan,

Ik = indeks kelentingan,

Fa = jumlah kejadian yang dapat diandalkan,

Jk = jumlah kelompok kejadian yang tidak dapat diandalkan, Nk = total kejadian, dalam hal ini mewakili periode waktu.

Persamaan 2.51 dan Persamaan 2.52 diatas memiliki peubah yang sama yaitu Fa

dan Nk, sehingga:

Fa Ia !Nk (2.54)

a k k k a k k a k k k I N J N I N J F N J I

! 1 (2.55)

a k k k I N J I 1 (2.56)

Persamaan tersebut menunjukkan hubungan yang erat dan saling terkait antara Ia dan Ik, akan tetapi belum tentu akan menghasilkan hasil yang


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi Penelitian

Kabupaten Boyolali sebagai salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, terletak antara 110o22’ – 110o50’ Bujur Timur dan 7o36’ – 7o50’ Lintang Selatan dengan ketinggian antara 75 s/d 1.500 meter dari permukaan laut. Daerah Irigasi Nepen terletak di wilayah administrasi Kecamatan Teras, Kecamatan Sawit dan Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Pengelolaan DI Nepen berada dibawah Dinas Pekerjaan Umum Perhubungan, Pertambangan dan Kebersihan, Sub Dinas Pengairan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. DI Nepen memiliki daerah oncoran seluas 409,60 Ha yang tersebar di 3 (tiga) di kecamatan Teras, Sawit dan Banyudono yang mendapatkan air dari intake bendung Nepen di Kali Gandul. DI Nepen merupakan daerah irigasi teknis dengan pemberian air sistem giliran. Lokasi Penelitian ditunjukkan dalam Gambar 3.1.


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

3.2

Metode Penelitian

3.2.1 Pengumpulan dan Ketersediaan Data

Data yang dibutuhkan dalam kajian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait. Data tersebut meliputi:

a. Data Curah Hujan dan Klimatologi

Data Hujan dan Klimatologi diperoleh dari Lanud Adi Soemarmo di Surakarta dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005. Data Klimatologi meliputi temperatur maksimum, temperatur minimum, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari.

b. Data Pola Tanam dan Luas Tanam

Pola tanam yang ditetapkan oleh Bupati Boyolali pada DI Nepen adalah Padi/Palawija-Padi/Palawija-Padi/Palawija. Luas Tanam pada tiap masa tanam berbeda-beda. Data tersebut didapatkan dari Sub Dinas Pengairan DPUPK Kabupaten Boyolali.

c. Data Pemberian Air di Intake

Data tersebut didapatkan dari Sub Dinas Pengairan DPUPK Kabupaten Boyolali.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam kajian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait yaitu Lanud Adi Soemarmo di Surakarta dan Sub Dinas Pengairan DPUPK Kabupaten Boyolali.

3.3

Uji Data

Data hujan yang didapatkan perlu diuji kepanggahan (consistency) dengan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Bila Q/ n yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data


(1)

Gambar 4.4. Hasil Perhitungan Residu Debit Periode 1 tahun terakhir

Gambar 4.5. Hasil Perhitungan Residu Rerata Debit

Hasil perhitungan faktor-k dan indeks resiko disajikan dalam Tabel 4.14 sampai Tabel 4.18.

Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Faktor k Skenario Luas Lahan per MT

Periode perhitungan MT-1 MT-2 MT-3


(2)

commit to user

Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Faktor k Skenario Luas Lahan per 15 harian

Debit 1 tahun terakhir

Rerata Debit

Debit 1 tahun terakhir

Rerata Debit

1 100,00 100,00 13 100,00 100,00 2 100,00 100,00 14 100,00 100,00 3 100,00 100,00 15 100,00 100,00 4 100,00 100,00 16 100,00 100,00 5 100,00 100,00 17 100,00 100,00 6 100,00 100,00 18 100,00 100,00 7 100,00 100,00 19 100,00 100,00 8 100,00 100,00 20 100,00 100,00 9 100,00 100,00 21 100,00 100,00 10 100,00 100,00 22 100,00 100,00 11 100,00 100,00 23 100,00 100,00 12 100,00 100,00 24 100,00 100,00

Faktor k Faktor k

Minggu ke- Minggu

ke-Tabel 4.16. Hasil Perhitungan Indeks Resiko Skenario Luas Lahan per MT

MT-1 MT-2 MT-3 MT-1 MT-2 MT-3 Keandalan 0,99 1,00 1,00 1,00 0,98 1,00 Kelentingan 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Rerata Debit Indeks


(3)

Tabel 4.17. Hasil Perhitungan Indeks Resiko Periode 1 tahun terakhir Skenario Luas Lahan per 15 harian

Minggu ke- Keandalan Kelentingan Minggu ke- Keandalan Kelentingan

1 1,00 1,00 13 1,00 1,00

2 0,94 1,00 14 1,00 1,00

3 1,00 1,00 15 1,00 1,00

4 1,00 1,00 16 1,00 1,00

5 1,00 1,00 17 1,00 1,00

6 1,00 1,00 18 1,00 1,00

7 1,00 1,00 19 1,00 1,00

8 1,00 1,00 20 1,00 1,00

9 1,00 1,00 21 1,00 1,00

10 1,00 1,00 22 1,00 1,00

11 1,00 1,00 23 1,00 1,00

12 1,00 1,00 24 1,00 1,00

Indeks Indeks

Tabel 4.18. Hasil Perhitungan Residu Rerata Debit Skenario Luas Lahan per 15 harian

Minggu ke- Keandalan Kelentingan Minggu ke- Keandalan Kelentingan

1 1,00 1,00 13 1,00 1,00

2 1,00 1,00 14 1,00 1,00

3 1,00 1,00 15 1,00 1,00

4 1,00 1,00 16 1,00 1,00

5 1,00 1,00 17 1,00 1,00

6 1,00 1,00 18 1,00 1,00

7 1,00 1,00 19 1,00 1,00

8 1,00 1,00 20 1,00 1,00

9 1,00 1,00 21 1,00 1,00

10 1,00 1,00 22 1,00 1,00


(4)

commit to user

Berdasarkan hasil analisis faktor k dalam Tabel 4.20 dan Tabel 4.21 terlihat bahwa pada MT-1, MT-2 dan MT-3 memiliki nilai faktor k > 80%. Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan air irigasi selama sepanjang tahun dapat tercapai. Sehingga operasi irigasi dan pola tanam yang diterapkan dapat dikatakan andal.

Hasil perhitungan indeks resiko sebagai tolok ukur keberlanjutan sistem irigasi pada Tabel 4.22 sampai dengan 4.24 mempunyai nilai Ia > 0,8 dan Ik > 0,5. Terlihat bahwa terjadi peningkatan besaran indeks keandalan (Ia) dan indeks kelentingan (Ik) dengan skenario pengurangan lahan yang ditanami padi pada MT-1. Hal ini menjelaskan Skenario Pola Tanam lebih baik diterapkan pada Daerah Irigasi Nepen dibandingkan dengan Pola Tanam yang berlaku. Dengan nilai perhitungan yang melampaui batasan tolok ukur yang ditetapkan dapat dikatakan bahwa sistem irigasinya bersifat berkelanjutan.


(5)

commit to user

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keberlanjutan sistem irigasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali berupa faktor k (faktor keandalan/faktor ketersediaan air). Hal ini berarti faktor k dijadikan dasar operasi irigasi dari pola tanam yang diterapkan dalam kurun waktu satu tahun. Batasan nilai faktor k yang ditetapkan sebesar 80%. Berdasarkan hasil analisis per MT dan 15 harian pada Daerah Irigasi Nepen menunjukkan nilai faktor k > 80%, dapat dikatakan terpenuhinya kebutuhan air sepanjang tahun.

2. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa indeks resiko juga dapat digunakan sebagai tolok ukur keberlanjutan. Indeks resiko yang digunakan berupa nilai indeks keandalan (Ia) dan indeks kelentingan (Ik).

Adapun Batasan nilai indeks keandalan (Ia) > 0,80 dan indeks kelentingan

(Ik) > 0,50. Bila kedua indeks ini tidak dipenuhi, maka hal ini

mengindikasikan bahwa pemberian air tidak mampu memenuhi kebutuhan air, atau dapat dikatakan bahwa operasi irigasi tidak memenuhi kaidah keberlanjutan. Perhitungan kejadian pada MT-1 dan MT-2 mulai dari Minggu ke-2 menjelaskan bahwa nilai tolok ukur yang ditetapkan tidak tercapai/tidak terlampaui. Apabila dikaitkan dengan tolok ukur resiko yang diterapkan dalam penelitian ini, nilai tersebut menjelaskan bahwa operasi pengelolaan yang ditetapkan kurang baik sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki operasi irigasi tersebut.

3. Upaya yang harus dilakukan agar operasi irigasi memberikan jaminan pasokan air dengan mengubah luas lahan yang ditanami dengan luas tanam


(6)

commit to user

MT-1 sebesar 272,5 ha, MT-2 sebesar 410 ha, dan MT-3 sebesar 410 ha. Hasil analisis untuk skenario tersebut didapatkan nilai faktor k pada tiap mas tanam hampir mencapai 100%, sedangkan nilai sebagai indeks keandalan (Ia)

dan indeks kelentingan (Ik) hampir mencapai nilai 1. Terlihat bahwa terjadi

peningkatan besaran indeks keandalan (Ia) dan indeks kelentingan (Ik) dengan skenario pengurangan lahan yang ditanami padi pada MT-1. Hal ini menjelaskan Skenario Luas Tanam lebih baik diterapkan pada Daerah Irigasi Nepen dibandingkan dengan Luas Tanam yang berlaku. Dengan nilai perhitungan yang melampaui batasan tolok ukur yang ditetapkan dapat dikatakan bahwa sistem irigasinya bersifat berkelanjutan.

5.2

Saran

Beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis tanaman pada MT-1 dan MT-2 sebaiknya berupa tanaman yang memerlukan sedikit air.

2. Perlu dilakukan evaluasi pengamatan dengan memperpendek periode pengamatan, misalnya dengan periode pengamatan 10 atau 30 harian.

3. Perlu menambah batasan tolok ukur, misalnya indek kerawanan.

4. Perlu dilakukan evaluasi berdasarkan data hasil produksi pertanian. 5. Mengubah pola pemberian air.