STUDI HUMAN SERVICES ORGANIZATION (HSO) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG.
STUDI HUMAN SERVICES ORGANIZATION (HSO)
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT
DI KOTA BANDUNG
Oleh:
Dr. Sintaningrum, Dra., MT. Tommi Setiawan, SIP., M.Si. Ramadhan Pancasilawan, S.Sos., M.Si.
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2011
\(2)
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1. a. Judul Penelitian : Studi Human Services Organization (HSO) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat
b. Bidang Ilmu : Sosial
c. Kategori Penelitian **) : I 2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dan gelar : Dr. Sinatningrum, Dra., MT. b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Golongan pangkat dan NIP : IV a / 19690113 199203 2 001 d. Jabatan fungsional : Lektor Kepala
e. Jabatan structural : Ketua Prodi S2 Administrasi Publik f. Fakultas/Jurusan : FISIP/Ilmu Administrasi Negara g. Pusat Penelitian :
3. Jumlah Anggota Peneliti : 3 orang
a. Nama Anggota Peneliti I : Tomi Setiawan, S.IP., M.Si NIP : 19760517 200312 1 002 Pangkat/Gol : Penata/III B
b. Nama Anggota Peneliti II : Ramadhan Pancasilawan, S.Sos., M.Si. NIP : 19820626 200912 1 004
Pangkat/Gol : Asisten Ahli/III b 4. Lokasi Penelitian : Kota Bandung
5. Kerjasama dengan Institusi Lain
: -6. Lama Penelitian : 6 bulan
7. Biaya yang diperlukan : Rp. 5.000.000,00 J u m l a h Rp 5.000.000,00
Terbilang (Lima Juta Rupiah) Bandung, Oktober 2011 Mengetahui :
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran,
Prof. Dr. H. A Kartiwa, Drs., SH, MS. NIP. 19620318 198603 1 002
Ketua Peneliti,
Dr. Sinatningrum, Dra., MT. NIP. 19690113 199203 2 001 Menyetujui :
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran,
Prof. Oekan S. Abdullah, MA. Ph.D. NIP. 195405061981031002
(3)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 3
1.4 Kontribusi Penelitian 4
1.5 Metode Penelitian 4
1.6 Lokasi dan Jadwal Pelaksanaan 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Praktik Dalam Human Service Organization (HSO) 9 2.2 Hubungan/Kolaborasi HSO dalam Pemenuhan Kebutuhan 13
BAB III OBJEK PENELITIAN 18
BAB IV ISI DAN PEMBAHASAN 33
4.1 Human Service Organisation di Kota Bandung 33 4.2 Kolaborasi HSO di Kota Bandung dalam
Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 66
5.1 Kesimpulan 66
5.2 Saran 67
(4)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Human Service Organizations (HSO) merupakan suatu wadah yang dibentuk dengan tujuan untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya. Untuk mempermudah proses pelayanan, sejumlah program disusun secara sistematis sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta tepat sasaran. Dalam melaksanakan programnya, setiap organisasi dihadapkan pada fungsi-fungsi manajemen yang akan mengarahkan program agar sesuai dengan tujuan awal. Berbeda dengan organisasi pada umumnya, HSO masih memiliki kendala dalam melaksanakan fungsi manajemen, hal ini dapat disebabkan karena organisasi pelayanan sosial sampai saat ini masih cenderung mengarah pada charity serta tidak berlandaskan keuntungan (non profit oriented). Keadaan tersebut memungkinkan adanya pengaruh yang cukup besar dalam proses pelayanan kepada masyarakat.
Di Indonesia, proses demokrasi yang berkembang selama ini telah membawa perubahan penting dalam kehidupan organisasi sosial/HSO, Dengan adanya kebebasan dasar warga negara, seperti berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat telah menstimulasi berdirinya berbagai HSO yang memiliki visi dan misi untuk memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat.
Data yang diperoleh menurut Badan Pusat Statistik (BPS), HSO yang lebih dikenal dimasyarakat dalam bentuk LSM telah tumbuh dari hanya berjumlah sekitar 10.000 di tahun 1996 menjadi sekitar 70.000 di tahun 2000. Fenomena ini sama dengan yang terjadi di berbagai negara lainnya, di mana jumlah LSM telah meningkat secara tajam. Karena itu tidak mengherankan, sebagaimana dikatakan Hadiwinata, bahwa LSM telah menjadi "Sektor Ketiga", yaitu sektor publik yang mengedepankan kepedulian sosial atau personal. Sektor Pertama adalah sektor negara atau pemerintah yang berkewajiban menjamin pelayanan bagi warga negaranya dan menyediakan kebutuhan sosial dasar, sedangkan Sektor Kedua adalah sektor swasta yang terdiri dari kalangan bisnis dan industrial yang bertujuan mencari penghidupan dan
(5)
1
menciptakan kekayaan. Sebagai Sektor Ketiga, maka LSM/HSO beroperasi di luar pemerintah dan pasar.
Tugas HSO adalah melaksanakan usaha kesejahteraan sosial atau memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat yang menyandang masalah sosial atau sebagai “Human Service Organization”. Untuk mengadakan perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku serta meningkatkan kemampuan klien agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi dan melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh organisasi sosial ditujukan untuk mewujudkan, memelihara, memberi, memulihkan dan mengembangkan usaha kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah sosial.(Soemardhi H.S, 1996:38)
Untuk melaksanakan tugas seperti disebutkan di atas, organisasi sosial mempunyai berbagai fungsi. Adapun fungsi organisasi sosial terutama dalam rangka ikut membantu pemerintah atau berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan sosial dalam bidang kesejahteraan sosial dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi organisasi sosial yang bergerak dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang mengarah pada usaha kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan atau preventif dan pengembangan atau promotif dan perubahan-perubahan sosial yang terarah dan terencana dengan sasaran garapannya yaitu potensi dan sumber-sumber kesejahteraan sosial, keluarga dan lingkungan sosial.
2. Fungsi organisasi sosial yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial untuk terciptanya kondisi sosial dari sasaran garapan penyandang sosial atau klien agar dapat memiliki kembali dari rasa harga diri dan kepercayaan diri sehingga dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat, dengan usaha kesejahteraan sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, sosialisasi dan bantuan sosial.
Fungsi organisasi sosial dalam rangka melaksanakan tugasnya tidak akan terlepas dari upaya untuk menggali dan menghimpun potensi dan sumber dana masyarakat serta partisipasinya. Bahkan bagaimana HSO tersebut dapat berkolaborasi
(6)
2
dengan stakeholder lainnya untuk menciptakan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. selama ini fungsi yang dilakukan antara pemerintah, swasta dan masyarakat (yang didalamnya adalah HSO) masih berjalan masing-masing, dan belum ada pola kolaborasi yang sinergis dalam memberikan pelayanan sosial untuk pemenuhan kebutuhan masayrakat.
1.2 Rumusan Masalah
Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat pemetaan HSO yang memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat dan akan disusun Pola Kolaborasi HSO di Kota Bandung Jawa Barat. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pemetaan HSO yang memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat
2. Bagaimana HSO berkolaborasi satu dengan yang lain dalam memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pemetaan HSO yang memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat, hingga peneliti dapat melihat HSO yang berpotensi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat. Kemudian penelitian ini diupayakan tersusun pola kolaborasi antar HSO di Kota Bandung Jawa Barat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat. Hingga dapat memberikan masukan bagi pemerintah Kota Bandung Jawa Barat dalam menyusun kebijakan khusus mengenai pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kegunaan/manfaat penelitian ini berupaya memberikan masukan kepada lembaga pemerintah maupun non pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan peran HSO melalui pemetaan pola kolaborasi HSO untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(7)
3 1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini memiliki keunikan yaitu melihat fungsi HSO dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat hingga tersusun pemetaan HSO serta pola kolaborasi antar HSO. Serta ada upaya untuk memberikan masukan mengenai pola pelayanan kepada HSO dan pemerntah dalam memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat . Hasil dalam penelitian ini adalah tersusunnya suatu pola kolaborasi HSO di Kota Bandung Jawa Barat, hingga ada teridentifikasi fungsi dan peran dari masing-masing HSO di Kota Bandung Jawa Barat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kemudian hasil penelitian ini dapat diterbitkan dalam jurnal ilmiah baik lokal maupun internasional seperti Jurnal Kebijakan, Kependudukan, Humaniora, atau jurnal di Luar Negeri. Apabila memungkinkan hasil penelitian ini akan disemianrkan yang akan melibatkan stakeholder yang memiliki kepentingan dalam pemberdayaan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tujuan utama untuk mensejahterakan masyarakat.
Penelitian tentang “Studi Human Services Organization (HSO) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Di Kota Bandung” merupakan penelitian deskriptif guna memahami peran HSO di Kota Bandung dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan peran lembaga dan juga kolaborasi antar HSO di Kota Bandung dalam memeberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung.
Sumber data primer penelitian ini adalah HSO di wilayah Kota Bandung. Sumber data sekunder adalah data-data atau arsip yang terkait dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data kualitatif yang dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam dengan HSO yang melakukan peran pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung. Untuk melengkapi kajian ini di lakukan pula penelusuran berbagai kebijakan dan dokumen yang terkait dengan kajian ini.
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
(8)
4
(1) Teknik wawancara, dalam hal ini teragi menjadi dua bagian yaitu wawancara secara mendalam (Indepth Interview), adalah kegiatan pengambilan data dilapangan melalui suatu rangkaian perencanaan yang matang yaitu upaya penulis secara terencana sejak awal untuk menentukan terlebih dahulu beberapa hal seperti halnya ‘informan kunci/pangkal’, topik wawancara sudah tersusun dalam pedoman wawancara mengenai peran HSO dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Serta kesepakatan tentang waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan wawancara mendalam yang dilakukan bersama-sama antara penulis dengan calon informan. Data melalui teknik wawancara mendalam ini dimaksudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam dan lebih komprehensif terhadap data yang telah diperoleh dengan menggunkan teknik pengamatan. Sedangkan teknik yang kedua, pengumpulan data melalui teknik wawancara biasa, yaitu kegiatan pengumpulan data di lapangan melalui wawancara dan diskusi-diskusi sesaat dengan pelaku HSO pemenuhan kebutuhan di Kota Bandung. Wawancanra ini dilakukan dalam kesempatan-kesempatan tertentu secara spontan. Dengan kata lain, kegiatan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara biasa tersebut sama sekali tidak direncanakan sebelumnya. Wawancara seperti ini biasanya diawali dan diselingi dengan materi pembicaraan lainnya yang dapat dikembangkan sendiri oleh penulis sesuai dengan keadaan sekitar atau situasi setempat
(2) Observasi, adalah pengamatan sistematik dan terencana untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reabilitasnya. Peneliti dalam observasi adalah sebagai pengamat penuh (Creswell 2002: 140) yaitu mengamati berpartisipasi dan hanya melakukan kegiatan pengamatan pada fokus masalah dan hal yang berkaitan dengannya. Peristiwa yang diobservasi meliputi:
a. Kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat
b. Upaya-upaya yang dilakukan oleh HSO dan kolaborasi yang dilakukan daam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung
2. Data Sekunder adalah berupa informasi yang tidak diperoleh dari lapangan langsung, melainkan diperoleh dari sumber-sumber lain yang mempunyai kontekstualitas yang sama melalui :
(9)
5
(1) Studi Dokumentasi yaitu mempelajari dokumentasi yang berhubungan dengan peran HSO dan kolaborasi diantara mereka dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung
(2) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku dan karya tulis yang bersifat ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan yang sesuai yang dapat mendukung penelitian atau mempelajari buku-buku atau litaratur yang berkaitan dengan topik penelitian sebagai landasan teoritis. Validasi data sangat diperlukan dalam penelitian dengan menggunakan metoda kualitatif. Hal ini diperlukan agar kesahihan, keandalan serta tingkat kepercayaan data yang terkumpul menjadi terjaga.Validitas dan reliabilitas data perlu diuji melalui teknik pemeriksaan keabsahan data atau taktik menguji dan memastikan temuan (Miles dan Huberman, 1992: 423-468). Penelitian ini menggunakan teknik menguji dan memastikan temuan dengan memeriksa kerepresentatifan, yakni aspek pemilihan informan yang mewakili masalah yang diteliti, memeriksa pengaruh peneliti, memberi bobot pada bukti, membuat perbandingan atau pertentangan, memeriksa makna segala sesuatu yang keluar, menggunakan kasus ekstrem, menyingkirkan hubungan palsu, membuat replika temuan, mencari penjelasan tandingan, memberi bukti yang negatif, serta teknik yang terakhir adalah mendapatkan umpan balik dari informan. Teknik umum pengujian keabsahan data, dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi.
Istilah triangulasi pertama kali digunakan oleh Denzin dalam Creswell (1994: 174): ”.... the term triangulation, a term borrowed from navigation and military strategy, to argue for the combination of methodologies in the study of the same phenomenon”. Triangulasi dilakukan meliputi empat hal pokok, yaitu triangulasi data, triangulasi teori dan triangulasi metodologi serta triangulasi persepsi peneliti. Melalui pemeriksaan ini diyakini bahwa fakta, data dan informasi yang berhasil adalah dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi kesahihan serta kehandalan penelitian.
Pengujian data dalam teknik triangulasi dapat dikatakan pula sebagai check, re-check, dan crosscheck terhadap data yang diperoleh, teori, metodologi dan peneliti. Dengan demikian triangulasi merupakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yaitu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding
(10)
6
data. Triangulasi dapat dilakukan dengan sumber data peneliti atau pengamat lain. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber (pengamatan, wawancara, studi kepustakaan dan arsip).
Kemudian anaslisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif artinya penelitian ini bertujuan menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang ada saat penelitian dilaksanakan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka analisis data peneliti menggunakan analisis data kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor (Moleong 1990: 3) bahwa dalam pengambilan data dengan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati sehingga memungkinkan peneliti memahami masyarakat dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkap pandangan dunianya.
Analisa data merupakan proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan melalui penggolongan dalam pola, tema dan karakteristik tertentu, oleh karenanya untuk mencapai hal tersebut diperlukan 3 langkah utama, yaitu :
1. Reduksi data dalam bentuk penyeleksian, pemfokusan, simplikasi, pengabstraksian dan transformasi data mentah yang telah diperoleh gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan juga memudahkan peneliti untuk mencari data lain yang diperlukan.
2. Pengujian data, maksudnya adalah penyusunan informasi dengan sistematis agar dapat akurat kesimpulan dan tindakan lebih lanjut dan untuk kelengkapan-kelengkapan kegiatan tertentu atau disajikan dalam bentuk tabel.
3. Menarik kesimpulan, walapun sejak awal pengumpulan data telah dibuat kesimpulan, namun kesimpulan tersebut masih bersifat sementara, masih memerlukan penyempurnaan pada saat kata atau informasi bertambah.
( Miles dan Huberman, 1992 h. 16-21)
1.6 Lokasi dan Jadwal Pelaksanaan
Lokasi Penelitian adalah di Kota Bandung. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari bulan Oktober tahun 2010 sampai bulan Februari 2011, yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu pra lapangan, lapangan(Pengiumpulan Data) dan pasca lapangan (laporan)
(11)
7
1. Pra Lapangan: yaitu berupa: Dilaksanakan pada bulan Oktober 2010, kegiatan ini melibatkan seluruh anggota peneliti dalam menyusun rencana penelitian selanjutnya dan tahap penseleksian oleh tim penseleksi dari FISIP Unpad. 2. Pengumpulan Data: direncanakan pada bulan November dan Desember.
Kegiatan ini bertujuan mengambil data dari informan yang telah ditentukan serta pemahaman situasi dan kondisi lapangan untuk menunjang hasil laporan penelitian. Yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah HSO di Kota Bandung yang memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
3. Penyusunan Laporan: yaitu selama pengumpulan data di lapangan, juga kami menyusun laporan secara bertahap. Karena menggunakan analisis kualitatif maka, penyusunan laporan langsung dilakukan setelah data didapatkan di lapangan. Maka seluruh rangkaian kegiatan dapat selesai pada bulan Februari 2011.
(12)
8 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Praktik dalam Human Service Organization (HSO)
Selama ini kita sealu dipusingkan dengan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan Human Service Organization (HSO). Dalam situs Ensiklopedia Bebas, Wikipedia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Dalam literatur lainnya pun dikatakan bahwa LSM atau sering juga disamakan dengan organisasi sosial merupakan suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi lewat hirarki otoritas dan tanggungjawab (Schein).
Karakterisitik organisasi menurut Schein meliputi: memiliki struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian yang lain untuk mengkoordinasikan aktivitas di dalamnya.
Kettner (2002:xii) menjelaskan bahwa model praktik dalam manajemen organisasi pelayanan sosial dibangun dalam konsep “excellence organization” dan “internal consistency”. Excellence terkait dengan manajemen dalam organisasi tersebut, maka dari itu jika berbicara organsasi maka harus berbicara komponen-komponen yang membangun organisasi ketika melakukan perencanaan dan implementasi dalam suatu harmoni antar sistem dan sub sistem, yang dapat berkontribusi bagi produktifitas lembaga. Kemudian sistem-sistem di dalam lembaga dibangun berdasarkan konsistensi dan kompatibel. Jika organisasi didesain sesuai dengan misi dan pilosopi organisasi, dan jika pegawai didorong untuk m emiliki performa pada level tertinggi dan mendukung serta memberikan pengharagaan terhadap performa mereka, kemudian organisasi akan meraih keunggulan dengan perkembangan yang konsisten sesuai yang direncanakan dalam stategi, jangka-panjang, tujuan program, dan objektif.
(13)
9
Pemahaman tentang organisasi menjadi sama pentingnya dengan pemahaman bidang keahliannya itu sendiri; dan menjadi dua bagian yang saling melengkapi. Jones and May (1995;5), mengemukakan, bahwa:”An understanding of organizations is relevant to workers’ concerns with both individual helping and social intervention, and is essential to workers who conceptualise their work as combining these two elements”. Jones and May bahkan menyebutkan, bahwa:”Oganizational understanding is central to all areas of practice, including case work, group work, and community work”. Melengkapi dukungan terhadap pentingnya pemahaman organisasional, Hesenfield (dalam Tropman, Erlich, dan Rothman, 1992:35) mengemukakan, bahwa ”To enhance their effectivenes, social workers must understand the organizational parameters and dynamic which shape their role performance and responses to client system”.
Kenyataan di Indonesia secara umum menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pelayanan sosial yang ada tidak mampu menjawab tantangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan sosial dan mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks. Salah satu penyebab utamanya adalah sangat lemahnya pengorganisasian khususnya manajemen lembaga pelayanan sosial tersebut, yang masih berlandaskan aktivitas karitas. Disisi lain, di berbagai negara, aspek manajerial dari lembaga pelayanan sosial telah semakin mendapat perhatian, sehingga di La Trobe University, Melbourne Australia; manajemen lembaga pelayanan sosial telah menjadi bidang studi tersendiri; demikian pula semakin banyaknya buku literatur tentang manajemen lembaga pelayanan sosial telah membuktikan kecenderungan tersebut.
Weinbach (1994:vii-7) menegaskan, bahwa: “Management is integral part of social work practise. … The activities of management are a natural extension of the knowledge, values, and skills possessed by social worker”. Dalam bagian lain bukunya, Weinbach (1994:3), mengemukakan : ”…management consists of spesific activies performed by social workers at all administrative level withiqw azn human service organization. ..Wether a social worker ultimately assumes a position as a manager in a course of his or her professional career (and most will), this person will need to understand and to become competent in the management tasks of planning, staffing, organizing, controling, and leading”.
(14)
10
Untuk mencapai organisasi yang unggul dalam memberikan pelayanan yang efektif dan efesien maka organisasi harus memiliki manajemen yang laing baik, sesuai yang dikatakan Kettner (2002:xii) bahwa oganisasi harus memiliki manajemen strategi yang tertuang dalam strategi-strategi hingga objektif lembaga.
Manajemen strategi adalah proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin kesuksesan organisasi dalam jangka panjang. Menurut Goerge Terry dalam Nawawi (2000:36) menjelaskan “manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan bantuan orang lain”. Kemudian Mary Porker Follet dalam Nawawi (2000:36) menyatakan “manajemen adalah seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”.
Demikian Drucker telah merumuskan pengertian bahwa: “Manajemen adalah kegiatan spesifik dalam menggerakan sejumlah orang agar berlanghsung efektif dalam mencapai tujuan dan organisasi menjadi produktif:. Kemudian ada pula pendapat yang menyatakan bahwa: “Manajemen adalah kemampuan membuat orang lain melakukan kegiatan tetentu atau bekerja sesuai tujuan organisasi, dengan mengajak danmenggerakannya aga bekerja sama secara efektif dan efesien”
Dari beberapa pengertian tesebut dapat dijelaskan manajemen merupakan kemampuan pimpinan (manajer) dalam mendayagunakan orang lain melalui kegiatan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien. Kemudian dari pengertian manajemen yaitu proses perencanaan, perngorganiasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan anggota organisasi dan mempergunakan sumber-sumber daya organisasi lainnya, agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, tujuan organisasi ini ditetapkan sesuai dengan misi organisasi yang telah ditentukan.
Sedangkan Kettner (2002:10) menjelaskan bahwa manajemen strategi dalam organisasi pelayanan sosial dilandasi oleh pengetahuan, skill, dan nilai-nilai. Seperti yang tergambar dalam gambar berikut:
(15)
11
Kemudian jika dikaitkan dengan manajemen strategik maka dari setiap lingkungan merupakan upaya dai pencapaian tujuan lembaga sesuai misi lembaga, yang tertuang dalam visi dan misi dalam konteks kepemimpinan dan goals serta objectives. Organisasi yang unggul dalam memberikan pelayanan yang efektif dan efesien maka organisasi harus memiliki manajemen yang paling baik, sesuai yang dikatakan Kettner (2002:xii) bahwa oganisasi harus memiliki manajemen strategi yang tertuang dalam strategi-strategi hingga objektif lembaga.
Tugas HSO adalah melaksanakan usaha kesejahteraan sosial atau memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat yang menyandang masalah sosial atau sebagai “Human Service Organization”. Untuk mengadakan perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku serta meningkatkan kemampuan klien agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi dan melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh HSO ditujukan untuk mewujudkan, memelihara, memberi, memulihkan dan mengembangkan usaha kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah sosial.(Soemardhi H.S, 1996:38)
Untuk melaksanakan tugas seperti disebutkan di atas, organisasi sosial mempunyai berbagai fungsi. Adapun fungsi organisasi sosial terutama dalam rangka ikut membantu pemerintah atau berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan sosial dalam bidang kesejahteraan sosial dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan:
1. L ingk 1: Solid gounding in management theory
2. Lingk 2: Ongoing development of management knowledge and leadership skills
3. Lingk 3: Commitment to professional values and ethical pactices
4. Lingk 4: Commitment to the organization’s
mission and philosophy
5. Lingk 5: Terdiri dari Managing the organizations; Managing personal; managing finance; dan managing information
1 2 3 4 5
(16)
12
3. Fungsi organisasi sosial yang bergerak dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang mengarah pada usaha kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan atau preventif dan pengembangan atau promotif dan perubahan-perubahan sosial yang terarah dan terencana dengan sasaran garapannya yaitu potensi dan sumber-sumber kesejahteraan sosial, keluarga dan lingkungan sosial.
4. Fungsi organisasi sosial yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial untuk terciptanya kondisi sosial dari sasaran garapan penyandang sosial atau klien agar dapat memiliki kembali dari rasa harga diri dan kepercayaan diri sehingga dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat, dengan usaha kesejahteraan sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, sosialisasi dan bantuan sosial.
Fungsi organisasi sosial dalam rangka melaksanakan tugasnya tidak akan terlepas dari upaya untuk menggali dan menghimpun potensi dan sumber dana masyarakat serta partisipasinya. Bahkan bagaimana HSO tersebut dapat berkolaborasi dengan stakeholder lainnya untuk menciptakan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. selama ini fungsi yang dilakukan antara pemerintah, swasta dan masyarakat (yang didalamnya adalah HSO) masih berjalan masing-masing, dan belum ada pola kolaborasi yang sinergis dalam memberikan pelayanan sosial untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2.2 Hubungan/Kolaborasi HSO dalam Pemenuhan Kebutuhan
Beberapa jenis organisasi, baik organisasi public, nonprofit, atau untuk profit, selalu berkomitmen dan bekerjasama dengan organisasi dan arena lainnya (kelompok, komunitas, dan pemerintah lokal). Afiliasi terjadi dapat disebabkan oleh kesamaan ideologi, sistem, nilai maupun kelompok masyarakat. Afiliasi ini terjadi sangat spesifik dan lebih formal, sebagai contoh, organisasi publik memberikan mandat kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan, dan kepada kelompok kepentingan yang dapat mengadvokasi terhadap kebijakan sosial yang akan diciptakan. Organisasi nonprofit akan terlibat dalam mengadvokasi kelompok yang membutuhkan pelayanan seperti orang-orang yang tidak memiliki rumah. Organisasi for profit dengan komitmen untuk tanggug jawab
(17)
13
sosial akan berkontribusi dalam pemberian pelayanan dengan mendonasikan sebagian profitnya kepada organisasi charity yang keduanya akan membentuk afiliasi dalam berbagai alas an seperti alam hubungan religi, hokum, ekonomi dan atau alasan-alasan politik.
O’connor (2009:14), menyebutkan bahwa dalam hubungan eksternal organisasi dapat diilustrasikan dalam 4 bentuk, yaitu: (1) Asosiasi, (2) ideological community, (3) franchising, (4) host relationship. Namun kategori ini tidak me njadi kategori mutlak dalam melihat hubungan antar organisasi, bentuk hubungan organisasi banyak yang blur, sebab organisasi memiliki jenis/pola hubungan yang berbeda-beda dan memiliki banyak hubungan yang sulit untuk dipetakan.
1. Asosiasi
Kramer (1981) mendefinisikan asosiasi volunteer adalah “anggota dalam organisasi yang biasanya memiliki tujuan sosial—sebuah “penyebab”—dan biasanya mencari keuntungan bagi konstituennya”. Billis (1993) menyebutkan asosiasi volunteer adalah “keompok orang yang menggamabrkan batas antara diri mereka sendiri dengan orang lain yang bersama-sama untuk melihat dan mengatasi masalah masalah orang, dan melakukan ‘sesuatu’”. Definisi ini terdengar sama dengan definisi mengenai organisasi yang dilontarkan oleh O’connor yaitu suatu struktur, partisipan, dan tujuan. Perbedaannya pada batas antara organisasi formal yaitu organisasi yang didirikan berdasarkan landasan hokum dan disetujui oleh lembaga hokum/pemerintah. Namun asosiasi valonteer dapat berjalan tanpa legal formal secara hukum. Pada sisi lainnya organisasi asosiasi volunteer dapat secara jelas terformalkan seperti National Association of Social Workers (NASW), Child Welfare League of America (CWLA), American Association of Retired Persons (AARP), American Association of Homes and Services for the Aged (AAHSA). D a p a t d i j e l a s k a n b a h w a asosiasi volunteer adalah sangat luas sebab mereka adalah ‘‘akar asli atau inti dari sector nonprofit” (Harris, 1998, p. 144). Asosiasi volunteer bias memiliki anggota individu maupun organisasi, terkadang, asosiasi memiliki anggota keduanya. Payung dari asosiasi adalah “asosiasi nonprofit, dimana setiap anggota adalah untuk mereka sendiri dan mengestimasikan bhawa setiap organisasi nonprofit menjadi paying bagi asosiasi’’ (Young, 2001, p. 290).
(18)
14
Untuk melihat hubungan organisasi masih sangat sulit kemudian tidak bias hanya dibahas dalam satu bab buku saja. Dalam melihat hubungan organisasi tidak bias melihat hanya pada satu bagian tertentu saja. Mereka memiliki tipologi tersendiri dalam berhubungan dengan organisasi lainnya terutama dalam konteks memberikan pelayanana. Hal ini dapat melintas batas antara organisasi, seperti kerjasama dengan organisasi public, formal ataupun organisasi for profit. Bailey dan Koney (2000) menjelaskan rangkaian asosiasi berawal dari (1) afiliasiyang kemudian dialnjutkan oleh (2) federasi, asoasiasi, dan koaliasi, (3) konsorsium, network dan saha gabungan, dan diakhiri dengan (4) merger, acqusisi, dan konsolidasi.
2. Ideological Communities
Relasi dengan ideological communities mungkin lebih rendah bentuk kelembagaannya, tetapi mereka menggabungkan identitas budaya pada organisasi dan menjadi alasan organisasi tersebut ada.
Religi atau masyarakat religi berafiliasi dengan pelayanan sosial atau masyarakat memahami bahwa organisasi tersebut berafiliasi dengan masyarakat religi tertentu. Secara tipikal organisasi ini dan tidak sama dengan organisasi nonprofit, dan memiliki nama yang mengafiliasi pada religi tertentu, seperti Lutheran Social Ministries atau Catholic Charities, sedangkan di Indonesia berkembang organisasi yang berafiliasi pada agama tertentuseperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia, Lembaga TsuChi. B e b e r a p a a s u m s i d a p a t d i b u a t m e n g e n a i a f i l i a s i k e a g a m a a n B e b e r a p a a g a m a y a n g b e r a f i l i a s i m e m b e r i k a n p e l a y a n a h a n y a d a r i k e l o m p o k k e p e r c a y a a n . A f i l i a s i i n i b a h k a n m e n e r i m a s u m b a n g a n d a r i m a s y a r a k a t u n t u k m e m b a w a m i s i d a n b a h k a n s a n g a t s u l i t untuk me mbuat mereka menj adi “religious” (Ellor, Netting, & Thibault, 1999). Nantnya mereka akan memelihara afiliasi dengan kelompok agama, symbol keagamaan yang dapat memegang makna perbedaan bagi administrator, staf, dan konsumen (Netting, O’Connor, & Yancey, 2006).
3. Franchise/Waralaba
Banyak lembaga perwakilan dari organisasi internasional regional, nasional, atau bahkan lokal. Oster mendefinisikan hubungan seperti waralaba diantara HSO lokal sesuai dengan ciri-ciri sebagai berikut: ''(1) Menjadi franchiser transfer untuk
(19)
15
para pengguna waralaba dengan hak eksklusif untuk menggunakan merek dagang atau menjual produk tertentu. Seringkali meskipun tidak selalu, hak ini diberikan atas suatu wilayah tertentu. (2) Sebagai gantinya, franchisee (pengguna waralaba) membayar kepada pemiliki waralaba dan mungkin harus setuju untuk membeli persediaan atau bahan baru dari waralaba tersebut. (3) franchisor (pemilik waralaba) memberikan bantuan beberapa franchisee, biasanya di permasalaha teknis, masalah operasi, dan penerapan kontrol dalam pengoperasian. (4) Setiap sisa keuntungan dan kerugian dari usaha diberikan kepada franchisee” yang berarti dapat masuk ke dalam penyediaan layanan yang lebih (1992, hal 224).
Perawatan rumah (misalnya, Manor Care), konsumen mengharapkan kualitas standar dari usaha waralaba, sama seperti mereka mengantisipasi bahwa hamburger atau milkshake dari perusahaan waralaba di setiap kota di dunia akan sama. Meskipun lembaga nirlaba mungkin tidak menganggap diri mereka sebagai waralaba, ada teladan lama yang terbentuk seperti konsep waralaba yang berlaku. Oster menyatakan ''bahwa lebih dari setengah dari 100 organisasi nirlaba atas amal adalah organisasi waralaba' '(1992, hal 226). Goodwill Industri dan Planned Parenthood, misalnya, beroperasi dalam hubungan waralaba dengan kantor nasional. Goodwill Industries memiliki 179 afiliasi di Amerika Serikat, sedangkan Planned Parenthood memiliki 171 (Oster, 1992, hal 225). afiliasi lokal dapat membayar organisasi nasional mereka persentase dari anggaran mereka beroperasi di tukar untuk penggunaan logo dan nama, dukungan teknis, dan berbagai kegiatan seperti lobi di tingkat nasional untuk kebijakan yang relevan dengan kebutuhan instansi. Beberapa bab lokal dapat terlibat dalam penggalangan dana bersama dengan badan-badan nasional, di mana dana tersebut disalurkan oleh rumus untuk kelompok-kelompok lokal dan nasional. Pembatasan ditempatkan pada waralaba sangat bervariasi
4. Hubungan Host
Layanan manusia dapat disampaikan oleh departemen, program, atau individual terletak di dalam organisasi induk. Organisasi ini biasanya lembaga besar yang memberikan layanan manusia atau mempekerjakan profesional membantu sebagai bagian dari apa yang mereka lakukan, tapi yang tujuan utamanya bukan pelayanan manusia. Oleh karena itu, organisasi induk bisa sistem layanan kesehatan, pengaturan sekolah, militer, perusahaan komersial, atau organisasi lain di mana suatu
(20)
16
unit atau komponen memberikan pelayanan manusia. Dalam organisasi tuan rumah, praktisi dipandang sebagai''tamu kelembagaan''(Auslander, 1996, hal 15). Klien biasanya tidak datang untuk tujuan mendapatkan pelayanan manusia karena itu bukanlah fungsi utama organisasi.
Namun, dalam proses penyediaan apa yang klien butuhkan, organisasi induk mungkin terlibat praktisi atau unit pelayanan sosial untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan.
Tabel 2.1
Tipe Hubungan Organisasi
Tipe Deskripsi Contoh
Asosiasi People or organizations that voluntarily associate for a defined purpose; includes membership organizations and grassroots associations
National Association of Social Workers (NASW)
Child Welfare League of America (CWLA)
American Association of Homes & Services for the Aged (AAHSA)
Ideological Communities
Organizations that align with the ideologies and values of religious, ethnic, feminist, or other communities
Catholic Charities (religious affiliation)
Latino Nonprofit (ethnic affiliation)
Women’s Shelter (feminist affiliation)
Franchises Organizations that have a relationship with regional or national organizations and seek to carry out the same goals locally
Prevent Child Abuse America The Alzheimer’s Association The United Way American Red Cross
YMCA
Host Organizations that house programs and services, but do not view social services as their only or primary mission
Pelayanan Sosial di Rumah Sakit
Pelayanan Sosial di Sekolah
(21)
17 BAB 3
OBJEK PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini akan mengambil HSO hanya 4 buah yaitu:
1. Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK)
Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil atau disingkat PUPUK adalah organisasi non profit, independen dan bersifat non politis yang memposisikan diri sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pengembangan UK. PUPUK didirikan untuk menjawab perlunya kegiatan pengembangan UK yang terintegrasi di semua lini ekonomi. Melalui pendekatan yang integratif PUPUK berupaya untuk mendorong UK agar mengoptimalkan peranannya. PUPUK lahir melalui sebuah proyek: Peningkatan Industri Kecil, PIK-KADIN Jawa Barat, yang dimulai tahun 1979. Proyek ini merupakan kerjasama dengan sebuah lembaga donor dari Jerman yaitu Friedrich-Naumann-Stiftung (FNSt), pada tahun 1988 program PIK-KADIN Jawa Barat dilepas dari KADIN Jawa Barat dan dilembagakan menjadi PUPUK, dengan badan hukum PERKUMPULAN. Lembaga Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil disahkan Departemen Kehakiman Republik Indonesia melalui SK No. C2-765.HT01.03.TH88. Dasar pemilihan badan hukum perkumpulan adalah dengan harapan PUPUK dapat mengembangkan mekanisme demokratis dalam tubuh organisasinya. Anggota perkumpulan adalah perorangan yang terdiri dari praktisi bisnis, aktivis LSM dan perguruan tinggi serta individu yang menaruh perhatian pada UK.
Dalam menjalankan program-programnyam PUPUK Bandung didukung oleh jaringan tenaga ahli yang berpengalaman di bidang UKM. Jaringan yang terbentuk ini merupakan hasil akumulasi dari kegiatan yang sudah dilakukan PUPUK selama hampir 17 tahun, tersebar sebagai individu maupun tenaga di perusahaan, perguruan tinggi, lembaga pembina swasta mupun pemerintah. Untuk tenaga ahli yang ada di PUPUK adalah :
(22)
18
Mukti Zaenal Asikin; Sebagai ketua PUPUK, Co-founder dan tenaga ahli One Stop Center (OSS), dan Co-founder beberapa FORDA serta jaringan organisasi di Indonesia. Beliau telah memainkan peranan penting dalam upaya pengembangan dan kajian kegiatan dalam upaya memperbaiki lingkungan usaha dengan bekerjasama dengan organisasi Internasional seperti : Swisscontact, ZDH-Techno-net Asia, European Union Commission, Freidrich Naumann Foundation, Canada Indonesia Technology Network, Plan International, GTZ, World Bank, dan the New Zealand Embassy. Sejah tahun 1997, beliau telah bekerja di beberapa institusi dan organisasi Internasional seperti Swisscontact, Kementrian negara Koperasi dan UKM, Asian Development Bank (ADB), Regional Economic Development (RED), dan Germany Technical Cooperation dengan tugas dan peran melakukan pengembangan, monitoring, assistensi tehnik, dan desain, perencanaan, dan implementasi berbagai program pengembangan UMKM.
Kawi Boedisetio; Sebagai wakil ketua PUPUK dan PUPUK Advisor. Beliau juga adalah seorang konsultan/ instruktur/ pengajar independen dalam berbagai kegiatan pengembangan UMKM dan pengembangan pasar. Dari tahun 2000 sampai dengan sekarang, beliau bekerja sebagai Program Advisor di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), the Center for Policy Assessment of Local Competitiveness Development and Loca l Capacity Building di Indonesia, membantu dalam mendukung sistem pengembangan UMKM melalui innovation system assessment, competency-based community development, cyber-marketplaces, policy studies, dan local economic development initiatives using an industrial cluster approach.
Bastian A. Saputra; Sebagai Direktur Eksekutif PUPUK Bandung, beliau juga adalah seorang tenaga ahli independen untuk beberapa kegiatan jasa konsultatif di Bapedda, CSR (perusahaan swasta dan pemerintah), dan Lembaga Internasional. Dari tahun 2003, beliau telah melakukan peranan penting dalam berbagai kegiatan PUPUK dalam melakukan pengembangan UMKM, daya saing daerah melalui pendekatan klaster industri dan Value Chain Development.
(23)
19
Siti Nur Maftuhah; Program Manager PUPUK Bandung, memiliki pengalaman lebih dari sepuluh tahun dalam bidang pengembangan UKM. Ahli dalam bidang Pengembangan Ekonomi Daerah, Pemberdayaan Masyarakat, Keuangan Mikro, Implementasi CSR dan Konsep Daya Saing Daerah. Sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang terlibat dalam beberapa program pemberdayaan masyarakat baik yang disponsori oleh pemerintah daerah, provinsi, maupun donor asing, serta memiliki kompentensi dalam melaksanakan survey dan kajian di bidang pangan dan sosial. Kompetensi lain yang dimiliki adalah trainer Klaster Industri.
Ade Abdurachman; Seorang tenaga ahli PUPUK dalam peningkatan daya saing daerah melalui pendekatan klaster industri dan tenaga ahli independen dalam pengembangan masyarakat (COMDEV) dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Beliau sebelumnya telah bekerja sebagai tenaga ahli di PT. Kondur SA dalam program pengembangan masyarakat dan sampai dengan sekarang untuk beberapa pekerjaan jasa konsultasi dari berbagai institut pemerintahan dan perusahaan swasta.
Endang Sri Agustini; Seorang tenaga ahli PUPUK dalam peningkatan daya saing daerah melalui pendekatan klaster industri dan independen dalam melakukan kajian survei dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Dari tahun 1997 sampai dengan sekarang, beliau telah bekerja sebagai tenaga ahli di bidang kegiatan program untuk berbagai institusi pemerintah, perusahaan swasta dan lembaga internasional. Keahlian yang dimiliki secara spesifik adalah konsep pembangunan daerah serta trainer Klaster Industri.
Listoman Tanjung; Seorang tenaga ahli spesialisasi micro-enterprise dengan pengalaman lebih dari 15 tahun dalam memberikan pelatihan dan assistensi tehnik UMKM, khususnya dalam aspek kemampuan manajemen dan kewirausahaan. Beliau memiliki pengalaman dalam membuat kurikulum dan materi pengajaran berdasarkan kebutuhan UMKM. Disamping sebagai tenaga ahli PUPUK, beliau juga memiliki pengalaman sebagai tenaga ahli spesialis dalam pengembangan ekowisata berbasis komunitas dan sektor swasta melalui
(24)
20
program yang dibiayai oleh DFID UK, yang memiliki peran membangun keberlanjutan UMKM yang berhubungan dengan industri wisata. Beliau juga memiliki pengalaman dalam menyusun dan mengimplementasikan skema kredit mikro untuk UMKM. Beliau juga seorang akuntan dengan melalui pendidikan di Business Studies fromTechnical Advance and Further Education of Adelaide, South Australia.
2. Dompet Dhuafa (DD)
Dompet Dhuafa (DD) Bandung merupakan lembaga nirlaba milik ummat, berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa yang bertumpu pada sumber daya lokal dengan dana zakat, infak, shodaqoh, dan waqaf (ZISWAF), serta dana sosial kemanusiaan lainnya. Organisasi ini lahir dari empati kolektif komunitas jurnalis yang sering berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus kerap jumpa dengan kaum kaya. Digagaslah manajemen galang kebersamaan dengan siapapun yang berkepedulian kepada kaum dhuafa. Empat orang wartawan yaitu Parni Hadi, Haidar Bagir, S. Sinansari Ecip dan Eri Sudewo berpadu sebagai Dewan Pendiri lembaga independen DOMPET DHUAFA REPUBLIKA
Sejak kelahiran Dompet Dhuafa (DD) Republika pada tahun 1993 Sejak saat itu wartawan media ini memotori segenap kerabat kerja untuk menyalurkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan. Dana tersebut dikumpulkan kemudian didayagunakan langsung kepada dhuafa yang berhak. Karena dilakukan pada waktu-waktu sisa, tentu saja dana yang terkumpul maupun pendayagunaannya tidak dapat maksimal. Dalam sebuah kegiatan di Gunung Kidul Yogyakarta, para wartawan menyaksikan aktivitas pemberdayaan kaum miskin yang didanai mahasiswa. Dengan menyisihkan uang saku, mahasiswa membantu masyarakat miskin. Aktivitas sosial yang telah dilakukan sambilan di lingkungan REPUBLIKA kemudian terdorong untuk dikembangkan. Apalagi kala itu, masyarakat luas pun telah terlibat menyalurkan ZISnya melalui DD, mulailah digagas manajemen pengelolaan zakat dalam bentuk program-program pemberdayaan.
Kian berkembangnya organisasi dan padatnya aktifitas, tahun 1998 DD Republika membuka konter di Bandung yang selanjutnya berkembang menjadi
(25)
21
lembaga perwakilan pada tahun 2000 dengan nama Dompet Dhuafa Republika Perwakilan Jawa Barat. Inti aktifitasnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan dana ZIS melalui program-program pemberdayaan untuk menanggulangi berbagai problem sosial di wilayah Jawa Barat. Tahun 2002, penerapan konsep Jejaring Multikoridor (JMK) oleh Dompet Dhuafa Republika mendapat respon positif, termasuk dari Dompet Dhuafa Perwakilan Jawa Barat. Tahun 2002, penerapan konsep Jejaring Multikoridor (JMK) oleh Dompet Dhuafa Republika mendapat respon positif, termasuk dari Dompet Dhuafa Perwakilan Jawa Barat.
Luasnya program yang harus ditangani di satu sisi dan kondisi ekonomi yang sulit mengembangkan yayasan beserta program yang didanainya. Karena itu, strategi penggalangan dana yang Iebih baik menjadi salah satu tuntutan bagi DD untuk survive dan bersaing dengan lembaga penggalang dana lainnya. Pada awal 1998, Eri Sudewo mengubah divisi penggalangan dana menjadi divisi pemasaran yang ditugasi menggalang dana sekaligus melakukan promosi program. Tujuannya agar lebih aktif dalam merangkul penyumbang dan mengurusnva dengan cara yang Iebih sistematis. “Cara ini akan membuat DD berbeda dengan organisasi serupa yang mengumpulkan donasi ataupun ZIS secara tradisional dan pasif. Selain menyusun strategi penggalangan dana lebih terencana, kami juga merancang panduan internal sebagai mekanisme kerja termasuk sistem insentif pada bagian penjualan sehingga penggalang dana akan bekenrja secara profesional. Eri percaya meskipun sumbangan secara sukarela telah menjadi hagian dan budaya dan ajaran agama, hal itu perlu dimotivasi lewat pendekatan yang sistematis. Rencana komunikasi dan kampanye menjadi salah satu perangkat DD. Namun penyediaan produk yang nyata nilai tambahnya dan pelayanan lebih baik merupakan pendekatan yang lebih baik.
Diluar itu, mereka juga melakukan berbagai pendekatan yang profesional untuk memelihara dan merawat donatur sehingga menjadi penyumbang yang loyal. Upaya itu dilakukan DD lewat pendekatan pribadi. Untuk menangani program penggalangan dana ini, Eri Sudewo merekrut dan mempromosikan beberapa staf yang berlatar belakang pendidikan atau memiliki pengalaman di bidang pemasaran. Divisi mi dirancang dalam sebuah struktur yang ramping, namun bisa bekerja secana efektif dan efisien. Saat itu divisi mi memiliki lima tenaga yang dipilih dan direkrut secara ketat dan peserta program pelatihan penggalangan dana yang pernah dilaksanakan
(26)
22
oleh DD. Mereka adalah peserta terbaik dalam pelatihan. Sebelum melaksanakan tugas mereka diberikan wawasan mengenai yayasan, produknya, dan terutama strategi pemasaran kehumasan.
Kunci sukses DD dalam menerapkan strategi pemasarannya adalah perkiraan pengeluaran dan pendapatan yang cermat. Pada awal tahun pembukuan, manajemen merancang perkiraan pendapatan berdasarkan pendapatan tahun lalu. Mereka menelusuri informasi dalam basis data sebelum menyusun kecenderungan untuk tahun berikutnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kebijakan pemerintah, situasi ekonomi, dll. Manajer divisi pemasaran bertanggung jawab dalam menyusun target tahunan, yang diterjemahkan dalam angka bulanan.
Mulai awal 2000, divisi pemasaran ditingkatkan statusnya menjadi direktorat penghimpunan yang dipimpin oleh Serorang direktur. Direktorat mi membawahi divisi pemasaran perusahaan dan pemasaran nitel yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer. Perubahan mi berkaitan dengan upaya restrukturisasi yang dilakukan DD terhadap struktur organisasinya. ‘Terubahan ini juga dilakukan untuk memaksimalkan upaya pemasaran kita lakukan. Dengan struktur baru ini, peran masing-masing divisi lebih fokus dan Iebih maksimal. Divisi perusahaan menangani penggalangan dana dan kerja sama dengan perusahaan atau lembaga, sementara retail pemasaran lebih banyak mencari dan menangani dana yang masuk dan individu atau perorangan,” kata Juwaini.
Pada awal tahun 2003 DD mengembangkan organisasinya menjadi Jejaring Multi Koridor (JMK). JMK merupakan struktur organisasi sejenis konsorsium di mana masing-masing lembaga atau divisi yang tergabung di dalamnya diberi kesempatan luas untuk mandiri dan mengembangkan lembaganya sesuai dengan core activity atau aktivitas utarnanya. Struktur baru mi dipilih agar berbagai lembaga, divisi atau unit usaha bentukan DD tidak menjadi beban bagi DD dan tumbuh menjadi lembaga mandiri. Konsep tersebut diwujudkan dalam tiga tahapan yang disebut IOM (Indepen¬den, Otonom, dan Mandiri). Pada tahapan independen DD akan membantu membangun manajemen lembaganya, membantu sebagian biaya operasionalnya, dan mengarahkan berbagai kebijakan yang dijalankan lembaga tersebut.
Berbagai bantuan dan bimbingan itu mulai dikurangi dalam tahapan otonom dan DD hanya mensubsidi kekurangan dana dan membantu mengatasi persoalan yang
(27)
23
belum bisa dipecahkan oleh lembaga. Akhirnya, DD sama sekali akan melepaskan lembaga tersebut dengan memberi kewenangan sepenuhnya untuk menyusun rencana strategis lembaga, mencari sumber pendanaan, dan membuat kebijakan strategis pengem¬bangan lembaga. Konsep JMK dipilih untuk menjawab kebutuhan pengembangan organisasi dan SDM agar bisa mengembangkan din secara maksimal. Dengan sistem baru tersebut, masing-masing divisi, Lembaga atau unit usaha yang dikembangkan DD bergabung dalarn 4 jejaring: (1) Lembaga Amil Zakat, (2) Jejaring Asset Reform, (3) Jejaring Asset Sosial, dan (4) Business Development atau Jejaring Komersial. Masing¬masing badan tersebut menghidupkan lembaga-lembaga otonom yang bekerja secara fokus dan desentralisasi. (lihat struktur) Jaringan yang secara khusus diberi tugas untuk mengem¬bangkan kegiatan bisnis dan pengembangan ekonomi masyanakat adalah Jejaring Asset Reform (JAR) dan Jejaning Komensial.
JAR menupakan salah satu bagian dan JMK yang bertugas melakukan program atau kegiatan peningkatan perekonomian dan penguatan modal sosial di tengah-tengah masyarakat. JAR merupakan penpaduan antara social investment dengan visionary investment. Jejaring mi menjadi tempat berkiprahnya lembaga-lembaga berbasis ekonomi kerakyatan, dimodali oleh masyarakat lewat dana ZIS, kepemilikannya bensifat umum atau publik, berorientasi pada pengembangan potensi kaum dhuafa, dan menerapkan sistem bagi hash untuk pengembangan kualitas dan kuantitas masing-masing usahanya. Kalau dan dana ZIS yang dikembangkan lewat benbagai program dan unit usaha tensebut berkembang, maka keuntungan yang didapat tidak diambil oleh DD, tapi dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk program atau memperbesar modal usaha.
Proses pengalihan aset atau modal tersebut diiakukan secara bertahap dalam bentuk usaha atau bisnis yang dijalankan secara profesional, seperti layaknya bisnis komersial. Beberapa unit usaha yang dikembangkan dalam usaha ini adalah: Unit Ternak Domba Sehat, Unit Agribisnis, Unit Perdagangan, Lembaga Keuangan Mikro, dan Unit Masyarakat Mandini. Sementara Jejaring bisnis atau komersial terdiri dan lembaga-lembaga yang berorientasi bisnis, benbasis syaniah, bermodal dan dana non-ZIS, profesional profit-oriented, kepemilikan oleh lembaga pemilik modal, dan bagi hasil dan pemodal dibenikan kepada kaum dhuafa. Modalnya benasal dan dana operasional DD atau dana pinjaman komersial. Sebagai amil atau lembaga pengelola
(28)
24
ZIS, DD benhak mendapatkan 1/8 dan jumlah dana yang digalang. Dana tersebut biasanya digunakan untuk operasional lembaga. Namun, jika ada kelebihan dan dana tersebut, sisanya digunakan untuk pengembangan usaha-usaha komersial. Karena pengembangan usaha itu menggunakan dana yang menjadi hak pengelola DD, maka keuntungan yang diperoleh tidak dikembalikan ke masyarakat sebagai mustahik, tapi digunakan untuk mengembangkan organisasi. Misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan atau melengkapi sarana dan prasarana. Yang tengabung dalam jejaning ini adalah Raudha Rahma Abadi (perusahaan travel dan ibadah haji/umroh), Institut Manajemen Zakat (lembaga pendidikan dan pelatihan pengelolaan ZIS), Subkanal Citra Selaras (PR dan Event Organizer), Community Development Circle (pengembangan corporate social responsibility) dan Tebar Hewan Kurban (Penyediaan dan Penyaluran Daging Kurban).
Pada tanggal 14 Oktober 2002 didirikanlah lembaga afiliasi DD Republika dengan nama Yayasan Dompet Dhuafa Bandung dengan nomor akte 42, di depan notaris Evy Hybridawati Wargahadibrata, SH. Untuk memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, DD mendaftarkan diri ke Departemen Sosial RI sebagai organisasi yang berbentuk Yayasan. Pembentukan yayasan dilakukan di hadapan Notaris H Abu Yusuf SH tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara RI No. 163/A.YAY.HKM/1996/PN JAKSEL. Lokasi tempat dompet dhuafa bandung terletak di Jl. Pasirkaliki No. 143 Lt.II Bandung 40173 Jawa Barat, Indonesia 40173 Tlp. 022-6032281,6120218 Fax. 022-6120130.
Adapun visi dari Dompet Dhuafa Bandung, yaitu: Menjadi lokomotif pemberdaya, bagi tumbuh kembangnya jiwa dan kemandirian masyarakat, yang bertumpu pada sumber daya lokal, menuju sistem ekonomi berkeadilan. Sedangkan Misi Dompet Dhuafa Bandung, yaitu:
Membangun diri menjadi lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat berbasis pengelolaan ZISWaf (zakat, infak, sedekah dan wakaf)
Menumbuhkembangkan jaringan lembaga pemberdayaan masyarakat
Menumbuhkembangkan dan mendayagunakan aset masyarakat yang berbasis kekuatan sendiri
(29)
25
Dalam melaksanakan semua program dan kegiatannya para pegawai di dompet dhuafa memiliki struktur organisasi dimana hal ini memudahkan mereka untuk berkordinasi, adapun struktur organisasinya (terlampir)
3. Yayasan B_Trust
B_Trust adalah perkumpulan nir-laba (NGO) yang didirikan oleh sekelompok aktivis dan professional yang berpengalaman dalam bidang penelitian dan advisory, pengorganisasian masyarakat, penguatan lembaga non profit maupun institusi publik yang memiliki perhatian pada peningkatan peran masyarakat dalam proses kepemerintahan. Pembentukan Yayasan B_Trust dikukuhkan di depan Notaris Dr. Wiratni Ahmadi, S.H. pada tanggal 14 Juni 2001 dengan akta pendirian No. 27 dan dilengkapi dengan pendaftaran di Sospol dengan No. 340/Yayasan/2003. Di samping itu, B_Trust terdaftar juga sebagai anggota ISBN No. 979-96768.
B_Trust merupakan lembaga swadaya masyarakat yang berbeda dengan tipikal lembaga swadaya masyarakat lainnya. Jika LSM biasanya mendampingi atau melakukan pemberdayaan kepada masyarakat, maka B_Trust memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah. Selama ini lsm memilih peran sebagai oposisi terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Namun B_Trust memilih peran sebagai mitra pemerintah, dengan harapan kebijakan yang disusun bersama antara B_Trust dan pemerintah akan memberikan nilai lebih bagi masyarakat.
Program-program pemberdayaan yang ada selama ini kerap kali berbenturan dengan aturan yang ada. Disisi lain kegiatan pendampingan kerap kali tidak berkesinambungan karena tidak adanya aturan hukum yang menaungi. Program-program reform yang digagas oleh masyarakat sering kali mentok karena pemerintah tidak mau menerima masukan dari bawah. Karena itulah B_Trust memandang pendekatan yang harus dilakukan tidak hanya ke masyarakat tetapi juga ke pembuat keputusan. Pendekatan yang dipilih oleh B_Trust sering membuat B_Trust mendapatkan stereotype sebagai LSM yang elitis. Namun jika dipandang lebih jauh, berbagai program reform yang dijalankan B_Trust bersama pemerintah daerah merupakan program-program yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Pendekatan pada penyusunan kebijakan dirasakan lebih efektif dan membawa dampak yang cukup signifikan pada proses pelayanan publik.
(30)
26
Satu dari 4 fokus B_Trust adalah jaringan untuk perubahan. Dalam mendorong berbagai proses reform di pemerintah khususnya daerah, B_Trust menyadari hal ini tidak mungkin dilakukan sendirian. Karena itu jaringan perlu dibentuk dan diperkuat. B_Trust akan terus mendiseminasikan setiap kebijakan yang dianggap reform kepada masyarakat. Proses ini dilakukan dengan harapan masyarakat dapat memberikan kontribusi melalui monitoring kebijakan yang sudah atau akan berjalan.
Jaringan untuk perubahan berfungsi sebagai wahana dialog dan komunikasi antar berbagai stakeholders. Dengan adanya dialog yang intensif antar LSM maupun kelompok yang didampingi, B_Trust dapat berbagi berbagai ide dan informasi. Berbagai forum-forum diskusi yang diselenggarakan kerap kali menghasilkan ide-ide segar yang inovatif.
Visi Dan Misi Lembaga
Memberi harapan kepada pemerintah lokal dan usaha-usaha masyarakat untuk menciptakan inovasi dan ubah ke arah bangunan kepercayaan, hak kekayaan, demokrasi dan tanggung-jawab di dalam penguasaan baik
Memberi harapan kepada keadilan dan participatory memproses di dalam perumusan kebijakan, implementasi dan evaluasi, strategi, dan program
Memberi harapan kepada proses dari pembangunan ekonomi lokal berdasar pada peningkatan peran-peran SME.
Ecouraging kepemimpinan yang mau mendengarkan dan yang inovatif pada tingkatan lokal.
Kegiatan yang dilakukan oleh B_Trust selama ini mengacu pada empat fokus kegiatan, yaitu inovasi dan partisipasi dalam lokal governance, jaringan untuk perubahan, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun demikian, dalam rangka menambah wacana dan meningkatkan kapasitas, B_Trust selama ini mengerjakan juga di luar empat fokus tersebut yang diasumsikan menunjang fokus kegiatan.
Lembaga B_Trust yang bergerak dibidang advokasi publik untuk mendorong kinerja staff dan personilnya menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Diharapkan
(31)
27
melalui penyediaan sarana dan prasarana ini tugas-tugas staff dapat berjalan dengan lancar. Penyediaan kebutuhan ini sangat diperlukan dan diharapkan akan semakin baik.
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di B_Trust sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan diantaranya sebagai berikut :
Komputer 8 unit Laptop 3 unit Meja kerja 8 buah Kursi kerja 16 buah 3 ruang tamu Musola 1 tempat
Meja Resepsionis 1 unit 1 ruang makan
1 ruang rapat dengan kapasitas 10 orang 5 kamar mandi
1 dapur 4 rak buku 2 mobil 4 motor 2 unit telepon 4 ruang kerja Koneksi internet 2 buah mesin print 4. Yayasan Suryakanti
Yayasan Surya Kanti didirikan tahun 1984 oleh sekelompok profesional, orang tua, relawan yang peduli terhadap perkembangan anak dibawah lima tahun yang dikoordinir oleh Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K). Yayasan Surya Kanti merupakan Yayasan Swadaya Masyarakat non profit yang bergerak dalam bidang deteksi dini dan intervensi dini bagi anak-anak berkelainan dengan usia 0-8 tahun dan bertempat di Jl. Terusan Cimuncang No.9 Bandung 40125 Indonesia. Dalam
(32)
28
pelaksanaannya, Yayasan Surya Kanti menerapkan upaya promotif yaitu meningkatkan fungsi sosial pasien, preventif yaitu pencegahan supaya tidak rusak fungsi sosial pasien, kuratif yaitu penyembuhan agar dapat berfungsi sosial dan rehabilitatif yaitu pemeliharaan supaya tetap dapat menjalankan peran sosial. Tujuan utama adalah untuk memberikan bantuan dan pelayanan bagi anak dibawah delapan tahun dengan kebutuhan khusus untuk mengembangkan potensinya. Dalam upaya ini Yayasan Surya Kanti tidak hanya memfokuskan diri pada kelainan yang diderita anak, tetapi melihat seorang anak sebagai individu yang utuh artinya suryakanti melihat seorang anak atau pasien yang datang dengan segala kelebihan dan kekurangannya, yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat mengatasi kekurangan dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal
Selain itu bantuan dan dukungan kepada anak-anak ini juga difokuskan kepada orang tua sebagai pengasuh utama. Tim Yayasan Surya Kanti terdiri dari kelompok tenaga ahli multidisiplin yang bekerja sama dengan sekelompok tenaga terapis. Tenaga ahli ini terdiri dari dokter anak, dokter ahli penyakit syaraf, dokter ahli THT, dokter spesialis penyakit kulit, dokter ahli endokrin, dokter psikiatris dan dokter mata didampingi psikolog perkembangan dan tenaga pendidikan luar biasa. Semua ahli bekerja erat dalam satu kelompok dari berbagai macam tenaga terapis (fisio terapi, occupational terapi, tenaga stimulasi dasar/bayi, terapi wicara) dan tenaga sosial yang bekerja bahu membahu untuk kepentingan anak dengan kebutuhan khusus. Cara pendekatan seperti ini masih merupakan cara pendekatan yang relatif baru di Indonesia.
Tujuan Yayasan Suryakanti :
o Memberikan pelayanan bermutu
o Melibatkan orang tua/pengasuh untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola pasien. o Memberikan pendidikan berkelanjutan kepada tenaga/karyawan agar dapat
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi tata laksana & pengelolaan anak-anak dengan kebutuhan khusus sambil mempertahankan mutu pelayanan.
o Meningkatkan kesejahteraan karyawan dilingkungan Yayasan Surya Kanti.
(33)
29
Menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan berkeluarga dan hak seorang anak untuk mendapatkan pelayanan dan perawatan yang paling optimal dan sesuai kebutuhannya.
Mempertahankan nilai-nilai dan mutu pelayanan untuk kepentingan tiap anak. Visi Yayasan Surya Kanti adalah : “Tiap anak tanpa melihat suku bangsa, tingkat sosial dan agama mempunyai hak yang sama dalam mendapat pengasuhan dan pelayanan yang menyeluruh dan berkualitas agar mencapai tingkat kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal bagi dirinya.”
Sedangkan misi dari Yayasan Surya Kanti adalah :
Memberikan Pelayanan menyeluruh ("holistik") bagi tiap anak dan terutama bagi anak dengan kebutuhan khusus agar anak bisa berkembang menjadi seorang individu yang produktif, percaya diri dan disegani masyarakat dimana ia tumbuh, tanpa melihat kelainan fisik dan mental yang mungkin dideritanya.
Pelayanan PUSPPA Surya Kanti tidak difokuskan pada kelainan yang diderita anak, tetapi lebih melihat seorang anak sebagai individu utuh dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat mengatasi kekurangan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak. Melibatkan orang tua sebagai pengasuh dan mitra utama dan pelayanan
disesuaikan secara individual dan dikembangkan atas dasar kekuatan- kekuatan pada anak dan keluarga dan tidak didasarkan pada kekurangannya.
Susunan pengurus Yayasan Suryakanti
Ketua : Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K). Wakil Ketua I : Ny. Martini Soemali
Wakil Ketua II : Ny. Eike Moedomo Sekretaris Umum : Ny. Tien Zubair Dangkua Bendahara Umum : Ny. Jossy Saswinadi, SH
Anggota : 1. Dr. Bulantrisna Djelantik, Sp. THT 2. Dr. Reggy Panggabean, Sp. S (K) 3. Ny. Retno Harsono
4. Ir. Wanne Mardiwidjo, Alm 5. Dr. Bachti Alisjahbana, Sp. PD
(34)
30
6. Dra. Carlina Susanto Adiwilaga Volunteer : 1. Ny. Wiwiek Soejono
2. Ny. Tinneke Kosasih 3. Prof. DR. Sriewolan S 4. Ny. Emmy Hendro
Yayasan Surya Kanti di dirikan oleh Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K). Dalam membantu kegiatan Yayasan Surya Kanti dibentuklah struktur pembagian tugas dalam badan pengurus. Pembagian tugas ini terdiri dari ketua, sekeretaris dan bendahara. Untuk ketua sendiri langsung dipegang oleh pendirinya yaitu Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K). Ketua Yayasan ini berperan sebagai penanggung jawab Yayasan Suryakanti secara keseluruhan. Sekertaris Yayasan Surya Kanti dipegang oleh Ny. Tien Zubair Dangkua, sedangkan bendahara Yayasan Surya Kanti dipegang oleh Ny. Jossy Saswinadi, SH. Bendahara tersebut bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan Yayasan Surya Kanti. Dalam membantu kegiatan harian Yayasan Surya Kanti dibentuk bagian kesekretariatan yang terdiri dari dua orang staf yaitu ibu Tanti dan Ibu Diana Irma.
Yayasan Surya Kanti terbagi ke dalam lima unit. Unit pertama merupakan unit pendidikan dan pelatihan. Unit pendidikan dan pelatihan ini memiliki program penjaringan dan pelatihan Tenaga Intervensi Dini untuk perawat di Puskesmas-puskesmas untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus di masyarakat, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, yaitu orang tua dilibatkan secara aktif dalam kegiatan deteksi dan intervensi dini (oleh ibu dirumah dan kader posyandu).
Unit kedua yaitu, unit marketing yang memiliki salah satu tugas dalam melakukan promosi dan pemasaran kepada masyarakat luas tentang program-program dan pelayanana yang diberikan Yayasan Surya Kanti. Salah satu bentuk kegiatannya adalah melakukan sosialisasi pada masyarakat umum mengenai bentuk pelayanan klinik, pendidikan TK dan SD, serta balai pengobatan. Cara bermaketing yang dilakukan beragam dari mulai membuat dan membagikan pamflet dan juga membuat poster yang di simpan di Rumah Sakit ataupun tempat praktek dokter anak.
Unit ketiga merupakan unit pelayanan Pusat Pengembangan Potensi Anak (PUSPPA) Surya Kanti, yang terbagi lagi kedalam tiga bagian yaitu bagian klinik,
(35)
31
pendidikan dan balai pengobatan. Unit pelayanan ini merupakan unit dan kegiatan utama PUSPPA Surya Kanti dan bertujuan mengimplementasi visi dan misi Yayasan. Direktur Unit Pelayanan Utama PUSPPA dipegang langsung oleh Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K)., wakil Direktur medis Dr. Yulia Suherman dan Manajer HRD yaitu Ibu Shintawati Restiningsih. Klinik Yayasan Suryakanti bergerak dalam bidang kesehatan anak khususnya bidang deteksi dan intervensi dini pada anak-anak usia 0-8 tahun yang mengalami gangguan perkembangan atau masalah kesulitan belajar pada anak usia sekolah. selain itu juga menangani pemeriksaan balita yang tidak mengalami gangguan perkembangan (anak normal) guna memungkinkan orang tua menolong dan meningkatkan potensi perkembangan mereka sedini mungkin dan semaksimal mungkin. Kegiatannya meliputi penilaian perkembangan, menegakan diagnosa, melaksanakan intervensi melalui terapi khusus fisik, okupasi, dan wicara. Jumlah tenaga profesi terdiri dari 4 dokter, 4 psikolog, dan kelompok 12 terapis, dan 2 tenaga Social Worker.
(36)
32 BAB IV
ISI DAN PEMBAHASAN
4.1 Human Service Organisation di Kota Bandung
Human Service Organization (HSO) dalam dua puluh tahun terakhir merupakan fenomena menarik, menjamur dan bahkan menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan bangsa Indonesia. Keberadaan HSO di Indonesia membawa warna tersendiri bagi perjalanan perubahan bangsa Indonesia. HSO mulai popular di Indonesia pada tahun 1970-an dan mengalami puncak perkembangannya pada awal tahun 1990-an dengan jumlah HSO seluruh Indonesia berjumlah 13.500 (ST. Sularto, 2004). Jaringan internasional berfungsi dengan optimal. Pada saat bersamaan para jurnalis muda Indonesia yang awalnya adalah aktivitas kampus atau aktivis HSO, bangkit, berkembang biak dengan cepat, dan mulai meraung, serta bahu membahu dengan seluruh aktivis HSO. Gabungan dua kekuatan ini mengantarkan HSO pada puncak kekuatannya sebagai penekan dominasi Negara, serta dominasi kekuatan kapitalisme ekonomi (Ichsan Malik: 2004).
Perkembangan HSO yang cepat di Indonesia juga harus didukung dengan kapabilitas HSO itu sendiri. Dalam kehidupan berlembaga, terdapat beberapa faktor yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan lembaga tersebut. Seperti dalam sebuah organisasi, diperlukan bagian-bagaian yang bertujuan membangun kapasitas lembaga, baik eksternal maupun internal.
Keberadaan HSO di Indonesia makin menjamur seiring berjalannnya waktu dan masalah sosial yang terjadi. Perkembangan jaman yang semakin cepat mebuat lembaga tersebut harus semakin dinamis dalam upaya mencapai usaha kesejahteraan sosial. Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka dalam menangkap fenomena perubahan tersebut, menganalisa dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut. Kenyataan di Indonesia secara umum menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pelayanan sosial yang ada tidak mampu menjawab tantangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan sosial, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks. Salah satu penyebab utamanya adalah sangat lemahnya pengorganisasian
(37)
33
khususnya manajemen lembaga pelayanan sosial tersebut, yang masih berlandaskan aktifitas karitas.
Maka jika berbicara organisasi harus pula berbicara komponen-komponen yang membangun organisasi ketika melakukan perencanaan dan implementasi dalam suatu harmoni antar sistem dan sub-sistem, yang dapat berkontribusi bagi prodkutifitas lembaga. Kemudian sistem-sistem di dalam lembaga dibangun berdasarkan konsistensi dan kompatibel. Jika organisasi didesain sesuai dengan misi dan filosofi organisasi dan jika pegawai didorong untuk memiliki performa pada level tertinggi dan mendukung serta memberikan penghargaan terhadap performa mereka, kemudian organisasi akan meraih keunggulan dan perkembangan yang konsisten sesuai yang direncanakan dalam strategi jangka pendek, menengah, panjang, tujuan program dan objektif.
Dalam proses pemberian pelayanan kepada manusia, HSO merupakan bagian dari sistem yang paling besar, yaitu menjadi bagian dari sistem pelayanan yang sifatnya makro, seperti dalam pelayanan kepada masyarakat dalam bidang kesehatan atau pendidikan, HSO tidak melakukan sendiri namun dengan HSO yang lainnya membentuk pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat atau sesuai dengan kebijakan sosial yang telah dikeluarkan oleh pemegang kebijakan. Maka kolaborasi antar HSO harus dilakukan untuk mendapatkan pelayanan yang prima.
Dalam penelitian ini akan mengambil beberapa HSO dikategorikan berdasarkan sepsifikiasi pelayanan yang diberikan dan bentuk koordinasi yang dilakukan oleh HSO dalam memberikan pelayanan yaitu:
4.1.1 Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK)
Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil atau disingkat PUPUK adalah organisasi non profit, independen dan bersifat non politis yang memposisikan diri sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pengembangan UK. PUPUK lahir melalui sebuah proyek: Peningkatan Industri Kecil, PIK-KADIN Jawa Barat, yang dimulai tahun 1979. Proyek ini merupakan kerjasama dengan sebuah lembaga donor dari Jerman yaitu Friedrich-Naumann-Stiftung (FNSt), pada tahun 1988 program PIK-KADIN Jawa Barat dilepas dari PIK-KADIN Jawa Barat dan dilembagakan menjadi PUPUK, dengan badan hukum PERKUMPULAN. Lembaga Perkumpulan Untuk
(38)
34
Peningkatan Usaha Kecil disahkan Departemen Kehakiman Republik Indonesia melalui SK No. C2-765.HT01.03.TH88. Dasar pemilihan badan hukum perkumpulan adalah dengan harapan PUPUK dapat mengembangkan mekanisme demokratis dalam tubuh organisasinya. Anggota perkumpulan adalah perorangan yang terdiri dari praktisi bisnis, aktivis LSM dan perguruan tinggi serta individu yang menaruh perhatian pada UK.
Dalam menjalankan program-programnyam PUPUK Bandung didukung oleh jaringan tenaga ahli yang berpengalaman di bidang UKM. Jaringan yang terbentuk ini merupakan hasil akumulasi dari kegiatan yang sudah dilakukan PUPUK selama hampir 17 tahun, tersebar sebagai individu maupun tenaga di perusahaan, perguruan tinggi, lembaga pembina swasta mupun pemerintah.
Pelayanan yang diberikan oleh PUPUK Bandung lebih memfokuskan pada pemberdayaan masyarakat, dengan meningkatkan kemampuan usaha kecil dan menengah, hingga dapat memberikan kemudahan bagi mereka untuk melakukan pemenuhan kebutuhannya.
Berdasarkan Renstra yang ada di PUPUK Bandung ini didasarkan pada Misi dari PUPUK Bandung, yakni melaksanakan program-program penguatan Usaha Kecil dengan basis potensi yang dimiliki oleh Usaha Kecil dan kebutuhan Usaha Kecil dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki Indonesia, melalui pendekatan di tingkat mikro, meso, dan makro. Berikut Rinciannya :
1. Pendekatan Tingkat Mikro; PUPUK melakukan kegiatan yang berlangsung dengan Usaha Kecil melalui berbagai kegiatan di lapangan dalam bentuk layanan pengembangan bisnis, seperti pelatihan teknis, manajemen, asistensi, konsultasi, layanan informasi, dan aktivitas lain sesuai dengan kebutuhan Usaha Kecil dan kemampuan PUPUK.
2. Pendekatan Tingkat Meso; PUPUK berupaya untuk mendukung terciptanya infrastruktur dan sistem pendukung yang kondusif bagi pengembangan Usaha Kecil. PUPUK bersama-sama dengan lembaga lain menciptakan wadah aspirasi dan koordinasi yang intensif oleh perorangan maupun lembaga
(39)
35
pengembang Usaha Kecil sehingga berkembang program-program yang bersifat kemitraan baik secara vertikal maupun horizontal.
Kegiatan pada tingkat meso antara lain; workshop dan pelatihan bagi tenaga pembina/ konsultan Usaha Kecil, jaringan informasi dan forum komunikasi tenaga ahli (konsultan Usaha Kecil), pembentukan jaringan lembaga pendamping Usaha Kecil, dan lain-lain.
3. Pendekatan Tingkat Makro; PUPUK berupaya untuk memberikan kontribusi terhadap upaya penyempurnaan kebijakan pemerintah baik itu di tingkat regional maupun nasiona agar tercipta iklim usaha yang kondusif bagi perkembnagan Usaha Kecil. Kontribusi PUPUK diwujudkan dalam bentuk studi dan dialog kebijakan yang mengajak seluruh stakeholder, serta bentuk-bentuk kegiatan advokasi, seminar maupun kampanye baik ke lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif.
Adapun kegiatan-kegiatan dan program-program yang dilakukan PUPUK dalam mengimplementasikan misi dari PUPUK itu sendiri, yakni :
1. Kerjasama Pengembangan UKM
Program kerjasama pengembangan UKM yang dilaksanakan oleh PUPUKberlandaskan pada upaya perkuatan kaasitas UKM. UKM partisipan program ditempatkan sebagai mitra sejajar. Capaian dari program kerjasama pengembangan UKM ini adalah menguatnya usaha UKM peserta program ditinjau dari indikator usaha. Serta terbentuknya iklim usaha yang sehat dan positif.
2. Implementasi Program CSR (Corporate Social Responsibillity)
Dalam konteks yang sama yaitu pengembangan daya saing daerah dan Pengembangan UKM melalui program CSR yang ada di perusahaan.
3. Studi, Riset dan Survey
Studi, riset dan survey adalah program yang dilakukan sebelum dan sesuadah program Kerjasama Pengembangan UKM. Beberapa program studi, riset dan
(1)
62
didapat tidak diambil oleh DD, tapi dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk program atau memperbesar modal usaha.
DD merupakan bentuk HSO yang berkolaboarasi berdasarkan ideological community, sebab landasan dasar kerjasama yang dilakukan adalah keagamaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam program pelayaan DD adalah yang memiliki ideologi sama dengan DD. Kemudian dalam perkembangannya HSO yang berlandaskan keagamaan tersebut memiliki potensi sangat besar terutama dalam pengelolaan Zakat atau Wakaf, sebab masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan. Hal inilah yang menyebabkan HSO ini lebih banyak melakukan kolaborasi dengan masyarakat atau sekelompok orang untk mendukung kegiatan mereka.
Kemudian pola hubungan yang dilakukan oleh HSO B_Trust lebih tertuju pada pola hubungan pendampingan/pengawasan kepada sasaran kegiatannya. Pemerintah daera/lokal menjadi sasaran pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh B_Trust, maka dari itu kolaborasi yang dilakukan adalah dengan pemerintah lokal yang juga menjadi sasaran kegiatannya. Seperti belum lama ini melakukan proses pendampingan kepada pemerintah Kota Cimahi yang bertujuan untuk menciptakan pelayanan satu atap/pintu yang prima.
Kegiatan yang dilakukan oleh B_Trust selama ini mengacu pada empat fokus kegiatan, yaitu inovasi dan partisipasi dalam lokal governance, jaringan untuk perubahan, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun demikian, dalam rangka menambah wacana dan meningkatkan kapasitas, B_Trust selama ini mengerjakan juga di luar empat fokus tersebut yang diasumsikan menunjang fokus kegiatan.
Lembaga B_Trust yang bergerak dibidang advokasi publik untuk mendorong kinerja staff dan personilnya menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Diharapkan melalui penyediaan sarana dan prasarana ini tugas-tugas staff dapat berjalan dengan lancar. Penyediaan kebutuhan ini sangat diperlukan dan diharapkan akan semakin baik. Sedangkan kolaborasi yang dilakukan dengan lembaga lainnya baik lokal maupun internasional lebih bersifat sebagai pemberi donatur sedangkan B-Trust sebagai pelaksana kegiatannya.
Sedangkan HSO lainnya adalah Suryakanti, HSO ini memiliki karakteristik berbeda pula karena merupakan HSO yang bersifat pelayanan langsung dan rutin. Sebab pelayanan yang dilakukan seperti pelayanan Rumah Sakit, sebab dalam
(2)
63
pelaksanaannya, Yayasan Suryakanti menerapkan upaya promotif yaitu meningkatkan fungsi sosial pasien, preventif yaitu pencegahan supaya tidak rusak fungsi sosial pasien, kuratif yaitu penyembuhan agar dapat berfungsi sosial dan rehabilitatif yaitu pemeliharaan supaya tetap dapat menjalankan peran sosial. Tujuan utama adalah untuk memberikan bantuan dan pelayanan bagi anak dibawah delapan tahun dengan kebutuhan khusus untuk mengembangkan potensinya. Dalam upaya ini Yayasan Suryakanti tidak hanya memfokuskan diri pada kelainan yang diderita anak, tetapi melihat seorang anak sebagai individu yang utuh artinya suryakanti melihat seorang anak atau pasien yang datang dengan segala kelebihan dan kekurangannya, yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat mengatasi kekurangan dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
Maka dari itu Suryakanti menjaring dana dana klien yang mendapatkan pelayanan dari Suryakanti. Pelayanan yang diberikan tersebut adalah pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian untukp pengembangan pelayanan yang diberikan oleh Suryakanti.
Selain itu Suryakanti memiliki kegiatan lain seperti menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai LSM didalam dan diluar negeri. Dari berbagai instansi diluar negeri Yayasan Surya Kanti telah mendapat bantuan berupa:
1. Kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota dengan izin memperkerjakan dokter umu PTT.
2. Kerja sama dengan NGO Internasional seperti UNICEF dan Plan International. 3. Bekerja sama dengan instansi/lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk
mendapatkan tenaga ahli paruh waktu (Universitas Padjadjaran).
4. Kerja sama dengan Puskesmas disekitar PUSPPA mendapat dukungan dari Dinas Kesehatan Kota.
5. Perjanjian kerjasama (MOU) dengan Akademi Fisioterapi RS. Dustira, Akademi Terapi Wicara RS Al Islamdan Yayasan F2H (bergerak dibidang penelitian komunitas) dan Yayasan Mitra Tanaya (menangani pelayanan anak dan remaja) 4. Kerjasama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dalam bidang
pengembangan pengetahuan dengan menyelenggarakan seminar dengan mendatangkan ahli dari luar negeri (Lampiran: Diklat)
(3)
64
Dengan melihat pola kolaborasi yang dilakukan oleh HSO tersebut, memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebab pola kolaborasi akan disesuaikan oleh tujuan organisasi tersebut. Sebab tidak mungkin HSO berkolaborasi dengan HSO lainnya yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda. Kolaborasi bersandar pada bentuk interaksi interdependensi, dan interdependensi dapat dibangun melalui suatu interaksi yang bersandar pada azas kesederajatan, azas keadilan, azas saling membutuhkan, azas saling menghidupkan dan saling membesarkan, azas keberlanjutan (Sustainability) dan azas keterbukaan. Dengan demikian seluruh stakeholder dapat saling bersinergi untuk mencapai kesepakatan yang mengutamakan kesetaraan.
(4)
65 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
HSO yang terdapat di Kota Bandung memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Hal ini terlihat ada HSO yang memiliki tujuan untuk pemberdayaan masyarakat, kemudian HSO yang berlandaskan keagamaan dengan memfokuskan pelayanan pada memanfaatkan potensi zakat dan wakaf. Kemudian HSO yang memiliki tujuan lebih kepada pendampingan kepada pemerintahan lokal. Sebab HSO ini lebih memfokuskan pelayanan pada menciptaka pelayanan publik yang prima. Oleh karena itu HSO ini lebih dekat pada pemerintah daerah. Sedangkan terakhir adalah HSO yang memiliki pola pelayanan hampir sama dengan pelayanan yang bersifat preventif, seperti rumah sakit. HSO ini selaia mendapat pola hubungan donasi dari lembaga internsaional juga mendapatkan sumber finansial dari klien yang mendapatkan pelayanan dari HSO tersebut.
Sedangkan pola kerjasama yang dilakukan HSO adalah kolaborasi, yaitu pola kerjasama antar HSO dalam suatu sistem pemberian pelayanan kepada masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kebutuhan masyarakat yang semakin kuat mengharuskan HSO lebih kreatif dalam pemberian pelayanan. Jika kebutuhan tersebut tidak dapat dilayani oleh HSO tersebut maka dia akan melakukan kolaborasi dengan HSO lainnya dalam satu pelayanan besar dan masing-masing HSO yang berkolaborasi mengisi kekurangan satu sama lainnya. Bentuk kolaborasi ini menjadi suatu sistem pelayanan yang tidak terpisahkan dari finansal sampai penggunaan SDM dan pemberian pelayanan langsung kepada masyarakat.
Isu kolaboratif menjadi isu sangat penting dalam perkembangan HSO, sebab dengan kolaboratif HSO dapat mengembangkan dan membangun kapasitas relasi. Dengan semakin banyaknya network, memberikan kemudahan bagi HSO tersebut dalam pemberian pelayanan bahkan dapat mengembangkan pelayanan yang lebih inovatif. Sebab dengan memahami pelayanan yang diberikan HSO lainnya memberikan kesempatan bagi HSO untuk megembangkan kompetensi masing-masing.
(5)
66
Sedangkan bentuk kolaborasi yang dilakukan oleh HSo di Kota Bandung berdasarkan pola kerjasama O’connor, mayoritas berbentuk asosiasi yaitu kerjasama anatar HSO yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Dalam pola ini ada peran masing-masing dalam system pelayanan yang lebih besar. Kemudian bentuk lainnya adalah berdasarkan ideologi yang sama. HSo ini cenderung yang berbasiskan pada keagamaan, hingga pelayanan yang diberikan pun pada pola-pola yang disesuaikan dengan aturan ideologi yang dipegang.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan ini adalah:
1. Dalam pola kerjasama perlu adanya peningkatan kapasistas diri dari HSO tersebut, hal ini dilakukan dengan cara pelatihan atau peningkatan kapasitas dengan cara meningkatkan pendidikan bagi para sumber daya manusia HSO. 2. Pola kerjasama trus dijaga dengan meningkatka komitmen dari masing-masing
HSO yang bekerjasama. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengembangan pelayanan yang telah dilakukan sebelumnya. Hingga pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat berkelanjutan, tidak bersifat temporary yang ada hanya pada saat sumber finansial ada. Hal inilah yang masih dilupakan oleh HSO, yaitu kolaborasi dilakukan untuk smenjaga keberlanjutan program pelayanan yang diberikan. Dengan danya komitmen kolaborasi ini program dapat terjaga keberlanjutannya.
(6)
67
DAFTAR PUSTAKA
Bryson, Jhon B.,1988.strategic Planing for Public and non Profit Organisations. Jesse-Basey Inc. Publisher : San Fransisco California
Fine,Semour H., 1990. Social Marketing: Promotting the Couses of public and non profit agencies. Allyn and Bacon : Boston-London, Sydney-Toronto.
Gilbert,Neil & Harry Specht, 1995. Handbook of the social services. Englewood Cliffs : New Jersey.
Hasenfeld. Yeheskel .,1992.Human services as Complex Organizations. Sage : New Bury Park, London,New Delhi.
Jones Andrew & John May, 1995. Working in Human Service Organizations. Long Man : Australia
Lewis, Judith A., Michael D. Lewis, & federico Soflee Jr.,1991. Management of Human Service Programs. Brooks/Cole Publishing Company : Pacific Grove, California.
O’Connor & F. Ellen Netting. 2009. Orga nization Practice, A guide to Understanding Human Service Organization, Second Edition. New Jersey: John Willey & Sons, Inc.
Skidmore,Rex A., 1995. Social WorkerAdministration. Allyn And Bacon : Boston-London, Sydney-Toronto.