PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISODES MAP (HEM) DALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHADAP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA.

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISODES MAP (HEM) DALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHADAP PERSEPSI

HAKIKAT SAINS SISWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Biologi

oleh

Devi Nur Silvia 1102177

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISODES MAP (HEM) DALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHADAP PERSEPSI

HAKIKAT SAINS SISWA

Oleh Devi Nur Silvia

1102177

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Devi Nur Silvia 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian. Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

DEVI NUR SILVIA

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISODES MAP (HEM) DALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHADAP PERSEPSI

HAKIKAT SAINS SISWA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Drs. H. Yusuf Hilmi Adisendjaja, M.Sc. NIP. 195512191980021001

Pembimbing II,

Dra. Ammi Syulasmi, M.S. NIP. 195408281986122001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi,

Dr. Bambang Supriatno, M.Si. NIP. 196305211988031002


(4)

iv

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini menyelidiki tentang pengaruh penggunaan yang berbeda dari Historical Episodes Map (HEM) dalam pembelajaran teori sel untuk meningkatkan persepsi hakikat sains siswa SMA. Partisipan terdiri dari 68 siswa kelas XI yang terbagi ke dalam dua kelas dengan dua perlakuan yang berbeda. Partisipan pada kedua kelas tersebut mendapat pembelajaran mengenai sejarah dalam sains dengan menggunakan desain penelitian berupa Pretest-Posttest Comparative Experiment Design. HEM pada kelas eksperimen 1 dibuat oleh siswa selama kegiatan pembelajaran di kelas, namun untuk kelas eksperimen 2, HEM telah dibuat oleh peneliti sebelum perlakuan diberikan. Kuesioner VNOS-B (Views of Nature of Science-B) digunakan untuk menilai persepsi hakikat sains siswa sebelum dan setelah perlakuan diberikan. Hasil yang diperoleh mengenai analisis data persepsi hakikat sains siswa menunjukkan perbedaan pada kedua perlakuan (kedua kelas) dalam hal frekuensi (f) dan persentase (%) kategori persepsi informed, intermediary, dan naïve. Kelas eksperimen 1 dan juga kelas eksperimen 2 mengalami peningkatan dan penurunan pada masing-masing kategori persepsi dalam beberapa aspek hakikat sains. Oleh karena itu, secara keseluruhan hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa kelas eksperimen 1 cenderung membuat siswa memiliki persepsi hakikat sains yang lebih baik dibandingkan dengan kelas eksperimen 2. Selain itu, berdasarkan data sekunder yang digunakan, pada umumnya siswa merespon positif terhadap pelaksanaan pembelajaran seperti ini dalam penyampaian materi teori sel, sehingga sangat mungkin dilaksanakan saat pembelajaran di kelas untuk memudahkan siswa dalam belajar mengenai teori sel.

Kata kunci: Historical episodes map (HEM), Comparative experiment, Persepsi hakikat sains, Teori sel.


(5)

v

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

This study investigated the influence of two different ways in using Historical Episodes Map (HEM) about cell theory to improve views of nature of science (NOS) among senior high school students. Participants who were consisting of 68 second grade students were divided into two classes based on the instructions given. The participants were taught history of science by applying Pretest-Posttest Comparative Experiment Design. For the “experimental class 1”, HEM was made by students through a set of class activities, while for the "experimental class 2", HEM was made by the investigator before it was applied. The VNOS-B questionnaire (Views of Nature of Science-B questionnaire) was used to assess students’ views before and after the instructions. The findings showed that there were differences between the two different instructions, both frequency (f) and percentage (%) of the informed, the intermediary, and the naïve views. Both the experimental classes had an improvement and a reduction for the informed, the intermediary, and the naïve views in several NOS aspects. Therefore, based on the overall findings, it was known that the "experimental class 1" tended to make students have a better understanding about the views of nature of science (NOS) than the "experimental class 2". Further more, based on the analysis of the secondary data, there were positive responses from the students toward this cell theory instruction, so that this instruction is possible to be applied in classroom activities to make students learn easily about cell theory.

Keywords: Historical episodes map (HEM), Comparative experiment, Views of nature of science, Cell theory.


(6)

vi

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

UCAPAN TERIMA KASIH…………...…...……….. ii

ABSTRAK………...……….………. iv

DAFTAR ISI……….…...………. vi

DAFTAR TABEL………. viii

DAFTAR GAMBAR……… ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB I PENDAHULUAN………...... 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah. ……….. 4

C. Pertanyaan Penelitian………... 4

D. Tujuan Penelitian………... ……….. 5

E. Manfaat Penelitian ………... 5

F. Struktur Organisasi Skripsi……….. 5

BAB II PEMBELAJARAN BERBASIS HAKIKAT SAINS MENGGUNAKAN PENDEKATAN SEJARAH DALAM MATERI TEORI SEL……….. 7

A. Hakikat Sains… ……….. 7

B. Hubungan Hakikat Sains dengan Literasi Ilmiah ……… 11

C. Pembelajaran Berbasis Hakikat Sains….………. 13

D. Hubungan Persepsi Hakikat Sains dengan Pembelajaran menggunakan Pendekatan Sejarah………...……….. 16

E. Historical Episodes Map (HEM) ………. 19

F. Materi Teori Sel dalam Kurikulum 2013………. 21


(7)

vii

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN……….………... 24

A. Jenis dan Desain Penelitian…….………. 24

B. Partisipan dan Lokasi Penelitian……….. 24

C. Populasi dan Sampel………....……… 25

D. Definisi Operasional………..………... 25

E. Instrumen Penelitian….……… 26

F. Pengembangan Instrumen Penelitian………... 29

G. Tahapan Penelitian………... 31

H. Teknik Pengumpulan Data………... 33

I. Analisis Data……… 34

J. Alur Penelitian……….. 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 40

A. Hasil dan Pembahasan: Keseluruhan Persepsi Hakikat Sains Siswa……... 40

B. Hasil dan Pembahasan: Persepsi Masing-Masing Aspek Hakikat Sains … 50 1. Pengetahuan Ilmiah Berbasis Empirik……… 51

2. Pengetahuan Ilmiah Bersifat Tentatif……….. 54

3. Pengetahuan Ilmiah adalah Hasil Kreativitas dan Imajinasi…………... 57

4. Teori dan Hukum adalah Hal yang Berbeda dalam Pengetahuan Ilmiah………... 61

5. Mitos Metode Ilmiah………..………. 64

6. Aspek Sosial Budaya yang Melekat pada Pengetahuan Ilmiah………... 67

7. Theory-Laden... 70

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI………... 73

A. Simpulan.……….. 73

B. Implikasi dan Rekomendasi ……….... 74

DAFTAR PUSTAKA ……….. 75


(8)

viii

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

RIWAYAT HIDUP……….. 155

3.1. Desain Penelitian Comparative Experiment……….. 24

3.2. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Hakikat Sains (VNOS-B)……….………. 26

3.3. Klasifikasi Pernyataan dalam Angket Respon Siswa……… 28

3.4. Ketentuan Skoring Pernyataan dalam Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran (Sukardi, 2008)…..……… 35

3.5. Penilaian Berbasis Kurikulum 2013 di SMAN 11 Bandung………. 36

3.6. Kategori Penilaian Kegiatan Pembelajaran (Arikunto, 2012)………….. 38

4.1. Persentase Persepsi Hakikat Sains Siswa…...………... 43

4.2. Persentase Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran…..……… 45

4.3. Hasil Observasi Siswa (Kelompok)………... 46

4.4. Rekapituasi Skor Angket Respon Siswa……...……… 47

4.5. Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikt Sains : Pengetahuan Ilmiah Berbasis Empirik………..………...………. 51

4.6. Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikat Sains: Pengetahuan Ilmiah Bersifat Tentatif………...………. 55

4.7. Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikat Sains: Pengetahuan Ilmiah adalah Hasil Kreativitas dan Imajinasi……….……...…………. 58

4.8. Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikat Sains: Teori dan Hukum adalah Hal yang Berbeda dalam Pengetahuan Ilmiah ………...………. 61

4.9. Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikat Sains: Mitos dan Metode Ilmiah ……….. 64

4.10 Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikat Sains: Aspek Sosial Budaya yang Melekat pada Pengetahuan Ilmiah…….……… 67

4.11 Persentase Persepsi Siswa mengenai Hakikat Sains: Theory-laden………... 70


(9)

ix

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

2.1. Tiga Domain dalam Sains (Bell, 2009)….……… 12 2.2. Hubungan yang salah antara hipotesis, teori, dan hukum (McComas,

1998)……… 14

2.3. Model Hubungan antara Literasi Ilmiah, SCK, Sejarah Sains, dan Hakikat Sains (Kim & Irving, 2010)…..………... 18 2.4. Historical Episodes Map tentang Genetika Klasik (Lin et al.,

2010)……….………... 20

3.1. Alur Penelitian………...………… 39

3.6. Kategori Penilaian Kegiatan Pembelajaran (Arikunto, 2012)………….. 38 4.1. Persentase Respon Siswa untuk Pernyataan Positif…………... 48 4.2. Persentase Respn Siswa untuk Pernyataan Negatif…...……… 49


(10)

x

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

A. PERANGKAT PEMBELAJARAN……….. 78

A.1 RPP Kelas Eksperimen 1……… 79

A.2 RPP Kelas Eksperimen 2……… 89

A.3 Slide Pembelajaran Teori Sel menggunakan HEM……… 99

A.4 LKS Kelas Eksperimen 1……… 103

A.5 LKS Kelas Eksperimen 2……… 109

B. INSTRUMEN PENELITIAN………... 115

B.1 Kuesioner VNOS-B………. 116

B.2 Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran menggunakan HEM……….. 122

B.3 Lembar Observasi Siswa (Kelompok)……… 124

B.4 Lembar Observasi Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran………... 126

B.5 Pedoman Wawancara……….. 128

C. HASIL ANALISIS DATA………... 129

C.1 Hasil Pengelompokkan Persepsi Hakikat Sains Siswa………... 130

C.2 Contoh HEM yang Dibuat oleh Siswa……… 137

C.3 Hasil Rekapitulasi Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran menggunakan HEM………....………... 138

C.4 Hasil Rekapitulasi Lembar Observasi Siswa (Kelompok)………….. 141

C.5 Hasil Rekapitulasi Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran…………. 143

C.6 Transkrip Hasil Wawancara……… 145

D. ADMINISTRASI DAN DOKUMENTASI PENELITIAN……..…….. 148

D.1 Surat Izin Penelitian……… 149

D.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian……… 150


(11)

xi

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu


(12)

1

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila proses tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Setiap pendidik tentunya merumuskan tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan konten pembelajaran yang akan disampaikan. Hal ini dilakukan agar apa yang diharapkan dapat diperoleh siswa melalui pembelajaran, sesuai dengan tuntutan konten pembelajaran yang seharusnya dalam sebuah kurikulum pendidikan.

Kurikulum pendidikan terbaru yang digunakan di Indonesia adalah Kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud No. 69 Tahun 2013, pengembangan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik, merupakan salah satu karakteristik dari Kurikulum 2013 (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [Mendikbud], 2013). Hal tersebut menjadi landasan Kurikulum 2013 juga disebut sebagai kurikulum berbasis kompetensi, karena keseimbangan antara berbagai kompetensi dijunjung tinggi dalam kurikulum ini.

Secara umum, pengembangan tujuan pembelajaran pada Kurikulum 2013 didasari pada Teori Taksonomi Bloom yang mengelompokkan tujuan pembelajaran ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Penerapan teori taksonomi tersebut di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 (Mendikbud, 2013), karena keadaan pendidikan pada setiap negara tentunya berbeda. Perbedaan penerapan teori tersebut tidak menimbulkan perbedaan pada tujuan pembelajaran sains, karena tujuan pembelajaran sains pada setiap negara adalah sama, yaitu untuk mendapatkan generasi yang memiliki kemampuan literasi ilmiah (Fensham, 2008 dalam Holbrook & Rannikmae, 2009).


(13)

2

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Literasi ilmiah adalah tujuan utama dalam pembelajaran sains. Salah satu dari sekian banyak ciri orang yang memiliki literasi ilmiah menurut Philip (dalam Holbrook & Rannikmae, 2009) adalah memahami hakikat sains termasuk hubungannya dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bybee & DeBoer (dalam Yacoubian & BouJaourde, 2010), bahwa literasi ilmiah mengharuskan siswa tidak hanya memahami konsep ilmiah dan prosesnya saja, tetapi harus memahami hakikat dari sains yang bermoral dan berkarakter. Adapun anggapan lain yang menyatakan bahwa sebagai timbal baliknya, membantu siswa untuk memahami hakikat sains adalah inti untuk mendapatkan literasi ilmiah siswa yang disarankan dalam setiap kurikulum pendidikan sains (American Association for the Advancement of Science

[AAAS], 1989 & National Research Council [NRC], 1996 dalam Khishfe, 2012).

Hakikat sains diterima sebagai salah satu komponen penting dari literasi ilmiah (Abd-El-Khalick & Lederman, 2000; Bybee, 1997 dalam Ozgelen, Yilmaz-Tuzun, Ozgul & Haniscin, 2012). Tidak ada persetujuan antara para filsuf, pakar sejarah, dan sosiologis sains untuk menetapkan definisi yang spesifik dari hakikat sains, namun secara khusus, hakikat sains merujuk pada epistemologi dan sosiologi sains, sains sebagai proses untuk mencari tahu, atau nilai dan keyakinan yang melekat pada sains, beserta perkembangannya (Lederman, 1992 dalam Lederman, Abd-El-Khalick, Bell & Schwartz, 2002). Hakikat sains dapat pula dikatakan sebagai jiwa dari sains, dengan adanya aspek-aspek hakikat sains yang berisi penjelasan-penjelasan mengenai sains itu sendiri.

Penelitian tentang penerapan hakikat sains dalam pembelajaran sains, ternyata tidak sedikit dilakukan oleh para ilmuwan di dunia. Buktinya, dekade ini beberapa penelitian tentang hakikat sains menunjukkan bahwa guru dan siswa sama-sama tidak memiliki pemahaman yang baik tentang hakikat sains (Lederman, 2007). Dampak negatif dari kurangnya pemahaman guru tentang hakikat sains tersebut adalah guru menjadi tidak mengerti cara mengajarkan sains dan pada akhirnya, siswa tidak mengerti pula tentang sains yang


(14)

3

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

diajarkan (Bell, 2009). Hal ini tentu tidak sesuai dengan tuntutan ketercapaian tujuan pembelajaran sains agar siswa dapat memiliki literasi ilmiah, karena salah satu cara untuk mendapatkan literasi ilmiah tidak dikuasai dengan baik.

Sejak tahun 1960-an, banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pandangan siswa dan guru sains terhadap hakikat sains (Lederman et al., 2002). Hal ini tentu bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan hakikat sains dalam pembelajaran sains, sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran sains yang sesungguhnya. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, hasil proses intervensi hakikat sains secara eksplisit dalam pembelajaran sains memang dianggap mujarab dalam mengembangkan pemahaman siswa tentang sains (Lin, Cheng & Chang,

2010; Rudge & Howe, 2009; Forato, Martins & Pietrocola, 2012).

Banyak cara yang dapat dilakukan agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran sains yang sebenarnya, yaitu memiliki literasi sains. Salah satu cara yang dapat diterapkan guru agar siswa dapat memiliki literasi sains, adalah dengan menerapkan pembelajaran berbasis hakikat sains menggunakan pendekatan sejarah (Lin et al., 2010), walaupun pada beberapa hasil penelitian memang menunjukkan bahwa sejarah sains kurang diminati oleh para guru (Lin, Hu & Changlai, 2005 dalam Lin et al., 2010). Penggunaan sejarah sains dalam hal ini dilakukan untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman mereka mengenai sains (Rudge & Howe, 2009). Asumsi ini memperkuat bahwa dengan belajar langsung tentang sejarah perkembangan sains, siswa dapat lebih mudah memahami sains bersumber pada hasil pertimbangan dan bukti para ilmuwan di masa lalu untuk menangani miskonsepsi dalam belajar sains.

Ada dua alasan dasar untuk melibatkan beberapa pengetahuan tentang sejarah dalam pembelajaran sains. Alasan pertama, untuk menunjukkan bahwa generalisasi dalam sains hanya omong kosong belaka tanpa adanya contoh yang konkrit. Alasan kedua, bahwa beberapa potongan sejarah dalam pengetahuan dapat menjadi upaya untuk mengubah apa yang telah ada dalam warisan budaya kita (AAAS, 1989 dalam Khishfe, 2012). Adapun pendapat


(15)

4

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

lain dari McComas (dalam Lin et al., 2010), bahwa salah satu alasan mengapa sejarah harus disisipkan dalam pembelajaran sains adalah karena hal tersebut dapat memaparkan kerja yang otentik dari para ilmuwan dalam konteks perkembangan sains.

Beberapa alasan penggunaan sejarah dalam pembelajaran sains, menjadi landasan penting untuk menyisipkan sejarah penemuan dalam pembelajaran sains, khususnya dalam pembelajaran Biologi. Terlebih lagi buku teks sains selama ini hanya memberikan gambaran sains secara teoritis sehingga biasanya membuat siswa menjadi bosan dalam belajar sains (Lin et al., 2010). Cakupan sejarah penemuan dalam buku teks juga hanya sedikit sekali dibahas dan terpisah satu sama lain, tidak ditunjukkan hubungan antara satu penemuan dengan penemuan yang lain. Selain itu, belajar sejarah sains akan membantu siswa untuk menghargai faktor yang mempengaruhi inovasi dan aksi sesuai dengan yang mereka hadapi di kehidupan sehari-hari (Burke, 1978 dalam Bybee, Powell & Ellis, 1991). Hal tersebut sesuai dengan ciri literasi ilmiah yang merupakan tujuan utama dilakukannya pembelajaran sains.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka peneliti menganggap perlu melakukan sebuah penelitian dengan menggunakan pendekatan sejarah dalam pembelajaran sains. Pendekatan sejarah yang dilakukan antara lain dengan melakukan kajian mengenai hubungan beberapa kejadian sejarah penemuan dalam perumusan teori sel dan mengemasnya dalam suatu bagan sejarah penemuan yang disebut Historical Episodes Map (HEM), serta menganalisis pengaruhnya terhadap persepsi hakikat sains siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan pada penelitian ini adalah “Bagaimana perbedaan pengaruh penggunaan

Historical Episodes Map (HEM) dalam pembelajaran teori sel terhadap persepsi hakikat sains siswa?”


(16)

5

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Rumusan masalah yang telah diajukan dapat diperjelas dengan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana perubahan persepsi hakikat sains siswa setelah dilaksanakan pembelajaran teori sel menggunakan HEM yang dibuat sendiri oleh siswa (eksperimen 1)?

2. Bagaimana perubahan persepsi hakikat sains siswa setelah dilaksanakan pembelajaran teori sel menggunakan HEM yang dibuat oleh peneliti (eksperimen 2)?

3. Adakah perbedaan antara persepsi hakikat sains siswa dalam materi teori sel pada siswa yang menggunakan HEM yang dibuat sendiri (eksperimen 1), dengan siswa yang menggunakan HEM yang dibuat oleh peneliti (eksperimen 2)?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan

HEM dengan perlakuan yang berbeda, yaitu HEM yang dibuat sendiri oleh siswa (eksperimen 1) dan HEM yang dibuat oleh peneliti (eksperimen 2), terhadap persepsi hakikat sains siswa dalam materi teori sel.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan penguatan bahwa melakukan pembelajaran dengan melibatkan sejarah sains dapat membantu meluruskan persepsi hakikat sains siswa. Hal ini ditujukan agar siswa dapat memiliki literasi ilmiah yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada kurikulum pembelajaran sains. Selain itu, guru juga dapat menerapkan

HEM untuk mempermudah penyampaian materi sejarah penemuan dalam sains, khususnya sejarah penemuan dalam perumusan teori sel.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I berisi pendahuluan mengenai penelitian yang dilakukan, mencakup latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan, dan manfaat


(17)

6

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dari penelitian yang dilakukan. Kondisi pembelajaran sains di sekolah yang sangat sedikit melibatkan hakikat sains, dijadikan latar belakang oleh peneliti untuk mencoba mengembangkan cara penyampaian hakikat sains secara eksplisit dalam pembelajaran teori sel menggunakan HEM di salah satu SMA di Kota Bandung. Penelitian ini ditujukan agar siswa dapat memiliki literasi ilmiah yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran sains, karena salah satu ciri orang yang memiliki literasi ilmiah adalah memahami hakikat sains termasuk hubungannya dengan lingkungan.

Bab II berisi tentang tinjauan pustaka yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai pembelajaran berbasis hakikat sains menggunakan pendekatan sejarah dalam materi teori sel. Tinjauan pustaka ini digunakan sebagai landasan dan patokan dalam merumuskan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, karena dilengkapi juga dengan penelitian sebelumnya yang dianggap relevan.

Bab III berisi tentang metode penelitian yang digunakan, mencakup desain penelitian, partisipan, populasi, sampel, instrumen penelitian, alur penelitian, dan cara analisis data. Instrumen yang digunakan secara umum terbagi menjadi dua, yaitu instrumen primer yang dijadikan data primer penelitian (kuesioner VNOS-B) dan instrumen sekunder yang dijadikan data sekunder penelitian (angket, lembar observasi, hasil wawancara). Analisis data tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif, dengan mengelompokkan data ke dalam kategori masing- masing data tersebut.

Bab IV berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang ditunjukkan menggunakan tabel dan juga grafik, serta pembahasan hasil penelitian yang telah didapatkan. Pembahasan persepsi hakikat sains siswa (data primer) didukung dengan adanya data sekunder, sehingga semakin memperkuat pembahasan yang diberikan. Pembahasan juga dikaitkan dengan teori atau penelitian yang telah ada, sehingga dapat terlihat kaitan hasil temuan pada penelitian ini dengan penelitian para ahli sebelumnya.

Bab V berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini.


(18)

7

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Berbeda dengan kesimpulan, rekomendasi diajukan untuk dijadikan bahan pertimbangan agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan berkembang.


(19)

24

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan metode quasy experiment, karena peneliti memberikan perlakuan, namun partisipan tidak dipilih secara acak serta tidak ada pengontrolan variabel secara ketat. Data hasil penelitian yang didapatkan, kemudian diolah secara kualitatif, berupa persentase kemunculannya saja. Desain penelitian menggunakan desain comparative experiment, karena membandingkan pengaruh dua perlakuan berbeda, sesuai dengan yang ada pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Penelitian Comparative Experiment

Kelompok Tes Perlakuan Tes

Eksperimen 1 O1 X1 O2

Eksperimen 2 O1 X2 O2

Keterangan:

O1 = pre-testVNOS-B O2 = post-test VNOS-B

X1 = pembelajaran menggunakan HEM yang dibuat oleh siswa

X2 = pembelajaran menggunakan HEM yang dibuat oleh peneliti (disediakan)

B. Partisipan dan Lokasi Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 5 dan kelas XI MIA 6 di SMAN 11 Bandung. Jumlah total siswa dari kedua kelas tersebut adalah 68 orang. Kelas eksperimen 1 berjumlah 34 orang, dengan rincian 17 orang siswa laki- laki dan 17 orang siswa perempuan. Kelas eksperimen 2 berjumlah 34 orang, dengan rincian 17 orang siswa laki- laki dan 17 orang siswa perempuan. Usia dari partisipan berkisar 15-17 tahun.


(20)

25

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karakteristik persepsi hakikat sains siswa kelas XI MIA di SMAN 11 Bandung tahun ajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah karakteristik persepsi hakikat sains siswa kelas XI MIA 3 dan XI MIA 6 di SMAN 11 Bandung tahun ajaran 2014/2015 dalam materi teori sel.

D. Definisi Operasional

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan

Historical Episodes Map (HEM) sebagai alat bantu proses pembelajaran. Siswa kelas eksperimen 1 bertugas untuk membuat HEM (kategori C6 Taksonomi Bloom), sehingga siswa dapat dilihat kemampuannya dalam berkreasi dan berkomunikasi melalui HEM. Siswa kelas eksperimen 2 menganalisis HEM (kategori C4 Taksonomi Bloom), sehingga HEM hanya dijadikan bahan diskusi saja, tidak dapat dijadikan alat untuk melihat kemampuan siswa dalam berkreasi dan berkomunikasi. Pengaruhnya dapat dilihat dari jumlah aspek hakikat sains yang mengalami peningkatan persentase persepsi informed pada saat pre-test dan post-test antara kedua kelas eksperimen.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah persepsi hakikat sains siswa. Persepsi ini diperoleh dari hasil pre-test dan post-test menggunakan kuesioner adaptasi VNOS-B (Views of Nature of Science-B). Persepsi tersebut kemudian dikategorikan menjadi kategori persepsi informed

(memahami), intermediary (menengah), dan naïve (kurang memahami), serta dihitung persentasenya. Hakikat sains yang digunakan dalam penelitian ini, adalah pengetahuan ilmiah bersifat empirik; pengetahuan ilmiah bersifat tentatif; pengetahuan ilmiah adalah hasil kreativitas dan imajinasi; teori dan hukum ilmiah; mitos metode ilmiah; kemelekatan aspek sosial dan budaya dalam pengetahuan ilmiah; dan theory-laden.


(21)

26

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa macam instrumen, yang dijadikan sebagai data primer dan data sekunder (data pendukung).

1. Kuesioner Adaptasi VNOS-B

Kuesioner hakikat sains ini merupakan adaptasi langsung dari kuesioner

VNOS-B (Views of Nature of Science) yang telah dikembangkan oleh Lederman dan O’Malley pada tahun 1990 dan disempurnakan oleh Abd-El-Khalick pada tahun 1998 (Lederman et al., 2002). Proses adaptasi ini dilakukan untuk menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dengan materi yang disampaikan pada saat perlakuan, yaitu tentang teori sel. Kuesioner adaptasi dari VNOS-B ini digunakan untuk menjaring persepsi hakikat sains siswa, dengan mengelompokkan jawaban siswa ke dalam tiga kategori persepsi. Sebelum penelitian, dilakukan uji keterbacaan terlebih dahulu pada kuesioner ini, namun tidak dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas karena instrumen yang digunakan merupakan hasil adaptasi dan sudah pernah diterapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Lederman et al. (2002). Berikut kisi-kisi kuesioner hakikat sains siswa yang terdapat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Hakikat Sains (VNOS-B) No. Aspek Hakikat Sains

Nomor

Soal Keterangan

1. Pengetahuan ilmiah berbasis empirik 1

Satu aspek hakikat sains, dijaring melalui satu soal

dalam kuesioner adaptasi VNOS-B

2. Pengetahuan ilmiah bersifat tentatif 2

3. Pengetahuan ilmiah adalah hasil kreativitas dan

imajinasi 3

4. Teori dan hukum adalah hal yang berbeda dalam pengetahuan ilmiah


(22)

27

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

5. Mitos metode ilmiah 5

6. Aspek sosial budaya yang melekat pada pengetahuan ilmiah

6

7. Theory-laden 7

Kuesioner adaptasi VNOS-B ini hanya terdiri dari tujuh soal namun soalnya bertingkat dan menuntut siswa untuk memberikan contoh yang relevan. Masing- masing soal merujuk pada indikator hakikat sains yang berbeda. Kuesioner ini bersifat open-ended, sehingga siswa dapat lebih leluasa menjelaskan secara lengkap mengenai pandangan dan asumsi mereka yang mendasari pandangannya (Lederman, Wade & Bell, 1998 dalam Lederman et al., 2002) terhadap kasus yang diberikan dalam kuesioner tersebut. Jawaban kuesioner ini nantinya akan dikelompokkan ke dalam tiga kategori persepsi, dan diperjelas dengan adanya wawancara individual semi-struktur yang dilakukan setelah data ini diolah.

2. Angket Respons Siswa terhadap Pembelajaran menggunakan HEM

Angket ini merupakan angket tertutup yang digunakan untuk mengetahui respons siswa setelah dilakukan pembelajaran berbasis hakikat sains dengan menggunakan pendekatan sejarah (penerapan HEM dalam materi teori sel). Angket ini ditujukan untuk mendapatkan umpan balik, baik bagi guru maupun siswa. Angket diberikan setelah perlakuan dilakukan dan dikerjakan oleh siswa secara individu, sesuai dengan apa yang dia rasakan.

Angket berisi 20 pernyataan ini dilengkapi dengan kolom isian tanda centang (√) yang terdiri dari kolom respons sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Tidak ada pilihan ragu (R) dalam angket ini, untuk mengantisipasi jawaban siswa yang bingung dan menuntut siswa untuk dapat memberikan keputusan terhadap apa yang dia rasakan setelah pembelajaran dilakukan.

Pernyataan-pernyataan yang ada pada angket ini mencakup kondisi siswa sebelum dilakukan pembelajaran, kondisi siswa setelah dilakukan


(23)

28

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pembelajaran, pandangan siswa tentang pembelajaran menggunakan HEM, dan pandangan siswa tentang hakikat sains. Pernyataan-pernyataan tersebut diklasifikasikan ke dalam pernyataan positif dan negatif dengan jumlah yang hampir seimbang. Berikut klasifikasi pernyataan pada angket respons siswa yang terdapat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Klasifikasi Penyataan dalam Angket Respons Siswa No. Klasifikasi Pernyataan

Jumlah

Pernyataan Nomor Pernyataan

1. Pernyataan Positif 9 5, 6, 7, 9, 10, 16, 18, 19, 20 2. Pernyataan Negatif 11 1, 2, 3, 4, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 17

3. Lembar Observasi Siswa (kelompok)

Lembar observasi siswa (secara berkelompok) ditujukan untuk melihat aktivitas kelompok siswa selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini tidak ditujukan secara individu, karena peneliti tidak mengenali satu-persatu nama siswa dalam kelas tersebut. Selain itu, tujuan utama peneliti adalah untuk melihat bagaimana kondisi siswa dalam kelompoknya, apakah semua ikut andil dalam pengerjaan LKS dan selama pembelajaran, ataukah tidak. Hal ini juga dijadikan sebagai data pendukung bilamana jawaban siswa kurang memuaskan dalam menjawab kuesioner

VNOS-B.

4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan HEM

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran ini hanya berisi pernyataan berupa kegiatan pembelajaran yang di sampingnya dilengkapi dengan kolom isian tanda centang (√). Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran ini digunakan untuk mengetahui apakah aspek-aspek kegiatan pembelajaran yang sebelumnya telah dirancang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersampaikan dengan lengkap ataukah tidak selama pembelajaran berlangsung. Hal ini diasumsikan dapat menjadi


(24)

29

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

data pendukung bilamana hasil yang dipe roleh siswa tidak atau kurang representatif.

5. Wawancara

Wawancara ini merupakan data pendukung yang ditujukan untuk mengumpulkan keterangan dari partisipan. Pedoman wawancara yang digunakan, dikembangkan sendiri oleh peneliti, dengan tujuan untuk mengonfirmasi hasil interpretasi peneliti terhadap jawaban siswa yang berkaitan dengan persepsi hakikat sains dan untuk mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Wawancara dilakukan terhadap beberapa partisipan yang dianggap kurang jelas dalam menjawab pertanyaan kuesioner VNOS-B pada saat pre-test maupun post-test. Bahasa yang digunakan selama wawancara berlangsung adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa, karena tujuan dari wawancara ini adalah untuk memperjelas jawaban siswa pada data utama (kuesioner VNOS-B) yang kurang dapat diinterpretasikan oleh peneliti.

F. Pengembangan Instrumen Penelitian

Secara umum, pengembangan instrumen penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu a) judgment oleh dosen ahli, b) uji keterbacaan instrumen, c) analisis uji keterbacaan instrumen, dan d) revisi instrumen. 1. Data Utama (Data Primer)

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

VNOS-B. Instrumen kuesioner ini merupakan hasil adaptasi dari kuesioner

VNOS-B yang telah dikembangkan oleh Lederman et al. (2002). Selama pengembangan, instrumen dikaji dan didiskusikan dengan dosen pembimbing, serta dijudgment terlebih dahulu oleh beberapa dosen ahli.

Sebelum konsultasi dan perbaikan, 9 soal dalam kuesioner telah dibuat untuk menjaring persepsi hakikat sains siswa. Mengingat jumlah soal tersebut tidak setara untuk setiap indikator hakikat sains, maka jumlah soal


(25)

30

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

direduksi menjadi tujuh soal open-ended, dengan masing- masing indikator diwakili oleh satu soal saja.

Tidak banyak perubahan yang dilakukan setelah kuesioner dikaji oleh dosen ahli, karena kuesioner ini telah digunakan pada beberapa penelitian sebelumnya dan hanya diterjemahkan serta disesuaikan dengan materi yang dipilih dalam penelitian. Hanya saja pada kunci jawaban yang dibuat oleh peneliti, ada beberapa kata yang kurang tepat penggunaannya, sehingga banyak mengalami perubahan.

Instrumen ini diuji keterbacaannya pada siswa kelas XI MIA 4, untuk melihat apakah siswa mengerti dengan pertanyaan yang diajukan dan dapat menjawab sesuai dengan yang diharapkan, ataukah siswa tidak mengerti dengan pertanyaan tersebut karena kalimat yang d igunakan terlalu rumit. Uji keterbacaan ini dilakukan pada siswa yang bukan merupakan partisipan dalam penelitian, namun memiliki karakteristik yang sama dengan partisipan penelitian.

Hasil uji keterbacaan ternyata menunjukkan bahwa kalimat yang digunakan dalam pertanyaan sudah sesuai dan dapat dimengerti oleh siswa, sehingga kesalahan siswa dalam menjawab bukan disebabkan karena kalimat yang terlalu rumit dalam pertanyaan, melainkan karena siswa belum memiliki pengetahuan tentang kasus dalam pertanyaan tersebut. Lain halnya dengan redaksi pada pertanyaan, petunjuk pengerjaan dirasa kurang jelas oleh siswa. Ada beberapa siswa yang tidak menuliskan identitas dirinya, karena peneliti tidak memberikan kolom identitas diri pada saat uji keterbacaan. Oleh karena itu, pada saat penelitian, diberikan kolom identitas yang terletak di pojok halaman pada masing- masing kuesioner

VNOS-B yang harus diisi oleh siswa.

2. Data Pendukung (Data Sekunder)

Data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini mencakup angket respons siswa, lembar observasi siswa, lembar keterlaksanaan pembelajaran, dan pedoman wawancara. Hasil judgment oleh dosen ahli,


(26)

31

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menunjukkan bahwa terdapat beberapa kekurangan pada data pendukung ini, terutama pada angket respons siswa.

Awalnya, jumlah pernyataan pada angket respons siswa adalah 10 butir pernyataan, namun hasil judgment menunjukkan bahwa butir pernyataan tersebut kurang mencakup apa yang ingin diketahui dari siswa. Selain itu, keterangan isian centang (√) juga hanya menggunakan pilihan “ya” dan

“tidak”, padahal untuk angket yang mengacu pada respons berupa persepsi seharusnya diberikan pilihan respons yang lebih banyak dibandingkan

hanya “ya” dan “tidak” saja. Adapula kekurangan dalam penggunaan

redaksi dalam angket, sehingga redaksi dalam angket tersebut banyak mengalami perubahan.

Lembar observasi siswa (secara berkelompok) hanya diubah dalam hal penentuan rubriknya saja, sedangkan redaksi tidak ada yang berubah. Lembar keterlaksanaan pembelajaran juga menjadi lebih disesuaikan dengan poin-poin kegiatan pembelajaran dalam RPP. Begitupun dengan pedoman wawancara, hanya mengalami perubahan dalam redaksinya saja, agar lebih sesuai dengan siswa SMA dan lebih mencakup keseluruhan pembelajaran.

G. Tahapan Penelitian

Secara garis besar penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1. Tahap persiapan, meliputi:

a. Studi literatur untuk menyusun rumusan masalah. b. Penyusunan proposal penelitian.

c. Seminar proposal penelitian. d. Perbaikan proposal penelitian.

e. Judgment instrumen penelitian kepada dosen ahli, kemudian dilakukan perbaikan berdasarkan hasil judgment.


(27)

32

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

a. Siswa dalam kelas tertentu yang akan dijadikan sebagai partisipan (XI MIA 5 dan XI MIA 6), dipilih berdasarkan saran dari guru pengajar Biologi di SMAN 11 Bandung.

b. Uji kterbacaan instrumen dilakukan pada kelas yang bukan termasuk partisipan dalam penelitian (XI MIA 4). Uji keterbacaan ini dimaksudkan untuk menguji VNOS-B yang akan digunakan pada penelitian.

c. Perbaikan instrumen penelitian (jika terdapat kekurangan atau kurang layak).

d. Sebelum dilakukan pembiasaan, partisipan pada kedua kelas eksperimen diberikan soal pre-test (kuesioner adaptasi VNOS-B).

e. Peneliti yang bertugas sebagai pengajar, melakukan pembiasaan mengenai pembelajaran yang akan dilakukan selama penelitian berlangsung. Pembiasaan dilakukan pada minggu keempat bulan Oktober tahun 2014. Pada tahap pembiasaan ini, siswa dikenalkan pada

HEM namun tentang materi lain.

f. Pembelajaran dilakukan pada masing- masing kelas eksperimen, yaitu dengan menggunakan HEM yang dibuat oleh siswa (kelas eksperimen 1) dan menggunakan HEM yang telah telah disediakan (kelas eksperimen 2). Pembelajaran pada kelas eksperimen 1 dilakukan pada minggu keempat bulan Januari 2015, sedangkan pembelajaran pada kelas eksperimen 2 dilakukan pada minggu ketiga bulan Januari 2015. Selama pembelajaran berlangsung, observer mengobservasi kesesuaian keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan RPP dan juga mengobservasi aktivitas siswa selama pembelajaran.

g. Setelah dilakukan pembelajaran, siswa diberikan soal post-test

(kuesioner adaptasi VNOS-B) dan angket respons siswa. Upaya untuk lebih memperjelas jawaban siswa adalah dengan melakukan wawancara terhadap beberapa orang siswa yang mewakili keseluruhan partisipan penelitian.


(28)

33

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 3. Tahapan akhir, meliputi:

a. Pengolahan data hasil pre-test dan post-test kuesioner VNOS-B (data utama), yang dilakukan secara kualitatif dengan menghitung frekuensi dan kemunculan persepsi hakikat sains siswa pada masing- masing kelas eksperimen. Selain itu, dilakukan juga pengolahan data sekunder yang diasumsikan dapat mendukung data primer.

b. Pembahasan terhadap data yang diperoleh.

c. Penarikan kesimpulan dari hasil dan pembahasan data yang diperoleh. d. Hasil penelitian yang didapatkan, kemudian diinterpretasikan dalam

bentuk laporan penelitian (skripsi).

H. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Sebelum perlakuan, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah

melakukan pretest kuesioner VNOS-B, untuk menjaring persepsi hakikat sains siswa sebelum dilakukan pembelajaran.

2. Selama perlakuan (selama pembelajaran berlangsung), dilakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan kesesuaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan RPP yang tersedia. Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan penga matan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2012).

3. Setelah perlakuan, disebarkan angket respons siswa dan dilakukan posttest

kuesioner VNOS-B, untuk menjaring persepsi haikat sains siswa setelah dilakukan pembelajaran.

4. Upaya untuk memperjelas hasil kuesioner, dilakukan wawancara individual semi-struktur selama lima menit pada beberapa orang partisipan di sela-sela kegiatan pembelajaran formal di sekolah. Menurut Lederman, Abd-El-Khalick, Bell, dan Schwartz (2002) mewawancarai 15-20% dari keseluruhan partisipan dalam grup tertentu, sudah cukup untuk menentukan pola pada grup partisipan tertentu dalam konteks tertentu pula. Alasan tersebut menjadi landasan untuk peneliti memilih partisipan untuk


(29)

34

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

diwawancara, karena wawancara ini memiliki tujuan untuk memperjelas jawaban siswa dalam kuesioner VNOS-B, maka objek wawancara tidak dipilih secara acak, melainkan dipilih setelah jawaban kuesioner dianalisis. Total objek wawancara adalah 12 orang, dengan enam dari 34 orang kelas eksperimen 1 dan enam dari 34 orang kelas eksperimen 2.

5. Data sampel yang diambil dan diolah merupakan data tes siswa yang mengikuti kedua tes, yaitu pretest dan posttest mengenai hakikat sains.

I. Analisis Data

1. Kuesioner Adaptasi VNOS-B

Data primer berasal dari kuesioner adaptasi VNOS-B yang dikembangkan dari kuesioner VNOS-B Lederman pada tahun 2002. Analisis data hasil pengisian kuesioner hakikat sains (adaptasi VNOS-B) dilakukan dengan analisis kualitatif, dengan cara mengelompokkan jawaban dari siswa. Pengolahan data secara kualitatif ini didasari pertimbangan bahwa pandangan siswa terhadap hakikat sains yang dapat dilihat dari hasil pengolahan data pretest dan posttest, tidak dapat diukur dengan menggunakan skor dan diuji secara statistika (kuantitatif). Persepsi dianggap akan mendapatkan penilaian berbeda jika diukur dengan menggunakan satuan angka dan hanya dinilai oleh satu orang saja (subjektif). Selain itu, penilaian dengan menggunakan skor ini dianggap kurang objektif, karena kuesioner berupa pertanyaan open-ended sehingga lebih sulit untuk dinilai dengan menggunakan skor.

Data tersebut merupakan persepsi siswa mengenai hakikat sains, yang dikelompokkan berdasarkan persepsi yang muncul, dan dihitung frekuensi beserta persentasenya. Hasil perhitungan frekuensi dan persentase persepsi hakikat sains siswa, dibandingkan antara pretest dan posttest, pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelompok persepsi tersebut lalu dikelompokkan lagi berdasarkan kategori persepsi informed, intermediary,


(30)

35

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dibedakan menjadi kategori persepsi informed, intermediary, dan naïve

berdasarkan kriteria tertentu yang dinyatakan oleh Khishfe (2012):

a. Persepsi hakikat sains dikategorikan informed, jika persepsi tersebut setara dengan penerimaan hakikat sains oleh filsuf sains, ilmuwan, dan para pendidik sains.

b. Persepsi hakikat sains dikategorikan naïve, jika tidak dapat menunjukkan banyak persepsi dengan pengetahuan luas tentang aspek hakikat sains, selain itu persepsi tersebut tidak sesuai dengan pandangan yang setara dengan hakikat sains.

c. Persepsi hakikat sains dikategorikan intermediary, jika tidak dapat dikategorikan sebagai persepsi naïve dan persepsi informed, karena fragmen jawaban yang saling mendukung, namun kontra satu sama lainnya (pernyataan dan alasan saling kontradiktif). Biasanya bentuk persepsi intermediary dapat muncul berlebih.

2. Angket Respons Siswa terhadap Pembelajaran menggunakan HEM

Hasil angket respons siswa dianalisis dengan mengacu pada skala Likert. Skala Likert ini telah banyak digunakan oleh para peneliti guna mengukur persepsi atau sikap seseorang (Sukardi, 2008). Partisipan dianjurkan untuk memilih kategori jawaban yang telah diatur oleh peneliti, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing- masing jawaban tersebut, diberikan skor sesuai kategori pernyataan yang diajukan. Berikut ini adalah ketentuan skor pada angket respons siswa yang ada pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Ketentuan Skoring Pernyataan dalam Angket Respons Siswa terhadap Pembelajaran (Sukardi, 2008)

Pilihan Skor

Pernyataan positif Pernyataan negatif

Sangat setuju 4 1

Setuju 3 2


(31)

36

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Sangat tidak setuju 1 4

Respons siswa dikelompokkan ke dalam masing- masing tingkatan respons di setiap pernyataan yang ada dalam angket (sangat setuju [SS], setuju [S], tidak setuju [TS], dan sangat tidak setuju [STS]) dan dihitung frekuensinya. Total frekuensi pada masing- masing kategori jawaban, dikonversikan ke dalam bentuk persentase kemunculan (%) dalam satu kelas, sesuai dengan perhitungan Arikunto (2012). Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat ketidaksesuaian respons siswa dengan pernyataan yang tersedia, seperti pemberian respons negatif terhadap pernyataan positif atau respons positif terhadap pernyataan negatif.

NP (%) =

(Arikunto, 2012)

Angket respons siswa terhadap pembelajaran ini, selain ditujukan untuk mengetahui respons siswa pada setiap pernyataan seperti yang telah dikemukakan di atas, juga ditujukan untuk mengetahui respons siswa secara keseluruhan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Cara analisis datanya yaitu dengan mengalikan frekuensi pada masing- masing pernyataan dengan skor kategori jawaban sesuai dengan Tabel 3.4. Skor hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan sejumlah partisipan pada masing- masing kelas untuk setiap kategori pernyataan (positif dan negatif).

Rata-rata respons k eseluruhan =

Hasilnya dikategorikan berdasarkan ketentuan konversi penilaian berbasis Kurikulum 2013 yang diterapkan di sekolah tempat dilakukannya penelitian yang ada pada Tabel 3.5. Hal ini dilakukan untuk menarik kesimpulan respons siswa berdasarkan pengalamannya pada masing-masing kelas terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.


(32)

37

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.5. Penilaian Berbasis Kurikulum 2013 di SMAN 11 Bandung Skor rata-rata Kategori

1,00 - 1,48 Kurang baik 1,49 – 2,48 Cukup Baik

2,49 – 3,48 Baik

3,49 – 4,00 Sangat Baik

3. Lembar Observasi Siswa (Kelompok)

Lembar observasi siswa digunakan selama pembelajaran berlangsung dan berisi kriteria fokus siswa yang merupakan hal- hal yang seharusnya dilakukan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Lembar observasi ini digunakan untuk menilai siswa secara bekelompok, mengenai bagaimana sikap siswa dalam melakukan diskusi di dalam kelompoknya dan juga diskusi kelas. Sistem skoring yang digunakan untuk penilaian rubrik, yaitu skala 1-3. Skor total yang didapat kemudian dikonversikan ke dalam bentuk persen (%) berdasarkan Arikunto (2012), lalu disesuaikan dengan kategori pada Tabel 3.6.

NP (%) =

Keterangan:

NP : nilai yang dicari R : skor mentah

SM : skor maksimal ideal

4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan HEM

Kegiatan pembelajaran dinilai oleh satu orang observer untuk setiap pertemuan melalui pengisian lembar observasi. Data ini digunakan sebagai data pendukung yang menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan berjalan dengan baik dan sesuai denga n RPP. Hasilnya berupa persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran.


(33)

38

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Analisis kedua data lembar observasi (lembar observasi siswa dan lembar keterlaksanaan pembelajaran) ini hampir sama, karena mengacu pada kategori penilaian kegiatan pembelajaran yang ada pada Tabel 3.6. Hasil analisis dari kedua lembar observasi ini didapatkan dalam bentuk persentase (%), sehingga nilai akhir tersebut dijadikan sebagai ukuran kategori kegiatan pembelajaran. Berikut ini rentang nilai beserta kategori penilaian kegiatan pembelajaran.

Tabel 3.6 Kategori Penilaian Kegiatan Pembelajaran (Arikunto, 2012) Nilai Total (% ) Penilaian Kegiatan Pembelajaran

< 45 Kurang

46 - 65 Cukup

66 - 85 Baik

86 - 100 Sangat baik

5. Wawancara

Proses wawancara dilakukan selama lima menit untuk setiap siswa. Berdasarkan pertimbangan bahwa siswa sudah lelah belajar dan jam pulang sekolah terlalu sore, maka wawancara dilakukan di sela-sela pembelajaran biasa di sekolah (bukan pembelajaran ketika perlakuan diberikan). Proses wawancara ini sebenarnya mengalami kendala karena pelaksanaan wawancara dilakukan jauh setelah mereka mendapatkan perlakuan, sehingga peneliti dan siswa harus mengulas kembali perlakuan yang telah diberikan sebelum pertanyaan dalam pedoman wawancara diajukan kepada siswa.

Pencatatan hasil wawancara dilakukan melalui pe ncatatan dengan alat

recording. Proses analisis hasil wawancara individual siswa dilakukan dengan cara mentranskrip dan mengekstraksi rekaman audio saat wawancara berlangsung. Jawaban wawancara siswa kemudian dihubungkan dengan jawaban kuesioner VNOS-B, karena tujuan awal


(34)

39

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

diadakannya wawancara ini adalah untuk memperjelas secara lisan jawaban siswa yang dianggap kurang jelas secara tulisan.

J. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Tahap persiapan

Tahap pelaksanaan

Tahap akhir Pelaksanaan seminar proposal

Judgement instrumen

Revisi instrumen

Pengumpulan data awal (pretest)

Pemberian perlakuan

Pengolahan dan analisis data

Pembahasan

Penarikan kesimpulan

Penulisan skripsi

Penyusunan proposal & instrumen

Uji keterbacaan instrumen

Pengumpulan data akhir (posttest) dan wawancara

Perizinan penelitian


(35)

73

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Secara umum, pembelajaran dengan menggunakan HEM yang berisi sejarah penemuan dalam perumusan teori sel pada kedua kelas memang cenderung dapat meningkatkan persepsi hakikat sains siswa ke arah yang lebih baik. Perbedaannya terletak pada jumlah aspek yang mengalami peningkatan persepsi ke arah yang lebih baik. Selain itu, berdasarkan angket respon siswa, diketahui juga bahwa pembelajaran yang telah dilakukan mendapatkan respon yang baik dari kedua kelas tersebut. Data sekunder lain, yaitu berupa lembar observasi siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran pada kedua kelas menunjukkan bahwa kedua perlakuan yang diberikan masuk ke dalam kategori baik selama proses pelaksanaannya.

Persepsi hakikat sains siswa di kelas eksperimen 1 mengalami peningkatan persentase persepsi informed pada lima aspek hakikat sains (kreativitas dan imajinasi; teori dan hukum ilmiah; mitos metode ilmiah; aspek sosial budaya; dan theory-laden) dan penurunan persentase pada dua aspek hakikat sains (empirik dan tentatif). Peningkatan persentase yang paling terlihat kontras adalah aspek teori dan hukum ilmiah, namun aspek yang mengalami peralihan persentase paling kontras adalah aspek mitos metode ilmiah.

Persepsi hakikat sains siswa di kelas eksperimen 2, mengalami peningkatan persentase persepsi informed pada tiga aspek hakikat sains (empirik; teori dan hukum ilmiah; dan mitos metode ilmiah) dan empat aspek yang mengalami penurunan persentase (tentatif; kreativitas dan imajinasi; aspek sosial dan budaya; dan theory-laden). Peningkatan persentase yang paling terlihat kontras adalah aspek teori dan hukum ilmiah, namun aspek yang mengalami peralihan persentase paling kontras adalah aspek mitos metode ilmiah (sama seperti kelas eksperimen 1).

Berdasarkan data secara keseluruhan, kelas eksperimen 1 cenderung lebih unggul dalam jumlah aspek hakikat sains yang mengalami peningkatan


(36)

74

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

persepsi informed, bila dibandingkan dengan jumlah aspek hakikat sains pada kelas eksperimen 2. Perbedaan lain terletak pada persentase persepsi hakikat sains siswa yang tergolong ke dalam persepsi informed, intermediary, dan

naïve. Perbedaan dapat dijadikan kesimpulan akhir bahwa perlakuan di kelas eksperimen 1 lebih baik daripada perlakuan di kelas eksperimen 2, karena pada jumlah aspek hakikat sains yang mengalami perubahan ke arah lebih baik, lebih banyak di kelas eksperimen 1 dibandingkan dengan kelas eksperimen 2.

B. Implikasi dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang dirasa menjadi keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan-keterbatasan tersebut akan lebih baik jika dijadikan patokan untuk melakukan penelitian yang lebih baik mengenai hakikat sains dengan menggunakan elemen sejarah sains. Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan untuk mengantisipasi kekurangan dalam implikasi pembelajaran yang serupa, antara lain sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbasis hakikat sains ini membutuhkan waktu yang lebih lama dengan beberapa kali pertemuan, karena dibutuhkan pembiasaan untuk siswa dan untuk guru agar memudahkan melihat peningkatan persepsi hakikat sainsnya.

2. Pembelajaran berbasis hakikat sains seharusnya lebih ditekankan lagi di dalam kurikulum sains, sehingga siswa dapat lebih mudah memahami apa itu sains berdasarkan persepsinya mengenai hakikat sains. Hal ini dapat menjadikan siswa memiliki literasi ilmiah, sebagaimana dijadikan tujuan utama pembelajaran sains selama ini.

3. Aplikasi elemen sejarah sains dalam pe mbelajaran akan lebih baik jika mengintegrasikan penerapan hands-on dan minds-on, agar siswa dapat lebih mudah memahami elemen sejarah sains yang disampaikan. Lebih baik lagi jika potongan episode sejarah yang telah terjadi di masa lampau, dapat dilakukan kembali oleh siswa walaupun hanya dengan simulasi


(37)

75

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

sederhana. Hal ini akan membuat siswa lebih mudah mengubah pengetahuannya yang salah mengenai sains selama ini.


(38)

75

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abd-El-Khalick, F., Bell, R. L., dan Lederman, N. G. (1998). The nature of science and instructional practice: making the unnatural natural. Science Education, 82, hlm. 417-436.

Abd-El-Khalick, F. (2002). Rutherford’s enlarged: a content-embedded activity to teach about the nature of science. Physics Education, 37(1), hlm. 64-68.

Abd-El-Khalick, F. (2012). Teaching with and about nature of science, and science teacher knowledge domains. Science Education.

Adisendjaja, Y. H, Rustaman, N., Redjeki, S., dan Satori D. (2015). Pemahaman mahasiswa pendidikan biologi tentang hakikat sains. Prosiding Seminat Alfa IV 2015 (hlm. 60-67). Yogyakarta: Jurusan Pendidikan IPA FMIPA UNY.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Bell, R. L. (2009). Teaching the Nature of Science: Three Critical Questions. National Geographic.

Bybee, R. W., Powell, J. C., dan Ellis, J. D. (1991). Integrating the history and nature of science and technology in science and social studies curriculum.

Science Education, 75(1), hlm. 143-155.

Driver, R., Leach, J., Millar, R. & Scott, P. (1996). Young people's images of science. Buckingham, UK: Open University Press.

Forato, T. C. M., Martins, R. A., dan Pietrocola, M. (2012). History and nature of science in high school: building up parameters to guide educational materials and strategies. Science & Education, 21(5), hlm. 657-682.

Gardner, E. J. (1972). History of Biology, Third Edition. New Delhi: Wiley Eastern Limited.

Hazen, R. M. dan Trefil, J. (1992). Science Matters: Achieving Scientific Literacy.

New York: Random House.

Holbrook, J. dan Rannikmae, M. (2009). The Meaning of Scientific Literacy.

International Journal of Environmental & Science Education. 4(3), hlm. 275-288.

Indriyani, N. A. (2013). Analisis Buku Teks Biologi SMA di Kota Bandung berdasarkan Hakikat Sains. (Skripsi). Departemen Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(39)

76

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Khishfe, R. (2012). Relationship between nature of science understandings and argumentation skills: a role for counterargument and contextual factors.

Journal of Research in Science Teaching, 49(4), hlm. 489-514.

Khishfe, R. dan Abd- El-Khalick, F. (2002). Influence of explicit and reflective versus implicit inquiry-oriented instruction on sixth graders’ views of nature of science. Journal of Research in Science Teaching, 39(7), hlm. 551-578.

Khishfe, R. dan Lederman, N. (2006). Teaching nature of science within a controversial topic: integrated versus nonintegrated. Journal of Research in Science Teaching, 43(4), hlm. 395-418.

Kim, S. Y., dan Irving, K. E. (2010). History of science as an instructional context: student learning in genetics and nature of science. Science & Education, 19, hlm. 187-215.

Lederman, N. G. (1992). Students’ and teachers’ conceptions of the nature of science: a review of the research. Journal of Research in Science Teaching, 29(4), hlm. 331-359.

Lederman, N. G. (2007). Nature of science: past, present, and future. Handbook of research in science education, hlm. 831-879.

Lederman, N. G., Abd-El-khalick, F., Bell, R.L., dan Schwartz, R. S. (2002). Views of nature of science questionnaire: toward vaid and meaningful

assessment of learners’ conceptions of nature of science. Journal of Research in Science Teaching, 39(6), hlm. 497-521.

Lin, C. -Y., Cheng, J. -H., dan Chang, W. -H. (2010). Making science vivid: using a historical episodes map. International Journal of Science Education, 32(18), hlm. 2521-2531.

McComas, W. F. (1998). The principal elements of the nature of science: dispelling the myths. The Nature of Science in Science Education, hlm. 53-70.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2013). Salinan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Permendikbud: tidak diterbitkan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2013). Salinan Permendikbud No. 69 Tahun 2013. Permendikbud: tidak diterbitkan.

Ozgelen, S., Yilmaz- Tuzun, Ozgul, dan Haniscin, D. L. (2012). Exploring the

development of preservice science teachers’ views on the nature of science in

inquiry-based laboratory instruction. Research in Science Education.43(4), hlm. 1551-15


(40)

77

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., dan Jackson, R. B. (2011). Biology 9ed. San Fransisco: Benjamin Cummings.

Roach, L. E. dan Wandersee, J. H. (1995). Putting people back into science: using historical vignettes. School Science and Mathematics, 95(7), hlm. 365-370.

Rudge, D. W. dan Howe, E. M. (2009). An explicit and reflective approach to the use of history to promote understanding of the nature of science. Science & Education,18(5), hlm. 561-580.

Rutherford, J. F. dan Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans. Scientific Literacy. New York Oxford: Oxford University Press, Inc.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yacoubian, H. A. dan BouJaourde, S. (2010). The effect of reflective discussions following inquiry-based laboratory activities on students’ views of nature of science. Journal of Research in Science Teaching. 47(10), hlm. 1229-1252.


(41)

124

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

LEMBAR OBSERVASI SISWA (KELOMPOK)

Materi : Teori sel

Kelas : Kelompok: …..

Nilai :

Anggota kelompok:

1………. 4………..

2………. 5………..

3………. 6………..

Tabel 10. Aspek Penilaian Siswa (Selama Pelaksanaan Diskusi)

No. Kriteria Penilaian

3 2 1

a. Siswa merasa nyaman belajar dalam kelompoknya. 1 : Siswa cenderung tidak ikut berdiskusi dalam kelompok. 2 : Siswa cenderung ikut berdiskusi dalam kelompok. 3 : Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok.

b. Siswa melakukan pembagian tugas dalam kelompoknya secara merata.

1 : Hanya sebagian kecil siswa yang terlihat bekerja dalam kelompok.

2 : Hampir semua siswa terlihat bekerja dalam kelompok. 3 : Semua siswa terlihat bekerja dalam kelompok.

c. Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok melalui diskusi. 1 : Jawaban LKS hanya dirumuskan oleh sebagian kecil siswa. 2 : Jawaban LKS dirumuskan oleh sebagian besar siswa.

3 : Jawaban LKS dirumuskan oleh semua siswa dalam kelompok. d. Siswa dalam kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi

kelas.

1 : Hanya sebagian kecil saja yang mengemukakan


(42)

125

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu pendapat/bertanya.

2 : Hanya sebagian saja yang mengemukakan pendapat/bertanya. 3 : Setiap anggota berani mengemukakan pendapat/bertanya. 3. Selama kegiatan pembelajaran, siswa mengikutinya dengan

antusias.

1 : Siswa cenderung tidak semangat mengikuti pembelajaran. 2 : Siswa cenderung mengikuti pembelajaran dengan semangat. 3 : Siswa mengikuti pembelajaran dengan semangat.

f. Siswa menghargai sesamanya saat mengomunikasikan hasil diskusi.

1 : Siswa cenderung sibuk sendiri saat diskusi kelas. 2 : Siswa cenderung memerhatikan saat diskusi kelas. 3 : Siswa memerhatikan dengan seksama saat diskusi kelas. g. Siswa mampu memberikan solusi selama diskusi kelas.

1 : Siswa tak acuh saat kelompok lain mengomunikasikan hasil diskusi.

2 : Siswa acuh tak acuh saat kelompok lain mengomunikasikan hasil diskusi.

3 : Siswa acuh saat kelompok lain mengomunikasikan hasil diskusi.


(1)

75

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

sederhana. Hal ini akan membuat siswa lebih mudah mengubah pengetahuannya yang salah mengenai sains selama ini.


(2)

75

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTARPUSTAKA

Abd-El-Khalick, F., Bell, R. L., dan Lederman, N. G. (1998). The nature of science and instructional practice: making the unnatural natural. Science Education, 82, hlm. 417-436.

Abd-El-Khalick, F. (2002). Rutherford’s enlarged: a content-embedded activity to teach about the nature of science. Physics Education, 37(1), hlm. 64-68. Abd-El-Khalick, F. (2012). Teaching with and about nature of science, and

science teacher knowledge domains. Science Education.

Adisendjaja, Y. H, Rustaman, N., Redjeki, S., dan Satori D. (2015). Pemahaman mahasiswa pendidikan biologi tentang hakikat sains. Prosiding Seminat Alfa IV 2015 (hlm. 60-67). Yogyakarta: Jurusan Pendidikan IPA FMIPA UNY. Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bell, R. L. (2009). Teaching the Nature of Science: Three Critical Questions.

National Geographic.

Bybee, R. W., Powell, J. C., dan Ellis, J. D. (1991). Integrating the history and nature of science and technology in science and social studies curriculum.

Science Education, 75(1), hlm. 143-155.

Driver, R., Leach, J., Millar, R. & Scott, P. (1996). Young people's images of science. Buckingham, UK: Open University Press.

Forato, T. C. M., Martins, R. A., dan Pietrocola, M. (2012). History and nature of science in high school: building up parameters to guide educational materials and strategies. Science & Education, 21(5), hlm. 657-682.

Gardner, E. J. (1972). History of Biology, Third Edition. New Delhi: Wiley Eastern Limited.

Hazen, R. M. dan Trefil, J. (1992). Science Matters: Achieving Scientific Literacy.

New York: Random House.

Holbrook, J. dan Rannikmae, M. (2009). The Meaning of Scientific Literacy.

International Journal of Environmental & Science Education. 4(3), hlm. 275-288.

Indriyani, N. A. (2013). Analisis Buku Teks Biologi SMA di Kota Bandung berdasarkan Hakikat Sains. (Skripsi). Departemen Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(3)

76

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Khishfe, R. (2012). Relationship between nature of science understandings and argumentation skills: a role for counterargument and contextual factors.

Journal of Research in Science Teaching, 49(4), hlm. 489-514.

Khishfe, R. dan Abd- El-Khalick, F. (2002). Influence of explicit and reflective versus implicit inquiry-oriented instruction on sixth graders’ views of nature of science. Journal of Research in Science Teaching, 39(7), hlm. 551-578. Khishfe, R. dan Lederman, N. (2006). Teaching nature of science within a

controversial topic: integrated versus nonintegrated. Journal of Research in Science Teaching, 43(4), hlm. 395-418.

Kim, S. Y., dan Irving, K. E. (2010). History of science as an instructional context: student learning in genetics and nature of science. Science & Education, 19, hlm. 187-215.

Lederman, N. G. (1992). Students’ and teachers’ conceptions of the nature of science: a review of the research. Journal of Research in Science Teaching, 29(4), hlm. 331-359.

Lederman, N. G. (2007). Nature of science: past, present, and future. Handbook of research in science education, hlm. 831-879.

Lederman, N. G., Abd-El-khalick, F., Bell, R.L., dan Schwartz, R. S. (2002). Views of nature of science questionnaire: toward vaid and meaningful assessment of learners’ conceptions of nature of science. Journal of Research in Science Teaching, 39(6), hlm. 497-521.

Lin, C. -Y., Cheng, J. -H., dan Chang, W. -H. (2010). Making science vivid: using a historical episodes map. International Journal of Science Education, 32(18), hlm. 2521-2531.

McComas, W. F. (1998). The principal elements of the nature of science: dispelling the myths. The Nature of Science in Science Education, hlm. 53-70.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2013). Salinan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Permendikbud: tidak diterbitkan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2013). Salinan Permendikbud No. 69 Tahun 2013. Permendikbud: tidak diterbitkan.

Ozgelen, S., Yilmaz- Tuzun, Ozgul, dan Haniscin, D. L. (2012). Exploring the development of preservice science teachers’ views on the nature of science in inquiry-based laboratory instruction. Research in Science Education.43(4), hlm. 1551-15


(4)

77

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., dan Jackson, R. B. (2011). Biology 9ed. San Fransisco: Benjamin Cummings. Roach, L. E. dan Wandersee, J. H. (1995). Putting people back into science: using

historical vignettes. School Science and Mathematics, 95(7), hlm. 365-370. Rudge, D. W. dan Howe, E. M. (2009). An explicit and reflective approach to the

use of history to promote understanding of the nature of science. Science & Education,18(5), hlm. 561-580.

Rutherford, J. F. dan Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans. Scientific Literacy. New York Oxford: Oxford University Press, Inc.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yacoubian, H. A. dan BouJaourde, S. (2010). The effect of reflective discussions following inquiry-based laboratory activities on students’ views of nature of science. Journal of Research in Science Teaching. 47(10), hlm. 1229-1252.


(5)

124

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

LEMBAR OBSERVASI SISWA (KELOMPOK)

Materi : Teori sel

Kelas : Kelompok: …..

Nilai :

Anggota kelompok:

1………. 4………..

2………. 5………..

3………. 6………..

Tabel 10. Aspek Penilaian Siswa (Selama Pelaksanaan Diskusi)

No. Kriteria Penilaian

3 2 1 a. Siswa merasa nyaman belajar dalam kelompoknya.

1 : Siswa cenderung tidak ikut berdiskusi dalam kelompok. 2 : Siswa cenderung ikut berdiskusi dalam kelompok. 3 : Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok.

b. Siswa melakukan pembagian tugas dalam kelompoknya secara merata.

1 : Hanya sebagian kecil siswa yang terlihat bekerja dalam kelompok.

2 : Hampir semua siswa terlihat bekerja dalam kelompok. 3 : Semua siswa terlihat bekerja dalam kelompok.

c. Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok melalui diskusi.

1 : Jawaban LKS hanya dirumuskan oleh sebagian kecil siswa. 2 : Jawaban LKS dirumuskan oleh sebagian besar siswa.

3 : Jawaban LKS dirumuskan oleh semua siswa dalam kelompok.

d. Siswa dalam kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas.

1 : Hanya sebagian kecil saja yang mengemukakan


(6)

125

Devi Nur Silvia, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN HISTORICAL EPISOD ES MAP (HEM) D ALAM PEMBELAJARAN TEORI SEL TERHAD AP PERSEPSI HAKIKAT SAINS SISWA

Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pendapat/bertanya.

2 : Hanya sebagian saja yang mengemukakan pendapat/bertanya. 3 : Setiap anggota berani mengemukakan pendapat/bertanya.

3. Selama kegiatan pembelajaran, siswa mengikutinya dengan antusias.

1 : Siswa cenderung tidak semangat mengikuti pembelajaran. 2 : Siswa cenderung mengikuti pembelajaran dengan semangat. 3 : Siswa mengikuti pembelajaran dengan semangat.

f. Siswa menghargai sesamanya saat mengomunikasikan hasil diskusi.

1 : Siswa cenderung sibuk sendiri saat diskusi kelas. 2 : Siswa cenderung memerhatikan saat diskusi kelas. 3 : Siswa memerhatikan dengan seksama saat diskusi kelas.

g. Siswa mampu memberikan solusi selama diskusi kelas.

1 : Siswa tak acuh saat kelompok lain mengomunikasikan hasil diskusi.

2 : Siswa acuh tak acuh saat kelompok lain mengomunikasikan hasil diskusi.

3 : Siswa acuh saat kelompok lain mengomunikasikan hasil diskusi.