PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI SOCIOMETRIC STATUS DI SMPN 1 BANGLI.

(1)

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI

SOCIOMETRIC STATUS

DI SMPN 1 BANGLI

SKRIPSI

Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

A.A. GEDE RAKA NARAYANA BATUH.

1102205042

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI

SOCIOMETRIC

STATUS

DI SMPN 1 BANGLI

OLEH:

A.A. GD RAKA NARAYANA BATUH.

NIM: 1102205042

Telah disetujui untuk diuji oleh:

Denpasar, Agustus 2015 Pembimbing,


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi.

Pada tanggal :

Mengesahkan Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Dekan,

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K).M. Kes

Tim Penilai : Tanda tangan

1. I.G.A.P. Wulan Budisetyani, S.Psi., M.Psi. ______________

Pembimbing

2. Luh Made Karisma Sukmayanti S., S.Psi, M.A ______________

Ketua Penguji

3. Dewi Puri Astiti, S.Fil., M.Si ______________

Sekretaris Penguji

4. Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi, Psikolog ______________


(4)

iv MOTTO

A Man without Ambition is like a Bird without Wings.” - unknown -


(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan pada Ajung, A.A. Gede Anom Sutarjana

Ibu, Ni Nyoman Sedani

Adikku, A.A. Istri Rai Sri Indraswari Batuh Teman-temanku tercinta

serta


(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya A.A. Gede Raka Narayana Batuh, dengan disaksikan oleh tim penguji skripsi, dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh derajat kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dimanapun. Dan sepanjang sepengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat karya atau pendapat yang pernah ditulis/diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan ini dicabut.

Denpasar, Agustus 2015 Yang menyatakan,


(7)

vii

Perbedaan Prestasi Belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli

A.A. Gede Raka Narayana Batuh.

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Abstrak

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang disebutkan dalam deklarasi Hak Asasi Manusia. Pendidikan di Indonesia sendiri, tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 pendidikan dan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Pendidikan di Indonesia dimulai dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga perguruan tinggi. Pada tiap jenjang pendidikan, individu diharuskan untuk memenuhi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. selain memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan, individu juga akan diberikan evaluasi yang dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003). Hasil dari evaluasi belajar ini yang selanjutnya disebut prestasi belajar. Slametto (2003) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang memperngaruhi prestasi belajar adalah relasi teman sebaya atau kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Kedudukan hubungan siswa dengan teman di kelasnya dapat digambarkan dengan Sociometric Status. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi

belajar ditinjau dari Sociometric Status.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah simple random sampling. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 189

siswa yang bersekolah di SMPN 1 Bangli. Teknik penggalian data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan wawancara dan menyebarkan angket sociometric status. Data

yang terkumpul dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil analisis data,

didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status.


(8)

viii

Differences in Learning Achievement in terms of Sociometric Status in SMPN 1 Bangli

A A. Gede Raka Narayana Batuh.

Department of Psychology, Faculty of Medicine, Udayana University

Abstract

Education is one of the aspects mentioned in the Declaration of Human Rights. Education in Indonesia itself, are listed in Article 31 UUD 1945 education and the Act No. 20 of 2003. Education in Indonesia starting from the level of ECD (Early Childhood Education) to college. At every level of education, peoples are required to meet the competencies that correspond to education levels. in addition to meet the competencies that have been established, the individual will also be given an evaluation carried out in order to control the quality of education nationwide as a form of accountability of education providers to the parties concerned (Act No. 20 of 2003). Results of the evaluation hereinafter called learning achievement. Slameto (2003) explained that one of the factors that affect the learning achievement is a relation peers or the position of the student relationship with friends around. The position of the student relationship with a friend in the class can be described with the sociometric status. The purpose of this study was to determine differences in learning achievement in terms of sociometric status.

This is a quantitative research. The sampling technique used was simple random sampling. Subjects in this study amounted to 189 students who attend school at SMPN 1 Bangli. Data mining techniques used in this study is the interviews and distributing questionnaires sociometric status. Data were analyzed using the Kruskal-Wallis test. Based on the results of data analysis, showed that there are differences in learning achievement in terms of sociometric status.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan karuniaNya yang diberikan pada peneliti sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Perbedaan Prestasi Belajar ditinjau dari

Sociometric Status di SMPN 1 Bangli”

Peneliti menyadari dalam proses penyelesaian skripsis ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun berkat doa, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, SpOT (K). M. Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

2. Bapak I.G.A.P. Wulan Budisetyani, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing yang

telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran dalam membimbing, memberi saran dan dorongan serta mendengar berbagai keluh kesah yang tak terhitung banyaknya hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Dra. Adijanti Marheni, M.Si., Psi. selaku Ketua Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sekaligus Pembimbing Akademik peneliti yang senantiasa memberikan semangat selama menempuh perjuangan kesarjanaan.

4. Ibu Dewi Puri Astiti, S.Fil, M.Si selaku ketua penguji yang telah mendukung dan

memberikan sumbangan pikiran berharga dalam revisi untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

5. Ibu Luh Made Karisma Sukmayanti S., S.Psi, M.Psi selaku sekretaris penguji yang

telah mendukung dan memberikan tambahan ilmu dan perbaikan dalam revisi untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik lagi.


(10)

x

6. Ibu Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi selaku anggota penguji yang telah

memberikan masukan dan tambahan ilmu serta perbaikan dalam revisi untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

7. Seluruh Dosen Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

yang telah membagikan ilmu dan pengalaman selama menempuh pendidikan 4 tahun terakhir ini kepada peneliti.

8. Seluruh staf TU (Tata Usaha) Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam segala urusan administrasi dan birokrasi.

9. Seluruh keluarga besar SMPN 1 Bangli yang senantiasa menyambut peneliti

dengan ramah selama penelitian berlangsung dan kesediaannya memberikan waktu luangnya untuk diikutkan dalam penelitian.

10.Orangtua dan adik tersayang yang telah membimbing dan mengajari banyak sekali

pengalaman hidup yang sangat berguna bagi peneliti.

11.Sahabat-sahabatku tersayang sedari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

12.Teman-teman satu bimbingan.

13.Teman-teman seperjuangan ZESTRIVIDA.

14.Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah

membantu peneliti selama ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kebaikan peneliti di masa datang. Semoga karya sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan almamater pada khususnya.

Denpasar, Agustus 2015


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

C. Keaslian Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

a. Manfaat Teoretis ... Error! Bookmark not defined. b. Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Variabel Bebas ... Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Sociometric Status ... Error! Bookmark not defined.

B. Variabel Tergantung ... Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined. 2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined.

3. Faktor-faktor Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined. C. Remaja ... Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Remaja ... Error! Bookmark not defined.

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... Error! Bookmark not defined.

D. Dinamika Hubungan antar Variabel ... Error! Bookmark not defined.


(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

1. Definisi Operasional Sociometric Status ... Error! Bookmark not defined.9 2. Definisi Operasional Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined. C. Subyek Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

D. Metode Pengambilan Sampel... Error! Bookmark not defined.

E. Metode Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. F. Validitas dan Reliabilitas ... Error! Bookmark not defined.

G. Metode Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.5

H. Uji Asumsi Data Penelitiaan ... Error! Bookmark not defined. 1. Uji Normalitas. ... Error! Bookmark not defined.

2. Uji Homogenitas ... Error! Bookmark not defined.

I. Uji Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.6

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Persiapan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Persiapan Uji Coba Alat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... Error! Bookmark not defined.

B. Pelaksanaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Analisis Data dan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1. Karakteristik Subjek ... Error! Bookmark not defined.

2. Deskripsi dan Kategori Data Penelitian... Error! Bookmark not defined. 3. Uji Asumsi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

5. Analisis Data Tambahan ... Error! Bookmark not defined.

D. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.6 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.

B. Saran ... Error! Bookmark not defined.

1. Saran Praktis ... Error! Bookmark not defined. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya ... Error! Bookmark not defined.2 DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN ... 65


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.Dinamika Antar Variabel Sociometric Status


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Tabel Penelitian Sebelumnya ... 7

Tabel 2. Pengelompokan Siswa dalam Sociometric Status ... 40

Tabel 3. Koefisien Reliabilitas ... 45

Tabel 4. Kriteria Sociometric Status ... 51

Tabel 5. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………..52

Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 7. Kategori Sociometric Status ... 53

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas ... 54

Tabel 9. Uji Homogenitas Variabel Penelitian ... 55

Tabel 10. Hasil analisis Kruskal-Wallis ... 56


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran I. Angket Sociometric Status ... 65

Lampiran II. Uji Normalitas Data Penelitian... 72

Lampiran III. Uji Homogenitas Data Penelitian ... 72

Lampiran IV. Uji Kruskal-Wallis Sociometric Status ... 72

Lampiran V. Uji Kolmogorof-Smirnof Berdasarkan Jenis Kelamin... 73


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang disebutkan dalam deklarasi Hak Asasi Manusia, yang disebutkan bahwa tiap individu memiliki hak untuk mengembangkan diri, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya, memajukan diri secara kolektif. Deklarasi ini juga menjelaskan bahwa tidak ada pembedaan perlakuan dalam bentuk apapun, baik itu berhubungan dengan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa, keyakinan politik maupun keyakinan-keyakinan lainnya (HAM, 1948).

Pendidikan di Indonesia sendiri, tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 yang disebut kan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara khusus lagi, pendidikan di Indonesia dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 mengenai Wajib Belajar, dimana pada peraturan pemerintah ini mengatakan bahwa Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain


(17)

2

yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Jadi dilihat dari Undang-Undang Dasar, undang-undang, peraturan pemerintah, dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan Pemerintah Indonesia sudah menetapkan pendidikan minimal yang harus didapatkan setiap warga negara Indonesia, ditambah lagi pemerintah serta pemerintah daerah bertanggung jawab akan hal tersebut. Namun jika dilihat dari kenyataan yang ada, fakta di lapangan terkadang sedikit bertentangan dengan peraturan pemerintah tersebut,

seperti yang diberitakan rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7–12 tahun mencapai

0,67 persen atau 182.773 anak, usia 13–15 tahun sebanyak 2,21 persen, atau 209.976 anak;

dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak (Kompas, 16

Oktober 2013)

Pendidikan di Indonesia dimulai dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga perguruan tinggi. Pada tiap jenjang pendidikan, individu diharuskan untuk memenuhi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh maka semakin tinggi pula kompetensi yang harus dipenuhi.

Selama mengikuti proses pendidikan, selain memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan, individu juga akan diberikan evaluasi yang dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003). Selain itu evaluasi dilakukan untuk melihat sejauhmana hasil belajar siswa sudah mencapai tujuannya (Nata, 2010). Evaluasi adalah proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan (Nata, 2010). Evaluasi terdiri dari 4 jenis, yaitu evaluasi formatif, evaluasi sumatif, evaluasi diagnostik dan evaluasi


(18)

3

penempatan (Azwar, 1996). Salah satu jenis evaluasi yang disebutkan oleh Azwar adalah evaluasi sumatif, pada evaluasi ini berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa di akhir semester. Melalui evaluasi ini maka didapatkanlah hasil yang mencerminkan kemampuan siswa selama mengikuti proses pendidikan yang selanjutnya hasil dari evaluasi ini disebut dengan prestasi belajar.

Prestasi belajar, secara sederhana diartikan sebagai hasil dari evaluasi yang telah dicapai siswa. Winkel (2005) mendefinisikan prestasi belajar sebagai bukti keberhasilan usaha yang dicapai oleh seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu. Pada tataran pendidikan, untuk melakukan pengukuran pada prestasi belajar dilakukan dengan melaksanakan ulangan umum di akhir semester. Pada saat ulangan umum, siswa diberikan sejumlah tes untuk mengukur pencapaian akademiknya setelah sekumpulan program pelajaran diberikan. Setelah siswa mengikuti ulangan umum, hasil yang diperoleh siswa berupa nilai dituliskan dalam rapor dan diserahkan kepada siswa sebagai bukti dari prestasi belajar.

Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).


(19)

4

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah dipaparkan di atas, salah satunya adalah relasi teman sebaya. Faktor eksternal relasi teman sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Dalam lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan masing-masing, kedudukan disini berarti ikatan yang terjadi antara siswa satu dan yang lain maupun ikatan siswa dengan guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang erat dengan teman di sekitarnya, tidak jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh teman-temannya, diabaikan atau menuai kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang disenangi oleh teman dan juga guru.

Beberapa contoh nyata hubungan yang kurang erat dengan teman sekolah, diantaranya yang dialami SAW. SAW adalah seorang siswa di sebuah SMA di Kota Mojokerto, Provinsi Jawa Timur yang ditemui meregang nyawa dengan sebuah tali menjerat lehernya di kamar rumahnya pada hari Sabtu, 6 September 2014. Ia diduga mengakhiri hidup karena kecewa dengan perceraian ayah-ibunya dan juga selalu dijauhi teman-teman sekelasnya. SAW dikenal sebagai pemuda yang taat beribadah dan terlahir

dari keluarga yang kedua orangtuanya telah bercerai, SAW juga dikenal sebagai pribadi

yang tertutup, introvert, dan gagap bergaul dengan rekan-rekan sekelasnya. Pilihan bunuh

diri yang dilakukan diduga akibat korban merasa frustrasi. Meski telah berpindah-pindah sekolah, SAW merasa dikucilkan dan tidak disenangi oleh teman-temannya karena selalu

berpenampilan sebagai sosok yang introvert dan pendiam (Wiguna, 2014). Selain itu,

kasus serupa juga pernah terjadi di Cimanggis Depok, Jawa Barat. Korban bernama RF yang juga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri dikarenakan merasa dijauhi teman dan sering membuat malu lingkungan (Priliawito, 2009).

Kasus bunuh diri karena kurang eratnya hubungan siswa dengan teman seperti yang terjadi di Mojokerto dan Cimanggis Depok melibatkan korban yang berada di fase remaja


(20)

5

(15 tahun) sehingga kasus bunuh diri yang dilakukan oleh SAW dan RF merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan hubungan yang erat dengan teman sebaya sebagai faktor yang mempengaruhi individu yang khususnya berada pada usia remaja. Hal ini dikarenakan siswa yang khususnya berada pada masa remaja sedang mengalami ”krisis”

yang disebut dengan Identity versus Identity Confusion. Erickson (dalam Papalia, 1987)

mengatakan pada masa ini, remaja sedang mengembangkan mengenai konsep dirinya, termasuk peran remaja dalam lingkungannya). Remaja yang memiliki teman dekat, stabil dan selalu mendukung, secara umum memiliki pendapat yang tinggi terhadap dirinya, prestasi yang bagus di sekolah, memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik, dan hampir tidak mungkin menunjukkan perilaku yang memusuhi temannya, cemas dan depresi (Berndt dalam Papalia, 1987). Siswa yang merasa diterima teman sebayanya dan populer karena memiliki kemampuan kognitif yang tinggi, pemecahan masalah yang baik dan asertif tanpa menunjukkan agresifitasnya, akan memiliki prestasi yang baik di sekolahnya (Papalia, 1987). Sebaliknya, ketika siswa berada pada kedudukan yang ditolak oleh teman sebaya biasanya akan mengalami masalah penyesuaian dan kesulitan belajar (Papalia, 1987).

Keadaan siswa yang merasa diterima atau ditolak oleh teman sebaya disebut

dengan sociometric status, yang terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan

average. Sociometric status adalah cerminan penerimaan umum individu oleh teman

sebayanya (Finch, 1998). Salah satu contoh yang dapat menggambarkan sociometric status

dalam kategori Popular adalah pada siswi yang bernama AMS. AMS adalah pemenang

dari lomba puisi nasional tingkat pelajar tahun 2012, selain berbakat di bidang puisi AMS juga memiliki kemampuan akademik yang bagus di sekolah dan dirinya juga diterima sangat baik oleh temannya. AMS adalah seorang siswi yang bersekolah di SDN 01 Sijunjung, Padang. Kesehariannya, siswi tersebut adalah sosok yang disenangi oleh


(21)

6

temannya karena sifatnya yang penurut dan selain berbakat dalam menulis puisi, siswi tersebut juga populer karena kepintarannya yang selalu bisa mengantarkan dirinya masuk dalam juara tiga besar dalam kelasnya (Tejo dalam Padang Ekspress, 15 Oktober 2012).

Satu lagi contoh kasus yang dapat menggambarkan sociometric status juga terjadi

di Bali, tepatnya di SMPN 1 Bangli, Bali yang dialami siswa bernama SF (14 Tahun) yang peneliti dapatkan melalui wawancara awal dengan Kepala SMPN 1 Bangli kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan teman-teman SF. SF adalah seorang siswa yang dikenal sebagai sosok yang pendiam, tidak bisa bergaul dan cenderung tidak disenangi oleh teman-temannya karena sifat pendiamnya. Selama menjadi siswa di SMPN 1 Bangli, SF sering membolos sekolah dengan alasan yang tidak jelas, sehingga nilai prestasi belajar yang SF dapatkan sangat rendah karena tidak pernah mengikuti pelajaran di kelasnya. Berbagai cara telah dilakukan pihak teman sekelas dan sekolah untuk membuat SF mau bersekolah kembali namun hasilnya SF masih saja terus membolos. Kendati teman sekelasnya kurang menyukai SF namun teman-teman SF tetap berusaha membujuk SF untuk tetap bersekolah namun SF tetap saja sering tidak masuk sekolah. Hingga akhirnya Kepala SMPN 1 Bangli yang turun tangan dan langsung menemui SF di rumahnya, sampai disanapun SF tidak mau bercerita apa-apa dan cenderung diam.

Kepala Sekolah SMPN 1 Bangli hingga kehilangan akal membujuk SF untuk mau bersekolah, hingga akhirnya Kepala Sekolah SMPN 1 Bangli menanyakan apa yang harus beliau lakukan untuk membuat SF mau bersekolah dan SF meminta kepala sekolah untuk membelikan bola sepak bola dan keinginan SF tersebut mau dipenuhi kepala sekolah namun SF hanya bertahan beberapa hari saja untuk bersekolah. Sampai pada akhirnya sekolah memutuskan bahwa SF tidak bisa naik ke kelas IX dan harus tetap berada di kelas VIII hingga setahun ke depan.


(22)

7

Berdasarkan kasus unik siswa yang tidak disenangi teman dan memiliki nilai prestasi belajar yang rendah dan hanya terjadi di SMPN 1 Bangli tersebut, peneliti ingin

mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status di SMPN

1 Bangli. Penelitian ini akan menggunakan metode campuran (mixed method) dengan

strategi transformatif sekuensial yang menggunakan perspektif sociometric status. Dalam

penelitian ini tahap pertama diawali dengan mengumpulkan dan membuat kriteria sociometric status yang kriterianya didapatkan melalui wawancara dengan siswa kelas VIII di SMPN 1 Bangli. Selanjutnya dilakukan tahap kedua dengan melakukan analisis

kuantitatif terkait perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status di SMPN 1

Bangli. Melalui penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi sekolah dan orangtua

serta instansi terkait lainnya yang berada pada lingkungan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kriteria sociometric status di SMPN 1 Bangli?

2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari sociometric status di

SMPN 1 Bangli?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status di

SMPN 1 Bangli menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun beberapa penelitian yang mengukur variabel yang sama sudah pernah dilakukan di beberapa tempat diluar Indonesia.

Tabel 1

Tabel Penelitian Sebelumnya

Penelitian Sebelumnya Metode

Penelitian

Persamaan Perbedaan

Sociometric and Self-Image of Children with Specific and General Learning Disabilities in

Kuantitatif Menggunakan

variabel sociometric status dan

1. Metode penelitian yang

digunakan adalah

kuantitatif sedangkan


(23)

8

Dutch General and Special Education Classes

penelitian

dalam basis

pendidikan.

adalah metode

campuran (mixed

method).

2. Subjek fokus pada

siswa dengan Specific

and General Learning Disabilities sedangkan yang peneliti gunakan

adalah subjek yang

berasal dari SMPN 1 Bangli.

3. Penggunaan angket

Guess Who dengan

kriteria yang

dikembangkan oleh

Veldman (1975)

sedangkan peneliti

menggunakan angket

Guess Who dengan kriteria yang peneliti

gali sendiri dari

lapangan. Aggression, Relational

Aggression, Sociometric status and the Quality and Authenticity of Children's Friendships

Kuantitatif Menggunakan

variabel sociometric status dan penelitian

dalam basis

pendidikan.

1. Metode penelitian yang

digunakan adalah

kuantitatif sedangkan

yang peneliti gunakan

adalah metode

campuran (mixed

method).

2. Penelitian ini

mengukur tingkat

agresifitas, Relational

Aggresion,

Sociometric status dan

dihubungkan dengan

kualitas dan keaslian pertemanan pada anak-anak, sedangkan pada

penelitian sekarang

peneliti ingin melihat

perbedaan prestasi

belajar ditinjau dari sociometric status di SMPN 1 Bangli.

3. Subjek penelitian ini

adalah siswa Sekolah Dasar (SD) sedangkan subjek yang peneliti gunakan adalah siswa


(24)

9

Pertama (SMP) Negeri 1 Bangli.

Social and Social-Cognitive Correlates Of Sociometric status in Preschool and Kindergarten Children.

Kuantitatif Menggunakan

variabel sociometric status dan penelitian

dalam basis

pendidikan.

1. Metode penelitian

yang digunakan adalah kuantitatif sedangkan yang peneliti gunakan

adalah metode

campuran (mixed

method).

2. Variabel tergantung

dari penelitian

sebelumnya adalah

Sosial dan

Kognitif-Sosial, sedangkan

peneliti sekarang

mengukur variabel

tergantung prestasi

belajar.

3. Subjek penelitian

sebelumnya adalah

anak prasekolah dan siswa taman

kanak-kanak, sedangkan

penelitian sekarang

menggunakan subjek

siswa SMPN 1 Bangli.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kriteria sociometric status di SMPN 1

Bangli dan mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari sociometric status di

SMPN 1 Bangli.

E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Bagi ranah psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, sosiologi dan bagi pengembangan kurikulum yang menyasar siswa remaja,


(25)

10

sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di bidang keilmuan untuk memperkaya khasanah serta dapat berkontribusi terhadap

pengembangan teori yang berkaitan dengan sociometric status.

b. Manfaat Praktis

1. Sekolah

Melalui penelitian ini, diharapkan sekolah mengetahui kriteria sociometric

status di SMPN 1 Bangli dan mengenai prestasi belajar ditinjau dari sociometric status, sehingga kepada pihak sekolah dapat memberikan perhatian lebih dalam

perkembangan sociometric status siswanya dengan demikian sekolah dapat

mengusahakan pendekatan sociometric status agar seluruh siswa dapat diterima

oleh teman sebayanya.

2. Guru

Melalui penelitian ini diharapkan guru mengetahui prestasi belajar ditinjau dari sociometric status, sehingga guru dapat ikut terlibat dalam pendampingan siswa yang termasuk dalam kategori berprestasi rendah karena kedudukannya dalam

lingkungan teman sebayanya (sociometric status) yang cenderung tidak

disenangi. Melalui pendampingan guru, dapat mengetahui kesulitan yang dirasakan siswa dan turut serta dalam usaha memecahkan masalah yang dialami

siswa terkait prestasi belajar dan sociometric status.

3. Orangtua

Melalui penelitian ini diharapkan orangtua mengetahui cerminan tingkat penerimaan umum anak dalam lingkungan teman sebaya dengan prestasi belajar, sehingga diharapkan orangtua dapat memberikan nilai-nilai mengenai cara menyesuaikan diri dengan lingkungan dan diharapkan anak menjadi lebih


(26)

11

diterima oleh teman sebayanya sehingga prestasi belajarnya menjadi semakin meningkat.

4. Siswa

Melalui penelitian ini diharapkan siswa menjadi tahu mengenai faktor yang menyebabkan perbedaan prestasi belajar, sehingga diharapkan siswa meningkatkan kemampuan adaptasinya dengan lingkungan sehingga dapat diterima oleh teman sebayanya.


(27)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sociometric Status

1. Definisi Sociometric Status

Sociometry yang secara etimologi dari bahasa Latin, “Socious” yang berarti teman atau kawan dan “Metrum” yang berarti pengukuran (Moreno, 1941). Dengan kata lain Sociometric mengacu pada pengukuran perasaan antara satu individu dengan individu lainnya dan menentukannya dalam kriteria yang telah ada (Moreno, 1934). Faisal (1982)

juga menambahkan bahwa sosiometric merupakan salah satu teknik untuk menggambarkan

interaksi sosial yang terjadi diantara individu dalam suatu kelompok. Nasution (1986) mengatakan untuk mengenal anak-anak sebagai makhluk sosial, mengetahui apakah anak

itu disukai sebagai teman oleh murid-murid lain digunakanlah sociometric. Hasil dari

sociometric ini yang selanjutnya disebut dengan sociometric status. Sociometric status berarti cerminan penerimaan umum individu oleh teman sebayanya (Finch, 1998). Secara

umum pengertian sociometric diartikan sebagai pengukuran akan pertemanan atau

perkawanan sedangkan sociometric status berarti cerminan dari hasil sociometric yang

berupa cerminan penerimaan individu oleh teman sebayanya. 2. Kategori Sociometric status

Kategori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori dengan tiap kategori

memiliki karakteristik tersendiri. (Moreno dalam Persinger, 2011) menyebutkan bagian

dari sociometric status diantaranya:

a. Popular

Disukai oleh sebagian besar teman dan tidak disukai beberapa teman. Terampil memulai interaksi sosial dengan teman sebaya dan mempertahankan hubungan positif dengan orang lain. Cenderung kooperatif, ramah, mudah bergaul, dan


(28)

13

sensitif kepada orang lain, dan hal ini dirasakan oleh para guru dan orangtua serta anak-anak lainnya. Cenderung lebih tegas daripada agresif, mendapatkan apa yang diinginkan tanpa perkelahian ataupun menyakiti orang lain (Moreno dalam Persinger, 2011).

b. Rejected

Memiliki strategi pernyataan lisan yang sedikit dan tingkat harga diri yang lebih

rendah terkait prestasi sekolah. Siswa rejected cenderung sulit menghadapi

kegagalan dan provokasi dan cenderung sangat agresif bagi anak-anak lain. Siswa rejected cenderung termotivasi untuk memperlihatkan apa yang didapatkan melalui cara agresif. Siswa cenderung memiliki lebih banyak kesulitan mencari solusi yang konstruktif, seperti keadaan untuk bergilir dalam sebuah permainan. Remaja rejected memiliki kemungkinan untuk merokok lebih besar dibanding remaja

lainnya. Dalam situasi provokatif seperti ketika bermain, siswa rejected

mengungkapkan ekspresi marahnya dengan ekstrim. Siswa rejected juga

mengungkapkan kebahagiaan dalam situasi provokatif, tapi terbatas pada hasil yang

positif bagi siswa rejected. Lebih sombong dan menampilkan perilaku membual

dibandingkan anak-anak lain. Hal ini menunjukkan bahwa siswa rejected kurang

sensitif terhadap dampak dari ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh temannya,

membuat interaksi antara siswa rejected dan temannya lebih tidak menyenangkan.

Rentan terhadap perilaku bermusuhan dan mengancam, agresi fisik, perilaku

mengganggu, dan kenakalan. Siswa rejected juga terlibat dalam agresi relasional

misalnya, menyebarkan rumor tentang orang lain. Studi remaja rejected

menunjukkan siswa rejected memiliki tingkat kecemasan sosial yang tinggi


(29)

14

c. Neglected

Kadang-kadang disebut sebagai “hantu”. Tidak dinominasikan sebagai teman, atau

diberikan negatif nominasi. Cenderung kurang bersosialisasi, kurang agresif, dan

kurang mengganggu daripada anak-anak rata-rata. Siswa negledted cenderung

mundur dari interaksi teman sebaya yang melibatkan agresi. Memiliki rata-rata akademik yang lebih rendah dibandingkan anak-anak lain. Rekan-rekan di

lingkungannya sering menggambarkan siswa neglected sebagai pemimpin yang

buruk, kurang kooperatif, menunjukkan tingkat yang lebih rendah dari kompetensi sosial dan memiliki kecemasan sosial yang lebih tinggi dibanding temannya. Siswa neglected, terutama anak perempuan, dua kali lebih mungkin untuk melaporkan

gejala depresi dibandingkan anak rejected dan lima kali lebih mungkin untuk

melaporkan gejala depresi dibandingkan anak populer, average, atau controversial

(Moreno dalam Persinger, 2011). d. Controversial

Mayoritas rekan-rekan menilai rata antara positif dan nominasi negatif.

Paradoksnya, memiliki karakteristik dari kedua anak populer dan rejected. Siswa

controversial cenderung agresif, agak mengganggu, dan mudah marah, tapi juga kooperatif, sosial, dan biasanya pandai olahraga. Memiliki kemungkinan menjadi pemimpin kelompok yang aktif secara sosial dan baik. Dilihat oleh banyak rekan-rekan sebagai sosok yang arogan dan sombong. Remaja kontroversial memiliki

kemungkinan lebih besar untuk merokok remaja dibandingkan siswa average


(30)

15

3. Faktor yang Mempengaruhi Sociometric Status siswa

Popularitas siswa mengindikasikan kedudukan siswa pada kelompok

pertemanannya yang dicerminkan melalui penilaian disukai dan tidak disukai oleh teman sebaya (Wentzel, 2004):. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat popularitas siswa

a. Perbedaan Gender

Banyak penelitian yang menunjukkan popularitas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan adalah spesifik tergantung gender. Laki-laki dan perempuan memiliki

model yang berbeda untuk melihat popularitas. Siswa laki-laki yang popular

cenderung menunjukkan kemampuan olahraga, sukses berinteraksi dengan lawan jenis, dan kemampuan sosial. sedangkan siswa perempuan yang popular cenderung menunjukkan kemampuan ekonomi orangtua, pribadi yang menarik dan kemampuan akademik yang baik.

b. Kemampuan Olahraga, bentuk tubuh yang menarik dan kemampuan sosial

Kemampuan olahraga yang baik menempati hubungan yang sangat signifikan bagi siswa laki-laki dan terkadang tidak signifikan bagi siswa perempuan. Popularitas yang baik dalam olahraga biasanya berkaitan dengan kemampuan kepemimpinan

(LaFontana, 2002). Siswa dengan popularitas sociometric yang baik, cenderung

menunjukkan perilaku prososial yang lebih tinggi dengan teman sebayanya.

c. Kemampuan Akademik

Kemampuan akademik lebih penting bagi siswa perempuan dibandingkan siswa laki-laki. Terkadang siswa laki-laki yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi membuat tingkat populartitas siswa menurun (Adler, 1992)


(31)

16

B. Prestasi Belajar 1. Definisi Prestasi Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa

murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible

(tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Hasil dari pengungkapan hasil belajar ini yang selanjutnya disebut prestasi belajar (Syah, 2008).

Prestasi belajar sendiri dapat diartikan sebagai bukti keberhasilan dari seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu yang dicapai oleh siswa dalam waktu tertentu (Suryabrata, 2002). Tirtinegoro (2001) juga memberikan definisi terkait prestasi belajar, prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2008). Dari beberapa definisi prestasi belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penilaian dari hasil pengalaman belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat.

Bentuk prestasi belajar berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat dari tahun ke tahun berubah seiring dengan bergantinya kurikulum yang digunakan di Indonesia. Selama


(32)

17

Indonesia merdeka, dunia pendidikan di Indonesia sudah pernah mengalami perubahan kurikulum sebanyak tujuh kali. Kurikulum pertama disebut dengan nama Kurikulum 1968, selanjutnya diganti Kurikulum 1975, diganti lagi dengan Kurikulum 1984 (Cara Belajar Siswa Aktif), pada tahun 1994 diganti dengan Kurikulum 1994, hingga tahun 2004 diganti Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), tahun 2006 diganti dengan Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan terakhir diganti pada tahun 2013 dengan Kurikulum 2013.

Pada Kurikulum 2013, yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan dilaporkan dalam bentuk nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi kepada orangtua dan pemerintah. Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:

a. Nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi untuk hasil penilaian kompetensi

pengetahuan serta keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu.

b. Deskripsi sikap diberikan untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan

sikap sosial.

c. Penilaian oleh masing-masing pendidik secara keseluruhan dilaporkan kepada

orangtua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil Belajar Peserta Didik.

2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar

Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan/prestasi belajar (Syah, 2003), yakni:


(33)

18

a. Norm-Referencing atau Norm-Referenced Assesment (PAN)

Tardif mengatakan dalam penilaian yang menggunakann pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Nasoetion (dalam Syah, 2003) juga menambahkan pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri.

b. Criterion-Referenced Assesment (PAK)

Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menyatakan penilaian dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara

baik (well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolut. Oleh

karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajar umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaannya terhadap materi pelajar hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional.

Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menjelaskan pendekatan penilaian seperti diatas biasanya ditetapkan dalam sistema belajar tuntas (mastery learning). Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila telah


(34)

19

menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80.

3. Fungsi Prestasi Belajar

Menurut Purwanto (2003:155), prestasi belajar merupakan masalah yang bersifat perennial (abadi) dalam sejarah manusia karena rentang kehidupannya, manusia selalu mengejar prestasi sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Kemudian masih menurut Purwanto (2003:155), fungsi prestasi belajar yaitu:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik.

Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa menunjukkan sejauh mana siswa mampu memahami dan menguasai bahan ajar atau materi yang telah disampaikan oleh guru. Dengan melihat prestasi belajar tersebut maka dapat segera dievaluasi hal-hal yang menyebabkan siswa kurang memahami atau menguasai bahan ajar atau materi pelajaran.

b. Prestasi belajar sebagai lembaga kepuasan hasrat ingin tahu.

Para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum manusia, termasuk didalamnya adalah seorang siswa yang ingin mencapai kepuasan dengan cara memperoleh prestasi belajar yang baik.

c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan.

Asumsinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai bahan evaluasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern

Sebagai indikator intern artinya prestasi belajar yang telah diraih daopat digunakan sebagai tolak ukur tingkat produktifitas suatu institusi pendidikan.


(35)

20

Sedangkan sebagai indikator ekstern artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator kesuksesan siswa dalam masyarakat.

4. Faktor-faktor Prestasi Belajar

Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:

a. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan.

b. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor

keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Baharuddin (2009) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, dimana dibedakan menjadi dua kategori yaitu:

a. Faktor Internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

individu dan dapat mempengaruhi prestasi belajar individu. Faktor-faktor internal ini terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis.

b. Faktor Eksternal, dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan sosial seperti

lingkungan sosial sekolah yang di dalamnya termasuk guru, administrasi dan teman sebaya, lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial


(36)

21

keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga, status sosial ekonomi. Sedangkan lingkungan nonsosial terdiri dari lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran.

Dari beberapa teori mengenai faktor-faktor prestasi belajar, faktor-faktor prestasi belajar yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

C. Remaja

1. Definisi remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya,

adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.

Sedangkan istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti lebih

luas mencakup kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 2003) dengan mengatakan:

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak… Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif,


(37)

22

kurang lebih berhubungan dengan masa púber… Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok… Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

Gagasan mengenai remaja mulai direkonstruksi sejak Hall menerbitkan gagasannya. Sejak itu hingga saat ini para ahli mulai menyampaikan gagasan mengenai remaja. Hurlock adalah salah satunya. Hurlock (1980) mengungkapkan remaja sebagai periode peralihan serta menjabarkan arti remaja sebagai tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Lebih lanjut, Hurlock(1980) menjelaskan bahwa masa peralihan bukan berarti terputus karena pengalaman sebelumnya akan membekas dan akan terbawa ke tahap berikutnya. Masa remaja merupakan masa penting. Akar pemikiran Hurlock adalah pemikiran Piaget.

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2003). Sedangkan menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 tahun sampai masa remaja akhir yaitu awal usia 20-an dan masa tersebut membawa perubahan besar saling bertautan pada semua ranah perkembangan.

Pendapat Hurlock berbeda dengan Hall (dalam Santrock, 2007) yang menyatakan usia remaja berkisar antara 12 hingga 23 tahun. Meskipun rentang usia dari remaja bervariasi terkait dengan lingkungan dan budaya, Santrock (2007) mengungkapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Pendapat Santrock mengenai rentang usia masa remaja merupakan yang paling panjang diantara lainnya yaitu 13 tahun, dimulai sejak usia 10 hingga 22 tahun, sedangkan pendapat Hurlock adalah rentang yang paling pendek yaitu 6 tahun, dimulai sejak 13


(38)

23

hingga 18 tahun. Pendapat Hall memiliki perbedaan 1 tahun yang lebih pendek dari Santrock yaitu 12 tahun, yang dimulai dari 10 hingga 22 tahun. Pendapat ini berbeda 2 tahun dari Papalia dan Olds yang menyatakan masa remaja dimulai dari usia 11 dan berakhir pada usia 20-an.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia menjadi tolak ukur dalam definisi yang diungkapkan Piaget walaupun sesungguhnya remaja memiliki arti luas yang mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tercebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukan pada peletakan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku bagi remaja (Hurlock, 2003)

Penelitian singkat mengenai tugas-tugas perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat yang dimiliki oleh remaja sebagai akibat perubahan usia kematangan yang sah menjadi delapan belas tahun menyebabkan banyak tekanan yang mengganggu para remaja. Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak telah mengagungkan konsep tentang penampilan


(39)

24

diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Hurlock, 2003)

Menurut Hurlock (1980) selama masa tumbuh kembang, remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dilewatinya dan tugas pertama yang harus dikuasai selama perkembangan remaja yang berhubungan dengan seks adalah pembentukan hubungan yang baik dengan lawan jenis. Yang membedakan dalam masa perkembangan ini adalah perkembangan sikap dan pola perilaku pada remaja.

a. Pertumbuhan

Soetjiningsih (2004) pertumbuhan menggambarkan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler yang terlihat secara fisik dan dapat diukur dengan menggunakan satuan panjang atau satuan berat dengan proses yang berkesinambungan dipengaruhi oleh faktor genetik (ras, keluarga) dan faktor lingkungan bio-psikososial yang dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa.

Potter & Perry (2005) menjelaskan mengenai empat fokus utama pada pertumbuhan fisik masa remaja:

1. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera,

2. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebar pinggul,

3. Perubahan distribusi otot dan lemak,

4. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder.

Potter & Perry (2005) juga menjelaskan mengenai pertumbuhan bahwa selama masa pubertas biasa terjadi peningkatan laju tinggi dan berat badan. Pada anak perempuan pertumbuhan mulai melaju antara usia 8 tahun dan 14 tahun, sedangkan pada anak laki-laki dimulai pada usia 10 tahun sampai 16 tahun. Pertambahan tinggi anak perempuan mencapai 90 % sampai 95 % tinggi dewasa pada masa menarke (permulaan menstruasi)


(40)

25

hingga mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun, sedangkan anak laki-laki akan terus tumbuh tinggi hingga usia 18 sampai 20 tahun.

Tanda pubertas pada anak perempuan biasanya ditandai dengan perkembangan payudara. Setelah pertumbuhan awal jaringan payudara, puting, areola ukurannya meningkat. Proses ini yang sebagian dikontrol oleh hereditas, dimulai paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak komplet sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar estrogen yang meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut dapat terjadi secara spontan atau akibat perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh. Menarke pada setiap individu sangat bervariasi, dapat terjadi paling cepat pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih. Meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalu diwaspadai kecuali dilakukan hal lain. Anak laki-laki mengalami kenaikan kadar testosterone selama pubertas yang ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis (Potter & Perry, 2005).

Menurut Potter & Perry (2005), anak laki-laki dan anak gadis mungkin mengalami orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada anak laki-laki tidak terjadi sampai organ seksnya matur, yaitusekitar usia 12 atau 14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi pertama kali selama tidur (emisi nocturnal), hal ini biasa disebut dengan mimpi basah yang sering kali dianggap sangat memalukan. Anak laki-laki harus mengetahui bahwa, meski mereka tidak menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi, mereka segera akan menjadi subur hingga nanti saatnya terjadi perkembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh mulai tumbuh.


(41)

26

b. Perkembangan

Perkembangan menurut Potter & Perry (2005) merupakan aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif. Djiwandono (2002) menuturkan bahwa masa perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12 -14 tahun. Masa puber yang merupakan permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pada umur 14-16 tahun yang merupakan pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja. Ketika remaja berumur 18 tahun sampai umur 20 tahun terjadi perubahan yang membuat remaja mulai bertanggungjawab, membuat pilihan, dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa atau lebih dikenal dengan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami remaja pada masanya, antara lain:

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah rangkaian dari perubahan yang dialami remaja. Remaja membutuhkan penyesuaian yang baik denga perubahan dalam tubuhnya. Kematangan yang berbeda yang dialami oleh setiap remaja membuat remaja yang mengalami pubertas lebih awal akan menjadi lebih sensitif dan merasa berbeda dengan yang lain, namun seiring dengan waktu ia dapat menyesuaikan diri. Jadi dalam penyesuaian perkembangan fisik inilah nantinya remaja dapat berkembang menjadi remaja yang 17 mampu berhubungan dengan orang lain atau tidak (Djiwandono, 2002).

2. Perkembangan kognitif

Potter & Perry (2005) menjelaskan selama masa remaja terjadi perubahan dalam pemikiran dan perluasan lingkungan, namun tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai remaja tidak mampu mencapai perkembangan neurologis dan tidak mampu diarahkan untuk dapat berpikir rasional. Kemampuan kognitif yang diperlihatkan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, pendidikan formal yang ia dapat, dan


(42)

27

motivasi. Djiwandono (2005) menjabarkan dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri.

3. Perkembangan psikososial

Soetjiningsih (2004) menjelaskan mengenai masa remaja yang identik dengan kematangan seksualnya menjadi hal yang sangat berperan penting dalam perkembang psikososialnya. Kematangan seksual yang diiringi dengan perubahan bentuk tubuh apabila tidak diketahui oleh remaja dengan baik dapat menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Kecepatan kemajuan kematangan seksual yang berbeda pada setiap individu bisa menjadikan seorang remaja 18menjadi merasa berbeda dan tidak mau bergaul dengan teman sebayanya. Contohnya pada anak perempuan yang mengalami kematangan seksual lebih dulu akan merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan teman sebayanya, namun sebaliknya pada anak laki-laki yang mengalami keterlambatan kematangan akan menjadikan dirinya terlihat lebih kecil dari yang lain.

Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku-buku, atau teman sebaya. Sering kali informasi yang remaja dapatkan tidak diaplikasikan dalam gaya hidup karena remaja tidak merasa rentan dan kurangnya kewaspadaaan karena meyakini bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka (Potter & Perry, 2005).


(43)

28

D. Dinamika Hubungan antar Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel sociometric status dan prestasi

belajar. Kedua variabel tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan, sehingga dari hal tersebut, akan dapat diasumsikan pula bahwa terdapat perbedaan pada variabel prestasi

belajar antara kategori sociometric status. Kedua variabel ini diasumsikan memiliki

hubungan oleh peneliti dan dinamikanya digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. : Dinamika Antar Variabel Sociometric Status dan Variabel Prestasi Belajar

Keterangan:

: garis hubungan yang akan diteliti

Sociometric Status

Prestasi Belajar

- Popular - Non-Popular - Middle

a. Internal

- Psikologis dan Fisiologis b. Eksternal

- Keluarga - Sekolah - Masyarakat - Popular

- Neglected - Rejected - Controversial - Average


(44)

29

: garis aspek masing-masing variabel : variabel yang akan diteliti

: aspek masing-masing variabel

Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah dipaparkan, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah relasi teman sebaya. Faktor eksternal relasi teman sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Dalam lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan masing-masing, kedudukan yang dimaksud adalah ikatan yang terjadi antara siswa satu dan yang lain maupun ikatan siswa dengan guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang erat dengan teman di sekitarnya, tidak jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh teman-temannya, diabaikan atau menuai kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang disenangi oleh teman dan juga guru. Cerminan penerimaan siswa yang cenderung


(45)

30

disenangi atau tidak disenangi oleh teman sebaya disebut dengan sociometric status, yang

terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan average (Finch, 1998).

Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Amerika, Papalia (1987)

mengatakan anak yang masuk pada kelompok rejected memiliki paling banyak masalah

terkait penyesuaian diri dan kesulitan belajar. Anak laki-laki yang masuk kelompok rejected, khususnya yang masih belia, cenderung lebih agresif dan anti-sosial, sedangkan anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah lebih dewasa yang masuk kelompok rejected lebih sering menjadi seseorang yang pemalu, terisolasi, tidak bahagia dan

memiliki self-image yang negatif. Kelompok siswa popular cenderung menunjukkan

perilaku yang disukai teman dan dapat beradaptasi dengan lingkungan, selain itu, siswa popular juga menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa lainnya.

Secara teori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu popular,

neglected, rejected, controversial, average namun kategori dan kriteria Sociometric Status di SMPN 1 Bangli akan mengacu pada hasil penggalian data kualitatif yang dilakukan sebelum penelitian kuantitatif dilakukan. Kategori muncul dikarenakan variabel sociometric status merupakan variabel yang keadaannya disesuaikan dengan keadaan

subjek yang dikenai penelitian. Moreno (1953) mengatakan kriteria dalam sociometric

status harus berdasarkan situasi yang dialami subjek dari penelitian karena berhubungan

dengan validitas dan keberartian dari kriteria sociometric status.

E. Hipotesis Penelitian

Hipótesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata dalam Azwar, 2007). Hipotesis adalah jawaban sementara yang berada pada tingkat teoritik dimana derajat kebenarannya


(46)

31

masih bersifat tentatif dan hipotetik yang masih harus diuji secara empirik menggunakan data-data yang dikumpulkan (Azwar, 2007). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ha : Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli

Ho : Tidak ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1


(1)

b. Perkembangan

Perkembangan menurut Potter & Perry (2005) merupakan aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif. Djiwandono (2002) menuturkan bahwa masa perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12 -14 tahun. Masa puber yang merupakan permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pada umur 14-16 tahun yang merupakan pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja. Ketika remaja berumur 18 tahun sampai umur 20 tahun terjadi perubahan yang membuat remaja mulai bertanggungjawab, membuat pilihan, dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa atau lebih dikenal dengan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami remaja pada masanya, antara lain:

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah rangkaian dari perubahan yang dialami remaja. Remaja membutuhkan penyesuaian yang baik denga perubahan dalam tubuhnya. Kematangan yang berbeda yang dialami oleh setiap remaja membuat remaja yang mengalami pubertas lebih awal akan menjadi lebih sensitif dan merasa berbeda dengan yang lain, namun seiring dengan waktu ia dapat menyesuaikan diri. Jadi dalam penyesuaian perkembangan fisik inilah nantinya remaja dapat berkembang menjadi remaja yang 17 mampu berhubungan dengan orang lain atau tidak (Djiwandono, 2002).

2. Perkembangan kognitif

Potter & Perry (2005) menjelaskan selama masa remaja terjadi perubahan dalam pemikiran dan perluasan lingkungan, namun tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai remaja tidak mampu mencapai perkembangan neurologis dan tidak mampu diarahkan untuk dapat berpikir rasional. Kemampuan kognitif yang diperlihatkan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, pendidikan formal yang ia dapat, dan


(2)

motivasi. Djiwandono (2005) menjabarkan dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri.

3. Perkembangan psikososial

Soetjiningsih (2004) menjelaskan mengenai masa remaja yang identik dengan kematangan seksualnya menjadi hal yang sangat berperan penting dalam perkembang psikososialnya. Kematangan seksual yang diiringi dengan perubahan bentuk tubuh apabila tidak diketahui oleh remaja dengan baik dapat menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Kecepatan kemajuan kematangan seksual yang berbeda pada setiap individu bisa menjadikan seorang remaja 18menjadi merasa berbeda dan tidak mau bergaul dengan teman sebayanya. Contohnya pada anak perempuan yang mengalami kematangan seksual lebih dulu akan merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan teman sebayanya, namun sebaliknya pada anak laki-laki yang mengalami keterlambatan kematangan akan menjadikan dirinya terlihat lebih kecil dari yang lain.

Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku-buku, atau teman sebaya. Sering kali informasi yang remaja dapatkan tidak diaplikasikan dalam gaya hidup karena remaja tidak merasa rentan dan kurangnya kewaspadaaan karena meyakini bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka (Potter & Perry, 2005).


(3)

D. Dinamika Hubungan antar Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel sociometric status dan prestasi belajar. Kedua variabel tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan, sehingga dari hal tersebut, akan dapat diasumsikan pula bahwa terdapat perbedaan pada variabel prestasi belajar antara kategori sociometric status. Kedua variabel ini diasumsikan memiliki hubungan oleh peneliti dan dinamikanya digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. : Dinamika Antar Variabel Sociometric Status dan Variabel Prestasi Belajar

Keterangan:

: garis hubungan yang akan diteliti

Sociometric Status

Prestasi Belajar

- Popular

- Non-Popular

- Middle

a. Internal

- Psikologis dan Fisiologis b. Eksternal

- Keluarga

- Sekolah

- Masyarakat

- Popular

- Neglected

- Rejected

- Controversial


(4)

: garis aspek masing-masing variabel : variabel yang akan diteliti

: aspek masing-masing variabel

Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah dipaparkan, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah relasi teman sebaya. Faktor eksternal relasi teman sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Dalam lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan masing-masing, kedudukan yang dimaksud adalah ikatan yang terjadi antara siswa satu dan yang lain maupun ikatan siswa dengan guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang erat dengan teman di sekitarnya, tidak jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh teman-temannya, diabaikan atau menuai kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang disenangi oleh teman dan juga guru. Cerminan penerimaan siswa yang cenderung


(5)

disenangi atau tidak disenangi oleh teman sebaya disebut dengan sociometric status, yang terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan average (Finch, 1998).

Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Amerika, Papalia (1987) mengatakan anak yang masuk pada kelompok rejected memiliki paling banyak masalah terkait penyesuaian diri dan kesulitan belajar. Anak laki-laki yang masuk kelompok rejected, khususnya yang masih belia, cenderung lebih agresif dan anti-sosial, sedangkan anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah lebih dewasa yang masuk kelompok rejected lebih sering menjadi seseorang yang pemalu, terisolasi, tidak bahagia dan memiliki self-image yang negatif. Kelompok siswa popular cenderung menunjukkan perilaku yang disukai teman dan dapat beradaptasi dengan lingkungan, selain itu, siswa popular juga menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa lainnya.

Secara teori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu popular, neglected, rejected, controversial, average namun kategori dan kriteria Sociometric Status di SMPN 1 Bangli akan mengacu pada hasil penggalian data kualitatif yang dilakukan sebelum penelitian kuantitatif dilakukan. Kategori muncul dikarenakan variabel sociometric status merupakan variabel yang keadaannya disesuaikan dengan keadaan subjek yang dikenai penelitian. Moreno (1953) mengatakan kriteria dalam sociometric status harus berdasarkan situasi yang dialami subjek dari penelitian karena berhubungan dengan validitas dan keberartian dari kriteria sociometric status.

E. Hipotesis Penelitian

Hipótesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata dalam Azwar, 2007). Hipotesis adalah jawaban sementara yang berada pada tingkat teoritik dimana derajat kebenarannya


(6)

masih bersifat tentatif dan hipotetik yang masih harus diuji secara empirik menggunakan data-data yang dikumpulkan (Azwar, 2007). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ha : Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli Ho : Tidak ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli