Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin T2 752012002 BAB V

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan
melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut:

A. KESIMPULAN
Indonesia adalah sebuah kata yang dapat menggambarkan tentang kenyataan
hidup berbangsa dan bernegara yang majemuk baik agama, budaya, warna kulit, ras,
suku, adat, dan masih banyak lagi perbedaan yang ada pada bangsa Indonesia dan
harus diakui bahwa keragaman/kemajemukan yang dimiliki merupakan kebanggaan
bagi anak bangsa. Dalam keragaman ini, rakyat Indonesia diikat oleh satu Kesatuan
Negara Republik Indonesia. Dan untuk dapat tetap merekatkan semangat Kesatuan
NKRI maka seharusnya seluruh rakyat Indonesia tidak membuang dari ingatannya
tentang masa-masa kelam yang pernah menghadirkan kesengsaraan, namun juga
menumbuhkan rasa sepenanggungan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Enam
puluh sembilan tahun sudah bangsa ini memperoleh kemerdekaan. Enam puluh
sembilan tahun juga bukanlah waktu yang singkat untuk membenahi dan
mengarahkan bangsa ini pada kemerdekaan yang sesungguhnya memerdekakan
seluruh rakyat tanpa pengecualian. Sayangnya, dalam memasuki usia yang keenam
puluh sembilan tahun, bangsa ini pun belum sepenuhnya menghadirkan nilai-nilai

keadilan yang benar-benar memerdekakan seluruh rakyatnya, misalnya; tidak
diperhatikannya anak bangsa yang berdiam pada wilayah-wilayah yang sangat
terpencil, diskriminasi terhadap wilayah-wilayah tertentu, egoisme yang ada pada
golongan elit yakni hanya mementingkan kesejahteraan golongan dan kelompoknya,

119

ketidakadilan baik dalam dunia pendidikan, ekonomi, dan sebagainya, bahkan dalam
hal ini juga masih belum meratanya perlakuan yang adil terhadap kaum perempuan.
Namun setidaknya harus diakui bahwa sebagian dari kaum perempuan telah
berhasil memperoleh kebebasan untuk keluar di wilayah publik dan keadaan ini harus
disambut dengan penuh semangat oleh kaum perempuan lainnya dalam rangka
mendorong semua kaum perempuan untuk berjuang dan mendapatkan haknya sebagai
masyarakat yang benar-benar merdeka. Tetapi, pencapaian keberhasilan yang
diperoleh oleh sebagian kaum perempuan juga masih diwarnai dengan unsur-unsur
ketidakadilan. Artinya bahwa keberhasilan ini tidaklah langsung menjadi jaminan
seorang perempuan mempunyai hak sepenuhnya dalam berkarya dan menuangkan
talenta bahkan potensinya pada wilayah publik, lebih dari pada itu keberhasilan ini
tidak dapat menjamin bahwa perempuan tidak akan menemui tindakan-tindakan yang
tidak adil dan kemerdekaan yang benar-benar memerdekakan ketika bergabung pada

wilayah publik. Hal ini menegaskan pada dasarnya apa yang dikatakan tidak sesuai
dengan apa yang terjadi. Perempuan Indonesia yang hidup di negaranya sendiri masih
mendapatkan perlakuan diskriminatif, masih ditempatkan sebagai kaum kelas nomor
dua, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dilihat bahwa masih terjadinya
ketidakadilan pada ranah publik.
Salah satu problem yang melatarbelakangi maraknya ketidakadilan pada
wilayah publik ialah kurang diberikannya perhatian terhadap kehidupan keluarga yang
merupakan dasar terbentuknya masyarakat. Masyarakat kita belum sepenuhnya sadar
untuk melihat peran penting dari kehidupan keluarga. Artinya, hampir semua orang
hanya fokus terhadap hal-hal yang kelihatan dari luar dan tidak menghiraukan bahkan
tidak peduli dengan nilai-nilai moral yang seharusnya dibentuk dari dalam keluarga
inti. Salah satu contoh yang akan diberikan untuk dapat memperjelas tentang peran

120

penting keluarga akan dikemukakan dari kehidupan keluarga penulis sendiri. Berikut
ini adalah penuturannya.
Saya adalah seorang perempuan yang semenjak lahir tidak dibesarkan oleh
orang tua kandung. Setelah beranjak dewasa, saya bertemu dengan seorang pria.
Hari demi hari pun berlalu dengan begitu cepatnya dan saya pun menjalin hubungan

dengan laki-laki tersebut. Proses pengenalan antara kami tidak berjalan lama dan
setelah itu kami menikah lantaran saya telah mengandung. Pernikahan kami secara
tidak langsung membatasi ruang gerak saya hanya pada wilayah domestik. Namun
saya berpikir bahwa itu merupakan konsekuensi yang harus diterima sebagai seorang
istri.
Masa-masa di awal pernikahan adalah masa yang sangat menyenangkan bagi
kami. Terlebih ketika usia kandungan saya sudah tidak dikatakan muda lagi, yakni
saya akan segera melahirkan. Perasaan senang pun semakin bertambah pada saat
saya melahirkan anak pertama. Kehidupan rumah tangga yang kami jalani terlihat
sangat bahagia dan jauh dari pertengkaran dan ketidakadilan.
Tahun demi tahun kami lewati bersama dalam bingkai kehidupan rumah
tangga. Banyak hal bahkan banyak permasalahan yang turut menemani kehidupan
keluarga. Kini kami dikaruniai tiga orang anak lak-laki yang pada waktu itu masih
berusia sekitar 5 tahun, 3 tahun, dan 1 tahun. Tidak banyak orang yang tahu tentang
kondisi keluarga kami, khususnya kondisi antara saya dan suami. Namun, secara
kasat mata para tetangga dapat melihat dengan jelas setiap hari pekerjaan yang
harus saya selesaikan. Saya harus mengerjakan pekerjaan rumah, harus mengurus
ketiga anak yang masih kecil-kecil, bahkan saya juga harus mengurusi semua
keperluan dan kebutuhan suami. Jika dibandingkan dengan suami, tidak satupun
pekerjaan rumah tangga yang ia kerjakan. Setiap harinya dia keluar bekerja dan


121

pulang pada malam hari. Tidak jarang juga dia pulang dalam kondisi yang sudah
mabuk. Tidak ada cara lain yang harus saya lakukan selain mengurusinya walaupun
dengan kondisi yang lelah karena bekerja seharian. Kondisi seperti ini terjadi dalam
waktu yang lama. Hingga pada akhirnya saya mengetahui bahwa orang yang sangat
dekat dengan saya bahkan orang yang sangat saya kasihi yang tidak lain adalah
suami memiliki hubungan dengan wanita lain. Rasanya sangat berat perjalanan
hidup rumah tangga yang saya jalani. Saya berusaha tegar dalam mengatasi
permasalahan ini. Ketika itu perlakuan tidak adil mulai saya rasakan dari suami.
Biaya kehidupan bagi saya dan anak-anak telah berkurang bahkan juga tindakan dan
perkataan kasar menjadi hal yang tidak luput dalam keseharian.
Pada akhirnya saya jatuh sakit. Selama tubuh ini diserang penyakit, tidak
pernah saya dibawa pergi ke rumah sakit. Dalam ketidakberdayaan, saya
menanggung semua rasa sakit, baik sakit fisik maupun sakitnya perasaan karena
dikhianati. Meski demikian, saya tetap menjalankan tugas sebagai seorang istri
dengan baik. Hingga pada satu ketika penyakit di dalam tubuh ini tidak dapat diajak
kompromi sehingga nyawa saya pun direnggut oleh penyakit itu. Saya meninggalkan
tiga orang anak yang masih sangat kecil dan masih sangat membutuhkan kehadiran

serta kasih sayang seorang ibu.

Cerita di atas menggambarkan bahwa betapa seorang perempuan, ibu, istri
diperlakukan dengan sangat tidak adil, didiskriminasi, dan kemanusiaannya tidak
dianggap. Yang diperlukan adalah tenaganya untuk mengerjakan berbagai macam
pekerjaan rumah tangga/keluarga. Namun tidak diberikan kesempatan untuk
mengembangkan diri dan talenta. Ruang geraknya dibatasi untuk bekerja keras pada
wilayah domestik sehingga talenta dan kreatifitas yang ada pada perempuan menjadi
hilang bahkan mati. Konteks aktual yang dituangkan melalui cerita di atas setidaknya
122

hendak menyampaikan pesan yang sangat penting bahwa betapa keluarga memegang
peranan besar untuk menerapkan nilai-nilai keadilan yang dimulai dari dalam keluarga
yang pada akhirnya akan berkontribusi bagi masyarakat dan negara. Karena itu, salah
satu indikator terjadinya ketidakadilan di dalam keluarga yakni paham patriaki yang
berkembang dalam pemahaman masyarakat haruslah diputuskan sehingga tidak
terfokus pada pandangan-pandangan yang pada akhirnya menghadirkan ketidakadilan
tetapi mampu menanamkan nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang lebih bermoral dan
bermartabat untuk kemanusiaan seorang perempuan dan juga laki-laki.
Dengan begitu bagi penulis, pandangan dan solusi yang dikemukakan oleh

Susan Okin mengenai penerapan nilai-nilai moral yang disertai dengan praktik-praktik
keadilan tidak hanya sekedar menjadi formalitas untuk menunjukkan bahwa adanya
aktifitas pendidikan yang dilakukan dari dalam keluarga tetapi sebaliknya merupakan
suatu kebutuhan yang harus diterapkan mulai dari wilayah yang paling intim atau
wilayah yang paling dekat dengan kehidupan pribadi masing-masing orang yaitu
keluarga. Begitu juga dengan kehidupan masyarakat pun harus disertai dengan
tindakan-tindakan moral yang menghadirkan keadilan bagi seluruh masyarakat yang
dalam hal ini juga berawal dari dalam keluarga. Dengan demikian antara kehidupan
keluarga dan masyarakat seharusnya tidak dipisahkan karena merupakan dua unsur
yang saling melengkapi. Pada akhirnya kesadaran akan kesetaraan gender dan
keadilan terlebih dahulu harus dimulai dari dalam hubungan keluarga yaitu antara
suami dan isteri, maupun antara orang tua anak.

B. SARAN
Keluarga merupakan basis utama terbentuknya masyarakat yang adil. Karena
itu, sebelum seseorang melangkah keluar wilayah publik, terlebih dahulu harus

123

mengerti, memahami, dan mempraktekkan nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang adil

di dalam keluarga. Suami dan isteri harus menunjukkan totalitas dan kualitasnya
sebagai orang tua yang baik dalam mendidik dan membina anak-anak tentang nilainilai yang adil sejak usia dini sehingga ketika anak-anak mengalami perjumpaan
dengan masyarakat, mereka mampu hadir dan menyumbangkan tindakan-tindakan
yang adil atas nama kemanusiaan.
Kaum laki-laki harus menelanjangi sistim berpikirnya yang mendominasi
kaum perempuan serta harus menanggalkan sifat-sifat egois dan memberikan
kesempatan bagi kaum perempuan untuk mengembangkan diri pada wilayah publik.
Juga kaum perempuan harus berani bertindak tegas dan berani melangkah keluar dari
cara berpikir klasik yang mengharuskan setiap perempuan mengabdikan seluruh
tenaga dan hidupnya hanya pada wilayah domestik. Selain itu, kaum laki-laki dan
kaum perempuan harus menggabungkan seluruh tenaga dan daya pikirnya untuk
meruntuhkan hasil konstruksi masyarakat yang telah berkembang selama ratusan
bahkan ribuan tahun sehingga mendominasi sebagian besar pemikiran masyarakat
luas yang hadir hingga saat ini. Cara-cara semacam ini dapat ditempuh melalui proses
sosialisasi dan edukasi yang dilakukan secara terbuka dan berkelanjutan bagi semua
anggota keluarga, masyarakat, golongan, kelompok, suku, bahkan pada tingkat
kenegaraan.

124


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB II

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan Rentenir dari Perspektif Konseling Feminis T2 752014024 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin T2 752012002 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin T2 752012002 BAB II

0 1 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin T2 752012002 BAB IV

0 0 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Ambon Dalam Perspektif Teori Identitas Sosial T2 752013009 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Koinonia di GKPS Gunung Purba: Menurut Perspektif Teori Keadilan Gender

0 1 1

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Putusan Minah dan Rasmina: Tersisihnya Nilai Keadilan dalam RuangRuang Pengadilan T2 BAB IV

0 0 2