PENGARUH PENERAPAN KOMBINASI METODE INKUIRI DAN PENGAJARAN TIMBAL BALIK TERHADAP CAPAIAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA KONSEP DINAMIKA PARTIKEL.

(1)

PENGARUH PENERAPAN KOMBINASI METODE INKUIRI DAN PENGAJARAN TIMBAL BALIK TERHADAP CAPAIAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA PADA KONSEP DINAMIKA PARTIKEL

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Disusun oleh: Finoli Marta Putri

0909971

KONSENTRASI PENDIDIKAN FISIKA SL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

PENGARUH PENERAPAN KOMBINASI METODE INKUIRI DAN PENGAJARAN TIMBAL BALIK TERHADAP CAPAIAN

PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA KONSEP DINAMIKA PARTIKEL

Oleh:

Finoli Marta Putri, S.Pd Universitas Riau, 2005

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

© Finoli Marta Putri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan Judul

PENGARUH PENERAPAN KOMBINASI METODE INKUIRI DAN PENGAJARAN TIMBAL BALIK TERHADAP CAPAIAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA PADA KONSEP DINAMIKA PARTIKEL

Oleh

Finoli Marta Putri 0909971

Disahkan dan Disetujui Oleh:

Pembimbing I,

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP. 196807031992032001

Pembimbing II,

Dr. Enjang A. Juanda, M.Pd., M.T. NIP. 195508261981011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si. NIP. 195807121983032002


(4)

ABSTRAK

Finoli Marta Putri (2013). Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkuiri dan

Pengajaran Timbal Balik terhadap Capaian Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Konsep Dinamika Partikel.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh penerapan kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dibandingkan dengan metode Inkuiri terhadap capaian pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada konsep dinamika partikel. Metode penelitiannya adalah kuasi eksperimen dengan the randomized posttest-only control group design dan sampel sebanyak 39 siswa kelas X di salah satu SMAN di Rengat. Hasil penelitiannya yaitu capaian pemahaman konsep siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan metode inkuiri lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik, sedangkan pada capaian kemampuan berpikir kritis terjadi sebaliknya.

Kata Kunci: metode inkuiri, pengajaran timbal balik, pemahaman konsep,


(5)

ABSTRACT

Finoli Marta Putri (2013). Effect of Implementation Combine Methods of Inquiry

and Reciprocal Teaching to Concept Understanding and Critical Thinking Ability of

Students’ Achievement in Particle Dynamics Concept.

This research aims to get description of the applying effect of combine methods of inquiry and reciprocal teaching as compared to inquiry method to concept

understanding and critical thinking ability of students’ achievement in particle

dynamics concept. The research method is quasi experimental with the randomized posttest-only control group design and the sample is 39 students in X grade in one of senior high school in Rengat. The result is achievement students’ understanding concept who gets treatment with method inquiry treatment is better than combine methods of inquiry and reciprocal teaching treatment, but in critical thinking ability is the other way.

Key words: inquiry method, reciprocal teaching, understanding concept, critical


(6)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Variabel Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Definisi Operasional ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri ... 12

B. Metode Pengajaran Timbal Balik ... 14

C. Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik ... 16

D. Pemahaman Konsep ... 20

E. Kemampuan Berpikir Kritis ... 23

F. Konsep Dinamika Partikel ... 33

1. Formulasi Hukum-Hukum Newton ... 33

2. Mengenal Berbagai Jenis Gaya ... 35

3. Analisis Kuantitatif Masalah Dinamika Partikel ... 39

G. Penelitian yang Relevan ... 45

H. Hipotesis Penelitian ... 46

BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Peneltian ... 48

B. Desain Penelitian ... 48

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 48

1.Lokasi Sampel ... 48

2. Subjek Penelitian ... 48

D. Instrumen Penelitian ... 49

1. Instrumen Tes ... 49

2. Lembar Observasi ... 50

3. Skala Sikap Siswa ... 50

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 52


(7)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel

2. Uji Reliabilitas ... 52

3. Daya Pembeda ... 53

4. Tingkat Kesukaran Soal ... 54

F. Prosedur Penelitian ... 57

1. Tahap Perencanaan ... 57

2. Tahap Pelaksanaan ... 58

3. Tahap Akhir ... 58

G. Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Data Siswa ... 64

a. Data Pemahaman Konsep Siswa ... 64

b. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 68

2. Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 72

a. Data Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik ... 72

b. Data Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Metode Inkuiri ... 73

3. Skala Sikap Siswa ... 74

B. Pembahasan ... 75

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... .. 96


(8)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik ... 17

2.2 Sistem Pengklarifikasian Objek Operasional untuk Pemahaman Konsep ... 22

2.3 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Ennis ... 25

2.4 Aspek Kemampuan Berpikir Kritis untuk Pembelajaran IPA ... 30

2.5 Kaitan Pembelajaran dengan Variabel Penelitian (Kemampuan Berpikir Kritis) ... 31

3.1 The Randomized Posttest-Only Control Group Design. ... 48

3.2 Kisi-Kisi Skala Sikap Siswa ... 51

3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 53

3.4 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda ... 54

3.5 Indeks Tingkat Kesukaran ... 54

3.6 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Butir Soal Pemahaman Konsep .. 55

3.7 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Butir Soal Kemampuan Berpikir 56 3.8 Interpretasi Skor Capaian Tiap Variabel ... 61

3.9 Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 63

4.1 Statistik Deskriptif Pemahaman Konsep Siswa Secara Keseluruhan .... 65

4.2 Statistik Deskriptif Skor Pemahaman Konsep Per Indikator ... 65

4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pemahaman Konsep Siswa Secara Keseluruhan ... 67

4.4 Uji Kesamaan Rerata Pemahaman Konsep Siswa Secara Keseluruhan . 67 4.5 Uji Perbedaan Capaian Hasil Belajar Pemahaman Konsep Siswa Secara Keseluruhan ... 68

4.6 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Secara Keseluruhan ... 68

4.7 Statistik Deskriptif Rerata Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Per Aspek Kemampuan ... 69

4.8 Hasil Uji Normalitas Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Secara Keseluruhan ... 70

4.9 Uji Kesamaan Rerata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Secara Keseluruhan ... 71

4.10 Uji Perbedaan Capaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Secara Keseluruhan ... 72


(9)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Gaya-Gaya Interaksi Antara Tubuh dengan Kursi ... 35

2.2 Gaya Normal ... 37

2.3 Gaya Tegangan Tali ... 38

2.4 Gaya Sentripetal ... 38

2.5 Diagram Bebas Benda: Sebuah Buku yang Diam di Atas Meja ... 40

2.6 Sebuah Balok Bergerak Sepanjang Bidang Miring yang Licin ... 41

2.7 Dua Buah Benda A dan B Dihubungkan dengan Tali Melalui Sebuah Katrol Licin ... 43

3.1 Alur Penelitian ... 62

4.1 Hasil Kegiatan Menemukan Hubungan Gaya dan Percepatan Siswa Kelas Inkuiri ... 79

4.2 Hasil Kegiatan Menemukan Hubungan Gaya dan Percepatan Siswa Kelas Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik ... 80

4.3 Jawaban Hipotesis Salah Satu Kelompok Siswa Kelas Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik: (a) Kegiatan Menemukan Hukum Kelembaman; dan (b) Kegiatan Menemukan Aksi-Reaksi ... 84

4.4 Jawaban Hipotesis Kelompok Siswa Kelas Metode Inkuiri: (a) Kegiatan Menemukan Hukum Kelembaman; dan (b) Kegiatan Menemukan Aksi-Reaksi ... 85


(10)

Finoli Marta Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya metode ilmiah yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah, nilai, dan sikap ilmiah. Ada beberapa tahapan metode ilmiah yang dapat dilakukan dalam mempelajari IPA, sebagaimana yang dikemukakan oleh Tim Pustaka Yustisia (2007), yaitu:

Mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen.

Melalui metode ilmiah inilah diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi alam sekitar secara ilmiah. Sejalan dengan ini, Dewey (2009) menyatakan bahwa “ ... metode ilmiahlah satu-satunya cara otentik yang kita miliki untuk mendapatkan makna dari pengalaman sehari-hari”. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa sehingga mereka dapat mengembangkan kompetensi untuk memahami, menemukan, berpikir, dan menjelaskan suatu gejala atau menjawab berbagai masalah secara ilmiah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Tim Pustaka Yustisia (2007), bahwa:

Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan pengalaman kepada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis; (2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis); (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam; dan (4) memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan dalam menjawab berbagai masalah.


(11)

Finoli Marta Putri, 2013

Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA. Fisika sendiri merupakan “... the study of the fundamental structures and interactions in the physical universe” (Otsdiek dan Bord, 2008). Ini berarti bahwa

mata pelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitaif, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri.

Menurut Depnas (2003), fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika di SMA adalah sebagai sarana untuk:

(1) Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Memupuk sikap ilmiah yang mencakup: (a) jujur dan obyektif terhadap data; (b) terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu; (c) ulet dan tidak cepat putus asa; (d) kritis terhadap pernyataan ilmiah; (e) dapat bekerja sama dengan orang lain; (3) Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; (4) Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; (5) Menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi; dan (6) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.

Fungsi dan tujuan tersebut hanya dapat dicapai jika siswa diberi kesempatan untuk dapat mengalami pengalaman langsung dalam belajar dengan metode dan media belajar yang menitikberatkan proses pemahaman konsep, berpikir tingkat tinggi, dan pengembangan keterampilan proses. Namun kenyataan di lapangan tidak seperti ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Putri (2009), diperoleh bahwa,

Di sekolah, kebanyakan guru lebih aktif dibandingkan siswa. Siswa yang diajar oleh guru mata pelajaran Fisika tidak paham dengan apa yang disampaikan oleh guru. Hal ini dikarenakan strategi pembelajaran masih


(12)

Finoli Marta Putri, 2013

berpusat pada guru (teacher centered). Sebagian besar siswa tidak bisa menyelesaikan soal-soal latihan, pekerjaan rumah (PR), dan ulangan Fisika jika tidak dibimbing serius oleh guru secara individual. Siswa juga tidak akan belajar jika tidak diberi pre-test, kuis ataupun pekerjaan rumah.

Hasil penelitian di atas, sesuai dengan hasil observasi yang pernah peneliti lakukan di salah satu SMA di Pekanbaru, yaitu salah satu penyebab siswa tidak paham dengan mata pelajaran Fisika karena siswa tidak berani bertanya kepada guru mengenai materi yang tidak mereka pahami. Selain itu, kemampuan siswa untuk bertanya masih rendah. Hal ini terlihat ketika guru bertanya, “Siapa yang tidak mengerti?” atau “Apa ada yang mau ditanyakan?”, siswa cenderung untuk diam. Setelah guru menjelaskan satu sub bab, maka guru akan meminta siswa untuk mengerjakan soal yang dapat dikerjakan secara berkelompok, kemudian, guru akan memilih siswa secara acak untuk menyelesaikan soal tersebut di papan tulis. Ternyata, masih ada siswa yang belum bisa menyelesaikan soal tersebut. Selain itu, ketika guru bertanya mengenai materi yang telah dipelajari atau yang sedang dipelajari, hanya siswa yang berkemampuan tinggi yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru sedangkan siswa yang berkemampuan rendah lebih cenderung untuk diam. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran Fisika di kelas, siswa paham, tetapi, ketika siswa belajar sendiri di rumah, siswa lupa. Hal ini dikarenakan, siswa bingung dan lupa asal datangnya rumus matematika yang ada di buku teks dan buku catatannya. Adler dan Doren (2009) mengemukakan bahwa “hadirnya matematika dalam buku sains menjadi salah satu penghalang utama untuk membaca buku itu”.

Lembaga Programme for International Student Assessment (PISA) melakukan survey pengetahuan anak yang berumur 15 tahun berkaitan dengan kemampuan membaca, matematika dan sains. “Hasil survey PISA tahun 2009, menempatkan Indonesia di urutan 57 untuk membaca, 61 untuk matematika, dan 60 untuk sains dari 65 negara yang disurvey” (PISA Indonesia, 2010). Hasil ini memperlihatkan kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia masih rendah.


(13)

Finoli Marta Putri, 2013

Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan perubahan tersebut tidak bersifat sementara. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar sebaiknya diakibatkan oleh pengalaman langsung yang diperoleh siswa melalui interaksi aktif dengan lingkungan (sumber belajar). Sumber belajar bukan hanya berupa orang, melainkan juga sumber-sumber belajar yang lain. Hasil belajar berupa perubahan perilaku ini akan bermakna dan optimal jika telah sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan, dalam hal ini fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika. Jika hasil belajar telah sesuai dengan fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika, maka akan diperoleh sikap positif pada diri siswa.

Cara belajar dengan menggunakan ceramah dari guru memang merupakan salah satu wujud interaksi tersebut. Namun, belajar hanya dengan mendengarkan saja, patut diragukan efektivitasnya. Belajar akan menjadi lebih efektif jika si pembelajar diberikan banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu, melalui multi metode atau multimedia. “Melalui berbagai metode dan media pembelajaran, siswa akan dapat banyak berinteraksi secara aktif dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki” (Komalasari, 2010).

Salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran adalah penerapan metoda Inkuiri. “Pembelajaran kontekstual sesuai dengan filosofi konstruktivisme, dimana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa secara aktif melalui perkembangan proses mentalnya” (Muslich, 2009). Salah satu komponen utama pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Nurhadi, dkk., 2004; Komalasari, 2010).

Oleh sebab itu, dalam penerapannya di kelas, inkuiri dapat dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran yang dapat memberikan pegalaman langsung kepada siswa, membantu siswa berpikir secara ilmiah, mengaktifkan


(14)

Finoli Marta Putri, 2013

siswa, dan membentuk sikap positif di dalam diri siswa. Menurut beberapa ahli, metode inkuiri memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

1. perkembangan cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, menyimpulkan/memproses keterangan melalui metode inkuiri dapat dikembangkan seluas-luasnya (Yasin, 2011). Selanjutnya, menurut Tn (2012), metode inkuiri membantu untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dan keterampilan yang dimiliki siswa sehingga mereka dapat menghubungkan pertanyaan tersebut dengan kehidupan sehari-hari dan dengan cara ini mereka dapat dengan mudah belajar sesuatu yang baru;

2. metode inkuiri memberikan kesempatan yang sangat besar bagi siswa yang tidak suka membaca teks-teks panjang yang ada di dalam buku. Hal ini dikarenakan keterampilan pengembangan penyelidikan (hands-on development

of investigations) akan menarik bagi siswa yang tidak memiliki ketertarikan

untuk menghabiskan waktu dengan duduk dan membaca buku selama berjam-jam (Tn, 2012); dan

3. siswa menggunakan aktivitas alami dan keingintahuan ketika belajar tentang konsep baru (Vandervoor, Dewey, dalam Naureen dan Jeffery, 2010). Siswa belajar dengan sangat baik ketika mereka berperan aktif dan berlatih tentang apa yang telah mereka pelajari (Smart dan Csapo dalam Naureen dan Jeffery, 2010). Siswa aktif dalam kegiatan belajar sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk hasil akhirnya (Yasin, 2011);

Selain memiliki kelebihan, metode inkuiri juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

1. banyak guru mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan siswa. Guru juga mengalami kesulitan dalam menyalurkan dan mempertahankan minat siswa karena mereka melibatkan diri dalam aktivitas inkuiri dan mencoba untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat tentang alam (Bencze dalam Naureen dan Jeffery, 2010);

2. belajar mengajar dengan metode inkuiri membutuhkan kecerdasan anak yang tinggi (Yasin, 2011); dan


(15)

Finoli Marta Putri, 2013

3. metode inkuiri tidak memberikan banyak bantuan dari guru sedangkan siswa membutuhkan bantuan dari guru (Beliavsky dalam Naureen dan Jeffery, 2010). Untuk memaksimalkan pelaksanaan penerapan metode inkuiri di kelas, maka kekurangan metode ini sebaiknya diminimalisir. Salah satu caranya yaitu dengan mengkombinasikan metode inkuiri dengan metode pengajaran timbal balik (reciprocal teaching). Metode pengajaran timbal balik ini merupakan suatu metode pembelajaran yang dirancang untuk meningkatakan kesiapan siswa dalam belajar dan memperoleh pengetahuan. Pengajaran timbal balik ini ditujukan untuk membantu siswa yang tidak suka membaca. Membaca buku teks Fisika sangatlah diperlukan dalam pembelajaran. Namun, tidak semua siswa mau untuk menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca buku tersebut. Hal ini dikarenakan di dalam buku tersebut tidak hanya terdapat teks-teks panjang tetapi juga terdapat matematika, tabel, grafik, dan lain-lain. Hal ini senada dengan hasil observasi penulis dan pendapat yang dikemukan oleh Adler dan Doren yang telah diuraikan sebelumnya. Beberapa buku teks Fisika SMA juga ditulis dengan bahasa yang kaku sehingga siswa memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk dapat memahaminya.

Metode pengajaran timbal balik ini digagas oleh Palincsar dan Brown yang menekankan pada empat prinsip dalam pembelajaran, yaitu adanya “... kegiatan menyusun pertanyaan (questioning), merangkum (summarizing), mengklarifikasi (clarifying), dan memprediksi (predicting)” (Palincsar dan Brown, 1984). Menurut Palinscar dan Brown (1984),

Summarizing was modeled as an activity of self-review. Questioning was not practice as an isolated activity but as a continuing goal of the whole enterprise – what main idea question would a teacher or test ask about that section on the text? Clarifying occured only if there where

confusions either in the text (unclear referent, etc) or in the student’s

interpretation of the text. And prediction was attempted if the students or teachers recognized any cues that served to herald forthcoming material”.

Melalui empat prinsip pembelajaran inilah diharapkan dapat mengajarkan, melatih, dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga sikap siswa yang semula tidak berminat untuk membaca buku teks Fisika menjadi


(16)

Finoli Marta Putri, 2013

termotivasi untuk membaca karena telah dapat memahami bacaan tersebut. Selanjutnya, dalam proses pembelajarannya siswa dapat bekerja sendiri, meminimalisir bantuan guru, mengembangkan pengetahuan, dan pemahaman serta kemampuan melakukan kegiatan Inkuiri. Menurut Wongsolo (2008), “mengajarkan keterampilan berpikir secara eksplisit dan memadukannya dengan materi pembelajaran dapat membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif”. Selanjutnya, menurut Helms, “siswa yang menggunakan metode pengajaran timbal balik meningkatkan rangkuman mereka dengan latihan dan bekerja secara independent daripada siswa yang tidak menggunakan metode ini”.

Kedua metode ini dapat digabungkan dalam pembelajaran dengan tahapan sebagai berikut (Wati, Zubaidah, dan Mahanal, 2009):

(a) mengajukan pertanyaan (pengajaran timbal balik); (b) memprediksi (pengajaran timbal balik); (c) merumuskan masalah (metode inkuiri); (d) melakukan observasi (metode inkuiri); (e) menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, laporan, gambar, tabel, dll (metode inkuiri); (f) menyajikan hasil observasi kepada teman sekelas dan guru (metode inkuiri); (g) mengklarifikasi (pengajaran timbal balik); (h) merangkum (pengajaran timbal balik); dan (i) membuat pertanyaan (pengajaran timbal balik).

Diharapkan dengan adanya perpaduan kedua metode tersebut dalam pembelajaran, siswa diupayakan sudah membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan sehingga hasil belajar akan lebih baik, dan pada akhirnya siswa mampu memahami konsep yang dipelajari, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan membentuk sikap positif terhadap Fisika sehingga fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika yang dicanangkan oleh Depnas dapat tercapai.

Salah satu topik penting dalam mata pelajaran Fisika adalah dinamika partikel. Topik ini lebih menjelaskan tentang konsep hukum Newton yang menjadi dasar dalam dinamika, dan aplikasinya dalam persoalan dinamika sederhana. Konsep hukum Newton dapat dipelajari oleh siswa melalui sejumlah percobaan. Ketika siswa melakukan sejumlah percobaan, siswa diharapkan untuk bisa membangun keterampilan dasar, memberikan penjelasan lanjut, dan menyimpulkan. Dengan mempelajari konsep hukum Newton, siswa diharapkan


(17)

Finoli Marta Putri, 2013

untuk bisa melakukan analisis penerapan hukum Newton pada benda yang bergerak horizontal, vertikal, dan melingkar. Untuk melakukan semua itu, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis guna memahami konsep yang telah ada sehingga diperoleh hasil belajar yang optimal.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik terhadap Capaian Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa pada Konsep Dinamika Partikel.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang dijelaskan, maka masalah dalam penelitian ini dijabarkan melalui pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana capaian pemahaman konsep siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Inkuiri?

2. Bagaimana capaian kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Inkuiri?

3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap penerapan kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dalam pembelajaran materi dinamika partikel?

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini berupa variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah metode inkuiri dan variabel terikatnya adalah capaian pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis.


(18)

Finoli Marta Putri, 2013

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh penerapan kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik, dan metode Inkuiri terhadap capaian pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada konsep dinamika partikel. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui perbedaan capaian pemahaman konsep siswa antara kelas yang diterapkan pembelajaran kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dengan kelas yang diterapkan metode Inkuiri.

2. Mengetahui perbedaan capaian kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas yang diterapkan pembelajaran kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dengan kelas yang diterapkan metode Inkuiri.

3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dalam pembelajaran materi dinamika partikel.

E. Manfaat Penelitian

Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empirik tentang kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik pada konsep dinamika partikel terhadap capaian pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis, yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini.

F. Definisi Operasional

1. Metode Inkuiri merupakan metode pembelajaran yang akan diterapkan pada kelas kontrol. Tahapan yang akan diterapkan dalam kegiatan Inkuiri, yaitu: a) Merumuskan masalah

Siswa merumuskan masalah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

b) Mengamati atau melakukan observasi

Siswa diminta untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada pada lembar kerja siswa (LKS) dan mengamati setiap proses yang dilakukan.


(19)

Finoli Marta Putri, 2013

c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, laporan, gambar, tabel, dan lain-lain.

Siswa diminta untuk menganalisis dan menyajikan hasil kegiatan yang telah dilakukan.

d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya kepada teman sekelas dan guru.

Siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kegiatan yang diperoleh kepada teman sekelas dan guru di depan kelas.

Keterlaksanaan metode Inkuiri pada penelitian ini diukur dengan lembar observasi pembelajaran Inkuiri.

2. Metode Pengajaran Timbal Balik merupakan metode yang dikombinasikan dengan metode Inkuiri. Tahapan-tahapan pada metode Pengajaran Timbal Balik adalah merangkum, membuat pertanyaan, menjelaskan, dan memprediksi.

3. Kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik yang dimaksud merupakan gabungan dari metode Inkuiri dan metode Pengajaran Timbal Balik yang diterapkan pada kelas eksperimen. Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini adalah: (a) mengajukan pertanyaan; (b) memprediksi; (c) merumuskan masalah; (d) melakukan observasi; (e) menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, laporan, gambar, tabel; (f) menyajikan hasil observasi kepada teman sekelas dan guru; (g) mengklarifikasi; (h) merangkum; dan (i) membuat pertanyaan. Keterlaksanaan kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik diukur dengan lembar observasi pembelajaran Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik.

4. Capaian hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini adalah nilai yang diperoleh siswa di akhir pembelajaran tanpa melibatkan nilai proses pembelajarannya. Capaian hasil belajar dalam penelitian ini ada dua, yaitu capaian hasil belajar pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis. Capaian hasil belajar pemahaman konsep yang dimaksud adalah perolehan hasil belajar siswa dalam mamahami konsep dinamika partikel setelah


(20)

Finoli Marta Putri, 2013

mendapatkan perlakuan. Indikator pemahaman konsep siswa yang akan diukur pada penelitian ini adalah pemahaman menurut Bloom yaitu pemahaman translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi yang dikaitkan dengan konsep dinamika partikel. Capaian hasil belajar pemahaman konsep diukur melalui tes pemahaman konsep yang sesuai dengan indikator pemahaman konsep yang akan diukur. Capaian hasil belajar kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah perolehan hasil belajar siswa dalam membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, dan memberikan penjelasan lanjut setelah mendapatkan perlakuan. Aspek kemampuan berpikir kritis siswa yang akan diukur pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, dan memberikan penjelasan lanjut. Capaian hasil belajar kemampuan berpikir kritis siswa diukur dengan tes kemampuan berpikir kritis yang sesuai dengan aspek kemampuan berpikir kritis yang akan diukur.

5. Sikap siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pandangan, penilaian, atau keyakinan siswa terhadap pembelajaran sesuai dengan apa yang diterima dan dirasakan oleh pancaindera. Sikap siswa diukur dengan skala sikap terhadap pembelajaran kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik.


(21)

Finoli Marta Putri, 2013

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Inkuiri

Metode (dalam dunia pendidikan) adalah cara-cara atau langkah-langkah berurutan yang dilakukan guru untuk mengajar dengan berbagai aktivitas agar tercapai kegiatan belajar yang kondusif, menyenangkan, dan mendukung bagi kelancaran proses belajar mengajar sehingga siswa mendapatkan pemahaman dengan jelas. Menurut Novak (Haury, 1993), “Inkuiri merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu”.

Metode Inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Tn. (2010) mengenai metode Inkuiri:

Metode inkuiri memungkinkan para peserta didik menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya karena metode Inkuiri melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental untuk menyelidiki suatu konsep berdasarkan informasi yang diberikan guru.

Menurut Haury (2001), “metode Inkuiri membantu perkembangan antara lain

scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan

pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif”. Sejalan dengan itu, Suwarna (2008) juga menyebutkan bahwa “metode Inkuiri tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa”.

Menurut Nurhadi (2002), inkuiri merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontruktivisme". Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan dari proses mengingat seperangkat fakta-fakta,


(22)

tetapi hasil dari penyelidikan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan penyelidikan, apapun materi yang diajarkannya. Setelah menemukan atau memperoleh keterampilan maka siswa diharapkan dapat mengkomunikasikannya melalui metode Inkuiri. Peranan guru di sini adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa. Menurut Sagala (2008),

“ ... bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi”.

Nurhadi (2002) menyatakan bahwa langkah-langkah kegiatan menyelidiki (Inkuiri) adalah:

1. Merumuskan masalah;

2. Mengamati atau melakukan observasi;

3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya;

4. Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien lain.

Menurut Garton (Suwarna, 2008), “praktik aplikasi metode pembelajaran inkuiri sangat beragam tergantung pada situasi dan kondisi sekolah”. Pembelajaran dengan metode inkuiri memiliki 5 komponen umum, yaitu:

1. Question

Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Jawaban dari pertanyaan ini menuntut siswa untuk melakukan beberapa langkah sesuai dengan taxonomy Bloom yaitu, evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan ini tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.


(23)

Finoli Marta Putri, 2013 2. Student engangement

Keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi. 3. Cooperative interaction

Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok dan mendiskusikan berbagai gagasan, dalam hal ini siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk dan mungkin saja semua jawaban benar.

4. Performance interaction

Siswa biasanya diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan dan lain-lain. Produk-produk inilah yang nantinya akan dievaluasi oleh guru.

5. Variety of resources

Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar misalnya, buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli dan lain sebagainya.

Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi. Kata kunci dari strategi inkuiri adalah menyelidiki. Hal ini juga diperkuat oleh Haury (1993) yang menyatakan bahwa “metode Inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap sains dan matematika”.


(24)

Pengajaran Timbal Balik (reciprocal teaching) adalah suatu prosedur/cara pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik” (Wati, Zubaidah dan Mahanal, 2009). Pendekatan pembelajaran ini dimunculkan oleh Palinscar. Siswa sering kali membaca buku, tetapi mereka hanya membaca sekumpulan huruf yang membentuk kata namun untuk memahami makna dari teks yang dibacanya tidak semudah melafalkan bacaan tersebut. Inilah masalah yang melatar belakangi kemunculan metode Pengajaran Timbal Balik. Sedangkan

“Pengajaran Timbal Balik bertujuan untuk memberikan teknik atau strategi kepada para siswa agar dapat mencegah terjadinya kegagalan kognitif dalam kegiatan membaca” (Nurhasanah, 2009). “Pengajaran Timbal Balik mengacu kepada sekumpulan kondisi belajar dimana anak-anak pertama mengalami sekumpulan kegiatan kogntif tertentu dan perlahan-lahan baru melakukan fungsi-fungsi itu sendiri” (Nurhayati, 2002).

Menurut Palinscar dan Brown (1984), “guru mengajar keterampilan-keterampilan kognitif yang penting pada siswa dengan cara menciptakan pengalaman-pengalaman belajar”. Guru mencontohkan tingkah laku tertentu kemudian membantu siswa untuk membangun keterampilan-keterampilan itu sendiri dan memberikan rangsangan, dukungan dan sistem-sistem yang mendukung.

Siswa diajarkan empat strategi pemahaman mandiri yang spesifik pada penerapan metode Pengajaran Timbal Balik, yaitu:

1. Merangkum (Summarizing)

Merangkum adalah meringkas dalam bentuk pokok-pokok saja. Merangkum dalam penelitian ini artinya meringkas dengan mencari ide-ide pokok dalam bacaan atau materi pelajaran fisika. Selain ide pokok, siswa juga harus menemukan kata kunci atau hal-hal yang penting dalam bacaan (materi pelajaran fisika).


(25)

Finoli Marta Putri, 2013

Bertanya adalah meminta keterangan atau penjelasan tentang sesuatu masalah. Bertanya dalam proses pembelajaran timbal balik ini dimaksudkan, agar siswa membuat pertanyaan untuk ditujukan kepada guru mengenai hal-hal yang tidak dimengerti. Pertanyaan ini bisa dibuat berdasarkan ide-ide pokok.

3. Menjelaskan (Clarifying)

Menjelaskan dapat diartikan sebagai menerangkan atau menguraikan secara jelas tentang sesuatu yang menjadi topik permasalahan. Jika dikaitkan dengan pembelajaran fisika maka siswa dapat menjelaskan materi yang bersangkutan dalam pelajaran fisika tersebut.

4. Memprediksi (Predicting)

Prediksi merupakan ramalan terhadap sesuatu. Jadi, memprediksi adalah meramalkan apa yang terjadi jika sesuatu telah disyaratkan atau syarat-syarat pada sistem diperluas dan sebagainya. Memprediksi merupakan hal yang sulit dilaksanakan dan tidak semua sub pokok bahasan atau materi fisika dapat diprediksi maka, dalam penelitian ini, untuk memprediksi, siswa dirangsang dengan suatu pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk dapat memprediksi.

Salah satu contoh cara untuk mencapai keempat strategi metode pembelajaran ini, siswa membaca bacaan tertentu dalam kelompok-kelompok kecil dan guru mendemonstrasikan empat keterampilan itu, yaitu merangkum paragraf, membuat pertanyaan, memperjelas bagian-bagian yang sulit, dan memperkirakan apa yang terdapat dalam paragraf berikutnya. Jika siswa mengalami kesulitan pada langkah-langkah tertentu maka guru memberikan dukungan, umpan balik dan rangsangan ketika siswa menerapkan metode pembelajaran tersebut.

C. Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik

Pembelajaran Fisika yang dikehendaki adalah pembelajaran yang diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar secara aktif baik fisik maupun


(26)

mental intelektual. Untuk memahami konsep dalam Fisika maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keterampilan proses. “Pendekatan keterampilan proses yang dimaksud adalah pendekatan yang menekankan pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengomunikasikan pemerolehannya” (Depdikbud, 1994). Sejalan dengan itu, salah satu metode yang menekankan pada pembentukan dalam memperoleh keterampilan dan mengomunikasikan pemerolehannya adalah dengan menggabungkan metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik.

Tahap pelaksanaan penerapan metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik

dalam pembelajaran Fisika (Wati, Zubaidah, dan Mahanal, 2009) yaitu: a. Mengajukan pertanyaan (Pengajaran Timbal Balik).

b. Memprediksi (Pengajaran Timbal Balik). c. Merumuskan masalah (metode Inkuiri). d. Melakukan observasi (metode Inkuiri).

e. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, laporan, gambar, tabel, dll (metode Inkuiri).

f. Menyajikan hasil observasi kepada teman sekelas dan guru (metode Inkuiri). g. Mengklarifikasi (Pengajaran Timbal Balik).

h. Merangkum (Pengajaran Timbal Balik).

i. Membuat pertanyaan (Pengajaran Timbal Balik).

Berikut adalah tabel mengenai tahapan metode inkuiri dan pengajaran timbal balik.

Tabel 2.1. Tahapan Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik

No. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Metode Inkuiri

Metode Pengajaran Timbal Balik 1. Kegiatan Awal (Pendahuluan):

 Guru mengucapkan salam Guru mengingatkan apa yang telah dipelajari siswa

sebelumnya dan secara ringkas guru mengaitkan antara

pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya atau pengetahuan yang telah


(27)

Finoli Marta Putri, 2013

No. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Metode Inkuiri

Metode Pengajaran Timbal Balik dimiliki siswa dengan apa yang

akan dipelajari hari itu melalui pengajuan beberapa

pertanyaan. Pada pertemuan sebelumnya, siswa diberi tugas membaca materi yang akan dipelajari dan menulis pertanyaan-pertanyaan di lembar kertas.

 Guru menyampaikan tujuan pelajaran hari itu.

2. Kegiatan Inti:

 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditulis oleh siswa seperti yang telah ditugaskan sebelumnya.  Guru memberi kesempatan

pada siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa. Sangat diharapkan ada pertanyaan siswa yang mengarah pada kesempatan untuk melakukan prediksi. Apabila tidak ada pertanyaan yang diharapkan tersebut, guru akan menggiring siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada kegiatan memprediksi.  Guru menugaskan siswa duduk sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan.

 Guru menugaskan siswa bekerja untuk menemukan jawaban dari pertanyaan

Merumuskan Masalah Mengamati Melakukan Observasi Mengajukan Pertanyaan Memprediksi Memprediksi, Mengklarifikasi, Merangkum


(28)

No. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Metode Inkuiri

Metode Pengajaran Timbal Balik prediksi yang diajukan oleh

siswa dan dikaitkan dengan tujuan pembelajaran hari itu. Siswa akan belajar menemukan konsep-konsep Fisika sesuai dengan topik yang dibahas pada hari itu. Di dalam proses penemuan konsep Fisika, siswa dibantu media yang disediakan guru atau yang dibawa siswa sendiri (apabila sebelumnya telah ditugaskan), dan dari buku-buku pelajaran yang dimiliki siswa. Pada proses penemuan tersebut, sedapat mungkin siswa dibantu untuk mengaitkan dengan konteks kehidupan disekitar siswa sehingga siswa berpikir untuk mencari sebanyak-banyaknya konteks tentang konsep yang dipelajari.

 Guru berkeliling memberi bimbingan seperlunya kepada kelompok siswa yang sedang melakukan pengamatan atau berdiskusi. Saat memberikan arahan, guru memotivasi siswa untuk membahas konsep-konsep yang sedang dipelajari dalam berbagai konteks.  Siswa diminta untuk

menyajikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat berupa tulisan, laporan, gambar, tabel, dll.

 Setelah selesai diskusi

kelompok, guru memfasilitasi

Menyajikan hasil kegiatan

Mengkomunikasikan hasil karya kepada


(29)

Finoli Marta Putri, 2013

No. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Metode Inkuiri

Metode Pengajaran Timbal Balik diskusi kelas dengan cara

menunjuk atau menawarkan kepada salah satu kelompok untuk menyajikan hasil pengamatan atau hasil

kerjanya, kemudian diadakan tanya jawab antar kelompok.  Guru memberikan pengayaan

tetapi tidak dalam bentuk ceramah, melainkan tanya jawab yang mendukung dan terkait dengan hal-hal yang dipelajari hari itu, terutama mengaitkan topik yang dipelajari hari itu dengan konteks lain.

 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi atas kinerjanya baik dalam kerja kelompok maupun diskusi antar kelompok dan mencatat hal-hal yang dianggap penting

orang lain

Mengklarifikasi

Merangkum

3. Kegiatan Penutup:

 Guru menugaskan siswa untuk melakukan pengamatan di sekitarnya, mencari informasi yang terkait dengan bahasan yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya atau bahan yang akan digunakan untuk pertemuan selanjutnya.

Membuat pertanyaan (pertanyaan siswa dalam bentuk tertulis dan dikerjakan di rumah, yang tentunya didahului dengan membaca sumber yang terkait dengan materi yang


(30)

No. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Metode Inkuiri

Metode Pengajaran Timbal Balik

 Guru menutup pelajaran dengan salam.

akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya)

D.Pemahaman Konsep

Bloom (Budiman, 2008), mendefinisikan pemahaman sebagai “... kemampuan menangkap materi yang disajikan ke dalam bentuk yang dapat dimengerti dan mampu memberikan interpretasi serta mengklarifikasikannya". Bloom, Hasting, dan Madavs (1971), membedakan pemahaman menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Translasi (menerjemahkan)

Kegiatan pertama dalam tingkatan pemahaman adalah kemampuan menerjemahkan. Kategori ini berkaitan dengan pemahaman siswa untuk menerjemahkan suatu konsep dari satu bentuk bahasa ke bentuk bahasa lain atau dari satu bentuk simbolik ke bentuk simbolik lainnya. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menerjemahkan, diantaranya adalah:

a. Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain.

b. Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau sebaliknya. c. Terjemahan dari satu bentuk perkataan ke bentuk yang lain.

2. Interpretasi (menafsirkan)

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Menafsirkan merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan, diantaranya adalah:

a. Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasi berbagai bacaan secara dalam dan jelas.


(31)

Finoli Marta Putri, 2013

b. Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data.

c. Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.

d. Kemampuan untuk membuat batasan (kualifikasi) yang tepat ketika menafsirkan suatu data.

3. Ekstrapolasi (mengekstrakpolasi)

Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan kedua jenis pemahaman lainnya dan memiliki tingkatan yang lebih tinggi. Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi, seperti membuat telaahan tentang kemungkinan apa yang akan berlaku. Beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi diantaranya adalah:

a. Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang eksplisit.

b. Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis).

c. Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data dilihat dari kecenderungannya.

d. Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dan suatu bentuk komunikasi yang digambarkan.

e. Kemampuan menjadi peka terhadap faktor-faktor yang dapat membuat prediksi tidak akurat.

f. Kemampuan membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi

Hasil belajar untuk pemahaman dapat diukur melalui seperangkat soal yang mencerminkan tipe hasil belajar pemahaman yaitu, dengan mengajukan permasalahan yang operasional dan objek operasionalnya seperti yang disajikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Sistem Pengklarifikasian Objek Operasional untuk Pemahaman Konsep


(32)

Translasi

Menterjemahkan, mengubah, memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri, menguraikan, menyiapkan, membaca, menggambarkan, mengubah, mengatakan dengan cara lain, mengemukakan kembali.

Arti, contoh, definisi, intisari gambaran, kata, fase.

Interpretasi

Menafsirkan, menyusun kembali, mengatur kembali, membuat,

menggambarkan grafik, menjelaskan, memperagakan.

Sangkut paut, hubungan dasar, aspek gambaran baru,

kesimpulan, metode, teori, intisari.

Ekstrapolasi

Menaksir, menduga, menyimpulkan, memperkirakan, membedakan, menentukan, memperluas, menyiapkan, memperhitungkan, mengisi, menggambarkan.

Akibat, pengertian, kesimpulan, arti akibat, pengaruh, kemungkinan. (Sumber: Budiman, 2008)

Ehrenberg (Budianto, 2008) mengemukakan konsep adalah

“ ... sekumpulan atribut atau karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, objek, kejadian, ide) dari kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non contoh”.

Konsep terdiri atas label konsep yang merupakan satu atau lebih istilah yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label konsep yang bersangkutan.

Heron (Budiman, 2008) membagi konsep berdasarkan atribut-atribut menjadi delapan kelompok, yaitu:

(1) konsep konkret, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat; (2) konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihat; (3) konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat; (4) konsep yang berdasarkan prinsip; (5) konsep yang melibatkan penggambaran simbol; (6) konsep yang menyatakan proses; (7) konsep yang menyatakan sifat; dan (8) konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran.


(33)

Finoli Marta Putri, 2013

Menurut Dahar (1996), “suatu konsep telah dipelajari bila yang diajar dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu”. Siswa yang belajar dengan memahami akan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik daripada mereka yang belajar dengan menghafal. Hal ini disebabkan karena belajar dengan memahami membuat anak memiliki hubungan yang utuh dari sebuah konsep. “Keutuhan pemahaman ini memungkinkan anak belajar lebih bermakna” (Budiman, 2008). Oleh karena itu, pemahaman konsep sangat dibutuhkan oleh siswa. Menurut Bloom (Basori, 2010) pemahaman konsep adalah “ ... kemampuan untuk menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya”.

E.Kemampuan Berpikir Kritis

Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir” (Depdiknas, 2003). Pendapat umum menyatakan bahwa keterampilan berpikir yang efektif merupakan suatu karakteristik yang dianggap penting oleh sekolah pada setiap jenjangnya meskipun keterampilan berpikir seperti ini jarang diajarkan oleh guru kelas. “Mengajarkan keterampilan berpikir secara eksplisit dan memadukannya dengan materi pembelajaran (kurikulum) dapat membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif” (Wongsolo, 2008).

Johnson (2007) menyatakan bahwa “berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah”. Glaser (Fisher, 2009) mendefinisikan berpikir kritis sebagai:

(1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berbeda dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.


(34)

Menurut Inch, Warnick dan Andres (2006), berpikir kritis adalah “... proses dimana seseorang berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat dijawab dengan mudah dan ketika semua informasi relevan tidak tersedia”. Selanjutnya, Ennis (1991; 2011a; 2011b) berpendapat bahwa “berpikir kritis merupakan pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan”. Berdasarkan definisi dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahawa berpikir kritis merupakan proses pemikiran tentang pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang yang masuk akal, reflektif, terarah, dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental, seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.

Kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Komite Berpikir Kritis Antar-Universitas (Intercollege Committee on Critical Thinking) terdiri atas (Wongsolo, 2008):

(1) kemampuan mendefinisikan masalah; (2) kemampuan menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah; (3) kemampuan mengenali asumsi-asumsi; (4) kemampuan merumuskan hipotesis; dan (5) kemampuan menarik kesimpulan.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya (Achmad, 2007). Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (2011) terdiri atas lima, yaitu:

(1) memberikan penjelasan sederhana; (2) dasar untuk mengambil keputusan; (3) menyimpulkan; (4) membuat penjelasan lebih lanjut; dan (5) perkiraan dan integrasi. Kelima kemampuan ini dapat dijabarkan menjadi 12 indikator, yaitu: (1) merumuskan masalah; (2) menganalisis argumen; (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan; (4) menilai kredibilitas sumber informasi; (5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi; (6) membuat deduksi dan menilai deduksi; (7) membuat induksi dan menilai induksi; (8) mengevaluasi; (9) mendefinisikan dan menilai definisi; (10) mengidentifikasi asumsi; (11) memutuskan dan melaksanakan; (12) berinteraksi


(35)

Finoli Marta Putri, 2013

dengan orang lain. Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis dapat kita lihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Ennis Kemampuan Berpikir Kritis Sub Kemampuan/Indikator Berpikir Kritis Penjelasan 1. Memberikan penjelasan

sederhana (basic

clarification)

1. Fokus pada pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

b. Mengidentifikasi kritetria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin

c. Menjaga ingatan dan kondisi di dalam pikiran.

2. Menganalisis argumen

a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan c. Mengidentifikasi asumsi

sederhana

d. Mengidentifikasi dan

meng-handle ketidakrelevanan

e. Memeriksa struktur dari suatu argumen

f. Merangkum 3. Bertanya dan

menjawab klarifikasi dan/atau pertanyaan menantang

a. Mengapa?

b. Apa intinya menurutmu? c. Apa maksudmu dengan? d. Apa contohnya?

e. Apa yang bukan contohnya? f. Bagaimana menerapkannya

dalam kasus ini?

g. Perbedaan apa yang dia buat? h. Apa saja faktanya?

i. Apakah ini yang kamu katakan: __________?

j. Maukah kamu mengatakan tentang itu lebih banyak lagi? 2. Dua dasar untuk

mengambil keputusan (two

4. Menilai kredibilitas dari sebuah sumber

a. Keahlian

b.Tidak adanya konflik menarik c. Kesesuaian dengan sumber lain


(36)

Kemampuan Berpikir Kritis Sub Kemampuan/Indikator Berpikir Kritis Penjelasan

bases for a decision)

d. Reputasi

e. Menggunakan prosedur yang ditetapkan

f. Mengetahui resiko kesalahan sumber terhadap reputasi g. Kemampuan memberi alasan h. Kebiasaan berhati-hati 5. Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi

a. Minimal ikut terlibat dalam menyimpulkan

b. Interval waktu singkat antara observasi dan laporan

c. Dilaporkan oleh pengamat sendiri daripada orang lain d.Ketentuan arsip

e.Bukti-bukti yang benar dan menguatkan

f. Kemungkinan dari bukti-bukti yang benar dan menguatkan g.Akses yang baik

h.Penggunan teknologi yang kompeten

i. Kepuasan observer atas kredibilitas kriteria pada

kemampuan mempertimbangkan keridibilitas dari sebuah sumber 3. Menyimpulkan

(infrence)

6. Menarik kesimpulan dan

mempertimbangkan deduksi

a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis

c. Interpretasi dari istilah logis, termasuk:

(1) negasi dan negasi ganda (2) keperluan dan kecukupan

memelihara bahasa; dan (3)kata-kata seperti “hanya”,

“jika dan hanya jika”, “atau”, “beberapa”, “kalau”, dan “tidak dua-duanya” d. Memberikan alasan deduktif


(37)

Finoli Marta Putri, 2013 Kemampuan Berpikir Kritis Sub Kemampuan/Indikator Berpikir Kritis Penjelasan 7. Membuat

kesimpulan utama (induksi)

a. Untuk generalisasi (1) kekhasan data (2) banyaknya contoh (3) kesesuaian contoh untuk

generalisasi

b. Untuk menjelaskan hipotesis (1)tipe-tipe utama untuk

menjelaskan kesimpulan dan hipotesis:

(a)menegaskan sebab khusus dan umum

(b)menegaskan tentang kepercayaan dan sikap manusia

(c)menginterpretasi maksud dari keinginan peneliti (d)sejarah menegaskan

bahwa sesuatu pasti terjadi

(e) melaporkan definisi (f) menegaskan bahwa

beberapa dalil tidak dinyatakan tetapi digunakan (2)karakteristik penyelidikan aktivitas (a)mendesain eksperimen, termasuk merencanakan untuk variabel kontrol (b)mencari bukti-bukti dan

bukan bukti, termasuk signifikansi secara statitik (c)mencari kemungkinan

penjelasan lainnya (3)Kriteria

(a)mengemukakan kesimpulan yang akan menjelaskan atau


(38)

Kemampuan Berpikir Kritis Sub Kemampuan/Indikator Berpikir Kritis Penjelasan membantu menjelaskan bukti (b)mengemukakan kesimpulan yang

bersesuaian dengan semua fakta

(c)penjelasalan alternatif kompetitif tidak sesuai dengan fakta

(d)usaha yang sungguh-sungguh telah menjadi penemuan yang mendukung dan

bertentangan dengan data, hipotesis alternatif

(e)mengemukakan

kesimpulan nampaknya lebih masuk akal dan sederhana, cocok dalam gambaran yang lebih luas 8. Membuat dan

mempertimbangkan keputusan

a. Latar belakang fakta

b. Konsekuensi dari penerimaan dan penolakan keputusan c. Penerapan prinsip-prinsip yang

dapat diterima

d. Memikirkan alternatif

e. Menyeimbangkan, menimbang, memutuskan

4. Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced

clarification)

9. Mendefinisikan istilah dan

mempertimbangkan definisi

a. Bentuk: sinonim, klarifikasi, rentang, eksperesi yang sama, operasional, contoh dan non contoh

b. Fungsi bagan (tindakan) (a)melaporkan suatu maksud (b)menetapkan suatu maksud (c)menjelaskan sebuah posisi

dalam sebuah isu c. Konten (isi)


(39)

Finoli Marta Putri, 2013 Kemampuan Berpikir Kritis Sub Kemampuan/Indikator Berpikir Kritis Penjelasan d. Identifikasi dan handle

equivocation

10.Atribut asumsi a. Tipe-tipe: (1) perkiraan

(2) kebutuhan asumsi (asumsi argumen)

(3) kegunaan asumsi 5. Perkiraan dan

integrasi

(supposition and

integration)

11.Anggapan dan alasan dari pendapat,

pertimbangan, asumsi, posisi, dan hal-hal lain dengan yang tidak mereka setujui atau tentang hal-hal yang mereka ragukan, tanpa meninggalkan pertentangan atau keraguan yang mengganggu dengan apa yang mereka pikirkan

12.Mengintegrasikan pembagian dan kamampuan lainnya dalam membuat dan mempertahankan sebuah keputusan (Sumber: Ennis, 2011)

Indikator berpikir Ennis dirinci lagi secara spesifik oleh Liliasari (1997) karena hanya sebagian diantaranya yang cocok untuk pembelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Aspek Kemampuan Berpikir Kritis untuk Pembelajaran IPA

No. Aspek Kemampuan


(40)

No. Aspek Kemampuan

Berpikir Kritis Indikator

1 Memberikan penjelasan sederhana

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

b. Mengidentifikasi kesimpulan c. Mengidentifikasi alasan

d. Mengidentifikasi hal yang tidak relevan e. Menemukan persamaan dan perbedaan f. Menemukan struktur

g. Menjawab pertanyaan mengapa, menjawab pertanyaan tentang alasan utama

h. Menjelaskan i. Menemukan fakta

2 Membangun

keterampilan dasar

a. Menyesuaikan dengan sumber, memberikan alasan dan kebiasaan berhati-hati

b. Melaporkan berdasarkan pengamatan dan berdasarkan reakaman, mempertegas pemikiran, mengkondisikan pendekatan yang baik

3 Menyimpulkan a. Menginterpretasikan pertanyaan b. Menggeneralisasi

c. Menyimpulkan

d. Menerapkan prinsip yang dapat diterima e. Mempertimbangkan alternatif

4 Memberikan penjelasan lanjut

a. Mendefinsikan strategi terdefinisi b. Mendefinisikan materi subjek

c. Mengidentifikasi asumsi dari alasan yang tidak dikemukakan

d. Merumuskan kembali pernyataan 5 Strategi dan taktik a. Merumuskan masalah, memilih kriteria

untuk mempertimbangkan penyelesaian, menentukan hal yang dilakukan secara tentatif

b. Merangkum dengan mempertimbangkan situasi lalu memutuskan

c. Menggunakan strategi logis

Kaitan antara pembelajaran kombinasi metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik dengan aspek kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada Tabel 2.5


(41)

Finoli Marta Putri, 2013

Tabel 2.5. Kaitan Pembelajaran dengan Variabel Penelitian (Kemampuan Berpikir Kritis)

Sintaks Pembelajaran Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik

Aspek Kemampuan Bepikir Kritis

Fase 1:

 Guru mengucapkan salam

 Guru mengingatkan apa yang telah dipelajari siswa sebelumnya dan secara ringkas guru mengaitkan antara pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan apa yang akan dipelajari hari itu melalui pengajuan beberapa pertanyaan. Pada pertemuan sebelumnya, siswa diberi tugas membaca materi yang akan

dipelajari dan menulis pertanyaan-pertanyaan di lembar kertas.

 Guru menyampaikan tujuan pelajaran hari itu.

 Memberikan penjelasan sederihana

 Menyimpulkan

Fase 2:

 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditulis oleh siswa seperti yang telah ditugaskan

sebelumnya.

 Guru memberi kesempatan pada siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa. Sangat diharapkan ada pertanyaan siswa yang mengarah pada

kesempatan untuk melakukan prediksi. Apabila tidak ada pertanyaan yang diharapkan tersebut, guru akan menggiring siswa dengan

pertanyaan-pertanyaan yang akan mengarah kepada kegiatan memprediksi.

 Guru menugaskan siswa duduk sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan.

 Guru menugaskan siswa bekerja untuk

menemukan jawaban dari pertanyaan prediksi yang diajukan oleh siswa dan dikaitkan dengan tujuan pembelajaran hari itu. Siswa akan belajar menemukan konsep-konsep fisika sesuai dengan topik yang dibahas pada hari itu. Di dalam proses penemuan konsep fisika, siswa dibantu media yang disediakan guru atau yang

 Memberikan penjelasan sederhana

 Memberikan penjelasan lanjut

 Membangun keterampilan dasar

 Memberikan penjelasan lanjut


(42)

Sintaks Pembelajaran Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik

Aspek Kemampuan Bepikir Kritis

dibawa siswa sendiri (apabila sebelumnya telah ditugaskan), dan dari buku-buku pelajaran yang dimiliki siswa. Proses penemuan tersebut, sedapat mungkin siswa dibantu untuk mengaitkan dengan konteks kehidupan disekitar siswa sehingga siswa berpikir untuk mencari konteks sebanyak-banyaknya tentang konsep yang dipelajari.

 Guru berkeliling memberi bimbingan seperlunya kepada kelompok siswa yang sedang melakukan pengamatan atau berdiskusi. Saat memberikan arahan, guru memotivasi siswa untuk membahas konsep-konsep yang sedang dipelajari dalam berbagai konteks.  Siswa diminta untuk menyajikan hasil

kegiatan yang telah dilakukan, dapat berupa tulisan, laporan, gambar, tabel, dll.

 Setelah selesai diskusi kelompok, guru memfasilitasi diskusi kelas dengan cara menunjuk atau menawarkan kepada salah satu kelompok untuk menyajikan hasil pengamatan atau hasil kerjanya, kemudian diadakan tanya jawab antar kelompok.

 Guru memberikan pengayaan tetapi tidak dalam bentuk ceramah, tetapi tanya jawab yang mendukung dan terkait dengan hal-hal yang dipelajari hari itu, terutama mengaitkan topik yang dipelajari hari itu dengan konteks lain.  Guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk melakukan refleksi atas kinerjanya baik dalam kerja kelompok maupun diskusi antar kelompok dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

 Membangun keterampilan dasar

 Menyimpulkan

 Membangun keterampilan dasar

 Memberikan penejelasan lanjut

 Menyimpulkan

 Menyimpulkan

Fase 3:

 Guru menugaskan siswa untuk melakukan pengamatan disekitarnya, mencari informasi yang terkait dengan bahasan yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya atau bahan yang akan digunakan untuk pertemuan


(43)

Finoli Marta Putri, 2013

Sintaks Pembelajaran Kombinasi Metode Inkuiri dan Pengajaran Timbal Balik

Aspek Kemampuan Bepikir Kritis

selanjutnya dan membuat pertanyaan di selembar kertas

 Guru menutup pelajaran dengan salam.

F. Konsep Dinamika Partikel

Dinamika adalah cabang fisika yang mempelajari tentang gerak dan perubahan gerak suatu benda dengan memperhatikan sebab-sebab dari gerak tersebut. Sir Issac Newton (1642 – 1727), seorang ilmuan dari Inggris, mengemukakan tiga hukum yang berhubungan dengan dinamika partikel yang dikenal dengan hukum I Newton, hukum II Newton, dan hukum III Newton.

1. Formulasi hukum-hukum newton a. Hukum I Newton

Sehelai kertas diletakkan di atas meja dan di atasnya diletakkan kelereng, kemudian kertas dihentakkan. Ternyata, kelereng tetap diam tertinggal di atas meja. Hal ini disebabkan karena kelereng yang semula dalam keadaan diam ada kecenderungan untuk mempertahankan keadaan diamnya. Sifat benda dalam mempertahankan keadaannya disebut memiliki sifat lembam (inert). Sifat kelembaman benda dinyatakan oleh Newton yang kemudian dikenal dengan hukum I Newton, yaitu (Taranggono, 2001):

Pernyataan di atas disebut juga hukum kelembaman atau hukum inersia yang dirumuskan sebagai berikut (Taranggono, 2001):

ΣF = 0 (2.1) Maksud dari persamaan (2.1) di atas adalah sebuah benda dikatakan lembam atau inert jika benda itu dibiarkan pada dirinya sendiri (tidak ada gaya-gaya yang bekerja atau resultan gaya-gaya yang bekerja pada benda nol), sehingga benda tetap dalam keadaan diam atau begerak lurus beraturan.


(44)

Berdasarkan penjelasan mengenai hukum I Newton, kita telah mengetahui bahwa benda dalam keadaan seimbang (equilibrium) atau tidak dipercepat jika gaya-gaya yang bekerja pada benda seimbang (F 0). Sebuah benda dikatakan mengalami percepatan jika terdapat suatu resultan gaya atau ada gaya yang tidak seimbang bekerja padanya.

Gaya-gaya yang tidak seimbang akan mempercepat suatu benda karena gaya-gaya tersebut menyebabkan benda mengalami perubahan kecepatan (perubahan besar, arah, atau keduanya). Menurut Newton, Percepatan suatu benda yang dihasilkan oleh suatu resultan gaya atau gaya-gaya yang tidak seimbang adalah berbanding lurus dengan resultan gaya, searah dengan resultan gaya dan berbanding terbalik dengan massa benda.

Pernyataan di atas dikenal sebagai hukum II Newton dan dinyatakan dengan persamaan 2.2 (Taranggono, 2001):

F = ma ma

F

 (2.2) Keterangan:

F

 = resultan gaya (N)

m = massa benda (kg)

a = percepatan yang dialami benda (m/s2) c. Hukum III Newton

Menurut Newton, ketika dua buah benda A dan B berinteraksi satu sama lain, maka benda-benda tersebut saling mengerjakan gaya. Sebagai contoh, ketika kita duduk di kursi, maka tubuh kita mengerjakan suatu gaya ke bawah pada kursi dan kursi mengerjakan gaya ke atas pada tubuh kita. Perhatikan Gambar 2.1. berikut ini.

Gaya reaksi yang diberikan oleh kursi kepada tubuh (arah ke atas)


(45)

Finoli Marta Putri, 2013

Gambar 2.1. Gaya-gaya Interaksi Antara Tubuh dengan Kursi (Sumber gambar: Ringyo, 2012)

Berdasarkan Gambar 2.1. terdapat dua buah gaya yang dihasilkan dari interaksi tersebut yaitu, sebuah gaya yang bekerja pada kursi (arah ke bawah) dan sebuah gaya yang bekerja pada tubuh (arah ke atas). Kedua gaya tersebut disebut gaya aksi-reaksi dan merupakan pokok persoalan dari hukum ketiga Newton. Maka, bunyi hukum ketiga Newton adalah (Kanginan, 2007):

Apabila sebuah benda (benda pertama) mengerjakan gaya kepada benda lain (benda kedua) maka benda kedua mengerjakan gaya pada benda pertama, sama besar dan berlawanan arah dengan gaya pada benda pertama.

Secara matematis, pernyataan hukum ketiga Newton dapat dinyatakan dalam bentuk (Kanginan, 2007):

Faksi = - Freaksi (2.3) 2. Mengenal berbagai jenis gaya

Gaya adalah tarikan atau dorongan pada suatu benda dan dihasilkan dari interaksi benda-benda dengan benda lainnya.

a. Gaya berat

Kita sering menggunakan istilah berat untuk menyatakan massa suatu benda kehidupan sehari-hari tetapi, dalam fisika berat dan massa merupakan dua buah besaran fisika yang berbeda. Massa merupakan banyaknya zat yang dimiliki oleh

Gaya aksi yang diberikan oleh tubuh kepada kursi (arah ke bawah)


(46)

suatu benda, sedangkan berat merupakan gaya gravitasi yang bekerja pada suatu benda yang berada di dekat permukaan bumi.

Di dalam dunia fisika, massa dinyatakan dengan simbol m, sedangkan berat dengan simbol w, dan keduanya memenuhi hubungan (Sunardi dan Irawan, 2008):

w = m g (2.4)

Keterangan:

w = gaya berat (N) m = massa (kg)

g = gaya gravitasi (m/s2)

Percepatan di semua tempat di bumi tidak sama dan dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari pusat bumi, maka berat suatu benda mungkin berbeda pada tempat yang berbeda. Tetapi, untuk menyederhanakan permasalahan, maka untuk tempat-tempat yang tidak terlalu jauh dari permukaan bumi, percepatan gravitasi dianggap tetap, yaitu kira-kira 9,8 m/s2.

b. Gaya normal

Jika dua buah benda saling bersentuhan satu sama lain, maka terdapat gaya pada bidang sentuh antara dua permukaan benda yang saling bersentuhan, dan gaya tersebut disebut sebagai gaya normal. Jadi, gaya normal adalah gaya kontak yang bekerja dengan arah tegak lurus terhadap bidang sentuh jika dua benda saling bersentuhan satu sama lain. Gaya normal dalam fisika biasanya diberi lambang N. Perhatikan Gambar 2.2.


(1)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/1007arief3.html [14 Mei 2010].

Adler, M.J. dan Doren, C.V. (2009). How to Read a Book: Mencapai Puncak Tujuan Membaca. Jakarta: PT. Indonesia Publishing.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Baharudin, dan Wahyuni, E.N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.

Basori, H. (2010). Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving Pada Pembelajaran Konsep Pembiasan Cahaya Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Tesis Jurusan IPA pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Bloom, B.S., Hastings, J.T., dan Madavs, G.F. (1971). Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning. USA: Mc Graw Hill. Budiman, I., (2008). Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Dualisme

Gelombang Partikel Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Tesis Jurusan IPA pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Butarbutar, E. (2011). Gerak Melingkar Bearturan [Online]. Tersedia: http://bagibagiilmufisika.wordpress.com/2011/02/23/gerak-melingkar-beraturan/ [5 Juli 2011].

Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California: Sage Publications.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Depdikbud. (1994). Petunjuk Teknis Pelaksanaan GBPP SMU. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depnas. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional). (2003). Pengembangan Kurikulum


(2)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dewey, J. (2009). Pendidikan Dasar Berbasis Pengalaman. Jakarta: PT. Indonesia Publishing.

Ennis, R.H. (1999). “Critical Thiking: A Streamlined Conception”. Teaching

Philosophy. 14, (1), 5-24.

Ennis, R.H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities [Online]. Tersedia: http://faculty.ed.uiuc.edu/rhennis/documents/TheNatureofCriticalThinking _51711_000.pdf [13 September 2011].

Ennis, R.H. (2011). Critical Thinking [Online]. Tersedia: http://faculty.ed.uiuc.edu/rhennis/ [12 September 2011].

Fisher, A. (2009). Bepikir Kritis. Jakarta: Erlangga.

Fauzijah, A. (2010). Jenis-Jenis Gaya [Online]. Tersedia: http://fisikareview.wordpress.com/2010/11/12/jenis-jenis-gaya/ [5 Juli 2011].

Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. (2007). How To Design and Evaluate Research in Education (sixth ed). New York: Mc Graw Hill.

Haury, D.L. (1993). Teaching Science through Inquiry [Online]. Tersedia: http://www.ericdigests.org/1993/inquiry.htm [12 September 2011].

Haury, D.L. (2001). Teaching Science through Inquiry with Archieved Data. Washington: ERIC Publications.

Haeruddin. (2011). Lembar Observasi Guru [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/haeruddinuntad/lembar-observasi-guru [15 Januari 2013].

Hussain, A., Azeem, M., dan Shakoor, A. (2011). “Physics Teaching Methods: Scientific Inquiry vs Traditional Lecture” [Online]. International Journal of Humanities and Social Science. 1, (19), 269-276. Tersedia: http://www.ijhssnet.com/journals/Vol_1_No_19_December_2011/28.pdf

Ilmi, A.R.M. (2009). Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) untuk Meningkatkan Performa Pemecahan Masalah dan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Ajar Hukum Newton. Tesis Jurusan IPA pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan

Inch, E.S., Warnick, B., dan Endres, D. (2006). Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument (5th Edn). Boston: Pearson Education, Inc.


(3)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Johnson, E.B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Beajar- Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Joyce, B., Well, M., Calhoun, E. (2009) Models of Teaching (eighth ed). United States of America: Pearson Education Inc.

Kanginan, M. (2007). Fisika 1 untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Konstekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physiscs: A Possible „Hidden Variable‟ in

Diagnostic Pretest Scores”. American Jounal of Physics. 70, (12),

1259-1268.

Muliartha, W. (2010). Eksplorasi Pemikiran tentang Paradigma, Konsep, Dalil, dan Teori. Teknologi Pembelajaran Undiksha.

Muslich, M. (2009). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Naureen, S., dan Jeffrey, K. (2010). Inqury-Based Teaching vs Direct Instruction: Should They be Done in Insolation? [Online]. Tersedia:

http://earlyactionresearch.wikispaces.com/file/view/Inquiry-based+Teaching+vs.pptx [13 Juni 2013].

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual. Departemen Pendidikan Nasional Direktoral Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktoral Pendidikan Lanjutan Pertama.

Nurhasanah, F. (2009). Timbal Balik dalam Pembelajaran Matematika [Online]. Tersedia: http://hasanahworld.wordpress.com/2009/03/01/reciprocal-teaching-dalam-pembelajaran-matematika/ [4 Maret 2009].

Nurhayati. (2002). Pengelolaan Pembelajaran Fisika Melalui Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) pada Siswa Kelas I SMU Negeri 3 Bengkalis. Skripsi pada FKIP Universitas Riau: tidak diterbitkan. Ostdiek, V.J., dan Bord, D.J. (2008). (6th Edn). Inquiry Into Physics. USA:

Thomson Brooks/Cole.

Palinscar, A.S. dan Brown, A.L. (1984). Reciprocal Teaching of Comprehension-Fostering and Comprehension-Monitoring Activities”. Lawrence Erlbaum Associates, Inc,. 1, (2), 117-175.


(4)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Purnayanti, M. (2012). Analisis Soal UN [Online]. Tersedia: http://laksmie.guru-indonesia.net/artikel_detail-30496.html [6 Oktober 2012].

PISA Indonseia. (2010). Rangking Indonesia pada PISA 2009 dan 10 Terbaik

[Online]. Tersedia:

http://pisaindonesia.wordpress.com/2010/12/17/rangking-indonesia-pada-pisa-2009-dan-10-terbaik/#more-122 [28 April 2011].

Priangkoso, T. Hukum Newton [Online]. Tersedia: http://tabah.page.tl/Hukum-Newton.htm [5 Juli 2011].

Purwanto, N. (2009). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Purwanto, N. (2010). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Putri, F.M. (2009). Hasil Belajar Kognitif Siswa dalam Pembelajaran Fisika Melalui Penerapan Metode Inkuiri dan Reciprocal Teaching di Kelas X IPA 3 MAN 2 Model Pekanbaru. Skripsi pada FKIP UNRI: tidak diterbitkan.

Putri, F.M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ringyo, T. (2012). Meja dengan Built-in Kursi Bayi [Online]. Tersedia: http://mobile.solusiproperti.com/trend-properti/furniture/artikel/meja-dengan-built-in-kursi-bayi-oleh-toa-ringyo [26 Juli 2013].

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi: Bandung.

Silberman, M. (2009). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung. Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(5)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sukartini, S.P., dan Baihaqi, M.I.F. (2007). “Teori Psikologi Pendidikan”, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.

Sunardi dan Irawan, E.I. 2008. Fisika Bilingual untuk SMA/Ma kelas X. Bandung: Yrama Widya.

Suwarna, I.P. (2008). Metode Mengajar Inkuiri [Online]. Tersedia: http://iwanps.wordpress.com/2008/04/17/metode-mengajar-inkuiri/ [14 Mei 2010].

Taranggono, A. dkk. (2001) . Fisika 1b. Jakarta : Bumi Aksara.

Tn. (2012). Inqury-Based Teaching: Is It Helpful or Not? [Online]. Tersedia: http://www.teach-nology.com/litined/inquiry/ [13 Juni 2013].

Tim Pustaka Yustisia. (2007). Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Tn. (2010). Pengertian Metode Inkuiri dan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Sekolah [Online]. Tersedia: http://serumpunilmu21.wordpress.com/2010/04/19/pengertian-metode-inkuiri-dan-metode-demonstrasi-dalam-pembelajaran-sekolah/.

Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wongsolo, S. (2008). Menggunakan Ketrampilan Berpikir untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran [Online]. Tersedia: http://supraptojielwongsolo.wordpress.com/2008/06/13/menggunakan-ketrampilan-berpikir-untuk-meningkatkan-mutu-pembelajaran/ [14 Mei 2010].

Wati, D.T., Zubaidah, S. dan Mahanal, S. (2009). “Penerapan Metode Inkuiri dan Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa Kelas V MI Wahid Hasyim III Malang”. Jurnal Cendikia. 2, (1), 11-22. Wonohardjo, S. (2010). Dasar-Dasar Sains: Menciptakan Masyarakat Sadar

Sains. Jakarta Barat: PT. Indeks.

Yasin, S. (2011). Metode Inkuiri Download Penerapan [Online]. Tersedia:


(6)

Findli Marta Putri, 2013

Pengaruh Penerapan Kombinasi Metode Inkulri Dan Pengajaran Timbal Balik Untuk Mengetahui Capaian Pemhaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Dinamika Partikel Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu