PENERAPAN ASESMEN KINERJA PADA PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP MATERI CAHAYA SISWA SMP.

(1)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

HALAMAN PERNYATAAN ………. iii

KATA PENGANTAR ……… iv

ABSTRAK ………..……….. vii

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………..………. 1

B. Rumusan Masalah ……….……….. 7

C. Pertanyaan Penelitian ………..……… 8

D. Tujuan Penelitian ……… 8

E. Manfaat Penelitian ……….. 8


(2)

ix

BAB II PENERAPAN ASESMEN KINERJA DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA PRAKTIKUM CAHAYA BERBASIS INKUIRI

A. Asesmen Kinerja ………..……… 10

B. Tes Tertulis (Paper and PenciTest) ……..……… 19

C. Penguasaan Konsep Fisika Siswa ……….. 20

D. Keterampilan Proses Sains ………..……….. 22

E. Tinjauan Materi Cahaya untuk SMP ………... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 41

A. Metode Penelitian ………..………... 41

B. Desain Penelitian ………..………… 41

C. Lokasi dan Subyek Penelitian ……….…………. 42

D. Definisi Operasional………. 44

E. Instrumen Penelitian ………..…………... 45

F. Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data ………. 46

G. Teknik Analisa Data ……….. 49

H. Hasil Uji Coba Instrumen ………..……….. 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 56

A. Hasil Penelitian ……….. 56

B. Pembahasan ……… 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 80

A. Kesimpulan ………..………. 80

B. Saran ……… 81


(3)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil penelitian puspendik (dalam Fredi,.2009) melaporkan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur masih di bawah rata-rata skor internasional, untuk nilai yang dilakukan oleh The Third International Mathematics dan Science Study-Repeat (TIMSS) melaporkan bahwa skor Indonesia dalam bidang sains 427 dari skor rata-rata 500, bila dikaitkan dengan benchmark internasional siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori rendah.

Rendahnya prestasi siswa dibidang fisika sebagai bagian dari sains dikarenakan pada saat proses pembelajaran fisika ditampilkan hanya berupa kumpulan konsep-konsep yang susah dimengerti ditambah lagi dengan persamaan-persamaan matematis yang rumit membuat siswa menjadi lebih tidak menyukai fisika. Ketidaktertarikan siswa terhadap fisika memberikan dampak terhadap rendahnya prestasi siswa. Pada dasarnya fisika sebagai salah satu bagian dari bahan ajar sains di sekolah memiliki berbagai bahan kajian yang menarik untuk dipelajari, dipahami, dikembangkan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya pendidikan fisika selama ini kurang bermanfaat bagi siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan pembelajaran fisika umumnya dilakukan dengan


(4)

2

metode konvensional (ceramah). Akibatnya, siswa hanya menghapal konsep sehingga mereka tidak mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep cahaya merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pembelajaran Fisika. Konsep ini diperkenalkan kepada siswa sejak duduk di bangku sekolah dasar. Namun demikian, pada kenyataannya tidak sedikit siswa mengalami kesulitan terutama dalam mengaplikasikan konsep cahaya dalam berbagai permasalahan. Hal ini dikarenakan di sekolah, siswa menerima konsep cahaya dengan mendengarkan atau mencatat hukum-hukum yang berlaku yang diberikan oleh guru tanpa keterlibatan siswa secara langsung dalam menemukan hukum-hukum tersebut. Dengan demikian pada saat siswa dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan analisis nyata pada kehidupan sehari-hari, siswa mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah tersebut dan mencari solusi mengapa hal tersebut dapat terjadi. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan penguasaan konsep cahaya melalui pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dengan pengamatan.

Melalui pembelajaran praktikum berbasis Inkuiri yang dipersiapkan dengan baik, maka para siswa tidak hanya mendapatkan pengalaman empiris namun juga dapat menggali kemampuan menghubungkan konsep baru dari pengamatannya dihubungkan dengan kehidupan nyata. Siswa dituntut untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dengan berbagai cara. Dengan pembelajaran ini siswa memahami konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dengan berbagai penjelasan yang dapat mengungkap dan menyelesaikan masalah tersebut. Untuk dapat memahami konsep-konsep yang berada didalamnya


(5)

3

diperlukan keterampilan proses sains. Menurut Gagne (Dahar, 1996) keterampilan proses sains adalah kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Dengan demikian kesulitan siswa untuk penguasaan konsep dalam konsep cahaya dapat diatasi melalui praktikum berbasis inkuiri.

Kegiatan praktikum merupakan bagian integral dari pembelajaran sains dapat memberikan penguatan terhadap penguasaan konsep, dan teori yang disampaikan dalam pembelajaran dapat diuji dengan praktikum, sehingga siswa lebih memahami konsep yang disampaikan. Menurut Rustaman (2002) terdapat beberapa alasan dilakukannya kegiatan praktikum, yaitu: pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melaksanakan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah, dan keempat, praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran. Untuk mengembangkan kegiatan praktikum yang dapat menumbuhkan ketrampilan proses sains siswa dengan mengembangkan pendekatan inkuiri laboratorium.

Berdasarkan uraian di atas terungkap bahwa pengembangan karakteristik praktikum berbasis inkuiri akan menghasilkan kemampuan multidimensi yaitu keterampilan bernalar dan pengalaman empiris. Kemampuan multidimensi tersebut dapat terukur dengan baik jika asesmen yang diberikan bisa menilai seluruh aspek dari kegiatan yang dilakukan siswa. Penilaian pada level ability

(menurut Haladyna, 1997 dalam Wulan, 2007) diperlukan untuk menilai hasil belajar secara multidimensi. Dalam konteks praktikum berbasis inkuiri, asesmen


(6)

4

mempunyai arti bagaimana mengukur kemajuan siswa dalam pemahaman konsep, kemampuan melakukan inkuiri, dan pemahaman tentang inkuirinya (NRC, dalam Anggraini 2006). Berdasarkan hal tersebut asesmen praktikum berbasis inkuiri semestinya berbeda dari asesmen penilaian tradisional (paper and pencil test).

Pada kenyataannya asesmen yang digunakan guru dalam praktikum biasanya menggunakan tes tradisional yang tidak dapat mengungkap dampak pendidikan yang kompleks. Fakta tersebut didukung oleh hasil penelitian McDermott, 1991: McClymer & Knoles, 1992: Tobias, 1990 (dalam Deborah, L

et al, 2007) menyatakan tes tradisional seperti ini dikritik karena mengabaikan kekritisan siswa, yang memainkan peran utama dalam proses pembelajaran. Akibat dari penggunaan asesmen yang tidak tepat memungkinkan rendahnya kontribusi pembelajaran sains terhadap kelulushidupan warga negara sehingga warga negara hanya dipersiapkan untuk menguasai pengetahuan (National Research Council / NRC, 1996 dalam Wulan, 2007). Selain itu , tes tradisional juga sulit mengukur pemahaman tentang hakekat sains dan proses bagaimana saintis bekerja (Marzano, 1994; NRC, 2000 dalam Wulan, 2007). Dengan demikian tes tradisional kurang sesuai untuk mengukur kemampuan multidimensi yaitu keterampilan bernalar dan pengalam empiris.

Standar asesmen pembelajaran sains harus mengalami pergeseran penekanan dari “yang mudah dinilai” menjadi “yang penting untuk dinilai” (National Research Council/NRC, 1996 dalam Wulan, 2007). Resnick & Resnick, 1992 (Mestre, L.P., 1999), menyatakan bahwa reformasi pemberian evaluasi perlu


(7)

5

dilakukan yang berkaitan dengan kinerja. Newel (Doran,1993) menyatakan bahwa sekarang ini perlu diadakan penelitian dan pengembangan proses penilaian alternatif berupa asesmen kinerja. Asesmen kinerja direkomendasikan sebagai penilaian yang sesuai dengan hakikat sains yang mengutamakan proses dan produk (NSTA, 1998; NRC, 2000 dalam Wulan, 2007). Beberapa sumber (Gabel, 1993; NSTA & AETS, 1998; NRC, 2008 dalam Wulan, 2007) telah merekomendasikan performance assessment untuk menilai kemampuan inkuiri pada pembelajaran sains. Selain itu menurut Stiggin (1994) alasan mengapa guru harus melakukan asesmen kinerja yaitu pertama ada beberapa segi dari kemampuan siswa yang tidak dapat dideteksi dengan cara tertulis yaitu keterampilan dan kreativitas, kedua penilaian kinerja memberi peluang yang lebih banyak kepada guru untuk menganalisis siswa secara total, ketiga penilaian kinerja untuk melihat kemampuan siswa pada saat proses pembelajaran tanpa menunggu proses akhir.

Asesmen kinerja yang akan dipakai untuk mengukur kemampuan multidimensi yaitu keterampilan bernalar dan pengalaman empiris, kriteria kinerja harus dilakukan di awal kegiatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan kinerja adalah: (a) penspefikasian dalam menuliskan semua elemen kunci dari kinerja, dan (b) mendefinisikan kinerja yang berurutan untuk masing-masing elemen; misalnya dimulai dengan menuliskan kualitas kinerja yang paling jelek, paling bagus dan diantaranya. Kejelasan dan kesesuaian kinerja adalah penting untuk asesmen kinerja yang baik. Jika kriterianya jelas, maka hasil metodologinya akan mudah diaplikasikan. Kriteria kinerja tidak hanya difokuskan


(8)

6

pada dampak yang diharapkan yaitu adanya peningkatan keterampilan bernalar dan pengalaman empiris, tetapi juga pada kejelasan pengungkapan kriteria kinerja. Asesmen kinerja yang menekankan kepada keterampilan bernalar dan pengalaman empiris mempunyai sasaran yang harus dicapai. Berkaitan dengan pencapaian sasaran yang harus dicapai pada proses pembelajaran ada hal pokok yang harus dilakukan dalam asesmen kinerja yaitu pemberian umpan balik (feed back) langsung pada saat proses pembelajaran. Seperti yang digambarkan oleh Black and William (dalam Etkina, E. et.al , 2006), aktifitas penilaian formatif adalah semua aktivitas yang dikerjakan oleh guru dan oleh siswa dalam menilai diri mereka sendiri, dan menyediakan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik dalam memodifikasi aktivitas pembelajaran. Umpan balik yang diberikan guru tidak terlepas dari kriteria kinerja yang telah dikembangkan. Hal tersebut dilakukan agar ada keterkaitan antara umpan balik dan kriteria kinerja yang dikembangkan.

Tingginya beban mengajar guru menuntut penggunaan model-model asesmen kinerja yang praktis, efisien dan mudah dipelajari. Penelitian Wulan (2007) telah menyederhanakan konsep asesmen kinerja (performance assessment) yang selama ini dianut masyarakat ilmiah. Konsep asesmen tersebut disederhanakan tanpa mengabaikan esensi dan filosofinya. Berdasarkan hasil studi mendalam tentang asesmen kinerja (Wulan, 2003-2008 dalam viyanti(2009)) telah dihasilkan suatu gagasan baru tentang skenario implementasi asesmen kinerja sehari-hari untuk pembelajaran sains di Indonesia. Skenario tersebut telah melalui beberapa uji coba terbatas di sekolah dan mengalami beberapa kali revisi.


(9)

7

Konsep cahaya sebagai salah satu pengetahuan fisika, di jenjang Sekolah Menengah Pertama diajarkan di kelas VIII. Konsep ini dipilih sebagai materi penelitian karena cahaya sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari dan sedang dipelajari siswa. Kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki oleh siswa sesuai KTSP setelah mempelajari konsep ini adalah siswa dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagi bentuk cermin dan lensa. Agar kompetensi tersebut dapat dimiliki oleh setiap siswa maka di dalam proses belajar mengajar diperlukan praktikum berbasis inkuiri dengan penilaian yang menggunakan asesmen kinerja. Tujuan utama ini dapat tercapai apabila proses praktikum berbasis inkuiri dengan asesmen kinerja dapat berjalan dengan baik sehingga dampak pengajaran langsung yaitu terjadinya peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains dapat dirasakan oleh siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk dilakukan suatu penelitian mengenai penerapan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti yang sudah dikemukakan di atas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah penerapan asesmen kinerja pada pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan penguasaan konsep cahaya ?”.


(10)

8

C. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains pada siswa yang menerapkan asesmen kinerja dengan siswa yang menggunakan paper and pencil test pada pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium pada materi cahaya?

2. Bagaimana perbandingan peningkatan penguasaan konsep cahaya pada siswa yang menerapkan asesmen kinerja dengan siswa yang menggunakan paper and pencil test pada pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium?

3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan asesmen kinerja pada pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium dalam pembelajaran konsep cahaya?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi penggunaan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri laboratorium dalam keterampilan proses sains dan meningkatkan penguasaan konsep dibandingkan dengan siswa yang menggunakan paper and pencil test, dan mendapatkan gambaran mengenai tanggapan siswa pada asesmen kinerja berbasis inkuiri laboratorium.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bukti empiris untuk pengembangan asesmen kinerja dan uji implementasinya sebagai alat ukur dalam kegiatan praktikum fisika disekolah, yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan


(11)

9

kajian atau pembanding untuk yang dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait, baik untuk keperluan implementasi maupun untuk penelitian lebih lanjut.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan asesmen kinerja pada konsep cahaya menggunakan pendekatan inkuiri laboratorium secara signifikan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa secara lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan

paper and pencil test.(H1: µA1 > µA2).

2. Penerapan asesmen kinerja pada konsep cahaya menggunakan pendekatan inkuiri laboratorium secara signifikan dapat meningkatkan penguasaan konsep cahaya siswa secara lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan

paper and pencil test.(H2: µA1 > µA2).

3. Tanggapan siswa terhadap penerapan asesmen kinerja adalah positif (H3: µA≥70%)


(12)

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, dengan alasan pengontrolan yang dilakukan hanya pada satu variabel yaitu tingkat kecerdasasan siswa yang akan ditetapkan sebagai sampel dianggap sama. Metode eksperimen juga digunakan untuk melihat gambaran peningkatan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa.

B. Desain Penelitian

Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen kuasi. Tabel 3.1. menunjukkan desain penelitian yang dilakukan: (Arikunto: 2008)

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Kelompok Eksperimen O X O

Kelompok Kontrol O Y O

Keterangan :

X= Pembelajaran konsep cahaya berbasis inkuiri laboratorium dengan menggunakan asesmen kinerja.

Y= Pembelajaran konsep cahaya berbasis inkuiri laboratorium dengan paper and pencil tes.


(13)

42

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri Kabupaten Bekasi. Secara garis besar tahap-tahap penelitian dikelompokkan menjadi lima langkah yaitu studi pendahuluan, pemilihan masalah yang akan dikaji, penyusunan instrumen berupa tes awal dan tes akhir serta angket tanggapan siswa terhadap penerapan asesmen kinerja pada konsep cahaya berbasis inkuiri laboratorium dan analisis data. Dua kelas dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling,

dengan alasan kedua kelas tersebut merupakan kelas unggulan dan sudah pernah melakukan pembelajaran inkuiri. Pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran inkuiri materi cahaya dengan menggunakan asesmen kinerja sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran inkuiri dengan asesmen paper and pencil. Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1


(14)

43

Gambar 3.1. Alur penelitian

Asesmen Kinerja Dengan Umpan Balik Rumusan Masalah Bahan Kajian Cahaya Penguasaan Konsep Keterampilan Proses Sains Analisis Materi Cahaya Analisis indikator Penguasaan Materi Cahaya Analisis indikator Keterampilan Proses Sains

Rancangan Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

Uji Coba Instrumen Tes

Tes Awal Kelas Eksperimen Tes awal kelas

kontrol

Praktikum Cahaya Berbasis Inkuiri Paper and Pencil Test dengan Umpan

Balik (Feed Back)

Angket Data Analisis Data Kesimpulan Praktikum Cahaya Berbasis Inkuiri Asesmen Kinerja Dengan Umpan Balik

(Feed Back)

Tes Akhir Kelas Kontrol

Tes Ahir Kelas Eksperimen


(15)

44

D. Definisi Operasional

a. Asesmen Kinerja (Performance Assessment)

Asesmen Kinerja merupakan penilaian hasil belajar siswa berupa rubrik yang digunakan untuk mengungkap kemampuan melakukan pengamatan, klasifikasi/pengelompokkan, menerapkan konsep dan interpretasi pada pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium materi cahaya.

b. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan Proses Sains merupakan skor tes untuk kemampuan melakukan pengamatan, menerapkan konsep, klasifikasi/pengelompokkan dan interpretasi.

c. Penguasaan konsep

Penguasaan konsep adalah skor tes kemampuan siswa yang diukur melalui tes awal dan tes akhir melalui tes pilihan ganda yang dibatasi pada jenjang C1 sampai C3 yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi pada konsep cahaya.

d. Pembelajaran Inkuiri Berbasis Laboratorium

Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui praktikum inkuiri terbimbing, siswa merancang percobaan sendiri pada konsep cahaya.


(16)

45

E. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun beberapa instrumen yaitu:

1. Tes Penguasaan Konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan konsep pada materi cahaya, dan diberikan dalam bentuk pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban yang dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran berupa pre test dan post test. 2. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam bentuk pilihan ganda yang dilakukan sebelum pembelajaran berupa pretest sedangkan setelah pembelajaran berupa

posttest.

3. Angket Tanggapan siswa dan Guru

Angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa terhadap penerapan asesmen kinerja pada konsep cahaya berbasis inkuiri laboratorium. Angket diberikan pada kelas ekperimen setelah perlakuan selesai dilaksanakan. Isi angket mencakup : (a) Pendapat siswa tentang asesmen kinerja, (b) aktivitas siswa dalam praktikum dengan menggunakan asesmen kinerja, (c) ketertarikan siswa dalam berpraktikum, (d) Pengaruh praktikum dengan menggunakan asesmen kierja. Bentuk angket berupa daftar cek beralasan.


(17)

46 4. Rubrik Penilaian kinerja

Rubrik penilaian kinerja disusun dan difokuskan untuk indikator essensial yang bertujuan memperoleh gambaran secara lansung kemampuan kinerja masing-masing siswa.

Rubrik dibuat dalam bentuk tabel dua lajur, yaitu baris yang berisi kriteria dan kolom yang berisi mutu, kriteria dapat dinyatakan secara garis besar, kemudian dirinci menjadi komponen-komponen penting.

F. Rencana Pengolahan Data dan Analisis Data

Untuk keperluan pengumpulan data dibutuhkan suatu tes yang baik. Tes yang baik biasanya memenuhi kriteria validitas tinggi, reliabilitas tinggi , daya pembeda yang baik dan kemudahan yang layak. Untuk mengetahui karakteristik kualitas tes yang digunakan, maka sebelum digunakan tes diuji coba untuk mendapatkan gambaran validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kemudahan soal. Analisis setiap bagian dijabarkan sebagai berikut:

1. Validitas

Menghitung validitas item butir soal dengan rumus korelasi produk momen angka kasar seperti yang dikemukakan oleh Arikunto ( 2008).

(

)

(

)

(

2 2

)

(

2

( )

2

)

.N Y Y X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dengan:

X = skor tiap item Y = skor total N = jumlah peserta


(18)

47

Untuk kriteria validitas item butir soal ditunjukkan pada tabel tabel 3.2. Tabel 3.2. Kategori Validitas item Butir Soal No Validitas Item Butir soal Nilai rxy

1 Rendah 0 ≤ rxy < 0,40 2 Sedang 0,4 ≤ rxy < 0,60 3 Tinggi 0,6 ≤ rxy ≤ 1,00

(Arikunto, 2008)

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil tetap yang dihitung dengan koefisien reliabilitas. Menghitung reliabilitas soal dengan rumus:

xy xy r xr r

+ =

1 2 11

Dengan :

r11 : koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan, xy

r : koefisien validasi instrumen

Interprestasi dari derajat realibilitas suatu tes dapat dilihat pada tabel 3.3 Tabel 3.3. Kategori Reliabilitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,81 ≤ r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,61 ≤ r11≤ 0,80 Tinggi

0,41≤ r11 ≤0,60 Cukup 0,20≤ r11≤ 0,40 rendah

≤ 0,20 Sangat rendah ( tak berkorelasi )

(Arikunto, 2008) (Arikunto, 2008)


(19)

48

3. Daya Pembeda

Menghitung daya pembeda butir soal dapat dirumuskan dengan persamaan

B B

A A

J B J B

ID= −

Dengan :

ID : daya pembeda butir soal,

BA : jumlah kelompok atas yang menjawab benar, BB : jumlah kelompok bawah yang menjawab benar, JA : jumlah peserta tes kelompok atas,

JB : jumlah peserta tes kelompok bawah

Kriteria daya beda butir soal dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4. Kategori Daya Pembeda Butir soal No Daya Pembeda Butir Soal Nilai D

1 Rendah 0 ≤ D < 0,2

2 Sedang 0,2 ≤ D < 0,4

3 Tinggi 0,4 ≤ D ≤ 1,0

4. Tingkat Kemudahan Soal

Menghitung tingkat kemudahan soal dengan menggunakan persamaan :

X J

B p=

Dengan:

p = nilai tingkat kemudahan,

B = jumlah peserta tes yang menjawab benar, JX = jumlah seluruh peserta tes


(20)

49 Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran Soal

Nilai p Kategori

P < 0,3 Sukar

7 , 0 3

,

0 ≤ p≤ Sedang

P > 0,7 Mudah

(Arikunto, 2008)

G. Teknik Analisis Data 1. Jenis Data

Pada penelitian ini ada empat jenis data yang dikumpulkan yaitu:(1) Penguasaan konsep diperoleh dari nilai pretest dan posttest, (2) Keterampilan Proses Sains dinilai dari hasil pretest dan posttest (3) Keterampilan proses sains melalui dinilai melalui penilaian kinerja, dan (4) tanggapan siswa terhadap penilaian kinerja

2. Pengolahan Data Awal

Data dalam penelitian ini berupa skor-skor yang diperoleh siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pretest dan posttest. Untuk menganalisis data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:(a) menguji normalitas skor tes awal dan tes akhir kelas eksperimen, (b) menguji normalitas gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan rumus:

g =

pre maks

pre post

S S

S S

− −


(21)

50

Tabel 3.6. Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi

Sedangkan data keterampilan proses sains dengan penilaian kinerja dianalisis dengan membandingkan rata-rata nilai tiap keterampilan proses sains antara kelas ekspeimen dan kelas kontrol pada akhir kegiatan praktikum.

3. Analisis data

Data berupa skor gain dari keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis dengan uji beda dua rerata dependen (dependent t-test). Uji tersebut dilakukan karena dalam pelaksanaannya peneliti akan memberikan perlakuan di dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada uji beda dua rerata dependent, asumsi homogenitas varians tidak menjadi syarat untuk melakukan uji beda dua rerata dependent, sehingga peneliti hanya menguji normalitas data. Uji normalitas data yang dilakukan peneliti menggunakan Kolmogorof-semirnov test yang terdapat dalam perangkat lunak komputer, bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya suatu distribusi data.

Perhitungan uji beda dua rerata dependent (dependent t-test) untuk suatu uji digunakan persamaan:

{

X Y

}

X Y

hyp y x S rS S S Y X t 2 ) ( ) ( 2

2 +

− − − = − − µ µ

Batasan Kategori <g> > 0.7 Tinggi 0.3 ≤ <g> ≤ 0.7 Sedang <g > < 0.3 Rendah


(22)

51 Keterangan X Y X

S

2 Y

S

2 X 2 µ Y 2 µ

Apabila data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen, pengujian data menggunakan rumus:

            − = 2 2 2 1 1 2 ' n S n S Y X t

Apabila data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998).

4 . Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains dilakukan agar tes yang digunakan benar-benar dapat mengukur variabel penelitian. Sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen terhadap siswa kelas IX di salah satu SMP Negeri Kota Bekasi yang telah mempelajari topik cahaya. Instrumen tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains yang diuji-cobakan sebanyak 50 soal, dalam bentuk objektif pilihan ganda. Adapun analisis hasil uji coba instrumen tes menggunakan software

(Sudjana, 2005) = nilai rata-rata siswa yang menggunakan asesmen kinerja

= nilai rata-rata siswa yang tidak menggunakan asesmen kinerja = varians nilai siswa yang menggunakan asesmen kinerja

= varians nilai siswa yang tidak menggunakan asesmen kinerja = mean siswa yang menggunakan asesmen kinerja


(23)

52

anates4, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3A. Analisis hasil uji coba instrumen tes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Validitas Tes

Setelah dilakukan uji coba instrumen didapatkan hasil validitas tes, distribusi hasil uji coba instrumen tes ditunjukkan oleh Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Butir Soal

No Validitas Nomor Soal Jumlah

1 Sangat Signifikan

2,3,4,5,6,9,10,11,12,14,16,17,18,19,21,22,25,26,27,28,

29,32,34,35,36,37,39,42,43,44,46,47,48 34

2 Signifikan 1,7,23,24,30,49 6

3 Tidak

Signifikan 8,13,20,31,33,38,40,41,45,50 10

Jumlah 50

Dari Tabel 3.7. di atas soal yang memenuhi sebanyak 40 soal dari 50 soal yang diuji coba. Dari 40 soal yang memenuhi diambil 20 soal yang mewakili 20 soal pengetahuan konsep dan 20 soal keterampilan proses sains.

2. Reliabilitas Tes

Untuk mengukur tingkat reliabilitas instrumen tes juga menggunakan software anates4. Berdasarkan pengolahan data, nilai reliabilitas perangkat tes sebesar 0.91 yang berada pada katagori sangat tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perangkat instrumen tes yang diuji coba memiliki keajegan yang sangat baik.


(24)

53 3. Taraf Kemudahan Butir Soal

Berdasarkan analisis taraf kemudahan untuk tiap butir soal, diperoleh rekapitulasi taraf kemudahan yang ditunjukkan oleh Tabel 3. 8.

Tabel 3.8. Rekapitulasi Taraf Kemudahan

Kategori Taraf Kemudahan

Nomor Soal Jumlah Soal

Mudah 1, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 16,18,22,25 29, 32, 13 Sedang 2,3,7,8,10,13,17,19,20,21,23,24,26,27,28,30,31,33,34,35,

36,37,38,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50 34

Sukar 14,15,39 3

Jumlah 50

Berdasarkan hasil uji coba di atas butir soal yang memiliki tingkat kemudahan dengan katagori sukar sebanyak 3 butir soal, sedang 34 soal dan mudah 13 soal. Berdasarkan rekapitulasi tersebut dapat dikatakan pada umumnya taraf kemudahan soal cukup baik, karena sebagian besar soal terdapat pada kategori sedang. Kemudian dari 50 soal tersebut diambil sebanyak 20 soal yang digunakan untuk tes penguasaan konsep dan 20 soal keterampilan proses sains dengan indikator kemampuan melakukan pengamatan, klasifikasi/pengelompokkan, penerapan konsep dan interpretasi yang mewakili setiap komponen materi pelajaran dan penguasaan konsep dengan jenjang kognitif C1, C2, dan C3.


(25)

54 4. Daya Pembeda Soal

Analisis daya pembeda bertujuan untuk mengetahui kemampuan butir soal untuk membedakan antara kelas atas dan kelas bawah dalam suatu kelompok. Rakapitulasi analisis daya pembeda untuk tiap butir soal instrumen ditunjukkan oleh Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Rekapitulasi Daya Pembeda

Katagori Daya Pembeda

Nomor Soal Jumlah Soal

Rendah 8,15,20,31,38,46,50 7

Sedang 1,5,6,9,11,13,28,30,33,41,48,49 12 Tinggi 2,3,4,7,10,12,14,16,17,18,19,21,22,23,24,25,26,27,29,32,34,

35,36,37,39,40,42,43,44,46,47 31

Jumlah 50

Dari hasil rekapitulasi tersebut, jumlah soal yang memiliki daya pembeda dengan katagori tinggi berjumlah 31 butir soal, sedang 12 soal dan rendah 7 butir soal. Kemudian dari 50 soal tersebut diambil sebanyak 20 soal yang digunakan untuk tes penguasaan konsep dan 20 soal keterampilan proses sains yang mewakili setiap komponen materi pelajaran dan indikator keterampilan proses sains. Secara lengkap rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel 3.10.


(26)

55

Tabel 3.10. Rekapitulasi hasil uji coba instrument tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains

No Soal

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Keterangan 1 Sedang Mudah Valid

Sangat Tinggi

Digunakan 2 Tinggi Sedang Valid Digunakan 3 Tinggi Sedang Valid Digunakan 4 Tinggi Mudah Valid Digunakan 5 Sedang Mudah Valid Digunakan 6 Sedang Mudah Valid Digunakan 7 Baik Sedang Valid Digunakan 8 Rendah Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 9 Sedang Sedang Valid Digunakan 10 Tinggi Sedang Valid Digunakan 11 Sedang Mudah Valid Digunakan 12 Tinggi Mudah Valid Digunakan 13 Sedang Sedang Valid Tidak Digunakan 14 Tinggi Sukar Valid Digunakan 15 Rendah Sukar Tidak Valid Tidak Digunakan 16 Tinggi Mudah Valid Digunakan 17 Tinggi Sedang Valid Digunakan 18 Tinggi Mudah Valid Digunakan 19 Tinggi Sedang Valid Digunakan 20 Rendah Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 21 Tinggi Sedang Valid Digunakan 22 Tinggi Mudah Valid Digunakan 23 Tinggi Sedang Valid Digunakan 24 Tinggi Sedang Valid Digunakan 25 Tinggi Sedang Valid Digunakan 26 Tinggi Mudah Valid Digunakan 27 Tinggi Sedang Valid Digunakan 28 Sedang Sedang Valid Digunakan 29 Tinggi Mudah Valid Digunakan 30 Rendah Sedang Valid Digunakan 31 Rendah Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 32 Tinggi Mudah Valid Digunakan 33 Sedang Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 34 Tinggi Sedang Valid Digunakan 35 Tinggi Sedang Valid Digunakan 36 Tinggi Sedang Valid Digunakan 37 Tinggi Sedang Valid Digunakan 38 Rendah Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 39 Tinggi Sukar Valid Digunakan 40 Tinggi Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 41 Sedang Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 42 Tinggi Sedang Valid Digunakan 43 Tinggi Sedang Valid Digunakan 44 Tinggi Sedang Valid Digunakan 45 Tinggi Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan 46 Rendah Sedang Valid Digunakan 47 Tinggi Sedang Valid Digunakan 48 Sedang Sedang Valid Digunakan 49 Sedang Sedang Valid Digunakan 50 Rendah Sedang Tidak Valid Tidak Digunakan


(27)

80

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bertolak dari pertanyaan penelitian dan merujuk pada hasil analisis data dan pembahasan di bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan keterampilan proses sains bagi siswa yang menggunakan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri lebih tinggi secara signifikan dengan taraf signifikansi 95%, dan nilai gain yang dinormalisasi kelas ekseprimen yang diberikan asesmen kinerja sebesar 0,52 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol sebesar 0,24 yang menggunakan paper and pencil test. Gain yang dinormalisasi termasuk dalam kategori sedang hal ini disebabkan keterbatasan waktu penelitian, dan keterbatasan alat praktikum yang digunakan selama proses pembelajaran. Adapun peningkatan tertinggi terdapat pada keterampilan menerapkan konsep dan klasifikasi sedangkan keterampilan terendah pada keterampilan melakukan pengamatan.

Peningkatan penguasaan konsep cahaya bagi siswa yang menggunakan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri lebih tinggi secara signifikan dengan taraf signifikansi 95% dibandingkan siswa yang menggunakan

paper and pencil test, dengan nilai gain yang dinormalisasi penguasaan konsep untuk kelas eksperimen sebesar 0,53 lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelas kontrol sebesar 0,33.


(28)

81

Siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan asesmen kinerja yang diberikan feed back pada akhir pembelajaran, dengan pemberian feed back membuat siswa mendapat penghargaan bagi usahanya dan dapat lebih menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak adanya observer sehingga tidak ada tanggapan dari guru terhadap penggunaan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri, hal ini disebabkan peneliti langsung mengajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dikarenakan keterbatasan jumlah guru IPA yaitu hanya terdapat 1 guru fisika untuk kelas paralel berjumlah 29 kelas dengan perincian 9 kelas VII, 10 kelas VIII, dan 10 kelas IX. Umpan balik peneliti sekaligus guru yang mengajar dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran tetap dilakukan melalui hasil asesmen setiap akhir pembelajaran. Tanggapan positif terhadap penilaian kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri hanya berlaku pada tingkat siswa saja.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah menyelesaikan penelitian ini adalah: 1. Guru

a. Kesulitan yang ditemukan pada saat penyusunan rubrik dapat di atasi dengan mencari referensi melalui buku atau internet kemudian dimodifikasi oleh guru disesuaikan dengan konsep atau materi yang diajarkan.


(29)

82

b. Asesmen dapat disederhanakan dengan skenario yang hanya menilai beberapa indikator yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.

2. Peneliti

a. Penambahan waktu penerapan asesmen kinerja untuk materi cahaya menjadi enam kali pertemuan dari lima kali pertemuan agar pemberian feed back pada siswa dapat lebih maksimal.

b. Perlu dikembangkan penelitian asesmen kinerja dengan skenario yang lebih sederhana, sehubungan dengan hambatan yang ditemukan peneliti selama proses penelitian yaitu keterbatasan waktu.


(30)

83

DAFTAR PUSTAKA

Airasian, P.W. (1994). Classroom Assessment. International Edition. New York: Mc.Graw Hill.

Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode “Discovery dan Inquiry”. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anggraeni, Sri. (2006). Pengembangan Program Perkuliahan Biologi Umum Berbasis Inkuiri Bagi Calon Guru Biologi. Disertasi Program Studi Pendidikan IPA SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bhinneka Cipta.

Baharuddin. (1982). Peranan kemampuan dasar intelektual sikap dan pemahaman dalam fisika terhadap kemampuan siswa di Sulawesi Selatan membangun model mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Deborah, L.et.al. (2007). Collaborative Action Research To Improve Classroom Assesment In An Introductory Physics Course For Teacher Journal Phys.Tchr. Educ Online, 4(2). Winter 2007

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. (2006). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. (2004). Sistem Penilaian Kurikulum 2004. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Doran, R.L. (1993). Alternative Assesment of High School Laboratory Skill, Journal Research in Science Teaching. John Wiley and Sons. 30 (9) 1121-1131

Estu, S. (1999). Penerapam Penilaian Kinerja Siswa dalam Pembelajaran IPA SD Kelas V. Tesis: PPs. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(31)

84

Etkina, E et.al. (2006), Scientific Abilities and Their Assesment. Journal Physics Education Research 2,020103 (2006)

Fredi. (2009). Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik , Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Depdiknas. Tidak diterbitkan.

Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research. 52(2), 201 – 207.

Hidayat, E. M dan Maryani. (1998). Alternatif Penilaian Hasil Belajar. IKIP Bandung. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Majid, A.(2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.

Martin, et.al. (2003), Profiles of scientific competence in TIMSS 2003:Education Research and population, Volume 11, Issue 2 April 2005 , pages 101 – 106 Marzano, at. al. (1994). Assessing Student Outcomes. Virginia: Association for

Supervision Curriculum Development Alexandria. Mikrajuddin, A.IPA Fisika 2 2007,Essis.

Mulyana (2005). Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD. Tersedia: http//researchengines.com/040 sedi html (3 maret 2009).

Nuryani Rustaman., Andrian Rustaman, (1997), Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994, Jakarta: Pusbuk Depdikbud

Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know. Mass: Allyn-Bacon.

Pusat Kurikulum. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta: Pusat Kurikulum - Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Prasodjo, Teori dan Aplikasi Fisika 2006, Yudhistira.

Reichel, A.G. (1994). “Performance Assessment: Five Practical Approach”. Journal Science & Children, 32 (2), 21-25.

Rustaman. (2000). Asesmen Keterampilan Proses. Diktat Kuliah Program Studi Pendidikan IPA PPs UPI Bandung.


(32)

85

Sidharta, A. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP, Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Subali, B (2000). Asesmen Sebagai Paradigma. FPMIPA; UNY Sudjana. (1992). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Macmillan College Publishing Company.

Tipler, Paul A, (1998), Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid I, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wangsatorntanakhun, J.A. (2004). Designing Performance Assessments: Challenges for the Three-Story Intellect [online]. Tersedia: http://www.geocities.com/parthens/8658 [ 21 pebruari 2004].

Wulan, A.R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assement Kinerja pada Pembelajaran Sains di Indonesia. Disertasi Doktor pada PPS UPI, Tidak diterbitkan.

Wulan, A.R. (2008) Skenario Baru bagi Implementasi Asesmen Kinerja pada Pembelajaran Sains di Indonesia,Mimbar Pendidikan: Jurnal Kependidikan No. 3, Vol. XXXII, 4-12.

Viyanti, (2009), asesmen kinerja pada praktikum fluida berbasis inkuiri untuk meningkatkan ketrampilan generik sains siswa dan penguasaan

konsep.Tesis PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Zainul, A (2008). Asesmen Sumatif dan Formatif. Bahan Kuliah Evaluasi Pendidikan IPA di SPs UPI Bandung.


(1)

80 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bertolak dari pertanyaan penelitian dan merujuk pada hasil analisis data dan pembahasan di bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan keterampilan proses sains bagi siswa yang menggunakan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri lebih tinggi secara signifikan dengan taraf signifikansi 95%, dan nilai gain yang dinormalisasi kelas ekseprimen yang diberikan asesmen kinerja sebesar 0,52 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol sebesar 0,24 yang menggunakan paper and pencil test. Gain yang dinormalisasi termasuk dalam kategori sedang hal ini disebabkan keterbatasan waktu penelitian, dan keterbatasan alat praktikum yang digunakan selama proses pembelajaran. Adapun peningkatan tertinggi terdapat pada keterampilan menerapkan konsep dan klasifikasi sedangkan keterampilan terendah pada keterampilan melakukan pengamatan.

Peningkatan penguasaan konsep cahaya bagi siswa yang menggunakan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri lebih tinggi secara signifikan dengan taraf signifikansi 95% dibandingkan siswa yang menggunakan paper and pencil test, dengan nilai gain yang dinormalisasi penguasaan konsep untuk kelas eksperimen sebesar 0,53 lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelas kontrol sebesar 0,33.


(2)

81

Siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan asesmen kinerja yang diberikan feed back pada akhir pembelajaran, dengan pemberian feed back membuat siswa mendapat penghargaan bagi usahanya dan dapat lebih menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak adanya observer sehingga tidak ada tanggapan dari guru terhadap penggunaan asesmen kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri, hal ini disebabkan peneliti langsung mengajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dikarenakan keterbatasan jumlah guru IPA yaitu hanya terdapat 1 guru fisika untuk kelas paralel berjumlah 29 kelas dengan perincian 9 kelas VII, 10 kelas VIII, dan 10 kelas IX. Umpan balik peneliti sekaligus guru yang mengajar dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran tetap dilakukan melalui hasil asesmen setiap akhir pembelajaran. Tanggapan positif terhadap penilaian kinerja pada praktikum cahaya berbasis inkuiri hanya berlaku pada tingkat siswa saja.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah menyelesaikan penelitian ini adalah: 1. Guru

a. Kesulitan yang ditemukan pada saat penyusunan rubrik dapat di atasi dengan mencari referensi melalui buku atau internet kemudian dimodifikasi oleh guru disesuaikan dengan konsep atau materi yang diajarkan.


(3)

82

b. Asesmen dapat disederhanakan dengan skenario yang hanya menilai beberapa indikator yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.

2. Peneliti

a. Penambahan waktu penerapan asesmen kinerja untuk materi cahaya menjadi enam kali pertemuan dari lima kali pertemuan agar pemberian feed back pada siswa dapat lebih maksimal.

b. Perlu dikembangkan penelitian asesmen kinerja dengan skenario yang lebih sederhana, sehubungan dengan hambatan yang ditemukan peneliti selama proses penelitian yaitu keterbatasan waktu.


(4)

83

DAFTAR PUSTAKA

Airasian, P.W. (1994). Classroom Assessment. International Edition. New York: Mc.Graw Hill.

Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode “Discovery dan Inquiry”. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anggraeni, Sri. (2006). Pengembangan Program Perkuliahan Biologi Umum Berbasis Inkuiri Bagi Calon Guru Biologi. Disertasi Program Studi Pendidikan IPA SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bhinneka Cipta.

Baharuddin. (1982). Peranan kemampuan dasar intelektual sikap dan pemahaman dalam fisika terhadap kemampuan siswa di Sulawesi Selatan membangun model mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Deborah, L.et.al. (2007). Collaborative Action Research To Improve Classroom Assesment In An Introductory Physics Course For Teacher Journal Phys.Tchr. Educ Online, 4(2). Winter 2007

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. (2006). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. (2004). Sistem Penilaian Kurikulum 2004. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Doran, R.L. (1993). Alternative Assesment of High School Laboratory Skill, Journal Research in Science Teaching. John Wiley and Sons. 30 (9) 1121-1131

Estu, S. (1999). Penerapam Penilaian Kinerja Siswa dalam Pembelajaran IPA SD Kelas V. Tesis: PPs. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

84

Etkina, E et.al. (2006), Scientific Abilities and Their Assesment. Journal Physics Education Research 2,020103 (2006)

Fredi. (2009). Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik , Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Depdiknas. Tidak diterbitkan.

Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research. 52(2), 201 – 207.

Hidayat, E. M dan Maryani. (1998). Alternatif Penilaian Hasil Belajar. IKIP Bandung. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Majid, A.(2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.

Martin, et.al. (2003), Profiles of scientific competence in TIMSS 2003:Education Research and population, Volume 11, Issue 2 April 2005 , pages 101 – 106 Marzano, at. al. (1994). Assessing Student Outcomes. Virginia: Association for

Supervision Curriculum Development Alexandria. Mikrajuddin, A.IPA Fisika 2 2007,Essis.

Mulyana (2005). Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD. Tersedia: http//researchengines.com/040 sedi html (3 maret 2009).

Nuryani Rustaman., Andrian Rustaman, (1997), Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994, Jakarta: Pusbuk Depdikbud

Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know. Mass: Allyn-Bacon.

Pusat Kurikulum. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta: Pusat Kurikulum - Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Prasodjo, Teori dan Aplikasi Fisika 2006, Yudhistira.

Reichel, A.G. (1994). “Performance Assessment: Five Practical Approach”. Journal Science & Children, 32 (2), 21-25.

Rustaman. (2000). Asesmen Keterampilan Proses. Diktat Kuliah Program Studi Pendidikan IPA PPs UPI Bandung.


(6)

85

Sidharta, A. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP, Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Subali, B (2000). Asesmen Sebagai Paradigma. FPMIPA; UNY Sudjana. (1992). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Macmillan College Publishing Company.

Tipler, Paul A, (1998), Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid I, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wangsatorntanakhun, J.A. (2004). Designing Performance Assessments: Challenges for the Three-Story Intellect [online]. Tersedia: http://www.geocities.com/parthens/8658 [ 21 pebruari 2004].

Wulan, A.R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assement Kinerja pada Pembelajaran Sains di Indonesia. Disertasi Doktor pada PPS UPI, Tidak diterbitkan.

Wulan, A.R. (2008) Skenario Baru bagi Implementasi Asesmen Kinerja pada Pembelajaran Sains di Indonesia,Mimbar Pendidikan: Jurnal Kependidikan No. 3, Vol. XXXII, 4-12.

Viyanti, (2009), asesmen kinerja pada praktikum fluida berbasis inkuiri untuk meningkatkan ketrampilan generik sains siswa dan penguasaan

konsep.Tesis PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Zainul, A (2008). Asesmen Sumatif dan Formatif. Bahan Kuliah Evaluasi Pendidikan IPA di SPs UPI Bandung.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP

11 78 199

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA.

0 5 48

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM MELALUI INKUIRI TERBIMBING DAN VERIFIKASI PADA KONSEP FOTOSINTESIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

1 4 53

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA SUBKONSEP DIFUSI OSMOSIS.

3 13 47

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA MATERI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

0 0 50

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS X PADA KONSEP INSEKTA.

0 3 38

PENGGUNAAN ASESMEN KINERJA PADA PRAKTIKUM FLUIDA BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA.

0 0 29

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

1 6 266

PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI DENGAN AKTIVITAS LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP - repository UPI T IPA 1302394 Title

0 4 7

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Pratikum Pada Topik Pengukuran Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP

0 0 11