PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA MATERI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 9

1.3.Definisi Operasional ... 10

1.4.Tujuan Penelitian ... 12

1.5.Manfaat Penelitian... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konstruktivisme dalam Pembelajaran ... 14

2.2. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 16

2.3. Pendekatan Inkuiri Terbimbing... 20

2.4. Penguasaan Konsep Siswa ...27

2.4.1.Ranah Kognitif ... 29

2.5.Keterampilan Proses Sains ... 33

2.6.Deskripsi Materi Pemantulan Cahaya ... 38

2.6.1. Perambatan Cahaya ... 38

2.6.2. Hukum Pemantulan Cahaya ... 39

2.6.2.1.Pemantulan pada Cermin Datar ... 40

2.6.2.2.Pemantulan pada Cermin Cekung ... 41

2.6.2.3.Pemantulan pada Cermin Cembung ... 44

2.6.2.4.Perbesaran Bayangan ... 46

2.7.Pembelajaran dan Deskriptif Materi Cahaya serta Hubungannya dengan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri ... 47


(2)

2.8. Penelitian Relevan ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 53

3.2. Desain Penelitian ... 53

3.3. Subyek Penelitian ... 54

3.4. Alur Penelitian ... 55

3.5. Instrumen Penelitian ... 56

3.5.1. Jenis Instrumen Penelitian ... 56

3.5.1.1. Perangkat pembelajaran ... 56

3.5.1.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 57

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5.3. Uji Instrumen Penelitian ... 63

3.5.3.1. Validitas Soal ... 63

3.5.3.2. Reliabilitas Tes ... 65

3.5.3.3.Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 66

3.6.Pengolahan Data... 68

3.6.1.Data Tes ... 68

3.6.2.Pemberian Skor ... 69

3.6.3.Pengolahan Data Tes Unjuk Kerja ... 70

3.6.4.Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Guru pada Model Pembelajaran ... 70

3.6.5.Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Model Pembelajaran ... 71

3.6.6.Pengolahan Angket Tanggapan Guru dan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran ... 71

3.6.7.Perhitungan Gain yang Dinormalisasi ... 72

3.6.8.Analisis Korelasi dan Regresi Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains ... 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ... 75

4.1.1. Pelaksanaan Penelitian ... 75

4.1.2. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri ... 77

4.1.2.1.Keterlaksanaan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri oleh Guru ... 77

4.1.2.2.Keterlaksanaan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri oleh Siswa ... 79

4.1.3.Observasi Penilaian Kinerja Keterampilan Proses Sains Siswa . 82 4.1.4.Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa ... 86

4.1.4.1.Peningkatan Penguasaan Konsep Secara Umum ... 86 4.1.4.2.Hasil Peningkatan Penguasaan Konsep per Aspek


(3)

4.1.5.Keterampilan Proses Sains Siswa ... 92 4.1.5.1. Hasil Belajar Keterampilan Proses Sains Secara Umum92 4.1.5.2. Aktivitas keterampilan Proses Sains Siswa pada Setiap

Aspek KPS ... 95 4.1.6.Hubungan antara Penguasaan Konsep dengan Keterampilan

Proses Sains Siswa ... 99 4.1.7.Angket Tanggapan Guru dan Siswa terhadap Penerapan

Pembelajaran ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan ... 107 5.2.Saran dan Rekomendasi ... 108


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel2.1. Sintak Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman dengan

Pendekatan Inkuiri... 25

Tabel 2.2. Ranah Kognitif dan Indikatornya ... 32

Tabel 2.3. Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya ... 36

Tabel 2.4. Hubungan Model Pembelajaran dengan Peguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP ... 47

Tabel 2.5. Materi Pembelajaran dan Alokasi Waktu Setiap Pertemuan ... 50

Tabel 3.1. Desain Penelitian... 54

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 62

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal ... 63

Tabel 3.4. Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 65

Tabel 3.5. Reliabilitas Tes Belajar Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa ... 66

Tabel 3.6. Kriteria Tingkat kesukaran Soal Tes ... 67

Tabel 3.7. Kategori Tes Unjuk Kerja ... 70

Tabel 3.8. Kriteria Keterlaksanaan Model ... 71

Tabel 3.9. Kriteria Angket Tanggapan Guru dan Siswa Terhadap Pembelajaran 72 Tabel 3.10 Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi ... 73

Tabel 4.1. Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi Aktivitas Guru Pada Model Pembelajaran ... 78

Tabel 4.2. Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Model Pembelajaran ... 79

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Unjuk Kerja KPS Siswa Model Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri ... 84

Tabel 4.4. Deskriptif Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir dari Hasil Penguasaan Konsep ... 87 Tabel 4.5. Deskriptif Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir dan Gain yang


(5)

Tabel 4.6. Deskriptif Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir dan Gain yang di normalisasi <g> dari Hasil Belajar Keterampilan Proses Sains Siswa ... 94 Tabel 4.7. Deskriptif Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir dan Gain yang

di normalisasi <g> dari Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa per Aktivitas ... 95 Tabel 4.8. Rekapitulasi Analisis Hubungan Penguasaan Konsep dan


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Diagram Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 19

Gambar 2.2. Jenis Bayangan ... 39

Gambar 2.3. Hukum Pemantulan ... 39

Gambar 2.4. Jenis Pemantulan ... 40

Gambar 2.5. Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar ... 41

Gambar 2.6. Sinar-sinar Istimewa pada Cermin Cekung ... 42

Gambar 2.7. Sinar-sinar Paraksial dan Non Paraksial pada Cermin Cekung ... 43

Gambar 2.8. Sinar-Sinar Utama pada Cermin Cekung ... 44

Gambar 2.9. Tiga Sinar Istimewa pada Cermin Cembung ... 45

Gambar 2.10. Sinar Utama pada Cermin Cembung dengan Pusat Kelengkungan dan Fokus ... 45

Gambar 3.1. Alur Penelitian Pembelajaran berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri ... 55

Gambar 4.1. Deskriptif Persentase Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir dan Rata -rata skor N-Gain Penguasaan Konsep Siswa ... 90

Gambar 4.2. Deskriptif Persentase Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir dari Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa ... 97


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A:

1. Peta Konsep ... 116

2. Struktur Makro Pokok Materi Cahaya Pada SMP Kelas VIII ... 117

3. Silabus pembelajaran ... 119

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 126

5. Lembar Kerja Siswa ... 160

Lampiran B: 1. Soal Uji Coba Penguasaan Konsep (PG) ... 178

2. Soal Uji Coba Keterampilan Proses Sains Siswa (Uraian) ... 182

3. Kisi-kisi Soal Pretes-Posttes Penguasaan Konsep ... 186

4. Naskah Soal Pretes-Posttes Penguasaan Konsep ... 200

5. Kisi-kisi Soal Pretes-Posttes Keterampilan Proses Sains Siswa ... 204

6. Naskah Soal Pretes-Posttes Keterampilan Proses Sains Siswa ... 211

7. Rubrik Penskoran Tes Keterampilan Proses Sains Siswa ... 215

Lampiran C: 1. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pada Model Pembelajaran ... 218

2. Angket Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran ... 220

3. Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Fisika 4. Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri Oleh Guru ... 222

5. Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Fisika 6. Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri Oleh Siswa ... 223

Lampiran D: 1. Rekapitulasi Hasil Tes awal dan Tes akhir Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 226


(8)

2. Rekapitulasi Analisis gain yang dinormalisasi <g> ... 227 3. Rekapitulasi Hasil Tes awal dan Tes akhir Hasil

Belajar Keterampilan Proses Sains Siswa ... 228 4. Rekapitulasi Analisis gain yang dinormalisasi <g> Hasil

Belajar Keterampilan Proses Sains Siswa ... 229 5. Rekapitulasi Unjuk Kerja Siswa pada Keterampilan Proses

Sains Siswa ... 230 6. Rekapitulasi Hasil Unjuk Kerja KPS Siswa ... 231 7. Hasil Validitas Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep Siswa

dan Keterampilan Proses Sains Siswa ... 232 8. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Pretest dan Posttest

Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa ... 234 Lampiran E:

1. Rekapitulasi Hasil Angket Tanggapan Siswa Terhadap

Model Pembelajaran ... 236 2. Rekapitulasi Data Hasil Observasi Guru Pada Model

Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri .. 239 3. Rekapitulasi Data Hasil Observasi Siswa Pada Model

Pembelajaran Berbasis Pengalaman ... 240 4. Gambaran Aktivitas Penelitian ... 241 5. Surat Keterangan dari SPs UPI untuk Izin Penelitian ... 242 6. Surat Keterangan dari Sekolah Bahwa Telah Melakukan

Penelitian ... 243 7. Riwayat Hidup Peneliti ... 244


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses dalam usaha pencerahan kehidupan manusia. Pendidikan memberikan kemampuan pengembangan pikiran, penataan perilaku dan pengaturan emosi. Melalui pendidikan, manusia dapat memecahkan permasalahan antar manusia maupun dengan alam dan sekaligus dapat memanfaatkan alam untuk peningkatan kehidupan. Dengan pendidikan, seluruh potensi manusia teroptimalkan yakni potensi otak, tubuh dan spiritual. Tercapainya tujuan pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran. Jenjang pendidikan dasar SMP/MTs memiliki tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan keterampilan yang diperoleh di SD, yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat serta warga negara sesuai dengan tingkatan perkembangannya dan mempersiapkan mereka untuk pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas, 2004).

Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006). Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar


(10)

dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Dengan berpedoman pada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), di kembangkanlah KTSP yaitu kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah atau daerah, karakteristik sekolah atau daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan dapat menjawab tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan budaya yang khas, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Dengan demikian, kurikulum disusun untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Perbedaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya adalah memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan, mulai dari visi, misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.

Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.


(11)

3. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

4. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (Depdiknas, 2006).

Tidak bisa di pungkiri bahwa permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah lemahnya implementasi kurikulum. Kenyataaan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, siswa terbiasa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingat itu dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya siswa hanya pintar secara teoretis tetapi miskin aplikasi. Hal seperti ini juga terjadi pada mata pelajaran sains. Mata pelajaran sains belum dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir belum digunakan secara baik dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran adalah proses aktif yang berlangsung antara guru, siswa, dan materi subjek sehingga hasil pembelajaran tidak tergantung pada apa yang disampaikan oleh guru tetapi bagaimana siswa mengolah informasi yang diterima dan memprosesnya berdasarkan pengertian dan pengetahuan yang dimiliki. Proses pembelajaran lebih tepatnya disebut sebagai kesatuan dua proses antara siswa yang belajar dan guru yang membelajarkan. Namun kebanyakan yang terjadi sekarang pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pembelajaran


(12)

lebih bersifat teacher-centered, seperti ketika guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi aktual (BSNP, 2007). Siswa juga hanya mendengar dan mencatat, hal ini sejalan dengan pandangan Rustaman (2000) bahwa hasil mengajar seorang guru tidak secara otomatis menjadikan siswa belajar. Padahal saat ini dikalangan guru sudah dikenal tujuan pembelajaran, baik tujuan pembelajaran umum maupun tujuan pembelajaran khusus yang menyiratkan bahwa tujuan guru dalam mengajar adalah membelajarkan siswa.

Setiap siswa berkeinginan untuk berhasil dalam aktivitas belajar di sekolah. Keberhasilan siswa dalam belajar akan menjadi kebanggaan bagi diri siswa, orang tua maupun lingkungan sekitarnya. Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah dengan mendapatkan hasil belajar yang baik. Artinya, hasil belajar yang diperoleh siswa rendah adalah indikasi dari belum berhasilnya siswa dalam belajar, dan jika hasil belajar yang diperoleh siswa tinggi adalah indikasi dari keberhasilan siswa dalam belajar. Hasil belajar siswa di sekolah lebih banyak penekanannya dalam bidang kognitif yang dilambangkan dengan angka-angka atau huruf. Semakin rendah angka-angka-angka-angka yang diperoleh siswa menunjukkan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa juga semakin rendah.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada salah satu SMP Negeri di Kecamatan Parongpong pada bulan Januari 2012, dari wawancara seorang guru IPA ditemukan informasi bahwa di lapangan, tingkat penguasaan konsep dan hasil belajar siswa yang diharapkan belumlah menggembirakan. Hasil dari observasi studi pendahuluan yang dilakukan peneliti diperoleh data berikut:


(13)

1. Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas lebih sering didominasi oleh guru, dengan metode yang digunakan adalah metode ceramah dan kurang mengedepankan pengalaman siswa secara langsung.

2. Minat serta ketertarikan siswa terhadap pelajaran fisika masih rendah dan siswa terlihat pasif, karena proses pembelajaran tidak menarik, terkesan monoton dan terlalu menekankan pada aspek matematis.

3. Sebagian besar siswa tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru tentang materi fisika yang sedang dipelajari, karena kurang motivasi dalam pembelajaran, mengakibatkan kurangnya keseriusan siswa dalam belajar dan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Mereka beranggapan mata pelajaran Fisika sulit.

4. Upaya mengatasi masalah-masalah tersebut, guru telah berusaha meningkatkan hasil belajar fisika siswa, namun masih belum optimal, karena guru yang mengajar belum memenuhi kualifikasinya sebagaimana yang diharapkan dalam pembelajaran fisika dan metode pengajaran relatif masih menerapkan metode konvensional.

Faktor penyebab tidak tuntasnya pembelajaran di sekolah dapat disebabkan oleh faktor yang telah di sebutkan di atas yaitu peran guru yang lebih dominan di kelas dibandingkan keikutsertaan siswa. Pembelajaran yang didominasi oleh guru ini membuat siswa menjadi pasif dan kurang berpartisipasi. Siswa hanya mendengar dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Ketika guru meminta siswa mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak siswa pahami, hanya satu atau dua siswa saja yang bertanya, yang lain cuma diam.


(14)

Siswa sepertinya juga tidak merasa percaya diri untuk menjawab atau memberikan pertanyaan, baik kepada guru maupun teman sebayanya.

Guru harus mempunyai strategi dan model pembelajaran yang tepat terutama dalam berkomunikasi dengan anak didik. Seorang guru juga harus mempunyai kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode serta media sebagai alat bantu mengajar. Guru sebagai pengajar yang memberikan pengetahuan dan keterampilan pada siswa mempunyai peranan sebagai fasilisator, motivator dan sebagai pembimbing dalam mencapai kemajuan dalam belajar (Slameto, 2003).

Agar mata pelajaran IPA yang termasuk fisika di dalamnya, dapat memenuhi tujuan mata pelajaran IPA di SMP/MTs yang telah dipaparkan di atas, maka tidak dapat ditawar lagi bahwa pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya, dalam hal ini yang dimaksud adalah proses pembelajaran.

Pelajaran fisika mempelajari gejala-gejala dan interaksi gejala-gejala itu satu sama lain. Fisika diberikan kepada siswa untuk membantu siswa agar tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta terampil menggunakan fisika dan penalarannya dalam kehidupannya kelak.

Pembelajaran fisika lebih diorientasikan pada pemahaman terhadap gejala-gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam dan proses-proses ilmiah yang ditempuh para saintis dalam menyelidiki fenomena-fenomena tersebut (Amaliasari, 2010). Maka diperlukan suatu pendekatan dan model pembelajaran yang tepat dan lebih bermakna bagi siswa. Berhasil tidaknya pembelajaran


(15)

tergantung pada taraf makna yang terkandung dalam pelajaran itu bagi siswa. Maka timbul pemikiran bahwa akan lebih tepat jika pembelajaran fisika di kelas dilakukan dengan berbasis pengalaman.

Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan kemampuan siswa khususnya pada pendidikan sains adalah pendekatan inkuiri. Pendekatan inkuiri adalah suatu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk bertanya, memeriksa, atau menyelidiki sesuatu yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri. Sesuai dengan karakteristik sains sebagai proses merujuk langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut meliputi merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi, artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.

Model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan menjadikan pengalaman sebagai dasar ialah model pembelajaran berbasis pengalaman (Manolas, 2005). Menurut Keeton and Tate (Suciati, 2006) belajar melalui pengalaman melibatkan siswa secara langsung dalam masalah atau isu yang dipelajari. Belajar melalui pengalaman langsung menekankan pada hubungan yang lebih harmonis antara belajar, bekerja, serta aktifitas kehidupan dengan penciptaan pengetahuan itu sendiri (Kolb, 1984). Pengalaman yang dimaksud adalah kejadian, peristiwa, maupun fenomena terkait


(16)

fisika yang sering dialami dan dijumpai siswa dalam kesehariannya, baik yang terjadi di alam, yang terjadi dalam berbagai aktivitas maupun yang tampak pada barang-barang produk teknologi. Sebagai contoh siswa memakai kacamata sebagai alat bantu penglihatan dalam kehidupan sehari-hari, siswa biasa bercermin atau melihat kaca spion pada saat berkendara. Dengan demikian diharapkan mempelajari fisika itu sesuai karakteristiknya dan asal mula ilmu fisika itu dikembangkan. Disamping itu, dengan cara demikian dapat menyadarkan siswa bahwa fisika itu adalah kehidupan mereka. Tak sedetik pun dari kehidupan mereka yang lepas dari fisika. Model ini juga sesuai dengan dengan pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dalam KTSP SMP/MTs dan dapat melatih kompetensi siswa agar tuntutan tujuan mata pelajaran IPA di SMP/MTs pada KTSP dapat terpenuhi.

Penelitian terhadap model pembelajaran berbasis pengalaman yang dilakukan oleh Lia Nuryanti (2010) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah atau persoalan yang rutin dihadapi siswa dalam pembelajaran sains, dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional pada materi kalor. Selain itu juga telah diteliti model pembelajaran yang mirip dengan berbasis pengalaman, yaitu model pembelajaran berbasis fenomena dengan pendekatan inkuiri terbimbing juga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa SMP pada konsep pembiasan cahaya (Vestari, 2009). Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Erwan Sutarto (2008) menunjukkan bahwa penerapan siklus belajar berbasis pengalaman (experiental) telah meningkatkan kompetensi dasar fisika siswa SMA.


(17)

Berdasarkan uraian dan kesimpulan beberapa hasil penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik melakukan penelitian lanjutan dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri pada Materi Cahaya untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah “Sejauh mana penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri pada materi cahaya dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa SMP?”

Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep siswa yang mendapatkan pembelajaran Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri ?

2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan pembelajaran Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri ? 3. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan pembelajaran


(18)

1.3Definisi Operasional

Agar lingkup masalah yang diteliti lebih fokus dan menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dilakukan pendefinisian secara operasional sebagai berikut :

1. Pendekatan Inkuiri

Pendekatan inkuiri adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri.

Penelitian ini menggunakan pendekatan inkuiri yang lebih mengarah pada inkuiri terbimbing (Guided inquiry) dengan ciri bahwa dalam inkuiri terbimbing siswa memperoleh petunjuk-petunjuk seperlunya yang berupa pertanyaan yang bersifat membimbing. Pendekatan ini dapat diberikan pada siswa yang belum pengalaman dalam inkuiri, karena itu cocok dengan penelitian yang akan di lakukan pada lingkungan siswa SMP yang belum pengalaman dalam inkuiri.

2. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman

Model pembelajaran berbasis pengalaman didefinisikan sebagai model pembelajaran yang menyajikan empat tahapan yang berbentuk suatu siklus. Tahapan pertama yaitu pengalaman kongkrit (concrete experience), di teruskan dengan tahapan kedua yaitu pengamatan reflektif (reflective observation). Selanjutnya tahapan ketiga yaitu konseptualisasi abstrak (abstract conceptualization), dan tahapan terakhir ialah percobaan aktif (active experimentation), (Kolb, 1984). Keterlaksanaan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri ini dinilai oleh observer dengan menggunakan format observasi pembelajaran.


(19)

3. Penguasaan Konsep

Indikator penguasaan konsep dihubungkan dengan tingkat berfikir domain kognitif Bloom. Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek ranah kognitif menurut Benjamin S. Bloom yang telah direvisi (Anderson & Krathwool) yaitu kemampuan siswa dalam aspek penghapalan (C1), aspek pemahaman (C2), dan aspek pengaplikasian (C3) konsep cahaya, berupa hukum pemantulan, cermin datar, cermin cembung dan cermin cekung baik konsep secara teori maupun dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini, aspek hasil penguasaan konsep meliputi yaitu: Hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran diukur dengan menggunakan tes tertulis berbentuk pilihan ganda dan hasilnya berupa peningkatan penguasaan konsep siswa yang diharapkan berupa perubahan hasil penguasaan konsep siswa ke arah yang lebih baik antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Kategori peningkatan kemampuan penguasaan konsep ditentukan oleh rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g>.

4. Keterampilan Proses Sains

Pendekatan keterampilan proses memiliki ciri-ciri yang berkenan dengan proses pengolahan informasi. Keterampilan proses sains (KPS) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penguasaan siswa tentang aspek keterampilan proses sains (Rustaman, dkk, 2005) secara spesifik meliputi: (1) aktivitas melakukan pengamatan (observasi), (2) aktivitas menafsirkan pengamatan (interpretasi), (3) aktivitas mengelompokkan (klasifikasi), (4) aktivitas meramalkan (prediksi), (5) aktivitas berkomunikasi, (6) aktivitas menerapkan konsep atau prinsip hasil, (7) Mengajukan pertanyaan, (8) Menggunakan alat dan bahan, dan (9) Melaksanakan


(20)

percobaan/eksperimentasi. Hasil belajar keterampilan proses sains (KPS) siswa sebelum dan sesudah pembelajaran diukur dengan menggunakan tes tertulis jenis uraian, dan lembar observasi penilaian keterampilan proses atau lembar penilaian kinerja. Kategori peningkatan keterampilan proses sains siswa ditentukan oleh rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g>.

5. Materi Cahaya

Materi fisika yang ditinjau pada penelitian ini adalah materi Cahaya kelas VIII yang terdiri dari empat sub materi yaitu: sifat cahaya dan hukum pemantulan cahaya pada cermin datar, cekung dan cembung.

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

2. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

3. Memperoleh gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran dengan berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan.


(21)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai bukti empiris tentang keefektifan model pembelajaran dengan berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri dalam meningkatkan penguasaan konsep cahaya dan keterampilan proses sains siswa, yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait atau pihak lain yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dan deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri. Metode eksperimen dengan desain praeksperimental (Ali,2011) digunakan untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

3.2 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini akan diungkapkan bagaimana pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri mempengaruhi peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa. Penelitian ini menggunakan desain kelompok tunggal dengan pretes dan postes (Ali, 2011) karena subyek yang digunakan dalam penelitian ini hanya 1 kelas. Dalam desain kelompok tunggal dengan pretes dan postes, kelompok subyek diberi pretest/tes awal (O), perlakuan (X), dan posttest/tes akhir (O) untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa, Instrumen pada saat pretest dan posttest sama, tetapi diberikan dalam waktu yang berbeda. Desain eksperimen yang digunakan adalah:


(23)

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Tes awal Perlakuan Tes Akhir

O X O

Keterangan:

O : Pretest-posttest

X : Perlakuan berupa pembelajaran model Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan Inkuiri

Sedangkan untuk menilai efektifitas aktivitas keterampilan proses sains siswa dibahas secara deskriptif diperoleh dari lembar observasi dan penilaian unjuk kerja siswa selama pembelajaran. Lalu untuk memperoleh gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan akan dibahas secara deskriptif yang di peroleh dari angket dan wawancara.

3.3 Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di Kecamatan Parongpong Bandung Barat pada semester II tahun ajaran 2011/2012. Subyek penelitian dipilih secara klaster tanpa mengacak siswa. Peneliti menetapkan kelas VIII.F yang sedang mempelajari topik cahaya sebagai subyek penelitian dan diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

Alasan peneliti memilih siswa di Sekolah ini sebagai subyek penelitian di sebabkan dari hasil studi pendahuluan, diketahui bahwa guru IPA yang mengajar sedang mengembangkan model-model pembelajaran, karena guru yang bersangkutan belum memenuhi kualifikasinya sebagaimana yang diharapkan dalam pembelajaran IPA fisika. Penelitian ini juga di dukung oleh fasilitas laboratorium fisika sekolah yang memadai, namun belum teroptimalkan.


(24)

3.4 Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian Pembelajaran Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri

Kesimpulan Studi literatur:

- Penguasaan konsep - Keterampilan Proses Sains - Standar Isi Sains SMP

- Pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri

- Model pembelajaran berbasis pengalaman

Studi Lapangan

Menyusun Rencana Pembelajaran dan LKS Menyusun Instrumen

Validasi dan perbaikan

Uji Coba Instrumen

Analisis Hasil Uji Coba

Perbaikan

Penentuan Subjek Penelitian

Tes Awal

Tes Akhir

Data

Analisis Data

Penerapan Model Berbasis Pengalaman Dengan Pendekatan Inkuiri

Perumusan Masalah

Lebar Penilaian Kinerja

Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran

Observasi Keterlaksanaan Model


(25)

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Jenis Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.

3.5.1.1 Perangkat Pembelajaran a. Silabus Pembelajaran

Silabus disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi yang merupakan suatu perangkat yang disusun oleh guru secara sistematis yang berisikan penyampaian materi pelajaran sesuai dengan rincian waktu untuk satu materi pokok beserta penilainnya. Sesuai dengan prinsipnya maka silabus pelajaran fisika dimulai dari identifikasi, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, indikator penguasaan konsep (kognitif), indikator KPS, penilaian yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen dan contoh instrumen, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat. Silabus pada penelitian ini membahas materi pokok bahasan cahaya tentang pemantulan cahaya yang dapat dilihat pada Lampiran A3.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun secara sistematis berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan sumber pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang memuat pendahuluan, kegiatan inti dan penutup dengan berpedoman kepada langkah-langkah penerapan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri. Pada penelitiaan ini RPP dibuat untuk 4 kali pertemuan, dimana pada pertemuan I membahas tentang sifat cahaya dan hukum pemantulan, pertemuan II membahas tentang pemantulan pada cermin datar, pertemuan III membahas tentang pemantulan pada cermin cembung dan


(26)

pertemuan IV membahas tentang pemantulan pada cermin cekung. RPP dapat dilihat pada Lampiran A4.

c. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS merupakan salah satu sarana yang digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. LKS juga membantu siswa dalam melakukan percobaan inkuiri dan berisi soal-soal yang harus dikerjakan oleh masing-masing siswa sebagai pemahaman terhadap materi pelajaran. LKS disusun oleh guru dan diberikan kepada siswa sesuai dengan materi yang diajarkan pada setiap pertemuan dan sesuai dengan tahapan inkuiri. Pada penelitian ini dibuat 4 buah LKS, dimana LKS 1 tentang sifat cahaya dan hukum pemantulan, LKS 2 tentang pemantulan pada cermin datar, LKS 3 tentang pemantulan pada cermin cekung dan dan LKS 4 tentang pemantulan pada cermin cembung. LKS dapat dilihat pada Lampiran A5.

3.5.1.2 Instrumen Pengumpulan Data

Data yang mendukung penelitian dilakukan oleh peneliti dengan menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains sebagai instrumen utama, observasi serta angket sebagai instrumen pelengkap. Dalam penelitian ini digunakan lima instrumen yaitu;

a. Tes penguasaan konsep

Tes penguasaan konsep yang berbentuk tes tertulis jenis pilihan ganda digunakan untuk mengetahui penguasaan konsep konsep Cahaya. Tes ini mencakup jenjang kognitif pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan


(27)

(C3) terkait konsep cahaya. Tes penguasaan konsep dikonstruksi dalam bentuk tes objektif jenis pilihan ganda dengan alternatif pilihan sebanyak empat buah.

Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di awal (tes awal) dan akhir (tes akhir) perlakuan. Tes awal digunakan untuk melihat kondisi awal subyek penelitian. Hasil tes ini akan dihitung skor rata-rata gain yang dinormalisasi <g> dan digunakan untuk melihat peningkatan penguasaan konsep siswa pada konsep cahaya yang dikembangkan melalui penerapan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

b. Tes keterampilan proses sains

Tes ini meliputi: keterampilan mengamati (observasi), keterampilan menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi dan menerapkan konsep atau prinsip terkait materi cahaya. Tes keterampilan berpikir kreatif dikonstruksi dalam bentuk tes tertulis jenis tes uraian.

Tes keterampilan proses sains diberikan sebanyak dua kali, yaitu di awal (tes awal) dan akhir (tes akhir) sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Tes ini bertujuan untuk mengukur keterampilan proses sains sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Tes awal digunakan untuk melihat kondisi awal subyek penelitian berkaitan keterampilan proses sains. Hasil tes ini akan didapat nilai rata-rata gain yang dinormalisasi <g> yang digunakan untuk melihat peningkatan keterampilan proses sains apa yang dapat dikembangkan melalui penerapan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.


(28)

c. Lembar observasi keterampilan proses sains siswa/penilaian unjuk kerja Lembar penilaian unjuk kerja ini bertujuan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai/ terampil dalam aspek-aspek keterampilan proses sains pada kegiatan praktek laboratorium ataupun pembelajaran di dalam kelas.

Lembaran ini berupa daftar cek () berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian tindakan atau perbuatan yang harus ditampilkan oleh siswa yang merupakan indikator-indikator KPS yang akan di ukur. Skala penilaian berupa skala 5 yang terentang dari sangat tepat sampai sangat tidak tepat.

d. Lembar observasi aktivitas keterlaksanaan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri siswa dan guru.

Lembar keterlaksanaan model pembelajaran oleh guru memuat daftar keterlaksanaan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang dilaksanakan. Instrumen keterlaksanaan model pembelajaran ini berbentuk rating scale yang memuat kolom ya dan tidak, dimana observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom yang sesuai dengan aktivitas guru yang diobservasi mengenai keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan.

Lembar keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa memuat daftar keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang dilaksanakan. Instrumen keterlaksanaan model pembelajaran ini juga berbentuk rating scale yang memuat kolom ya dan tidak, dimana observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom yang sesuai dengan


(29)

aktivitas guru yang diobservasi mengenai keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan. Pada lembar ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat kejadian-kejadian yang dilakukan siswa dalam setiap fase pembelajaran. Lembar keterlaksanaan model pembelajaran oleh guru dan siswa yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran .

e. Angket sikap siswa dan guru.

Angket ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran konsep cahaya. Angket ini memuat daftar pertanyaan terkait penerapan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang dilaksanakan. Instrumen angket tanggapan ini memuat kolom sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan dan sangat tidak setuju (STS). Siswa diminta memberikan tanda cek () pada pernyataan yang terdapat pada angket. Angket tanggapan guru dan siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran .

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga macam cara pengumpulan data yaitu melalui tes, angket, dan observasi. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi data kuantitatif.


(30)

Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

a) Skor tes siswa, skor tes terdiri dari skor tes awal dan tes akhir. Tes ini terdiri dari dua bagian tes, yaitu tes untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan tes untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa.

b) Unjuk kerja keterampilan proses sains siswa digunakan selama proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri. Data ini diperoleh melalui observasi dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi unjuk kerja siswa.

c) Respon siswa diperoleh melalui angket. Hasil angket ini akan dinyatakan dalam persentase tanggapan siswa untuk masing-masing pernyataan. d) Aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dengan menerapkan

pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri. Data ini diperoleh melalui observasi dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi keterlaksaan model pembelajaran.

e) Tanggapan guru terhadap pembelajaran berbasis masalah. Data ini diperoleh melalui angket.

Agar lebih mudah pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(31)

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data

No Sumber Data Jenis Data Teknik

Pengumpulan Instrumen

1. Siswa Hasil penguasaan konsep siswa sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.

Pretest dan Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat kemampuan penguasaan konsep. 2. Siswa Keterampilan proses

sains siswa sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.

Pretest dan Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat kemampuan keterampilan proses sains 3. Siswa Penguasaan atau

keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran dan kegiatan praktek laboratorium. Observasi/ Pengamatan Lembar Observasi Unjuk Kerja

4. Siswa Tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

Kuesioner Angket

5. Guru Tanggapan guru

terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri. Kuesioner dan wawancara Angket

6. Guru dan Siswa

Aktivitas dan

Keterlaksanaan model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri.

Observasi/pengamatan Pedoman observasi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran

Hasil observasi dan angket akan dinyatakan dalam persentase untuk dideskripsikan. Pengujian kesahihan tes meliputi validitas butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.


(32)

3.5.3 Uji Instrumen Penelitian

Soal tes awal (pretest) maupun tes akhir (posttest) yang di gunakan haruslah memenuhi kriteria berikut:

3.5.3.1. Validitas Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010). Anderson (dalam Arikunto, 2010) menyatakan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Validitas butir soal yang digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor tiap butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total.

Interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam Tabel 3.3. berikut :

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi (baik) 0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup (sedang) 0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah (kurang)

rxy ≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang) Sumber: Arikunto (2010)

Perhitungan validitas butir soal pada uji coba dilakukan dengan bantuan Program Anates versi 4.0.7. Berdasarkan interpretasi validitas butir soal, rangkuman hasil perhitungan validitas soal yang telah diujicobakan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran D.7.


(33)

Dari 23 butir soal penguasaan konsep berupa pilihan harga yang di ujicobakan terdapat 2 butir soal memiliki validitas butir dengan kategori Tinggi yaitu butir nomor 17 dan 20. Terdapat 5 butir soal dengan kategori Sedang, 9 butir soal dengan kategori Rendah serta 7 butir soal dengan kategori Sangat Rendah yaitu butir nomor 2, 3, 6, 9, 11, 13, dan 14.

Sedangkan pada ujicoba soal keterampilan proses sains siswa berupa soal uraian yang terdiri dari 8 butir soal diperoleh 2 butir soal memiliki validitas butir dengan kategori Sangat Tinggi yaitu butir nomor 2 dan 7. Kategori Tinggi dimiliki oleh butir soal nomor 1 dan 4, sedangkan butir soal dengan kategori Sedang terdapat pada nomor 5, 6, dan 8. Sedangkan soal nomor 3 berkategori Rendah.

Selain validitas butir soal yang diujikan pada sebuah kelas, pengujian validitas juga dilakukan dengan cara validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan meminta pertimbangan (judgement) oleh ahli, dengan tujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun sudah mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan). Jumlah tenaga ahli yang diminta pertimbangannya berjumlah 2 orang yaitu 1 orang dosen dan 1 orang guru. Para ahli diminta memberikan tanggapan pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Para ahli memberikan pendapat: instrumen yang disusun tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total.

Dalam proses validitas isi ada catatan dari tenaga ahli yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk perbaikan instrumen. Ada beberapa hal terkait redaksi yang perlu di perbaiki maupun butir soal yang harus di ganti karena tidak sesuai dengan indikator yang hendak di ukur. Namun pada akhirnya instrumen


(34)

penguasaan konsep dan instrumen keterampilan proses sains siswa sudah dapat digunakan untuk keperluan penelitian.

3.5.3.2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas instrumen atau alat evaluasi adalah ketepatan alat evaluasi dalam mengukur atau ketepatan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hasil penelitian yang reliabel terjadi jika terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2010). Kalau alat evaluasi itu reliabel maka hasil dari dua kali atau lebih pengevaluasian yang senilai (ekivalen) pada masing-masing pengetesan akan serupa (Russefendi, 2001). Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil tetap yang dihitung dengan koefesien reliabilitas. Jadi, reliabilitas harus mampu menghasilkan informasi yang sebenarnya. Reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan suatu soal tes. Tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan penalaran dan komunikasi matematis didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 2005: 160) yang telah dimodifikasi yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.4.

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Besarnya Tingkat Reliabilitas

0,00

0,20 Kecil 0,20

0,40 Rendah 0,40

0,70 Sedang 0,70

0,90 Tinggi

0,90

1,00 Sangat tinggi


(35)

Perhitungan besarnya reliabilitas soal uji coba dilakukan dengan bantuan program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas instrumen tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.5.

Reliabilitas Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa

No r11 Interpretasi Kemampuan

1. 0,71 Tinggi Penguasaan Konsep Siswa 2. 0,66 Sedang Keterampilan Proses Sains Siswa

3.5.3.3. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut (Syambasri Munaf, 2001). Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,0 sampai 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arifin, 2009: 266). Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Arikunto (2010: 210) yang telah dimodifikasi, seperti Tabel berikut :


(36)

Tabel 3.6.

Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Tes Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar 30

, 0 00

,

0 IK Sukar

70 , 0 30

,

0 IK Sedang

00 , 1 70

,

0 IK Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

Modifikasi Arikunto (2010)

Perhitungan tingkat kesukaran soal uji coba dilakukan dengan bantuan Program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa dapat dilihat pada Lampiran D.7.

Berdasarkan hasil uji coba pada soal penguasaan konsep yang terdiri dari 23 butir soal diperoleh 4 butir soal berkategori Terlalu mudah. Soal dengan tingkat kesukaran kategori Mudah terdapat pada soal 6, 15, dan 16. Kategori Sedang dimiliki oleh 12 butir soal, 1 butir soal dengan kategori Sukar dan 2 butir soal memiliki tingkat kesukaran dalam kategori Terlalu Sukar yaitu soal nomor 14 dan 19.

Sedangkan pada uji coba soal tes keterampilan proses sains siswa yang terdiri dari 8 butir soal diperoleh 3 butir soal dengan kategori Mudah yaitu nomor 5, 6 dan 8. Kategori Sedang dimiliki oleh nomor 2, 4 dan 7. Soal dengan kategori Sukar terdapat pada soal nomor 1 dan soal dengan kategori Terlalu sukar terdapat pada soal nomor 3.

Berdasarkan uraian validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukaran instrumen tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa maka diperoleh kesimpulan yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran D.8.


(37)

Pada tes penguasaan konsep dari 23 butir soal disimpulkan bahwa 1 butir soal tidak dipakai, 3 butir soal harus di ganti, 11 butir soal direvisi dan digunakan, dan 8 butir soal langsung dapat digunakan.

Pada tes keterampilan proses sains siswa yang terdiri dari 8 butir soal di putuskan bahwa 3 butir soal harus direvisi dan 5 butir soal sudah dapat langsung digunakan sebagai instrumen.

3.6 Pengolahan Data

Data yang dianalisis adalah hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa dan hasil skor sikap siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16 dan Microsoft Excell 2007.

3.6.1 Data Tes

Hal yang pertama dilakukan dalam mengolah data tes adalah melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tentang pencapaian yang diperoleh siswa dalam kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa yang terdiri dari nilai maksimum, nilai minimum, rerata, dan deviasi standar. Kemudian dilakukan analisis terhadap kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan uji perbedaan dua rerata.

Pretest adalah gambaran kemampuan awal siswa sebelum diberikannya perlakuan dan postest adalah gambaran kemampuan siswa setelah diberikannya perlakuan. Peningkatan kemampuan dalam penelitian ini diperoleh dari selisih antara skor pretest dan postest serta skor ideal kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa yang dinyatakan dalam skor gain ternormalisasi sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hake (Meltzer, 2002: 3), yaitu:


(38)

Gain ternormalisasi (N-Gain) =

(3.1)

3.6.2 Pemberian Skor

Penskoran hasil tes hasil belajar kognitif siswa menggunakan aturan penskoran untuk tes pilihan ganda yaitu 1 atau 0. Skor satu jika jawaban tepat, dan skor 0 jika jawaban salah. Skor maksimum ideal sama dengan jumlah soal yang diberikan.

Penskoran hasil tes keterampilan proses sains siswa menggunakan aturan penskoran untuk tes uraian yaitu menggunakan rubrik penskoran dan masing-masing soal diberi bobot sesuai tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang sukar, 4 untuk soal sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Di hitung dengan rumus (Arifin, 2010):

=

��

� (3.2)

Keterangan:

X = skor setiap soal

B = Bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal ƩXB = Jumlah hasil perkalian X dengan B

Rubrik penskoran instrumen uji coba dan pretest-posttes keterampilan kognitif proses sains siswa dan pembobotan soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1.


(39)

3.6.3 Pengolahan Data Tes Unjuk Kerja

=

+

2 (3.3)

Keterangan: X = skor siswa B = Banyak butir

Tabel 3.7. Kategori Tes Unjuk Kerja

Rentang Skor Kategori

41< � ≤ 50 Sangat Berhasil

31< � ≤ 40 Berhasil

21< � ≤ 30 Kurang Berhasil

10 < � ≤ 20 Gagal

3.6.4 Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Guru pada Model Pembelajaran

Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara mencari persentase keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan:

1. Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format keterlaksanaan model pembelajaran.

2. Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan persamaan berikut:

� � � =


(40)

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.8. (Koswara, 2010).

Tabel 3.8. Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

3.6.5 Pengolahan Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Model Pembelajaran

Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri oleh siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk menganalisis data hasil keterlaksanaan model pembelajaran pada guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran .

3.6.6 Pengolahan Angket Tanggapan Guru dan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Pengalaman dengan Pendekatan inkuiri

Data mengenai penerapan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri merupakan data yang diambil dari


(41)

observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara mencari persentase tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan:

1. Menghitung jumlah jawaban “SS” dan “S” atau “TS” dan “STS” yang observer isi pada format angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran. 2. Melakukan perhitungan persentase angket tanggapan siswa terhadap

pembelajaran dengan menggunakan persamaan berikut:

(3.5)

Untuk mengetahui kategori angket model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri oleh guru dan siswa, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.9. (Koswara, 2010).

Tabel 3.9.

Kriteria Angket Tanggapan Guru dan Siswa Terhadap Pembelajaran

ATGS (%) Kriteria

ATS = 0 Tak satu responden

0 < ATS < 25 Sebagian kecil responden 25 ≤ ATS < 50 Hampir setengah responden

ATS = 50 Setengah responden

50 < AT S < 75 Sebagian besar responden 75 ≤ AT S< 100 Hampir seluruh responden

ATS = 100 Seluruh responden

3.6.7 Perhitungan Gain yang dinormalisasi

Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan bantuan pendekatan secara hierarkhi statistik. Data primer hasil tes siswa sebelum dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan cara membandingkan skor tes awal dan tes akhir. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung

∑ Responden yang menjawab (SS/S) atau (TS/STS)

%Tanggapan Responden =


(42)

dengan rata-rata gain yang dinormalisasi <g> dengan rumus Hake (Cheng, et.al, 2004) :

    

    

 

pre maks

pre post

S S

S S

g (3.6)

Keterangan:

<g> : rata-rata gain yang dinormalisasi <Spost> : rata-rata skor posttest

<Spre> : rata-rata skor pretest

<Smaks> : rata-rata skor maksimum ideal

Tabel 3.10. Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi

Batasan Kategori

<g> > 0,7 Tinggi 0,3 ≤ <g> ≤ 0,7 Sedang <g> < 0,3 Rendah

Pengolahan data rata-rata skor gain dinormalisasi dianalisis secara statistik dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007.


(43)

3.6.8 Analisis Korelasi dan Regresi Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains.

Untuk mengetahui apakah di antara dua variabel terdapat hubungan yang dalam hal ini adalah hasil penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa, maka dilakukan analisis korelasi. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel maka kriteria sebagai berikut (Sarwono:2006):

Tabel 3.11. Makna koefisien korelasi Product Moment

Angka Korelasi Makna

R = 0 Tidak ada korelasi antara dua variabel 0 < R ≤0,25 Korelasi sangat lemah

0,25 < R ≤0,5 Korelasi cukup 0,5 < R ≤0,75 Korelasi kuat 0,75 < R ≤ 0,99 Korelasi sangat kuat

R = 1 Korelasi sempurna

Perhitungan koefisisen korelasi dilakukan dengan bantuan Program software SPSS 16.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, hasil temuan, dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan penguasaan konsep materi Cahaya pada siswa SMP dengan kategori rendah.

Disimpulkan pula bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains materi Cahaya pada dua kelas eksperimen siswa SMP dengan kategori sedang. Aktivitas keterampilan proses sains siswa yang paling di kembangkan berdasarkan tes tertulis keterampilan proses sains siswa yaitu aktivitas memprediksi dan berkomunikasi.

Semua Guru yang dimintai pendapat dan hampir semua siswa memberikan tanggapan setuju dan memiliki antusiasme terhadap penerapan pembelajaran fisika berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri yang dilaksanakan pada materi cahaya. Guru dan siswa menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan membantu siswa mengkonstruksi sendiri konsep yang dipelajari dan memfasilitasi menajamkan keterampilan proses sains siswa, serta memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran.


(45)

5.2. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri sangat erat kaitannya dengan kegiatan praktikum yang melatihkan keterampilan mengamati, keterampilan menggunakan logika, keterampilan kesadaran akan skala besaran seperti melukis bayangan pada cermin, keterampilan mengkomunikasikan seperti dalam diskusi kelompok sehingga menuntut guru untuk lebih menguasai beberapa keterampilan tersebut dan melatihkannya sebelum pembelajaran yang sesungguhnya sehingga pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan.

Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam pemilihan macam demonstrasi terkait fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan dikaitkan masalah kehidupan sehari-hari sehingga bermakna serta siswa lebih tertantang.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., (2011). Memahami Riset Prilaku Dan Sosial. Bandung. Pustaka Cendekia Utama

Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., dan Bloom, B.S.(2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assesing. New York: Longman

Ates, S dan Cataloglu, E. (2007). The Effects of Students’ Cognitive Styles on Conceptual Understandings and Problem-Solving Skills in Introductory Mechanics. Research in Science & Technological Education. 25, (2), 167– 178

Altun dan Cakan. (2006). Undergradate Students’ Academic Achivement, Field Dependent/Independent Cogitive Styles and Attitude toward Computers. Educational Technology & Society.9 (1), 289-289

Arends, R. I. (2008). Learning To Teach. Alih Bahasa: Soetjipto Prajitno, H. dan Soetjipto Mulyantini, S. Yogyakarata: Pustaka Pelajar.

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto. (2010). Dasar-dasar Evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Ardhana, I Made. (2008). Peningkatan Kualitas Belajar Siswa melalui Pengembangan Pembelajaran Matematika berorientasi Gaya Kognitif dan Berwawasan Konstruktivis. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan 1(1), 1-14

Chang, C.Y. dan Mao, S. L. (1999). “Comparasion of Taiwan Science Student’s Outcomes With Inquiry-Group Versus Traditional Instruction”. The Journal of Education Research.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Dewi, R.Y. (2005). Efektivitas Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas 3 SMP Pada Konsep Rangkaian Hambatan Listrik. Sps UPI. Tesis Tidak diterbitkan.

Depdiknas, (2004). Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menengah.


(47)

Depdiknas. (2008). Strategi pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Fahrizal. M. (2009). Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Cahaya Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Tesis. PPs UPI: Tesis tidak diterbitkan.

Fraenkel, J.C. & Wallen, N.E. (1990). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill, inc.

Giancoli. (2001). Physics Fifth Edition. Alih Bahasa: Yuhilza Hanum. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hidayat, M.T. (2008). Model Pembelajaran Inkuiri pada Sub Topik Pembiasan Cahaya oleh Lensa untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. SMA. Tesis. PPs UPI: Tesis tidak diterbitkan

Kang, S., Scharmann, L. C., dan Noh, T. (2004). Reexamining the Role of Cognitive Conflict in Science Concept Learning. Research in Science Education. 34, 71–96

Karim, Saeful dkk, (2008). Belajar IPA: Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta, Pusat Perbukuan Nasional.

Kolb, David A. (1984). Experiental Learning. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Koswara, Deni, D. (2002). Teori Belajar Konstruktivisme. Makalah pada

Pelatihan Bagi Para Kepala Sekolah Dasar. Bandung: (Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Lin, dkk . (2009). Effects on Cognitive Styles in Student Achievement for Context-Aware Ubiquitous Learning. Taiwan: Department of Information and Learning Technology, National University of Tainan.

Lin, J dan Chen, H. (2008). Discovering Learning In Different Cognitive Style of Learners. Taiwan: Departement of Information Management Chaoyang University of Technology

Mullis, I. V. dkk. (2000). Gender Differences in Achievement IEA’s Third International Mathematics and Science Study. USA: TIMSS International Study Center


(48)

Mariana, Alit Made I. (2005). Hakikat Pendidikan Sains. Bandung: DEPDIKNAS DIRJENDIKDASMEN P3G IPA

Neathery, M. F. (1997). Elementary and Secondary Students' Perceptions Toward Science:Correlations with Gender, Ethnicity, Ability, Grade, and Science Achievement. Electronic. Journal of Science Education: (2),1.

Nasution, S.(1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara

---.(2003). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Nurhadi dan Senduk. (2003).Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Malang: UMPRESS

Nurhayati. (2010). Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Untuk Meningkatkan Konsep Pesawat Sederhana Dan Keterampilan Proses Sains. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Nuryanti, Lia. (2010). Model Pembelajaran Experiental Kolb Untuk Meningkatkan Konsep Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Pada Konsep Kalor. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Oktian, Y. (2005). Implementasi Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Rangkaian Listrik untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Tesis Pasca Sarjana UPI (Tidak diterbitkan). Rustaman, N. dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar (Common Textbook).

Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Rasagama, I Gede. (2006). Model Pembelajaran inkuiri Terbimbing Pokok Bahasan Proses Litosfer dan Atmosfer Bumi Untuk meningkatkan Pemahaman konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sagala. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: AlfaBeta


(49)

Sayuti. (2005). Pembelajaran Pembiasan Cahaya dengan Metode Inkuiri Untuk meningkatkan Penguasaan Konsep dan Inferensi Logika Siswa Kelas I SMA. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Simsek, dkk. (2010). The Effect of Inquiry-Based Learning on Elementary

Students’ Conceptual Understanding of Matter, Scientific Process Skills

and Science Attitudes. Procedia Social and Behavioral Sciences. (2), 1190–1194

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian pendidikan Pendekatan Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarata: Kanisus

Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Thomson, S. (2008). "Examining Gender Differences in Year 8 Science Achievement in Australia: TIMSS 1995 – 2003" IEA International Research Conference. Taipei.

Tsai, C. dan Tuan, H. (2006). Investigating the Inquiry-Based Instruction Effects the 8th Graders’perceptions about Learning Environments in the Physical Science. Hongkong: APERA Conference

Tipler. (1998). Fisika untuk Sains dan teknik jilid I. Jakarta: Erlangga

Triatno.(2007). Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka

UNESCO.(2003). Gender Differences And Similarties Achievement.Tersedia:

http://www.uis.unesco.org/TEMPLATE/pdf/pisa/PISAplus_Eng_Ch5.pdf

(25 Mei 2010)

Vestari, Dewi. (2010). Model pembelajaran berbasis fenomena dengan pendekatan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep pembiasan cahaya dan keterampilan cahaya dan keterampilan generik sains siswa SMP. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Wenning, C. J. (2005). Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Processes. Journal Of Physics Teacher Education. 2 (3) Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Bandung: JICA UNM.


(50)

Yunos. (2007). Field Dependence-Independence Students and Animation Graphic Courseware Based Instruction. MEDC. 1

Zulkifli. (2005). Pembelajaran Pemantulan Cahaya Berbasis Penemuan Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa dan Kemampuan Penalaran Fisika. SPs UPI. Tesis tidak diterbitkan


(1)

108

5.2. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar model pembelajaran berbasis pengalaman dengan pendekatan inkuiri sangat erat kaitannya dengan kegiatan praktikum yang melatihkan keterampilan mengamati, keterampilan menggunakan logika, keterampilan kesadaran akan skala besaran seperti melukis bayangan pada cermin, keterampilan mengkomunikasikan seperti dalam diskusi kelompok sehingga menuntut guru untuk lebih menguasai beberapa keterampilan tersebut dan melatihkannya sebelum pembelajaran yang sesungguhnya sehingga pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan.

Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam pemilihan macam demonstrasi terkait fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan dikaitkan masalah kehidupan sehari-hari sehingga bermakna serta siswa lebih tertantang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., (2011). Memahami Riset Prilaku Dan Sosial. Bandung. Pustaka Cendekia Utama

Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., dan Bloom, B.S.(2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assesing. New York: Longman

Ates, S dan Cataloglu, E. (2007). The Effects of Students’ Cognitive Styles on Conceptual Understandings and Problem-Solving Skills in Introductory Mechanics. Research in Science & Technological Education. 25, (2), 167 178

Altun dan Cakan. (2006). Undergradate Students’ Academic Achivement, Field Dependent/Independent Cogitive Styles and Attitude toward Computers. Educational Technology & Society.9 (1), 289-289

Arends, R. I. (2008). Learning To Teach. Alih Bahasa: Soetjipto Prajitno, H. dan Soetjipto Mulyantini, S. Yogyakarata: Pustaka Pelajar.

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto. (2010). Dasar-dasar Evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Ardhana, I Made. (2008). Peningkatan Kualitas Belajar Siswa melalui Pengembangan Pembelajaran Matematika berorientasi Gaya Kognitif dan Berwawasan Konstruktivis. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan 1(1), 1-14

Chang, C.Y. dan Mao, S. L. (1999). “Comparasion of Taiwan Science Student’s Outcomes With Inquiry-Group Versus Traditional Instruction”. The Journal of Education Research.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Dewi, R.Y. (2005). Efektivitas Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas 3 SMP Pada Konsep Rangkaian Hambatan Listrik. Sps UPI. Tesis Tidak diterbitkan.

Depdiknas, (2004). Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menengah.


(3)

Depdiknas. (2008). Strategi pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Fahrizal. M. (2009). Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Cahaya Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Tesis. PPs UPI: Tesis tidak diterbitkan.

Fraenkel, J.C. & Wallen, N.E. (1990). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill, inc.

Giancoli. (2001). Physics Fifth Edition. Alih Bahasa: Yuhilza Hanum. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hidayat, M.T. (2008). Model Pembelajaran Inkuiri pada Sub Topik Pembiasan Cahaya oleh Lensa untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. SMA. Tesis. PPs UPI: Tesis tidak diterbitkan

Kang, S., Scharmann, L. C., dan Noh, T. (2004). Reexamining the Role of Cognitive Conflict in Science Concept Learning. Research in Science Education. 34, 71–96

Karim, Saeful dkk, (2008). Belajar IPA: Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta, Pusat Perbukuan Nasional.

Kolb, David A. (1984). Experiental Learning. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Koswara, Deni, D. (2002). Teori Belajar Konstruktivisme. Makalah pada

Pelatihan Bagi Para Kepala Sekolah Dasar. Bandung: (Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Lin, dkk . (2009). Effects on Cognitive Styles in Student Achievement for Context-Aware Ubiquitous Learning. Taiwan: Department of Information and Learning Technology, National University of Tainan.

Lin, J dan Chen, H. (2008). Discovering Learning In Different Cognitive Style of Learners. Taiwan: Departement of Information Management Chaoyang University of Technology

Mullis, I. V. dkk. (2000). Gender Differences in Achievement IEA’s Third International Mathematics and Science Study. USA: TIMSS International Study Center


(4)

Mariana, Alit Made I. (2005). Hakikat Pendidikan Sains. Bandung: DEPDIKNAS DIRJENDIKDASMEN P3G IPA

Neathery, M. F. (1997). Elementary and Secondary Students' Perceptions Toward Science:Correlations with Gender, Ethnicity, Ability, Grade, and Science Achievement. Electronic. Journal of Science Education: (2),1.

Nasution, S.(1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara

---.(2003). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Nurhadi dan Senduk. (2003).Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Malang: UMPRESS

Nurhayati. (2010). Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Untuk Meningkatkan Konsep Pesawat Sederhana Dan Keterampilan Proses Sains. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Nuryanti, Lia. (2010). Model Pembelajaran Experiental Kolb Untuk Meningkatkan Konsep Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Pada Konsep Kalor. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Oktian, Y. (2005). Implementasi Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Rangkaian Listrik untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Tesis Pasca Sarjana UPI (Tidak diterbitkan). Rustaman, N. dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar (Common Textbook).

Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Rasagama, I Gede. (2006). Model Pembelajaran inkuiri Terbimbing Pokok Bahasan Proses Litosfer dan Atmosfer Bumi Untuk meningkatkan Pemahaman konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sagala. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: AlfaBeta


(5)

Sayuti. (2005). Pembelajaran Pembiasan Cahaya dengan Metode Inkuiri Untuk meningkatkan Penguasaan Konsep dan Inferensi Logika Siswa Kelas I SMA. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Simsek, dkk. (2010). The Effect of Inquiry-Based Learning on Elementary

Students’ Conceptual Understanding of Matter, Scientific Process Skills

and Science Attitudes. Procedia Social and Behavioral Sciences. (2), 1190–1194

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian pendidikan Pendekatan Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarata: Kanisus

Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Thomson, S. (2008). "Examining Gender Differences in Year 8 Science Achievement in Australia: TIMSS 1995 – 2003" IEA International Research Conference. Taipei.

Tsai, C. dan Tuan, H. (2006). Investigating the Inquiry-Based Instruction Effects the 8th Graders’perceptions about Learning Environments in the Physical Science. Hongkong: APERA Conference

Tipler. (1998). Fisika untuk Sains dan teknik jilid I. Jakarta: Erlangga

Triatno.(2007). Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka

UNESCO.(2003). Gender Differences And Similarties Achievement.Tersedia:

http://www.uis.unesco.org/TEMPLATE/pdf/pisa/PISAplus_Eng_Ch5.pdf

(25 Mei 2010)

Vestari, Dewi. (2010). Model pembelajaran berbasis fenomena dengan pendekatan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep pembiasan cahaya dan keterampilan cahaya dan keterampilan generik sains siswa SMP. Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Wenning, C. J. (2005). Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Processes. Journal Of Physics Teacher Education. 2 (3) Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Bandung: JICA UNM.


(6)

Yunos. (2007). Field Dependence-Independence Students and Animation Graphic Courseware Based Instruction. MEDC. 1

Zulkifli. (2005). Pembelajaran Pemantulan Cahaya Berbasis Penemuan Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa dan Kemampuan Penalaran Fisika. SPs UPI. Tesis tidak diterbitkan


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP

11 78 199

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA.

0 5 48

PENGEMBANGAN RANCANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL DENGAN INKUIRI BERBASIS MODEL PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 10 32

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 0 46

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA SUBKONSEP DIFUSI OSMOSIS.

3 13 47

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS X PADA KONSEP INSEKTA.

0 3 38

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PEMBIASAN CAHAYA DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMP.

0 2 41

PENERAPAN ASESMEN KINERJA PADA PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP MATERI CAHAYA SISWA SMP.

5 9 32

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

1 6 266

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Pratikum Pada Topik Pengukuran Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP

0 0 11