PENGARUH DAYA TARIK WISATA KESELAMATAN D

PENGARUH DAYA TARIK WISATA, KESELAMATAN, DAN SARANA WISATA TERHADAP KEPUASAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP LOYALITAS WISATAWAN

(Studi Community Based Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran)

Hary Hermawan

STP ARS Internasional Bandung email: haryhermawan8@gmail.com ABSTRACK

Loyalty has become a serious concern for the managers of tourist villages because the loyalty of tourists is a guarantee of tourism business to be sustainable. The purpose of this study is to examine how the loyalty of tourists can be created by the factors of the tourist attraction, safety, and amenities, with loyalty as an intervening, on the model of Community-Based Tourism development in Gunung Api Purba Nglanggeran Tourism Village. The analytical method used is path analysis with Partial Least Square (PLS). The results showed that the tourist attraction is a dominant factor that gives a positive influence on the loyalty of tourists through intervention variable satisfaction. Other factors studied, namely safety and tourist facilities are not proven to affect the loyalty of tourists. This research recommends that loyalty of tourists can be achieved through efforts to improve the quality of tourist attraction.

Keyword : tourist attraction, safety, amenities, satisfaction, loyalty

PENDAHULUAN

daya tarik destinasi. Otonomi daerah Kinerja kepariwisataan di Daerah

memberikan kewenangan kepada masing- Istimewa Yogyakarta menunjukan kenaikan

masing kabupaten/ kota menimbulkan jumlah kunjungan wisata cukup besar, yaitu

persaingan bauran produk yang tidak 472.300 wisatawan per tahun. Akan tetapi,

terspesialisasi (Prihatno, 2010) . Daya tarik kenyataanya desa wisata belum mendapatkan

wisata cenderung asal jadi, padahal kualitas proporsi kunjungan yang memuaskan

daya tarik wisata merupakan faktor kunci yang dibanding kunjungan ke destinasi bentuk lain

paling menentukan minat wisatawan untuk (Statistik Kepariwisataan, 2015). Bahkan

mengunjungi destinasi (Basiya & Rozak, 2012); beberapa desa wisata yang saat ini mengalami

(Sopyan & Widiyanto, 2015); dan (Nasution et mati suri (travel.detik.com, diakses 30 Mei

al., 2009). Kurangnya spesialisasi atau 2017).

diversiasi daya tarik wisata antar desa wisata Community Based Tourism (CBT)

menjadi faktor yang membuat wisatawan merupakan alternatif konsep pengelolaan desa

enggan untuk berkunjung.

wisata yang dianggap pro bagi kesejahteraan Perhatian pengelola terhadap aspek masyarakat lokal, karena pengelolaan

keselamatan wisatawan di desa wisata juga sepenuhnya

diduga menjadi faktor yang menyebabkan masyarakat lokal itu sendiri ( Inayatullah

kurangnya minat berkunjung, padahal salah dalam Darmawi, 2010) . Permasalahan yang

satu syarat desa wisata yang baik adalah sering terjadi di lapangan adalah mayoritas desa

dan keselamatan wisata masih dikelola oleh masyarakat yang

jaminan

keamanan

( Hadiwijoyo dalam Prabowo dkk., 2016). kurang kompeten. Sehingga, produk-produk

Jaminan keselamatan merupakan faktor utama wisata yang dihasilkan kurang memuaskan.

yang menentukan tumbuh dan berkembangnya Pengembangan pariwisata di Yogyakarta

suatu destinasi wisata, serta termasuk nilai selalu dihantui masalah klasik tentang

keunggulan yang akan menentukan kualitas kurangnya inovasi maupun konsep-konsep baru

sebuah destinasi wisata (Chiang, 2000). Tanpa masih menjadi persoalan dalam pengembangan

jaminan keselamatan, destinasi wisata tidak jaminan keselamatan, destinasi wisata tidak

LANDASAN TEORI

dkk, 2012).

Community Based Tourism (CBT)

Aspek ketiga yang sering menjadi keluhan Pariwisata berbasis masyarakat atau wisatawan terhadap pengembangan desa wisata

Community Based Tourism (CBT), merupakan adalah minimnya kondisi sarana wisata yang

pengembangan pariwisata dengan tingkat disediakan, padahal sarana wisata merupakan

keterlibatan masyarakat setempat yang tinggi salah satu faktor penentu kepuasan

dan dapat dipertanggungjawabkan dari aspek (Soebiyantoro, 2009). Sarana pendukung yang

sosial dan lingkungan hidup (CIFOR dalam disediakan pengelola desa wisata mayoritas

Hayati, 2016) dan (Darmawi, 2010). masih dibuat ala kadarnya, kurang terawat,

Masyarakat membutuhkan pengakuan atas bahkan terkadang tidak sesuai dengan

karya mereka, kreativitas mereka, dan mereka kebutuhan dan keinginan wisatawan yang

mengharapkan wisatawan dapat memberikan sebenarnya, contoh masalah umum di destinasi

pengakuan atas produk-produk yang mereka wisata adalah toilet yang dibiarkan sangat kotor

hasilkan (Hermantoro, 2014). padahal dalam pemakaianya wisatawan selalu

World Wide Found for Nature (WWF) dipungut biaya perawatan.

menyatakan Community Based Tourism (CBT) Kondisi-kondisi pengelolaan desa wisata

sebagai “Form of tourism where the local seperti diatas jika dibiarkan saja tentu akan

community has a substantial control over and menambah persepsi buruk calon wisatawan

involvement in its development and terhadap pengelolaan desa wisata. Kondisi

management; and a major proportional of the pengelolaan yang buruk menyebabkan

benefits remain within the community.” Jika wisatawan tidak puas, pastinya juga tidak akan

diartikan secara bebas pariwisata berbasis loyal . Sehingga wajar dengan berbagai kondisi

masyarakat juga dapat dimaknai sebagai tersebut membuat desa wisata kalah bersaing di

penyediaan produk, jasa, ilmu pengetahuan dan pasar parwisata dibanding destinasi lain. keterampilan yang dapat ditemukan di dalam

Ditengah fenomene desa wisata yang lesu, komunitas lokal, serta ditawarkan oleh pelaku/ ternyata kondisi serupa tidak nampak dalam

steakholder lokal sendiri (“Kyrgyz Community pengelolaan Desa Wisata Nglanggeran yang

Based Tourism,” n.d., diakses tanggal 15 mengandalkan Kawasan Gunung Api Purba

Agustus 2016).

sebagai daya tarik utamanya. Community Based Cox dalam Pitana (2009) mengatakan Tourism (CBT) di Gunung Api Purba (Desa

bahwa “Pembangunan dan pengembangan Wisata Nglanggeran) telah terbukti berhasil

pariwisata didasarkan pada kearifan lokal dan membawa desa wisata ini tetap eksis,

special local sense yang merefleksikan indikatornya adalah capaian kunjungan wisata

keunikan peninggalan budaya dan keunikan yang dari tahun ke tahun terus meningkat

lingkungan.” Oleh karena itu, setiap (Hermawan, 2016b).

pengembangan destinasi yang dilakukan Inovasi-inovasi baru dalam pengembangan

mengadopsi konten yang Gunung Api Purba diindikasi sebagai faktor

hendaknya

mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal, utama yang memperngaruhi kepuasan serta

termasuk dalam pengembangan daya tarik loyalitas wisatawan di Gunung Api Purba

wisata, keselamatan, serta sarana wisatanya. Nglanggeran. Setiap pengembangan daya tarik

Community Based Tourism (CBT) dianggap wisata, keselamatan, dan sarana pendukung

sebagai wadah yang cocok untuk mewujudkan wisata yang dikelola merujuk pada prinsip-

desa wisata yang berkualitas dan berkelanjutan. prinsip Community Based Tourism (CBT)

Masyarakat lokal dapat terus berkarya sesuai dengan membawa nilai-nilai kearifan sosial-

karakternya, dan wisatawan dapat budaya yang ada (Hermawan, 2016a).

menikmatinya. Dengan begitu, karya-karya Berdasarkan latar belakang tersebut,

masyarakat lokal mampu menambah kekayaan peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh

destinasi, sedangkan wisatawan dapat mengenai sejauh mana daya tarik wisata,

menikmatinya hingga puas, kemudian keselamatan, dan sarana wisata yang

diharapkan akan berdampak pada loyalitas dikembangkan dengan Community Based

wisatawan tersebut dalam berwisata. Tourism (CBT) di Gunung Api Purba mampu

Daya Tarik Wisata (Attraction)

menciptakan kepuasan berwisata, serta

Undang-Undang Republik bagaimana dampaknya terhadap loyalitas

Menurut

Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisatawan.

wisata dapat dijelaskan sebagai segala sesuatu wisata dapat dijelaskan sebagai segala sesuatu

memberanikan (encouragement); dan 5. alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang

Kesiapan bahaya (emergency preparadness). menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisata.

destinasi wisata yang Secara lebih spesifik disebutkan bahwa daya

Pengelola

tinggi wajib tarik wisata alam, merupakan segala sesuatu

mengandung

risiko

memperhatikan keselamatan pengunjung yang memiliki keunikan, keindahan, keaslian,

dengan perencanaan dan pengendalian risiko, dan nilai yang berupa keanekaragaman

seperti diamanahkan dalam Undang-Undang kekayaan alam yang menjadi sasaran atau

Republik Indonesia No 10 Tahun, 2009 Pasal tujuan kunjungan wisatawan. Damanik dan

Weber (2006) menekankan pentingnya keaslian Desa Wisata Nglanggeran merupakan desa dalam menentukan kualitas daya tarik wisata,

wisata yang mengadalkan wisata alam Kawasan baik dari segi originalitas, maupun

Gunung Api Purba Nglanggeran serta aktifitas otentisitasnya.

petualangan pendakian sebagai daya tarik Desa Wisata Nglanggeran merupakan desa

wisata utamanya. Petualangan merupakan wisata yang mengandalkan daya tarik alam

kegiatan yang sengaja mencari risiko dan berupa Kawasan Gunung Api Purba

ketidakpastian hasil. Dalam wisata petualangan Nglanggeran. Oleh karena itu pengembangan

komersial, risiko dan ketidakpastian harus daya tarik wisata Gunung Api Purba mengacu

dikelola erat jika tidak dapat dihilangkan (Ewert pada kriteria pengembangan daya tarik wisata

dkk dalam Entwistle, 1923). alam seperti disebutkan diatas.

Sarana Wisata (Amenities) Keselamatan (Safety)

Fasilitas atau sarana wisata adalah elemen Pengelolaan keselamatan wisata akan

dalam suatu destinasi yang memungkinkan selalu terkait dengan upaya-upaya meminalkan

wisatawan tinggal di destinasi tersebut untuk risiko dan kecelakaan.

menikmati atau berpartisipasi dalam atraksi Risiko didefinisikan sebagai sumber-

yang ditawarkan (Suharto, 2016). sumber yang mengandung unsur perusak yang

Baud Bovy dan Lawson (1998) potensial bagi wisatawan, operator atau

mengatakan bahwa amenitas/sarana wisata destinasi, dan komunitas. Elemen-elemen risiko

merupakan semua bentuk fasilitas yang dilihat dari siapa atau apa yang terkena dampak,

memberikan pelayanan bagi wisatawan untuk atau apa yang mengalami kerugian dari setiap

segala kebutuhanya selama tinggal di daerah keadaan yang mengandung bahaya. Elemen-

tujuan wisata.

elemen tersebut termasuk : manusia, Sarana wisata sebenarnya tidak langsung lingkungan, fasilitas, infrastruktur, sarana

terkait dengan pariwisata, tetapi sering menjadi umum, dan ekonomi (AICST, 2006). Risiko

bagian dari kebutuhan wisatawan. Amenitas secara umum adalah segala sesuatu yang dapat

fungsinya adalah memenuhi kebutuhan terjadi pada diri manusia yang tidak diharapkan

wisatawan selama tinggal untuk sementara muncul. Semua kegiatan manusia pada

waktu di daerah wisata yang dikunjungi. Salah dasarnya akan memiliki risiko meskipun

satu faktor yang dapat mendorong wisatawan kegiatan tersebut bertujuan untuk mencapai

untuk melakukan kegiatan wisata yaitu adanya kesenangan saja (Yudistira & Susanto, 2012).

sarana wisata yang memberikan kemudahan Sedangkan

sebagai kejadian yang tidak diinginkan, yang

Kepuasan

dapat menimbulkan cidera, kematian, kerugian, Kepuasan wisatawan adalah tingkat dan kerusakan pada property. Kecelakaan dapat

perasaan seseorang setelah membandingkan terjadi karena kondisi simultan dari faktor

kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan manusia, faktor lingkungan, dan faktor alam

dengan harapannya (Kotler dan Makens, 1999). sendiri (AICST, 2006).

Dalam bukunya yang lain, Kotler (2002) Dalam Guidelines for safe recreational

mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan water (2003) disebutkan bahwa pencegahan

senang atau kecewa seseorang yang muncul resiko kecelakaan dapat dilakukan dengan

setelah membandingkan antara persepsi/ peningkatan

kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu keselamatan tersebut dapat diintervensi dengan

keselamatan.

Peningkatan

produk dan harapan-harapannya. Kepuasan

5 pendekatan yaitu : 1. Pekerjaan/ perekayasaan tentang daya tarik wisata dibandingkan dengan (engineering); 2.Memperkuat (enforment); 3.

harapan wisatawan sebelum berkunjung di daya rekomendasi negatif. Hal ini tidak termasuk tarik wisata tersebut.

dimensi loyalitas, melainkan hanya loyalitas Daya tarik wisata, keselamatan, dan sarana

semu/bias (Hasan,2008) dan (Irawan, 2012). wisata sebagai varibel penentu kepuasan dapat

Loyalitas pelanggan yang sejati dapat dikaji dengan pendekatan control attribution

tercipta jika pelanggan menjadi pembela theory. Control attribution theory merupakan

(advokat) bagi perusahaan tanpa insentif aspek-aspek yang dalam kendali dan tanggung

sekalipun (Selang, 2013). Maka dalam jawab manusia, yang dapat diupayakan

menghindari bias oleh loyalitas semu, dalam pengelola untuk lebih baik (Hasan, 2008).

pencarian data ditekankan dengan pernyataan Dengan asumsi bahwa dampak kecelakaan

“dengan senang hati” sebagai bentuk ungkapan akibat faktor yang sebenarnya dapat dicegah

tanpa keterpaksaan.

lebih mengecewakan daripada kecelakaan

Penelitian Terdahulu

akibat risiko alam yang tidak dapat diduga atau Daya tarik wisata terbukti secara empiris diantisipasi oleh pengelola sebelumnya.

sebagai faktor yang menentukan kepuasan dan

Loyalitas

loyalitas wisatawan terhadap sebuah destinasi Loyalitas pelanggan merupakan perilaku

(Naidoo dkk., 2011); (Adom, Jussem, Pudun, & yang terkait dengan merek sebuah produk,

Azizan, 2012); (Basiya & Rozak, 2012); termasuk kemungkinan memperbaharui kotrak

(Soebiyantoro, 2009) dan (Darsono, 2015). merek di masa yang akan datang, berupa

Penelitian Ayob dan Masroni (2014) kemungkinan pelanggan merubah dukunganya

dengan pendekatan kualitatif, menemukan terhadap merek, atau berupa kemungkinan

fakta bahwa jika wisatawan merasa tidak aman pelanggan untuk meningkatkan citra positif

dan jiwanya terancam akan tidak puas dan suatu merek produk. Namun jika produk

cenderung menumbuhkan kesan negatif dianggap tidak memuaskan pelanggan,

terhadap destinasi wisata. Hasil penelitian lain pelanggan akan bereaksi dengan cara exit

menemukan bahwa keselamatan merupakan (pelanggan menyatakan berhenti membeli

faktor utama yang menjadi pertimbangan merek atau produk) dan voice (pelanggan

wisatawan untuk memutuskan memilih menyatakan ketidakpuasan secara langsung

destinasi wisata yang akan dikunjungi (Pizam pada perusahaan) (Wallin Andreassen &

dan Mansfeld, 1996); (Adom et al., 2012); dan Lindestad, 1998). (Chiang, 2000).

Secara umum, loyalitas dimaknai sebagai Soebiyantoro (2009) menemukan bahwa komitmen pelanggan untuk berlangganan atau

ketersediaan sarana wisata dan atraksi yang membeli ulang produk/jasa terpilih secara

ditampilkan memberikan dampak kepuasan konsisten (Hurriyati, 2005); (Selang, 2013);

bagi wisatawan. Begitu pula dengan hasil (Hasan, 2008). penelitian Setiawan (2016), serta hasil

Sedangkan Kartajaya dan Setiawan (2014) penelitian Ghani & Brahmanto (2016) yang menyatakan bahwa loyalitas tertinggi dilihat

sama-sama menunjukan menunjukkan bahwa dari keaktifan pelanggan dalam merekomendasi

variabel daya tarik, sarana wisata, aksesibilitas, brand. Namun, sering kali rekomendasi juga

dan jasa menjadi faktor penentu tingkat menjadi hal yang bias. Faktanya sering kali kita

kepuasan.

mendengar rekomendasi dari rekan yang berupa Penelitian Valle dkk (2006) dengan rekomendasi negatif. menggunakan metode Sturktur Equation Model Kesimpulanya, meskipun pembelian ulang

bahwa kepuasan dan rekomendasi adalah suatu hal yang sangat

(SEM),

menemukan

berkontribusi positif terhadap loyalitas . penting bagi pemasar, pemahaman loyalitas

Kerangka Pemikiran

hanya pada indikator pembelian ulang dan Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, rekomendasi terkadang tidak cukup, karena

daya tarik wisata, keselamatan dan sarana pelanggan yang membeli ulang dan menyebar

wisata terbukti memiliki pengaruh dalam berita belum tentu mempunyai sikap positif

membentuk kepuasan dan loyalitas wisatawan. terhadap barang atau jasa yang di beli.

Sedangkan kepuasan terbukti secara signifikan Pembelian ulang tidak hanya terjadi karena

berpengaruh terhadap loyalitas. Oleh sebab itu puas, melainkan mungkin karena terpaksa atau

perlu dikembangkan kerangka pemikiran baru suatu sebab lainya. Begitu juga tindakan

dengan menempatkan kepuasan sebagai menyebar berita mengenai suatu brand atau

intervening dalam pembentukan loyalitas rekomendasi, rekomendasi juga bisa berupa

wisatawan oleh faktor daya tarik wisata, wisatawan oleh faktor daya tarik wisata,

adalah wisatawan, sejumlah 100 wisatawan yang telah dipilih secara acak (acidencial sampling). Sedangkan yang menjadi objek studi adalah variabel independent: 1. daya tarik wisata, 2. keselamatan, dan 3. sarana wisata. Variabel intervening kepuasan, sedangkan variabel dependent adalah loyalitas. Instrumen pencarian data adalah kuisionair dengan skala likert.

Desain penelitian adalah penelitian kuantitatif. Metode analisis jalur Partial Least

Hipotesis Penelitian

Square (PLS) dipilih untuk menganalisis Berdasarkan kajian literatur, maka

variabel independent daya tarik wisata (x1), hipotesis

keselamatan (x2), sarana wisata (x3), dalam dirumuskan sebagai berikut :

mempengaruhi variabel dependent loyalitas

1. Daya tarik wisata dengan CBT di Gunung wisatawan (y2) melalui variabel intervening Api Purba Nglanggeran berpengaruh

kepuasan (y1).

terhadap kepuasan wisatawan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Keselamatan dengan CBT di Gunung Api

Community Based Tourism di Gunung Api

Purba Nglanggeran berpengaruh terhadap

Purba Nglanggeran

kepuasan wisatawan

3. Sarana wisata dengan CBT di Gunung Api Pariwisata di Gunung Api Purba Purba Nglanggeran berpengaruh terhadap

menjadi kegiatan kepuasan wisatawan

Nglanggeran

telah

masyarakat yang padat karya. Keseluruhan

4. Kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas anggota pengelola tersebut merupakan berwisata di Gunung Api Purba

masyarakat lokal Desa Nglanggeran sendiri, Nglanggeran karena pengelolaan Desa Wisata Nglanggeran

5. Daya tarik wisata dengan CBT di Gunung menganut prinsip-prinsip Community Based Api Purba Nglanggeran berpengaruh

Tourism (CBT), yaitu pariwisata yang terhadap loyalitas berwisata

kepemilikan adalah komunitas lokal (Edi

6. Keselamatan dengan CBT di Gunung Api Darmawi, 2010); (Hermantoro, 2011); Purba Nglanggeran berpengaruh terhadap

(Simanungkalit, 2015); dan (CIFOR dalam loyalitas berwisata

Hayati, 2016). Terbukti, Kelompok Sadar

7. Sarana wisata dengan CBT di Gunung Api Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Nglanggeran Purba Nglanggeran berpengaruh terhadap

yang berjumlah 169 anggota. Sebanyak 50 loyalitas berwisata

orang merupakan pengurus inti, sedang sisanya

8. Pengembangan Daya tarik wisata, sebanyak 119 orang sebagai anggota keselamatan

berpengaruh secara simultan terhadap Kesuksesan Community Based Tourism kepuasan

(CBT) di Desa Wisata Nglaggeran telah diakui

9. Daya tarik wisata, keselamatan, sarana secara luas. Pokdarwis Desa Wisata Nglaggeran wisata, dan kepuasan berpengaruh secara

saat ini telah mengoleksi berbagai piagam simultan terhadap loyalitas

penghargaan

tingkat

nasional maupu

METODOLOGI PENELITIAN

internasional (Handoko, 2017a). Selain itu, Artikel ini merupakan kajian mengenai

Community Based Tourism (CBT) di Gunung sejauh mana daya tarik wisata, keselamatan,

Api Purba Nglanggeran mampu memberi dan sarana wisata yang dikembangkan dengan

dampak positif bagi ekonomi masyarakat lokal Community Based Tourism (CBT) mampu

2016a), serta mampu menciptakan kepuasan berwisata, serta

(Hermawan,

kehidupan sosial-budaya dampaknya terhadap loyalitas wisatawan.

meningkatkan

masyarakatnya (Hermawan, 2016b). Penelitian dilakukan di Gunung Api Purba,

Pariwisata berbasis masyarakat juga Desa Wisata Nglanggeran, Kabupaten Pathuk,

terefleksi dalam setiap langkah pengelolaan. Gunung Kidul, D.I.Yogyakarta.

Pengelolaan atraksi wisata, keselamatan, dan Pengelolaan atraksi wisata, keselamatan, dan

Gambar 1: Pembangunan Tangga Pendakian dengan

Desain Lokal ( www.gunungapipurba.com , 18 April 2017) utama yang menentukan kepuasan serta

b. Memperkuat (Enforment) berdampak kepada loyalitas wisatawan

Upaya enforment dilakukan dengan sehingga menghasilkan performa kunjungan penambahan talut di beberapa area yang wisatawan Gunung Api Purba Nglanggeran bentang alamnya miring untuk mencegah cenderung menunjukan trend peningkatan yang

bahaya longsor. Upaya penguatan juga positif. Adapun pengelolaan pariwisata berbasis bertujuan untuk memperkuat kondisi masyarakat di Gunung api Purba Ngalnggeran lingkungan alam dan menambah daya meliputi :

dukung kawasan Gunung Api Purba

1. Pengeloalaan Daya Tarik Wisata

Nglanggeran.

c. Pendidikan (Education) Purba Nglanggeran adalah puncak-puncak

Daya tarik utama Kawasan Gunung Api

Wisatawan cenderung merasa nyaman jika gunung dengan pemandangan yang unik,

otentik dan indah di dalam satu kawasan. mengenal karakter lingkungan di destinasi Masing-masing

wisata yang dikunjungi (Ross, 1998), oleh keindahan, keunikan dan nilai historis dan

puncak

memiliki

karena itu penngenalan lingkungan di nilai lokalitas yang memiliki nilai luhur

kawasan wisata sangat perlu. tersendiri, baik nilai sejarah, mitologi dan

Simbol-simbol dan papan peringatan yang filosofi (Handoko, 2017b). Daya tarik

telah dibuat pengelola ditujukan untuk wisata tersebut meliputi : Gunung Kelir,

Gunung Gedhe, Gunung Bongos, Gunung memberi edukasi diantaranya : penyediaan Blencong, Gunung Buchu. Ada juga

rambu petunjuk, papan informasi, fenomena serta bentang alam lain yang

papan larangan, dan menjadi point of interest seperti Pemean

peringatan,

sebagainya yang dibuat berbasis lokalitas. Gadhung, Sumber Air Comberan, Tlogo

Prinsip CBT yang menekankan lokalitas Mardidho, Talang Kencana, dan lain

sebagai acuan dalam membangun segala sebagainya.

unsur produk wisatanya

2. Upaya Keselamatan Berbasis Lokalitas Jaminan pengelolaan keselamatan yang baik telah menjadi syarat yang wajib dipenuhi sesuai ASEAN Community Based Tourism Standart tahun 2016. Upayakan keselamatan wisata berbasis lokalitas di Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai berikut :

a. Pembangunan (enginering) Pembangunan

keselamatan

dengan

penambahan penambahan pagar untuk pegangan pengunjung; perbaikan jalur

Gambar 2: Trend desain papan keselamatan dengan

tracking dan tangga pendakian yang desain local (dokumentasi, 2017). berkarakter alam lokal; penambahan

untuk Memberanikan rambu penunjuk; rambu keamanan seperti

d. Tindakan

(Encouragement) batas aman pijakan di tebing; penanda arah

untuk memberanikan jalur; penanda jalur evakuasi dan

Tindakan

(encouragement) di Gunung Api Purba seterusnya yang semuanya dibuat dengan

Nglanggeran diimplementasikan dalam bahan dan desain bercorak lokal.

bentuk fasilitas keselamatan yang mampu membuat wisatawan merasa aman dan nyaman melakukan pendakian, contohnya pembuatan peta sebagai orientasi atau pengenalan karakter alam sekitar.

lokal (Hermawan, 2016c), sesuai dengan prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT), yaitu ditujukan untuk melindungi kearifan lokal, serta lokalitas sebagai nilai jual (unique selling point) (Ainurrahman, 2010) dan (ASEAN Community Based Tourism Standart, 2016).

Pengembangan Sarana Wisata di Gunung Api Nglanggeran meliputi :

a. Pendapa atau Gasibu

Gambar 3: Tindakan encouragement dengan peta

b. Fasilitas Parkir destinasi (dokumentasi, 2017) c. Toilet

Informasi mengenai kondisi alam yang

d. Gardu Pandang menjadi daya tarik wisata wajib

e. Warung Makan diinformasikan kepada wisatawan. Oleh

f. Tempat Duduk Wisatawan di karena itu media informasi wajib

Beberapa Area

disediakan tuan rumah wisata (ASEAN

Hasil Penelitian

Community Based Tourism Standart,

Karakteristik Data Penelitian

2016). Responden dalam penelitian ini adalah

e. Kesiapan

wisatawan Gunung Api Purba Nglanggeran preparadness)

Bahaya

(emergency

yang berjumlah 100 wisatawan. Karakteristik Pengelola selalu siap siaga jika terjadi

responden digunakan untuk mengetahui kondisi darurat dengan standar prosedur

gambaran umum profil responden yang menjadi penanganan kecelakaan meliputi : 1) Naik

subjek penelitian.

melawati jalur evakuasi membawa korban Selain aspek demografi, karakteristik cidera dengan drakbar untuk di bawa ke

responden dalam penelitian ini juga merujuk posko; 2) Memberikan pertolongan

pada tipologi wisatawan oleh I. G. Pitana & pertama oksigen dan obat-obatan yang

Putu (2009), diantaranya : usia responden, jenis diperlukan; 3) Penanganan lebih lanjut ke

kelamin, asal wisatawan, dan motivasi puskesmas jika diperlukan (Mursidi,

berwisata di Gunung Api Purba Nglanggeran. wawancara 28 Desember 2016).

Karakteristik berdasarkan usia didominasi Kesiapan menghadapi risiko dan

responden usia dewasa dengan presentase penanggulangan

sebesar 76%, kemudian disusul wisatawan usia dilakukan dengan bekerjasama dengan

bahaya

kecelakaan

paruh baya 18%, dan terakhir usia remaja 6%. Badan Sars Nasional (BASARNAS)

Karakteristik usia early adhulthood memiliki secara periodik (Mursidi, wawancara 28

pemikiran yang telah matang dalam berwisata, Desember 2016).

tidak tergesa-gesa atau penuh pertimbangan. Tindakan kesiapan bahaya seperti diatas

Hasil analisis karakteristik responden tidak setiap saat dapat diamati wisatawan.

berdasarkan jenis kelamin, terlihat bahwa Oleh karena itu, kesiapan bahaya yang

responden didominasi wanita sebesar 54%, digunakan sebagai indikator penelitian

sedangkan responden pria sebesar 46%. adalah tindakan emergency preparadness

responden berdasarkan yang langsung dapat diamati (observable).

Karakteristik

motivasi terlihat bahwa 51% responden yang Tindakan kesiapan bahaya diamati dan

berwisata ke Gunung Api Purba Nglanggeran diukur dalam penelitian ini adalah “Ada

memiliki motivasi untuk melepas kejenuhan tidaknya pengelola yang terlihat siap-siaga

dari rutinitas kerja sehari-hari (leisure). di destinasi wisata untuk menjamin

Sedangkan sisanya sebanyak 49% adalah keselamatan wisatawan.”

wisatawan dengan motif petualangan

3. Pengembangan Sarana Wisata

(adventure/ drifter).

Sarana wisata yang dikembangkan di Sedangkan karakteristik data ditinjau Gunung Api Purba Desa Wisata

berdasarkan daerah asal, menunjukan mayoritas Nglanggeran ditujukan untuk membantu

responden merupakan wisatawan luar memenuhi kebutuhan wisatawan selama

Yogyakarta 81%. Responden yang berasal dari berada di lokasi wisata. Sarana wisata yang

Yogyakarta diketahui sebesar 19 %. dikembangkan dengan desain arsitektur

Hasil Analisis Diskriptif

Daya Tarik Wisata

Pernyataan negatif “tidak setuju” ditemukan Hasil analisis deskriptif yang diolah

sebesar 8%, sedangkan pernyataan “sangat berdasarikan

tidak setuju” tidak ditemukan atau sebesar 0%. penelitiaan, menemukan 36% pernyataan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa “sangat setuju” terhadap item pernyataan yang

pandangan responden terhadap sarana wisata di diajukan (5 item). Kemudian pernyataan

Gunung Api Purba Nglanggeran adalah positif, “setuju” sebesar 54 %. Sedangkan pernyatan

dengan kata lain sarana wisata yang tersedia “netral sebesar 9%. Terakhir hanya ditemukan

telah mampu memenuhi kebutuhan wisatawan. sebanyak sebesar 1% pernyataan “tidak setuju”.

Kepuasan Wisatawan

Dari data diatas terlihat bahwa sebagian Berdasarkan hasil analisis diskriptif dari besar responden memiliki persepsi yang positif,

persepsi 100 responden menunjukan bahwa, atau dapat disimpulkan bahwa Gunung Api

sebesar 25% responden menyatakan “sangat Purba Nglanggeran memiliki daya tarik wisata

setuju” terhadap keseluruhan item pernyataan alam yang berkualitas.

yang diajukan. Kemudian juga diketahui

Keselamatan

terdapat 49% pernyataan “setuju.” Pernyatan Hasil analisis deskriptif berdasarkan

“netral,” diketahui terdapat sebesar 21%, persepsi 100 responden, ditemukan sebesar 9%

sedangkan pernyataan negatif “tidak setuju” pernyataan

ditemukan sebesar 3% disusul pernyataan keseluruhan item pernyataan yang diajukan (15

setuju” sebesar 2%. item). Serta sebesar 45% pernyataan “setuju.”

“sangat

tidak

Kecenderungan data menunjukan mayoritas Pernyatan “netral,” sebesar 29%. Sedangkan

menunjukan sikap positif, maka ,dapat pernyataan negatif “tidak setuju” ditemukan

disimpulkan bahwa Gunung Api Purba sebesar 14%, disusul pernyataan “sangat tidak

Nglanggeran memuaskan wisatawan.

setuju” sebesar 3%. Loyalitas Wisatawan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Hasil analisis diskriptif dari persepsi 100 kecenderungan pandangan responden terhadap

responden, menunjukan bahwa ditemukan keselamatan di Gunung Api Purba Nglanggeran

sebesar 44% pernyataan “sangat setuju” adalah positif atau memenuhi standar

terhadap keseluruhan item pernyataan yang diajukan (4 item). Kemudian ada 40%

keselamatan. pernyataan “setuju”. Pernyatan “netral,”

Sarana Wisata

diketahui terdapat sebesar 17%. Sedangkan Hasil analisis deskriptif berdasarkan

pernyataan negatif “tidak setuju” dan “sangat persepsi

tidak setuju” tidak ditemukan atau 0%. Dari menunjukan sebanyak 12% pernyataan “sangat

100 responden

penelitiaan,

kecenderungan data mayoritas menunjukan setuju” terhadap keseluruhan item pernyataan

sikap positif, maka dapat disimpulkan bahwa yang diajukan (6 item). Kemudian juga

responden cukup loyal berwisata di Gunung diketahui terdapat 56% pernyataan “setuju.”

Api Purba Nglanggeran . Pernyatan “netral,” diketahui sebesar 24%.

Analisis Inferensial

1. Hasil Pengujian Outer Model

a. Validitas Convergen

Tabel 1: Validitas Convergen

Kesimpulan Indikator

Variabel laten (konstruk)

Valid Keindahan

Keunikan

X1.1 0,759

Valid Keaslian

X1.2 0,819

Valid Nilai

X1.3 0,879

Valid Rekayasa

X1.4 0,847

Valid Memberanikan

X2.1 0,804

Valid Pendidikan

X2.2 0,906

Valid Kes. Bahaya

X2.3 0,607

Valid Memperkuat

Variabel laten

Kesimpulan

Valid Parkir

Gasibu X3.1 0,667

Valid Toilet

X3.2 0,722

Valid Gardu pandang

X3.3 0,738

Tidak Valid Warung makan

X3.4 0,688

Tidak Valid Tempat duduk

X3.5 0,578

X3.6 0,366 Tidak Valid Kt. Daya tarik

0,834 Valid Kt. Keselamatan

Y1.1

Valid Kt. Sarana

Y1.2

Valid Rekomendasi

Y1.3

Valid Niat K Ulang

Sumber : Data Primer (2017)

Berdasarkan analisis convergen validity tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa seluruh indikator dari masing-masing konstruk dapat mengukur kunstuknya sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai outer loading seluruh indikator terhadap konstruknya lebih besar dari 0,5.

b. Validitas Diskriminan

Tabel 2: Validitas Diskriminan

Variabel laten

Kes. Bahaya

Gardu pandang

Warung makan

X3.5 -0.163

Kt. Daya tarik

Kt. Keselamatan

Kt. Sarana

Niat K Ulang

Sumber : Data Primer (2017)

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa masing-masing indikator memiliki loading factor terhadap konstruknya sendiri yang besar dari pada dengan konstruk lain. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator adalah valid, atau benar merupakan cerminan variabelnya sendiri.

c. Reliabilitas Konstruk

Tabel 3: Validitas Diskriminan

Dayatarik Wisata (X1)

Reliabel Keselamatan ( X2)

Reliabel Sarana Wisata ( X3)

Reliabel Kepuasan ( Y1)

Reliabel Loyalitas ( Y2)

Sumber : Data Primer (2017)

Hasil analisis menunjukkan bahwa Composite Reliability pada semua konstruk telah mempunyai nilai yang memuaskan atau diatas nilai minimum 0,60. Nilai tersebut menunjukkan konsistensi dan stabilitas indikator yang digunakan tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa reliabilitas indikator masing-masing variabel terpenuhi

2. Hasil Pengujian Inner Model

a. Koefisien determinasi R Square (R 2 ) Analisis inferensial dilakukan berdasarkan hasil uji model struktural (Inner Model), pada hasil

output R Square (R 2 ) sebagai berikut :

Tabel 5: Koefisien Determinasi (R 2 )

Variabel

R Square

R Square Adjusted

Kepuasan (y1)

0.375

0.355

Loyalitas (y2)

0.568

0.549

Sumber: Data primer (2017)

b. Pengujian Hipotesis

Tabel 5: Koefisien Parameter dan P Value

Hipotesis

Koefisien P-Value Keterangan

H1 Dayatarik wisata (x1) dengan CBT berpengaruh

0.000 Signifikan terhadap kepuasan wisatawan (y1)

0.408

H2 Keselamatan wisata (x2) dengan CBT berpengaruh

0.013 Signifikan terhadap kepuasan (y1)

0.169

H3 Sarana wisata (x3) dengan CBT berpengaruh

0.031 Signifikan terhadap kepuasan wisatawan (y1)

0.201

H4 Kepuasan (y1) berpengaruh terhadap loyalitas

0.000 Signifikan berwisata (y2)

0.539

H5 Dayatarik wisata (x1) dengan CBT berpengaruh

0.001 Signifikan terhadap loyalitas berwisata (y2)

0.347

H6 Keselamatan (x2) dengan CBT berpengaruh terhadap Tidak

0.440 loyalitas berwisata (y2)

-0.073

Signifikan H7 Sarana Wisata (x3) dengan CBT berpengaruh

Tidak

0.987 terhadap loyalitas berwisata (y2)

-0.002

Signifikan H8 Pengembangan daya tarik wisata (x1), keselamatan (x2) dan sarana wisata (x3) dengan CBT

0.000 Signifikan berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan

0.355

berwisata (y1) H9 Pengembangan daya tarik wisata (x1), keselamatan (x2) dan sarana wisata (x3) dengan CBT serta

0.000 Signifikan kepuasan (y1) berpengaruh secara simultan terhadap

0.549

loyalitas berwisata (y2)

Sumber: Data primer (2017)

c. Hasil Analisis Jalur Analisis jalur dilakukan dengan menghitung pengaruh langsung (Direct Effect), pengaruh tidak langsung (Indirect Effect), serta pengaruh totalnya (Total Effect) seperti berikut:

Tabel 5: Hasil Analisis Jalur

Var

Kesimpulan Y1

0.567 0.000 Intervening berperan, signifikan pada 95%

Intervening berperan, tidak signifikan pada 95%

Intervening berperan, tidak signifikan pada 95%

0.000 Signifikan pada 95% DE : Direct Effeck IE : In Direct Effeck TE : Tottal Effeck

Y1

0.539

Sumber: Data primer (2017)

Gambar 4: Koefisien Jalur Setelah Uji Indikator (Data primer, 2017)

dkk., 2011); (Adom et al., 2012); (Basiya &

Pembahasan

Rozak, 2012); dan (Darsono, 2015). Analisis inferensial ditunjukan untuk

Nilai original sample variabel daya tarik menggali informasi bagaimana variabel terikat

wisata dalam mempengaruhi kepuasan adalah daya tarik wisata, keselamatan, dan sarana

positif yaitu sebesar 0,408 yang menunjukkan wisata yang dikelola masyarakat dengan

bahwa arah hubungan antara X1 dengan Y1 prinsip-prinsip Community Based Tourism

adalah positif, Pengaruh positif tersebut juga Development (CBT) dalam mempengaruhi

dapat dibuktikan dengan hasil analisis kepuasan wisatawan, serta dampaknya terhadap

diskriptif yang menunjukan persepsi responden loyalitas. Adapun hasil penelitian diuraikan

terhadap daya tarik wisata yang positif, selaras sebagai berikut : dengan tingkat kepuasan responden yang

(H1) pengaruh daya tarik wisata dengan

berada pada tingkat puas. Jika diinteprestasikan

CBT di Gunung Api Purba Nglanggeran

berarti “Semakin meningkat daya tarik wisata

terhadap kepuasan wisatawan

semakin meningkat pula kepuasan wisatawan di Daya tarik wisata berbasis Community

Gunung Api Purba Nglanggeran.” Pengaruh Based Tourism (CBT) terbukti berpengaruh

positif juga dapat berarti sebaliknya, yaitu signifikan terhadap kepuasan wisatawan di

semakin menurun kualitas daya tarik wisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Hal ini dapat

akan semakin menurun pula kepuasan dibuktikan pada tabel 5 nilai P value 0.000, jauh

wisatawan sehingga dikawatirkan akan lebih kecil dari nilai alpha 0.05 pada taraf

berdampak pada menurunya minat kunjungan kepercayaan 95%.

wisatawan seperti pada hasil penelitian Hasil penelitian ini mendukung penelitan

terdahulu (Wiradiputra & Brahmanto, 2016). terdahulu yang telah dilakukan oleh Naidoo dkk

Hasil ini membuktikan betapa pentingnya (2011) yang menemukan bahwa daya tarik

pengelolaan daya tarik wisata dalam wisata berbasis alam berkontribusi dalam

meningkatkan kepuasan wisatawan. Oleh mempengaruhi kepuasan. Demikian juga

karena itu dirasa tepat langkah pengembangan dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa

daya tarik wisata alam di Gunung Api Purba daya tarik wisata berkontribusi positif dalam

yang telah dilakukan pengelola dengan mempengaruhi kepuasan berwisata (Lesmana

mengacu pada prinsip-prinsip Community & Brahmanto, 2016); (Rajesh, 2013). (Naidoo

Based Tourism (CBT). Prinsip menjunjung tinggi kearifan dalam CBT diharapkan mampu Based Tourism (CBT). Prinsip menjunjung tinggi kearifan dalam CBT diharapkan mampu

Based Tourism (CBT), dengan desain yang keunggulan bersaing (Ainurrahman, 2010);

dibuat unik, mengacu pada nilai-nilai lokal menjamin

yang ada. Selain menjamin keselamatan meningkatkan kebanggaan masyarakat lokal

keberlanjutan

lingkungan;

wisatawan, keselamatan dengan CBT terbukti (Suansri dkk., 2013), serta yang utama

mampu meningkatkan kepuasan wisatawan, pengembangan daya tarik dengan CBT terbukti

sehingga upaya keselamatan dengan CBT ini mampu menjamin kepuasan wisatawan. layak untuk dilanjutkan.

(H2) pengaruh upaya keselamatan wisata (H3) pengaruh sarana wisata dengan CBT di dengan CBT di Gunung Api Purba

Gunung Api Purba Nglanggeran terhadap Nglanggeran terhadap kepuasan wisatawan

kepuasan wisatawan

Upaya keselamatan wisata yang dikelola Sarana wisata dengan CBT di Gunung Api dengan CBT di Gunung Api Purba Nglanggeran

Purba Nglanggeran berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan,

kepuasan wisatawan. Terbukti pada tabel 5 nilai terbukti pada tabel 5, menunjukan P value

P value 0.031, lebih kecil dari nilai alpha 0.05 0.013, lebih kecil dari nilai alpha 0.05 pada taraf

pada taraf kepercayaan 95%. kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini sejalan

Hasil penelitian diatas juga sejalan dengan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan

terdahulu yang bahwa keselamatan berpengaruh positif

hasil-hasil

penelitian

mempersentasikan bahwa sarana wisata yang terhadap kepuasan wisatawan (Adom dkk.,

ditampilkan mampu memberikan kepuasan bagi 2012) dan (Ayob & Masroni, 2014). wisatawan (Soebiyantoro, 2009); (Salindri,

Nilai original sample adalah positif yaitu 2016) serta (Ghani & Brahmanto, 2016). sebesar 0,169 yang menunjukkan bahwa arah

Sedangkan nilai original sample adalah hubungan antara X2 dengan Y1 adalah positif.

positif, yaitu sebesar 0,201 yang menunjukkan Pengaruh signifikan tersebut juga dapat

arah hubungan antara X3 dengan Y1 adalah dibuktikan dengan hasil analisis diskriptif yang

positif. Pengaruh positif juga dapat dibuktikan menunjukan persepsi responden terhadap

pada analisis diskriptif yang menunjukan keselamatan cukup positif, selaras dengan

persepsi responden terhadap sarana wisata tingkat

cukup positif, selaras dengan tingkat kepuasan diinteprestasikan

kepuasan

responden. Jika

responden. Jika diinteprestasikan berarti keselamatan wisata akan berdampak pada

berarti

“Meningkatkan

“Peningkatan penyediaan sarana wisata akan meningkatnya kepuasan wisatawan di Gunung

berdampak pada meningkatnya kepuasan Api Purba Nglanggeran.”

wisatawan di Gunung Api Purba Nglanggeran.” Jaminan keselamatan merupakan faktor

Pembangunan sarana wisata yang tidak yang menjadi pertimbangan wisatawan dalam

boleh terlalu kontras dari lingkungan alam dan memilih destinasi wisata yang akan dikunjungi

sosial-budaya budaya masyarakat lokal sekitar (Pizam dan Mansfeld, 1996) dan (Chiang,

agar tidak menjadikan polusi lansekap. Salah 2000). Oleh karena itu, upaya peningkatan

satu solusinya dengan pembangunan pariwisata keselamatan dianggap sebagai upaya yang

merujuk pada kearifan lokal dan special local sangat tepat dalam menjamin kepuasan

sense yang merefleksikan keunikan budaya dan wisatawan terhadap destinasi wisata, disamping

keunikan lingkungan alam (Cox dalam Pitana, memberikan perlindungan terhadap risiko dan

2009). Mulai dari segi desain serta termasuk kecelakaan berwisata merupakan kewajiban

bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pengelola (Suharto, 2016). sarana wisata yang ramah lingkungan dan

Pengembangan keselamatan dengan

budaya.

desain lokal yang dibuat unik dengan corak

(H4) kepuasan berpengaruh terhadap

budaya terbukti dalam penelitian Wibowo

loyalitas

(2015) lebih efektif daripada desain

wisatawan berpengaruh keselamatan yang hanya dibuat standar. Oleh

Kepuasan

terhadap loyalitas berwisata di gunung. karena itu, tepat jika upaya keselamatan yang

Terbukti pada 4 nilai P value 0.000, jauh lebih dikembangkan di Gunung Api Purba

kecil dari nilai alpha 0.05 pada taraf kecil dari nilai alpha 0.05 pada taraf

unik, indah, serta terjaga keaslianya dan kepuasan wisatawan berkontribusi positif

memiliki nilai mampu menjamin wisatawan terhadap loyalitas berwisata di destinasi (Valle

loyal terhadap destinasi tersebut, dapat berupa dkk, 2006); (Prayag, 2008). Akan tetapi, hasil

kunjungan ulang atau setidaknya turut penelitian ini bertentangan dengan hasil

membantu merekomendasikan daya tarik penelitian Rahmawati dan Barustyawati (2009)

wisata yang dikunjunginya. Meskipun pada yang menemukan bahwa tidak ada hubungan

kenyataanya konsep loyalitas pada industri antara kepuasan wisatawan dengan loyalitas

pariwisata merupakan suatu hal yang sangat berwisata yang diukur dengan tingkat

sulit untuk dipastikan karena wisatawan keinginan merekomendasikan destinasi wisata. memiliki kebebasan absolut dalam melakukan

Nilai original sample adalah positif yaitu perjalanan (L. A. Wibowo & Yuniawati, 2007). sebesar 0,539, menunjukkan bahwa arah

(H6) upaya keselamatan wisata dengan CBT

hubungan antara Y1 dengan Y2 adalah positif.

tidak berpengaruh terhadap loyalitas

Pengaruh positif juga dapat dibuktikan pada

wisatawan di Gunung Api Purba

analisis diskriptif yang menunjukan kepuasan

Nglanggeran

wisatawan terhadap Gunung Api Purba Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada Nglanggeran berada pada tingkatan puas,

pengaruh keselamatan dengan CBT terhadap selaras dengan loyalitas responden yang cukup

loyalitas wisatawan di Gunung Api Purba baik. Implikasinya, “Semakin meningkatkan

Nglanggeran. Hal ini dapat dibuktikan dalam kepuasan wisatawan akan semakin meningkat

tabel 5, nilai P value 0.440, lebih besar dari nilai pula loyalitasnya untuk berwisata.” alpha 0.05 pada taraf kepercayaan 95%.

(H5) daya tarik wisata dengan CBT di

Penelitian ini jelas bertentangan dengan

Gunung Api Purba

Nglanggeran

hasil penelitian Ayob dan Masroni (2014) yang

berpengaruh terhadap loyalitas

menyatakan bahwa keselamatan berpengaruh Daya tarik wisata dengan CBT di Gunung

terhadap loyalitas. Begitu juga dengan Api Purba Nglanggeran berpengaruh terhadap

penelitian Prayag (2008) yang menemukan loyalitas. Hasil ini dapat dibuktikan pada tabel

bahwa

atribut

seperti keselamatan

5, nilai P value 0.001, jauh lebih kecil dari nilai mempengaruhi loyalitas wisatawan. alpha 0.05 pada taraf kepercayaan 95%. Hasil

Ketidak sesuaian dengan penelitian diatas sejalan dengan hasil peneliti sebelumnya

dimungkinkan akibat menemukan bahwa daya tarik wisata

terdahulu

dapat

banyaknya wisatawan dengan karakter berkontribusi dalam mempengaruhi loyalitas

bermotif petualang sebanyak 49%, seperti (Naidoo dkk, 2011); (Bursan, 2006); dan

terlihat pada analisis karakteristik wisatawan. (Rajesh, 2013). Dalam kajian literatur disebutkan bahwa

Nilai original sample estimate adalah wisatawan dengan motif petualang cenderung positif yaitu sebesar 0,347 yang menunjukkan

mengabaikan faktor risiko (keselamatan) dan bahwa arah hubungan antara X1 dengan Y2

lebih mengutamakan perolehan pengalaman adalah positif. Hal tersebut juga dapat

berwisata (Entwistle, 1923). Wisatawan dengan dibuktikan dengan hasil analisis diskriptif yang

cenderung lebih menunjukan persepsi responden terhadap daya

motif

petualang

mengutamakan keaslian daya tarik wisata, tarik wisata yang positif, selaras dengan nilai

bahkan seorang berkarakter drifter cenderung loyalitas wisatawan yang cukup baik. memilih destinasi wisata yang belum dikelola,

Konsekuensinya

serta belum pernah dikunjungi orang lain (I. G. meningkatkan daya tarik wisata akan semakin

adalah

“Semakin

Pitana & Putu, 2009). Walaupun keselamatan meningkatkat pula loyalitas wisatawan di

tebukti tidak berpengaruh signifikan terhadap Gunung Api Purba Nglanggeran.” Penelitian ini

loyalitas wisatawan, namun upaya keselamatan menunjukan bahwa pengelolaan daya taik

tetap harus diupayakan oleh pengelola destinasi wisata yang baik merupakan salah satu kunci

wisata. Karena jaminan keselamatan wisatawan dalam meningkatkan loyalitas berwisata. merupakan hal mendasar yang menjadi kewajiban pengelola wisata (Undang-Undang

Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 Tentang analisis diskriptif variabel daya tarik wisata, Kepariwisataan) dan (Undang-Undang Nomor

keselamatan, serta sarana wisata yang masing-

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan masing menunjukan kecenderungan nilai Konsumen, n.d.) posistif selaras dengan variabel kepuasan

(H7) sarana wisata dengan CBT tidak

wisatawan yang juga menunjukan nilai positif.

berpengaruh terhadap loyalitas wisatawan

Jika diinteprestasikan lebih dalam berarti

di Gunung Api Purba Nglanggeran

“Upaya meningkatkan variabel daya tarik Sarana wisata dengan CBT tidak

wisata, keselamatan dan sarana wisata secara berpengaruh signifikan terhadap loyalitas

berdampak pada wisatawan di Gunung Api Purba Nglanggeran.

bersama-sama

akan

peningkatan tingkat kepuasan wisatwan Hal ini dapat dibuktikan dengan tabel 5 yang

Gunung Api Purba Nglanggeran sebanyak menunjukan nilai P value 0.987, lebih besar dari

35,5%, sedang sisanya 65,5% dipengaruhi nilai alpha 0.05 pada taraf kepercayaan 95%. variabel lain diluar variabel yang diteliti.”

Hasil penelitian ini jelas bertentangan

(H9) daya tarik wisata, keselamatan, sarana

dengan hasil penelitian terdahulu yang

wisata, serta kepuasan wisatawan, secara

menyatakan bahwa sarana wisata berpengaruh

simultan berpengaruh terhadap loyalitas

langsung terhadap loyalitas (Prayag, 2008). Analisis hipotesis secara simultan Banyaknya wisatawan petualang sebesar

membuktikan bahwa daya tarik wisata, 49% diduga menjadi penyebab sarana wisata

keselamatan, sarana sisata, dan kepuasan (Y1) tidak berpengaruh terhadap loyalitas. Dalam

bersama-sama mempengaruhi loyalitas (Y2). kajian literatur disebutkan bahwa wisatawan

Hal ini dapat dibuktikan dari nilai P value dengan motif petualang cenderung

0.000, jauh lebih kecil dari nilai alpha 0.05 pada mengutamakan destinasi yang masih asli, tidak

taraf kepercayaan 95% sehingga hipotesis (H9) suka mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah

diterima.

umum, serta cenderung mencari hal-hal yang Hasil penelitian diatas mendukung tidak umum. Bahkan, disebutkan wisatawan

penelitian Prayag (2008) menemukan bahwa berkarakter drifter, satu tingkat diatas

sarana wisata, keselamatan, infrastruktur, petualang, justru memilih destinasi yang belum

atraksi/ daya tarik wisata, suasana, serta pernah dikunjungi orang lain (I. G. Pitana &

aksesibilitas

mempengaruhi loyalitas

Putu, 2009). wisatawan.

(H8) daya tarik wisata, keselamatan, dan

Sedangkan

nilai

original sample

sarana wisata, yang dikelola dengan CBT

menunjukan arah positif yaitu sebesar 0,549.

berpengaruh secara simultan terhadap

Jika

diinteprestasikan berarti “Upaya

kepuasan wisatawan

meningkatkan variabel daya tarik wisata, Daya tarik wisata, keselamatan, serta

keselamatan, sarana wisata dan kepuasan secara sarana wisata yang dibangun dengan

bersama-sama akan semakin meningkatkan Community Based Tourism (CBT) secara