Bab 9 SISTEM POLITIK ISLAM
SISTEM POLITIK ISLAM
Ulul Huda, S.Pd.I., M.Si
By PresenterMedia.com
Topik Bahasan
Sistem Politik Islam
Pengertian Politik
Hubungan Islam dengan Politik
Politik Islam Pada Masa Rasulullah
SAW
Politik Islam Masa Khulafa al
Rasyidin
1. Pengertian Politik
• Kata
politik berasal dari bahasa
Yunani yakni: Polis yg berarti kota.
• Dalam
arti istilah politik adalah
suatu ilmu yang berkaitan dengan
prinsip pengaturan dan pengawasan
rakyat yang hidup dalam masyarakat.
Kemudian poltik ini pada umumnya
sangat terkait dengan masalah negara.
Namun seberapa jauh pengertian politik
tersebut. Berikut ini disebutkan beberapa
definisi mengenai istilah politik, yaitu antara
lain :
H.D. LASSWELL
ROESLAN ABDUL GHANI
Politik adalah ilmu
tentang pengaruh dan
yang berpengaruh;
Adapun yang
berpengaruh adalah
memperoleh sebanyakbanyaknya apa yang
dapat diperoleh,
yaitu kehormatan,
penghasilan dan
keselamatan.
•
Politik adalah
kemahiran untuk
menghimpun kekuatan;
meningkatkan
kualitas dan
kuantitas kekuatan;
mengawasi dan
mengendalikan
kekuatan; dan
menggunakan kekuatan
untuk mencapai
tujuan kekuasaan
dalam negara dan
institusi lainnya.
Adapun Sederhananya, Politik:
• Politik
kadang diartikan dengan sangat
sederhana yaitu seperti
siasat;
mencari
strategi
yang
tepat;
kelicikan;
kelihaian
menerapkan
sesuatu; dan sebagainya, baik dalam
arti positif maupun negatif.
Dengan Demikian,
• Istilah
politik dapat diartikan : siasat,
cara
maupun
strategi
untuk
mempengaruhi
seseorang
atau
sekelompok orang agar mendukung,
ikut
memperjuangkan,
sehingga
memperoleh kekuatan yang besar
dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkannya
yakni
kekuasaan
dalam segala bidang, termasuk
negara.
2. Hubungn Islam dengan
Politik
Din Syamsuddin memberikan
gambaran yang dapat dijadikan
pedoman, yaitu ketika membahas
mengenai hubungan Islam dengan
negara:
• Pertama,
teori
integralistik.
Teori
menyatakan bahwa agama dan negara
(politik) tidak dapat dipisahkan ,
keduanya merupakan satu kesatuan,
karena wilayah agama meliputi wilayah
negara atau politik. Oleh karena itu
negara pada dasarnya merupakan
lembaga politik dan agama sekaligus.
Eksistensi
penyelenggaraan
negara
adalah didsarkan pada kedaulatan Ilahi.
Pemikir model kategori ini adalah
seperti Abul ‘Ala al-Maududi.
• Kedua,
agama dan negara (politik)
mempunyai
hubungan
simbiotikmutualis yaitu hubungan timbal balik
dan saling memerlukan. Dalam model
pemikiran ini bisa jadi
agama
ditempatkan sebagai alat justifikasi
peneyelenggaraan
politik,
atau
sebaliknya bahwa penerapan kebijakankebijakan politik adalah menguatkan
pada perintah-perintah agama. Gagasan
ini yang ditawarkan oleh Al Mawardi.
• Ketiga,
agama dan negara (politik) sama
sekali
tidak
mempunyai
hubungan
integralistik maupun hubungan simbiotik.
Pemikiran ini lebih bersifat sekularistik
yakni memisahkan antara agama dan
negara. Wilayah kajian agama mempunyai
lingkungan sendiri dan kajian politik juga
demikian.
Dengan
demikian
mereka
menolak suatu konsep yang menjadikan
agama sebagai dasar negara. Pemikir yang
mendukung model ini adalah Ali Abd Raziq.
• Perbedaan
penerapan ideologi politik
yang ada di negara-negara Muslim itu
lebih disebabkan bahwa doktrin nash,
baik al-Qur’an maupun
as-Sunnah
tidak secara tegas menekankan teori
mana
yang
harus
diikuti,
dan
kemudian
ditambah
dengan
kenyataan yang terjadi pada negaranegara yang penduduknya mayoritas
beragama Islam.
3. Politik Islam pada Masa
Rasul Muhammad SAW.
Dibagi menjadi dua yakni :
1. pada masa hidup di Makkah (610622 M)
2. masa di Madinah (622 – 632 M).
• Perbedaannya,
pada masa di Makkah
Nabi tidak punya kekuasaan politik
untuk
menyokong
kenabiannya,
sedang ketika di Madinah ia sebagai
kepala “politik” agamanya, meskipun
ia tidak pernah menyatakan dirinya
sbagai
seorang
penguasa
atau
sebagai kepala pemerintahan.
• Negara
dalam Islam adalah sebagai
alat untuk keperluan agama. Perlunya
sebuah negara memang tidak secara
tegas disampaikan al-Quran. Bahkan
kata negara (daulat) menurut -hampir
semua pakar politik Islam menyatakan
tidak terdapat dalam al-Qur’an.
• Pada
masa Nabi, pemerintahan yang
berjalan
masih
sangat
sederhana.
Kedudukan
nabi
sangat
spesial.
Muhammad
bertindak
sebagai
rasul,
kepala negara dan sekaligus juga sebagai
hakim. Muhammad memegang otorits
ukhrawi dan sekaligus otoritas duniawi
(sebagai kepala negara dan hakim).
Kedudukan yang unik ini tidak akan
terulang lagi pada siapapun, karena pintu
kerasulan sudah tertutup.
•
Dalam
perjalanannya,
setiap
mengambil keputusan kadang rasul
bermusywarah (realisasi dari syura),
tetapi keputusan akhir tetap berada
di tangan rasul. Beliau kadang
berkonsultasi, tetapi adakalanya
dituntun langsung oleh wahyu.
Rasul tidak menjelaskan secara
lengkap
dan
detail
mengenai
mekanisme
dan
sistem
pemerintahan. Beliau juga tidak
secara tegas merombak total sistem
kekuasaan suku-suku Arab yang
telah mentradisi. Rasul merombak
pada sisi kepercayaan mereka,
Piagam Madinah
• Piagam
ini lahir pada tahun pertama
Hijriyah yaitu th 622 M. Menjelang
hijrah yakni pada tahun ke-10 dari
kenabian Abu Thalib dan Khadijah
wafat.
• Karena gencarnya serangn Qiraisy,
Nabi berhijrah ke Madinah.
•
Berdasarkan Piagam Madinah itu, semua suku,
qabilah dan kelompok manapun menjadi peserta
piagam. Mereka mempunyai kebebasan iman,
sosial budaya, tetapi dengan kewajiban bersamasama menjaga dan mempertahankan kota
Madinah dari serangan pihak luar dan biaya
pertahanan dipikul secara bersama-sama. Tapi
jika terjadi konflik di antara mereka, maka harus
dikembalikan
kepada
Allah
dan
Rasul
Muhammad. Butir inilah menunjukkan bahwa
nabi sudah mulai diakui sebagai pemimpin yang
punya kekuasaan politik, sekalipun pada masa itu
beliau adalah pemimpin kaum muhajirin dan
anshar.
• Namun
sayang pada suatu saat,
akhirnya pihak Yahudi menghianati
Piagam tersebut, di mana ketika
Madinah
(Muslimin)
diserang
penduduk Makkah (Quraisy) ternyata
mereka
justru
membantu
pihak
Makkah.
•
Piagam Madinah terdapat 47 pasal, dan bila dirangkum
terdapat dua hal pokok yakni :
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari
berbagai suku adalah tetap merupakan satu
komunitas.
Hubungan antara sesama komunitas Islam dan
antara semua anggota komunitas didasarkan pd
prinsip-prinsip :
bertetangga yang baik;
saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama;
membela mereka yang teraniaya;
saling menasihati; dan
menghormati kebebasan beragama.
4. Politik di Masa Khulafa al Rasyid
• Wafatnya
Nabi
Muhammad
SAW
tertanggal 12 Rabiul Awwal, 11 H. /8 Juni
623 M, meninggalkan situasi politik yang
sangat unik dalam sejarah politik Islam.
Sebab nabi semasa hidupnya tidak saja
punya otoritas duniawi (politik,dsb) tetapi
juga punya otoritas ukhrawi (spiritual).
Situasi ini tidak akan terulang kembali,
karena Muhammad sabagi rasul terakhir.
• Ketika
umat
baru
saja
ditinggal
pemimpinnya, keesokan harinya, tanpa
direncanakan
sebelumnya,
diadakan
pertemuan di Saqifah, Madinah yakni di
balai pertemuan Sa’idah. Karena sifatnya
mendadak, maka banyak sahabat senior
yang tidak hadir, seperti Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf,
Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash
dan Thalhah bin Ubaidah.
Dalam pertemuan tersebut golongan Anshar
(golongan Khazraj) menjagokan Sa’ad bin
Ubaidah sebagai pengganti Rasul. Mereka
beralasan :
1. Kaum Ansharlah yang menolong Rasul di waktu
susah;
2. Madinah adalah sebagai pusat pemerintahan Kaum
Muhajirin menolak pencalonan itu, dengan alasan :
a. Yang berhak adalah kaum Muhajirin, sebab
mereka yang pertama kali merasakan pahit
getirnya perjuangan Islam;
b. Sebelum Islam, suku Khazroj dengan suku Aus
selalu berperang, sehingga jika nanti pemimpin
dari suku Khazraj, maka suku Aus akan marah.
•
•
Abubakar
kemudian
mengusulkan,
mencalonkan Umar bin Khatab
& Abu
Ubaidah bin Jarah , tetapi kedua orang ini
menolak,
bahkan
terus
membai’at
Abubakar.
Sebelum
berdua
berbai’at,
ternyata sebelumnya tokoh Khazraj, Basyir
bin Said, telah membai’atnya. Bai’at ini
didengar oleh seluruh peserta rapat. Dalam
sejarah peristiwa ini dikenal dengan
“Bai’at
Saqifah”.
Abubakar
terpilih
disebut
:
khalifah
rasulillah,
bukan
khalifatullah. Sistem ini berarti menolak
sistem monarki, warisan dinasti ataupun
kerajaan..
• Khalifah
1.
2.
sendiri punya arti :
Pengganti (Successor) Muhammad
sebagai
kepala
negara,
bukan
sebagai rasulullah;
“pembantu” atas rakyatnya. Hal ini
sesuai dengan pidato para khulafa al
rasyidin, yang pada intinya : sebagai
kontrak sosial, bahwa pemimpin
akan bekerja untuk yang dipimpin
• Munculnya
peristiwa ini (pengangkatan
Abubakar sebagai khalifah rasulillah)
ada beberapa hal yang dapat dipetik :
1. Kepemimpinan
adalah
sangat
penting dalam Islam;
2. Rasa
takut
munculnya
konflik
dengan wafatnya Rasul;
3. Pengangkatan
seorg pemimpin :
musyawarah
1. Abubakar (632 - 634 M./ 11-13
H.)
Pengangkatan Abubakar sbg khalifah, menyimpan
masalah yakni :
1. pertemuan saqifah terlalu terburu-buru (karena
memang tidak direncanakan terlebih dahulu);
2. tidak mengikutsertakan sahabat senior, seperti
Abdur Rahman bin Auf, Utsman bin Affan, Thalhah,
Zubair, Saad bin Abi Waqash, dsb.
3. tidak memohon ijin/mengikutsertakan keluarga nabi,
sebab ketika pertemuan berlangsung, nabi sendiri
belum dikebumikan.
4. Antara Anshar & Muhajirin tidak mempunyai
koordinasi yang baik. Karena Pertemuan Saqifah
yang melakukan pada awalnya : Anshar yang ingin
mengangkat Saad bin Ubadah.
•
• Nama
lengkap Abubakar : Abdullah bin
Abi Quhafah at Tamimi, yang dijuluki
Abubakar : pelopor pagi hari. Ia diberi
gelar : As Shidiq (yang dipercaya). Gelar
ini karena ia sangat mempercayai
kebenaran Islam dan peristiwa Isra’
mi’raj. Ia sebagai pedagang. Putrinya
yang bernama Aisyah, diperistri Rasul.
Ketika Rasul menderita sakit, Abubakar
sering menggantikan nabi memimpin
shalat jama’ah.
•
Kepemimpinan Abubakar berusaha meneladani
Rasulullah SAW. Ia banyak memerangi kaum
riddah dan kaum yang ingin melepaskan diri dari
pangkuan Islam. Setelah kurang lebih 3 tahun
berkuasa, beliau jatuh sakit. Sebelum wafat ia
sempat mengumpulkan para sahabat untuk
membicarakan siap orang yang paling tepat
menggantikan
dirinya
?
Maka
diajaklah
konsultasi yaitu : al. Usman bin Affan, Abdul
Rohman bin Auf (Muhajirin) dan Asid bin Khudair
(Anshar). Pembicaraan ini dirahasiakan, karena
untk kemashlahatan umat. Sesudah Abubakar
wafat, maka diangkatlah Umar sebagai khalifah.
2. Umar bin khatab (634 – 644 M / 13 –23 H.)
• Pengangkatan
Umar
berbeda
dengan
pendahulunya,
yakni
bukan
dengan
musyawarah
terbuka.
Hal
disebabkan
Abubakar khawatir bisa terjadi sesuatu
(mungkin
konflik
umat
Islam)
seperti
pertemuan di balai saqifah. Sebab pemilihan
akan seru, dan hal ini bagi Islam yang masih
muda tidak memberi manfaat. Pada sisi lain
adanya tindak pengkhianatan dari suku-suku
yang belum berimandan juga ancaman dari
imperium Romawi dan Persia.
• Umar
dikenal sebagai orang yang
sangat keras. Ia dikenal sebagai
“singa padang pasir”. Oleh karena itu
penunjukannya sebagai khalifah pada
awalnya “ditentang” Abdurrahman.
Tetapi berkat motivasi Abubakar,
mereka semua akhirnya menyetujui.
• Pada
masa pemerintahannya (selama
10 tahun), ia berhasil membebaskan
negeri jajajahan Romawi dan Persia,
seperti: Palestina, Suriah, Mesir dan
Baitul Maqdis dari Romawi. Masa
Umar ini mulai diadakan aturan
tentang hubungan Antara daerah
dengan pusat.
• Ketika
Umar ditikam seorang nashrani,
Abu Lu’lu’ah, pada waktu shalat
shubuh, ia dengan nafas tersengalsengal bertanya : siapakan yang
menikamku ? Dijawab para shahabat :
“Abu Lu’lu’ah”. Alhamdulillah, kata
Umar, Aku tidak dianiaya oleh sesama
Muslim.
Sebelum menghembuskan nafas yang
terakhir, Umar diminta untuk menunjuk
seorang
penggantinya,
tetapi
Umar
menolaknya.
Bahkan
ketika
shahabt
menunjuk putranya, Abdullah bin Umar,
Umar malah marah. Namun ketika didesak
para shahabat, maka Umar membentuk
formateur yang terdiri dari 6 orang yaitu :
1. Ali bin Abi Thalib;
2. Utsman bin Affan;
3. Saad bin Abi Waqash;
4. Abdul Rohman bin Auf;
5. Zubair bin Awwam; dan
•
Menurut Umar mekanisme pemilihan
khalifah :
1. Formateur sudah harus memilih
khalifah 3 hari setelah Umar wafat;
2. Penentuan khalifah harus dengan
musyawarah, & berbahagialah bila
mereka menyepakati 1 nama;
3. Jika 4-5 orang menyepakati 1 nama,
sedangkan 1-2 orang menolak, maka
semua hendaknya berusaha
menyadarkannya;
4. Jika suara berimbang, maka hendaklah
bertanya pada Abdullah bin Umar, dan
siapapun yang didukung Abdullah
•
•
Setelah Umar wafat, 5 anggota formateur
bersidang, sedang Thalhah pergi ke Madinah.
Pemilihan ini berjalan alot, karena semua
mencalonkan diri sebagai khalifah. Abdul Rohman
mengundurkan diri, sehigga tinggal 4 calon.
Masyarakat terbagi menjadi dua, satu pihak
mendukung Utsman, sedang pihak lain mendukung
Ali.
Pada saat Abdul Rohman bertanya kepada Ali
tentang kesanggupannya menjadi khalifah, ia
menjawab : saya berharap dapat berbuat sejauh
pengetahuan dan kemampuan saya”. Namun
ketika ditanyakan kepada Utsman, ia menjawab :
ya, saya sanggup. Maka berdasarkan jawaban itu
Utsman dipilih menjadi khalifah. Ali kecewa dan
menuduh Abdul Rohman telah bersekongkol
sebelumnya.
3. Utsman bin Affan (644- 656 M/23 – 35
H.)
• Proses
pemilihan Utsman yang tidak
mulus membawa persoalan-persoalan
berikutnya,
yakni
munculnya
kelompok
pembangkang
(seperti
Mesir).
• Dalam
menjalankan roda pemerintahan,
Utsman terlihat lemah, hal ini
disebabkan :
1. Praktek nepotisme. Gubernur Amr bin
Ash di Mesir diganti Ibn Abi Sarh
(keluarga Utsman). Kejadian ini
mengakibatkan sekitar 500 orang
Mesir menyerbu pusat.
2. Utsman sudah mencapai 70 th.,
3. Utsman sering mendelegasikan tugastugasnya kepada org lain.
• Utsman
wafat sangat menyedihkan,
sebab sebelumnya rumah beliau
dikepung
dan
beberapa
saat
kemudian, penyerbu dapat masuk ke
rumah Utsman dan membunuhnya.
4. Ali Bin Abi Thalib (657-661
M)
• Utsman
wafat tidak meninggalkan
wasiat kepemimpinan pada siapapun.
Naiknya Ali sebagai khalifah, segera
muncul penolakan dari pemukapemuka yang ingin jadi khalifah,
terutama Thalhah & Zubair yang
dapat sokongan dari Aisyah.
• Pemerintahan
Ali dibayang-bayangi konflik.
Hal ini disebabkan :
• Ali harus bertanggung jawa atas
terbunuhnya Utsman;
• Hak memilih khalifah bukan lagi monopoli
orang-orang di Madinah, mengingat
semakin luasnya kekuasaan politik Islam;
• Kepemimpinan Ali ditentang golongan
Khawarij, dan pengikut Thalhah serta
Zubair.
• Konflik
terbuka yang besar adalah
perang Jamal, di mana pihak musuh
dipimpin Thalhah, Zubair dan Aisyah.
Perang kedua adalah perang Shiffin
yang dipimpin Mu’awiyah.
• pada
bulan Mei 660 M, bertempat di
Yerusalem, Mu’awiyah menyatakan
diri sebagai khalifah.
• Sebelum
pembelotan
Mu’awiyah
diatasi, Ali terbunuh pd tgl 24 Januari
661 M. Peristiwa ini menandai
berakhirnya era khulafa al rasyidin
Schism pasca khulafaur Rasyidin
•
Dalam perang Jamal, Zubair dan Thalhah terbunuh, sedang
‘Aisyah ditangkap, kemudian dikembalikan ke keluarganya.
Adapun pada perang Shifin, diadakan gencetan senjata dengan
mengambil jalan arbitrase (hakam). Pihak Mu’awiyah diwakili
Amr bin Ash, sedang pihak Ali diwakili Abu Musa Al Asy’ari. Pada
kesepakatan mereka berdua, kelicikan Amr mengalahkan
perasaan taqwa Abu Musa. Sebenarnya keduanya sepakat untuk
menjatuhkan Ali dan Mu’awiyah, namun ketika Abu Musa
sebagai yang tertua maju duluan dan kemudian mengumumkan
putusan telah menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan
itu, Amr justru dalam memberikan pengumumannya hanya
sepakat menjatuhkan Ali dan kemudian mengangkat Mu’awiyah
sebagai khalifah.
• Peristiwa
ini memunculkan 3 golongan
:
1.
2.
3.
Golongan Khawarij;
Golongan Syi’ah;
Golongan Mu’awiyah.
Sekilas
Perjalanan
Indonesia
• Suatu
Politik
Islam
kajian politik Islam akan
menjadi kurang sempurna (valid)
apabila
kita
meninggalkan
kajian politik Islam yang lebih
didekatkan
pada
peristiwaperistiwa yang terjadi di bumi
pertiwi.
di
•
Menurut Herbert Feith ada lima aliran
yang mewarnai pemikiran politik di
Indonesia, yaitu :
1. Tradisi Jawa;
2. Islam;
3. Nasionalisme Radikal;
4. Komunisme dan
5. Sosial-Demokrasi.
Banyak pemimpin yang menjadikan Nash Qur’an
atau Hadits sebagai alat legitimasi politik
Barangkali contoh berikut dapat menjadi
gambaran :
1. Pada masa ORLA, di mana dalam PEMILU yang
terselenggara pada tanggal
29 September
1955, ada suatu partai yang bernama PKI.
Meskipun para pengurus dan anggotanya
kebanyakan anti agama atau anti Islam,
tetapi dalam
kampanyepun mereka juga
menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an.
2. Pada masa ORBA, ada suatu partai
yang
kalau kampanye sering membukanya dengan
bacaan basmalah dan ayat-ayat suci alQur’an. Walaupun para wakilnya ketika
berada di DPR tidak pernah menyuarakan
•
• Pada
tahun 1999, ketika musim
reformasi memunculkan banyaknya
partai berdiri, dari partai yang
berbasis non-Islam sampai pada
partai-partai
yang
berasaskan
Islam. Umat Islam tetap menjadi
sasaran tembak yang paling empuk
dan mempesona.
Terimakasih
Mari Belajar Politik, dan Mari
Berpolitik dengan Akhlak
Ulul Huda, S.Pd.I., M.Si
By PresenterMedia.com
Topik Bahasan
Sistem Politik Islam
Pengertian Politik
Hubungan Islam dengan Politik
Politik Islam Pada Masa Rasulullah
SAW
Politik Islam Masa Khulafa al
Rasyidin
1. Pengertian Politik
• Kata
politik berasal dari bahasa
Yunani yakni: Polis yg berarti kota.
• Dalam
arti istilah politik adalah
suatu ilmu yang berkaitan dengan
prinsip pengaturan dan pengawasan
rakyat yang hidup dalam masyarakat.
Kemudian poltik ini pada umumnya
sangat terkait dengan masalah negara.
Namun seberapa jauh pengertian politik
tersebut. Berikut ini disebutkan beberapa
definisi mengenai istilah politik, yaitu antara
lain :
H.D. LASSWELL
ROESLAN ABDUL GHANI
Politik adalah ilmu
tentang pengaruh dan
yang berpengaruh;
Adapun yang
berpengaruh adalah
memperoleh sebanyakbanyaknya apa yang
dapat diperoleh,
yaitu kehormatan,
penghasilan dan
keselamatan.
•
Politik adalah
kemahiran untuk
menghimpun kekuatan;
meningkatkan
kualitas dan
kuantitas kekuatan;
mengawasi dan
mengendalikan
kekuatan; dan
menggunakan kekuatan
untuk mencapai
tujuan kekuasaan
dalam negara dan
institusi lainnya.
Adapun Sederhananya, Politik:
• Politik
kadang diartikan dengan sangat
sederhana yaitu seperti
siasat;
mencari
strategi
yang
tepat;
kelicikan;
kelihaian
menerapkan
sesuatu; dan sebagainya, baik dalam
arti positif maupun negatif.
Dengan Demikian,
• Istilah
politik dapat diartikan : siasat,
cara
maupun
strategi
untuk
mempengaruhi
seseorang
atau
sekelompok orang agar mendukung,
ikut
memperjuangkan,
sehingga
memperoleh kekuatan yang besar
dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkannya
yakni
kekuasaan
dalam segala bidang, termasuk
negara.
2. Hubungn Islam dengan
Politik
Din Syamsuddin memberikan
gambaran yang dapat dijadikan
pedoman, yaitu ketika membahas
mengenai hubungan Islam dengan
negara:
• Pertama,
teori
integralistik.
Teori
menyatakan bahwa agama dan negara
(politik) tidak dapat dipisahkan ,
keduanya merupakan satu kesatuan,
karena wilayah agama meliputi wilayah
negara atau politik. Oleh karena itu
negara pada dasarnya merupakan
lembaga politik dan agama sekaligus.
Eksistensi
penyelenggaraan
negara
adalah didsarkan pada kedaulatan Ilahi.
Pemikir model kategori ini adalah
seperti Abul ‘Ala al-Maududi.
• Kedua,
agama dan negara (politik)
mempunyai
hubungan
simbiotikmutualis yaitu hubungan timbal balik
dan saling memerlukan. Dalam model
pemikiran ini bisa jadi
agama
ditempatkan sebagai alat justifikasi
peneyelenggaraan
politik,
atau
sebaliknya bahwa penerapan kebijakankebijakan politik adalah menguatkan
pada perintah-perintah agama. Gagasan
ini yang ditawarkan oleh Al Mawardi.
• Ketiga,
agama dan negara (politik) sama
sekali
tidak
mempunyai
hubungan
integralistik maupun hubungan simbiotik.
Pemikiran ini lebih bersifat sekularistik
yakni memisahkan antara agama dan
negara. Wilayah kajian agama mempunyai
lingkungan sendiri dan kajian politik juga
demikian.
Dengan
demikian
mereka
menolak suatu konsep yang menjadikan
agama sebagai dasar negara. Pemikir yang
mendukung model ini adalah Ali Abd Raziq.
• Perbedaan
penerapan ideologi politik
yang ada di negara-negara Muslim itu
lebih disebabkan bahwa doktrin nash,
baik al-Qur’an maupun
as-Sunnah
tidak secara tegas menekankan teori
mana
yang
harus
diikuti,
dan
kemudian
ditambah
dengan
kenyataan yang terjadi pada negaranegara yang penduduknya mayoritas
beragama Islam.
3. Politik Islam pada Masa
Rasul Muhammad SAW.
Dibagi menjadi dua yakni :
1. pada masa hidup di Makkah (610622 M)
2. masa di Madinah (622 – 632 M).
• Perbedaannya,
pada masa di Makkah
Nabi tidak punya kekuasaan politik
untuk
menyokong
kenabiannya,
sedang ketika di Madinah ia sebagai
kepala “politik” agamanya, meskipun
ia tidak pernah menyatakan dirinya
sbagai
seorang
penguasa
atau
sebagai kepala pemerintahan.
• Negara
dalam Islam adalah sebagai
alat untuk keperluan agama. Perlunya
sebuah negara memang tidak secara
tegas disampaikan al-Quran. Bahkan
kata negara (daulat) menurut -hampir
semua pakar politik Islam menyatakan
tidak terdapat dalam al-Qur’an.
• Pada
masa Nabi, pemerintahan yang
berjalan
masih
sangat
sederhana.
Kedudukan
nabi
sangat
spesial.
Muhammad
bertindak
sebagai
rasul,
kepala negara dan sekaligus juga sebagai
hakim. Muhammad memegang otorits
ukhrawi dan sekaligus otoritas duniawi
(sebagai kepala negara dan hakim).
Kedudukan yang unik ini tidak akan
terulang lagi pada siapapun, karena pintu
kerasulan sudah tertutup.
•
Dalam
perjalanannya,
setiap
mengambil keputusan kadang rasul
bermusywarah (realisasi dari syura),
tetapi keputusan akhir tetap berada
di tangan rasul. Beliau kadang
berkonsultasi, tetapi adakalanya
dituntun langsung oleh wahyu.
Rasul tidak menjelaskan secara
lengkap
dan
detail
mengenai
mekanisme
dan
sistem
pemerintahan. Beliau juga tidak
secara tegas merombak total sistem
kekuasaan suku-suku Arab yang
telah mentradisi. Rasul merombak
pada sisi kepercayaan mereka,
Piagam Madinah
• Piagam
ini lahir pada tahun pertama
Hijriyah yaitu th 622 M. Menjelang
hijrah yakni pada tahun ke-10 dari
kenabian Abu Thalib dan Khadijah
wafat.
• Karena gencarnya serangn Qiraisy,
Nabi berhijrah ke Madinah.
•
Berdasarkan Piagam Madinah itu, semua suku,
qabilah dan kelompok manapun menjadi peserta
piagam. Mereka mempunyai kebebasan iman,
sosial budaya, tetapi dengan kewajiban bersamasama menjaga dan mempertahankan kota
Madinah dari serangan pihak luar dan biaya
pertahanan dipikul secara bersama-sama. Tapi
jika terjadi konflik di antara mereka, maka harus
dikembalikan
kepada
Allah
dan
Rasul
Muhammad. Butir inilah menunjukkan bahwa
nabi sudah mulai diakui sebagai pemimpin yang
punya kekuasaan politik, sekalipun pada masa itu
beliau adalah pemimpin kaum muhajirin dan
anshar.
• Namun
sayang pada suatu saat,
akhirnya pihak Yahudi menghianati
Piagam tersebut, di mana ketika
Madinah
(Muslimin)
diserang
penduduk Makkah (Quraisy) ternyata
mereka
justru
membantu
pihak
Makkah.
•
Piagam Madinah terdapat 47 pasal, dan bila dirangkum
terdapat dua hal pokok yakni :
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari
berbagai suku adalah tetap merupakan satu
komunitas.
Hubungan antara sesama komunitas Islam dan
antara semua anggota komunitas didasarkan pd
prinsip-prinsip :
bertetangga yang baik;
saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama;
membela mereka yang teraniaya;
saling menasihati; dan
menghormati kebebasan beragama.
4. Politik di Masa Khulafa al Rasyid
• Wafatnya
Nabi
Muhammad
SAW
tertanggal 12 Rabiul Awwal, 11 H. /8 Juni
623 M, meninggalkan situasi politik yang
sangat unik dalam sejarah politik Islam.
Sebab nabi semasa hidupnya tidak saja
punya otoritas duniawi (politik,dsb) tetapi
juga punya otoritas ukhrawi (spiritual).
Situasi ini tidak akan terulang kembali,
karena Muhammad sabagi rasul terakhir.
• Ketika
umat
baru
saja
ditinggal
pemimpinnya, keesokan harinya, tanpa
direncanakan
sebelumnya,
diadakan
pertemuan di Saqifah, Madinah yakni di
balai pertemuan Sa’idah. Karena sifatnya
mendadak, maka banyak sahabat senior
yang tidak hadir, seperti Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf,
Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash
dan Thalhah bin Ubaidah.
Dalam pertemuan tersebut golongan Anshar
(golongan Khazraj) menjagokan Sa’ad bin
Ubaidah sebagai pengganti Rasul. Mereka
beralasan :
1. Kaum Ansharlah yang menolong Rasul di waktu
susah;
2. Madinah adalah sebagai pusat pemerintahan Kaum
Muhajirin menolak pencalonan itu, dengan alasan :
a. Yang berhak adalah kaum Muhajirin, sebab
mereka yang pertama kali merasakan pahit
getirnya perjuangan Islam;
b. Sebelum Islam, suku Khazroj dengan suku Aus
selalu berperang, sehingga jika nanti pemimpin
dari suku Khazraj, maka suku Aus akan marah.
•
•
Abubakar
kemudian
mengusulkan,
mencalonkan Umar bin Khatab
& Abu
Ubaidah bin Jarah , tetapi kedua orang ini
menolak,
bahkan
terus
membai’at
Abubakar.
Sebelum
berdua
berbai’at,
ternyata sebelumnya tokoh Khazraj, Basyir
bin Said, telah membai’atnya. Bai’at ini
didengar oleh seluruh peserta rapat. Dalam
sejarah peristiwa ini dikenal dengan
“Bai’at
Saqifah”.
Abubakar
terpilih
disebut
:
khalifah
rasulillah,
bukan
khalifatullah. Sistem ini berarti menolak
sistem monarki, warisan dinasti ataupun
kerajaan..
• Khalifah
1.
2.
sendiri punya arti :
Pengganti (Successor) Muhammad
sebagai
kepala
negara,
bukan
sebagai rasulullah;
“pembantu” atas rakyatnya. Hal ini
sesuai dengan pidato para khulafa al
rasyidin, yang pada intinya : sebagai
kontrak sosial, bahwa pemimpin
akan bekerja untuk yang dipimpin
• Munculnya
peristiwa ini (pengangkatan
Abubakar sebagai khalifah rasulillah)
ada beberapa hal yang dapat dipetik :
1. Kepemimpinan
adalah
sangat
penting dalam Islam;
2. Rasa
takut
munculnya
konflik
dengan wafatnya Rasul;
3. Pengangkatan
seorg pemimpin :
musyawarah
1. Abubakar (632 - 634 M./ 11-13
H.)
Pengangkatan Abubakar sbg khalifah, menyimpan
masalah yakni :
1. pertemuan saqifah terlalu terburu-buru (karena
memang tidak direncanakan terlebih dahulu);
2. tidak mengikutsertakan sahabat senior, seperti
Abdur Rahman bin Auf, Utsman bin Affan, Thalhah,
Zubair, Saad bin Abi Waqash, dsb.
3. tidak memohon ijin/mengikutsertakan keluarga nabi,
sebab ketika pertemuan berlangsung, nabi sendiri
belum dikebumikan.
4. Antara Anshar & Muhajirin tidak mempunyai
koordinasi yang baik. Karena Pertemuan Saqifah
yang melakukan pada awalnya : Anshar yang ingin
mengangkat Saad bin Ubadah.
•
• Nama
lengkap Abubakar : Abdullah bin
Abi Quhafah at Tamimi, yang dijuluki
Abubakar : pelopor pagi hari. Ia diberi
gelar : As Shidiq (yang dipercaya). Gelar
ini karena ia sangat mempercayai
kebenaran Islam dan peristiwa Isra’
mi’raj. Ia sebagai pedagang. Putrinya
yang bernama Aisyah, diperistri Rasul.
Ketika Rasul menderita sakit, Abubakar
sering menggantikan nabi memimpin
shalat jama’ah.
•
Kepemimpinan Abubakar berusaha meneladani
Rasulullah SAW. Ia banyak memerangi kaum
riddah dan kaum yang ingin melepaskan diri dari
pangkuan Islam. Setelah kurang lebih 3 tahun
berkuasa, beliau jatuh sakit. Sebelum wafat ia
sempat mengumpulkan para sahabat untuk
membicarakan siap orang yang paling tepat
menggantikan
dirinya
?
Maka
diajaklah
konsultasi yaitu : al. Usman bin Affan, Abdul
Rohman bin Auf (Muhajirin) dan Asid bin Khudair
(Anshar). Pembicaraan ini dirahasiakan, karena
untk kemashlahatan umat. Sesudah Abubakar
wafat, maka diangkatlah Umar sebagai khalifah.
2. Umar bin khatab (634 – 644 M / 13 –23 H.)
• Pengangkatan
Umar
berbeda
dengan
pendahulunya,
yakni
bukan
dengan
musyawarah
terbuka.
Hal
disebabkan
Abubakar khawatir bisa terjadi sesuatu
(mungkin
konflik
umat
Islam)
seperti
pertemuan di balai saqifah. Sebab pemilihan
akan seru, dan hal ini bagi Islam yang masih
muda tidak memberi manfaat. Pada sisi lain
adanya tindak pengkhianatan dari suku-suku
yang belum berimandan juga ancaman dari
imperium Romawi dan Persia.
• Umar
dikenal sebagai orang yang
sangat keras. Ia dikenal sebagai
“singa padang pasir”. Oleh karena itu
penunjukannya sebagai khalifah pada
awalnya “ditentang” Abdurrahman.
Tetapi berkat motivasi Abubakar,
mereka semua akhirnya menyetujui.
• Pada
masa pemerintahannya (selama
10 tahun), ia berhasil membebaskan
negeri jajajahan Romawi dan Persia,
seperti: Palestina, Suriah, Mesir dan
Baitul Maqdis dari Romawi. Masa
Umar ini mulai diadakan aturan
tentang hubungan Antara daerah
dengan pusat.
• Ketika
Umar ditikam seorang nashrani,
Abu Lu’lu’ah, pada waktu shalat
shubuh, ia dengan nafas tersengalsengal bertanya : siapakan yang
menikamku ? Dijawab para shahabat :
“Abu Lu’lu’ah”. Alhamdulillah, kata
Umar, Aku tidak dianiaya oleh sesama
Muslim.
Sebelum menghembuskan nafas yang
terakhir, Umar diminta untuk menunjuk
seorang
penggantinya,
tetapi
Umar
menolaknya.
Bahkan
ketika
shahabt
menunjuk putranya, Abdullah bin Umar,
Umar malah marah. Namun ketika didesak
para shahabat, maka Umar membentuk
formateur yang terdiri dari 6 orang yaitu :
1. Ali bin Abi Thalib;
2. Utsman bin Affan;
3. Saad bin Abi Waqash;
4. Abdul Rohman bin Auf;
5. Zubair bin Awwam; dan
•
Menurut Umar mekanisme pemilihan
khalifah :
1. Formateur sudah harus memilih
khalifah 3 hari setelah Umar wafat;
2. Penentuan khalifah harus dengan
musyawarah, & berbahagialah bila
mereka menyepakati 1 nama;
3. Jika 4-5 orang menyepakati 1 nama,
sedangkan 1-2 orang menolak, maka
semua hendaknya berusaha
menyadarkannya;
4. Jika suara berimbang, maka hendaklah
bertanya pada Abdullah bin Umar, dan
siapapun yang didukung Abdullah
•
•
Setelah Umar wafat, 5 anggota formateur
bersidang, sedang Thalhah pergi ke Madinah.
Pemilihan ini berjalan alot, karena semua
mencalonkan diri sebagai khalifah. Abdul Rohman
mengundurkan diri, sehigga tinggal 4 calon.
Masyarakat terbagi menjadi dua, satu pihak
mendukung Utsman, sedang pihak lain mendukung
Ali.
Pada saat Abdul Rohman bertanya kepada Ali
tentang kesanggupannya menjadi khalifah, ia
menjawab : saya berharap dapat berbuat sejauh
pengetahuan dan kemampuan saya”. Namun
ketika ditanyakan kepada Utsman, ia menjawab :
ya, saya sanggup. Maka berdasarkan jawaban itu
Utsman dipilih menjadi khalifah. Ali kecewa dan
menuduh Abdul Rohman telah bersekongkol
sebelumnya.
3. Utsman bin Affan (644- 656 M/23 – 35
H.)
• Proses
pemilihan Utsman yang tidak
mulus membawa persoalan-persoalan
berikutnya,
yakni
munculnya
kelompok
pembangkang
(seperti
Mesir).
• Dalam
menjalankan roda pemerintahan,
Utsman terlihat lemah, hal ini
disebabkan :
1. Praktek nepotisme. Gubernur Amr bin
Ash di Mesir diganti Ibn Abi Sarh
(keluarga Utsman). Kejadian ini
mengakibatkan sekitar 500 orang
Mesir menyerbu pusat.
2. Utsman sudah mencapai 70 th.,
3. Utsman sering mendelegasikan tugastugasnya kepada org lain.
• Utsman
wafat sangat menyedihkan,
sebab sebelumnya rumah beliau
dikepung
dan
beberapa
saat
kemudian, penyerbu dapat masuk ke
rumah Utsman dan membunuhnya.
4. Ali Bin Abi Thalib (657-661
M)
• Utsman
wafat tidak meninggalkan
wasiat kepemimpinan pada siapapun.
Naiknya Ali sebagai khalifah, segera
muncul penolakan dari pemukapemuka yang ingin jadi khalifah,
terutama Thalhah & Zubair yang
dapat sokongan dari Aisyah.
• Pemerintahan
Ali dibayang-bayangi konflik.
Hal ini disebabkan :
• Ali harus bertanggung jawa atas
terbunuhnya Utsman;
• Hak memilih khalifah bukan lagi monopoli
orang-orang di Madinah, mengingat
semakin luasnya kekuasaan politik Islam;
• Kepemimpinan Ali ditentang golongan
Khawarij, dan pengikut Thalhah serta
Zubair.
• Konflik
terbuka yang besar adalah
perang Jamal, di mana pihak musuh
dipimpin Thalhah, Zubair dan Aisyah.
Perang kedua adalah perang Shiffin
yang dipimpin Mu’awiyah.
• pada
bulan Mei 660 M, bertempat di
Yerusalem, Mu’awiyah menyatakan
diri sebagai khalifah.
• Sebelum
pembelotan
Mu’awiyah
diatasi, Ali terbunuh pd tgl 24 Januari
661 M. Peristiwa ini menandai
berakhirnya era khulafa al rasyidin
Schism pasca khulafaur Rasyidin
•
Dalam perang Jamal, Zubair dan Thalhah terbunuh, sedang
‘Aisyah ditangkap, kemudian dikembalikan ke keluarganya.
Adapun pada perang Shifin, diadakan gencetan senjata dengan
mengambil jalan arbitrase (hakam). Pihak Mu’awiyah diwakili
Amr bin Ash, sedang pihak Ali diwakili Abu Musa Al Asy’ari. Pada
kesepakatan mereka berdua, kelicikan Amr mengalahkan
perasaan taqwa Abu Musa. Sebenarnya keduanya sepakat untuk
menjatuhkan Ali dan Mu’awiyah, namun ketika Abu Musa
sebagai yang tertua maju duluan dan kemudian mengumumkan
putusan telah menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan
itu, Amr justru dalam memberikan pengumumannya hanya
sepakat menjatuhkan Ali dan kemudian mengangkat Mu’awiyah
sebagai khalifah.
• Peristiwa
ini memunculkan 3 golongan
:
1.
2.
3.
Golongan Khawarij;
Golongan Syi’ah;
Golongan Mu’awiyah.
Sekilas
Perjalanan
Indonesia
• Suatu
Politik
Islam
kajian politik Islam akan
menjadi kurang sempurna (valid)
apabila
kita
meninggalkan
kajian politik Islam yang lebih
didekatkan
pada
peristiwaperistiwa yang terjadi di bumi
pertiwi.
di
•
Menurut Herbert Feith ada lima aliran
yang mewarnai pemikiran politik di
Indonesia, yaitu :
1. Tradisi Jawa;
2. Islam;
3. Nasionalisme Radikal;
4. Komunisme dan
5. Sosial-Demokrasi.
Banyak pemimpin yang menjadikan Nash Qur’an
atau Hadits sebagai alat legitimasi politik
Barangkali contoh berikut dapat menjadi
gambaran :
1. Pada masa ORLA, di mana dalam PEMILU yang
terselenggara pada tanggal
29 September
1955, ada suatu partai yang bernama PKI.
Meskipun para pengurus dan anggotanya
kebanyakan anti agama atau anti Islam,
tetapi dalam
kampanyepun mereka juga
menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an.
2. Pada masa ORBA, ada suatu partai
yang
kalau kampanye sering membukanya dengan
bacaan basmalah dan ayat-ayat suci alQur’an. Walaupun para wakilnya ketika
berada di DPR tidak pernah menyuarakan
•
• Pada
tahun 1999, ketika musim
reformasi memunculkan banyaknya
partai berdiri, dari partai yang
berbasis non-Islam sampai pada
partai-partai
yang
berasaskan
Islam. Umat Islam tetap menjadi
sasaran tembak yang paling empuk
dan mempesona.
Terimakasih
Mari Belajar Politik, dan Mari
Berpolitik dengan Akhlak