Karakteristik Perkembangan Anak Usia Din
Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Pandangan tentang Anak Usia Dini
Anak merupakan individu yang sedang menjalani proses dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Proses ini yang kemudian menentukan bagaimana anak menjalani
kehidupan dewasa selanjutnya. Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak atau
manusia yang masih kecil. Berkisar usia 3 sampai 6 tahun (Hadi Subrata, 1988: 69). Ki Hajar
Dewantara (1962: 20) menyatakan bahwa anak sebagai kodrat alam memiliki pembawaan
masing-masing dan sebagai individu yang memiliki potensi untuk menemukan pengetahuan,
secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat
berkembang secara optimal.
Sepanjang sejarah pun para ahli mempunyai pandangan yang beragam tentang anak. Ada tiga
pandangan filosofis dari Eropa yang berpengaruh dalam istilah menggambarkan anak-anak :
Pada abad pertengahan, pandangan dosa asal (original sin view) yang secara khusus
muncul selama abad pertengahan. Anak-anak dipandang lahir ke dunia ini sebagai makhluk
jahat. Tujuan dari merawat anak adalah memberikan penyelamatan, menghapus dosa dari
kehidupan si anak.
Mendekati akhir abad ke-17, pandangan tabularasa dicetuskan oleh ahli filosofi
Inggris John Lock. Ia membantah bahwa anak-anak tidak buruk sejak lahir, melainkan seperti
“papan kosong”. Lock percaya bahwa pengalaman masa kanak-kanak sangat menentukan
karakteristik seseorang ketika dewasa. Ia menyarankan para orang tua untuk menghabiskan
waktu bersama anak-anak mereka dan membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang
berguna.
Pada abad ke-18, pandangan kebaikan alami (innate goodness view) ditawarkan oleh
ahli filosofi Prancis kelahiran Swiss Jean-Jacques Rousseau. Ia menekankan bahwa anakanak pada dasarnya baik. karena anak-anak pada dasarnya baik, maka mereka seharusnya
diizinkan tumbuh secara alami dengan seminimal mungkin pengawasan atau batasan dari
orang tua.
B. Teori Perkembangan Anak Usia Dini
Keragaman teori perkembangan dapat dilihat dari pemikiran berbagai sudut pandang
para ahli. Ada lima perspektif teoritis utama dalam perkembangan, yaitu psikoanalisis,
kognitif, perilaku dan sosio-kognitif, etologi, dan ekologis. Pendekatan teoritis tersebut samasama meneliti tiga proses utama dalam perkembangan anak di tingkat yang berbeda-beda,
yaitu biologis, didaktis dan psikologis.
1. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya
tidak disadari (di luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisis
percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan bahwa
pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan
menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli
psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara
signifikan membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori
psikoanalisis dari Sigmund Freud.
Sigmund Frued memandang manusia sebagai makhluk biologis yang kompleks, baik
dalam hal sosial, emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir. Di dalam
terminologinya mengatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-langkah yang
berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari sumber berbeda, di mana
mereka juga harus berusaha menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua.
Konflik yang timbul antara kebutuhan akan kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk
memuaskan dan juga menciptakan ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk
mengendalikan perasaan mereka dan juga berusaha agar dapat diterima dalam lingkungan
sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka.
2. Teori Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami
dunia di sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap
dunia sekitar dan pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman
sebaya, orang dewasa dan lingkungan. Setiap anak membangun pengetahuan mereka
sendiri berkat pengalaman-pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar
dan budaya di mana mereka berada melalui bermain. Piaget sebagai tokoh aliran ini
menganggap bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun
pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan
sosial di lingkungan sekitar. Piaget percaya bahwa kita beradaptasi dalam dua cara,
yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan informasi
ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak
menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman
baru.
Sedangkan Lev Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan
cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan
diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang
tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki
struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya.
3. Teori Perilaku dan Sosial-kognitif
Teori perilaku dan sosial-kognitif merupakan pandangan psikolog yang menekankan
bahwa perilaku, lingkungan dan kognisi faktor kunci dalam perkembangan. Teori ini
terkait dengan bagaimana anak-anak berkembang secara sosial, emosional, dan
intelektual, tetapi tidak menjelaskan tentang perkembangan fisik karena banyak orang
yang menyetujui bahwa perkembangan fisik berkaitan dengan genetika (keturunan)
yang ditentukan berdasarkan gen dari kedua orang tuanya, sehingga dengan demikian
tidak mempengaruhi perilaku anak. Tiga versi pendekatan perilaku dan sosialkognotif ini adalah classical conditioning dari Pavlov (sebuah stimulus netral
memperoleh kemampuan untuk menghasilkan sebuah respon yang tadinya dihasilkan
oleh stimulus lain), operant conditioning dari Skinner (konsekuensi dari suatu
perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas kejadian perilaku tersebut), dan
teori sosial-kognitif dari Albert Bandura (menekankan interaksi timbal balik antara
manusia (kognisi), perilaku dan lingkungan).
4. Teori Etologi
Teori etologi memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi biologi dan evolusi.
Teori ini juga menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang
beragam berubah sepanjang rentang kehidupan. Ada periode kritis atau sensitif bagi
beberapa pengalaman, jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode sensitif
tersebut, teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin dapat
optimal.
John Bowbly salah satu tokoh teori etologi menyatakan bahwa kelekatan pada
pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting
sepanjang hidup. Jika kelekatan ini positif dan aman, seseorang mempunyai dasar
untuk berkembang menjadi individu yang kompeten yang memiliki hubungan sosial
positif dan menjadi matang secara emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan
tidak aman, maka saat anak tumbuh ia akan menghadapi kesulitan dalam hubungan
sosial serta dalam menangani emosi.
5. Teori Ekologi
Teori ekologi merupakan pandangan Bronfenbrenner bahwa perkembangan
dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan, berkisar dari lima konteks dasar mengenai
interaksi langsung dengan orang-orang hingga konteks budaya berdasar luas. Lima
sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner yaitu:
a. Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal.
b. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar konteks.
c. Eksosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain -di mana individu
tidak mempunyai peran aktif- mempengaruhi apa yang dialami individu dalam
konteks langsung.
d. Makrosistem mencakup budaya di mana seseorang tinggal.
e. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi sepanjang
kehidupan.
C. Hukum Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang terus menerus di alami, tetapi ia tetap
menjadi kesatuan. Suatu konsepsi yang biasanya deduktif dan menunjukkan adanya
hubungan yang ajeg (continue) serta dapat diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel
yang empirik, hal itu disebut sebagai hukum perkembangan. Perkembangan jasmani dan
rohani berlangsung menurut hukum-hukum perkembangan tertentu.
1. Hukum Tempo Perkembangan
Perkembangan jiwa tiap-tiap anak itu berlainan menurut tempo masing-masing
perkembangan anak yang ada. Ada yang memiliki tempo singkat (cepat ) adapula
yang lambat. Ada anak yang cepat menguasai keterampilan bicara, ada yang cepat
menguasai keterampilan berjalan, sesuai perkembangan yang dimiliki anak.
2. Hukum Irama Perkembangan
Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau lambatnya perkembangan anak,
akan tetapi tentang iram atau rythme perkembangan. Perkembangan anak itu
mengalami gelombang “pasang surut”, mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak
tersebut mengalami juga kemunduran dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, akan
mudah sekali diperhatikan jika mengamati perkembangan pada anak-anak menjelang
remaja. Ada anak yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi adapula anak
yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa menunjukkan gejala-gejala yang
serius. Coba perhatikan anak usia 03;0 – 05;0 tahun dan pada usia 12;0 -14;0 tahun.
Sebab kedua masa itu merupakan masa transisi/krisis pertama dan kedua bagi seorang
anak.
3. Hukum Konvergensi Perkembangan
Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan
yang dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya
(nativisme). Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa pendapat lama itu
tidak sesuai lagi dengan keadaan (empirisme). William Stern menggabungkan kedua
pendapat tersebut ke dalam hukum konvergensi yang mengatakan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah pengaruh dari unsur
lingkungan dan pembawaan.
4. Hukum Kesatuan Organ
Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ (anggota) tubuh yang merupakan satu
kesatuan. Di antara organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat
dipisahkan berdiri integral. Misalnya, perkembangan kaki yang semakin besar dan
panjang, mesti diiringi oleh perkembangan otak, kepala, tangan dan organ lainnya.
5. Hukum Hierarchi Perkembangan
Perkembangan anak tidak mungkin akan mencapai suatu fase tertentu dengan cara
spontan sekaligus, akan tetapi harus melalui tahapan tertentu yang telah tersusun
sedemikian rupa. Sehingga perkembangan diri seseorang menyerupai derat
perkembangan. Misalnya, perkembangan pikiran/intelek anak, mesti didahului dengan
perkembangan pengenalan dan pengamatan.
6. Hukum Masa Peka
Masa peka ialah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi
kejiwaan atau fisik seseorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak
berjalan secara serempak/bersamaan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, masa
peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua, dan untuk bicara
sekitar akhir tahun pertama.
7. Hukum Memperkembangkan Diri
Dalam kehidupan ada dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri. Dorongan
pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan
mengembangkan diri. Dorongan mempertahankan diri terwujud, misalnya pada
dorongan makan dan menjaga keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan perasaan
haus dan lapar dalam bentuk menangis (anak mempertahankan dirinya dengan
menangis). Jika ibu mendengar anaknya menangis, tangisnya itu dianggap sebagai
drongan mempertahankan diri.
Dalam perkembangan jasmani dan sebagai terlihat hasrat dasar untuk
mengembangkan pembawaan. Untuk anak-anak, dorongan mengembangkan diri
berbentuk hasrat mengenal lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan
sebagainya. Di kalangan remaja timbul rasa persaingan dan perasaan belum puas
terhadap apa yang telah tercapai. Hal ini dapat dianggap sebagai dorongan
mengembangkan diri.
8. Hukum Rekapitulasi
Perkembangan yang dialami anak merupakan ulangan (secara cepat) sejarah
kehidupan yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad, dari masa berburu
hingga masa industri. Hukum rekapitulasi ini membagi kehidupan anak menjadi:
a. Masa memburu dan menyamun. Masa ini dialami anak ketika anak berusia sekitar 8
tahun. Misalnya anak-anak senang menangkap-nangkap dalam permainannya, kejarkejaran, perang-perangan.
b. Masa menggembala. Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun.
Misalnya, anak senang memelihara binatang seperti ikan, kucing, kelinci.
c. Masa bercocok tanam. Masa ini dialami ketika anak berusia12 tahun. Misalnya,
anak senang berkebun, bertanam, menyiram.
d. Masa berdagang. Masa ini dialami ketika anak berusia14 tahun. Misalnya anak
senang bertukar benda koleksinya, kiriman foto, bermain jual-jualan.
D. Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini
Wolkfolk (Masitoh, 2004: 2.3) mengemukakan development orderly, adaptive
changes we go through from conception to death. Sedangkan Sroufe (Masitoh, 2004: 2.3)
menegaskan bahwa development is the process of orderly communicational, directional, and
age related behavioral reorganization and qualitative change in a person. Hal ini berarti
perkembangan adalah proses teratur yang berkaitan dengan reorganisasi perilaku dan
perubahan kualitatif dalam diri seseorang.
Perkembangan merupakan suatu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung secara
terus menerus, sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara:
1. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan bersifat saling kebergantungan atau
saling mempengaruhi antar bagian organisme (fisik dan psikis) dan bagian-bagian tersebut
merupakan satu kesatuan yang harmonis.
2. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas)
baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
3. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism berlangsung
secara beraturan dan berurutan. Perubahan tersebut tidak secara kebetulan atau meloncatloncat.
Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan
individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Fase
perkembangan tersebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan
anailisis biologis, didaktis dan psikologis.
1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis
Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses
pertumbuhan biologis anak karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap
perkembangan kejiwaan anak.
a. Pendapat Kretschmer yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Fullungs periode 1 : umur anak 0;0 – 3;0, pada masa ini anak dalam keadaan
pendek, gemuk,
bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
2). Strecungs periode 1 : umur 3;0 – 7;0, kondisi badan anak nampak langsing (tidak
begitu gemuk)
biasanya sikap anak tertutup, susah bergaul juga susah didekati.
3). Fullungs periode II : umur 7;0 – 13;0, keadaan fisik anak kembali gemuk.
4). Srecungs periode II : umur 13;0 – 20, keadaan fisik anak kembali langsing.
b. Pendapat Aristoteles yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Fase I : umur 0;0 -7;0, disebut masa kecil, kegiatan anak pada waktu ini hanya
bermain.
2). Fase II : umur 7;0 – 14;0, masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak
mulai belajar di
sekolah dasar.
3). Fase III : umur 14;0 – 21;0, disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah
masa peralihan
(transisi) dari anak menjadi orang dewasa.
Pendapat ini dikategorikan pada periodesasi yang berdasarkan pada biologis karena
aristoteles menunjukkan bahwa antara fase I dan fase ke II ditandai dengan adanya
pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai
bekerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin.
c. Pendapat Frued yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
1). Fase oral : umur 0;0 – 1;0, fase masa ini, mulut merupakan sentral pokok keaktifan
dinamis.
2). Fase anal : umur 1;0 – 3;0, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembungan
kotoran.
3). Fase falis : umur 3;0 – 6;0, fase ini alat-alat kelamin perempuan merupakan organ
paling perasa.
4). Fase laten : umur 6;0 – 11;0, impuls-impuls cenderung untuk berada pada kondisi
tertekan.
6). Fase genital : umur 11 ke atas (adolescence), seseorang telah sampai pada awal
dewasa.
d. Pendapat Jesse Feiring Williams yang membagi perkembangan anak
menjadi 4 fase:
1). Masa nursery dan kindergarten : umur 0;0 – 6;0
2). Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga : umur 6;0 -10;0
3). Masa cepat berkembangnya tubuh : umur 10;0 – 14;0
4). Masa adolescence : umur 14;0 – 19;0 masa perubahan pola dan kepentingan
kemampuan anak
dengan cepat.
e. Pendapat Elizabeth Hurlock yang membagi perkembangan anak menjadi 5
fase:
1). Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran,
sekitar 9 bulan atau
280 hari.
2). Fase infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.
3). Fase babyhood (bayi), mulai 2 minggu sampai 2 tahun.
4). Fase childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja.
5). Fase adolescence/puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun. Tahap
ini dibagi lagi
menjadi:
a). pre-adolescence : umur 11 – 13 tahun pada wanita, sedangkan pada pria lebih
lambat dari itu.
b). early adolescence : umur 16 – 17 tahun.
c). late adolescence : masa perkembangan yang terakhir (sampai masa usia kuliah).
2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis
Tinjauan fase perkembangan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang
tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang
kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau
mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
a. Pendapat Johan Amos Comenius (komensky) yang membagi perkembangan
anak menjadi 4 fase:
1). Scola matema (sekolah ibu) : umur 0;0 – 6;0, masa anak mengambangkan organ
tubuh dan panca
indera di bawah asuhan ibu (keluarga).
2). Scole vermacula (sekolah bahasa ibu) : umur 6;0 – 12;0, mengembangkan pikiran,
ingatan dan
perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
3). Scola latina (sekolah bahasa latin) : umur 12;0 – 18;0, masa anak mengembangkan
potensinya
terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
4). Academia (akademi) : umur 18;0 – 24;0, media pendidikan yang tepat bagi anak.
b. Pendapat Jean Jacques Rousseau yang membagi perkembangan anak menjadi5
fase:
1). Masa asuhan (nursery) : umur 0;0 – 2;0.
2). Masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera : umur 2;0 – 12;0.
3). Masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas : umur 12;0 – 15;0.
4). Masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan
mental agama :
umur 15;0 – 20;0.
5). Masa ini lebih membahas tentang pendidikan kaum wanita : umur 20 ke atas.
c. Pendapat Maria Montessori yang membagi perkembangan anak menjadi 4
fase:
1). Masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indera :
umur 1;0 – 7;0.
2). Masa abstrak, di mana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan,
mulai berfungsi
perasaan ethnisnya yang bersumber dari kata hatinya dan mulai tahu akan kebutuhan
orang lain :
umur 7;0 – 12;0.
3). Masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial : 12;0 – 18;0.
4). Masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak akan realitas
kepentingan dunia. Ia
harus mampu berppikir jernih, jauh dari perbuatan tercela.
d. Pendapat Charles E Skinner yang membagi perkembangan anak menjadi 2
fase:
1). Tahap pre-natal : – germinal: dua minggu setelah conception
– embrio: dari akhir minggu kedua sampai minggu keenam
– janin: akhir minggu keenam sampai kelahiran
2). Tahap post-natal : – Parturate dari lahir sampai dengan pemutusan tali pusat
– Neonatus dua sampai empat minggu pertama kehidupan
– Bayi firtst dua tahun
– Prasekolah anak dari usia dua tahun sampai enam tahun
– Anak sekolah dasar 6-9 tahun
– Murid sekolah menengah 9-12 tahun
– Murid SMP SMA 12-15 tahun, suatu periode yang biasanya meliputi masa
pubertas dan tahap remaja
3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis
Fase pembagian ini mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya
yang murni.
a. Pendapat Kroh yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Sejak lahir hingga trotz periode I disebut masa anak-anak awal : umur 0 – 3 / 4.
2). Dari trotz periode I hingga trozt periode II disebut masa keserasian bersekolah :
umur 3 / 4 – 12 / 13.
3). Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan : umur
12/13 – 21.
Pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara evolutif. Pada umumnya
proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan (aktivitas revolusi). Masa
kegoncangan ini oleh Kroh disebut Trotz periode, biasanaya tiap anak akan mengalaminya
sebanyak dua kali, yaitu trotz I sekitar usia 3-4 tahun dan trotz II sekitar umur 12 tahun bagi
putri dan umur 13 tahun bagi putra.
b. Pendapat Charlotte Buhler yang membagi perkembangan anak menjadi 5
fase:
1). Fase I : perkembangan sikap subyektif menuju obyektif : umur 0 – 1.
2). Fase II : makin meluasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya atau
mengenal dunia secara subyektif : umur 1 – 4.
3). Fase III : masa memasukkan diri ke dalam masyarakat secara obyektif, adanya
hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta
prestasi :umur 4–8.
4). Fase IV : munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai
memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar : umur 8 – 13.
5). Fase V : masa penemuan diri dan kematangan yakni synthesa sikap subyektif dan
obyektif : umur 13 – 19
E. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Sesuai dengan sifat individu yang unik, adanya variasi individual dalam perkembangan anak
merupakan hal normal terjadi. Terkadang anak yang satu lebih cepat berkembang daripada
anak yang lainnya, begitupun dalam perbedaan minat dan kecakapan, sementara sebagian
anak lebih senang melakukan gerakan-gerakan fisik atau bermain kelompok dengan
temannya. Berdasarkan dari tahapan perkembangan yang telah dibahas, uraian berikut
mengetengahkan tentang karakteristik anak yang dibatasi pada hal-hal yang bersifat menonjol
dan lebih terkait dengan proses pembelajaran anak:
1. Perkembangan anak usia 0 – 2 tahun
Pada masa bayi secara umum anak mengalami perubahan yang jauh lebih pesat
dibanding dengan yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Berbagai kemampuan
dan keterampilan dasar, baik yang berupa keterampilan lokomotor (bergulir, duduk,
berdiri, merangkak, dan berjalan), keterampilan memegang benda, penginderaan
(melihat, mencium, mendengar, dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk
mereaksi secara emosional dan sosial (berhubungan dengan orang tua, pengasuh, dan
orang-orang dekat lainnya) dapat dikuasai pada fase ini. Berbagai kemampuan dan
keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk mengarungi
dan menjalani proses perkembangan selanjutnya.
Bagi bayi, gerakan-gerakan motorik dan pengalaman-pengalaman sensori ini sangat
vital. Pengalaman-pengalaman demikian di samping dapat merangsang pertumbuhan
fisik, juga sekaligus meningkatkan dan memperkaya kualitas fungsi fisik tersebut.
Sehingga bayi yang memiliki kesempatan luas untuk melakukan gerakan-gerakan
motorik akan terdorong untuk mengalami pertumbuhan fisik yang sehat dengan
penguasaan keterampilan-keterampilan motorik dasar yang cepat. Sebaliknya, bayi
yang kurang mendapat kesempatan demikian sangat dimungkinkan untuk mengalami
hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.
Komunikasi responsif dengan orang dewasa akan mendorong dan memperluas
respon-respon verbal dan non-verbal bayi. Bayi mulai belajar tentang pengalamanpengalaman sensori dan ekspresi-ekspresi perasaan, meskipun bayi belum memahami
kata-kata. Penyajian pengalaman-pengalaman menarik dengan menyediakan obyekobyek mainan menarik merupakan hal yang bias berpengaruh positif terhadap
perkembangan kemampuan bayi dalam mengekspresikan perasaan dan keterampilanketerampilan sensori lainnya. Menurut Bredkamp (Solehuddin, 2000), jika bayi
terasing dari pengalaman-pengalaman sensori-motor tersebut, maka bukan saja
perkembangan emosionalnya yang akan terhambat melainkan juga perkembangan
kognisinya.
Bayi yang baru lahir ke dunia dilengkapi dengan kesiapan untuk melakukan kontak
sosial. Selama 9 bulan pertama ia akan mengembangkan kemampuannya untuk
membedakan antara orang-orang yang dikenalnya dengan orang-orang yang tidak
dikenalnya. Pada usia ini bayi sudah mulai belajar melafalkan suara-suara dan
gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya seperti senang,
terkejut, marah, cemas dan perasan lainnya. Dalam hal ini bayi mengembangkan
harapan-harapan tentang perilaku orang berdasarkan pada bagaimana cara orang tua
dan pengasuh lainnya memperlakukannya. Melalui interaksi-interaksi sosial yang
penuh kehangatan dan kasih saying ini, bayi mulai mengembangkan hubungan cinta
kasih yang positif
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pemenuhan kebutuhan bayi sepenuhnya masih
tergantung kepada orang dewasa. Bayi juga masih mudah untuk mengalami frustasi
karena belum mampu mengatasi ketidaknyamanan atau suasana stress secara aktif.
Hal ini , diakibatkan belum dikuasainya keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan untuk itu. Bayi mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkannya
melalui bahasanya sendiri seperti tertawa, menangis, terkejut, dan sejenisnya.
Terhadap ekspresi-ekspresi bayi tersebut, orang tua dan pengasuh lainnya harus
memahami dan memberikan respon secara tepat namun tidak berlebihan.
2. Perkembangan anak usia 2 – 3 tahun
Di samping masih memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan pada masa
sebelumnya, anak usia 2-3 tahun memiliki karakteristik khusus. Dari segi fisik, pada
fase ini anak masih tetap mengalami pertumbuhan yang pesat, khususnya berkenaan
dengan pertumbuhan dengan pertumbuhan otot-otot besar. Anak pada usia ini sudah
tahu bagaimana berjalan dan berlari. Anak juga mulai senang memanjat dan menaiki
sesuatu, membuka pintu, serta mencoba berdiri di atas satu kaki dan berloncat. Anak
senang mencoba sesuatu sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas untuk itu.
Dengan penguasaan keteramppilan-keterampilan dasar yang diperoleh pada masa
bayi, anak seusia ini akan tampak senang melakukan banyak aktivitas.
Anak juga biasanya sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya.
Anak memiliki kekuatan observasi yang tajam, menyerap dan membuat
perbendaharaan bahasa baru, belajar tentang jumlah, membedakan antara konsep
“satu” dengan “banyak”. Mulai senang mendengarkan cerita-cerita sederhana, dan
gemar melihat-lihat buku. Melalui berbagai aktivitas itulah menurut pengamatan
piaget (Solehuddin: 2000) anak pada usia ini berpikir, pada saat anak aktif melakukan
aktivitas-aktivitas fisik, secara stimulant aktivitas mentalnya juga terlibat.
Meskipun hanya dengan beberapa patah kata, anak seusia ini juga mulai berbicara
satu sama lain. Anak mulai senang melakukan percakapan walau dalam bentuk
perbendaharaan kata dan kalimat terbatas. Namun simultan dengan itu, sikap dan
perilaku egosentris anak pada usia dini ini sangat menonjol. Anak pada usia ini
memandang peristiwa- peristiwa yang dihadapinya hanya dari kacamata dan
kepentingannya sendiri. Anak belum bisa memahami persoalan-persoalan itu dari
sudut pandang orang lain, cenderung melakukan sesuatu itu hanya menurut
kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan dan kepentingan orang lain. Oleh
karena itu, terjadinya perselisihan, berebut mainan, dan perilaku sejenisnya sangat
dimungkinkan untuk sering dialami oleh anak-anak seusia ini.
Hal lain yang perlu dipahami bahwa anak usia ini biasanya memiliki kemampuan
untuk memperhatikan sesuatu hanya dalam jangka yang sangat pendek. Anak belum
bisa mengikuti suatu pembicaraan orang lain secara lama, cenderung beralih-alih
perhatian dari suatu benda ke benda lainnya, dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya,
dan/atau dari suatu pembicaraan ke pembicaraan lainnya. Anak belum memiliki
pertimbangan yang sehat dan rasa bahaya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain
adalah cirri lain yang secara menonjol juga dimiliki anak seusia ini. Cenderung
melakukan segala sesuatu hanya didasarkan atas keinginannya, tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya.
3. Perkembangan anak usia 3 – 4 tahun
Pada usia ini anak juga masih mengalami perkembangan pesat dalam banyak hal.
Anak mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dalam perkembangan perilaku
motorik, berpikir fantasi, maupun dalam kemampuan mengatasi frustasi. Anak dapat
menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan kecil, dapat memungut benda-benda
kecil, dapat memegang benda, dan dapat memasukkan benda ke lubang-lubang kecil,
anak juga memiliki keterampilan memanjat atau menaiki benda-benda secara lebih
sempurna. Meskipun sifat egosentrisnya masih melekat pada anak seusia ini, biasanya
sudah bisa bekerja dalam suatu aktivitas tertentu dengan cara-cara yang lebih dapat
diterima secara sosial daripada sebelumnya. Aktivitas-aktivitas bermain bersama
sudah dapat dilakukan secara lebih lama oleh anak seusia ini.
Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak
kamandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimilikinya ini, anak memperlihatkan
kesiapan untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama. Anak menyenangi dan
menghargai sajak-sajak sederhana, begitupun kemandirian yang dituntutnya membuat
ia tidak mau banyak diatur dalam kegiatan-kegiatannya. Tingkat frustasi usia ini
cenderung menurun bila dibanding sebelumnya, hal ini disebabkan adanya
peningkatan kemampuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara
lebih aktif, di samping juga karena peningkatan kemampuan dalam mengekspresikan
keinginan-keinginannya kepada orang lain.
4. Perkembangan anak usia 4 – 5 tahun
Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan cirri
yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun. Anak memiliki sikap berpetualang
(adventurousness) yang begitu kuat. Anak akan banyak memperhatikan,
membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau
didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat
untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, anak senang dengan nyanyian, permainan,
dan/atau rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya. Minatnya yang
kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak
seusia ini senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar lingkungannya. Anak akan
sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu, karenanya pengenalan terhadap
binatang-binatang piaraan dan lingkungan sekitarnya dapat merupakan pengalaman
yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak.
Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan
berbagai aktivitas. Kebutuhab anak untuk melakukan berbagai aktivitas ini sangat
diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar.
Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak untuk menguasai
keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti belajar menggambar dan menulis.
Anak masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri, menurut Berg
(Solehuddin: 2000) sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia dini sekitar
5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Gerakangerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilanketerampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi.
Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat
membuatnya bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik dapat membantu
anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, sama halnya dengan orang
dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep hamper sepenuhnya
tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hand-on
experiences). Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak semakin
berminat dengan teman-temannya. Anak mulai menunjukkan hubungan dan
kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya, biasanya ia
memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Abilitas untuk
memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga
keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan keterampilan
berkomunikasi membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan
orang lain. Sampai di usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak
terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan
kesadarannya akan bahan-bahan tertulis.
Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai ciri:
1. Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya;
2. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan piawai
dalam mengolah input dari lingkungannya;
3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai situasi
yang bertautan langsung dengan minat dan pengalamannya;
4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek, mereka gandrung
mengulang-ngulang kegiatan atau permainan yang sama;
5. Anak-anak prasekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat pengalaman
konkret dan aktivitas motorik.
Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki sekolah
dasar mereka mempunyai ciri:
1. Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada pada tahap berpikir praoperasional dan cocok
belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi tujuan sesaat;
2. Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-kata, dan mempelajari
benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai anak-anak;
3. Mereka belajar melalui bahasa lisan dan pad tahap ini bahasanya telah berkembang dengan
pesat;
4. Pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan yang jelas dan
intruksi spesifik.
Banyak teori perkembangan yang dihasilkan oleh para ahli, suatu teori mempunyai
perbedaan dan persamaan dengan teori lainnya serta terjadinya perubahan dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu, Solehuddin (2002) mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak
usia prasekolah sebagi berikut:
1. Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu lainnya.
Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi dan pengalaman yang
diperoleh dari kehidupannya masing-masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola
perkembangan anak secara umum, dan kenyataan anak sebagai individu berkembang dengan
potensi yang berbeda-beda.
2. Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku secara spontan
oleh anak akan menampakan bahwa perilaku yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak
ditutup-tutupi. Dengan kata lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang
dirasakan oleh anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka.
Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan menangis kalau ia dirangsang
oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.
3. Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia prasekolah merupakan
suatu kesenangan yang kadang kala terlihat seakan- akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan
energik ini akan tampak lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan
menyenangkan.
4. Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia cenderung melihat
dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan sendiri.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.Anak pada usia
ini juga mempunyai sifat banyak memperhatikan, membicarakan dan mempertanyakan
berbagai hal yang dilihat dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.
6. Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat
terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang untuk mencoba, menjelajah,
dan ingin mempelajari hal-hal yang baru. Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak
ingin membongkar pasang alat-alat mainan yang ada.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat imajinatif. Oleh
karena itu, mereka mampu untuk bercerita melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan
implikasi terhadap pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode
belajar.
8. Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau menangis
apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait
dengan sifat lainnya seperti spontanitas dan egosentris.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.Apakah suatu aktivitas dapat
berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya belum memiliki pertimbangan
yang matang untuk itu. Oleh karena itu lingkungan anak terutama untuk kepentingan
pembelajaran perlu terhindar dari hal atau keadaan yang membahayakan.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki daya perhatian
yang pendek kecuali untuk hal-hal yang sangat disenanginya.
11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial. Dengan mempelajari sejumlah ciri
dan potensi yang ada pada anak, misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan
mempunyai daya ingat lebih kuat, maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat
kesempatan belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada usia ini anak
secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan hakikat dari proses belajar. Oleh
karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak perlu dikem-bangkan sesuai potensi yang
dimilikinya.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.Anak mempunyai keinginan yang
tinggi untuk berteman. Anak memiliki kemampuan untuk bergaul dan bekerjasama dengan
teman lainnya. Seiring dengan pendapat diatas, Snowman (1993) yang dikutip oleh
patmonodewo (2000), anak usia prasekolah atau TK memiliki sejumlah ciri yang dapat dilihat
dari aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
1. Ciri fisik
a. Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat menyukai kegiatan yang
dilakukan atas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang dapat diamati adalah seperti; suka
berlari, memanjat dan melompat.
b. Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif, maka biasanya
setelah melakukan banyak aktivitas anak me-merlukan istirahat walaupun kadangkala
kebutuhan untuk ber-istirahat ini tidak disadarinya.
c. Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari kontrol jari dan tangan. Dengan
demikin anakusia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas yang rumit seperti mengikat
tali sepatu.
d. Sulit memfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya sehingga
koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.
e. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak
sehingga berbahaya jika terjadi benturan keras.
f. Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang
bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus.
2. Ciri sosial
a. Anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat tetapi sahabat ini cepat berganti.
Penyesuaian diri mereka berlangsung secara cepat sehingga mudah bergaul. Umumnya
mereka cenderung me-milih teman yang sama jenis kelaminnya, kemudian pemilihan teman
berkembang kejenis kelamin yang berbeda.
b. Anggota kelompok bermain jumlahnnya kecil dan tidak terorganisir dengan baik. Oleh
karena itu kelompok tersebut tidak bertahan lama dan cepat berganti-ganti.
c. Anak yang lebih kecil usianya seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih
besar usianya.
d. Pola bermain anak usia prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial
dan gender.
e. Perselisihan sering terjadi, tetapi hanya berlangsung sebentar kemudian hubungannya
menjadi baik kembali. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan
perselisihan.
f. Anak usia prasekolah telah mulai mempunyai kesadaran terhadap perbedaan jenis kelamin
dan peran sebagai anak laki-laki dan anak perempuan. Dampak kesadaran ini dapat dilihat
dari pilihan ter-hadap alat-alat permainan.
3. Ciri emosional
a. Anak usia praskolah cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka. Ciri
ini dapat dilihat dari sikap marah yang sering ditunjukannya.
b. Sikap iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi, sehingga mereka berupaya untuk
mendapatkan perhatian orang lain secara berebut.
4. Ciri Kognitif
a. Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berrbahasa. Pada umumnya mereka
senang berbicara, Khususnya dalam kelompoknya.
b. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi,
dan kasih sayang.
Sementara itu, santoso (2000) mengemukakan pula beberapa karaktrestik anak pra
sekolah, yaitu: (a) suka meniru, (b) ingin mencooba, (c) spotan, (d) jujur, (e) riang, (f) suka
bermain, (g) ingin tahu (suka bertanya), (h) banyak gerak, (i) suka menunjuk akunya, dan (j)
unik. Sebagai indivdu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa
mempertimbangkan kemampuan yang ada padanya. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan
ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang kala muncul secara spontan. Sikap jujur
yang menunjukan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga dimiliki oleh anak.
Kehidupan yang dirasakan anak tanpa beban menyebabkan anak selalu tampil riang, anak
dapat bergerak dan beraktivitas. Dalam aktifitas ini, anak cenderung pula menunjukkan sifat
akunya, dengan mengakibatkan apa yang dimiliki oleh teman lain. Akhirnya sifat unik
menunjukan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yang memiliki perbedaan
dengan individu lainnya. Pemahaman guru tentang karakteristik anak akan bermanfaat dalam
upaya menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia
Dini
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Faktor-faktor tadi dibagi dalam 2 golongan:
1. Faktor Internal
a. Perbedaan ras/etnik atau bangsa
Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa, maka tidak mungkin ia memiliki faktor
hereditas ras orang Indonesia atau sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada
umumnya ras orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada
ras orang Mongol.
b. Keluarga
Ada kecendrungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk-gemuk.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan
dan masa remaja.
d. Jenis kelamin
Wanita lebih cepat dewasa disbanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita
umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa
pubertas laki-laki akan lebih cepat.
e. Kelainan genetik
Sebagai salah satu contoh: Achondroplasia yang menyebabkan dwarfisme, sedangkan
sindroma marfan terdapat pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.
f. Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti sindroma
down’s dan sindroma turner’s.
2. Faktor eksternal
a. Faktor Pranatal
1) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan janin.
2) Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan congenital seperti
club foot.
3) Toksin/zat kimia. Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan
congenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin. Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hyperplasia adrenal.
5) Radiasi. Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan
congenital mata, kelainan jantung.
6) Infeksi. Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta
penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,
mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung congenital.
7) Kelainan Imunologi. Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel darah merah
janin; kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan
menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan
kernicterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8) Anoksia Embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologis ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental
pada ibu hamil dan sebagainya.
b. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan otak.
c. Pasca Natal
1) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit Kronis/kelainan congenital. Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan
mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisis dan kimia. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercury, rokok, dan
sebagainya) mempunyai dampak yang negative terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis. Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin. Gangguan hormone misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan
anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisisnesi hormone pertumbuhan akan
menyebabkan anak menjadi kerdil.
6) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak
7) Lingkungan pengasuhan. Pada lingkungan pangasuhan, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak.
9) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan,
demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan syaraf pusat yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.
3.
Faktor lingkungan
1) Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan
anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan
keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak
untuk melalui proses selanjutnya.
2) Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia,
anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman sebaya
turut menentukan bagaimana anak dalam tumbuh kembangnya.
3) Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada
usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya
terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik
dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai
dengan kemampuan yang sesungguhnya.
Pandangan tentang Anak Usia Dini
Anak merupakan individu yang sedang menjalani proses dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Proses ini yang kemudian menentukan bagaimana anak menjalani
kehidupan dewasa selanjutnya. Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak atau
manusia yang masih kecil. Berkisar usia 3 sampai 6 tahun (Hadi Subrata, 1988: 69). Ki Hajar
Dewantara (1962: 20) menyatakan bahwa anak sebagai kodrat alam memiliki pembawaan
masing-masing dan sebagai individu yang memiliki potensi untuk menemukan pengetahuan,
secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat
berkembang secara optimal.
Sepanjang sejarah pun para ahli mempunyai pandangan yang beragam tentang anak. Ada tiga
pandangan filosofis dari Eropa yang berpengaruh dalam istilah menggambarkan anak-anak :
Pada abad pertengahan, pandangan dosa asal (original sin view) yang secara khusus
muncul selama abad pertengahan. Anak-anak dipandang lahir ke dunia ini sebagai makhluk
jahat. Tujuan dari merawat anak adalah memberikan penyelamatan, menghapus dosa dari
kehidupan si anak.
Mendekati akhir abad ke-17, pandangan tabularasa dicetuskan oleh ahli filosofi
Inggris John Lock. Ia membantah bahwa anak-anak tidak buruk sejak lahir, melainkan seperti
“papan kosong”. Lock percaya bahwa pengalaman masa kanak-kanak sangat menentukan
karakteristik seseorang ketika dewasa. Ia menyarankan para orang tua untuk menghabiskan
waktu bersama anak-anak mereka dan membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang
berguna.
Pada abad ke-18, pandangan kebaikan alami (innate goodness view) ditawarkan oleh
ahli filosofi Prancis kelahiran Swiss Jean-Jacques Rousseau. Ia menekankan bahwa anakanak pada dasarnya baik. karena anak-anak pada dasarnya baik, maka mereka seharusnya
diizinkan tumbuh secara alami dengan seminimal mungkin pengawasan atau batasan dari
orang tua.
B. Teori Perkembangan Anak Usia Dini
Keragaman teori perkembangan dapat dilihat dari pemikiran berbagai sudut pandang
para ahli. Ada lima perspektif teoritis utama dalam perkembangan, yaitu psikoanalisis,
kognitif, perilaku dan sosio-kognitif, etologi, dan ekologis. Pendekatan teoritis tersebut samasama meneliti tiga proses utama dalam perkembangan anak di tingkat yang berbeda-beda,
yaitu biologis, didaktis dan psikologis.
1. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya
tidak disadari (di luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisis
percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan bahwa
pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan
menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli
psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara
signifikan membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori
psikoanalisis dari Sigmund Freud.
Sigmund Frued memandang manusia sebagai makhluk biologis yang kompleks, baik
dalam hal sosial, emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir. Di dalam
terminologinya mengatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-langkah yang
berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari sumber berbeda, di mana
mereka juga harus berusaha menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua.
Konflik yang timbul antara kebutuhan akan kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk
memuaskan dan juga menciptakan ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk
mengendalikan perasaan mereka dan juga berusaha agar dapat diterima dalam lingkungan
sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka.
2. Teori Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami
dunia di sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap
dunia sekitar dan pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman
sebaya, orang dewasa dan lingkungan. Setiap anak membangun pengetahuan mereka
sendiri berkat pengalaman-pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar
dan budaya di mana mereka berada melalui bermain. Piaget sebagai tokoh aliran ini
menganggap bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun
pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan
sosial di lingkungan sekitar. Piaget percaya bahwa kita beradaptasi dalam dua cara,
yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan informasi
ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak
menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman
baru.
Sedangkan Lev Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan
cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan
diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang
tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki
struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya.
3. Teori Perilaku dan Sosial-kognitif
Teori perilaku dan sosial-kognitif merupakan pandangan psikolog yang menekankan
bahwa perilaku, lingkungan dan kognisi faktor kunci dalam perkembangan. Teori ini
terkait dengan bagaimana anak-anak berkembang secara sosial, emosional, dan
intelektual, tetapi tidak menjelaskan tentang perkembangan fisik karena banyak orang
yang menyetujui bahwa perkembangan fisik berkaitan dengan genetika (keturunan)
yang ditentukan berdasarkan gen dari kedua orang tuanya, sehingga dengan demikian
tidak mempengaruhi perilaku anak. Tiga versi pendekatan perilaku dan sosialkognotif ini adalah classical conditioning dari Pavlov (sebuah stimulus netral
memperoleh kemampuan untuk menghasilkan sebuah respon yang tadinya dihasilkan
oleh stimulus lain), operant conditioning dari Skinner (konsekuensi dari suatu
perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas kejadian perilaku tersebut), dan
teori sosial-kognitif dari Albert Bandura (menekankan interaksi timbal balik antara
manusia (kognisi), perilaku dan lingkungan).
4. Teori Etologi
Teori etologi memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi biologi dan evolusi.
Teori ini juga menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang
beragam berubah sepanjang rentang kehidupan. Ada periode kritis atau sensitif bagi
beberapa pengalaman, jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode sensitif
tersebut, teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin dapat
optimal.
John Bowbly salah satu tokoh teori etologi menyatakan bahwa kelekatan pada
pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting
sepanjang hidup. Jika kelekatan ini positif dan aman, seseorang mempunyai dasar
untuk berkembang menjadi individu yang kompeten yang memiliki hubungan sosial
positif dan menjadi matang secara emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan
tidak aman, maka saat anak tumbuh ia akan menghadapi kesulitan dalam hubungan
sosial serta dalam menangani emosi.
5. Teori Ekologi
Teori ekologi merupakan pandangan Bronfenbrenner bahwa perkembangan
dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan, berkisar dari lima konteks dasar mengenai
interaksi langsung dengan orang-orang hingga konteks budaya berdasar luas. Lima
sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner yaitu:
a. Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal.
b. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar konteks.
c. Eksosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain -di mana individu
tidak mempunyai peran aktif- mempengaruhi apa yang dialami individu dalam
konteks langsung.
d. Makrosistem mencakup budaya di mana seseorang tinggal.
e. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi sepanjang
kehidupan.
C. Hukum Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang terus menerus di alami, tetapi ia tetap
menjadi kesatuan. Suatu konsepsi yang biasanya deduktif dan menunjukkan adanya
hubungan yang ajeg (continue) serta dapat diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel
yang empirik, hal itu disebut sebagai hukum perkembangan. Perkembangan jasmani dan
rohani berlangsung menurut hukum-hukum perkembangan tertentu.
1. Hukum Tempo Perkembangan
Perkembangan jiwa tiap-tiap anak itu berlainan menurut tempo masing-masing
perkembangan anak yang ada. Ada yang memiliki tempo singkat (cepat ) adapula
yang lambat. Ada anak yang cepat menguasai keterampilan bicara, ada yang cepat
menguasai keterampilan berjalan, sesuai perkembangan yang dimiliki anak.
2. Hukum Irama Perkembangan
Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau lambatnya perkembangan anak,
akan tetapi tentang iram atau rythme perkembangan. Perkembangan anak itu
mengalami gelombang “pasang surut”, mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak
tersebut mengalami juga kemunduran dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, akan
mudah sekali diperhatikan jika mengamati perkembangan pada anak-anak menjelang
remaja. Ada anak yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi adapula anak
yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa menunjukkan gejala-gejala yang
serius. Coba perhatikan anak usia 03;0 – 05;0 tahun dan pada usia 12;0 -14;0 tahun.
Sebab kedua masa itu merupakan masa transisi/krisis pertama dan kedua bagi seorang
anak.
3. Hukum Konvergensi Perkembangan
Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan
yang dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya
(nativisme). Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa pendapat lama itu
tidak sesuai lagi dengan keadaan (empirisme). William Stern menggabungkan kedua
pendapat tersebut ke dalam hukum konvergensi yang mengatakan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah pengaruh dari unsur
lingkungan dan pembawaan.
4. Hukum Kesatuan Organ
Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ (anggota) tubuh yang merupakan satu
kesatuan. Di antara organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat
dipisahkan berdiri integral. Misalnya, perkembangan kaki yang semakin besar dan
panjang, mesti diiringi oleh perkembangan otak, kepala, tangan dan organ lainnya.
5. Hukum Hierarchi Perkembangan
Perkembangan anak tidak mungkin akan mencapai suatu fase tertentu dengan cara
spontan sekaligus, akan tetapi harus melalui tahapan tertentu yang telah tersusun
sedemikian rupa. Sehingga perkembangan diri seseorang menyerupai derat
perkembangan. Misalnya, perkembangan pikiran/intelek anak, mesti didahului dengan
perkembangan pengenalan dan pengamatan.
6. Hukum Masa Peka
Masa peka ialah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi
kejiwaan atau fisik seseorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak
berjalan secara serempak/bersamaan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, masa
peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua, dan untuk bicara
sekitar akhir tahun pertama.
7. Hukum Memperkembangkan Diri
Dalam kehidupan ada dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri. Dorongan
pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan
mengembangkan diri. Dorongan mempertahankan diri terwujud, misalnya pada
dorongan makan dan menjaga keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan perasaan
haus dan lapar dalam bentuk menangis (anak mempertahankan dirinya dengan
menangis). Jika ibu mendengar anaknya menangis, tangisnya itu dianggap sebagai
drongan mempertahankan diri.
Dalam perkembangan jasmani dan sebagai terlihat hasrat dasar untuk
mengembangkan pembawaan. Untuk anak-anak, dorongan mengembangkan diri
berbentuk hasrat mengenal lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan
sebagainya. Di kalangan remaja timbul rasa persaingan dan perasaan belum puas
terhadap apa yang telah tercapai. Hal ini dapat dianggap sebagai dorongan
mengembangkan diri.
8. Hukum Rekapitulasi
Perkembangan yang dialami anak merupakan ulangan (secara cepat) sejarah
kehidupan yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad, dari masa berburu
hingga masa industri. Hukum rekapitulasi ini membagi kehidupan anak menjadi:
a. Masa memburu dan menyamun. Masa ini dialami anak ketika anak berusia sekitar 8
tahun. Misalnya anak-anak senang menangkap-nangkap dalam permainannya, kejarkejaran, perang-perangan.
b. Masa menggembala. Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun.
Misalnya, anak senang memelihara binatang seperti ikan, kucing, kelinci.
c. Masa bercocok tanam. Masa ini dialami ketika anak berusia12 tahun. Misalnya,
anak senang berkebun, bertanam, menyiram.
d. Masa berdagang. Masa ini dialami ketika anak berusia14 tahun. Misalnya anak
senang bertukar benda koleksinya, kiriman foto, bermain jual-jualan.
D. Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini
Wolkfolk (Masitoh, 2004: 2.3) mengemukakan development orderly, adaptive
changes we go through from conception to death. Sedangkan Sroufe (Masitoh, 2004: 2.3)
menegaskan bahwa development is the process of orderly communicational, directional, and
age related behavioral reorganization and qualitative change in a person. Hal ini berarti
perkembangan adalah proses teratur yang berkaitan dengan reorganisasi perilaku dan
perubahan kualitatif dalam diri seseorang.
Perkembangan merupakan suatu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung secara
terus menerus, sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara:
1. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan bersifat saling kebergantungan atau
saling mempengaruhi antar bagian organisme (fisik dan psikis) dan bagian-bagian tersebut
merupakan satu kesatuan yang harmonis.
2. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas)
baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
3. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism berlangsung
secara beraturan dan berurutan. Perubahan tersebut tidak secara kebetulan atau meloncatloncat.
Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan
individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Fase
perkembangan tersebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan
anailisis biologis, didaktis dan psikologis.
1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis
Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses
pertumbuhan biologis anak karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap
perkembangan kejiwaan anak.
a. Pendapat Kretschmer yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Fullungs periode 1 : umur anak 0;0 – 3;0, pada masa ini anak dalam keadaan
pendek, gemuk,
bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
2). Strecungs periode 1 : umur 3;0 – 7;0, kondisi badan anak nampak langsing (tidak
begitu gemuk)
biasanya sikap anak tertutup, susah bergaul juga susah didekati.
3). Fullungs periode II : umur 7;0 – 13;0, keadaan fisik anak kembali gemuk.
4). Srecungs periode II : umur 13;0 – 20, keadaan fisik anak kembali langsing.
b. Pendapat Aristoteles yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Fase I : umur 0;0 -7;0, disebut masa kecil, kegiatan anak pada waktu ini hanya
bermain.
2). Fase II : umur 7;0 – 14;0, masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak
mulai belajar di
sekolah dasar.
3). Fase III : umur 14;0 – 21;0, disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah
masa peralihan
(transisi) dari anak menjadi orang dewasa.
Pendapat ini dikategorikan pada periodesasi yang berdasarkan pada biologis karena
aristoteles menunjukkan bahwa antara fase I dan fase ke II ditandai dengan adanya
pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai
bekerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin.
c. Pendapat Frued yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
1). Fase oral : umur 0;0 – 1;0, fase masa ini, mulut merupakan sentral pokok keaktifan
dinamis.
2). Fase anal : umur 1;0 – 3;0, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembungan
kotoran.
3). Fase falis : umur 3;0 – 6;0, fase ini alat-alat kelamin perempuan merupakan organ
paling perasa.
4). Fase laten : umur 6;0 – 11;0, impuls-impuls cenderung untuk berada pada kondisi
tertekan.
6). Fase genital : umur 11 ke atas (adolescence), seseorang telah sampai pada awal
dewasa.
d. Pendapat Jesse Feiring Williams yang membagi perkembangan anak
menjadi 4 fase:
1). Masa nursery dan kindergarten : umur 0;0 – 6;0
2). Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga : umur 6;0 -10;0
3). Masa cepat berkembangnya tubuh : umur 10;0 – 14;0
4). Masa adolescence : umur 14;0 – 19;0 masa perubahan pola dan kepentingan
kemampuan anak
dengan cepat.
e. Pendapat Elizabeth Hurlock yang membagi perkembangan anak menjadi 5
fase:
1). Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran,
sekitar 9 bulan atau
280 hari.
2). Fase infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.
3). Fase babyhood (bayi), mulai 2 minggu sampai 2 tahun.
4). Fase childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja.
5). Fase adolescence/puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun. Tahap
ini dibagi lagi
menjadi:
a). pre-adolescence : umur 11 – 13 tahun pada wanita, sedangkan pada pria lebih
lambat dari itu.
b). early adolescence : umur 16 – 17 tahun.
c). late adolescence : masa perkembangan yang terakhir (sampai masa usia kuliah).
2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis
Tinjauan fase perkembangan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang
tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang
kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau
mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
a. Pendapat Johan Amos Comenius (komensky) yang membagi perkembangan
anak menjadi 4 fase:
1). Scola matema (sekolah ibu) : umur 0;0 – 6;0, masa anak mengambangkan organ
tubuh dan panca
indera di bawah asuhan ibu (keluarga).
2). Scole vermacula (sekolah bahasa ibu) : umur 6;0 – 12;0, mengembangkan pikiran,
ingatan dan
perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
3). Scola latina (sekolah bahasa latin) : umur 12;0 – 18;0, masa anak mengembangkan
potensinya
terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
4). Academia (akademi) : umur 18;0 – 24;0, media pendidikan yang tepat bagi anak.
b. Pendapat Jean Jacques Rousseau yang membagi perkembangan anak menjadi5
fase:
1). Masa asuhan (nursery) : umur 0;0 – 2;0.
2). Masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera : umur 2;0 – 12;0.
3). Masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas : umur 12;0 – 15;0.
4). Masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan
mental agama :
umur 15;0 – 20;0.
5). Masa ini lebih membahas tentang pendidikan kaum wanita : umur 20 ke atas.
c. Pendapat Maria Montessori yang membagi perkembangan anak menjadi 4
fase:
1). Masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indera :
umur 1;0 – 7;0.
2). Masa abstrak, di mana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan,
mulai berfungsi
perasaan ethnisnya yang bersumber dari kata hatinya dan mulai tahu akan kebutuhan
orang lain :
umur 7;0 – 12;0.
3). Masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial : 12;0 – 18;0.
4). Masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak akan realitas
kepentingan dunia. Ia
harus mampu berppikir jernih, jauh dari perbuatan tercela.
d. Pendapat Charles E Skinner yang membagi perkembangan anak menjadi 2
fase:
1). Tahap pre-natal : – germinal: dua minggu setelah conception
– embrio: dari akhir minggu kedua sampai minggu keenam
– janin: akhir minggu keenam sampai kelahiran
2). Tahap post-natal : – Parturate dari lahir sampai dengan pemutusan tali pusat
– Neonatus dua sampai empat minggu pertama kehidupan
– Bayi firtst dua tahun
– Prasekolah anak dari usia dua tahun sampai enam tahun
– Anak sekolah dasar 6-9 tahun
– Murid sekolah menengah 9-12 tahun
– Murid SMP SMA 12-15 tahun, suatu periode yang biasanya meliputi masa
pubertas dan tahap remaja
3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis
Fase pembagian ini mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya
yang murni.
a. Pendapat Kroh yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Sejak lahir hingga trotz periode I disebut masa anak-anak awal : umur 0 – 3 / 4.
2). Dari trotz periode I hingga trozt periode II disebut masa keserasian bersekolah :
umur 3 / 4 – 12 / 13.
3). Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan : umur
12/13 – 21.
Pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara evolutif. Pada umumnya
proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan (aktivitas revolusi). Masa
kegoncangan ini oleh Kroh disebut Trotz periode, biasanaya tiap anak akan mengalaminya
sebanyak dua kali, yaitu trotz I sekitar usia 3-4 tahun dan trotz II sekitar umur 12 tahun bagi
putri dan umur 13 tahun bagi putra.
b. Pendapat Charlotte Buhler yang membagi perkembangan anak menjadi 5
fase:
1). Fase I : perkembangan sikap subyektif menuju obyektif : umur 0 – 1.
2). Fase II : makin meluasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya atau
mengenal dunia secara subyektif : umur 1 – 4.
3). Fase III : masa memasukkan diri ke dalam masyarakat secara obyektif, adanya
hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta
prestasi :umur 4–8.
4). Fase IV : munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai
memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar : umur 8 – 13.
5). Fase V : masa penemuan diri dan kematangan yakni synthesa sikap subyektif dan
obyektif : umur 13 – 19
E. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Sesuai dengan sifat individu yang unik, adanya variasi individual dalam perkembangan anak
merupakan hal normal terjadi. Terkadang anak yang satu lebih cepat berkembang daripada
anak yang lainnya, begitupun dalam perbedaan minat dan kecakapan, sementara sebagian
anak lebih senang melakukan gerakan-gerakan fisik atau bermain kelompok dengan
temannya. Berdasarkan dari tahapan perkembangan yang telah dibahas, uraian berikut
mengetengahkan tentang karakteristik anak yang dibatasi pada hal-hal yang bersifat menonjol
dan lebih terkait dengan proses pembelajaran anak:
1. Perkembangan anak usia 0 – 2 tahun
Pada masa bayi secara umum anak mengalami perubahan yang jauh lebih pesat
dibanding dengan yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Berbagai kemampuan
dan keterampilan dasar, baik yang berupa keterampilan lokomotor (bergulir, duduk,
berdiri, merangkak, dan berjalan), keterampilan memegang benda, penginderaan
(melihat, mencium, mendengar, dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk
mereaksi secara emosional dan sosial (berhubungan dengan orang tua, pengasuh, dan
orang-orang dekat lainnya) dapat dikuasai pada fase ini. Berbagai kemampuan dan
keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk mengarungi
dan menjalani proses perkembangan selanjutnya.
Bagi bayi, gerakan-gerakan motorik dan pengalaman-pengalaman sensori ini sangat
vital. Pengalaman-pengalaman demikian di samping dapat merangsang pertumbuhan
fisik, juga sekaligus meningkatkan dan memperkaya kualitas fungsi fisik tersebut.
Sehingga bayi yang memiliki kesempatan luas untuk melakukan gerakan-gerakan
motorik akan terdorong untuk mengalami pertumbuhan fisik yang sehat dengan
penguasaan keterampilan-keterampilan motorik dasar yang cepat. Sebaliknya, bayi
yang kurang mendapat kesempatan demikian sangat dimungkinkan untuk mengalami
hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.
Komunikasi responsif dengan orang dewasa akan mendorong dan memperluas
respon-respon verbal dan non-verbal bayi. Bayi mulai belajar tentang pengalamanpengalaman sensori dan ekspresi-ekspresi perasaan, meskipun bayi belum memahami
kata-kata. Penyajian pengalaman-pengalaman menarik dengan menyediakan obyekobyek mainan menarik merupakan hal yang bias berpengaruh positif terhadap
perkembangan kemampuan bayi dalam mengekspresikan perasaan dan keterampilanketerampilan sensori lainnya. Menurut Bredkamp (Solehuddin, 2000), jika bayi
terasing dari pengalaman-pengalaman sensori-motor tersebut, maka bukan saja
perkembangan emosionalnya yang akan terhambat melainkan juga perkembangan
kognisinya.
Bayi yang baru lahir ke dunia dilengkapi dengan kesiapan untuk melakukan kontak
sosial. Selama 9 bulan pertama ia akan mengembangkan kemampuannya untuk
membedakan antara orang-orang yang dikenalnya dengan orang-orang yang tidak
dikenalnya. Pada usia ini bayi sudah mulai belajar melafalkan suara-suara dan
gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya seperti senang,
terkejut, marah, cemas dan perasan lainnya. Dalam hal ini bayi mengembangkan
harapan-harapan tentang perilaku orang berdasarkan pada bagaimana cara orang tua
dan pengasuh lainnya memperlakukannya. Melalui interaksi-interaksi sosial yang
penuh kehangatan dan kasih saying ini, bayi mulai mengembangkan hubungan cinta
kasih yang positif
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pemenuhan kebutuhan bayi sepenuhnya masih
tergantung kepada orang dewasa. Bayi juga masih mudah untuk mengalami frustasi
karena belum mampu mengatasi ketidaknyamanan atau suasana stress secara aktif.
Hal ini , diakibatkan belum dikuasainya keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan untuk itu. Bayi mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkannya
melalui bahasanya sendiri seperti tertawa, menangis, terkejut, dan sejenisnya.
Terhadap ekspresi-ekspresi bayi tersebut, orang tua dan pengasuh lainnya harus
memahami dan memberikan respon secara tepat namun tidak berlebihan.
2. Perkembangan anak usia 2 – 3 tahun
Di samping masih memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan pada masa
sebelumnya, anak usia 2-3 tahun memiliki karakteristik khusus. Dari segi fisik, pada
fase ini anak masih tetap mengalami pertumbuhan yang pesat, khususnya berkenaan
dengan pertumbuhan dengan pertumbuhan otot-otot besar. Anak pada usia ini sudah
tahu bagaimana berjalan dan berlari. Anak juga mulai senang memanjat dan menaiki
sesuatu, membuka pintu, serta mencoba berdiri di atas satu kaki dan berloncat. Anak
senang mencoba sesuatu sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas untuk itu.
Dengan penguasaan keteramppilan-keterampilan dasar yang diperoleh pada masa
bayi, anak seusia ini akan tampak senang melakukan banyak aktivitas.
Anak juga biasanya sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya.
Anak memiliki kekuatan observasi yang tajam, menyerap dan membuat
perbendaharaan bahasa baru, belajar tentang jumlah, membedakan antara konsep
“satu” dengan “banyak”. Mulai senang mendengarkan cerita-cerita sederhana, dan
gemar melihat-lihat buku. Melalui berbagai aktivitas itulah menurut pengamatan
piaget (Solehuddin: 2000) anak pada usia ini berpikir, pada saat anak aktif melakukan
aktivitas-aktivitas fisik, secara stimulant aktivitas mentalnya juga terlibat.
Meskipun hanya dengan beberapa patah kata, anak seusia ini juga mulai berbicara
satu sama lain. Anak mulai senang melakukan percakapan walau dalam bentuk
perbendaharaan kata dan kalimat terbatas. Namun simultan dengan itu, sikap dan
perilaku egosentris anak pada usia dini ini sangat menonjol. Anak pada usia ini
memandang peristiwa- peristiwa yang dihadapinya hanya dari kacamata dan
kepentingannya sendiri. Anak belum bisa memahami persoalan-persoalan itu dari
sudut pandang orang lain, cenderung melakukan sesuatu itu hanya menurut
kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan dan kepentingan orang lain. Oleh
karena itu, terjadinya perselisihan, berebut mainan, dan perilaku sejenisnya sangat
dimungkinkan untuk sering dialami oleh anak-anak seusia ini.
Hal lain yang perlu dipahami bahwa anak usia ini biasanya memiliki kemampuan
untuk memperhatikan sesuatu hanya dalam jangka yang sangat pendek. Anak belum
bisa mengikuti suatu pembicaraan orang lain secara lama, cenderung beralih-alih
perhatian dari suatu benda ke benda lainnya, dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya,
dan/atau dari suatu pembicaraan ke pembicaraan lainnya. Anak belum memiliki
pertimbangan yang sehat dan rasa bahaya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain
adalah cirri lain yang secara menonjol juga dimiliki anak seusia ini. Cenderung
melakukan segala sesuatu hanya didasarkan atas keinginannya, tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya.
3. Perkembangan anak usia 3 – 4 tahun
Pada usia ini anak juga masih mengalami perkembangan pesat dalam banyak hal.
Anak mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dalam perkembangan perilaku
motorik, berpikir fantasi, maupun dalam kemampuan mengatasi frustasi. Anak dapat
menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan kecil, dapat memungut benda-benda
kecil, dapat memegang benda, dan dapat memasukkan benda ke lubang-lubang kecil,
anak juga memiliki keterampilan memanjat atau menaiki benda-benda secara lebih
sempurna. Meskipun sifat egosentrisnya masih melekat pada anak seusia ini, biasanya
sudah bisa bekerja dalam suatu aktivitas tertentu dengan cara-cara yang lebih dapat
diterima secara sosial daripada sebelumnya. Aktivitas-aktivitas bermain bersama
sudah dapat dilakukan secara lebih lama oleh anak seusia ini.
Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak
kamandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimilikinya ini, anak memperlihatkan
kesiapan untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama. Anak menyenangi dan
menghargai sajak-sajak sederhana, begitupun kemandirian yang dituntutnya membuat
ia tidak mau banyak diatur dalam kegiatan-kegiatannya. Tingkat frustasi usia ini
cenderung menurun bila dibanding sebelumnya, hal ini disebabkan adanya
peningkatan kemampuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara
lebih aktif, di samping juga karena peningkatan kemampuan dalam mengekspresikan
keinginan-keinginannya kepada orang lain.
4. Perkembangan anak usia 4 – 5 tahun
Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan cirri
yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun. Anak memiliki sikap berpetualang
(adventurousness) yang begitu kuat. Anak akan banyak memperhatikan,
membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau
didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat
untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, anak senang dengan nyanyian, permainan,
dan/atau rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya. Minatnya yang
kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak
seusia ini senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar lingkungannya. Anak akan
sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu, karenanya pengenalan terhadap
binatang-binatang piaraan dan lingkungan sekitarnya dapat merupakan pengalaman
yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak.
Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan
berbagai aktivitas. Kebutuhab anak untuk melakukan berbagai aktivitas ini sangat
diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar.
Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak untuk menguasai
keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti belajar menggambar dan menulis.
Anak masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri, menurut Berg
(Solehuddin: 2000) sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia dini sekitar
5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Gerakangerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilanketerampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi.
Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat
membuatnya bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik dapat membantu
anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, sama halnya dengan orang
dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep hamper sepenuhnya
tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hand-on
experiences). Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak semakin
berminat dengan teman-temannya. Anak mulai menunjukkan hubungan dan
kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya, biasanya ia
memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Abilitas untuk
memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga
keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan keterampilan
berkomunikasi membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan
orang lain. Sampai di usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak
terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan
kesadarannya akan bahan-bahan tertulis.
Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai ciri:
1. Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya;
2. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan piawai
dalam mengolah input dari lingkungannya;
3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai situasi
yang bertautan langsung dengan minat dan pengalamannya;
4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek, mereka gandrung
mengulang-ngulang kegiatan atau permainan yang sama;
5. Anak-anak prasekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat pengalaman
konkret dan aktivitas motorik.
Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki sekolah
dasar mereka mempunyai ciri:
1. Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada pada tahap berpikir praoperasional dan cocok
belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi tujuan sesaat;
2. Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-kata, dan mempelajari
benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai anak-anak;
3. Mereka belajar melalui bahasa lisan dan pad tahap ini bahasanya telah berkembang dengan
pesat;
4. Pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan yang jelas dan
intruksi spesifik.
Banyak teori perkembangan yang dihasilkan oleh para ahli, suatu teori mempunyai
perbedaan dan persamaan dengan teori lainnya serta terjadinya perubahan dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu, Solehuddin (2002) mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak
usia prasekolah sebagi berikut:
1. Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu lainnya.
Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi dan pengalaman yang
diperoleh dari kehidupannya masing-masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola
perkembangan anak secara umum, dan kenyataan anak sebagai individu berkembang dengan
potensi yang berbeda-beda.
2. Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku secara spontan
oleh anak akan menampakan bahwa perilaku yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak
ditutup-tutupi. Dengan kata lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang
dirasakan oleh anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka.
Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan menangis kalau ia dirangsang
oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.
3. Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia prasekolah merupakan
suatu kesenangan yang kadang kala terlihat seakan- akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan
energik ini akan tampak lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan
menyenangkan.
4. Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia cenderung melihat
dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan sendiri.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.Anak pada usia
ini juga mempunyai sifat banyak memperhatikan, membicarakan dan mempertanyakan
berbagai hal yang dilihat dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.
6. Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat
terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang untuk mencoba, menjelajah,
dan ingin mempelajari hal-hal yang baru. Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak
ingin membongkar pasang alat-alat mainan yang ada.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat imajinatif. Oleh
karena itu, mereka mampu untuk bercerita melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan
implikasi terhadap pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode
belajar.
8. Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau menangis
apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait
dengan sifat lainnya seperti spontanitas dan egosentris.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.Apakah suatu aktivitas dapat
berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya belum memiliki pertimbangan
yang matang untuk itu. Oleh karena itu lingkungan anak terutama untuk kepentingan
pembelajaran perlu terhindar dari hal atau keadaan yang membahayakan.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki daya perhatian
yang pendek kecuali untuk hal-hal yang sangat disenanginya.
11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial. Dengan mempelajari sejumlah ciri
dan potensi yang ada pada anak, misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan
mempunyai daya ingat lebih kuat, maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat
kesempatan belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada usia ini anak
secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan hakikat dari proses belajar. Oleh
karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak perlu dikem-bangkan sesuai potensi yang
dimilikinya.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.Anak mempunyai keinginan yang
tinggi untuk berteman. Anak memiliki kemampuan untuk bergaul dan bekerjasama dengan
teman lainnya. Seiring dengan pendapat diatas, Snowman (1993) yang dikutip oleh
patmonodewo (2000), anak usia prasekolah atau TK memiliki sejumlah ciri yang dapat dilihat
dari aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
1. Ciri fisik
a. Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat menyukai kegiatan yang
dilakukan atas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang dapat diamati adalah seperti; suka
berlari, memanjat dan melompat.
b. Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif, maka biasanya
setelah melakukan banyak aktivitas anak me-merlukan istirahat walaupun kadangkala
kebutuhan untuk ber-istirahat ini tidak disadarinya.
c. Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari kontrol jari dan tangan. Dengan
demikin anakusia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas yang rumit seperti mengikat
tali sepatu.
d. Sulit memfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya sehingga
koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.
e. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak
sehingga berbahaya jika terjadi benturan keras.
f. Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang
bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus.
2. Ciri sosial
a. Anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat tetapi sahabat ini cepat berganti.
Penyesuaian diri mereka berlangsung secara cepat sehingga mudah bergaul. Umumnya
mereka cenderung me-milih teman yang sama jenis kelaminnya, kemudian pemilihan teman
berkembang kejenis kelamin yang berbeda.
b. Anggota kelompok bermain jumlahnnya kecil dan tidak terorganisir dengan baik. Oleh
karena itu kelompok tersebut tidak bertahan lama dan cepat berganti-ganti.
c. Anak yang lebih kecil usianya seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih
besar usianya.
d. Pola bermain anak usia prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial
dan gender.
e. Perselisihan sering terjadi, tetapi hanya berlangsung sebentar kemudian hubungannya
menjadi baik kembali. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan
perselisihan.
f. Anak usia prasekolah telah mulai mempunyai kesadaran terhadap perbedaan jenis kelamin
dan peran sebagai anak laki-laki dan anak perempuan. Dampak kesadaran ini dapat dilihat
dari pilihan ter-hadap alat-alat permainan.
3. Ciri emosional
a. Anak usia praskolah cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka. Ciri
ini dapat dilihat dari sikap marah yang sering ditunjukannya.
b. Sikap iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi, sehingga mereka berupaya untuk
mendapatkan perhatian orang lain secara berebut.
4. Ciri Kognitif
a. Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berrbahasa. Pada umumnya mereka
senang berbicara, Khususnya dalam kelompoknya.
b. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi,
dan kasih sayang.
Sementara itu, santoso (2000) mengemukakan pula beberapa karaktrestik anak pra
sekolah, yaitu: (a) suka meniru, (b) ingin mencooba, (c) spotan, (d) jujur, (e) riang, (f) suka
bermain, (g) ingin tahu (suka bertanya), (h) banyak gerak, (i) suka menunjuk akunya, dan (j)
unik. Sebagai indivdu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa
mempertimbangkan kemampuan yang ada padanya. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan
ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang kala muncul secara spontan. Sikap jujur
yang menunjukan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga dimiliki oleh anak.
Kehidupan yang dirasakan anak tanpa beban menyebabkan anak selalu tampil riang, anak
dapat bergerak dan beraktivitas. Dalam aktifitas ini, anak cenderung pula menunjukkan sifat
akunya, dengan mengakibatkan apa yang dimiliki oleh teman lain. Akhirnya sifat unik
menunjukan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yang memiliki perbedaan
dengan individu lainnya. Pemahaman guru tentang karakteristik anak akan bermanfaat dalam
upaya menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia
Dini
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Faktor-faktor tadi dibagi dalam 2 golongan:
1. Faktor Internal
a. Perbedaan ras/etnik atau bangsa
Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa, maka tidak mungkin ia memiliki faktor
hereditas ras orang Indonesia atau sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada
umumnya ras orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada
ras orang Mongol.
b. Keluarga
Ada kecendrungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk-gemuk.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan
dan masa remaja.
d. Jenis kelamin
Wanita lebih cepat dewasa disbanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita
umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa
pubertas laki-laki akan lebih cepat.
e. Kelainan genetik
Sebagai salah satu contoh: Achondroplasia yang menyebabkan dwarfisme, sedangkan
sindroma marfan terdapat pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.
f. Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti sindroma
down’s dan sindroma turner’s.
2. Faktor eksternal
a. Faktor Pranatal
1) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan janin.
2) Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan congenital seperti
club foot.
3) Toksin/zat kimia. Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan
congenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin. Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hyperplasia adrenal.
5) Radiasi. Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan
congenital mata, kelainan jantung.
6) Infeksi. Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta
penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,
mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung congenital.
7) Kelainan Imunologi. Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel darah merah
janin; kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan
menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan
kernicterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8) Anoksia Embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologis ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental
pada ibu hamil dan sebagainya.
b. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan otak.
c. Pasca Natal
1) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit Kronis/kelainan congenital. Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan
mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisis dan kimia. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercury, rokok, dan
sebagainya) mempunyai dampak yang negative terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis. Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin. Gangguan hormone misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan
anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisisnesi hormone pertumbuhan akan
menyebabkan anak menjadi kerdil.
6) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak
7) Lingkungan pengasuhan. Pada lingkungan pangasuhan, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak.
9) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan,
demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan syaraf pusat yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.
3.
Faktor lingkungan
1) Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan
anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan
keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak
untuk melalui proses selanjutnya.
2) Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia,
anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman sebaya
turut menentukan bagaimana anak dalam tumbuh kembangnya.
3) Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada
usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya
terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik
dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai
dengan kemampuan yang sesungguhnya.