TEORI DAN PENDEKATAN KONSEPTUAL INTEGRAS

TEORI DAN PENDEKATAN KONSEPTUAL INTEGRASI EROPA PERIODE 19471957

Disusun sebagai Tugas Makalah Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

WESLEY JEFFREY2010230055
NUR FARIDHA

2012230106

INAS HURRIYAH L. D.

2012230117

ACHMAD ROBBI F.

2013230010

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JAKARTA
OKTOBER 2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Berakhirnya Perang Dunia II memberikan nafas segar bagi Eropa yang telah
mengalami proses panjang dalam peperangan. Perang Salib, Perang Dunia I dan Perang
Dunia II merupakan puncak peperangan yang meninggalkan sejarah kelam di kawasan Eropa.
Setelah Perang Dunia II, bangsa Eropa mengalami instabilitas ekonomi dan politik, serta
kekalahan fasisme pada masa itu telah meruntuhkan ekonomi Jerman1. Dan bukan hanya itu
saja, peperangan tidak lagi dilakukan dengan kontak fisik atau dengan kekuatan militer,
namun beralih pada persaingan ideologi.
Masa kelam peperangan membuat Eropa Barat berupaya dalam segala kemungkinan
untuk melakukan kerja sama yang bertujuan menghindari konflik di kawasan ini. Jerman
yang menjadi sumber konflik pada masa Perang Dunia II, membuat negara-negara di Eropa
Barat lebih mengawasi dan menjaga tindakan Jerman dalam mengambil langkah politiknya.
Selain itu, keinginan dalam membebaskan diri dari rivalitas Jerman dan Perancis telah
mendorong terbentuknya integrasi regional di kawasan Eropa.
Oleh karena itu, dalam menciptakan perdamaian bangsa Eropa, beberapa organisasi
regional yang didasarkan atas kerja sama ekonomi dibentuk sebagai upaya mencapai tujuan

mereka. Ide kerja sama di kawasan Eropa ini berawal dari Belgia dan Luxemburg dan
kemudian mengarah pada kerja sama yang lebih luas, yakni Custom Union Benelux. Custom
Union Benelux yang terdiri dari Belgia, Netherlands, dan Luxemburg, merupakan langkah
awal pencapaian integrasi Eropa yang lebih intens.

Proses pencapaian integrasi Eropa

melalui beberapa tahapan, antara lain European Coal and Steel Community (ECSC),
European Economic Community (EEC), dan berlanjut menjadi European Union (EU).
Dalam proses tahapan integrasi Eropa, dibuat beberapa treaty untuk mempermudah
kerja sama di kawasan Eropa Barat, pada khususnya. Beberapa treaty tersebut berisi aturanaturan yang mengatur tindakan dan kebijakan negara-negara anggota di kawasan Eropa Barat.
Aturan-aturan ini akan merangsang dan mengikat komitmen antara negara-negara anggota
untuk melakukan tindakan yang sama dalam pencapaian integrasi yang optimal. Berbagai
1

Yuniarti. Pendekatan Ekonomi dalam Politik Internasional. Jurnal Hubungan Internasional
Vol.1 No.1 Januari-April 2013 ISSN:2337-859X
1

hasil dari treaty tersebut telah memperluas kerja sama Eropa Barat dalam bidang ekonomi.

Dalam memperluas kerja sama ekonomi yang lebih luas dan intens, pada tahun 1957
ditandatanganinya perjanjian Roma oleh The Inner Six (Perancis, Jerman Barat, Italia, Belgia,
dan Belanda, dan Luxemburg) dan mengesahkan terbentuknya EEC dan European Atomic
Energy Community (EURATOM)2.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, muncul pertanyaan, sebagai berikut: “Bagaimana
teori dan pendekatan konseptual integrasi Eropa periode 1947-1957?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Integrasi Regional
Sebuah integrasi sering dikaitkan dengan regionalisme atau kawasan, dan bahkan
dikaitkan dengan Uni Eropa. Hal ini dikarenakan, keberhasilan Uni Eropa dalam
2 S., Nuraeni, Deasy Silvya dan Arfin Sudirman. Regionalisme dalam Studi Hubungan Internasional

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
2

membentuk integrasi dalam segala sektor yang menjadi sebuah tujuan baru bagi negaranegara lainnya yang ingin membentuk integrasi regional.

Konsep integrasi yang berkembang dari masa ke masa. Tujuan pembentukan integrasi
juga berbeda dari masa ke masa. Setelah Perang Dunia II, tujuan integrasi adalah untuk
mencapai perdamaian di kawasan Eropa. Dalam bukunya Mas’oed, Karl Deutsch
berpendapat bahwa:
“suatu komunitas politik memang tidak mesti mampu mencegah terjadinya perang di
wilayahnya . . . Tetapi, beberapa komunitas politik betul-betul mampu menghapuskan
perang dan harapan akan terjadinya perang di dalam wilayah itu . . . Karena itu,
komunitas-komunitas “security-community” adalah suatu komunitas politik yang di
dalamnya terdapat jaminan nyata bahwa anggota-anggota tidak akan saling berperang,
tetapi akan menyelesaikan pertikaian dengan cara-cara lain” 3

Keinginan dalam melakukan integrasi di kawasan Eropa di dasari juga atas dua faktor
utama, antara lain: (a) lingkup geografi yang sama, yakni kawasan atau regional Eropa;
(b) Sejarah yang sama, yaitu sejarah kelam Perang Salib, Perang Dunia I dan Perang
Dunia II. Sebelumnya dijelaskan bahwa dalam integrasi dapat mencegah terjadinya
peperangan dan dapat dikatakan dapat perdamaian. Dalam konteks regional, negaranegara berada dalam geografi yang sama dan berdekatan, seperti Eropa Barat (Perancis,
Jerman Barat, Italia, Belgia, Belanda, dan Luxemburg). Menurut Mansbaach dalam buku
Nuraeni et al. bahwa region atau kawasan diidentifikasikan lingkup kedekatan geografis,
budaya, perdagangan dan interdependensi ekonomi yang saling menguntungkan, dan
komunikasi serta keikutsertaan dalam organisasi internasional.


2.1. Integrasi Eropa periode 1947-1957
The Treaty of Paris yang ditandatangani oleh pemerintah-pemerintah The Inner Six,
antara lain Perancis, Jerman Barat, Italia, Belgia, Belanda, dan Luxemburg, pada tahun
1951 di Paris yang telah menghasilkan European Coal and Steel Community atau ECSC
dan dilaksanakan pada Agustus 19524. Treaty of Paris bertujuan dalam menghilangkan
hambatan perdagangan dan mencapai pergerakan bebas produk, barang, dan modal
3 Mohtar Masoed. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Yogyakarta: LP3ES,

1990)
4 John McCormick. Understanding The European Union: a concise Introduction/John McCormick
(2nd ed.). New York: Palgrave. 2002
3

dalam lingkup sektor batu bara dan baja di pasar negara-negara anggota. Hasil utama dari
Treaty of Paris5, antara lain (a) Pembentukan European Coal and Steel Community
(ECSC); dan (b) Penghapusan rivalitas lama antara Jerman dan Perancis, dan memberi
dasar bagi pembentukan Federasi Eropa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tujuan
politik dari Treaty of Paris adalah untuk menggantikan rivalitas turun temurun dengan
penggabungan kepentingan-kepentingan essensial (ekonomi) antara Jerman dan

Perancis6.
Pada tahun 1955 Perdana Menteri dari ECSC melakukan pertemuan di Messina-Italia
dalam

mencapai

integrasi

Eropa

ke

segala

sektor

ekonomi.

Selanjutnya,


penandatanganan Treaty of Roma menghasilkan European Economic Community (EEC)
dan European Atomic Energy Community (EAEC/EURATOM). Menurut McCormick:
“The EEC Treaty commited the Six to the creation of a common market within 12 years by
gradually removing all retrictions on internal trade, setting a common external tarrif for all
goods coming in to the EEC, reducing barrier to the free movement of people, sevices,
capital among the member states, developing common agricultural and transport policies,
and creating a European Social Fund and a European Investment Bank”7

Sedangkan tujuan dari Euratom treaty adalah menciptakan pasar bersama dalam lingkup
energi atom.
2.2. Teori Neofungsionalisme
Neofungsionalisme berkembang sekitar tahun 1950-an. Neofungsionalisme yang
dipelopori oleh Ernst B. Haas merupakan Grand Theory yang menjelaskan fenomena
integrasi di kawasan Eropa. Pemikir Kaum neofungsionalis memfokuskan perhatian
mereka pada peran institusi-institusi supranasional dan aktor-aktor non-negara lainnya
sebagai kekuatan riil yang mendorong proses integrasi regional8. Neofungsionalisme
menekankan integrasi sebagai proses yang berjalan secara gradual dan bersifat selfsustaining9. Integrasi Eropa secara teknis berjalan secara bertahap dan berlangsung terusmenerus. Berawal dari pembentukan ECSC kemudian berlanjut membentuk EEC dan
5

Sejarah

Pembentukan
Uni
Eropa
diakses
dari
http://indonesianmissioneu.org/website/page943418664200310095958555.asp#1 pada 3 Oktober 2015
6 Robert Gilpin dan Jeans Millis Gilpin. Tantangan Kapitalisme Global: Ekonomi Dunia Abad Ke-21.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)
7 McCormick, Op. Cit., hal. 63
8
Permatasari, Putri P. Tinjauan Kritis terhadap Artikel Neofungsionalisme Karangan Carsten
Stoby Jensen. 2010
9
Pollack, Mark. “International Relations Theory and European Integration.” Journal of
Common Market Studies Vol. 39 No. 2 June pp 221-44, 2001
4

EURATOM. Dalam proses pengintegrasian Eropa, akan terbentuk satu-kesatuan yang
bukan lagi sebatas tingkatan antara pemerintah (negara), namun juga mengintegrasikan
setiap individu yang termasuk dalam anggota negara-negara yang terikat dalam integrasi

Eropa. Integrasi yang terbentuk juga tidak menguntungkan salah satu pihak atau bersifat
zero sum game, namun lebih bersifat positive sum game.
Dalam teori neofungsionalisme, terdapat key points untuk menganalisa proses
integrasi Eropa periode 1947-195710, antara lain:
1. Spillover, yaitu sebuah sebuah situasi di mana kktor mensyaratkan kerja sama di
sektor-sektor yang lain. McCormick menjelaskan Spillover dengan membaginya
menjadi tiga bagian11, yaitu:
" ...with functional spillover, if states integrate one sector of their economies, the
difficulty of isolating it from other sector would lead to the integration of all sectors.
With technical spillover, differences in standards would lead different states to rise (or
sink) to the level of the state with the strictest (or most lax) regulations. Finally,
political spillover implies that once different functional sectors become integrated,
interest groups such as corporate lobbies and trade unions will increasingly switch
their attention from trying to influence the new regional executive, which will be
encourage their attention in order to win new power for itself.”

2. Sosialisasi Elit, yang menyatakan bahwa seiring dalam proses integrasi, pihakpihak yang terlibat dalam proses kebijakan akan cenderung berusaha untuk loyal
dan preferensi terhadap institusi supranasional yang pada gilirannya akan
mendorong integrasi lebih jauh. Hal ini juga terlihat dalam pengintegrasian Eropa,
dimana beberapa pihak (negara) bahkan masyarakat (individu-individu) berusaha

untuk masuk dalam proses integrasi yang lebih intens dalam sektor ekonomi dan
sektor lainnya.
3. Asumsi ketiga neofungsionalisme adalah pembentukan berbagai kelompok
kepentingan supranasional yang cenderung mendorong integrasi karena mereka
memandang integrasi regional sebagai jawaban dari permasalahan-permasalahan
yang mereka hadapi. Walaupun dalam sebuah kelompok kepentingan tersebut
akan selalu memiliki perbedaan dan permasalahan, namun kelompok kepentingan
ini akan melihat integrasi Eropa sebagai solusi dalam penyelesaian masalah
mereka. Integrasi politik antara negara (pemerintah) dengan kelompok
10 European Union Politics, Michael Cini, Oxford: Oxford University Press, 2003
11 McCormick, Op. Cit., hal. 17
5

kepentingan akan mendorong terciptanya institusi supranasional yang menyatukan
kedaulatan setiap negara anggota untuk mencapai kepentingan bersama

BAB III
KESIMPULAN
Dalam menciptakan perdamaian bangsa Eropa, beberapa organisasi regional yang
didasarkan atas kerja sama ekonomi dibentuk sebagai upaya mencapai tujuan mereka. Ide

kerja sama di kawasan Eropa ini berawal dari Belgia dan Luxemburg dan kemudian
mengarah pada kerja sama yang lebih luas, yakni Custom Union Benelux. Custom Union
Benelux yang terdiri dari Belgia, Netherlands, dan Luxemburg, merupakan langkah awal
pencapaian integrasi Eropa yang lebih intens. Proses pencapaian integrasi Eropa melalui
beberapa tahapan, antara lain European Coal and Steel Community (ECSC), European
Economic Community (EEC), dan berlanjut menjadi European Union (EU).
Teori yang kami gunakan untuk menganalisis integrasi Eropa bagian I (1947-1957) ini
adalah Teori Neofungsionalisme. Teori neofungsionalisme berkembang sekitar tahun 1950an. Neofungsionalisme yang dipelopori oleh Ernst B. Haas merupakan Grand Theory yang
menjelaskan fenomena integrasi di kawasan Eropa. Pemikir Kaum neofungsionalis
memfokuskan perhatian mereka pada peran institusi-institusi supranasional dan aktor-aktor
non-negara lainnya sebagai kekuatan riil yang mendorong proses integrasi regional.

6

Dalam teori neofungsionalisme, terdapat key points untuk menganalisa proses
integrasi Eropa periode 1947-1957, yaitu spillover, sosialisasi elit, dan pembentukan
kelompok kepentingan supranasional. Spillover merupakan sebuah situasi di mana kerja
sama di satu sektor mensyaratkan kerja sama di sektor-sektor yang lain, hal ini bisa di lihat
pada proses pengintegrasian eropa yang berawal dari kejasama ekonomi (ECSC) menjadi
kerjasama yang lebih kompleks lagi hingga menjadi Uni Eropa.
Sosialisasi Elit, yang menyatakan bahwa seiring dalam proses integrasi, pihak-pihak
yang terlibat dalam proses kebijakan akan cenderung berusaha untuk loyal dan preferensi
terhadap institusi supranasional yang pada gilirannya akan mendorong integrasi lebih jauh.
Hal ini juga terlihat dalam pengintegrasian Eropa, dimana beberapa pihak (negara) bahkan
masyarakat (individu-individu) berusaha untuk masuk dalam proses integrasi yang lebih
intens dalam sektor ekonomi dan sektor lainnya.
Kelompok kepentingan supranasional, kelompok kepentingan ini akan melihat
integrasi Eropa sebagai solusi dalam penyelesaian masalah mereka. Integrasi politik antara
negara (pemerintah) dengan kelompok kepentingan akan mendorong terciptanya institusi
supranasional yang menyatukan kedaulatan setiap negara anggota untuk mencapai
kepentingan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Cini, Michelle. 2003. Intergovernmentalism dalam Cini, Michelle (Ed.), European Union
Politics. Oxford: Oxford University Press.
Gilpin, Robert dan Jeans Millis Gilpin. 2002. Tantangan Kapitalisme Global: Ekonomi
Dunia Abad Ke-21. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
McCormick, John. 2002. Understanding The European Union: a concise Introduction/John
McCormick (2nd ed.). New York: Palgrave
Mas’oed,

Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.

Yogyakarta:

LP3ES

S., Nuraeni, Deasy Silvya dan Arfin Sudirman. 2010. Regionalisme dalam Studi Hubungan
Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal:

7

Permatasari, Putri P. 2010. Tinjauan Kritis terhadap Artikel Neofungsionalisme Karangan
Carsten Stoby Jensen.
Pollack, Mark. 2001. “International Relations Theory and European Integration” Journal of
Common Market Studies Vol. 39 No. 2
Yuniarti. 2013. Pendekatan Ekonomi dalam Politik Internasional. Jurnal Hubungan
Internasional Vol.1 No.1 Januari-April 2013 ISSN:2337-859X
Website:
Sejarah

Pembentukan

Uni

Eropa

diakses

dari

http://indonesianmission-

eu.org/website/page943418664200310095958555.asp#1 pada 3 Oktober 2015

8