BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Examples Non Examples Siswa Kelas V SDN Sepakung 03 Kecamat

8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

KAJIAN TEORI

2.1.1 Pembelajaran IPA di SD
IPA merupakan salah satu mata pelajaran bagian dari kurikulum yang
harus dikuasai siswa sesuai dengan tingkat sekolah dari jenjang dasar sampai
tingkat lanjutan. Semakin tinggi semakin kompleks pula materi yang harus
dikuasai. Mata pelajaran IPA menarik untuk dipelajari, karena berhubungan
dengan diri sendiri dan alam sekitar.

Dalam kehidupan sehari-hari IPA

digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalahmasalah yang dapat didefinisikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara
bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Hal ini telah
tertuang pada Standar Isi dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran dari IPA yaitu mengembangkan

keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah
dan membuat keputusan.
Pembelajaran IPA sesuai dengan peryataan diatas artinya adalah siswa
SD haruslah melalui ketrampilan proses, siswa harus terlibat secara aktif
dalam memperoleh pengetahuannya dan harus terdapat interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran IPA selain dalam Permendiknas No.22 tahun 2006,
sejalan pula dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007 pasal 1 yang
menyatakan bahwa : “Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah mencakup perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran “. Dengan
adanya standar tesebut supaya proses pembelajaran berjalan efektif dan
efisien untuk mencapai Standar Kompetensi dan Standar Kompetensi
Kelulusan, harus ada interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, dan sumber belajar yang mendukung terciptanya pembelajaran yang
bermakna.

8

9


Pembelajaran bermakna yaitu supaya pembelajaran yang diberikan
oleh guru dapat bermanfaat untuk merancang dan membuat karya melalui
penerapan konsep IPA secara ilmiah dan bijaksana yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari dengan ramah lingkungan
melihat sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin mutakhir.
Pembelajaran yang bermakna membutuhkan peran guru dalam
merencanakan pembelajaran sangat dibutuhkan. Hal tersebut tertuang dalam
PP No. 74 tahun 2008 pasal 1, menyatakan bahwa : “ Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasai siswa pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”. Berdasarkan hal tersebut tugas utama seorang guru adalah
mendidik , yang kemudian keprofesionalanya dapat dilihat dari bagaiamana
guru dalam mengelola kelas, bagaimana hasil belajar siswanya, dan
bagaimana tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah
diselengarakan oleh guru. Sehingga agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara maksimal keaktifan guru dan siswa sangat dibutuhkan dalam
pembelajaran.Yang paling sesuai, agar siswa dapat mengikuti secara aktif

kegiatan pembelajaran yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centred). Selama proses pembelajaran berlangsung siswa harus dilibatkan
baik secara fisik maupun emosional. Pembelajaran lebih menekankan bahwa
peserta didik sebagai makhluk berkesadaran memahami arti penting interaksi
dirinya dengan lingkungan disekitar yang menghasilkan pengalaman adalah
kebutuhan. Dalam kegiatan pembelajaran ini guru bertindak sebagai
perancang, motivator, pembimbing, dan fasilitator bagi siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Agar suasana tersebut dapat
terjadi guru harus membuat persiapan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
siswa, menyusun rencana pembelajaran dan alat peraga yang akan digunakan
selama kegitan pembelajaran berlangsung.

10

Proses pembelajaran IPA, terdapat beberapa komponen penting agar
pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal yaitu guru, siswa,
lingkungan, sarana dan prasarana serta materi ajar. Komponen tersebut saling
mendukung satu sama lain untuk mencapai kekeberhasilan dalam
pembelajaran.
2.1.2


Tujuan Pembelajaran IPA

Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut( Permendiknas No. 22 tahun 2006):
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan
6. melestarikan lingkungan alam
7. Meningkatkan

kesadaran


untuk

menghargai

alam

dan

segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
8. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.3

Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut ( Permendiknas No. 22 tahun 2006):


11

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
2.1.4

SK dan KD IPA

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa
dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan.
Pencapain SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA
untuk kelas V disajikan melalui tabel 2.1 di halaman berikut (Permendiknas
No. 22 tahun 2006).

12

Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran IPA Kelas V Semester II

Standar Kompetensi
5. Memahami hubungan
antara gaya, gerak, dan
energi, serta fungsinya

Kompetensi Dasar
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan (gaya
gravitasi, gaya gesek, gaya magnet
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang

dapat membuat pekerjaan lebih mudah
dan lebih cepat

6. Menerapkan sifat-sifat
cahaya melalui kegiatan
membuat suatu
karya/model

7. Memahami perubahan
yang terjadi di alam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber
daya alam

6.1 Mendeskripsi-kan sifat-sifat cahaya
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya
periskop atau lensa dari bahan sederhana
dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan
tanah karena pelapukan

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan
kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan
air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi
makhluk hidup dan lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan
manusia yang dapat mengubah
permukaan bumi (pertanian, perkotaan,
dsb)

13

2.1.5 Hasil Belajar IPA
Darmansyah (dalam Jumanta, 2006:13) hasil belajar adalah hasil
penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk

angka. Selanjutnya Sudjana (2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang diniliki peserta didik. Dimyati dan Mudjiono
(2006:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari segi guru adalah bagaimana
guru dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa dapat
menerimanya. Menurut Wardani Naniek Sulistya, hasil belajar adalah
besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses belajar
(non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Teknik pengukuran pada
saat proses belajar dengan menggunakan teknik non tes dan teknik
pengukuran pada hasil belajar menggunakan teknik tes.
Agus Suprijono (2011:5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
pola-pola

perbuatan,

nilai-nilai

pengertian-pengertian,


sikap-sikap,

apresiasi, dan ketrampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne dalam Agus
Suprijono (2011:5) hasil belajar berupa :
1.

Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2.

Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan
mengategorisasi,

kemampuan

analitis

fakta-konsep

dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelekatual
merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
3.

Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurk dan mengarahkan
aktifitas kognitif sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep
dan kaidah dalam memecahkan masalah.

14

4.

Keteranpilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.

5.

Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Bloom (dalam Agus Suprijono, 2011:5) menyebutkan bahwa hasil

belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain
kognitif adalah knolegde (pengetahuan, pengalaman), comprehension (
pemahaman , menjelaskan, meringkas, contoh) application (menerapkan,
meenntukan hubungan), synthetis (mengorganisasikan, merencanakan,
membentuk bangunan baru), dan evaluation ( menilai) . Domain afektif
adalah receiving (sikap menenrima), responding (memberikan respon),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization ( karakterisasi).
Domain psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, menejerial, dan intelektual.
Lindgren (dalam Agus Suprijono, 2011:6) memaparkan hasil
pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap.
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh diatas dapat disimpulakan
bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan
hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya perubahan
perilaku yang terjadi yang dikategorikan oleh para tokoh diatas tidak
dilihat secara terpisah melainkan secara komprehensif.
Instrumen merupakan salah satu penentu keberhasilan penilaian.
Dalam hal ini terdapat dua macam alat evaluasi yang dapat
dikembangkan menjadi instrumen penilaian, yaitu tes dan non-tes seperti
yang dikemukakan oleh WardaniNaniek Sulistya dkk. (2012:49).
1. Bentuk Tes
Hakekat tes adalah sebagai alat ukur; tes adalah
prosedur pengukuran

yang sengaja dirancang secara sistematis,

untuk mengukur indikator/kompetensi tertentu, dilakukan dengan

15

prosedur administrasi dan pemberian angka yang jelas dan spesifik,
sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang
relatif sama; tes pada umumnya berisi sampel perilaku, cakupan
butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi tidak terhingga jumlahnya,
yang secara keseluruhan mungkin mustahil dapat tercakup dalam
tes, sehingga tes harus dapat mewakili indikator dalam kawasan
(domain) perilaku yang diukur, untuk itu perlu pem-batasan yang
jelas; tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang
diketahui

atau

apa yang dipelajari dengan cara menjawab atau

mengerjakan tugas dalam tes.
Anas Sudijono (2011:68), bentuk tes dapat dibedakan
menjadi 6 golongan ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes
sebagai alat pengukur perkembangan belajar peserta didik :
1) Tes seleksi dilaksanakan dalm rangka penerimaan calon siswa
baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta
didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes.
2) Tes awal dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarakan telah
dapt dikuasai oleh peserta didik.
3) Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah
semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat
dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
4) Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan
secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta
didik dalam suatu mata pelajaran tertentu.
5) Tes formatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui , sudah sejauh manakah peserta didik
“tela membentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah
ditentukan) setelah mereka selesai mengikuti proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu. Yaitu dilaksanakan ditengah-tengah

16

perjalanan program, yang dilaksanakan pada setiap satuan
pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan.
6) Tes sumatif tes hasil blajar yang dilaksanakan setelah selesai
kumpulan satuan program pengajaran selesai di berikan. Di
sekolah tes ini dikenal dengan istilah “Ulangan Umum”. Tes
sumatif ini biasa diberikan setelh mengikuti pembelajaran selam
satu semester. Dengan demikian materi tes sumatif lebih banyak
daripada tes formatif.
Tes berdasarkan cara mengerjakannya menurut Naniek Sulistya
Wardani dkk. (2009).
1) Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta
didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara
umum dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a) Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian,
benar salah, dan bentuk menjodohkan;
b) Tes

uraian,

yang

terbagi

atas

tes

uraian

objektif

(penskorannya dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian
non-objektif (penskorannya sulit dilakukan secara objektif)

2) Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan
peserta didik, dengan tujuan untuk melakukan pengukuran atau
menentukan skor, seperti tes wawancara masuk ke S1 PGSD
merupakan tes lesan. Tes lisan tidak sama dengan pembelajaran yang
melakukan tanya jawab. Tanya jawab dalam pembelajaran merupakan
metode pembelajaran. Tes lisan memiliki kelebihan (1) dapat menilai
kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik,
sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan
langsung; (2) bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya

17

relatif lambat, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik
dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud; (3)
hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik. Adapun kelemahan
tes lisan adalah (1) subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes,
(2) waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
3) Tes Perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan
dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan
dengan perbuatan atau unjuk kerja.Penilaian tes perbuatan

dilakukan

sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai
dengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya
diperlukan sebuah format pengamatan, agar pendidik dapat menuliskan
angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan.
Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes
perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format
pengamatan individual. Begitu pula sebaliknya yang

dilaksanakan

secara kelompok.
Berdasarkan penjelasan mengenai macam-macam tes, dalam
penelitian ini yang digunakan adalah tes formatif untuk mengukur
kemampuan siswa, yang dilakukan secara tertulis dengan bentuk objektif
berupa pilihan ganda dan isian singkat.
2. Non tes
Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian tidak
ada jawaban yang benar dan tidak ada yang salah. teknik non tes ini
umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi
hasil belajar peserta didik dari ranah sikap hidup (affective domain) dan
ranah ketrampilan (phsychomotoric domain) sedangkan untuk teknik tes
lebih kepada ranah proses berfikirnya (cognitive domain).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa melalui
teknik tes dan non tes yang diperoleh dari penilaian proses meliputi

18

observasi aktivitas siswa dan guru saat melakukan kegiatan pembelajaran
dan penilaian hasil yang berupa tes tertulis yaitu tes formatif. Hasil belajar
teresebut dibandingkan dengan kriteria tertentu yaitu KKM untuk
mengetahui nilai kompetensi yang dicapai siswa. Atau dapat pula
dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan skor kompetensi yang
dicapai siswa berdasarkan nilai proses dan nilai hasil belajar.
2.1.6 Model Pembelajara Examples non examples
Model examples non examples adalah model yang menggunakan
media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan
mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan-permasalahan

yang

terkandung dalam

contoh-contoh

gambar yang disajikan menurut Santoso (2011).
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak
dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk dikripsi
singkat mengenai apa yang ada di dalam gambar. Penggunaan model
pembelajaran examples non examples ini lebih menekankan pada konteks
analisis siswa. Model ini biasa digunakan di kelas tinggi, namun dapat
juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikologis dan
tingkat perkembangan siswa kelas rendah. Strategi yang diterapkan dari
model ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan
menggunakan dua hal yang terdiri dari example dan non example dari
suatu

definisi

konsep

yang

ada,

dan

meminta

siswa

untuk

mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada, yaitu
berupa:
1. Examplememberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh
akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
2. Non example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah
contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Menurut Buehl (dalam Santoso, 2011) keuntungan dari model example
non exampleantara lain:

19

1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan
untuk

memperluas

pemahaman

konsepnya

dengan

lebih

mendalam dan lebih komplek;
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang
mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif
melalui pengalaman dari example non example;
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi
karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian
non examples yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian
yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan
pada bagian examples.
Langkah-langkah pembelajaran model example non examplemenurut
Suprijono (2012:125) yaitu:
1. Guru

mempersiapkan

gambar-gambar

sesuai

dengan

tujuan

pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui
OHP/Proyektor.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisis gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis
gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan
materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Relevan
Kajian penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran tematik ini
pernah dilaksanakan oleh PurjiMahasiswa PGSD FKIP UKSW Salatiga

20

dengan judul Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model
Pembelajaran Example Non ExampleBerbantu Media Gambar pada Siswa
Kelas 3 SD Negeri Sidorejo Kidul 03 Semester II Tahun 2012/ 2013 yang
terdiri dari dua siklus. Hasil kajian dari penelitian ini menunjukkan bahwa
Model Pembelajaran Example Non Exampledapat meningkatkan hasil
belajar IPA. Hasil belajar siswa pada kondisi awal masih banyak yang
belum mencapai KKM (65), dari 19 siswa, hanya 6 siswa (31,58%) sudah
mencapai KKM,sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak
13 siswa (68,42%). Nilai rata-rata 57,68, sedangkan nilai tertinggi 97 dan
nilai terendah 35. Hasil belajar siswa pada siklus I mengalami peningkatan
yaitu mencapai 100% siswa tuntas atau semua siswa telah mencapai KKM
(65). Nilai rata-rata 88, nilai tertinggi 100, dan nilai terendah 72. Begitu
juga pada siklus II, 100% siswa tuntas mencapai KKM, dengan nilai ratarata 84, nilai tertinggi 100, dan nilai terendah 76.
Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Cipto Haryoso
Mahasiswa

PGSD

FKIP

UKSW

Salatiga

dengan

judul

Upaya

Meningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model Pembelajaran Example Non
Exampledengan Media power point Siswa Kelas V SD Negeri Gemuh 01
Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Pelajaran
2011/ 2012 yang terdiri dari dua siklus. Hasil kajian dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Example Non Example dapat
meningkatkan hasil belajar IPA. Hasil belajar siswa pada kondisi awal (pra
siklus) masih banyak yang belum mencapai KKM (60), dari 22 siswa,
hanya 8 siswa (36,36%) sudah mencapai KKM,sedangkan siswa yang
belum mencapai KKM sebanyak 14 siswa (63,64%). Hasil belajar siswa
pada siklus I mengalami peningkatan yaitu mencapai 68,19% . Begitu juga
pada siklus II, 75,75% siswa tuntas mencapai KKM.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka peneliti
memutuskan melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk menerapkan
model pembelajaran Examples Non Examples siswa kelas V SDN
Sepakung 03 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang tahun

21

2014/2015 dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan model pembelajaran
Examples Non Examples yang sebelumnya di laksanakan oleh peniliti lain.
Peneilti menerapkan model pembelajaran Examples Non Examples dengan
memberikan contoh gambar-gambar yang berhubungan dengan alam
sekitar sehingga siswa dapat mengaplikasikan manfaat dari gambar
tersebut. Perbedaan dengan hasil kajian peneliti terdahulu adalah jika
peneliti terdahulu hanya menggunakan hasil belajar saja yang berupa tes,
sedangkan dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan hasil
belajar yang berupa tes saja, namun juga dalam proses pembelajaran yakni
berupapengukuran keterampilan dan sikap.

2.3 Kerangka Pikir
Hingga saat ini, pembelajaran di SD cenderung berpusat pada guru
dan tidak melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran yang
dilakukan bersifat konvensional, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh
siswa tidak optimal, bahkan 100 % tidak tuntas belajar. Untuk itu, perlu
segera permasalahan ini dipecahkan melalui pembelajaran inovatif yakni
menggunakan model pembejaran examples non examples.
Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran ini bersifat
menyeluruh, yaitu mengukur aspek afektif, kognitif dan psikomotorik
melalui pengukuran unjuk kerja dan pengukuran hasil belajar yang berupa
tes.

Berdasarkan

uraian di

atas, maka

pelaksanaan pendekatan

pembelajaran Model examples non examplesdisajikan secara rinci melalui
gambar 2.1 skema peningkatan hasil belajar tematik melalui Model
example non examplepada halaman berikut.

22

Pembelajaran
konvensional
Pembelajaran IPA

SK 5.

Memahami hubungan antara
gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya

KD5.1

Mendeskripsikan hubungan antara
gaya, gerak dan energi melalui

Hasil belajar ≤ KKM 75

Model pembelajaran examples
non examples

percobaan (gaya gravitasi, gaya
gesek,

gaya magnet)
Langkah-langkah Model pembelajaran examples non
examples :

Skor
Unjuk Kerja

Skor

a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan
melalui OHP/Proyektor.
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada
siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar.
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi
dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil
diskusinya.
f. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai
menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan.

Proses Pembelajaran

Hasil Belajar

Skor Tes

Tes Formatif

Gambar 2.1
Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model
Pembelajaran examples non examples

23

2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan penyusunankajian teori dan rumusan masalah seperti
diuraikan diatas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut, model examples
non

examples

dapat

meningkatkan hasil

belajar

IPA kelas

V

SDNSepakung 03Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarangsemester II
tahun 2014/2015.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20