SEJARAH KONSTITUSI DAN AMANDEMEN UUD 194

SEJARAH KONSTITUSI DAN AMANDEMEN UUD 1945
A. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan
2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia
memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya
mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai
lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi
tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap
semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada
adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif
baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun
1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu
ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu. Beberapa

sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu,
salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan
negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat.
Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan perundangan
(legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif) dan
kekuasaan kehakiman (judikatif). Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang
perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven
dalam buku karangannyaStaatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi
empat macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur); 2) perundang-undangan; 3)
kepolisian dan 4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan
eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan
lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian
memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu
memaksa untuk melaksanakan hukum. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-

azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini,
bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu
kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara untuk
menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam. Berdasarkan teori hukum
ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis

kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam
dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri
yaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)

2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian

5. kekuasaan kejaksaan

6. kekuasaan memeriksa keuangan negara

B. Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi
yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi
harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi
jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang

demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme
penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah
tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga
mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian
prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benarbenar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dala m praktek
ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama
adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah

konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini
dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila
suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan
terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi.
Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:

1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan
tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan
ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
a. Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif
harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum)
yang ditentukan secara pasti
b. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus
dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum.
Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian
melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
c. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar.
Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus
mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat
seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada
kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang
untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum
atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh
badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat
menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan

yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu
usul perubahan diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh
sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus
dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini
dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian
antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh
negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata
akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat
pula berasal dari negara-negara bagian.

4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh
suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat.
Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta
wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari
pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang
kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara
khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan

tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya
pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut
Kelsen yaitu :
1. Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang
dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah
konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan
perubahan-perubahan konstitusi
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus
disetujui oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan
konstitusi, yaitu : 1. Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya
ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerima
perubahan.
3. Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia
4. Negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh :
Amerika Serikat
5. Musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama
dengan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Di Indonesia, perubahan konstitusi

telah terjadi beberapa kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang telah
berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949

2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober

5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000

6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD
1945 terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu


Pancasila;
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
1. 16 Bab;

2. 37 Pasal
3. 4 aturan peralihan;

4. 2 Aturan Tambahan.

UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi
RIS) pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga saat ini. Hingga
tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999; Pada amandemen ini,
pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat
(1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat
(1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1). Beberapa perubahan yang penting adalah :

a. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
DPR.
b. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah
menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan
selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi

Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR.
d. Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu:

Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d
(3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat
(3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G
ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30
ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
b. Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
Negara ditetapkan dengan Undang-undangDiubah menjadi : Penduduk ialah
warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
c. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu:
Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3)
dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat
(4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan
(2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d
(4), 24C ayat (1) s/d (6). Beberapa perubahan yang penting adalah :

a. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD
b. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat
c. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;

Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga
negara Indonesia sejak kelahirannya
d. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1. Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung
2. Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi
ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen
UUD 1945 pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002 Pada amandemen IV ini,
pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1),
6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5),
32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5),
Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II. Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongangolongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
b. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah
menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam Undang-undang
c. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata :
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
d. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya
pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan
oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV
terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik
Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (2): MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di
Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan
Lembaga tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab

kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang
melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.
b. Pasal 2 ayat (1): MPR terdiri dari :
1. Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2. Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan ( Bicameral) seperti di
Amerika Serikat; Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat,
sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan
ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan
termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR.
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan
rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c. Pasal 5 ayat (1): Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi
berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga
Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)
d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A: Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli,
tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
(bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e. Pasal 7: Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling
lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari
30 tahun, bahkan seumur hidup).
f. Pasal 14: Presiden memberi :
 Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

Kesimpulan

PENUTUP

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan
2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia
memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya
mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai
lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia. Konstitusi suatu negara
pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai
penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih
stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat
pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga
perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem
penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi

otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya. Di Indonesia, perubahan
konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang
telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949

2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober

5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000

6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang