Nilai nilai Tradisional Dalam Pembanguna

TUGAS

MATA KULIAH TEORI PEMBANGUNAN

NILAI-NILAI TRADISIONAL DALAM PROSES PEMBANGUNAN

Disusun Oleh:

Taufik Hidayat

13/356973/PTK/9243

MAGISTER PERENCANAAN KOTA DAN DAERAH

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


Mata Kuliah
Dosen
Topik Bahasan
Bacaan

K

: Teori Pembangunan
: Prof. Dr. Yeremias T. Keban SU. MURP
: Nilai-Nilai Tradisional Dalam Proses Pembangunan
: Soedjatmoko, 1987. Nilai-Nilai tradisional dalam proses pembangunan.
Dalam Colleta, N.J. dan Umar Kayam (Penyunting), Kebudayaan dan
Pembangunan . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Bab. 1.

NILAI-NILAI TRADISIONAL

DALAM PROSES PEMBANGUNAN

ebudayaan selalu terbuka dan cair sifatnya. Kebudayaan bukanlah sesuatu yang
statis. Orang-orang yang terlibat dalam suatu kebudayaan selalu memproses

unsur yang datang dari luar yang dianggap cocok dengan kebudayaan mereka
sekaligus juga mempertahankan unsur-unsur lama yang dianggap masih sesuai untuk
mereka. Pembangunan ditinjau dari sudut dialektika perkembangan masyarakat
adalah metodologi sekaligus prasarana pengembangan struktur dan kebudayaan
masyarakat. Pembangunan dengan sendirinya akan menyeret pada perubahan sosial.
Masyarakat memiliki keluwesan untuk menciptakan prasarana dan sarana baru sesuai
dengan sistem nilai mereka. Meski begitu, pembangunan menghadapi dilemanya
sendiri khususnya dilema yang dihadapi oleh masyarakat berkembang (agraristradisional) menuju proses perubahan ke masyarakat modern-maju (industri). Dilema
itu antara tercerabut atau musnahnya sama sekali nilai-nilai budaya tradisi untuk
diganti oleh nilai-nilai baru yang modern dan berkiblat pada nilai-nilai industri dan
organisasi modern. Namun, sebenarnya pilihan itu tidak lah tidak dapat ditawar lagi.
Ada media-media yang dapat menjembatani memperhitungkan sejak semula strategi
pembangunan sebagai proses kebudayaan.
Kebudayaan dapat dilihat sebagai dasar bagi perubahan dan bukan sebagai
pengahalang perubahan. Kebudayaan tidak hanya digunakan sebagai alat bagi
pembangunan, melainkan juga mengarahkan pembangunan kebudayaan itu sendiri
sebaik mungkin. Asumsi dasar dalam hubungan antara kebudayaan dan pembangunan
ini adalah bahwa kebudayaan merupakan suatu unit yang hidup, dan untuk bisa
bertahan terus ia harus diadaptasikan secara fungsional ke dalam kondisi yang sedang
berubah di sekitarnya.

Strategi pembangunan sebagai suatu proses kebudayaan merupakan peralihan
dari suatu pola kehidupan masyarakat (dari tradisional ke masyarakat modern) hal itu
merupakan sebuah keseimbangan yang akan terus dengan seksama, jeli, dan kreatif
menatap dalam-dalam pranata-pranata dan media yang tepat dalam budaya tradisi
itu sendiri
Permasalahan utama yang dihadapi oleh para pemimpin politik di Asia
adalah bahwa ilmu-ilmu sosial tidak dapat memecahkan masalah tentang cara
mendorong dan melaksanakan proses perubahan sosial. Teori pembangunan yang
lazim digunakan dimulai dengan mengenali taktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pertumbuhan rata-rata produk domestik bruto, tabungan dan investasi serta
perdagangan. Namun teori-teori ini tidak menjelaskan mengenai bagaimana memulai

pembangunan itu sendiri. Teori dan model pembangunan ini berbicara mengenai
unsur-unsur di luar proses pembangunan, sehingga model ini tidak relevan bagi
mereka yang bukan ahli ekonomi.
Sejumlah teori pembangunan politik juga telah dirumuskan. Tetapi
kebanyakan model teoritis ini tampaknya didasarkan pada sejumlah variabel yang
sangat terbatas dan penjelasan­penjelasan senada yang berfungsi dengan sistem
tunggal. Faktor-faktor yang dapat dikenali dan diukur berdasarkan dampak pada
tingkat pertumbuhan rata­rata, misainya relevansi yang terbatas dalam masyarakat

yang berubah secara cepat. Untuk itu perlu sejumlah teori yang mencoba
mengaitkan pertumbuhan ekonomi dengan proses pembangunan politik.
Beberapa sebab kelemahan teori-teori pembangunan ekonomi, diantaranya
adalah karena:
Pertama, Teori ini memisahkan masalah-masalah pembangunan dari realitas
kekuasaan dan politik. Dalam hal ini mengurangi keputusan yang harus
diambil untuk menyederhanakan kekuasaan dan politik. Padahal kita tahu,
betapa peran politik sangat besar terhadap hal-hal yang sederhana
sekalipun, milsalnya lokasi bendungan atau pabrik yang akan dibangun.
Semakin tinggi tingkat kekuasaan suatu negara, ia semakin berpengaruh,
semakin terbuka pula pilihan kebijaksanaan ekonomis baginya.
Kedua,
Teori-teori ini meremehkan pentingnya faktor kognitif dalam pembangunan
dan pertumbuhan. Visi manusia akan masa depan, harapan, ketakutan dan
keinginan-keinginannya itulah yang menentukan tindakannya sekarang.
Kesadaran akan pengaruh masa lampau ikut pula berperan di dalamnya.
Ketiga,
Pembangunan ekonomi tidak dapat dipahami secara terpisah;
pembangunan ekonomi merupakan suatu bagian dari proses perubahan
sosial.

Keempat, Ciri dari model-model pernbangunan ini adalah ekadimensi. Perlu disadari
bahwa dalam pembinaan bangsa dan pembangunan kita tidak berhadapan
dengan proses yang uniliniear berupa penyesuaian dan pengarahan
bangsa secara gradual dan rasional melainkan dengan diskontinuitas,
dengan ketegangan, konflik, dan kekacauan. Kita perlu waspada terhadap
kemungkinan terjadinya kegagalan atau resiko yang terjadi dalam proses
Perubahan sosial. Tekanan jumlah penduduk, menimbulkan masalah
pengangguran, urbanisasi dan fasilitas pendidikan yang tidak
memadai.
Hal ini menyebabkan pentingnya laju pertumbuhan rata-rata yang pesat,
terlepas dari sistem politik ekonominya.
Persyaratan Politis

Pembangunan yang
berkelanjutan
hanya
mungkin terjadi apabila
pemerintahnya mempunyai komitmen yang kuat terhadap pembangunan ekonomi.
Komitmen ini berarti keberanian politis untuk melakukan perubahan administratif dan
membina disiplin nasional demi keefektifan kebijaksanaan. Juga diperlukan langkahIangkah bagi keberhasilan proses pembangunan. Disamping itu komitmen ini berarti

kemauan dan kemampuan untuk mengorganisir kembali elemen bangsa untuk
melaksanakan pembangunan, tidak saja dari segi ekonomi tetapi juga dari segi politik.
Pertumbuhan ekonomi dapat meningkat tanpa perubahan yang mengganggu

dalam sistem sosial, tetapi ini hanya sekedar khayalan jika pembangunan yang
berkelanjutan 'dapat tercapai tanpa perubahan struktur ekonomi dan politik.
Kemampuan pemerintah yang terikat dengan pembangunan ekonomi untuk menunda
pembangunan tersebut dan mempertahankan momentumnya akan bergantung pada
keberanian dan kebijaksanaan yang dimilikinya untuk menyerap konsekuensikonsekuensi politis dari pembangunan, dan untuk menerima tingkat kerugian tertentu
berdasarkan kekuatan sendiri. Sistem politik yang memungkinkan dapat berlangsung,
dapat merupakan hasil dari perubahan itu sendiri.
Kebutuhan akan kekuasaan dan dukungan awal sebagai pemacu
pembangunan sering dibarengi oleh keterbatasan-keterbatasan kekuasaan pemerintah
terutama dalam masyarakat yang sedang berkembang. Kalau pemerintah tidak
berhasil memperluas bidang kegiatannya sendiri yang disesuaikan dengan
pembangunan dalam sistem sosial seluruhnya, akibatnya kecil harapan bahwa rencanarencana pembangunan dapat dilaksanakan.
Kemampuan membentuk dan membangun perkumpulan-perkumpulan sukarela
untuk mencapai tujuan pembangunan yang baru (seperti kelompok usaha kecil,
persatuan dagang, koperasi, credit union dan organisasi pelayanan masyarakat) sangat
penting, sama pentingnya dengan kemampuan keorganisasian dan manajerial

pemerintah. Jaringan ini merupakan kekuatan emansipasi baru, sarana pembantu yang
mampu memanfaatkan dorongan-dorongan untuk mencapai perubahan dan kemajuan,
serta memungkinkan pertumbuhan masyarakat yang makin terbuka.
Syarat Perubahan Sosial

Gerak maju seluruh sistem sosial jelas tergantung pada konsensus mengenai
tujuan dan sasaran-sasaran, yaitu suatu visi bersama mengenai masa depan yang mampu
meningkatkan harapan-harapan baru. Namun demikian, jika realitas tidak dilihat dengan
kacamata baru dan harapan tidak diterjemahkan menjadi kesempatan baru, maka visi
tersebut akan mempunyai nilai penggerak yang kecil sekali.
Di Asia, bahasa agama menjadi kekuatan penggerak, penyatu yang kuat dan
paling bermakna serta berperan dalam pembentukan organisasi sosial, relasi-relasi sosial
dan hidup bersama serta perilaku masing-masing orang. Selain nilai agama, keyakinan
dan harga diri merupakan salah satu kekuatan penggerak lainnya yang dapat berperan
dalam proses pembangunan.
Model strategi pembangunan yang rasional, cetak biru yang utopis tidak cukup
memadai. Yang dibutuhkan adalah suatu visi, yaitu suatu petunjuk jalan untuk
merealisasikannya dan suatu rnetode untuk berusaha mencapai hasil yang didambakan.
Namun, tidak ada strategi umum untuk pembangunan. Setiap bangsa akan membangun
visinya sendiri mengenai masa depannya berdasarkan sejarahnva, masalah-masalahnya

dan keadaan bangsa itu sendiri.
Nilai, Agama, dan Bahaya-bahaya Pembangunan

Pesatnya perubahan sosial tidak dapat dielakkan disertai dengan meningkatnya
ketidakpastian, salah arah, kecemasan dan ketakutan yang mendalam yang
menyebabkan meningkatnya penolakan terhadap perubahan.
Kecemasan dan ketakutan yang meningkat cenderung memperkuat penolakan
terhadap pembangunan dan khususnya jika ketakutan ini digunakan untuk maksud-

maksud politis, ketegaran yang baru dan membahayakan cepat berkembang dalam
sistem tersebut.
Moralitas manusia, siklus lahir dan mati, tumbuh dan hancur, kesia-siaan
dan banyak pengalaman manusia hanya mungkin dapat ditanggung
dalam konteks
kesadaran akan kebenaran realitas abadi. Khususnya di Asia, dimana agama tidak hanya
merupakan jalan menuju keselamatan jiwa masing-masing orang, melainkan juga
membantu membentuk sistem organisasi sosial, aspek ini seharusnya diperhitungkan
dalam analisls apapun mengenai dinamika sosial.
Semua agama selalu menghadapi kesulitan dalam hubungannya dengan sejarah
perubahan soslal. Kebingungan dan frustasi sering berubah menjadi sikap yang lebih

fundamentalis dan tradisionalis kaku atau pada kutub ekstrirn menjadi utopianisme
religius, bahkan sekular atau sekularisasi total.
Kesuksesan atau kegagalan mencapai sasaran pembangunan sangat ditentukan
oleh kemampuan agama untuk menyerap dan mencerna unsur-unsur dan perspektif
baru yang muncul bersamaan dengan perubahan sosial, tanpa Kehilangan integritas
sendiri. Sebegitu jauh seperti yang terjadi di Indonesia, nilai-nilai agama akan mampu
memainkan peranan pemersatu dan pendorong.
Terlebih lagi, agama dalam kaitan dengan proses pembangunan mempunyai
dampak mendalam terhadap proses dan sistem politik. Namun demikian agama dapat
tersingkir apabila tidak mampu merumuskan pembangunan ideologi mereka dan
menggunakan pengaruh besarnya dalam masyarakat untuk mencapai sasaran-sasaran
pembangunan dan mungkin agama sekularlah yang dapat membentuk sistem politik
dalam rangka mencapai sasaran tersebut.
Pluralisme

Beragamnya agama dan budaya yang dimiliki suatu bangsa dapat memperumit
hubungan antara agama dan proses pembangunan. Dalam masyarakat yang demikian
telah muncul modus vivendi (cara hidup) yang memungkinkan koeksistensi damai. Dalam
keadaan statis, keseimbangan antar agama dapat berfungsi secara baik. Akan tetapi,
agama dan para penganutnya mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menyerap

perubahan sosial dan menyesuaikan diri dengan modernisasi.
Keterlibatan semua agama dalam suatu negara dan organisasinya akan
merupakan suatu langkah penting kearah pembentukan konsensus transkomunal bagi
pembangunan dan dalam hal ini mempunyai andil bagi dekomunalisasi pembangunan.
Semua agama mempunyai kepentingan bersama untuk membangun di kalangan
mereka sendiri dalam memperkuat kemampuan bangsa untuk mengatasi konflik secara
damai dengan memperhatikan hak asasi manusia.
Penggunaan kekerasan dalam suatu masyarakat yang bersifat pluralistis dapat
menimbulkan kehancuran total mekanisme-mekanisme tradisional untuk saling
menyesuaikan antar komunitas yang menimbulkan gelombang pertumpahan darah yang
tidak terbayangkan.
Keterlibatan Agama dalam Pembangunan

Hakikat agama tidak akan ditangkap jika dibicarakan hanya dalam rangka sesuatu
yang lain dan bukan dalam rangka agama itu sendiri. Agama pada dasarnya berkenaan
dengan makna dan tujuan hidup manusia, agama tidak tunduk kepada kebijaksanaan

para ekonom, sosiolog, dan politikus konvensional yang kebijaksanaannya secara
eksplisit diasumsikan untuk proses pembangunan.
Pembangunan seyogyanya tidaklah semata-mata meniru model-model bangsabangsa maju seperti Amerika, Rusia atau Jepang yang banyak menimbulkan

kemunduran rohani dan kerugian ekologis yang luar biasa. Seharusnya diupayakan
mencari arah lain yang didasarkan atas keseimbangan manusia dan alam, manusia dan
masyarakat, manusia dan teknologi dan manusia dan kekuatan adikodrati sehingga
dimungkinkan untuk mampu mengatasi masalah-masalah dan menekan kerugiankerugian manusiawi dan ekologis. Karena itu, untuk memainkan peran aktif dan kreatif
agama dalam pembangunan, sangat diperlukan pemahaman para pemimpin agama
terhadap para pengikut mereka dalam usaha mencapai kemajuan material, intelektual
dan spiritual.
Walaupun bukan merupakan tugas agama untuk memberikan pemecahan
tertentu atas masalah-masalah yang ditimbulkan dalam proses pembangunan, dengan
mempersoalkan setiap langkah yang ditempuh dari arah pembangunan, agama dapat
memperbaiki kualitas dari apa yang (sebagai manusia) kita lakukan dalam mengejar
sasaran-sasaran pembangunan.