POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN ( ILLEGAL FISHING ) DI INDONESIA

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENANGANAN
TINDAK PIDANA PERIKANAN ( ILLEGAL FISHING ) DI INDONESIA

Mawardi Khairi
mawardikhairi@gmail.com
(Universitas Borneo, Tarakan)
Abstract
The demand for changes in law sector (political law), particularly in maritime and
fishery sector, have the consequences of changes to happen. Thus, can be observed for the last
24 years (1985-2014) and has been changed twice, respectively, Undang - Undang Nomor 9

Tahun 1985 Tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.
The changes shows that laws are made to suit society needs and social
development, based on theories and law changer aspect. Fishery crime in Indonesia’s
territory are dominated by IUU fishing (Illegal, unreported and unregulated fishing).

The even rising number of illegal fishing crime that caused financial less to Indonesia
has made the government to produce law instruments outside of laws concerning fishery
in order for enforcement of law and justice.
Keywords : political law, law enforcement, and illegal fishing

kelestarian sumber daya ikan dan

Pendahuluan

lingkungannya

serta

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

pembangunan

perikanan

Undang


Negara

Indonesia sebagian besar wilayahnya

1945

terdiri dari perairan dan mengandung

memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas

sumber daya ikan yang sangat tinggi

wilayah

serta

tingkat kesuburannya dan merupakan

kewenangan dalam rangka menetapkan


karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

ketentuan tentang pemanfaatan sumber

sejak dahulu dimanfaatkan oleh rakyat

daya

Indonesia secara turun temurun dari

Negara

Republik

-

Kesatuan

Undang

Indonesia

perairan

ikan,

baik

Republik

Dasar
Tahun

Indonesia,

untuk

kegiatan

penangkapan maupun pembudidayaan

ikan

sekaligus

meningkatkan

kesinambungan
nasional.

generasi kegenerasi.
Sebagai

negara

kepulauan

guna

terbesar di dunia, dimana sebagian besar


pemanfaatan yang sebesar - besarnya

wilayahnya terdiri dari laut, Indonesia

bagi kepentingan bangsa dan negara

merupakan salah satu negara yang

dengan tetap memperhatikan prinsip

memiliki sumber kekayaan alam laut

kemakmuran

dan

keadilan

1


JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id
(SKAL)

yang

menjanjikan

untuk

ISSN: 1978-2560

kepastian hukum dan manfaat bagi

dieksplorasi dan dieksploitasi sebagai

seluruh

penggerak


kepulauan

utama

(prime

mover)

pembangunan nasional. Namun selama

masyarakat
yang

sebagai

berciri

negara

nusantara


2

pembangunan nasional.

tiga dasawarsa pembangunan nasional,

Pengelolaan laut di Indonesia

potensi di bidang kelautan (ekonomi

tentu

kelautan) masih diposisikan sebagai

keberpihakan dan keadilan terhadap

sektor pinggiran (peripheral sector)

penduduk Indonesia khususnya nelayan


serta tidak menjadi arus utama dalam

yang

kebijakan pembangunan nasional.
Bahwa
Republik

Negara

Indonesia

1

menjadikan

mencerminkan

sektor


kelautan

sebagai sumber utama mata penceharian

Kesatuan

sebagai

harus

negara

untuk menghidupi keluarga. Seiring
dengan

perkembangan

zaman,

kepulauan memiliki sumber daya alam

kemajuan teknologi dan persaingan

yang melimpah yang merupakan rahmat

global antar negara – negara maju dan

dan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi

berkembang menyebabkan terjadinya

seluruh bangsa dan negara Indonesia

berbagai macam tindak kejahatan di

yang

secara

bidang perikanan, salah satunya adalah
tindak pidana pencurian ikan (illegal

harus

dikelola

berkelanjutan

untuk

memajukan

kesejahteraan

umum

sebagaimana

diamanatkan
Dasar

dalam

Negara

fishing).

Undang-Undang

Republik

Indonesia

Tindak pidana perikanan di
indonesia

sampai

ini

masih

Tahun 1945. Bahwa wilayah laut

didominasi

sebagai bagian terbesar dari wilayah

Unregulated Fishing (IUUF). Adapun

Indonesia yang memiliki posisi dan

beberapa faktor penyebab terjadinya

nilai strategis dari berbagai aspek

IUUF di Indonesia adalah sebagai

kehidupan

berikut :3

yang

mencakup

politik,

ekonomi, sosial budaya, pertahanan,

oleh

saat

Illegal,Unreported,

1. Kebutuhan ikan di pasar dunia terus

dan keamanan merupakan modal dasar.

meningkat,

Bahwa

ikan menurun. Sehingga hal ini

kelautan

pengelolaan
dilakukan

sumber
melalui

daya

sedangkan

pemasok

sebuah

kerangka hukum untuk memberikan
1 Prof Dr Yusni Ikhwan Siregar MSc, Dipl MS ,
Makalah Disampaikan Pada Workshop
Forum Rektor Indonesia USU Medan 5-6
Maret 2015.

2 Konsideran menimbang huruf a,b dan c
Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2014
tentang Kelautan.
3
Dalam
http://mukhtarapi.blogspot.com/2011/05/illegal-fishingdi-indonesia

2

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id
mendorong armada perikanan dunia

ISSN: 1978-2560

6. Masih

terbatasnya

sarana

dan

untuk berburu ikan dengan cara

prasarana pengawasan di bidang

legal maupun illegal.

perikanan

2. Disparitas (perbedaan) harga ikan
segar utuh (whole fish) di negara

serta

Sumber

Daya

Manusia.
7. Penindakan terhadap pelaku Tindak

lain dibandingkan dengan di negara

Pidana

indonesia cukup tinggi sehingga

optimal dan belum profesional, yang

masih adanya surplus pendapatan.

masih

3. Fishing ground di negara – negara
lain sudah mulai over fishing,

perikanan

terbentur

kuantitas

yang

belum

kualitas

SDM

dan

dan
sarana

prasarana.

sementara di Indonesia masih cukup

Beberapa macam tindak pidana di

melimpah, dimana mereka harus

bidang

tetap mempertahankan pengolahan

Illegal,

perikanan di negara tersebut.

Fishing) dapat dibedakan atas:4

4. Perairan indonesia yang sangat luas,

perikanan

(IUU

Fishing

Unregulated,

a. Illegal

Fishing

:

Unreported

adalah

kegiatan

dimana pengawasanya masih relatif

penangkapan ikan secara illegal di

lemah. Luas wilayah laut yang

perairan wilayah atau ZEE (Zona

menjadi yuridiksi indonesia dan

Ekonomi Eksklusif) suatu negara

masih

dengan tidak memiliki izin dari

terbukanya

ZEE

yang

berbatasan dengan laut lepas sering
kali

menjadi

momok

yang

negara pantai.
b. Unregulated

Fishing

menggiurkan bagi kapal perikanan

kegiatan

asing

perairan wilayah atau ZEE (Zona

untuk

melakukan

illegal

ikan

di

Ekonomi Eksklusif) suatu negara

fishing.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam
bentuk sistem perizinan saat ini
masih bersifat terbuka (open acces).
Pembatasannya

penangkapan

adalah

hanya

pada

yang tidak mematuhi aturan yang
berlaku di negara tersebut.
c. Unreported Fishing adalah kegiatan
penangkapan

ikan

di

perairan

penggunaan alat penangkapan ikan.

wilayah atau ZEE (Zona Ekonomi

Sehingg tidak cocok dengan kondisi

Eksklusif) suatu negara yang tidak

geografis Indonesia yang berbatasan
dengan laut lepas.

4 Ed: Anjarotni,dkk, Analisis dan Evaluasi
Hukum Tentang Pengadilan Perikanan,
Jakarta:
Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2009, hal
48.

3

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id
dilaporkan
maupun

baik
data

operasionalnya

kapal

dan

hasil

tangkapannya.

ISSN: 1978-2560

adalah produk politik karena dibuat oleh
lemabaga legislatif yang merupakan
produk politik.

Penangkapan

ikan

secara

Satjipto

Rahardjo

illegal, atau yang disebut pencurian ikan

mendefinisikan politik hukum sebagai

(Illegal

merugikan

aktivitas memilih dan cara yang hendak

negara maupun nelayan tradisional.

dipakai untuk mencapai suatu tujuan

Nelayan tradisional yang merupakan

sosial

masyarakat

masyarakat6. Menurut Abdul Hakim

Fishing)

sangat

indonesia,

sehingga

dan

hukum

dalam

masyarakat pesisir tersebut juga terkena

Garuda

imbas dari pencurian ikan ini. Selain

adalah kebijakan hukum (legal policy)

itu, masyarakat lain yang menjadi

yang

konsumen juga ikut dirugikan karena

dilaksanakan oleh suatu pemerintahan

tidak bisa menikmati hasil laut di negeri

negara tertentu.7 Garuda Nusantara

sendiri.

menjelaskan pula wilayah kerja politik

Secara

makro,

Ikan-ikan

Nusantara,

tertentu

hendak

hukum

diterapkan

hukum

dengan peralatan mumpuni sehingga

ketentuan hukum yang telah ada secara

meningkatkan harga jualnya di luar

konsisten,

negeri.

proses

pelaksanaan

pembaruan

dan

pembuatan hukum, yang mengarah pada

Adanya
peraturan

meliputi

atau

Indonesia yang dicuri lantas diolah

5

dapat

politik

tuntutan

perundang



perubahan

sikap kritis terhadap hukum yang

undangan

berdimensi

ius

dan

contitutum

merupakan bentuk refleksi dari adanya

menciptakan hukum yang berdimensi

ketidakpuasan

ius constituendum, serta pentingnya

pemerintahan

masyarakat
selaku

terhadap
pembentuk

peraturan perundang – undangan dalam
hal ini pihak eksekutif dan legislatif.
Untuk mengkaji perubahan peraturan

penegasan

fungsi

lembaga

dan

8

pembinaan para penegak hukum .
Padmo
bukunya

Wahjono
Indonesia

dalam
Negara

perundang – undangan (politik hukum)
ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan
yaitu politik dan hukum, hal ini di
dasarkan pada kenyataan bahwa hukum
5 Djoko Tribawono, 2011, Hukum Perikanan
Indonesia, Citra Aditya Bakri, Jakarta, hal.
210

6 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm:35
7 Mahfud MD, 2010, Membangun Politik
Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers,
Jakarta, hlm: 15
8 Imam Syaukani,A Ahsin Thohari,2004,Dasardasar Politik Hukum,Raja Grafindo Persada
Hal.31

4

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

Hukum9

menunjukkan sifat dan kearah mana

mendefinisikan politik hukum sebagai

hukum akan dibangun. Politik hukum

kebijakan dasar yang menentukan arah,

memberikan landasan terhadap proses

bentuk maupun isi dari hukum yang

pembentukan hukum yang lebih sesuai,

akan dibentuk. Definisi ini masih

situasi dan kondisi, kultur serta nilai

bersifat

kemudian

yang berkembang di masyarakat dengan

dilengkapi dengan sebuah artikelnya

memperhatikan kebutuhan masyarakat

yang

terhadap hukum itu sendiri12

Berdasarkan

atas

abstrak

berjudul

dan

Menyelisik

Proses

Perundang-Undangan,

Banyaknya kasus IUU Fishing

yang dikatakan bahwa politik hukum

di Indonesia, pada dasarnya tidak lepas

adalah kebijakan penyelenggara negara

dari masih lemahnya penegakan hukum

tentang apa yang dijadikan kriteria

dan pengawasan di Perairan Indonesia,

untuk menghukumkan sesuatu. Dalam

terutama

hal

sumberdaya alam hayati laut, serta

Terbentuknya

ini

kebijakan

tersebut

dapat

terhadap

pengelolaan

berkaitan dengan pembentukan hukum,

ketidaktegasan

penerapan hukum dan penegakannya

penanganan para pelaku illegal fishing.

sendiri10.

Salah satu bentuk upaya pencegahan
William

Zevenbergen

11

aparat

dalam

dan penegakan hukum yang dilakukan

mengutarakan bahwa politik hukum

pemerintah

mencoba

pidana pencurian ikan (illegal fishing)

menjawab

pertanyaan,

terhadap

tindak

peraturan-peraturan hukum mana yang

adalah

patut

hukum.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

sendiri

yang kemudian diubah dengan Undang-

merupakan bentuk dari politik hukum

undang Nomor 45 tahun 2009 tentang

(legal policy). Pengertian legal policy,

perikanan dan regulasi hukum terbaru

mencakup

yakni ditandatanganinya Perpres 115

untuk

dijadikan

Perundang-undangan

pelaksanaan

proses
hukum

itu

pembuatan
yang

dan
dapat

9 Padmo Wahyono, 1986, Indonesia Negara
Berdasatkan atas hukum, Cet. II, Ghalia
Indonesia, Jakarta., hlm: 160
10 Padmo Wahyono, 1991, Menyelisik Proses
Terbentuknya
Perundang-Undangan,
Forum Keadilan, No. 29 April 1991, hlm:
65
11 William Zevenbergen dalam Abdul Latif dan
Hasbi Ali, 2011, Politik Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm: 19

Tahun

dengan

pelaku

2015

Pemberantasan

diundangkannya

tentang
Penangkapan

Satgas
Ikan

Secara Illegal (illegal fishing).
Keberadaan

Undang-undang

Nomor 45 Tahun 2009 dan Perpres 115
12 Mahfud MD, 2009, Politik Hukum Di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm: 9

5

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

Tahun 2015 ini memiliki makna penting

perikanan

dalam upaya penegakan hukum dan

memperoleh putusan yang amat sangat

pengamanan laut dari gangguan dan

ringan jika di bandingkan dengan

upaya

Kebijakan

perbuatan yang telah dilakukan. Selain

pemerintah ini juga memiliki nilai yang

itu Undang-Undang Nomor 45 Tahun

strategis serta langkah positif dan

2009 tentang Perikanan juga memuat

merupakan dasar bagi para penegak

aturan tentang hukum acara sebagai

hukum dan hakim perikanan dalam

ketentuan khusus (Lex Spesialis) dari

memutuskan persoalan hukum yang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

terkait dengan tindak pidana Illegal

Tentang KUHAP dalam menjalanakan

Fishing,

pihak

asing.

yang

dampaknya

sangat

tugas

dan

yang

terjadi

wewenang

hanya

penyidik,

merugikan keuangan negara bahkan

penuntutan dan pemeriksaan di sidang

telah merusak perekonomian.

pengadilan.

Undang-Undang Nomor 45
Tahun

2009

Dengan

demikian

asas

peradilan sederhana, cepat dan biaya

tentang

Perikanan

ringan dapat terwujud. Salah satunya

bahwa

penegakan

faktor yang menentukan

mengamanatkan

berhasil

hukum di bidang perikanan dilakukan

tidaknya penegakan hukum

oleh suatu system Peradilan Pidana

melalui sarana penal adalah faktor

terpadu

yaitu

penegakan hukum itu sendiri dalam hal

perikanan,

ini penyidik yang merupakan instansi

penyidik perikanan, penuntut umum

penegak hukum yang pertama kali

perikanan dan pengadilan perikanan.

mengetahui sendiri, menerima laporan

Hal ini dikarenakan aparat penegak

atau pengaduan tentang suatu peristiwa

hukum (jaksa, hakim) yang selama ini

yang patut diduga merupakan tindak

menangani kasus-kasus tindak pidana di

pidana.13

melalui

dibidang

perikanan

pengawasan

pidana

bidang perikanan merupakan aparat

Undang-Undang Nomor 45

penegak hukum yang juga mangani

Tahun 2009 Tentang Perikanan Pasal 73

kasus-kasus tindak pidana umum, dan

ayat 1 menyatakan bahwa Penyidikan

pada umumnya aparat penegak hukum

tindak pidana di bidang perikanan di

tersebut

secara

teknis

kurang

memahami masalah-masalah perikanan
sehingga

menyebabkan

banyaknya

kasus-kasus tindak pidana di bidang

13 Amir Syamsuddin dan Nurhasyim Ilyas,
Perilaku Aparat Penegak Hukum dalam
Menegakkan
Supremasi
Hukum
di
Indonesia, Jurnal Keadilan , Volume I
November Hal.19

6

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

wilayah pengelolaan perikanan Negara

pendekatan

Republik

Indonesia

dilakukan

oleh

approach), melalui rentetan penulisan

Penyidik

Pegawai

Negeri

Sipil

induktif.

Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL,

konseptual

(konseptual

C. Tujuan Penelitian

dan/atau Penyidik Kepolisian Negara

Penelitian ini bertujuan untuk

Republik Indonesia. Sedangkan dalam

mengetahui

pihak

Perpres 165 Tahun 2015 Tentang

berwenang

dalam

Satuan Tugas Pemberantasan Tindak

Tindak Pidana Illegal Fishing dan

Pidana Illegal Fishing BAB II Bagian

bagaimana

politik

hukum

dalam

Kesatu tentang organisasi Pasal 4

penegakan

hukum

pidana

illegal

menyatakan

fishing.

:

Satgas

terdiri

dari

Komandan Satgas Menteri Kelautan



pihak

yang

pemeberantasan

D. Manfaat Penelitian

dan Perikanan,Kepala Pelaksana Harian

Adapun manfaat yang dapat

Wakil Kepala Staf TNI AL,Wakil

dirincikan dalam penelitian ini antara

Kepala Pelaksana Harian 1 Kepala

lain; penyusun dapat memperoleh bahan

Badan Keamanan Laut, Wakil Kepala

kajian

Pelaksana Harian 2 Kepala Badan

menambah

Pemeliharaan

Kepolisian

memberikan konstribusi yang berarti

Negara Republik Indonesia dan Wakil

dan bermanfaat bagi pembangunan

Kepala Pelaksana Harian 3 Jaksa Agung

hukum,khususnya dalam pembentukan

Muda Bidang Tindak Pidana Umum

peraturan tentang illegal fishing dan

Kejaksaan Agung.

hasil penelitian ini diharapkan dapat

A. Permasalahan

memberikan konstribusi yang berarti

Keamanan

Berdasarkan

tentang

illegal

pengetahuan

fishing,
serta

pendahuluan

dan bermanfaat dalam pembentukan

diatas maka permasalahan yang akan

peraturan tentang illegal fishing yang

dibahas dalam tulisan ini adalah politik

baik dan benar.

hukum

E. Pembahasan

pemerintah

dalam

upaya

penegakan hukum Illegal Fishing dalam

Indonesia merupakan negara

kurun waktu 1985 sampai dengan 2015.

kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3

B. Metode Penelitian

dari keseluruhan wilayahnya merupakan

Penelitian

ini

dengan

pendekatan

undangan

(statute

dilakukan

wilayah laut, dengan jumlah pulau

perundang-

sekitar 17.504 pulau dan panjang garis

approach)

dan
7

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

pantai 81.000 km.14 Potensi sumberdaya

terdapat 14 zona fishing ground di

laut yang sedemikian luas tersebut

dunia, saat ini hanya 2 zona yang masih

tersimpan

sumberdaya

potensial, dan salah satunya adalah di

hayati dan non hayati mulai dari

Perairan Indonesia. Zona di Indonesia

Perairan

yang

kandungan

Pedalaman

hingga

Zona

sangat

potensial

dan

rawan

Ekonomi Eksklusif Indonesia. Potensi

terjadinya IUU Fishing adalah Laut

sumberdaya hayati laut yang terbesar

Malaka, Laut Jawa, Laut Arafuru, Laut

adalah perikanan. Dalam dekade 10

Timor, Laut Banda dan Perairan sekitar

tahun terakhir menunjukkan bahwa

Maluku dan Papua.17Dengan melihat

eksploitasi

hasil

kondisi seperti ini IUU Fishing dapat

perikanan di Indonesia menunjukkan

melemahkan pengelolaan sumber daya

peningkatan yang sangat signifikan.

perikanan di perairan Indonesia dan

Tetapi selain berpotensi,kegiatan yang

menyebabkan beberapa sumber daya

membarengi eksplorasi di laut adalah

perikanan

kegiatan tindak pidana perikanan yang

Pengelolaan

sangat merugikan Indonesia. Menurut

Indonesia mengalami over fishing.18

dan

eksplorasi

Politik

Badan Pangan dan Pertanian Dunia
(Food and Agriculture Organization/
15

di

terutama

pada

beberapa

Wilayah

Perikanan

(WPP)

hukum

pemerintah

sektor

perikanan

memiliki

konsekwensi

perikanan disebut dengan istilah Illegal,

perubahan

perundang

Unregulated, and Unreported Fishing

termasuk perundang - undang perikanan

(IUU-Fishing),

yang berarti bahwa

khususnya yang berhubungan dengan

penangkapan ikan dilakukan secara

tindak pidana illegal fishing, hal ini

illegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai

menunjukkan

dengan aturan yang telah ditetapkan.

undangan dibuat untuk menyesuaiakan

FAO),

kegiatan

Berdasarkan

tindak

pidana

data

Kementerian Kelautan Perikanan

bahwa

dilakukannya
-

undangan

perundang-

dari

dengan kebutuhan dan perkembangan

16

masyarakat yang dilandasi oleh teori-

14Melda Kamil Ariadno, Hukum Internasional
Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta, 2007,
hal. 129
15 FAO- IUU Fishingdalam Code of Conduct
For Responsible Fisheries, 1995
16Tommy
Sihotang,
Masalah
Illegal,
Unregulated, Unreported Fishing dan
Penanggulangannya Melalui Pengadilan
Perikanan, Jurnal Keadilan, Vol.4 No.2.
tahun 2005/2006, hal. 58

17Sumber dari Forum Keadilan, Kejutan di
Bulan April, Forum Nomor 50115-21,
April 2008, hal. 41
18Dina Sunyowati, Port State Measures dalam
Upaya Pencegahan terhadap IUU Fishing di
Indonesia,
Peran Hukum Dalam
Pembangunan
Di
Indonesia,
Liber
Amicorum Prof.Dr.Etty R.Agoes,SH.,LLM,
Remaja Rosdakarya, Bandung, September,
2013, hal. 438

8

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

teori dan dilatarbelakangi oleh aspek-

doktrin, norma-norma yang tidak sesuai

aspek pengubah hukum.

dengan kondisi zaman. (2) Perubahan
hukum,

itu juga harus mencakupi dalam cara

Menurut Abdul Manan dikenal adanya

penerapannya. Pola pikir yang statis

dua pandangan yang dapat dijadikan

dalam cara penerapan hukum hendaklah

bentuk

yaitu:

ditanggalkan, kemudian dalam cara-cara

dalam

penafsiran hukum yang tidak melihat

rangka perubahan hukum mengatakan

perkembangan zaman. (3) Harus juga

bahwa :masyarkat perlu berubah dulu,

diadakan pada kaidah (aturan) yang

baru hukum datang untuk mengaturnya.

sesuai dengan falsafah hidup bangsa

Disini

sebagai

Indonesia. Agar kaidah (aturan) yang

pembenar apa yang telah terjadi, fungsi

diperbaharui itu dapat dipatuhi oleh

hukum

masyarakat,

Dalam

perubahan

perubahan

(1)Pandangan

tersebut

Tradisional,

kedudukan

disini

hukum

adalah

sebagai

maka

dalam

kaidah

(2)

(aturan) itu harus memuat sanksi dan

Pandangan Modern, mengatakan bahwa

daya paksa dan untuk itu harus dibuat

:

oleh instansi yang berwenang.20

pengabdian

Hukum

(dienende

funtie).

diusahakan

agar

dapat

Kebijakan

menampung segala perkembangan baru,

pertama

yang

oleh karena itu hukum harus selalu

menyangkut perikanan yang sempat

berada bersama dengan peristiwa yang

diterapkan

terjadi, bahkan kalau perlu hukum harus

pembagian wilayah perairan Indonesia

tampil

peristiw

yang berdasarkan hukum laut TZMKO

mengikutinya. Disini hukum berfungsi

(Teritoriale Zee En Maritim Kringen

sebagai alat untuk rekanyasa sosial

Ordonantie) ordonansi laut teritorial

(Law a tool of social enginering)19.

dan

dahulu

baru

Abdul Manan menambahkan
agar

hukum

baru,

efektif

berlaku

di

Indonesia

lingkungan-lingkungan

yaitu

maritim

1939 (territoriale zee en maritieme
kringen-ordonnantie

1939)

ditengahtengah kehidupan masyarakat,

merupakan

dari

maka perubahan hukum itu harus

Belanda dan berlangsung sampai tahun

memerhatikan tiga ketentuan yaitu: (1)

1957.

Perubahan hukum itu tidak dilakukan

TZMKO tersebut dinyatakan lebar laut

secara parsial, melainkan perubahan itu

Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis

produk

Dimana

dalam

yang
kolonial

kebijakan

harus menyeluruh, terutama kepada
19 Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah
Hukum, Kencana,Jakarta.hal 6-8

20 Ibid hal 4-5

9

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

pantai pulau Indonesia21. Namun demi

Indonesia, yaitu dengan dikeluarkannya

kepentingan nasional Indonesia maka

’Pengumuman Pemerintah mengenai

produk

hukum

Perairan Negara Republik Indonesia’.

peninggalan Belanda ini pun diganti.

Dalam pengumuman itu, pemerintah

Karena jika hal itu diberlakukan maka

menyatakan bahwa semua perairan di

akan terjadi perpecahan atau krisis

sekitar,

kedaulatan

menghubungkan

kebijakan

dan

dikarenakan

banyaknya

di

antara,

dan

yang

pulau-pulau

atau

pulau di Indonesia dengan jarak antar

bagian pulau yang termasuk daratan

garis pantai beragam dan menjadi pusat

Negara Republik Indonesia, dengan

22

tidak memandang luas atau lebarnya

jalur perdagangan dunia .
yang

adalah bagian dari wilayah daratan

merugikan bagi kewilayahan Indonesia,

Negara Republik Indonesia dan dengan

Maka sejak 1 Agustus 1957, Ir. Djuanda

demikian

Untuk itu, sejak 1 Agustus 1957, Ir.

perairan nasional yang berada di bawah

Djuanda

kedaulatan mutlak Negara Republik

Melihat

kondisi

mengangkat

Mr.

Mochtar

merupakan

bagian

Kusumaatmadja untuk mencari dasar

Indonesia.

hukum guna mengamankan keutuhan

selanjutnya diresmikan menjadi UU

wilayah RI. Akhirnya, ia memberikan

No.4/PRP/1960

gambaran ’asas archipelago’ yang telah

Indonesia.

ditetapkan

Republik Indonesia berganda 2,5 kali

oleh

Mahkamah

Deklarasi

dari

Djuanda

tentang

Akibatnya

Perairan

luas

wilayah

Internasional pada tahun 1951. Dengan

lipat

menggunakan

archipelago’

5.193.250 km² dengan pengecualian

sebagai dasar hukum laut Indonesia,

Irian Jaya yang walaupun wilayah

maka Indonesia akan menjadi negara

Indonesia tapi waktu itu belum diakui

kepulauan atau ’archipelagic state’

secara

yang

perhitungan

’asas

merupakan

suatu

eksperimen

dari

2.027.087

internasional.

km²

menjadi

Berdasarkan

196 garis batas lurus

radikal dalam sejarah hukum laut dan

(straight baselines) dari titik pulau

hukum tata negara di dunia. Dalam

terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah

sidang 13 Desember 1957, Dewan

garis

Menteri

sepanjang 8.069,8 mil laut.

penggunaan
Principle’

akhirnya

memutuskan

’Archipelagic
dalam

tata

State

hukum

di

maya

melalui

batas

perjuangan

mengelilingi RI

yang

Setelah
penjang,

deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya
dapat diterima dan ditetapkan dalam

22 (https://pobersonaibaho.wordpress.com/

10

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun

kebijakan – kebijakan yang menyangkut

1982 (United Nations Convention On

segala aspek dalam perikanan. Berikut

The Law of The Sea/UNCLOS 1982).

penulis uraikan beberapa politik hukum

Selanjutnya

dipertegas

pemerintah Indonesia dalam bidang

kembali dengan UU Nomor 17 Tahun

perikanan sejak Tahun 1985 sampai

1985 tentang pengesahan UNCLOS

dengan 2015.

delarasi

ini

1982 bahwa Indonesia adalah negara
kepulauan.23
Sektor perikanan dan kelautan
mulai mendapat perhatian secara khusus
lebih ketika Presiden Abdurrahman
Wahid

menetapkan

lahirnya

Departemen Ekplorasi Laut dengan
Keppres

136/1999,

menjadi

Departemen

Perikanan,

yang

dan

kemudian

Kelautan

saat

ini

dan

disebut

Kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP). Pembentukan DKP ini didasari
atas kesadaran bahwa sumberdaya darat
telah terkuras secara berlebihan dan
sudah

mencapai

batas

dibutuhkan

alternatif

sumberdaya

perikanan

sehingga

lain

seperti

yang

tidak

terbatas dan sangat penting untuk
pemenuhan konsumsi untuk kesehatan
dan kecerdasan bangsa. Lembaga inilah
yang kini yang memiliki peran utama
dalam

pembuatan

dan

pelaksaan

PENEGAKAN HUKUM ILLEGAL
FISHING
BERDASARKAN
UNDANG - UNDANG NOMOR 9
TAHUN 1985.
Usaha masyarakat internasional
untuk
melalui

mengatur

masalah

Konperensi

kelautan

Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) 1982 tentang
Hukum Laut yang Ketiga telah berhasil
mewujudkan

United

Nations

Convention on the Law of the Sea
(konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang

Hukum

Laut)

yang

telah

ditandatangani oleh 117 (seratus tujuh
belas)

negara

peserta

termasuk

Indonesia dan 2 satuan bukan negara di
Montego Bay, Jamaica, pada tanggal 10
Desember 1982. Dibandingkan dengan
Konvensi-konvensi
tentang

Hukum

Perserikatan

Jenewa
Laut,

Bangsa-Bangsa

1958

Konvensi
tentang

Hukum Laut tersebut mengatur rejimrejim hukum laut secara lengkap dan
23

http://miracle-

menyeluruh, yang rejim-rejimnya satu

biebs.blogspot.co.id/2012/05/tzmko-1939-

sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

dan-deklarasi-djuanda-1957.html

Ditinjau

dari

Perserikatan

isinya,

Bangsa-Bangsa

Konvensi
tentang
11

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

Hukum Laut tersebut : a. Sebagian

terus

merupakan

Indonesia, telah berhasil memperoleh

kodifikasi

ketentuan-

menerus

diperjuangkan

ketentuan hukum laut yang sudah ada,

pengakuan

misalnya kebebasan-kebebasan di Laut

internasional. Pengakuan resmi asas

Lepas dan hak lintas damai di Laut

Negara Kepulauan ini merupakan hal

Teritorial;

yang

b.

Sebagian

merupakan

resmi

oleh

penting

masyarakat

dalam

rangka

pengembangan hukum laut yang sudah

mewujudkan satu kesatuan wilayah

ada, misalnya ketentuan mengenai lebar

sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13

Laut Teritorial menjadi maksimum 12

Desember

1957,

dan

Wawasan

mil laut dan kriteria Landas Kontinen.

Nusantara

sebagaimana

termaktub

dalam

Ketetapan

Menurut

Konvensi

Jenewa

Majelis

1958 tentang Hukum Laut kriteria bagi

Permusyawaratan Rakyat tentang Garis-

penentuan lebar landas kontinen adalah

garis

kedalaman air dua ratus meter atau

menjadi

kriteria kemampuan eksploitasi. Kini

kepulauan

dasarnya

kesatuan

adalah

kriteria

kelanjutan

alamiah wilayah daratan sesuatu Negara
hingga

pinggiran

luar

Besar

Haluan

dasar

Negara,

yang

perwujudan

bagi

Indonesia
politik,

sebagai

satu

ekonomi,

sosial

budaya dan pertahanan keamanan24.

tepian

Wilayah tanah air Indonesia

kontinennya (Natural prolongation of

yang

its land territory to the outer edge of the

perairan, mengandung sumber daya

continental margin) atau kriteria jarak

ikan

200 mil laut, dihitung dari garis dasar

kesuburannya dan merupakan karunia

untuk mengukur lebar laut Teritorial

Tuhan Yang Maha Esa yang patut di

jika pinggiran luar tepian kontinen tidak

syukuri dan dimanfaatkan sepenuhnya

mencapai jarak 200 mil laut tersebut; c.

untuk kesejahteraan rakyat.

Sebagian
hukum

melahirkan
baru,

seperti

rejim-rejim
asas

Negara

sebagian

yang

besar

sangat

terdiri

tinggi

dari

tingkat

Setelah disahkannya Undang
– Undang Nomor

5 Tahun 1983

Kepulauan, Zona Ekonomi Eksklusif

tentang Zona Ekonomi Eksklusif dalam

dan

lingkup hukum laut internasional yang

penambangan

di

Dasar

Laut

Internasional. Konvensi ini mempunyai
arti yang penting karena untuk pertama
kalinya asas Negara Kepulauan yang
selama dua puluh lima tahun secara

24 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 Tentang
Pengesahan United Nations Convention On
The Law Of The Sea (Konvensi
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Tentang
Hukum Laut)

12

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

baru, maka sumber daya ikan milik

secara langsung melakukan kegiatan di

bangsa Indonesia menjadi bertambah

bidang perikanan, tetapi juga harus

besar jumlahnya dan sangat potensial

memberi

untuk menunjang upaya peningkatan

kepada

kesejahteraan dan kemakmuran seluruh

keseluruhan.

rakyat.. Pasal 33 Undang-Undang Dasar

pemikiran

1945 menentukan bahwa bumi dan air

keadilan dan pemerataan tadi, dirasakan

dan kekayaan alam yang terkandung di

perlunya

dalamnya dikuasai oleh Negara dan

mewujudkan penyediaan ikan dalam

dipergunakan

untuk

jumlah yang memadai sebagai upaya

kemakmuran

rakyat.

sebesar-besar

manfaat
rakyat

sebesar-besarnya
Indonesia

Dengan
dasar

secara

bertolak

tentang

dari

masalah

usaha-usaha

untuk

ini

mencukupi gizi masyarakat dengan

merupakan landasan konstitusional dan

harga yang layak. Pasal 33 juga

sekaligus arah bagi pengaturan berbagai

mengandung cita-cita bangsa, bahwa

hal yang berkaitan dengan sumber daya

pemanfaatan sumber daya ikan harus

ikan. Ketentuan tersebut secara tegas

dapat dilakukan secara terus menerus

menginginkan

bagi

Ketentuan

agar

pelaksanaan

kemakmuran

rakyat.

Dalam

penguasaan Negara atas sumber daya

hubungan inilah maka perlu diambil

ikan

langkah-langkah untuk mengatur segi-

diarahkan

kepada

tercapainya

manfaat yang sebesar-besarnya bagi

segi kelestarian serta pengawasannya.

kemakmuran rakyat banyak dan oleh

Hal yang sangat penting dan

karenanya pemanfaatan sumber daya

erat sekali kaitannya dengan masalah

ikan

mewujudkan

perikanan ini, adalah wilayah perikanan

keadilan dan pemerataan, sekaligus

itu sendiri. Oleh karenanya, keterkaitan

memperbaiki kehidupan nelayan dan

Undang-undang ini terutama dengan

petani ikan kecil serta memajukan desa-

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960

desa pantai.

Tentang

harus

mampu

Amanat bahwa kekayaan alam

Perairan

Indonesia

dan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983

Indonesia harus dipergunakn untuk

Tentang

sebesar-besar

rakyat

Indonesia, serta pelaksanaan konsep

dalam Pasal 33 tersebut mengandung

negara kepulauan ("archipelagic state

pula arti, bahwa pemanfaatan sumber

concept") sebagaimana diakui dalam

daya ikan tidak sekedar ditujukan untuk

hukum laut intemasional yang baru

kepentingan kelompok masyarakat yang

bersifat mutlak. Sebab di dalam wilayah

kemakmuran

Zona

Ekonomi

Eksklusif

13

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

perairan itulah jangkauan pengaturan

maupun pembudidayaan ikan sekaligus

Undang-undang ini berlangsung dan

meningkatkan

kemakmuran

dan

diberlakukan.

keadilan

pemanfaatan

yang

Untuk itu Pemerintah

guna

perlu memberikan perhatian yang cukup

sebesar-besamya

di bidang ini.

bangsa

Peraturan

perundang-

dan

bagi

negara

memperhatikan

kepentingan
dengan

prinsip

tetap

kelestarian

undangan di bidang perikanan yang

sumber daya ikan dan lingkungannya

berlaku sebagian besar masih berasal

serta

dari zaman Hindia Belanda.

Selain

perikanan nasional.

berbeda

pemikiran

dasar,

dalam

bidang

diratifikasinya Konvensi Perserikatan

sesuai lagi

Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

dengan perkembangan kebutuhan dan

Tahun 1982 dengan Undang-Undang

kondisi

Nomor

dalam

peraturan-peraturan
perikanan

sudah tidak

wilayah

laut

indonesia.

kesinambungan

Konsekuensi

17

Tahun

pembangunan

hukum

1985

atas

tentang

Sehubungan dengan hal-hal di atas,

Pengesahan United Nations Convention

maka dipandang perlu untuk mengatur

on

perikanan

menempatkan

dengan

Undang-undang

nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan.

The

Law

of

the

Negara

Sea

1982

Kesatuan

Republik Indonesia meiniliki hak untuk
melakukan pemanfaatan, konservasi,
dan pengelolaan sumber daya ikan di

PENEGAKAN HUKUM ILLEGAL
FISHING
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 31
TAHUN
2004
TENTANG
PERIKANAN.
Negara

Kesatuan

zona ekonoini ekskiusif Indonesia dan
laut

lepas

yang

dilaksanakan

berdasarkan persyaratan atau standar
internasional yang berlaku.

Republik

Perikanan mempunyai peranan

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

yang

UndangUndang Dasar Negara Republik

pembangunan perekonomian nasional,

Indonesia

terutama dalam meningkatkan perluasan

Tahun

1945

memiliki

penting

dan

strategis

dalam

kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah

kesempatan

perairan Indonesia, serta kewenangan

pendapatan,

dalam rangka menetapkan ketentuan

hidup bangsa pada umumnya, nelayan

tentang pemanfaatan sumber daya ikan,

kecil, pembudi daya-ikan kecil, dan

baik

pihak-pihak pelaku usaha di bidang

untuk

kegiatan

penangkapan

kerja,
dan

pemerataan

peningkatan

taraf

14

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

perikanan dengan tetap memelihara

menunjang

lingkungan,

secara terkendali dan sesuai dengan asas

kelestarian,

ketersediaan

sumber

dan

daya

ikan.

pembangunan

pengelolaan

perikanan

perikanan,

sehingga

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985

pembangunan perikanan dapat berjalan

Tentang Perikanan sudah tidak dapat

secara berkelanjutan. OIeh karena itu,

mengantisipasi

perkembangan

adanya kepastian hukum merupakaan

pembangunan perikanan saat ini dan

suatu kondisi yang mutlak diperlukan.

masa yang akan datang, karena di

Dalam

bidang

terjadi

memberikan kejelasan dan kepastian

perubahan yang sangat besar, baik yang

hukum terhadap penegakan hukum atas

berkaitan dengan ketersediaan sumber

tindak pidana di bidang perikanan, yang

daya

mencakup penyidikan, penuntutan, dan

perikanan

ikan,

sumber

telah

kelestarian

daya

lingkungan

ikan,

maupun

Undang-Undang

pemeriksaan

di

sidang

ini

Iebih

pengadilan,

pengelolaan

dengan deinikian perlu diatur secara

perikanan yang semakin ektif, efisien,

khusus mengenai kewenangan penyidik,

dan

penuntut umum, dan hakim dalam

perkembangan

metode

modern,

perikanan

sehingga

perlu

pengelolaan

dilakukan

secara

menangani tindak pidana di bidang

berhati-hati dengan berdasarkan asas

perikanan.

manfaat,

Dalam

keadilan,

keinitraan,

menjalankan

tugas

dan

pemerataan, keterpaduan, keterbukaan,

wewenang penyidikan, penuntutan, dan

efisiensi,

pemeriksaan di sidang pengadilan, di

dan

kelestarian

yang

samping mengikuti hukum acara yang

berkelanjutan.
menjamin

diatur dalam Undang-Undang Nomor 8

terselenggaranya pengelolaan sumber

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

daya

Undang Hukum Acara Pidana, juga

Dalam

rangka

ikan

secara

berkelanjutan

optimal

perlu

dan

ditingkatkan

dalam

Undang-Undang

peranan pengawas perikanan dan peran

hukum

serta

ketentuan khusus (lex spec/ails).

masyarakat

dalam

upaya

guna

Pelaksanaan
bidang

dan

berhasil

penegakan

perikanan

guna.

hukum

menjadi

di

sangat

penting dan strategis dalam rangka

tersendiri

dimuat
sebagai

Penegakan hukum terhadap

pengawasan di bidang penkanan secara
berdaya

acara

ini

tindak pidana di bidang perikanan yang
terjadi selama ini terbukti mengalaini
berbagai

hambatan.

Untuk

itu,

diperlukan metode penegakan hukum
15

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

yang bersifat spesifik yang menyangkut

Mengingat

hukum materlil dan hukum formil.

saat ini dan yang akan datang, maka

Untuk menjainin kepastian hukum, baik

Undang-Undang ini mengatur hal-hal

di

yang berkaitan dengan:

tingkat

penyidikan,

penuntutan,

perkembangan

perikanan

maupun di tingkat pemeriksaan di
sidang pengadilan, ditentukan jangka

1.

berdasarkan

waktu secara tegas, sehingga dalam

keterpaduan,

hukum acara (formil) bersifat lebih

manfaat,

keterbukaan,

efisiensi, dan kelestarian yang

cepat.

berkelanjutan;

Untuk meningkatkan efisiensi
efektivitas

terhadap

tindak

penegakan

hukum

pidana

bidang

di

2.

diatur

mengenai

3.

Utara,

Medan,
4.

dan

5.

Pusat

dengan

pengelolaan

perikanan

yang

berkesinambungan,

pengelolaan

yang

perikanan

perikanan

meningkatkan

bertugas dan berwenang memeriksa,

serta

dengan

pendidikan

dan

pelatihan serta penyuluhan di

mengadili, dan memutus tindak pidana

bidang perikanan;

di bidang perikanan yang dilakukan

negeri dan 2 (dua) orang hakim ad hoc.

Pemerintah

pengendalian yang terpadu;

sejak tanggal Undang-Undang ini mulai

(satu) orang hakim karier pengadilan

antara

pengembangan

paling lambat 2 (dua) tahun terhitung

oleh majelis hakim yang terdiri atas 1

kewenangan

didukung dengan penelitian dan

fungsinya

berlaku. Pengadilan perikanan tersebut

memperhatikan

pembagian

yang

yang telah dibentuk tersebut, barn
tugas

pengelolaan perikanan dilakukan

memenuhi unsur pembangunan

persiapan maka pengadilan perikanan

melaksanakan

keterpaduan

Pemerintah Daerah;

Pontianak, Bitung, dan Tual. Namun
deinikian, mengingat masih diperlukan

prinsip

dan

dengan

kali dibentuk di lingkungan Pengadilan
Jakarta

pada

wajib

pengendaliannya;

peradilan umum, yang untuk pertama

Negeri

perikanan

perencanaan

pembentukan

pengadilan perikanan di lingkungan

pengelolaan
didasarkan

perikanan, maka dalam Undang-Undang
ini

asas

keadilan, kemitraan, pemerataan,

Undang-Undang ini rumusan mengenai

dan

pengelolaan perikanan dilakukan

6.

pengelolaan
didukung

perikanan
dengan

sarana

yang
dan

prasarana perikanan serta sistim
16

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id
informasi

dan

data

statistik

kemampuan sumber daya ikan

perikanan;
7.

8.

yang tersedia;

penguatan kelembagaan di bidang

12.

pengawasan perikanan;

pelabuhan

13.

pemberian kewenangan yang sama

perikanan,

kesyahbandaran perikanan, dan

dalam penyidikan tindak pidana di

kapal perikanan;

bidang perikanan kepada penyidik

pengelolaan

perikanan

didorong

untuk

kontribusi

bagi

yang

pegawai negeri sipil perikanan,

memberikan

perwira TNI-AL dan pejabat polisi

pembangunan

kelautan dan perikanan;
9.

pengelolaan
tetap

negara Republik Indonesia;
14.

perikanan

nelayan

dan
kecil

pembentukan

pengadilan

perikanan; dan

dengan

memperhatikan

memberdayakan

15.

pembentukan

dewan

pertimbangan

pembangunan

perikanan nasional.

atau pembudi daya-ikan kecil;
10.

ISSN: 1978-2560

yang

Berdasarkan pertimbangan tersebut di

dilakukan di perairan Indonesia,

atas, Undang-Undang ini merupakan

zona ekonoini eksklusif Indonesia,

pembaharuan

dan laut lepas yang ditetapkan

pengaturan di bidang perikanan sebagai

dalam

pengganti Undang-Undang Nomor 9

pengelolaan

perikanan

bentuk

peraturan

perundang-undangan dengan tetap

dan

penyempurnaan

Tahun 1985 tentang Perikanan.

memperhatikan persyaratan atau
standar

internasional

yang

berlaku;
11.

pengelolaan

dan

pemanfaatan

sumber daya ikan, baik yang
berada di perairan Indonesia, zona
ekonomi
maupun

eksklusif
laut

lepas

Indonesia,
dilakukan

pengendalian melalui pembinaan
perizinan dengan memperhatikan
kepentingan

nasional

intemasional

sesuai

dan
dengan

17

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id
PENEGAKAN HUKUM ILLEGAL
FISHING
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 45
TAHUN
2009
TENTANG
PERIKANAN.
Illegal

merupakan

fishing

masalah klasik yang sering dihadapi
oleh negara yang memiliki banyak
pantai karena masalah tersebut sudah
ada sejak dulu. Namun hingga sekarang
masalah illegal fishing masih belum
dapat diberantas. Hal itu dikarenakan
untuk mengawasi wilayah laut yang
banyak secara bersamaan itu merupakan
hal yang sulit. Negara yang sudah
memiliki teknologi yang maju dibidang
pertahanan dan keamanan sekalipun
pasti juga pernah terkena kejahatan
illegal fishing. Indonesia merupakan
salah satu negara yang memiliki banyak
pantai

mengingat

status

Indonesia

sebagai negara kepulauan. Hal ini tentu
saja mengakibatkan Indonesia juga
terkena masalah illegal fishing. Adapun
daerah

yang

menjadi

titik

rawan

tersebut terletak di Laut Arafuru, Laut
Natuna, sebelah Utara Sulawesi Utara
(Samudra Pasifik), Selat Makassar, dan
Barat Sumatera (Samudera Hindia.25

ISSN: 1978-2560

Berdasarkan

konsideran

menimbang pada undang-undang nomor
45 tahun 2009 tentang perikanan bahwa
perairan yang berada dalam kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
serta laut lepas mengandung sumber
daya ikan yang potensial dan sebagai
lahan pembudidayaan ikan merupakan
berkah dari Tuhan Yang Maha Esa yang
diamanatkan kepada bangsa Indonesia
yang memiliki falsafah hidup Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik

Indonesia

Tahun

1945,

dengan memperhatikan daya dukung
yang ada dan kelestariannya untuk
dimanfaatkan

sebesarbesarnya

bagi

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia.26

Bahwa

pemanfaatan

sumber daya ikan belum memberikan
peningkatan

taraf

hidup

yang

berkelanjutan dan berkeadilan melalui
pengelolaan

perikanan,

pengawasan,

dan sistem penegakan hukum yang
optimal.27.Bahwa
Nomor

31

Tahun

Undang-Undang
2004

tentang

Perikanan belum sepenuhnya mampu
mengantisipasi perkembangan teknologi
dan kebutuhan hukum dalam rangka
pengelolaan dan pemanfaatan potensi

25http://news.detik.com/read/2009/10/09/08080

sumber daya ikan.28.Dalam ketentuan

6/1218292/471/illegal-fishing
kejahatantransnasional-yang-dilupakan, di
akses 5 Desember 2015

26 Konsideran menimbang huruf a
27 Ibid
28 Ibid

18

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

Bahwa
pemberantasan.29.
pemberantasan penangkapan
ikan
secara
illegal
memerlukan upaya penegakan
hukum luar biasa yang
mengintegrasikan
kekuatan
anatar lembaga pemerintah
terkait dengan strategi yang
tepat,memanfaatkan teknologi
terkini agar dapat berjalan
efektif dan efisien,mampu
menimbulkan efek jera,serta
mampu
mengembalikan
kerugian negara.30.

peraturan perundangan – undangan
perikanan

nomor

45

Tahun

ISSN: 1978-2560

2009

mengalami beberapa perubahan.
PENEGAKAN HUKUM ILLEGAL
FISHING
BERDASARKAN
PERPRES
165
TAHUN
2015
TENTANG
SATGAS
PEMBERANTASAN
PENANGKAPAN IKAN SECARA
ILLEGAL (ILLEGAL FISHING).
Penerbitan Peraturan Presiden
Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan
Tugas

Pemberantasan

Ikan Secara Illegal (illegal fishing)
merupakan

terobosan

baru.

Pemerintahan Jokowi – JK dalam
penegakan hukum dibidang Kelautan
dan Perikanan. Dalam perpres ini
nampak politik hukum yang jelas bahwa
masalah illegal fishing adalah salah satu
masalah yang akut sehingga perlu
kerjasama dan koordinasi antar lintas
kementerian,lembaga

Berdasarkan

Penangkapan

negara

dan

instansi lainnya. Politik Hukum dalam
perpres 115 Tahun 2015 ini dapat kita
lihat dalam konsideran menimbang
huruf b dan c sebagai berikut :
Bahwa
pelanggaran
dan
kejahatan dibidang perikanan
khususnya
tindak
pidana
penangkapan ikan secara
illegal (illegal fishing) sudah
sangat
memprihatinkan,karena
itu
perlu segera di ambil langkah
– langkah tegas dan terpadu
oleh
semua
instansi
pemerintah
terkait
guna

konsideran

tersebut nampak bahwa pemerintah
memandang

tindak

pidana

illegal

fishing membutuhan penegakan hukum
luar biasa karena disamping merugikan
perekonomian

negara

dari

sektor

perikanan juga sebagai bentuk menjaga
wilayah kedaultan negara di laut.
Berikut lembaga pemerintahan yang
terlibat dalam pemberantasan tindak
pidana illegal fishing berdasarkan pasal
3 tentang kewenangan satgas point b
yaitu:

Kementerian

Kelautan

dan

Perikanan,Kementerian
Keuangan,Kementerian

Luar

Negeri,Kementerian Perhubungan,TNI
AL,Kepolisian

Republik

Indonesia,Kejagung
RI,Bankamal,PPATK dan BIN.

29 Konsideran menimbang perpres 165 Tahun
2015 huruf b
30 Konsideran menimbang perpres 165 Tahun
2015 huruf d

19

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

tabrakan kepentingan intra maupun

F. PENUTUP

ekstra institusi penegak hukum di laut
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Politik hukum pemerintah dalam bidang
perikanan

mengalami

tiga

kali

perubahan yaitu Undang - Undang
Nomor 9 Tahun 1985, Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 Dan UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perikanan. Politik Hukum pemerintah
dalam

bidang

pemerintahn

perikanan
Jokowi-JK

di

era

semakin

menunjukkan bahwa illegal fishing
adalah tindak pidana yang luar biasa
sehingga

membutuhkan

penegakan

hukum

antar

kerjasama
lembaga

pemerintahan sehingga di terbitkanlah
perpres 165 Tahun 2015 tentang Satuan

BUKU
Abdul Manan, 2005, AspekAspek
Pengubah
Hukum,
Kencana,Jakarta.
Achmad Ali, 1996. Menguak
Tabir
Hukum,
Chandra
Praatama,Jakarta.
Bachan Mustafa, 2003. Sistem
Hukum Indonesia Terpadu, Citra Aditya
Bakti,Bandung.
Budiardjo,Miriam.Dasar-Dasar
Ilmu
Politik.Cet.17,Jakarta:Gramedia,1996.
Hamdan.Politik
Pidana.Cet.1,Jakarta:Raja
Persada,1997.

Hukum
Grafindo

Harman,Benny K.Konfigurasi
Politik Dan Kekuasaan Kehakiman Di
Indonesia.Cet.I,Jakarta:ELSAM,1997.

Tugas Pemberantasan Tindak Pidana
Hartono.C.F.G.Sunaryanti.Politi
k Hukum Menuju Satu Sistem

Illegal Fishing.
SARAN
Perlu dilakukan harmonisasi hukum
dalam bidang perikanan dan kelautan
seperti Perpres Nomor 63 Tahun 2015
tentang

Kementerian

Kelautan

dan

Perikanan; Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2014 tentang Kelautan; UU
Nomor

45

Tahun

2009

tentang

Perikanan; dan Perpres Nomor 178
Tahun 2015 tentang Badan Kemanan

Imam Syaukani dan A.Ahsin
Thohari,2007 ,Dasar – Dasar Politik
Hukum,PT.Raja
Grafindo
Persada,Jakarta.
Kansil,C.S.T.Pengantar
Ilmu
Hukum
Dan
Tata
Hukum
Indonesia.Jilid I,Cet.IX Jakarta:Balai
Pustaka,1992.
Koers, Albert W. diterjemahkan
oleh Rudi M. Rizal dan Wahyuni
Bahar,1991,

Konvensi

Perserikatan

Bangsa-Bangsa Tentang Hukum

Laut.agar tidak terjadi tumpang tindih/
20

JURNAL LOGIKA, Vol XVII, No 2, Agustus 2016
www.jurnal.unswagati.ac.id

ISSN: 1978-2560

Laut, Gadjah Mada University Press,

PERATURAN PERUNDANG –

Yogyakarta.

UNDANGAN

Likadja, Frans E., 1988, Hukum
Laut dan Undang-Undang Perikanan,
Ghalia Indonesia, Jakarta

Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1985

Mahfud
M.D.,Moh.Politik
Hukum
Di
Indonesia.Cet.II,Jakarta:Pustaka LP3ES
Indonesia,1998.

Tentang Perikanan.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

----------------- ,1998, Poltik Hukum Di
Indonesia, LP3ES, Jakarta.
------------------,2006.
Membangun Poltik Hukum Menegakka
Konstitusi, LP3ES, Jakarta.
Mahmudah,Nuning 2015 Illegal

Tentang Perikanan.

Fishing Pertanggungjawaban Pidana

Tentang Pelayaran.

Korporasi

Perpres 115 Tahun 2015 tentang Satuan

di

Wilayah

Perairan

Undang-Undang Nomor

32 Tahun

2014 Tentang Kelautan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008

Indonesia,Sinar Grafika,Jakarta.

Tugas

Nusantara,Abdul Hakim.Politik
Hukum Indonesia.Jakarta:YLBHI,1988.

Ikan Secara Illegal ( Illegal Fishing).

Padmo
Wahyono.
1986,
Indonesia Berdasarkan atas Hukum,
Galia Indonesia, Jakarta.
Satjipto Raharjo. 1991, Ilmu
Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Badan Keamanan Laut.

Sunyowati, Port State Measures
dalam Upaya Pencegahan terhadap IUU
Fishing di Indonesia,

Peran Hukum

Dalam Pembangunan Di Indonesia,
Liber

Amicorum

Prof.Dr.Etty

R.Agoes,SH.,LLM, Remaja Rosdakarya,
Bandung, September, 2013
Suseno,Frans
Magnis.Etika
Politik:Prinsip-Prinsip
Dasar
Kenegaraan Modern.Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama,1994.

Pemberantasan

Penangkapan

Perpres 178 Tahun 2014 Tentang

Keputusan

Menteri

No.

KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana
Aksi

Nasional

Pencegahan

dan

Penanggulangan IUU Fishing.
Peraturan

Menteri Kelautan Dan

Perikanan Republik Indonesia Nomor
57/Permen-Kp/2014
Perubahan

Tentang

Kedua

Atas

Peraturan

Menteri

Kelautan

Dan

Perikanan

Nomor

Per.30/Men/2012

Tentang

Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia

21