KARAKTERISTIK KRISTALISASI CAMPURAN ASAM BORAT DAN LITHlUM HIDROKSIDA DALAM LIMBAH CAIR REAKTOR AIR RINGAN BERTEKANAN

KARAKTERISTIK KRISTALISASI CAMPURAN ASAM
BORAT DAN LITHlUM HIDROKSIDA DALAM LIMBAH
CAIR REAKTOR AIR RINGAN BERTEKANAN

Nurkhalifah Lestari

14612256

PENDAHULUAN
Pada pembangkit listrik tenaga nuklir jenis reaktor air ringan bertekanan, air
pendingin primer mengambil panas hasil reaksi fisi dalam reaktor, kemudian
panas ditransfer ke boiler untuk penguapan air pendingin sekunder. Air pendingin
primer tersebut mengandung Boron-10 dalam bentuk asam borat kadar 4000 ppm
untuk penyerap netron dan mengandung Li-6 dalam bentuk lithium hidroksida
kadar 2,2 ppm untuk pengaturan pH air [1].
Kadar boron dalam air yang cukup tinggi pada saat pendinginan
memberikan resiko penyumbatan saluran pipa karena kristal yang terbentuk.
Karena itu perlu dipelajari karakteristik kristalisasi campuran asam borat dan
lithium hidroksida untuk mengantisipasi keselamatan operasi pengambilan
kembali asam borat, sehingga diperoleh faktor pemekatan yang aman dalam
operasi evaporasi tersebut.


Reaktor Air ringanTekan

Limbah penyepuhan perak

Prinsip Kristalisasi


Kristalisasi ialah pembentukan partikel padat dalam fasa homogen. Dalam kristalisasi solut
dari suatu larutan terdapat dua tahapan proses yaitu terbentuknya partikel-partikel baru,
nukleasi, diikuti pertumbuhan partikel tersebut menjadi ukuran makroskopis. Proses
tersebut dapat terjadi oleh adanya gaya pendorong yang berupa konsentrasi lewat jenuh.
Nukleasi dan pertumbuhan tersebut tidak dapat terjadi dalam larutan jenuh maupun tidak
jenuh.

Beda Konsentrasi Lewat Jenuh ("Supersaturation")


"Supersaturation" adalah perbedaan konsentrasi antara larutan pada konsentrasi lewat jenuh
(saat kristal tumbuh) dengan larutan yang berada dalam kesetimbangan dengan kristalnya

(larutan jenuh).



Pada Gambar 1 dapat dijelaskan, suatu larutan solut tak jenuh pada
titik A, bila didinginkan menjadi jenuh pada titik B. Pada pendinginan
lebih lanjut hingga titik D maka larutan berada menjadi pada
konsentrasi lewat jenuh. Selanjutnya kristal murni akan terpisah
melalui pengendapan, sehingga konsentrasi solut dalam larutan turun
dan kondisi larutan bergerak ke arah titik E. Gaya pendorong
kristalisasi menjadi nol saat konsentrasi solut dalam larutan menjadi
berharga Ys yang merupakan larutan jenuh (pada titik E) dan proses
kristalisasi berhenti. Waktu yang diperlukan untuk perubahan dari
titik D ke titik E disebut waktu kristalisasi. Kenaikan temperatur, ATh,
menunjukkan proses eksothermis kristalisasi [4],

Tinjauan Transfer Massa Pada Kristalisasi


Kristalisasi adalah proses transfer massa solut dari fasa larutan ke fasa padatan (inti

kristal).

TATAKERJA


Bahan Bahan-bahan yang digunakan memiliki kemurnian "pro-analisis" dari E.Merck,
yaitu asam borat dan lithium hidroksida. Dalam tiap percobaan digunakan campuran
asam borat dan lithium hidroksida pada perbandingan 100/0,055. Untuk pendinginan
dengan es digunakan natrium khlorida teknis.



Konsentrasi solut dalam larutan di permukaan kristal
pada keadaan jenuh berharga Ys, gaya pendorong
keseluruhan untuk terjadinya transfer massa adalah Y
- Ys dimana Y adalah konsentrasi lewat jenuh solut
dalam larutan di sekitar permukaan kristal. Karena
proses permukaan, gaya pendorong dibutuhkan untuk
tahap bidang antar muka. Bila Y' adalah konsentrasi
pada bidang antar muka dimana Ys < Y' < Y, gaya

pendorong transfer massanya adalah Y - Y' seperti
disajikan pada Gambar 2.

METODE
Sistem H3BO3-LiOH
asam borat dan lithium hidroksida ditambahkan aquades satnbil diaduk dan
dipanaskan

didinginkan perlahan dalam alat kristalisasi dengan es pendingin

diamati Penurunan temperatur hingga terbentuk kristal putih

digunakan Aquades yang bervariasi

diperoleh konsentrasi asam borat ialah 10, 8, 6, 4 dan 2%

Kristalisasi Larutan H3BO3-LiOH

Larutan campuran H3BO3-LiOH
didinginkan hingga temperatur 30 °C,

dan terjadilah kristalisasi

Diamati Kenaikan temperatur
karena proses eksothermis
kristalisasi

kristal yang terbentuk dipisahkan
dengan filitrasi

dikeringkan dalam oven
selama 2 jam, lalu ditimbang
secara analitis

Filtrat diukur densitasnya dengan
"densitimeter"

konsentrasi asam borat bervariasi:
10, 8, 6 dan 4%, dan pada
temperatur pendinginan juga
bervariasi: 25,20,15,10 dan 5 °C.


Hasil kristal yang diperoleh
dikumpulkan dan diameter rata-rata
kristal dihitung dengan
menggunakan metode pengayakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN




.

Kelarutan Sistem H3BO3 -LiOH Asam borat dan lithium hidroksida dilarutkan dalam
air akan terjadi reaksi sebagai berikut:
H3BO3 + LiOH3 →LiBO3 + 2H2O

Karena jumlah H3BO3 lebih banyak dibanding LiOH, maka ada H3BO3 berlebih
dalam larutan. Pada saat larutan tersebut didinginkan, maka selain terbentuk kristal
H3BO3, juga terbentuk kristal LiOH. Oleh karena itu kurva kelarutan yang diperoleh

merupakan kurva kelarutan campuran H3BO3 dan LiBO2

Hubungan Temperatur Krisalisasi dan Berat Krista



Dari Gambar 4 terlihat bahwa untuk fraksi
massa yang sama, semakin tinggi
temperatur kristalisasi maka berat krisal
yang diperoleh semakin sedikit.



Gambar 6, yaitu grafik temperatur
versus ∆Y, dimana untuk fraksi
massa yang sama semakin tinggi
temperatur, semakin kebil ∆Y yang
tersedia untuk proses kristalisasi
tersebut.




Dari persamaan (1) semakin kecil
∆Y maka Ys semakin besar, dengan
demikian untuk fraksi massa yang
sama, semakin tinggi temperatur
semakin besar Ys.





Dari hubungan S = ∆Y/YS, maka
semakin besar Ys dan semakin
kecil ∆Y,
semakin kecil pula S yang
diperoleh. Dengan demikian untuk
fraksi massa yang sama semakin
tinggi temperatur semakin kecil
persen supersaturation (%S).




Diameter Partikel Kristal
Dalam perhitungan luas permukaan partikel diasumsi bentuk kristal kubus,
dalam hal ini karena kristal H3BO3 adalah monoklinik. Sedangkan jumlah H3BO3
dalam larutan sangat besar dan dominan, dan lebih berpengaruh dalam penentuan
konstanta C, dibandingkan dengan kristal LiBO2 yang dalam hal ini bentuk
kristalnya belum dikenal. Hasil pengayakan disajikan pada Tabel 1, dan diperoleh
diameter rata-rata D = 0,0111 mm, menurut persamaan (4), dan luas permukaan
kristal Sp = 0,000734 mm3 menurut persamaan (3).

Hubungan Temperatur dan Waktu Kristalisasi



Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk fraksi massa yang sama, semakin tinggi temperatur,
semakin lama waktu kristalisasi yang dibutuhkan. Berdasarkan kurva kelarutan sistem
dimana kelarutan meningkat sebanding dengan peningkatan temperatur, maka untuk fraksi
massa yang sama,pertumbuhan krisal menjadi lebih lambat pada temperatur yang lebih

tinggi. Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang lebih tinggi tenaga penggerak yang
ada untuk proses kristalisasi tersebut semakin kecil, akibatnya dibutuhkan waktu
kristalisasi yang lebih lama.



hubungan antara temperatur
dan laju perpindahan massa
adalah berbanding terbalik,
atau untuk fraksi massa yang
sama,
semakin
tinggi
temperatur, semakin kecil
laju perpindahan massanya.



Demikian pula hubungan
temperatur dan fluks molar

(NA), maka untuk fraksi
massa yang sama, semakin
tinggi
temperatur
dan
semakin
kecil
laju
perpindahan massa (m),
semakin kecil pula fluks
molarnya.



koefisien
perpindahan
massa
menyeluruh (K), dari persamaan
(7), maka untuk fraksi massa yang
sama, semakin tinggi temperatur,
semakin kecil laju perpindahan
massa (m), semakin kecil pula
koefisien
perpindahan
massa
menyeluruh (K) yang diperoleh.



Sedangkan dari persamaan (8),
maka untuk fraksi massa yang
sama, semakin tinggi temperatur,
semakin
kecil
koefisien
perpindahan massa menyeluruh,
dan semakin kecil pula laju
pertumbuhan krisal (G) yang
diperoleh.

KESIMPULAN


Hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan bahwa kurva daya larut setimbang
untuk campuran asam borat dan lithium hidroksida terletak di atas kurva daya larut
setimbang asam borat untuk fraksi massa kurang dari 4,1% dan terletak di bawah
kurva untuk daerah fraksi massa lebih dari 4,1%. Kristalisasi campuran yang
berkonsentrasi asam borat 4 dan 6% masing-masing mulai terjadi pada temperatur
10 dan 20 °C, untuk konsentrasi di atas 8% pada temperatur kamar kristalisasi telah
terjadi. Kristalisasinya merupakan reaksi eksotermal dengan kenaikan temperatur
rata-rata 0,9 °C. Harga laju pertumbuhan kristal pada konsentrasi tetap sangat
dipengaruhi oleh temperatur, sedangkan pada temperatur yang konstan harga
tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi.