TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM DALAM PERSPEKTIF

TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
HUKUM
Oleh
Prisca Oktaviani Samosir

A. Pendahuluan
Hukum terdapat di seluruh dunia, di mana terdapat pergaulan hidup
manusia. Seorang ahli hukum bangsa Romawi Marcus Tullius Cicero (106-43sM)
mengatakan “ubi societas ibi ius” (dimana ada masyarakat di situ ada hukum).
Hukum demikian halnya dengan bahasa. Akan tetapi, isi hukum tidak dimanamana sama. Tidak ada hukum di dunia, sebagaimana juga tidak ada bahasa di
dunia.1 Dunia pergaulan hidup manusia, dibagi-bagi dalam sejumlah persekutuan
bangsa-bangsa dan tiap-tiap persekutuan mempunyai hukumnya sendiri. Itu tidak
berarti pada perbandingan hukum tersebut sama sekali tidak terlihat persamaan.
Sebaliknya, adalah benar bahwa dalam beberapa hal ada persamaan antara hukum
dari pelbagai bangsa.2
Hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat, masyarakat berubah tak dapat dielakkan dan perubahan
itu sendiri dipertanyakan nilai-nilai mana yang dipakai.3 Hukum memiliki fungsi
dan tujuan. Fungsi dan tujuan dari hukum dapat dilihat dari perspektif filsafat
hukum. Filsafat hukum terutama hendak menelaah hakikat hukum sebagai
perwujudan nilai, hukum sebagai system kaidah dan hukum sebagai alat untuk

mengatur masyarakat.4
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merumuskan masalahnya yaitu
bagaimanakah tujuan dan fungsi hukum dalam perspektif filsafat hukum?

1
Astim Riyanto, Fulsafat Hukum, Bandung: YAPEMDO, 2010, hlm. 1.
2
Ibid., hlm. 2.
3 Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil, Problematik Filsafat Hukum, Jakarta:
Grasindo Gramedia Widiasarana indonesia, 1999, hlm. 37.
4
Astim Riyanto, Op.cit., hlm. 10.

B. Tinjauan Pustaka
Ahli hukum belanda J van Kan mendefinisikan hukum sebagai
keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang
melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat tersebut
mirip dengan definisi dari Rudolf van Jhering yang mengatakan bahwa hukum
adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu
negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana

orang harus berprilaku. Pendapat ini didukung oleh ahli hukum Indonesia Wirjono
Projodikoro yang menyatakan bahwa hukum adalah rangkaian peraturan
mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan
satu-satunya tujuan dari hukum adalah menjamin keselamatan, kebahagiaan dan
tata tertib masyarakat itu. Selanjutnya O. Notohamidjojo berpendapat bahwa
hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya
bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar
negara, yang berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan daya guna, demi tata
tertib dan damai dalam masyarakat.5
Hukum berfungsi mengatur masyarakat mengembangakan suatu sikap
tertentu yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya, yaitu sikap otoritatif,
berkuasa, dan memerintah. Menurut Sudikno Mertokusumo pada hakekatnya
hukum tidak lain adalah suatu bentuk perlindungan kepentingan manusia, yang
berbentuk kaidah atau norma. Oleh karena berbagai macam ancaman dan bahaya
yang sering menerpa manusia, maka manusia perlu akan perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingannya agar manusia dapat hidup lebih tenteram.
Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan membentuk suatu peraturan hidup
atau kaidah disertai dengan sanksi yang bersifat mengikat dan memaksa.6
Bagi orang banyak ilmu hukum tidak memuaskan. Ilmu hukum sebagai
suatu empiris hanya melihat hukum sebagai norma dalam arti kata ethisch

wardeoordeel. Filsafat hukum berusaha menjelaskan “dunia etis yang menjadi

5
6

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
Hlm. 35.
Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty,1984, hlm. 1.

latar belakang yang tidak dapat diraba oleh pancaindera dari hukum”7 Jadi hukum
hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab
perubahan zaman dengan segala dasar didalamnya, bahkan mampu melayani
masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya
manusia penegak hukum itu sendiri.8
Filsafat hukum adalah filsafat yang obyeknya hukum yang berusaha untuk
mencari hakikat dari hukum. Semua ilmu berawal dari filsafat, Semua ilmu
berpijak pada filsafat.9
Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya
filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang
dapat dikatagorikan sebagai hukum ; Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi

dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum Secara kritis,
filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang
sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya. Lebih jauh H.
Muchsin, dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara
membagi definisi filsafat dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan
sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu
dan makna terdalam dari sesuatu itu, kemudian hukum disimpulkan sebagai
aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia
dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan yang keberadaanya ditegakkan
dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang berwenang di sebuah negara.
Filsafat hukum mereleksi semua masalah fundamental yang berkaitan
dengan hukum, dan tidak hanya merefleksi hakikat dan metode dari ilmu hukum
atau ajaran metode. Lebih dari itu, filsafat hukum bersikap kritis terhadap
pengaruh dari filsafat ilmu modern pada teori hukum.10

7

Lili Rasjidi, Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu?, Bandung: Remadja Karya, 1988, hlm.
2.
8 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2007, hlm. 9.

9 Achmad Roestandi, Pengantar Teori Hukum, Bandung: Fakultas Hukum Uninus, 1980, hlm.17.
10
Astim Riyanto, Op.cit., hlm. 25.

C. Pembahasan
1. Fungsi Hukum dalam Perspektif Filsafat Hukum
Hukum memiliki fungsi dalam pembangunan, yakni:
(1) hukum sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan.
Tujuan pokok dari hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja,
adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban adalah syarat pokok (fundamental) bagi
adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.11
(2) Hukum sebagai sarana pembangunan.
Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung
kebutuhan–kebutuhan hukum menurut tigkat kemajuan pembangunan di segala
bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasaranan ke
arah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai sarana
pembangunan yang menyeluruh. Ini berarti pembangunan hukum itu perlu
dilakukan sedemikian rupa, sehingga mampu menciptakan suatu sistem hukum
pembangunan nasional, yang tidak hanya mampu mempertahankan keutuhan

negara dan kesatuan bangsa, akan tetapi bahkan mampu memakukan
kesejahteraan umum.12
(3) hukum sebagai sarana penegakan keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewahiban. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau
keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.13 Hukum sangat
erat hubunganya dengan keadilan. Bahkan ada orang yang berpandangan hukum
harus digabungkan dengan keadilan, supaya sungguh-sungguh berarti sebagai
hukum dalam menggunakan kata ius untuk menandakan hukum yang sejati.
11 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: PT Alumni,
2006, hlm. 3
12 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1988,
hlm. 18.
13
Suryadi MP, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Universitas Terbuka, 1984, hlm. 3.

Hukum merupakan bagian usaha manusia menciptakan suatu ko-eksistensi etis di
dunia ini. Hanya melalui suatu tata hukum yang adil orang-orang dapat hidup
dengan damai menuju kesejahteraan jasmani maupun rohani. Begitu pula rule of
law yang terutama diterapkan pada sistem hukum anglo saxon mempunyai latar

belakang yang sama juga yakni cita-cita akan keadilan.14
(4) hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Untuk memenuhi fungsi hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat,
maka norma-norma hukum yang akan dibentuk harus dapat memperhatikan
keadaan yang beraneka warna di dalam kenyataan dan pebentuk hukum harus
menemukan norma-norma hukum yang tepat bagi kebutuhan masyarakat masingmasing.15
2. Tujuan Hukum dalam Perspektif Filsafat Hukum
Tujuan filsafat adalah mengartikulasi dan mempertahankan standar kritik
nasional serta menyibak kegelapan yang menyelubungi praktik (hukum) ketika
praktik itu mulai dipersoalkan, tidak dalam kaitannya dengan alasan yang bersifat
publik dan obyektif, melainkan dalam kaitan dengan perasaan, dogma,
kepercayaan, dan konvensi yang tidak teruji.16
Sementara itu tujuan hukum merupakan masalah filsafat hukum, karena itu
dalam menjawab masalah ini timbul berbagai pendapat yang berbeda. Plato atau
Aristoteles mengungkapkan hukum dan undang-undang bukan semata-mata untuk
memelihara ketertiban dan menjaga stabilitas negara, melainkan terutama untuk
menolong setiap warga negara mencapai keutamaan atau kebajikan pokok,
sehingga akhirnya layak menjadi warga negara dari negara ideal. Hukum dan
undang-undang erat bersngkut paut dengan kehidupan moral setiap warga negara.
Hukum dan undang-undang harus dapat menempatkan diri bagaikan seorang ayah

yang baik hai yang tidak pernah memaksakan kehendaknya bagi anak-anaknya.
Itulah sebabnya kendati seseorang yang melanggar undang-undang harus
14
15
16

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hlm. 64.
Astim Riyanto, op.cit., hlm. 787.
Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 25.

dihukum, namun hukuman itu tidak boleh dijalankan sebagai tindakan
pembalasan yang dianggap setimpal dengan kejahatannya. Hukuman harus
merupakan suatu obat yang sanggup menyembuhkan penyakit yang diidap
terhukum itu.17
Aristoteles menyatakan tujuan hukum itu adalah untuk mewujudkan
keadilan. J.van Kan berpendapat tujuan hukum adalah untuk menjamin
menyatakan hukum dalam pergaulan manusia. L.J. van. Apeldoorn mengatakan
tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
Jeremy Bentham menyatakan tujuan hukum adalah sebagai alat untuk menjaga
keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat

(balance of interest). Gustav Radburch berpendapat ada tiga sendi atau nilai dasar
hukum, yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian (positivitas). Hubungan antara
ketiga sendi yang juga dapat sebagai tujuan hukum itu relatif kadang-kadang
kegunaan mengatasi keadilan dan kadang-kadang kepastian mengatasi kegunaan,
tergantung kepada sistem poltitik yang dianut oleh negara yang bersangkutan.
Roscoe Pound mengatakan tujuan hukum adalah sebagai alat untuk membangun
masyarakat (law as a toolof social engineering).18
Keadilan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan hukum
itu sendiri, disamping kepastian hukum dan kemanfaatan, Pada hakekatnya
keadilan adalah kata sifat yang mempuyai arti adil atau tidak berat sebelah atau
tidak pilih kasih. Sifat ini merupakan salah satu sifat manusia. Keadilan
merupakan suatu konsep yang mengindikasikan adanya rasa keadilan dalam
perlakuan (justice or fair treatment).19 Hukum dalam arti keadilan (iustitia) atau
ius/Recht(dari regere = memimpin). Maka disini hukum menandakan peraturan
yang adil tentang kehidupan masyarakat, sebagaimana dicita-citakan. Secara
falsafati, ilmu hukum memandang keadilan sebagai konsepsi falsafati yang
menjadi tujuan hukum itu sendiri, dan itu tergantung dengan ideologi negara yang
bersangkutan.20 Sudah semestinya hukum merupakan institusi yang berfungsi
untuk menjadikan bangsa kita, merasa sejahtera dan bahagia.21
17

Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, Jakarta: Rajawali, 1988, hlm. 92-93.
18
Achmad Roestandi, Op.cit., hlm. 18-19.
19 Nani Nurrachman, Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di
Indonesia, Jakarta: Kompas, 2004, hlm.13.
20
Theo Huijbers, Op.cot., hlm.49.
21
Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm. 22.

D. Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa hukum memiliki fungsi sebagai sarana
pemeliharaan ketertiban dan keamanan, sebagai sarana pembangunan, sebagai
sarana penegakan keadilan, dan sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Sedangkan tujuan hukum itu adalah untuk mewujudkan keadilan, mengatur tata
tertib masyarakat secara damai dan adil, dan alat untuk menjaga keseimbangan
antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat (balance of interest).
Daftar Pustaka
Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius.
Hartono, Sunaryati. 1988. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung:
Bina Cipta.
Kusumohamidjojo, Budiono. 1999. Ketertiban yang adil, Problematik Filsafat
Hukum. Jakarta: Grasindo Gramedia Widiasarana indonesia.
Kusumaatmadja, Mochtar. 2006. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,
Bandung: PT Alumni.
Mertokusumo, Sudikno. 1984. Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty.
MP, Suryadi. 1984. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurrachman, Nani. 2004. Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan
Bersama di Indonesia, Jakarta: Kompas.
Rahardjo, Satjipto. 2007. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas.
Rasjidi, Lili. 1988. Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu?. Bandung: Remadja
Karya.
Rapar, Jan Hendrik. 1988. Filsafat Politik Plato, Jakarta: Rajawali.
Riyanto, Astim. 2010. Fulsafat Hukum. Bandung: YAPEMDO.
Roestandi, Achmad. 1980. Pengantar Teori Hukum. Bandung: Fakultas Hukum
Uninus.

Ujan, Andre Ata. 2009. Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius.