KATEGORI DAN PROTOTIPE GURU SEKOLAH TING

KATEGORI DAN PROTOTIPE GURU

Makalah
Dipresentasikan pada mata kuliah : Profesi Keguruan
Semester V tahun 2013
Dosen Pengampu : Drs. AH. Choiron M,Ag

Disusun Oleh :
1. Muhammad Faiz

: 111313

2. Dwi Puspita Sari

: 111334

3. Liya Fadhlika

: 111347

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

JURUSAN TARBIYAH/PAI
2013
1

A. PENDAHULUAN
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik baik dari jalur pendidikan formal, pendidikan dasr, dan pendidikan
menengah.
Guru memiliki tugas yang sangat penting sekali, gurulah yang
mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki masyarakat. Sekolah adalah
sumber untuk tiap-tiap kebaikan dan guru yang ikhlas dapat mengangkat derajat
umat. Gurulah yang telah menanamkan pada diri anak didiknya akhlaq yang baik
dalam kehidupan anak didiknya. Dan dari gurulah kebaikan-kebaikan akan
diterima oleh peserta didik.
Oleh sebab itu gurulah yang mempunyai kesempatan yang besar sekali
untuk memperbaiki keburukan-keburukan yang tersebar dalam masyarakat.
Seorang guru bukanlah hanya sebagai tenaga pengajar saja, lebih dari itu guru
menjadi sumber perbaikan, menjadi contoh, menjadi tauladan dan memberikan
bimbingan kepada anak didiknya agar anak didik tersebut tetap berada di jalan

yang benar.1
Untuk itu dalam makalah ini akan membahas mengenai model dan tipe
guru dalam mengajar.
B. PERMASALAHAN
Dari pendahuluan di atas tentunya banyak pertanyaan yang muncul mengenai
kategori dan prototipe guru, di antaranya adalah:
1. Bagaimana kategori guru ?
2. Bagaimana prototipe guru?
3. Bagaimana kategori dan prototipe guru menurut profesi keguruan ?

C. PEMBAHASAN
1

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan Dan Pengajaran, PT Hidakarya Agung,

Jakarta, 1990, hal.61

2

Kemampuan guru dibagi menjadi kelompok-kelompok yang disebut

kategori.2 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian kategori adalah
bagian dari suatu sistem klasifikasi (golongan, jenis pangkat, dan sebagainya).3
Sedangkan prototipe adalah model yang mula-mula (model asli) yang menjadi
contoh.4 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kategori guru adalah
pengklasifikasian kemampuan guru berdasarkan model dan tipe tertentu.
1. Model Analisa Kategori Guru
Sebenarnya persoalan yang paling mendasar pada sekolah formal ialah
guru yang mengajar dan iklim belajar (learning climate) di kelas yang harus
diciptakan. Bukan saja cara belajar siswa aktif tetapi juga cara guru mengajar aktif
(student learning active and teacher teaching active).
Model analisa mengenai situasi belajar mengajar di kelas yang
dikemukakan oleh Glickman disebut Paradigma Kategori guru. Yang dimaksud
dengan Paradigma ialah sesuatu yang dipertanyakan terus menerus, dan timbul
pertanyaan: Apakah calon guru, lulusan pendidikan guru dan para guru itu
memiliki:
a. Tingkat berfikir abstrak dan berpikir imajinatif yang cukup.
b. Tingkat komitment atau memiliki keterlibatan aktif dalam tanggung jawab
yang mendalam.5
a) Guru yang memiliki tingkat berfikir abstrak
Guru yang tingkat berpikirnya abstrak dan imajinatif yang tinggi, punya

kemampuan untuk berdiri di depan kelas dan dengan muda menghadapi masalahmasalah belajar mengajar seperti manajemen kelas, disiplin, menghadapi sikap
acuh tak acuh dari siswa dan mampu menentukan alternatif pemecahan masalah.
Ia juga dapat merancangkan berbagai program belajar dan dapat memimpin siswa
dari berfikir nyata ke berfikir konseptual.
2

Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hal.145

3

Tim Penyusun Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, _, Jakarta, 2011, hal.529
4
5

Ibid, hal.217
Piet A. sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan, PT Rineka Cipta,

Jakarta, 1992, hal.41-44


3

Ada kemungkinan sementara guru yang sibuk menganut paham “Banking
Concept”, menurut PAULO FREIRE; yaitu mengajar dikelas dianggap sebagai
bank, masukkan uang akan keluar bunganya. Mengajar dan mendidik tidak
demikian halnya.
Subjek didik bukan sebuah manusia, tetapi seorang manusia. Praktek
mendidik seperti ini disebut tidak manusiawi (The humanization, menurut Paulo
Freire).
Jadi guru yang tingkat berpikir abstraknya tinggi mampu menghadapi
masalah, sedangkan guru yang berpikir abstraknya rendah akan bingung dalam
menghadapi suatu masalah dan hanya melakukan kebiasaan-kebiasaan rutin.
Berpikir abstrak dan imajinatif adalah kemampuan untuk memindahkan
konsep dan visualisasi, mengidentifikasi, kemampuan untuk menangkap,
mengkategorisasikan dan mengumpulkan. Untuk memilih-milih kondisi yang ada
digunakan matriks sebagai berikut:
TINGKAT BERPIKIR ABSTRAK
Yang Rendah
1. Bingung bila

menghadapi masalah

Yang Sedang
1. Dapat memecahkan
suatu masalah

2. Tidak mengetahui cara 2. Dapat menaksir suatu
bertindak bila

atau dua

menghadapi masalah

kemungkinan

3. Berkata gaya tak

masalah dapat
mencari alternatif
pemecahan


pemecahan masalah

mampu, tolonglah saya 3. Mengalami berbagai
4. Memiliki hanya satu

Yang Tinggi
1. Dalam menghadapi

2. Dapat
menggeneralisasi
berbagai alternatif

gangguan berpikir

pemecahan dalam

atau dua kebiasaan

bila memikirkan suatu


memecahkan suatu

dalam merespon suatu

program yang bersifat

masalah

masalah

komprehensip

Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir yang rendah tidak mampu
melihat dengan jelas problema yang dihadapi di kelas waktu mengajar dan bila
menghadapi kerja selalu bingung. Mereka tidak tahu apa yang dikerjakan dan
selalu memerlukan petunjuk dari atasan untuk menyelesaikan suatu masalah.
4

Mereka selalu menampakkan diri seolah-olah mata pelajaran yang diberikan itu

paling hebat dan sukar dikerjakan dan banyak sekali memberikan pekerjaan
rumah tetapi tidak pernah dibahas dan diperiksa.
Sedangkan guru yang tingkat abstraknya tinggi selalu mampu melihat
masalah itu dari berbagai perspektif (apakah dari dirinya sendiri, dari siswa, dari
orang tua, dan Kepala Sekolah dan sebagainya) dan mampu mengabstraksi
berbagai alternatif pemecahan masalah. Mereka juga memikirkan berbagai
kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dan jarang sekali sekarang ini
guru ikut memikirkan dan menerangkan mengapa murid mengalami kesulitan
dalam memahami konsep matematika atau sulit membaca; ia paling banyak hanya
mengeluh.
b) Guru yang memiliki tingkat komitmen
Guru bukan saja harus memiliki kemampuan berpikir abstrak tetapi juga
memiliki tingkat komitmen. Komitmen adalah kecenderungan untuk merasa
terlibat aktif dengan penuh tanggung jawab. Komitmen lebih luas daripada
kepedulian (concern). Comitment is longer than concern, because it includes time
and effort.
Seorang guru yang peduli terhadap tugas berati ia memiliki tingkat
kepedulian yang tinggi. Tingkat kepedulian harus diikuti pula dengan etik
profesional, bahwa ia memiliki komitmen terhadap jabatan guru. Secara etis ia
terikat kepada sumpah jabatan, ialah bahwa tugas pokoknya memanusiakan

manusia bukan mencari keuntungan pribadi.
Konsekuensi dari komitmen ini ia harus menyediakan waktu dan energi
dalam melakukan tugasnya. Komitmen ini tidak diperoleh sejak lahir, tetapi harus
dipelajari dan dikenal. Bagaimana membentuk rasa cinta pada tugas sebagai guru.
Program pendidikan harus mampu mengubah sikap calon guru untuk kemudian
dapat mencintai jabatan guru.
CIRI ORANG YANG MEMILIKI TINGKAT KOMITMEN
Komitmen Rendah
1. Tingkat keperdulian (concern)

Komitmen Tinggi
1. Tingkat keperdulian untuk siswa dan

terhadap siswa sedikit sekali

rekan sejawat tinggi
5

2. Kurang menyediakan waktu dan


2. Selalu menyediakan waktu, tenaga

tenaga untuk membahas masalahmasalah

yang cukup untuk membantu siswa
3. Sangat concern terhadap orang lain

3. Hanya memperdulikan satu tugas

dan memperdulikan orang lain.

2. Prototipe Guru
Dengan menggunakan variabel pengembangan, yaitu: tingkat berfikir
abstrak dengan tingkat komitmen kita dapat mengadakan klasifikasi guru-guru
yang ada. Pengukuran dapat dilaksanakan dengan menggunakan sebuah
paradigma/model dengan menggambarkan persilangan dua garis, yaitu garis
tingkat berfikir abstrak secara vertikal, yang bergerak dari tingkat yang rendah ke
tingkat yang lebih tinggi. Dari garis tanggung jawab/komitmen yang secara
horisontal bergerak dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Atas dasar itu
maka dapat dikategorikan empat sisi (kuadran) dan empat prototipe6 guru:
a. Kuadran I
Guru yang semacam ini mempunyai tingkat abstraksi dan tingkat
komitmen dan tanggung jawab yang rendah. Ia termasuk guru yang kurang
bermutu (drop out). Ia hanya melakukan tugas rutin tanpa tanggung jawab dan
perhatiannya hanya sekedar untuk mempertahankan pekerjaannya. Ia memiliki
sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya. Ia tidak tertarik
untuk memikirkan perubahan apa yang perlu dibuat dan hanya puas dengan
melaksanakan tugas rutin; yang dilakukan dari hari ke hari.
b. Kuadran II
Guru seperti ini memiliki tingkat tanggung jawab dan komitmen yang
tinggi tetapi tingkat abstraksinya rendah. Ia sangat energetik, anthusias dan
penuh kemauan. Ia berkeinginan untuk menjadi guru yang lebih baik dan
membuat situasi kelas lebih menarik sesuai dengan keadaan murid. Ia bekerja
sangat keras dan biasanya meninggalkan sekolah penuh dengan pekerjaan yang
akan dibuat dirumah. Sayangnya tujuan-tujuan yang baik tersebut terhalang
6

Sri Banun Muslim, 2010. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme

Guru, Jakarta, CV Alfabeta, IKAPI, hal. 85

6

oleh kurangnya kemampuan guru untuk menyelesaikan persoalan dan jarang
sekali melaksanakan segala sesuatu secara realistis.
Guru semacam ini digolongkan sebagai pekerja yang tidak memiliki
tujuan yang pasti. Salah satu faktor ialah kurangnya pemusatan perhatian
karena terlalu sibuk dan beban kerja yang bermacam-macam. Ia biasanya
terlihat dalam berbagai kegiatan (proyek) tetapi cepat dan mudah linglung,
ketakutan dibanjiri oleh tugas yang bertumpuk-tumpuk sehingga membebani
dirinya sendiri.
Akibatnya guru semacam ini jarang sekali menyelesaikan suatu usaha
peningkatan belajar mengajar secara tuntas dan sudah mulai lagi dengan
melaksanakan tugas dan program baru (guru semacam ini seringkali masuk ke
kelas dan bertanya pokok bahasan apa yang akan dibicarakan hari ini).
c. Kuadran III
Prototipe guru semacam ini memiliki tingkat tanggung jawab dan
komitmen rendah tetapi tingkat berfikir abstraknya tinggi. Ia pandai,
mempunyai kemampuan bicara yang tinggi, selalu mencetuskan ide-ide yang
besar tentang apa yang bisa dikerjakan di kelas atau secara keseluruhan di
sekolah. Ia bisa mengajukan ide atau rencana-rencana besar secara gamblang
dan memikirkan langkah-langkah pelaksanaannya demi tercapainya program
itu. Guru seperti ini disebut pengamat yang analitik (analitical observer). Ideidenya tak pernah terwujud.
Ia tahu apa yang harus ia kerjakan tetapi tidak bersedia mengorbankan
waktu, energi dan perhatian khusus untuk melaksanakannya.
d. Kuadran IV
Tipe guru semacam ini memiliki tingkat abstrak yang tinggi maupun
tingkat tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Ia benar-benar profesional
melalui peningkatan kemampuan yang terus menerus. Orang yang profesional
selalu punya kemampuan untuk mengembangkan dirinya terus menerus.
Baik siswa maupun teman sejawat bersama-sama diajak untuk menunaikan
tugas dan kewajibannya menentukan berbagai alternatif, membuat program
yang rasional dan mengembangkan serta melaksanakan rencana kegiatan yang
7

tepat. Tidak hanya melaksanakan hal-hal tersebut di atas untuk kelasnya saja,
tetapi untuk seluruh sekolah. Ia dihargai oleh teman-teman sejawat, dan
dihormati, dianggap sebagai “pemimpin” dan selalu mau membantu siapa saja
yang membutuhkan bantuannya.
Ia tidak hanya mampu mencetskan ide-ide, aktivitas maupun sarana
penunjang tetapi ia juga terlihat secara aktif dalam melaksanakan suatu rencana
sampai selesai. Ia adalah seorang pemikir dan sekaligus pelaksana (He is
thinker and a doer).
3. Kategori dan Prototipe Guru dalam Profesi Keguruan
Guru yang di butuhkan dalam sekolah adalah guru yang profesional.
Menurut Desi Reminsa (2008) menjadi sosok manusia professional adalah
tuntutan dalam setiap jenis jabatan, pekerjaan, ataupun profesi. Dan, perlu
diketahui bahwa dua satu hal paling penting yang menjadi aspek penentu bagi
keberhasilan sebuah profesi, yaitu sikap professional dan kualitas kerja.
Sederhananya, menjadi professional adalah menjadi sosok yang ahli dalam
bidangnya. Seseorang, apabila sudah ahli dalam bidang pekerjaan yang
digelutinya, maka ia akan mampu menjalankan pekerjaan itu secara professional
dan bertanggung jawab. Konsekuensi logis dari profesionalisme ini adalah mereka
akan memberikan hasil yang maksimal dan berkualitas.
Meski demikian, tidak semua ahli dapat menjadi sosok yang berkualitas.
Menjadi berkualitas itu bukan semata-mata persoalan ahli dan tidak ahli, tetapi
juga ditentukan pula oleh adanya integritas dan kepribadian yang mapan. Dengan
demikian, menjadi pribadi yang professional itu merupakan satu kesatuan antara
konsep kepribadian dan integritas yang lalu dipadupadankan dengan skill atau
keahlian.
Khusus pada profesi guru, menjadi professional merupakan sebuah
tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena guru jelas-jelas bertanggung
jawab pada kesuksesan anak-anak didiknya. Menjadi guru memang mensyaratkan
adanya keahlian tertentu minimal seorang guru harus menguasai secara mendalam
dan memahami materi pelajaran yang ia ajarkan. Apabila seorang guru tidak
8

menguasai materi pelajaran yang diampunya, maka lunturlah profesionalismenya.
Dengan pemahaman seperti ini, kita bisa memahami kalau tidak semua orang bisa
menjadi guru, bahwa menjadi guru itu memang tidak mudah.
Banyaknya guru yang tidak professional pada dasarnya merupakan
konsekuensi logis dari apa yang mendorongnya untuk memilih profesi itu. Tidak
sedikit orang-orang yang “terpaksa” melamar menjadi guru karena tidak ada
pekerjaan lain yang bisa mereka dapatnya. Akhirnya, cukup dengan modal mampu
menyampaikan materi pelajaran, mereka sudah berani mendaftar menjadi guru.
Bahkan, ada banyak lembaga pendidikan yang mengangkat seorang guru
semata-mata dengan pertimbangan “yang penting dia bisa mengajar”, tanpa terlalu
memikirkan sejauh mana keahlian, loyalitas dan dedikasi si calon guru. Padahal,
guru memegang peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan, terutama
demi mengentaskan kebodohan dan mengantarkan siswa-siswinya menuju
kesuksesan.
Mengingat bahwa profesi guru merupakan profesi yang sangat mulia dan
memiliki banyak tanggung jawab, maka diperlukan upaya maksimal dari seorang
guru agar bisa menjadi guru yang professional. Hal ini tidak lain demi
meningkatkan mutu pendidikan masyarakat Indonesia. Selain itu, guru merupakan
suatu jenis pekerjaan yang sangat lekat dengan citra kemanusiaan. Di tangan
seorang guru lah, masyarakat menggantungkan harapan dalam mencerdaskan
generasi muda. Karena itu, perlu di pahami beberapa kriteria dari seorang guru
professional, yaitu:
1. Memiliki Keahlian dalam Mendidik
Setiap orang bisa saja bekerja sebagai seorang guru, tetapi tidak semuanya
bisa menjadi guru yang benar-benar memiliki skill dan keahlian dalam
mendidik. Diperlukan upaya maksimal dan tak kenal lelah untuk bisa mencapai
tingkatan seorang guru yang professional, positif dan penuh motivasi. Berikut
ini beberapa potensi positif yang harus dimiliki dalam mendidik :
a. Memiliki kemampuan intelektual yang memadai, terutama yang berkaitan
dengan materi pelajaran yang di ampu.

9

b. Memiliki kemampuan untuk memahami visi dan misi pendidikan, sehingga
dapat membuat skala prioritas dan dapat bekerja secara lebih terarah.
c. Memiliki keahlian dalam mentransfer ilmu pengetahuan atau menguasai
metodologi pembelajaran dengan baik. Hal ini penting dimiliki oleh masingmasing guru agar apa yang mereka ajarkan benar-benar tepat sasaran dan
efektif.
d. Memiliki pemahaman yang baik tentang konsep perkembangan siswa. Hal
ini juga penting agar dalam mengajar guru dapat menilai sampai sejauh
mana keberhasilan mereka, apa saja kendala yang dihadapi dan bagaimana
menemukan solusi yang tepat.
e. Memiliki kemampuan mengelola dan mengatur siswa sehingga kegiatan
belajar bisa berjalan dengan efektif.
f. Memiliki kreativitas dan menguasai “seni mendidik” sehingga kegiatan
belajar dapat diikuti siswa-siswi dengan menyenangkan.
2. Posisikan Diri sebagai Guru yang Berkualitas
Persoalan-persoalan pendidikan yang sering muncul dewasa ini bukan
hanya berkenaan dengan semakin mahalnya biaya pendidikan. Namun,
persoalan lain yang tak kalah ironis adalah minimnya jumlah guru yang
memiliki kualitas. Profesi yang dinilai memiliki tenaga berkelas tinggi masih
dianggap sebagai hal milik dari bidang pekerjaan yang “elit” seperti teller
bank, dokter, insinyur dan psikolog. Padahal, guru seharusnya juga merupakan
sebuah profesi yang sangat mulia

dan karenanya layak mendapat

penghormatan yang tinggi di masyarakat. Mengingat begitu pentingnya peran
guru bagi proses perubahan dan perbaikan di masyarakat, maka sudah
sepantasnya kalau profesi guru ini ditempatkan pada posisi yang terhormat.
Namun, tinggi rendahnya kualitas sebagai seorang guru sebaiknya tidak
ditentukan oleh penilaian masyarakat, melainkan lebih kepada keberhasilan
anak-anak didik. Jika ingin menjadi seorang guru yang hebat, maka
tunjukkanlah skill, dedikasi dan pengorbanan yang maksimal demi meraih

10

kemajuan pendidikan sehingga kelak masyarakat luas dapat menilai sendiri
sejauh mana kualitas seorang guru.7
D. ANALISA
Menurut analisis kami, setiap guru pasti memiliki kategori dan tipe yang
berbeda-beda dalam proses pembelajaran. Dimana ada guru yang berkategorikan
guru lemah yang mempunyai tingkat abstraksi rendah dan tingkat komitmennya
juga rendah. Kemudian ada guru yang energik yang punya tanggung jawab dan
komitmen tinggi, akan tetapi tingkat abstraksinya rendah. Selanjutnya ada guru
konseptor yang hanya pandai membuat konsep-konsep baru tentang pembelajaran
akan tetapi tidak mampu mewujudkannya. Dan yang terakhir yaitu guru
profeisonal, dimana tipe ini merupakan tipe yang paling baoik dari tipe-tipe yang
lainnya. Guru professional ini merupakan guru yang ideal dalam pembelajaran
yang mempunyai kemampuan yang lengkap dari tipe-tipe lainnya, sehingga guruguru sekarang diharapkan mampu menjadi guru yang profesional.
E. KESIMPULAN
Setelah membahas tentang “KATEGORI dan PROTOTIPE” maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kategori adalah bagian dari suatu sistem klasifikasi (golongan, jenis
pangkat, dan sebagainya). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kategori guru adalah guru yang memiliki tingkat berfikir abstrak
dan guru yang memiliki tingkat komitmen.
2. Prototipe adalah model yang mula-mula (model asli) yang menjadi contoh.
Untuk itu, ada empat prototipe guru: kuadran I (guru yang kurang bermutu
(drop out)), kuadran II (guru yang kurang memusatkan perhatian (unfocus
worker), kuadran III (guru seperti ini disebut pengamat yang analitik
(analitical observer), kuadran IV (guru yang profesional).
3. Kategori dan prototipe guru dalam profesi keguruan adalah

7

Nurlaela Isnawati, Guru Positif-Motivatif, Laksana, Jogjakarta, 2010, hal.117-122

11

DAFTAR PUSTAKA
Made Pidarta. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Rineka Cipta: Jakarta
Mahmud Yunus. 1990. Pokok-Pokok Pendidikan Dan Pengajaran. PT Hidakarya
Agung: Jakarta
Nurlaela Isnawati. 2010. Guru Positif-Motivatif. Laksana : Jogjakarta

12

Piet A. sahertian dan Ida Aleida Sahertian. 1992. Supervisi Pendidikan. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Sri Banun Muslim. 2010. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas
Profesionalisme Guru. CV Alfabeta IKAPI: Jakarta
Tim Penyusun Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar,
_: Jakarta

13