PERTUMBUHAN, KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

  

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN

DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Di negara-negara miskin, perhatian utama terfikus pada dilema antara  pertubuhan ekonomi vs distribusi pendapatan.

  Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang tinggi sehingga pertumbuhan

   yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lebih berarti apabila diikuti oleh

   pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Berbagai kebijakan ekonomi untuk menumbuhkan produksi akan lebih berarti

   apabila dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas atau pemerataan kesejahteraan sehingga orientasi pemerataan seharusnya menjadi muara dari seluruh kegiatan perekonomian suatu bangsa. Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan dengan masalah

   kemiskinan. Dengan demikian, orientasi pemerataan merupakan usaha untuk memerangi kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan merupakan masalah

   pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di suatu negara. Secara logika, jurang pemisah (gap) yang semakin lebar antara kelompok

  

penduduk kaya dan miskin berarti kemiskinan semakin meluas dan sebaliknya.

Persoalan pemerataan dan kemiskinan, pada akhirnya indikator pemertaan

   merupakan evaluasi tahap akhir keberhasilan pembangunan.

  Ada berbagai tolak ukur untuk menghitung tingkat pemerataan pendapatan,

  al. Gini Coeffisient atau Gini Ratio, Kuznet’s Index, Oshama’s Index dan Theil Decomposition Index.

  Dari sekian tolak ukur tsb. yang paling populer dipakai adalah Gini

  • Coeffisient.

  1. Gini Coeffisient Rumus GC sbb.: n

  n GC = 1 - ∑ (X – X ) (Y + Y ) atau

  GC = 1 - ∑ f (Y + Y ) i+1 i i i+1 i i+1 i

  1

1 Ket: GC = Angka Gini Coeffisient.

  X = Proporsi jumlah RT kumulatif dalam kelas i i f = Proporsi jumlah RT dalam kelas i i

  Y = Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif dalam kelas i i

  Kelas i, jika dibagi 5 kelas menjadi: 20% termiskin, 20% ke-2, 20% ke-3, 20% ke-4, 20% terkaya

  • Kelas i, jika dibagi 3 kelas menjadi: 40% miskin, 40% menengah, 20% terkaya

  CATATAN: Angka GC berkisar antara 0 sd 1

  Angka GC = 0 (merata mutlak), angka GC = 1 (tidak merata mutlak) adalah tindak

  • mungkin terjadi dalam kenyataan. Untuk negara-negara sedang berkembang, dinyatakan bahwa distribusi pendapatan
  • sangat timpang apabila angka gini terletak antara 0,5 sd 0,7 dan relatif sama ketimpangan distribusi pendapatannya apabila angka gini terletak antara 0,2 sd 0,35. Menurut H.T. Oshima, ketimpangan rendah apabila angka gini < 0,3; ketimpangan sedang
  • apabila angka gini terletak antara 0,3 sd 0,4; ketimpangan tinggi apabila angka gini > 0,4.

  2. Relative Inequality Pola distribusi pendapatan masyarakat yang didasarkan pada hasil perhitungan gini ratio baru

  • menggambarkan tingkat pemerataan pendapatan secara global. Berapa bagian yang diterima kelompok berpendapatan terendah/miskin belum nampak jelas. Pusat Penelitian Bank Dunia dan Lembaga Studi Pembangunan Universitas Sussex,
  • memberikan gambaran lebih jelas mengenai masalah ketidakadilan (inequality) melalui indikator yang disebut relative inequality. Relatif inequality merupakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang diterima oleh
  • berbagai golongan masyarakat. Kriteria relative inequality sbb.:
  • High inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima <12% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi sangat pincang. Moderate inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima antara 12% sd 175 dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau kepincangan dianggap sedang. Low inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima >17% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi pendapatan tidak terlalu pincang.

  3. Relative Inequality dan Absolute Poverty

  Dimensi permasalahan distribusi pendapatan dalam relative inequality belum lengkap apabila tidak memperhatikan tingkat kemiskinan absolut ( absolute poverty) dalam masyarakat.

  • Relatifve inequality dan absolute poverty merupakan dua aspek kembar dalam konsep keadilan dalam proses perkembangan masyarakat.
  • Absolute poverty berdasarkan studi penelitian di negara-negara sedang berkembang oleh Montex S. Ahluwalia dengan mempergunakan dua ukuran, yaitu: 1. tingkat pendapatan US $ 50 2. tingkat pendapaan US $ 75 per tahun/jiwa
  • Persoalan selanjutnya, mengetahui hubungan antara Relatifve inequality dan absolute poverty yaitu menjawab pertanyaan berupa jumlah orang dalam kelompok berpendapatan rendah (40% miskin) yang hidup dibawah garis kemiskinan US $ 75 per tahun/jiwa.
  • Langkah-langkah sbb.:

  1. Menghitung nilai GNP atau pendapatan nasional total:

  

2. Menghitung bagian yang diterima oleh 40% kelompok berpendapatan rendah/miskin

berdasarkan distribusi:

  3. Menghitung bagian yang diterima 40% kelompok miskin secara per kapita: T GNP

  = GNP kap

  . P Dis = x% . T GNP

  YP = Dis 40% . P Ket: T = nilai total GNP

  GNP GNP = GNP perkapita kap

  P = jumlah seluruh penduduk x% = % bagian GNP yang diterima 40% kelompok berpendapatan rendah Yp = pendapatan penduduk miskin Misalnya: Pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia US $128, jumlah

  • penduduk 120 juta jiwa dan 40% penduduk berpendapatan rendah menerima 15% dari seluruh pendapatan, maka dapat dihitung pendapatan per kapita penduduk miskin sbb.

  1. Nilai pendapatan total penduduk: = 120 juta x $128 = $15.360 juta

  2. Bagian yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan rendah: = 15% x $15.360 = $2.304 juta 3. 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita akan menerima: = $2.304 juta/ 40% x 120 juta = $48

Jadi 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita menerima $48

dan angka ini masih dibawah $50 atau $75 sebagai batas garis kemiskinan

internasional. Bagaimana sekarang?

  4. Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Garis kemiskinan merupakan patokan terpenting untuk mengukur tingkat kemiskinan

  • sehingga kebijaksanaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan perkiraan tentang kemiskinana terkait dengan tolok ukur garis kemiskinan tsb. Dalam pembahasan ini, tingkat kemiskinan dan garis kemiskinan akan diuraikan
  • secara tersendiri untuk memudahkan pemahaman kita.

  1) Tingkat Kemiskinan Pada dasarnya terdapat dua pendekatan di dalam mengukur tingkat kemiskinan yaitu:

   Head-count measure, yaitu memperkirakan jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan.

  Poverty gap, yaitu memperhitungkan jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

  Ukuran jumlah orang (head-count measure) di dalam menentukan tingkat kemiskinan

   diperoleh dari :

  K = q/n . 100

  Ket: K = tingkat kemiskinan q = jumlah penduduk miskin atau berada dibawa garis kemiskinan n = jumlah penduduk

  Sedangkan ukuran kesenjangan kemiskinan ( poverty gap) dilakukan berbagai bentuk  tergantung tujuan yang ingin dicapai dengan ukuran tsb.

  Di samping perkiraan jumlah dana yang harus disediakan untuk menghapus

   kemiskinan, tidak jarang pula ukuran ini dinyatakan secara relative, yakni perbandingan antara jumlah kesenjangan kemiskinan dengan variable lain seperti PDB, jumlah pendapatan penduduk miskin, jumlah pendapatan penduduk tidak miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, jumlah BLN atau nilai ekspor. Perlu diketahui bahwa kesenjangan kemiskinan diukur dengan memperlihatkan

   perbedaan tingkat pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan, rumus:

  PG = GK – Yp

  Ket : PG = kesenjangan kemiskinan GK = garis kemiskinan Yp = pendapatan penduduk miskin

   %PG = PG/ Vt . 100%

  Bila kesenjangan kemiskinan diukur secara relatif , dapat diperoleh dengan cara :

  Ket: %PG = kesenjangn kemiskinan relatif Vt = variabel tertentu secara per kapita, seperti PDB, bantuan luar negeri, pendapatan penduduk miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, dsb.

2) Garis Kemiskinan

   Perkiraan tentang garis kemiskinan dengan beberapa pendekatan, misalnya kebutuhan minimum, atau kebutuhan dasar. Perkiraan garis kemiskinan di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para ahli seperti Esmara, Sayogya, Booth dsb.  Dalam konsep kemiskinan mutlak, garis kemiskinan merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Sedangkan dalam konsep

  kemiskinan relatif, pendapatan yang sudah di atas garis

  kemiskinan ,namun masih jauh lebih rendah kondisinya dibandingkan keadaan masyarakat sekitar, maka orang atau keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin.

   Pendapat ahli tentang ukuran garis kemiskinan di Indonesia.

  Penelitian Kriteria Garis Kemiskinan

  Esmara Konsumsi beras per kapita/tahun (kg) 125 Sayogya Tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang/tahun

  (kg):

  1. Miskin

  2. Miskin Sekali

  3. Paling Miskin 480 (kota)/320 (desa) 360/ 240 270/ 180

  Ginneken Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari (kalori) 2000 Anne Booth Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari (kalori) 2000 Gupta Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari (Rp) 24000 Hasan Pendapatan minimum per orang/ tahun (US $) 125 (kota)/ 95 (desa) BPS Konsumsi kalori per kapita/ hari

  Pengeluaran per kapita/ bulan (Rp) 2100 13731 (kota)/ 7746 (desa)

  Bank Dunia Pengeluaran per kapita/ bulan (Rp) 6719 (kota)/ 4479 (desa)

5. Kebutuhan Dasar dan Garis Kemiskinan

  Strategi kebutuhan dasar ( basic needs) dipopulerkan ILO tahun 1976 dengan judul

   “ Kesempatan Kerja pertumbuhan ekonomi, dan Kebutuhan Dasar : Suatu Masalah bagi Satu Dunia”. Selanjutnya pendekatan kebutuhan dasar ini diikuti oleh kelompok- kelompok lain, lembaga-lembaga nasional dan internasional maupun perorangan yang telah menarik pelajaran dari pengalaman pertumbuhan ekonomi yang kurang memperhatikan masalah kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran. Strategi kebutuhan dasar memang memberi tekanan pada pendekatan langsung dan

   bukan cara tidak langsung seperti trickle-down effect dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kesulitan umum dalam penentuan indikator pertumbuhan dasar adalah standar atau

   kriteria yang subyektif karena dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah dan kelompok sosial. Di samping itu kesulitan penentuan secara kuantitatif dari masing-masing komponen kebutuhan dasar karena dipengaruhi oleh sifat yang dimiliki oleh komponen itu sendiri, seperti misalnya selera konsumen terhadap jenis makanan atau sepatu atau rumah.

  Namun demikian beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan mengenai

   konsep kebutuhan dasar ini termasuk alat ukurnya. Dalam bab ini akan dibahas mengenai komponen kebutuhan dasar, karakteristik kebutuhan dasar dan hubungannya dengan garis kemiskinan.

  1). Komponen Kebutuhan Dasar Menurut United Nations (1961), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: kesehatan,

   bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosal, kebebasan manusia. Menurut UNRISD (1966), terdiri atas: kebutuhan gizi, perumahan dan kesehatan

   (kebutuhan fisik primer), kemudian pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup (kebutuhan kultural) dan kebutuhan atas kelebihan pendapatan. Menurut Ganguli dan Gupta (1976): menilai gizi, perumahan, pelayanan kesehatan

   pengobatan, pendidikan, dan sandang sebagai komponen primer. Menurut Green (1978): personal comsumption items (pangan, sandang dan

   pemukiman) dan basic public services (fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air minum, pengangkutan dan kebudayaan) merupakan dua sasaran pokok.

  Bagaimana komponen kebutuhan dasar untuk bangsa Indonesia? Esmara melihat sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan

   merupakan komponen kebutuhan dasar primer. BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menyusun komposisi

   kebutuhan dasar pangan dan bukan pangan seperti terlihat dalam tabel 2 dan 3 berikut ini. Adapun indikator untuk mengukur kebutuhan dasar adalah pengeluaran per kapita di daerah kota maupun pedesaan.

  

  Tabel 2. Komposisi Pengeluaran Konsumsi Penduduk di Indonesia

  Kebutuhan Dasar Bukan Kebutuhan Dasar Penelitian

  Kota Desa Kota Desa

  A. Pangan

  1. Padi-Padian dan Hasil-Hasilnya

  V V

  2. Ubi-Ubian dan Hasil-Hasilnya

  V V

  3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya

  V V

  4. Daging

  V V

  5. Telur, susu dan hasil-hasil dari susu

  V V

  6. Sayur-sayuran

  V V

  7. Kacang-kacangan

  V V

  8. Buah-buahan

  V V

  9. Konsumsi lainnya (V) (V)

  10. Makanan yang sudah jadi

  V V

  11. Minuman yang mengandung alkohol

  V V

  12. Tembakau, sirih

  V V

  B. Bukan Pangan

  1. Perumahan, bahan bakar, penerangan dan air

  V V

  2. Barang-barang dan jasa-jasa (V) (V)

  3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala

  V V

  4. Barang-barang yang tahan lama

  V V

  V V

  5. Keperluan pesta dan upacara

  V V

  V V

  Cat: tanda V, memperlihatkan dipergunakan sepenuhnya dan tanda (V) dipergunakan sebagian

  Sumber: Suseno TW, 1990. dari pengeluaran rata-rata jenis pengeluaran kategori kebutuhan dasar atau bukan kebutuhan dasar.

  

a. Berdasarkan seluruh pengeluaran untuk konsumsi lainnya ini, diperkirakan 50%

dipergunakan untuk kebutuhan dasar bagi penduduk yang berdiam di kota dan 75% desa. Dalam kategori kebutuhan dasar ini termasuk garam, lada, gula pasir, minyak goreng dsb.

  b. Dalam kategori pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa ini, termasuk pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan.

  

Berdasarkan tabel 3, dijelaskan mengenai indikator kebutuhan minimum untuk

   masing-masing komponen sbb.: 1) Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein.

  

2) Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan

pakaian, alas kaki, dan tutup kepala.

  

3) Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa

rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang dan air.

  

4) Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan

biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, buku).

  

5) Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk

penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan termasuk obat- obatan.

  Tabel 3. Perkiraan Pengeluaran per Kapita untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar menurut Komponen dan seluruh Pengeluaran per Kapita di Indonesia (Rp/bulan)

  1970 1980 Kebutuhan Dasar

  Kota Desa Kota Desa Pangan

  V V

  V V

  1. Padi-Padian dan Hasil-Hasilnya x x x x

  2. Ubi-Ubian dan Hasil-Hasilnya x x

  3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya x x x x

  4. Daging x x x x

  8. Buah-buahan x x x x

  6. Sayur-sayuran x x x x

  7. Kacang-kacangan x x

  Konsumsi lainnya

  V V

  V V

  V V

  V V Sandang Perumahan

  V V

  V V Pendidikan

  V V

  V V Kesehatan

  V V

  V V Jumlah Rata-Rata Kebutuhan Dasar 1240 999 7770 5482 Pengeluaran Rata-Rata

  1819 1272 7212 12208 Sumber: Suseno TW, 1990.

  2). Karakteristik Pengeluaran per Kapita

  Karakteristik pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagai dasar penentuan garis kemiskinan, dapat dilihat dari 3 hal, sbb:.

  a). Komposisi Kebutuhan Dasar: 100% K = Cp/np . Kd Ket

  K = komposisi kebutuhan dasar dalam persen Cp/np = pengeluaran per kapita untuk pangan atau bukan pangan Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita

  a).Ratio Kebutuhan Dasar dan Pengeluaran per Kapita: 100% R = K .

  C Ket: R = ratio kebutuhan dasar dan pengeluaran per kapita rata-rata dalam person Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita Kd = pengeluaran rata-rata per kapita

a). Ratio Kota dan Desa:

  Rkd = Kd kota .

  100% Kd desa Rc = C kota . Cd desa Ket

  Rkd = rasio kebutuhan dasar rata-rata per kapita kota terhadap desa Rc = rasio pengeluaran rata-rata per kapita kota terhadap desa Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita C = pengeluaran rata-rata per kapita

  3).Kebutuhan Dasar dan Garis Kemiskinan Secara internasional, garis kemiskinan ditentukan berdasarkan kebutuhan dasar: Atkinson, menyarankan garis kemiskinan ditentukan ½ dari pengeluaran per kapita.

   McNamara, mengatakan 1/3 dari pengeluaran per kapita.

   Esmara, mengemukakan sekitar 2/3 (kota) dan ¾ (desa) dari pengeluaran per kapita.

   Sementara itu garis kemiskinan di Indonesia, Esmara membedakan antara garis kemiskinan relatif dan mutlak, berdasarkan pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar.

  Secara relatif, garis kemiskinan rakyat dihitung berdasarkan realisasi pengeluaran per

   kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar (Kd). Secara mutlak, perkiraan pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar

   diproyeksikan melalui IBM sehingga diperolah menurut harga yang berlaku.