BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare dan Penyebabnya - Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare dan Penyebabnya

  Menurut Navaneethan dan Ralph (2011), diare secara umum didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi dari buang air besar dan bentuk tinja yang tidak normal atau cair. Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare merupakan buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono, 1991).

  Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi reasorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicerna, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di kolon mencerna lagi sisa- sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dapat diserap selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi dan akhirnya isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat dimana pelintasan chymus menjadi dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja (Priece dan Lorraine, 2005).

  Menurut Depkes (2007), berdasarkan ada atau tidak adanya infeksi, diare dibagi atas diare infeksi spesifik dan non spesifik. Diare infeksi spesifik disebabkan oleh infeksi seperti virus, bakteri, parasit dan enterotoksin. Sedangkan diare non spesifik tidak disebabkan oleh adanya infeksi (diare dietetik), namun oleh alergi makanan atau minuman (intoleransi), gangguan gizi serta bisa disebabkan oleh efek samping obat.

  Keracunan makanan oleh beberapa bakteri juga dapat menyebabkan diare. Bakteri tersebut umumnya merupakan Gram negatif, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.6 berikut.

  Salmonella Daging sapi/

  C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata (Jawetz, 2001).

  Morfologi dan ciri-ciri pembeda Escherichia coli yaitu: merupakan batang Gram negatif, terdapat tunggal, berpasangan, dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul, tidak berspora, motil atau tidak motil, lipotrikus, aerobik, anaerobik

  o Escherichia coli merupakan bagian dari flora normal saluran pencernaan.

  C tapi dapat tumbuh pada suhu 8 - 40

  o

  Bakteri ini adalah Gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1 - 4 μm, lebar 0,4 - 1,7 μm, berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37

  Sumber: Tjay dan Rahardja, 2007; Kohanski, et al., 2010

  dehidrasi Kurang dari 24 jam

  Staphyl.aureus Makanan/air Muntaber,

  darah 7-10 hari

  Shigella Makanan/air Diare dengan

  unggas, susu Muntaber, demam 3-6 hari sampai 2 minggu

  10-14 hari

Tabel 2.1 Bakteri penyebab keracunan makanan dan diare

  kaleng/ botol Diare dan gangguan saraf

  Clostrid.botulin Makanan di

  3-5 hari

  sapi/unggas, susu Diare darah dan demam, nyeri perut

  Campylob.jejuni Daging

  Daging sapi, susu Diare darah 10-12 hari

  E.coli

  kejang 2-3 hari

  Clostrid.perfing. makanan Diare, nyeri,

  dehidrasi Cepat

  Bacillus cereus makanan Muntaber,

  Kuman Sumber Gejala Pemulihan

2.1.1 Escherichia coli

  fakultatif, penghuni normal usus besar, seringkali menyebabkan infeksi.

  

Escherichia coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi dari jumlah

  normalnya. Galur-galur tertentu mampu menyebabkan peradangan selaput perut dan usus (gastroenteritis). Bakteri ini menjadi patogen yang berbahaya bila hidup di luar usus besar seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir (sistitis) (Jawetz, 2001).

  E.coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di dunia. Dimana

  klasifikasinya berdasarkan ciri khas dan sifat virulensinya (yaitu E.coli enteropatogenik atau EPEC dan E.coli enterotoksigenik atau ETEC) dimana mekanismenya dalam menimbulkan penyakit juga berbeda-beda (Jawetz, 1996).

2.1.2 Salmonella thypi

  Salmonella adalah batang bergerak yang secara khas meragikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi meragikan laktosa dan sukrosa (Jawetz, 1996). Bakteri ini menyebabkan tifus perut yang ditularkan pada manusia oleh basil ternak (telur itik). Tifus sebenarnya termasuk ke dalam penyakit demam, berhubungan adanya beberapa gejala, seperti demam tinggi (dengan bradycardia) dan kepala sangat nyeri. Tetapi penyakit ini juga merupakan penyebab utama infeksi usus (Kohanski, et al., 2010).

  Kuman-kuman ini memperbanyak diri di usus, lalu menyebar melalui limfe dan darah ke sirkulasi besar dan hati. Melalui saluran empedu basil tiba lagi dalam usus, dengan demikian infeksi dipertahankan. Diagnosa dilakukan melalui persemaian darah (Setiabudy dan Vincent, 1995).

  2.1.3 Vibrio cholera

  Pada isolasi yang pertama, Vibrio cholera berbentuk koma, batang bengkok kira-kira 2 - 4 μm. Bakteri ini sangat akti bergerak dengan memakai satu flagel kutub. Pada biakan yang lama, vibrio dapat menjadi batang lurus yang menyerupai bakteri enterik Gram negatif (Jawetz, 1996).

  Organisme ini tidak menyebar di luar saluran pencernaan dan berkembang biak sampai konsentrasi sangat tinggi dalam usus kecil dan usus besar. Vibrio

  

cholera tidak menembus lapisan epitelium seperti Shigella, namun melekat erat

  pada lender usus. Diare dari V. cholera adalah akibat sekeresi enterotoksin yang disebut koleragen yang merangsang kegiatan enzim siklase adenil, yang selanjutnya mengubah ATP menjadi AMP siklik (cAMP: cyclic AMP). Kegiatan ini identik dengan kegiatan yang dipertelakan enterotoksin LT yang diproduksi

  • oleh E. coli enteropatogen, cAMP merangsang sekresi (Cl dan menghambat
    • penyebaran Na , yang berakibat kehilangan cairan dalam jumlah besar dan ketidakseimbangan elektrolit (Volk dan Wheeler, 1989).

  2.1.4 Shigella dysenteriae

  Shigella adalah batang Gram negatif ramping, berbentuk kokobasil ditemukan pada biakan muda. Infeksinya hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi ke aliran darah sangat jarang. Shigella sangat menular dan

  3

  untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis kurang dari 10 organisme

  5

  8

  (sedangkan untuk salmonella dan vibrio adalah 10 – 10 ). Pada waktu terjadi autolisis, bakteri ini akan mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik.

  Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus (Jawetz, 1996).

  Shigella dysenteriae (kadang disebut basil Shiga) mengeksresikan

  neurotoksin dan enterotoksin yang kuat. Neurotoksin ditandai dengan kelumpuhan dan kematian apabila diinjeksikan pada hewan percobaan seperti kelinci.

  Enterotoksin dapat ditunjukkan segera dengan akumulasi cairan dalam ruas terikat ileum kelinci. Enterotoksin S. dysenteriae kelihatannya tidak merangsang sintesis cAMP, dan mekanisme kerja tidak diketahui (Volk dan Wheeler, 1989).

  2.1.5 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, berbentuk kokus,

  bila diamati di bawah mikroskop, berpasangan atau berkelompok, yang memiliki warna keemasan muda. Bakteri ini merupakan bakteri patogen berupa anaerob

  o

  fakultatif dan tumbuh pada suhu optimum 37 C (Jawetz, 2001). Bakteri ini menyebabkan infeksi pada luka yang mungkin menyebar ke lapisan subkutan kulit yang menyebabkan terjadinya abses permukaan yang terlokalisasi atau bisul. Bakteri ini merupakan mikroorganisme flora normal manusia yang terdapat pada saluran nafas atas dan kulit yang jarang menyebabkan penyakit individu yang sehat (Volk dan Wheeler, 1989).

  Keracunan makanan yang disebabkan enterotoksin stafilokokus ditandai dengan masa inkubasi pendek (1 - 8 jam). Gejala yang akan timbul berupa muntah, mual dan diare hebat, penyembuhannya cepat. Infeksinya tidak ada gejala demam (Jawetz, 1996).

  2.1.6 Bacillus cereus

  Basilus aerob Gram positif ini dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dengan membentuk spora (Jawetz, 1996; Gillespie dan Bamford, 2007). Keracunan makanan karena Bacillus cereus mempunyai dua bentuk berbeda, jenis muntah yang berkaitan dengan nasi yang terkontaminasi dan jenis diare yang berkaitan dengan daging dan saus.

  Bacillus cereus menghasilkan beberapa enterotoksin, penyebab diare yang

  lebih bersifat keracunan daripada infeksi lewat makanan. Bentuk emetik bermanifestasi sebagai mual, muntah, kejang otot perut, kadang-kadang diare dan dapat sembuh sendiri, dengan masa penyembuhan yang terjadi dalam 24 jam (Jawetz, 1996; Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2 Pengobatan Diare

  Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

  1. Kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon.

  2. Obstipansia, yang dibagi menjadi:

  a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

  b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.

  c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium.

  3. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Jawetz, 1996; Tjay dan Rahardja, 2007).

  Untuk pengobatannya, khusus untuk diare jenis infeksi spesifik maka digunakan kemoterapeutik. Terapi antibiotik diberikan bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen. Karena pemeriksaan terhadap bakteri ini kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotik dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja dan sebagainya (Noerasid, 1988).

  Pengobatan diare infeksi juga dapat dilakukan dengan herbal. Herbal dikenal aman untuk berbagai jenis penyakit karena memiliki efek samping yang sedikit atau bahkan tidak ada (Bueno, 2012; Eja, et al., 2011). Penggunaan antibiotik konvensional oral secara umum juga akan mempengaruhi flora normal usus. Selain itu, pertimbangan lain dalam penggunaan antibiotik konvensional adalah resistensi bakteri.

  Senyawa antibakteri alam (bisa juga yang herbal) dapat dikatakan aman untuk mengobati diare infeksi. Efek samping yang ditimbulkan sedikit, bahkan tidak ada. Selain itu, senyawa antibakteri alam dikategorikan antibakteri selektif, yang hanya aktif terhadap bakteri patogen, sehingga tidak akan mengganggu pertumbuhan flora normal usus (misalnya daun Raspberry merah, bawang putih, dan VCO) (Noerasid, 1988; Hasibuan, 2012; Marhamatizadeh, et al., 2012). Aksi menguntungkan lain dalam antibakteri herbal sebagai antidiare adalah kandungan antioksidan herbal tersebut yang dapat membantu meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi mikroorganisme (Bueno, 2012).

  2.3 Kombinasi Antimikroba

  Bila dua obat antimikroba bekerja secara bersamaan pada populasi mikroorganisme yang homogen, pengaruhnya dapat dilihat pada uji in vitro dan in

  vivo , dimana dapat berupa salah satu dari yang berikut ini:

  1. Tidak terjadi apa-apa, yaitu daya kerja gabungan tidak lebih besar daripada daya kerja obat yang lebih efektif bila digunakan sendiri

  2. Pertambahan, yaitu daya kerja gabungan sama dengan jumlah daya kerja tiap obat bila digunakan sendiri-sendiri

  3. Sinergisme, yaitu daya kerja gabungan nyata lebih besar daripada jumlah kedua efek

  4. Antagonisme, yaitu daya kerja gabungan kurang daripada daya kerja obat yang lebih efektif bila digunakan sendiri-sendiri (Jawetz, 1996) Pada umumnya dua antibiotik yang bersifat bakterisid bila dikombinasi akan bekerja sinergis sedangkan kombinasi dua antibiotik bakteriostatik dengan bakteriostatik adalah antagonis bila kuman peka dengan antibiotik bakterisid. Penggunaan kombinasi antimikroba atau antibiotik yang tepat sebaiknya memenuhi tujuan seperti sinergis terhadap mikroba penyebab infeksi, dapat mencegah resistensi mikroba, kombinasi merupakan tindak awal penanganan infeksi sehingga dapat berspektrum luas, serta dapat digunakan untuk menangani beberapa infeksi sekaligus (Wattimena, dkk., 1991).

  2.4 Bawang Putih

  Tanaman umbi dari golongan Allium, umumnya digunakan untuk bumbu masakan. Tanaman ini berguna bagi kesehatan manusia.Walaupun bawang putih selalu dimakan mentah atau dimasak, suplemen bawang putih yang berbeda termasuk yang dikeringkan atau formula bubuk, minyak dan ekstrak cairan akhir- akhir ini sudah beredar di pasaran untuk memenuhi permintaan dari konsumen terhadap senyawa bioaktif bawang putih (Cobas, et al., 2010).

  Menurut USDA National Agricultural Statistic Service, bawang putih yang dihasilkan di Amerika Serikat sekitar 252.000 ton pada tahun 1997, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Penggunaanya sebagai suplemen juga merupakan penggunaan terbanyak dalam beberapa dekade terakhir ini (Woodward, 1996).

  28% Bawang putih 14% Gingseng

  13% Ginkgo 11% Echinachea 11% Antioksidan

  9% Beta karoten 8% Teh kamomile 8% AHAs 8% Herbal ST. John's Wort

  7% Melatonin 7% Cabe rawit 7% Suplemen berenergi 7% Suplemen diet 6% Jahe 6% Probiotik

Gambar 2.1 Peringkat suplemen yang digunakan di Amerika Serikat tahun 1979

  (Fenwick dan Hanley, 1985) Bukti awal pemanfaatan bawang putih ditemukan pada banyak kuburan

  Mesir, awal 3.750 SM (Woodward, 1996). Ahli sejarah juga menemukan bukti lain melalui tulisan dan gambar pada bangunan piramidanya yang menyebutkan 22 formula bawang putih sebagai pengobatan rumah tangga untuk penyakit yang ringan termasuk masalah jantung, sakit kepala, bekas sengatan, luka bakar dan tumor (Block, 1985; Cobas, et al., 2010). Hippocrates juga menyebutkan bawang putih sebagai Father of Medicine, karena efektif sebagai laksatif dan diuretik. Pada Olympic Games pertama di Yunani pada 776 SM, para atlet mengkonsumsi bawang putih sebagai stimulan (Fenwick dan Hanley, 1985; Block, 1985).

  Di Cina bawang putih sering dibuat dalam bentuk teh dan direkomendasikan untuk mengobati demam, sakit kepala, diare, dan untuk memperpanjang usia (Srivastava, et al., 1995). Di India digunakan untuk penanganan ambeien, reumatik, dermatitis, batuk, dan sebagai lotio antiseptik karena sifat antibakterinya. Tahun 1858 Louis Pasteur menyadari dan membuktikan bahwa bawang putih memiliki sifat antibakteri yang kemudian menjadikannya digunakan dalam perang dunia pertama dan kedua, ketika antibiotik golongan penisilin dan sulfa jarang ditemukan (Cobas, et al., 2010).

2.4.1 Kandungan kimia bawang putih

  Zat kimia yang terkandung dalam bawang putih sedikit kompleks dan dihasilkan sebagai pertahan diri untuk melawan gangguan mikroorganisme dan pengganggu lainnya (Amagase, et al., 2001). Bawang putih terkenal dengan bau spesifik karena terdapat kandungan allicin dan komponen sulfurnya yang larut dalam minyak. Senyawa spesifik dan mudah menguap pada bawang putih yang dihancurkan adalah dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida, metilalil disulfida, metilalil trisulfida, 2-vinil-1,3-ditin, 3-vinil-1,2-ditin (Fenwick dan Hanley, 1985) dan E,Z-ajoene (Amagase, et al., 2001).

  Beberapa sifat gizi dan kimia dari bawang putih dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut. Bawang putih telah diuji untuk menentukan kadar air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, energi, abu, pH, keasaman dan kandungan minyak essensial (Haciseferogullari, et al., 2005).

Tabel 2.2 Nilai nutrisi dan kandungan dari bawang putih (ditampilkan per 100 g

  bawang putih mentah) Kandungan Nilai Mineral Nilai Vitamin Nilai

  Energi 119 kkal Potasium 446 mg Tiamin (Vit. B1) 0,16 mg Kadar air 70 % Fospor 134 mg Riboflavin (Vit. B2) 0,02 mg Protein 4,3 g Magnesium 24,1 mg Niasin (Vit. B3)

  1,02 mg Karbohidrat 24,3 g Sodium 19 mg Piridoksin ( Vit. B6)

  0,32 mg Serat 1,2 g Kalsium 17,8 mg Asam Folat 4,8 µg Lemak 0,23 g Besi 1,2 mg

  Asam Askorbat (Vit.C) 14 mg

  Alkohol 0 mg Zink 1,1 mg Karotenoid (β- Karoten) 5 µmg

  Abu 2,3 % Iodin 4,7 µg Vitamin A sedikit pH 6,05 Selenium 2 µg Vitamin E 0,011 µg Keasaman 0,172 %

  Sumber: Cobas, et al., 2010 Setiap bawang putih diproses dengan mengiris atau menghancurkannya, komponen-komponennya akan diubah menjadi ratusan senyawa sulfur organik dalam waktu yang singkat. Ketika dirusak, misalnya oleh mikroba atau dihancurkan, atau ketika didehidrat dan dilarutkan dengan air, enzim allinase dengan cepat akan mengubah cytosolic sycteine sulfoxides (alliin) menjadi senyawa berbau seperti alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin.

  Senyawa-senyawa kimia ini dilaporkan menunjukkan beberapa efek biologis, termasuk pengurangan kolesterol, pencegahan kanker dan lain-lain (Amagase, 2006). Perubahan senyawa kimia dalam bawang putih secara lengkap terdapat pada Gambar 2.2.

  γ-glutamilsistein NH H 2

  γ-glutaml N transpeptidase

HOOC SH

  (reaksi tambahan) O COOH hidrolisis dan oksidasi S-alilsistein

  COOH S S-alkenilsistein sulfoksida

  NH 2 oksidasi isoaliin methiin

  S-alilsistein sulfoksida =alliin

  H O 2 2 O COOH S NH 2 asam amino akrilat

  • asam alil sulfenik <60 detik

  NH 2 SOH COOH kondensasi

  • 2H O spontan
  • 2<

    • dialilsulfinat

  asam piruvat NH 3 =allicin O O S COOH S O penguraian

  S S langsung

  S S tiosulfinat

  S dalam

  E-ajoene S

  24 jam S

  O DAS Z-ajoene 2-thioacroleins

  S DAS2 S S S S vinyldithiins

  S DAS3 S S S DAS4 S S S S S

Gambar 2.2 Perubahan senyawa kimia bawang putih (Amagase, et al., 2001)

  Efek biologis dari beberapa unsur ini dalam bawang putih utuh, seperti lektin (protein yang paling berlimpah dalam bawang putih), prostaglandin, fruktan, pektin, adenosin, vitamin B1, B2, B6, C dan E, biotin, asam nikotinat, asam lemak, glikolipid, fosfolipid dan asam amino essensial, telah dipelajari selama lebih dari beberapa dekade ini (Fenwick dan Hanley, 1985). Baru-baru ini, perhatian khusus telah diberikan kepada steroid saponin tertentu dan sapogenin seperti β-klorogenin. Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya aktivitas biologis dan farmakologis seperti antijamur, antibakteri, antitumor, antiinflamasi, antitrombotik dan sifat hipokolesterolemia (Matsuura, 2001; Lanzotti, 2006).

  Karena β-klorogenin adalah zat yang tersedia in vivo dan terdeteksi dalam darah, hal ini menunjukkan bahwa β-klorogenin mungkin merupakan senyawa bioaktif dalam bawang putih. Karakteristik kandungan kimia lain bawang putih termasuk allicin dan senyawa selenium organik.

  Selain fakta tentang senyawa yang disebutkan di atas berkontribusi dalam sebagian bioaktivitas bawang putih, bukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungsi biologis dan medis bawang putih terutama karena kandungan tinggi senyawa belerang organik (Augusti dan Mathew, 1973; Wargovich, et al., 1988).

  Senyawa ini diduga bekerja secara sinergis dengan senyawa lain seperti senyawa selenium organik.

2.4.2 Kegunaan bawang putih

  Meskipun banyak sekali efek terapi bawang putih telah dikembangkan dan diketahui, sebagian besar senyawa kimia yang menghasilkan efek tersebut masih kurang dimengerti. Bawang putih merupakan sumber utama dari senyawa yang mengandung sulfur, khususnya S-alk-(en)yl-L-cysteine sulphoxides (Cs) yang utama yaitu alliin. Dengan menghancurkan bawang putih, akan dihasilkan beberapa senyawa sulfur organik yang dipercaya memiliki aktivitas biologis.

  Senyawa-senyawa ini memberikan bawang putih bau dan rasa yang khas, serta sebagian dari sifat biologisnya. Pengaruh bawang putih pada penyakit kardiovaskular, termasuk hipokolesterolemia, antihipertensi, antitrombotik, dan aktivitas antihiperglikemia adalah salah satu manfaat yang paling ekstensif diteliti. Asupan bawang putih juga telah dijelaskan untuk mengurangi resiko dalam perkembangan beberapa jenis kanker, terutama pada saluran pencernaan (usus dan lambung). Bioaktivitas yang lain yang sebelumnya dijelaskan dalam bawang putih termasuk antimikroba, antioksidan, antiasma, imunomodulator dan efek prebiotik (Cobas, et al., 2010).

  Bawang putih biasanya dimakan langsung tanpa kulit ataupun dimasak dan beberapa suplemen termasuk yang dikeringkan atau serbuk, minyak dan ekstrak cair. Kandungan kimia suplemen bawang putih berbeda tergantung bentuk sediaan dan preparasinya. Suplemen tunggal bawang putih diklaim bisa mengatasi sejumlah aktivitas biologis seperti terlihat pada Gambar 2.3.

  

antikarsinogenik dan

antimutagenik

efek lain (prebiotik, antimikroba (antiprotozoa, mengurangi efek samping antijamur, antibakteri, obat dan bahan kimia lain) antivirus) efek yg berkaitan dengan peny kardiovaskular (hipolipidemik, hipokolesterolemik, immunomodulator antihipertensi, antidiabetes, antitrobotik, antihiperhomosisteinemia)

Gambar 2.3 Ringkasan efek bawang putih dalam meningkatkan kesehatan (Cobas, et al., 2010).

2.4.3 Aktivitas antibakteri bawang putih

  Dalam pengobatan tradisional, bawang putih telah dikaitkan dengan pengobatan virus, infeksi bakteri, jamur, dan. Saat ini, sifat antimikrobanya telah menjadi fokus dari beberapa studi terbaru . Hal tersebut jelas terlihat dari karakteristik kandungan senyawa sulfurnya yang memiliki efek terapi dan senyawa turunan allicin yang bertanggung jawab atas sifat antimikrobanya (Rose, et al., 2005). Bagaimanapun juga, beberapa protein, saponin dan senyawa fenol juga dapat berkontribusi terhadap aktivitas tersebut (Griffiths, et al., 2002). Oleh karena aktivitas antimikrobanya yang cukup baik, bawang putih dapat digunakan sebagai bahan alami untuk mengontrol pertumbuhan mikroba (Cobas, et al., 2010; Pszczola, 2002).

  Bawang putih telah digunakan selama berabad-abad oleh berbagai suku bangsa untuk melawan infeksi penyakit. Louis Pasteur (1858) dan Lehmann (1930) memberikan bukti ilmiah modern pertama pada obat penggunaan yang antibakteri ekstrak bawang putih. Baru-baru ini, sejumlah penelitian telah membuktikan bawang putih efektivitas untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram negatif dan mikroba penghasil toksin lainnya.

  Aktivitas antibakteri bawang putih secara luas dikaitkan dengan senyawa

  

allicin . Hal ini didukung oleh penemuan bahwa jika ekstrak bawang putih

  disimpan pada suhu kamar efektivitas antibakteri menjadi berkurang (Harris, et al., 2001). Turunan senyawa sulfur organik seperti DAS, DADS, dan ajoene (Naganawa, et al.,1996) yang diisolasi dari maserat minyak bawang putih bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakterinya. Beberapa penelitian tentang aktivitas antimikroba bawang putih dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba bawang putih

  Bakteri Gram negatif Bakteri Gram positif N Sampel (Bahan

  C Referensi

  Bacillus Lactobacillus

  o Uji)

  Shigella sp. Salmonella sp. E. coli M.tuberculosis S. aureus cereus acidophilus

  Ekstrak kasar a a a 1 1,120 mg/ml

  15

  14

  14 (a) bawang putih

  a a

  Ekstrak kasar 106,7 mg/ml

  19

  18

  2

  b b (b)

  bawang putih 3,2 11,8

  Bawang putih

  10 c

  1 hari: 22x10 3 kering dalam 0,3%

  10 c

  15 hari: 8x10 susu (c)

  Bawang putih

  10 c

  1 hari: 6x10 4 kering dalam 0,3%

  10 c

  15 hari: 8x10 yoghurt Ekstrak air

  a a a

  5 bawang putih 3,75 mg/ml 1,2 1,5 1,2 (d)

  o

  (suhu 40

  C)

  d

  6 Ekstrak air 4% (v/v)

  63 (e)

  Minyak bawang

  b b b b

  7 2,75 2,75-5,5 0,68 0,08 putih (f)

  Serbuk bawang

  b b b

  8 6,25-12,5 6,25-12,5 12,5 putih

  a b c d

  Keterangan: Zona hambat (mm), MIC (Minimum Inhibitory Concentration) (mg/ml), Jumlah koloni (cfu), persen inhibisi (%) (a) Eja, et al., 2007, (b) Eja, et al., 2011, (c) Marhamatizadeh, et al., (2012), (d) Ranjan, et al., 2001, (e) Gupta, et al., 2010, (f) Ross, et al., 2001

  Universitas Sumatera Utara Efek antibakteri bawang putih dihasilkan akibat reaksi pertukaran antara senyawa sulfur tersebut dengan gugus thiol bebas dari enzim bakteri seperti alkohol dehidrogenase, tioredoksin reduktase, tripsin, protease lainnya dan RNA serta DNA polimerase (yang diperlukan untuk replikasi kromosom bakteri).

  Perpecahan ini mempengaruhi metabolisme sel dan menghambat pertumbuhan bakteri (Jonkers, et al., 1999; Bakri dan Douglas, 2005).

  Bawang putih juga mempunyai kandungan yaitu saponin dan flavonoid, di samping allicin yang sama-sama berfungsi sebagai antibakteri (Griffiths, et al., 2002). Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun (Robinson, 1995) dan mempunyai kemampuan antibakterial. Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Sumthong dan Verpporte, 2012). Menurut Volk dan Weller (1989), saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan kehancuran kuman.

  Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein. Akibatnya aktifitas metabolisme sel bakteri dapat terhenti, karena semua aktivitas metabolisme bakteri dikatalis oleh enzim (merupakan protein). Berhentinya aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri. Flavonoid juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melelui penghambatan sintesis dinding sel bakteri (Robinson, 1995).

  Bakteri galur Staphylococcus aureus serta bakteri lain seperti Vibrio

  cholerae , Pseudomonas, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumoniae, Salmonella entereditis (bakteri yang menyebabkan keracunan makanan), Mycobacterium,

Clostridium dan Micrococcus, secara efektif dapat dihambat oleh bawang putih

  segar, serbuk kering serta minyak bawang putih. Bawang putih juga telah menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus (meliputi

  B. typhosus , B. dysenteriae, B. enteriditis, B. subtilis, B. megaterium, B. pumitus,

  B. mycoides , dan B. thurigiensis), Sarcina lutea, Serratiamarcescens dan Escherihia coli (yang memproduksi toksin secara umum) (Cavallito dan Bailley,

  1944; Johnson dan Vaughn, 1969; Delaha dan Garagusi, 1985; Tsao, et al., 2003).

  Chowdhury, et al. (1991) juga melakukan penelitian tentang kemampuan bawang putih untuk menghambat galur bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih efektif secara

  in vitro melawan Shigella dysenteriae, S. flexneri, S. sonnei dan E. coli dengan

  kosentrasi hambat minim umnya adalah 5μl/ml ekstrak.

  Aktivitas in vivo yang menjanjikan juga ditunjukkan untuk melawan S.

  

fleksineri yang telah resisten terhadap obat. Selain itu, beberapa peneliti telah

  menggunakan galur bakteri yang telah mengalami resisten ganda untuk menyelidiki potensi antibakteri dari bawang putih. Mereka menemukan bahwa bawang putih lebih efektif jika dibandingkan dengan antibiotik (penisilin, ampisilin, doksisiklin, streptomisin, dan sefaleksin) yang diujikan kepada bakteri

  

Staphylococcus, Escherichia, Proteus, Pseudomonas dan Klibsiella (Bakri dan

  Douglas, 2005; Lai dan Roy, 2004). Selain itu, DAS dan DADS telah menunjukkan agen terapeutik yang lebih poten dalam penanganan infeksi yang diakibatkan oleh S. aereus yang telah resisten dengan metisilin (Tsao dan Yin, 2001; Tsao, et al., 2003) dan allicin telah menunjukkan efek bakteriostatik pada bakteri enterococci yang resisten terhadap vankomisin. Daya hambat yang sinergis juga dapat diamati ketika menggunakan kombinasinya dengan vankomisin (Jonkers, et al., 1999). Selain itu, telah dilaporkan bahwa ekstrak bawang putih menghambat pertumbuhan dari patogen yang ada di mulut, yaitu

  Streptococcus mutans , S. sobrinus, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Gram positif). Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap karies

  gigi dan periodentitis dewasa, (Bakri dan Douglas, 2005; Groppo, et al., 2007).

  Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa bawang putih menghambat secara berbeda antara flora usus yang menguntungkan dengan bakteri usus yang berbahaya (Rees, et al., 1993). Daya hambat bawang putih 10 kali lebih efektif terhadap E. Coli daripada Lactobacillus casei (Skyme, 1997). Sifat ini kurang jelas, namun dapat dijelaskan berdasarkan perbedaaan sensitifitas enterobakteria terhadap allicin karena perbedaan komposisi dan peningkatan permeabilitas terhadap allicin dari masing-masing membrannya (Miron, et al., 2000).

  Aktivitas antibakteri bawang putih juga dipengaruhi oleh pelarut untuk mengekstraksinya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa aktivitas antibakteri bawang putih jika ekstraksi menggunakan akuades akan lebih baik daripada menggunakan metanol dan etanol (Saravanan, et al., 2010; Mukhtar dan Ghori, 2012; Safithri, et al., 2011).

  Efek sinergisme ekstrak air bawang putih dengan siprofloksasin dinyatakan oleh Al-Abdeen dan Al-Salihi (2013) terhadap beberapa isolat E.coli, dimana metode pengujian in vitro yang dilakukan dengan menggunakan difusi agar. Namun efek tersebut tidak ada pada kombinasi dengan ampisilin. Efek sinergisme oleh allicin melawan M. tuberculosis ditemukan pada kombinasinya dengan antibiotik seperti streptomisin dan kloramfenikol (Gupta dan Visanathan, 1955). Aspek menarik dari aktivitas allicin adalah dengan ketidakstabilannya, membuat suatu mikroorganisme sulit untuk membentuk mekanisme resistensinya.

  Eja, et al. (2011) menyatakan bahwa efek sinergis atau adiktif dari bawang putih dan antibiotik konvensional terhadap beberapa galur bakteri yang resisten, memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Aktivitas antimikroba bawang putih (zona hambat 19 mm) meningkat setelah dikombinasi dengan ampisilin terhadap Escherichia coli (zona hambat menjadi 21 mm) dan

  

Staphylococcus aureus (zona hambat 23 mm). Namun peningkatan aktivitas

tersebut tidak terjadi ketika digabung dengan Gongronema latifolium.

2.5 Minyak Kelapa Murni

  Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan produk olahan kelapa. Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik bila ditanam pada ketinggian 0 - 600 m dari permukaan

  o

  laut dengan suhu rata-rata 25 C dan kelembapan udara 80 - 90%. Daerah ini umumnya dilewati garis katulistiwa sehingga beriklim tropis (Setiaji dan Surip, 2002).

  Buah kelapa berbentuk bulat lonjong dengan ukuran bervariasi, tergantung pada keadaan tanah, iklim, dan varietasnya. Warna luar kelapa juga bervariasi, mulai dari kuning sampai hijau muda, dan setelah masak berubah menjadi coklat. Adapun struktur buah kelapa terdiri dari sabut (35%), daging buah (28%), air kelapa (15%), tempurung (12%), serta beberapa bagian lainnya. Hampir semua bagian kelapa tersebut bisa dimanfaatkan, tetapi daging buah merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan dan bahan baku industri (Setiaji dan Surip, 2002).

  Pengolahan VCO tidak menggunakan bahan kimia dan pemanasan tinggi. Umumnya pembuatan VCO dibedakan atas cara kering dan cara basah. Pada cara kering, daging buah diekstrak tanpa penambahan air, sedangkan cara basah, parutan daging buah kelapa diekstrak dengan penambahan air untuk mendapatkan santan kemudian diolah menjadi VCO (Rampengan, 2006; Syah, 2005).

  Proses produksi VCO yang tidak menggunakan pemanasan yang tinggi bukan hanya menghasilkan asam lemak rantai sedang (Medium chain fatty acid, MCFA) yang tinggi, tetapi juga dapat mempertahankan keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung dalan daging buah kelapa. VCO yang dibuat dari kelapa segar berwarna putih murni ketika minyaknya dipadatkan dan jernih seperti air ketika dicairkan (Syah, 2005).

  VCO berbeda dengan lemak dan minyak pada umumnya karena mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. VCO mengandung sekitar 90% asam lemak jenuh yang terdiri dari asam laurat, miristat, dan palmitat. Kandungan asam lemak jenuh dalam VCO didominasi oleh asam laurat dan asam miristat, sedangkan kandungan asam lemak lainnya lebih rendah (Syah, 2005).

  Komposisi asam lemak VCO dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni

  COOH

  6,1 8,6 50,5

  16,18 7,5 1,5

  0,02 Asam Lemak Tak Jenuh: Asam palmitoleat Asam oleat Asam linoleat

  C16 : 1 (9) C18 : 1 (9) C18 : 2 (9,12)

  C

  15 H

  29 C

  COOH

  17 H

  33 C

  17 H

  39

  31

  0,2 COOH

  6,5 2,7

  Sumber: Syah, 2005 Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal seperti jarum, sedikit berbau asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol (1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20

  o

  C, titik cair 20 - 25

  o

  C dan tiitik didihnya 225

  o

  Bilangan penyabunan yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki berat molekul yang rendah. Bilangan peroksida yang rendah menunjukkan VCO mempunyai stabilitas oksidasi yang tinggi. Bilangan iod yang rendah menunjukkan bahwa VCO mempunyai asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang rendah (Ketaren, 2005; Marina, et al., 2009).

  0,2 COOH

  19 H

  Asam Lemak Simbol asam lemak Rumus Kimia Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh: Asam kaproat Asam kaprilat Asam kaprat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam arachidat

  COOH

  C6 : 0 C8 : 0 C10 : 0 C12 : 0 C14 : 0 C16 : 0 C18 : 0 C20 : 0

  C

  5 H

  11 C

  COOH

  7 H

  15 C

  COOH

  9 H

  19 C

  11 H

  COOH

  23 C

  COOH

  13 H

  27 C

  COOH

  15 H

  31 C

  COOH

  17 H

  35 C

  C. Kandungan trigliserida yaitu LaLaLa, LaLaM, CLaLa, LaMM, dan CCLa (La, laurat; C, kaprat; M, miristat). Bilangan penyabunan berkisar antara 250,07 - 260,67 mgKOH/g minyak, bilangan peroksida 0,21 - 0,57 mEq oksigen/kg, sedangkan bilangan iod 4,47 - 8,55. Kandungan asam lemak bebas yaitu berkisar antara 0,15 - 0,25%. Kandungan fenol total yaitu 7,78 - 29,18 mg GAE/100 g minyak (Darmoyuwono, 2006; Marina, et al., 2009).

2.5.1 Asam Lemak

  Asam lemak diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acids, MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain

  

fatty acids , LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki asam lemak, maka

  titik lelehnya akan semakin tinggi (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). MCFA lebih banyak diangkut melalui vena porta menuju hati, karena ukurannya yang lebih kecil dan tingkat kelarutan yang lebih tinggi dari asam lemak rantai panjang. LCFA diserap dan dimetabolisme lebih lambat dibandingkan MCFA dan SCFA. LCFA tidak dapat diserap atau diangkut dalam darah, karena peningkatan karakter hidrofobiknya dibandingkan SCFA dan MCFA (Syah, 2005).

  Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

  Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berarti berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

  Asam lemak trans berdampak buruk bagi kesehatan. Apabila mengkonsumsi asam lemak trans, maka asam lemak ini akan masuk ke dalam sel- sel tubuh, yang mengakibatkan membran sel dan struktur seluler lainnya menjadi rusak bentuknya dan tidak dapat berfungsi dengan mestinya (Darmoyuwono, 2006).

2.5.2 Trigliserida Trigliserida adalah komponen utama minyak sayur dan lemak hewan.

  Trigliserida memiliki berat jenis lebih rendah dibandingkan air, dan pada suhu kamar normal dapat berada dalam keadaan padat atau cair. Apabila padat maka disebut lemak atau mentega, sedangkan apabila cair disebut minyak. Trigliserida juga disebut triasilgliserol (TAG), yaitu senyawa kimia yang terbentuk dari satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Struktur kimia trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.4 (Darmoyuwono, 2006; McKee dan McKee, 2003).

  H

  α O (α ) miristat atau posisi sn-1

  H C O C (CH ) CH

  2

  12

  3 O

  β

  H C O C (CH ) CH (β ) palmitat atau posisi sn-2

  2

  14

  

3

O

  α’

  H C O C (CH ) CH

  2

  12

  

3

  (α’) miristat atau posisi sn-3

  H

  1,3 dimiristoil, 2 palmitoil gliserol

Gambar 2.4 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) (O’Keefe, 2002; Berry, 2009;

  Boyer, 1986) O

  Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, oleat disebut trigliserida maka struktur kimia tersebut dinamakan palmitoil/ stearoil/oleoil. sn : stereospesific numbering

  Gliserol adalah alkohol trihidrat (mengandung tiga gugus hidroksil, atau

  • OH) yang dapat bergabung dengan sampai tiga asam lemak sehingga membentuk monogliserida, digliserida dan trigliserida. Asam lemak dapat bergabung dengan ketiga gugus hidroksil sehingga menghasilkan berbagai macam senyawa kimia. Monogliserida, digliserida dan trigliserida digolongkan sebagai senyawa ester yaitu senyawa yang terbentuk dari reaksi antara asam dan alkohol yang melepaskan air (H O) sebagai hasil samping (Darmoyuwono, 2006).

  2

2.5.3 Hidrolisis trigliserida

  Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis (Gambar 2.5) dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak, atau mereaksikannya dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan proses penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri untuk menghasilkan gliserol (Ketaren, 2005).

  O OH - + R'COO Na

  A OCR' O

  • + -
  • HO + R''COO Na

    • "RCO OCR''' O

      3 NaOH OH R'''COO Na + - O

      B

      OH OCR' O O

      R'COOH lipase

    • 2 H O "RCO

      "RCO 2 + O

      R'''COOH OH OCR'''

    Gambar 2.5 Persamaan reaksi hidrolisis

      Keterangan: A. Menggunakan NaOH (penyabunan),

      B. Menggunakan enzim Lipase (enzimatik) Proses hidrolisis juga digunakan dalam penentuan komposisi trigliserida, hasil hidrolisis kemudian diubah menjadi bentuk metil ester dan selanjutnya dianalisis dengan kromatografi gas (Boyer, 1986). Hidrolisis minyak dan lemak dalam tubuh terjadi secara enzimatik, yaitu dengan bantuan enzim lipase. Enzim lipase ini terdapat pada mulut disebut lingual lipase lambung disebut gastric

      

    lipase yang stabil dan aktif pada pH yang rendah dan pada usus halus disebut

    pancreatic lipase . Ketiga enzim tersebut akan menghidrolisis trigliserida pada

      posisi sn-1 dan sn-3, trigliserida dengan asam lemak rantai pendek dan sedang akan langsung diserap ke sirkulasi darah di lambung yang selanjutnya diangkut ke hati untuk dimetabolisme, sedangkan asam lemak rantai panjang akan diserap melalui epitelium usus halus dan membentuk lemak kembali sebelum masuk ke sirkulasi darah, untuk selanjutnya dibawa ke jantung dan jaringan tubuh lainnya sebelum diangkut ke hati untuk dimetabolisme.

      Saat berada di sirkulasi darah, lemak yang tidak teroksidasi menjadi energi akan mempengaruhi profil lipid darah, dapat mengendap pada dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Roskoski, 1996; Silalahi, 2002; Page, 1989). Enzim lipase sangat penting dalam metabolisme lemak dalam tubuh.

      Proses pemecahan lemak (fat splitting) melepaskan asam lemak dari struktur triasilgliserol yang dapat terjadi dengan enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu. Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.5 (Aehle, 2004; Desbois dan Smith, 2010).

    Tabel 2.5 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya

      Klasifikasi Lipase

      Spesifikasi Sumber enzim lipase komersil

      Monoasilgliserol Jaringan lemak pada tikus Spesifik pada Mono &amp; diasil-

      Penicillium camembertii

      substrat gliserol Triasilgliserol Penicillium sp.

      Pankreas babi

      Mucor miehei ®

      Aspergillus niger Lipase AP6

      Posisi sn-1,3 Lipozyme

      Regiospesifik Thermomyces lanuginose ® TLIM

      ® Rhizomucor miehei Palatase M

      Novozyme Posisi sn-2 Candida antartica A ®

      435

      Penicillium expansum Aspergillus sp. - Nonspesifik Pseudomonas cepacia Penicillium roqueforti

      Asam lemak rantai Lambung bayi pendek Getah Carica papaya

      Asil spesifik Asam lemak jenuh pada lemak

      Geotrichum candidum

      cis-9 Asam lemak jenuh

      Botrystis cinerea

      rantai panjang

      Humicola lanugunose

      Posisi sn-1

      Pseudomonas aeruginose

      Stereospesifik

      Fusarium solani cutinase

      Posisi sn-3 Lambung kelinci

      Sumber: Aehle, 2004; Villeneuve dan Foglia, 1997

      Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih efisien dan mudah dikontrol karena enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu sehingga dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak yang diinginkan. Apabila dibandingkan dengan penggunaan zat kimia, akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak (Aehle, 2004).

      Hidrolisis trigliserida secara enzimatik dengan lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 adalah dengan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1,3 sehingga menghasilkan produk 2-monogliserida dan asam lemak bebas. Hidrolisat kemudian dipisahkan dengan larutan non polar yang terikat pada asam lemak bebas, ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu. Setelah terpisah asam lemak bebas maka, 2-trigliserida dapat dianalisis dengan alat kromatografi gas (Satiawihardja, 2001; Silalahi, dkk., 1999; Silalahi, 2002).

Dokumen yang terkait

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

8 122 176

Sifat Antibakteri Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

7 51 67

Daya Anti Mikroba Air Perasan Bawang Putih (Allium Sativum) Terhadap Streptococcus Pneumonia

2 23 27

Uji Daya Hambat dan Daya Bunuh Ekstrak Ethanol Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara IN VITRO

7 81 54

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Daya Hambat Sampo yang Mengandung Minyak Kelapa Murni Terhidrolisis Terhadap Jamur Penyebab Ketombe

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare - Evaluasi Pengelolaan Obat Program Diare di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Uji Antibakteri Ekstak Daun Sirsak (Annonamuricata Linn) terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcusaureus

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penetapan Bilangan Asam, Kadar Asam Lemak Bebas dan Kadar Air pada Minyak Kelapa Murni (VCO)

0 0 12

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 57

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 10