BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Definisi - Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan

  2.1.1 Definisi

  Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam menjalani pengobatan, mengikuti diet, atau mengikuti perubahan gaya hidup lainnya sesuai dengan anjuran medis dan kesehatan. Kepatuhan merupakan hal yang utama karena mengikuti anjuran dari ahli medis merupakan salah satu cara menuju kesembuhan pasien (Kartika, dalam Ogden, 2008)

  Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003)

  Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati suatu anjuran terhadap kebiasaan sehari-harinya dan dapat di nilai dengan score penelitian. Suatu kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, di mana pendidikan merupakan suatu dasar utama dalam keberhasilan pencegahan atau pengobatan (Tjokroprawiro, 2002).

  2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

  Menurut Green (dikutip dari Notoadmojdo, 2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien untuk menjadi taat/tidak taat terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong, yaitu :

  1. Faktor Predisposisi Faktor presisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan keyakinan, nilai-nilai serta sikap.

  2. Faktor Pendukung Faktor pendukung merupakan faktor yang diluar individu seperti : a.

  Pendidikan. Pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan itu merupakan pendidikan yang aktif seperti membaca buku-buku, mengikuti seminar dan kaset oleh pasien secara mandiri.

  b.

  Akomodasi. Suatu usaha yang dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

  c.

  Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman.

  d.

  Perubahan model terapi. Program-program kesehatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

  e.

  Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien, penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah membemberikan informasi tentang diagnosis dan pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini (Niven, 2000).

  3. Faktor Pendorong Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain.

  Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam buku ajar keperawatan medikal bedah , faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :

  1. Faktor Demografi seperti usia, jenis kelamain, suku bangsa, status sosial, ekonomi dan pendidikan.

  2. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.

  3. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termaksud dalam mengikuti regimen.

2.1.3 Ketidakpatuhan

  Menurut Niven (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat kegiatan yaitu :

  1. Pemahaman tingkat instruksi Seseorang tidak dapat memenuhi instruksi jika dia salah memahami tentang instruksi yang diberikan kepadanya. Hal ini disebabkan oleh kegagalan professional kesehatan dalam memeberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien 2. Kualitas interaksi

  Kualitasi interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Terdapat beberapa keluhan spesifik dari pasien dimana terdapat kurang minat yang diperlihatkan oleh tim medis, kurangnya empati, dan pasien hampir tidak memperoleh kejelasan tentang penyakitnya 3. Isolasi sosial dan keluarga

  Keluarga dapat menjadi faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

  4. Keyakinan, sikap dan kepribadian Orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.

2.1.4 Mengurangi Ketidakpatuhan

  Niven (2002) mengusulkan lima titik rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien :

  1. Pasien harus mengembangkan tujuan kepatuhan serta memiliki keyakinan dan sikap yang positif terhadap suatu penatalaksanaan, dan keluarga serta teman juga harus mendukung keyakinan tersebut.

  2. Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, maka dari itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Perilaku disini membutuhkan pemantau terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap perilaku yang baru tersebut.

3. Pengontrolan terhadap perilaku sering tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri. Faktor kognitif juga berperan penting.

  4. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman dapat membantu mengurangi ansietas, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan, dan mereka sering menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

  5. Dukungan dari professional kesehatan, terutama berguna saat pasien menghadapi perilaku sehat yang penting untuk dirinya sendiri. Selain itu tenaga kesehatan juga dapat meningkatkan antusias terhadap tindakan tertentu dan memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.

2.2 Diabetes Melitus

  2.2.1 Pengertian

  Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer&Bare, 2002).

  DM adalah suatu sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan (Dorland, 2002). DM tipe 2 (juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM) disebabkan oleh resistensi reseptor insulin di sel target insulin yang menyebabkan hormon insulin tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal (Kahn, 2005).

  2.2.2 Klasifikasi

  Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008), klasifikasi DM adalah sebagai berikut: a.

  Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1 Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cendrung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pankreas.

  b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus atau DM tipe 2 Yaitu diabetes resisten, lebih sering terjadi pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur.Kebanyakan penderita kelebihan berat badan atau obesitas dan lebih sering terjadi pada perempuan. Pada pasien DM tipe 2 memiliki tekanan darah yang tinggi yaitu diatas 130/85 mmHg dan konsentrasi lemak atau lipid dalm darah yang meningkat ( trigliserida

  ≥ 150 mg/dl dan kolestrol HDL ≤ 50 mg/dl).

  c.

  Diabetes Melitus tipe lain Yaitu DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu yang mana hiperglemik terjadi karena penyakit lain seperti penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati dan kelainan reseptor insulin.

  d. Impaired Glukosa Tolerance ( gangguan toleransi glukosa) Yaitu Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak berubah e.

  Gestasional Diabetes Melitus ( GDM) Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan.Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal.Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relative hipoinsulin dan menyebabkan hiperglikemia.Resisten insulin disebabkan oleh adanya hormone estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta laktogen.Hormone tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.

2.2.3 Etiologi

  Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008), Faktor-faktor penyebab resistensi insulin pada DM tipe II adalah : a.

  Kelainan Genetik Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes.

  Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.

  b. Usia Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

  c.

  Stress Stress kronis cenderung membuat orang mencari makanan yang cepat saji yang kaya akan pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.

  d.

  Pola makanan yang salah Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama menigkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cendrung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.

  e.

  Obesitas Obesitas mengakibatkan sel pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.

  f.

  Infeksi Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel- sel beta pankreas. Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi pankreas.

2.2.4 Manifestasi Klinis

  Menurut Guntur (2006), keluhan pada DM ada dua yaitu keluhan khas dan keluhan tidak khas.

  Keluhan khas pada DM adalah a.

  Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) b. Polidipsia (peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel akan mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.

  c.

  Polifagia ( peningkatan rasa lapar )

  d. Lemah diakibatkan ganguan aliran darah, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gula darah sebagai energy e. Penurunan berat badan tanpa sebab yang diketahui. Keluhan tidak khas pada DM adalah a.

  Kesemutan akibat terjadinya neuropati. Pada penderita DM regenerasi sel persyarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsure protein. Akibatnya banyak sel persyarafan terutama perifer mengalami kerusakan b. Gatal-gatal c.

  Penglihatan kabur disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.

  d. Impotensi diakibatkan karena pada DM terjadi penurunan produksi hormone seksual akibat kerusakan testosteron e.

  Keputihan

2.3 Penatalaksanaan DM Tipe 2

2.3.1 Penyuluhan/Edukasi

  Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatsi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur, dan cara mempergunakan fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah, mengurangi komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri (Purba, 2008).

  Penyakit DM tipe 2 biasanya terjadi pada saat gaya hidup dan perilaku terbentuk dengan kuat. Petugas kesehatan bertugas sebagai pendamping pasien dalam memberikan edukasi yang lengkap dalam upaya untuk peningkatan motivasi dan perubahan perilaku. Penelitian Palestian (2006) mendapatkan bahwa sikap responden terhadap penyakit DM yang dideritanya meningkat cukup berarti setelah pemberian intervensi komunikasi terapeutik. Secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna setelah pemberian komunikasi terapeutik terhadap sikap pasien dengan penyakit yang diderita dan program pengobatan.

  Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan antara lain : a.

  Penyandang diabetes dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan, karena kualitas hidup sudah merupakan kebutuhan bagi seseorang. b.

  Membantu penyandang diabetes agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi, selain itu juga jumlah hari sakit dapat ditekan.

  c.

  Meningkatkan produktifitas penyandang diabetes sehingga dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya di dalam masyarakat.

  d.

  Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, asuransi ataupun secara nasional (Basuki, E., dalam Soegondo, Soewondo,& Subekti, 2009).

2.3.2 Diet

  Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya (Delameter, 2006).

  Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan, perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk dengan DM tipe 2 mempunyai pengaruh positif pada morbiditas. Orang yang kegemukan dan menderita DM mempunyai resiko yang lebih besar dari pada mereka yang hanya kegemukan (Sukardji, K., dalam Waspadji, Sukardji,& Octarina, 2002). Berikut ini ada beberapa metode sehat untuk mengendalikan berat badan, yaitu : a.

  Makanlah lebih sedikit kalori Mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan menurunkan berat badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg dalam sebulan.

  Tampaknya seperti kemajuan yang sangat lambat, tetapi sebenarnya cara itulah yang aman dan ukuran ideal penurunan berat badan.

  b.

  Jangan makan diantara makan yang ditetapkan Makanan kecil akan menambah kalori tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan oleh pasien DM. Mereka harus tetap pada tiga kali makan sehari tanpa sesuatu di antaranya.

  c.

  Hindari makan berlebihan Tetapkan kebutuhan makanan, berapa kalori yang dibutuhkan kepada ahli gizi, dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya.Batasi diri dalam jumlah yang sudah ditentukan.

  d.

  Kurangi jumlah lemak dalam diet sehari hari Lemak akan menyebabkan insulin sulit untuk mengizinkan glukosa masuk ke sel tubuh, sehingga tubuh akan lebih banyak memproduksi insulin. Keadaan seperti ini menyebabkan tubuh tidak sanggup untuk menambah produksi insulin yang diperlukan, maka terjadilah penyakit diabetes. e.

  Hati-hati dengan lemak yang tersembunyi dan penyedap makanan Hindari makanan yang di goreng dan jauhi makanan juckfood dan fastfood serta seperti makanan kue-kue kering dan makanan yang berlemak tinggi lainnya.Mengenai penggunaan bumbu garam, MSG, kecap, dan bahan perasa lainnya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.Pada penderita DM mempunyai resiko penyakit jantung dan ginjal maka harus berhati-hati dalam menggunakan bumbu-bumbu ini.

  f.

  Makanlah makanan yang belum dimurnikan Makanan seperti serat-serat alami dapat menurunkan jumlah lemak dan gula yang beredar di dalam peredaran darah.Makanan ini seperti sayur-sayuran, buah-buahan semua yang tidak di kupas kulitnya sebelum dimakan, biji-bijian yang belum dimurnikan seperti terigu dan gandum, buncis, kacang-kacangan.

  g.

  Hindari minuman beralkohol Alkohol memiliki kalori yang sangat tinggi bahkan dapat mendorong tubuh menyimpan banyak lemak.Pada pasien yang juga merokok, dapat terjadi penyempitan pembuluh darah. Rokok juga dapat menambah lemak yang beredar dalam peredaran darah yang bukan hanya menganggu tapi juga bisa mematikan (Jhonson, 2005).

  Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik.

  Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan barat badan idaman. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudain ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30% untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya). Makanan sejumlah kalori terhitung dalam 3 porsi besar untuk makanan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di antaranya ( Sukardji, K., dalam Soegondo, Soewondo&Subekti 2009).

2.3.2.1 Gizi Seimbang dan Diabetes

  1. Makanlah aneka ragam makanan Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan produktif.Oleh sebab itu setiap orang termasuk penyandang diabetes perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

  Sumber zat tenaga seperti : beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti, mie. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga menghasilkan tenaga.Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

  Sumber zat pembangun berasal dari bahan makan nabati antara lain kacang- kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewani adalah ikan, telur, daging, susu, serta hasil olahannya seperti keju. Zat pembangun berperan penting untuk petumbuhan dan perkembangan kecerdasaan seseorang. Sumber zat pengatur adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

  2. Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat kecukupan energi.

  Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk memeuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin A,D,E, dan K serta menambah lezatnya makanan. Kebiasaan mengkonsumsi lemak hewani berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner.Anjuran konsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari tidak lebih dari 25%.

  Penyandang diabetes mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, oleh karena itu lemak dan kolesterol dalam makanan perlu dibatasi.Jaganlah makan makanan yang terlalu banyak digoreng, tidak lebih dari satu lauk saja yang digoreng pada setiap kali makan untuk mereka yang gemuk.Makanan dapat dipanggang, dikukus, direbus atau dibakar.Kurangi makan yang tinggi kolesterol seperti kuning telur, ginjal, hati, limpa, jantung, daging berlemak, keju, lemak hewan dan mentega.

3. Gunakan garam beryodium dan gunakan garam secukupnya.

  Penyandang diabetes sering memiliki tekanan darah tinggi sehingga perlu hati-hati pada asupan natrium.Pilihlah garam yang beryodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium iodat sebanyak 30-80 ppm.

  4. Makanlah makanan sumber zat besi (Fe) Kekurangan zat besi dalam sumber makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi. Bahan makanan sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan serta makanan hewani.

  5. Biasakan makan pagi Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi semua orang.Hal ini dapat mempertahankan ketahanan fisik dan mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi penyandang diabetes terutama yang menggunakan obat penurun glukosa jika tidak makan pagi mempunyai resiko menurunkan kadar glukosa darah yang dapat membahayakan kesehatan (Sukardji dalam Soegondo, Soewondo &Subekti,2009).

  Sebagai contoh menu DM 1700 Kalori Waktu Makanan Penukar Kebutuhan bahan Contoh Menu Pagi Roti

  Margarin Telur

  Iris ½ sdm 1 btr

  Roti panggang Margarin Telur rebus Teh panas

  10.00 Pisang 1buah Pisang Siang Nasi

  Udang Tahu Minyak Sayuran Kelapa Jeruk 1 ½ gelas

  5 ekor 1 potong 1 sdm 1 gelas 5 sdm 1 buah

  Nasi Oseng-oseng Udang, tahu, cabe ijo, Urap sayuran Jeruk

  16.00 Duku 16 buah Duku Malam Nasi

  Ayam Kacang merah Sayuran Minyak Apel Malang 1 ½ gelas

  1 potong sdm 1 gelas ½ sdm 1 buah

  Nasi Sop + k.merah Tumis sayuran Apel

2.3.3 Latihan Fisik Jasmani

  Pada DM tipe II, olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang sebaliknya sensitifitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe II akan berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolahraga, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olahraga harus dilakukan secara terus menerus dan teratur (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).

  Olahraga yang dilakukan adalah olahraga yang terukur, teratur terkendali dan berkesinambungan .Prinsip olahraga yang harus dijalankan adalah Frekuensi (jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali perminggu), Intensitas (ringan dan sedang yaitu 60%-70% Maximum heart rate), Durasi (30-60 menit), Jenis (olahraga endurans/aerobik untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda) (Ilyas, 2009).Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging. Seperti perencanaan makan, mengenai latihan jasmani juga memerlukan pembicaraan tersendiri yang lebih rinci (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).

  Prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah, setiap berolahraga harus terdiri dari 3 tahap berturut-turut mulai dari pemanasan (5-10 menit), latihan inti (20-40 menit), dan pendinginan (5-10 menit). Durasi dan intensitas ditentukan berdasarkan kondisi tubuh dan tingkat penyakit DM pasien, usia, tingkat kebugaran, penyakit yang menyertai dan lain-lain. Contoh bagi pasien yang tidak biasa aktif adalah melakukan olahraga ringan (yang dapat membakar 5Kal/menit) selama 20 menit (5x20=100Kal). Olahraga itu antara lain adalah jalan kaki santai, sepeda santai, dan senam low impact. Agar program olahraga yang diberikan aman, perlu dilakukan penilaian kesehatan dan kebugaran penyandang DM terlebih dahulu sebelum berolahraga (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2007).

  Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah dengan urutan-urutan kegiatan berikut ini :

  1. Pemenasan (warm-up) Kegiatan ini dilakaukan sebelum melakukan kegiatan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang sebenarnya, seperti menaikkan suh tubuh, meningkatkan denyut nadi secara bertahaptidak meningkatkan secara mendadak.Selain itu pemansan perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera akibat berolahraga. Lama pemansan cukup 5-10 menit.

  2. Latihan inti (conditioning) Pada tahap ini denyut nadi di usahakan mencapai THR agar latihan benar- benar bermanfaat. Bila THR tidak tercapai maka latihan tidak akan bermanfaat, bila melebi THR akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.

  3. Pendinginan (cooloing-down) Baiknya setelah selesai melakukan olahraga dilakukan pendinginan, untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif.Bila oalahraga yang dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit.Bila bersepeda, tetap mengayuh sepeda tanpa beban. Lama pendinginan kurang lebih 5-10 menit, hingga denyut nadi mendekati denyut nadi istirahat.

  4. Peregangan (stretching) Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot masih teregang, elastis, dan hangat. Aktivitas ini lebih penting/diutamakan bagi para penyandang diabetes yang usia lanjut. Banyak ahli menempatkan peregangan sebagian dari pendinginan (Ilyas dalam Soegondo. Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).

  Sebelum mengikuti suatu kegiatan latihan jasmani sebaiknya penyandang diabetes berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Biasanya akan dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kebugaran terlebih dahulu, setelah itu akan disusun program latihan yang sesuai.

  Bagi penyandang diabetes yang penyakitnya ringan atau terkendali dengan baik tanpa komplikasi tentu tidak begitu berbahaya untuk melakukan latihan jasmani namun bagi penyandang diabetes yang berat atau dengan komplikasi, pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Evaluasi yang berkala perlu dilakukan untuk melihat kemajuan latihan dan mengetahui manfaat dari latihan jasmani yang telah dilakukan. Hasil yang baik dan memuaskan akan menambah motivasi pasien diabetes untuk tetap melakukan latihan jasmani (Ilyas dalam Soegondo, Soewondo&Subekti 2009).

2.3.4 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

  Pendekatan pengobatan tetap menggunakan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik sebagai pengobatan utama dan jika hal ini bersama latihan jasmani/aktifitas fisik ternyata gagal mencapai target yang ditentukan, maka diperlukan penambahan obat hipogikemik oral atau insulin. Banyak orang dengan diabetes sukar menurunkan berat badannya karena kurangnya motivasi atau disiplin untuk mengikuti program yang dianjurkan oleh dokter sehingga seringkali seorang dokter harus memberikan pengobatan farmakologis untuk mengatasi hiperglikemia pada keadaan seperti ini. Setelah obat tertentu dipilih untuk penyandang DM, biasanya pemberian obat dimulai dari dosis terendah. Dosis harus dinaikkan secara bertahap 1-2 minggu, hingga mencapai KGD yang memuaskan atau dosis sudah hampir maksimal (Soegondo, 2007).

  Terapi farmakologi pada pasien DM biasanya diberikan obat hipoglikemik oral atau obat anti hiperglikemia. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 3 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin a.

  Golongan Sulfoniurea, cara kerja utamanya adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas, meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak. Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak. Penurunan produksi glukosa oleh hati. Termasuk golongan ini adalah:

  1. Khlorpropamid, seluruhnya diekskresi oleh ginjal sehinggga tidak dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk pasien geriatric

  2. Glibenklamid, mempunyai efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makanan yang ketat. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal.

  3. Gliklasid, mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia.

  4. Glikuidon, mempunyai efek hipoglikemik sedang dan juga jarang menyebabkan hipoglikemik

  5. Glipsid, mempunyai efek menekan produksi efek menekan produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.

  6. Glimepirid, mempunyai waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama dengan cara pemberian dosis tunggal. b.

  Golongan Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin. Golongan ini terdiri dari dua obat, yaitu: 1.

  Repaglinid, merupakan derivate asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi melalui hati.

  2. Nateglinid, cara kerja hamper sama dengan repaglenid, namun nateglinid derivate dari fenilalanin. Diabsorpsi cep at setelah pemberian secara oral dan dieksresi terutama melalui urin.

  2. Penambah sensitivitas terhadap insulin a.

  Biguanid, tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar gula darah sampai normal serta tidak menyebabkan hipoglikemia.

  Contoh obat golongan ini adalah metformin. Metformin menurunkan gula darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh insulin.

  b.

  Thiazolindion, memperbaiki transport glukosa ke dalam sel. Contoh obat golongan ini pioglitazon dan rosiglitazon.

  3. Penghambat alfa glukosidase / acarbose

  Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase yang berada di dinding usus halus. Enzim alfa glukosidase antara lain maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase. Obat ini diberikan dengan dosis 150-300 mg/hari. Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180mg/dl. Obat ini hanya memperngaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat ini sebaiknya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan (Soegondo, 2009)

  Penyebab resistensi pada pasien DM tipe 2 dalam praktek sehari-hari sukar dinilai, maka terpaksa dilakukan secara empiris yaitu bila seseorang tidak dapat diobati dengan satu suntikan perhari maka ditambahkan suntikan kedua pada sore hari dan seterusnya. Beberapa indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral yaitu diabetes sesudah umur 40 tahun, diabetes kurang dari 5tahun, yang memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari dan DM tipe 2 berat normal atau lebih (Soegondo, 2009).

Dokumen yang terkait

Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan

16 149 122

Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan

5 99 82

Potensi Interaksi Obat Antidiabetes pada Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014

2 74 92

Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Pengertian - Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 23

Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus - Profil Foto Thoraks Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tb Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2012

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus - Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Risiko Sedang Di Rs. Haji Medan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes 2.1.1 Definisi Diabetes - Analisa Tingkat Kepuasan Pasien Diabetes Melitus Terhadap Pelayanan Kesehatan di Klinik Diabetes Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi - Efikasi Diri dan Manajemen Diri pada Pasien Diabetes Tipe 2

0 0 35