BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA DITINJAU DARI UU NO.28 TAHUN 2014 A. Pengertian Hak Cipta - Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta atas Pembajakan Karya Seni Digital pada Jejaring Sosial Ditinjau dari UU No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta skripsi

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA DITINJAU DARI UU NO.28 TAHUN 2014 A. Pengertian Hak Cipta Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk

  mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa

   berlaku tertentu yang terbatas.

  Hak cipta dalam perkembangannya mengalami beberapa perubahan yang terjadi seiring berkembangnya jaman. Pada awalnya, Secara yuridis formal Indonesia diperkenalkan dengan pada masalah hak cipta ditahun 1912, yaitu sejak diundangkannya Auteurswet (Wet van 23 September 1912, Staatsblad 1912 Nomor 600), yang mulai berlaku pada 23 September 1912. Pembentukan

  

Auteurswet adalah sebagai dorongan setelah keikutsertaan Belanda, menjadi

  anggota Konvensi Bern yang dibentuk dalam rangka perlindungan Hak Cipta bagi karya sastra dan seni. Belanda masuk menjadi anggota konvensi sewaktu konvensi tersebut pertama dibentuk pada tahun 1886. Sebagai Negara jajahannya

   Hindia-Belanda diikutsertakan dalam konvensi tersebut. 9 Endang Purwaningsih, Intellectual Property Rights (Jakarta: Ghalia Indonesia,2005), hlm.2. Tahun 1942 ketika kekuasaan terhadap Hindia-Belanda beralih ketangan Negara Jepang, tata kehidupan dan pemerintahan Belanda secara de facto (secara nyata) dikendalikan dan diambil alih oleh pemerintahan Jepang. Setelah Indonesia merdeka ketentuan Auteurswet 1912 ini masih dinyatakan berlaku sesuai ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal II Aturan Peralihan 1945, Pasal 192 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat dan 142 UUD Sementara 1950. Pemeberlakuan Auteurswet ini sudah tentu bersifat sementara.

  Kurang lebih 70 tahun Auteurswet 1912 berlaku, Indonesia sebagai Negara berdaulat mengundangkan suatu Undang-Undang nasional tentang Hak Cipta, tepatnya 12 April 1982, oleh pemerintah Indonesia diputuskan mencabut 1912 dan Staatblad Nomor 600 dan sekaligus diundangkan Undang-

  Auteurswet

  Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam Lembaran

11 Negara RI Tahun 1982 Nomor 15. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1982

  tentang Hak Cipta perlindungan atas para pencipta dianggap kurang memadai dibandingkan dengan yang diberikan hukum Hak Cipta diluar negeri. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dalam Undang-Undang Tahun 1987 skala perlindunganpun diperluas, diantara perubahan mendasar yang terjadi didalam adalah masa berlaku perlindungan karya cipta diperpanjang menjadi 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Karya-karya seperti rekaman dan video dikategorikan sebagai karya-karya yang dilidungi. Namun untuk menyempurnakannya lagi UU Nomor 7 Tahun 1987 diubah kembali menjadi

  Undang-Undang No.12 Tahun 1997. Tetapi dalam pelaksanaannya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1997 dipandang perlu untuk diganti dengan UUHC yang baru, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya serta pengembangan kemampuan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat, yang

   diperlukan untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional.

  Namun pemerintah Indonesia kembali mengubah Undang-Undang Nomor

  12 Tahun 2002 menjadi Undang-Undang Nomoe 28 Tahun 2014. Melalui Pasal 1 UUHC, dapat kita lihat bahwa UUHC memberikan definisi yang sedikit berbeda untuk beberapa hal. Selain itu, dalam bagian definisi, dalam UUHC juga diatur lebih banyak, seperti adanya definisi atas “fiksasi”, “fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”, “pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya. Dalam UUHC juga diatur lebih detail mengenai apa itu hak cipta. Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

  Hak cipta dalam penerapannya memilki tujuan dan sifat yang mengikat didalam mengatur. Tujuan utama dari Hak cipta adalah membantu pertumbuhan

  

  proses belajar, pengembangan budaya seta penyebaran informasi . Hukum hak cipta dimaksudkan untuk mendorong proses penciptaan akan karya seni, sastra, ilmu pengetahuan dan karya penerbit lainnya semaksimal mungkin. Sementara sifat dari hak cipta adalah merupakan bagian dari hak milik yang abstrak, yang meupakan penguasaan atas hasil kemampuan kerja dan penguasaan atas hasil 12 Ibid, hlm.62. kemampuan kerja, dan gagasan, serta hasil pikiran. Dalam perlindungannya Hak Cipta mempunyai waktu yang terbatas, dalam arti setelah habis masa perlindungannya, karya cipta tersebut akan menjadi milik umum.

  Selain itu hak cipta juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak.

  2. Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

  3. Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milih ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

  Hak cipta juga mengenal ada hak cipta sebagai hak kebendaan dan hak cipta sebagai hak kekayaan inmateril. Kedua hak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Hak cipta sebagai hak kebendaan Sebelum kita mengkaji lebih jauh mengenai kebendaan hak cipta sebagai hak kebendaan, maka ada baiknya jika terlebih dahulu kita uraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak kebendaan. Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini sering disebut zakelijk recht. Soedewi Masjchoe Sofwan, memberikan rumusan tentang hak kebendaan, yakni, hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

  Rumusan bahwa hak kebendaan itu adalah hak mutlak yang juga berarti hak absolut yang dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan hak relatif, hak nisbi atau biasanya disebut juga persoonlijk atau hak perseorangan. Hak yang disebut terakhir ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang seperti pada hak kebendaan. Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan ini dengan baik relatif atau perorangan, yaitu : a. Merupakan hak yang mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

  b.

  Mempunyai zaakgevolg atau droit de sulte (hak yang mengikuti).

  Artinya hak itu terus mengikuti bendanya dimana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) benda itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya,

  c. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan dimana terhadap yang lebih dahulu terjadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. Misalnya, seorang eignar menghipotikkan tanahnya, kemudia tanah tersebut juga diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka disini hak hipotik itu masih ada pada tanah yang dibebani hak mungut hasi tersebut, dan mempunyai derajat dan tingkat yang lebih tinggi dari pada hak memungut hasil yang baru terjadi kemudian.

  d.

  Mempunyai sifat droit de prefence (hak yang didahulukan)

  e. Adanya apa yang dimaksud gugat kebendaan f. Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.

  Mariam Darus Badzulzaman, mengenai hak kebendaan ini dibaginya atas dua bagian, yaitu : a. Hak kebendaan yang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang sempurna (penuh) bagi si pemilik.

  b.

  Hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenikmatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik.

  Jika kita simpulkan pandangan Mariam Darus diatas, maka yang dimaksud dengan Hak Kebendaan yang sempurna itu adalah hanya hak milik, sedangkan selebihnya terrmasuk dalam kategori hak kebendaan yang terbatas.

  2. Hak cipta sebagai hak kekayaan inmateril Hak kekayaan inmateril adalah suatu hak kekayaan yang objek haknya adalah benda yang tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Dalam hal ini banyak yang dapat dijadikan objek hak kekayaan yang termasuk dalm cakupan benda tidak bertubuh. Misalnya, hak tagihan, hak yang ditimbulkn dari penerbitan surat- surat dan lain-lain sebagainya. Hak kekayaan inmateril sebagaimana penulis ungkapkan diatas, secara sederhana dapat dirumuskan bahwa, semua benda yang tidak dapat dilihat atau diraba dan dapat dijadikan objek hak kekayaan adalah merupakan hak kekayaan inmateril.

  Jika kita hendak memastikan tempat atau kedudukan hak cipta itu sebagai hak kekaayaan inmateril maka ada baiknya kita lihat dulu rumusan pada 499 KUH Perdata. Pasal ini secara implisit (tersirat) dan menunjukkan, bahwa hak cipta itu dapat digolongkan sebagai benda yang dimaksudkan oleh pasal tersebut.

  Mahadi dari buku Pitlo yang mengatakan, serupa dengan hak tagih, hak inmateril tidak mempunyai benda berwujud sebagai objek.

  Hak inmateril termasuk kedalam hak-hak yang disebut pasal 499 KUH Perdata. Oleh karena itu, hak milik inmateril itu sendiri dapat menjadi ibjek dari sesuatu hak benda. Selanjutnya beliau mengatakan, bahwa hak benda adalah absolut atas sesuatu benda, tetapi ada hak absolute yang objeknya bukan benda berwujud (barang). Itulah apa yang disebut dengan nama baik hak milik intelektual.

  Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat menc ak cipta merupakan salah satu jng memberikan ha, karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

  Pelaksanaan dari hak cipta tidak luput dari peraturan-peraturan yang mengaturnya, yaitu pengaturan hak cipta dari konvensi-konvensi internasional.

  Perhatian dunia internasional terhadap masalah hak cipta telah melahirkan beberapa konvensi internasional di bidang hak cipta. Sejak pertama kali disepakati pemberian perlindungan terhadap karya sastra dan karya seni dalam Berne

Convention 1886, telah mengilhami lahirnya beberapa konvensi susulan yang.

merupakan kesepakatan antar negara" dalam mengatur masalah hak cipta secara lebih spesifik, termasuk di dalamnya pemberian perhatian terhadap karya cipta yang dihasilkan karena perkembangan teknologi ,misalnya karya cipta di bidang

Phonograms, Distribution programme carrying signals transmitted by Satelite.

  Beberapa kesepakatan bersama antar negara yang mengatur masalah hak cipta antara lain:

1. Bem Convention for the Protection af Uteraray 2nd Artistic Works 1886 2.

  Universal Copyright Conventian 1955 3. Rome Canventian far tile Pratection af Performers, Producers of Phonograms

  1961

  and Broadcasting Organizations 4.

  WIPO Copyright Treaty (WC7) 1996 5. WIPO Performances and Phanograms Treaty (WPP7) 1996 6. Brussels Ccnvention rela!ing to the Oisirioution of Prograrnme carrying

  signals transmitted by Satelite 1974 7.

  Convention for tile Protection of Producers of Phonograms Agains

  Unauthorized Duplication of Their Phonograms 1971

  8. Treah on the International registration of Audiovisual Works (Film Register

  Treaty) 1991

  Selain itu, terdapat pula konvensi internasional yang mengatur juga masalah hak cipta sebagai bagian dari hak milik intelektual pada umumnya,yaitu :

  1. TRIPs (Marakesh Agreement 15-04-1994) 2.

  OAPI (Bangui Agreement Revising Extracts 24-02-1999) 3. OAPI (Bangui Agreement 02-03-1977) 4. NAFTA (Intellectual Property Excerpts 08-12-1993)

  Rangkaian kesepakatan bersarna di bidang hak cipta maka Bern

convention merupakan konvensi tertua yang mengatur masalah Hak Cipta.

  Konvensi Bern ditandatangani di Bern, lbu kota Swidzerland, pada tanggal 9 September 1886 oleh sepuluh negara peserta asli (Belgium, France, germany, Great Britain, Haiti, ltaly, Liberia, Spain, Swidzerland, Tunisia) dan tujuh negara yang menjadi peserta dengan cara aksesi ( Denmark, Japan, Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden ).

  Naskah asli bem Convention ,para kepala negara waktu itu menyatakan bahwa yang melatar belakangi diadakannya konvensi ini adalah :

  …………being equaily animated by the desire to protec, in as effective

anduniform a manner as possible, the right of authors in their literary and artistic

works .

  Terminologi hak cipta, berbeda pada setiap negara penandatanganan WIPO Copyright Treaty, namun eksistensinya tetap sama dengan. Pengertian dasarnya adalah bahwa hak cipta adalah Hak Eksklusif (Exclusive Right) bagi pencipta maupun penerima hak atas karya sastra dan karya seni. Menurut WIPO

  (World Intellectual Property Organization) hak cipta adalah : Copyright (or author’s right) is a legal term used to describe the rights that creators have over their literary and artistic works. Works covered by copyright range from books, music, paintings, sculpture, and films, to computer programs, databases, advertisements, maps, and technical

   drawings.

  Maksudnya adalah, hak cipta merupakan istilah hukum yang digunakan untuk menggambarkan hak dari pencipta bahwa karya mereka dilindungi oleh hak cipta. Karya tersebut meliputi buku , musik , lukisan , patung , dan film , program komputer , database , iklan , peta , dan gambar teknis .

  Hukum nasional mengatakan pengertian hak cipta terdapat dalam UUHC, yaitu dalam Pasal 2 ayat (1), yang mengatakan bahwa: Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hak eksklusif merupakan hak yang semata-mata bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegang , kecuali dengan izin pencipta.

B. Hak Moral dan Hak Ekonomi

  Hak cipta melahirkan beberapa macam hak yang sering berkaitan dengan yang lain, yaitu :

  1. Hak moral (Moral Rights) Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Hak moral melekat pada pribadi pencipta atau penemu.

  Apabila hak cipta atau paten dapat dialihkan kepada pihak lain, ,maka Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau penemu karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penemu tersebut. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia. Hak Moral memiliki hak-hak sebagai berikut : a.

  Hak menuntut kepada pemegang hak cipta atau paten agar nama pencipta atau penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemunya.

  b.

  Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan pencipta, penemu atau ahli warisnya.

  c.

  Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat. Menurut Pasal 5 UUHC, dijelaskan bahwa : Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk: a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum.

  b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya.

  c. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

  d. mengubah judul dan anak judul ciptaan. e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan

   diri atau reputasinya.

  Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan setelah Pencipta meninggal dunia. Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau

   penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

  Perihal mengenai pencatuman nama pencipta meskipun hanya sudah diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain atau telah berakhir masa berlakunya hak tersebut, namun nama pencipta tetap harus dicantumkan didalam karyanya. Inilah yang membedakan hak cipta dengan hak kebendaan lainnya. Jika dalam hak milik atas tanah misalnya, seorang pemegang hak jika mengalihkannya dengan pihak lain, maka pertama melepaaskan haknya kepada pemilik trakhir tersebut dan sekaligus dalam akte hak milik, nama yang tercantum sebagai

   pemegang hak adalah pihak yang terakhir ini.

  Lukisan, ukiran, pahatan dan lain-lain nama pencipta biasanya dicantumkan baik secara jelas maupun secara kurang jelas. Pada karya sinematografi nama-nama dideretkan pada kredit title. Tapi tidak selamanya 17 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 5. 18 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal

  pencantuman nama itu dimungkinkan oleh sifat atau bentuk ciptaan itu sendiri. Karya fotografi misalnya hanya memungkinkan pencantuman nama pencipta itu dibelakang kertasnya saja. Karya kerajinan biasanya tidak mencantukmkan nama

   penciptanya. Nama pencipta mungkin hanya terdapat pada daftar harga saja.

  Menurut Pasal 57 UUHC, masa berlakunya Hak Moral:

  a. berlaku tanpa batas waktu

  b. berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atau ciptaan yang

   bersangkutan.

  2. Hak Ekonomi (Economics Rights) Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Dikatakan Hak Ekonomi karena Hak Kekayaan Intelektual

  (HKI) adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri HKI. Hak Ekonomi itu diperhitungkan karena HKI dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

  Ddalam hak ekonomda

  beberapa hak, yaitu dikenal meliputi :

  a. Hak reproduksi/penggandaan (Repruduction Rights) Hak rerproduksi sama dengan perbanyak, yaitu menambah jumlah suatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut. Dengan menggunakan bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk 20 21 Ibid , hlm. 99-100.

  Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2).. pengalihwujudan suatu ciptan. Bentuk perbanyakan ini biassa dilakukan dengan peralatan tradisional maupun modern. Hak reproduksi ini meliputi juga perubahan bentuk ciptaan satu ke ciptaan lainnya, misalnya rekaman musik, pertunjukan

   drama, juga pembuatan duplikat dalam rekaman suara, dan film.

  b. Hak adaptasi (Adaption Rights) Hak adapsi dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu kebahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi dan lain-lain.

  c. Hak distribusi (Distribution Rights) Hak distibusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat.

  d. Hak pertunjukan (Public Performance Rights) Hak ini merupakan hak dimiliki oleh para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertujukan atau pengumuman. Pengumuman dalam UUHC sendiri adalah Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

  e. Hak penyiar (Broadcasting Rights)

  Hak ini merupakan hak-hak untuk menyiarkan bentuknya berupa

  

  mentransmisikan suatu ciptaan oleh peralatan tanpa kabel . Hak penyiaran ini meliputi juga menyiarkan ulang dan mentransmisikan ulang.

  f. Hak program kabel (Cabel Casting Right) Hak ini menyerupai hak penyiaran, perbedaannya hanyalah dari cara mentransmisikannya, dimana dalam hak program kabel suatu siaran

   ditransmisikan melalui kabel, bukan gelombang.

  g. Hak pinjam masyarakat (Public Lending Rights) Hak ini dimiliki oleh seorang pencipta yang karya ciptaannya tersimpan dalam suatu perpustakaan, yaitu ia berhak atas suatu pembayaran dari pihak tertentu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah tersebut. Hak moral bersama-sama dengn hak ekonomi merupakan dua elemen terpenting daari hak-hak yang diberikan oleh hak cipta. Hak ekonomi bagi pelindungan hak cipta atas ciptaan :

  1) buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya, 2) ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya, 3) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan,

  4) lagu atau musik dengan atau tanpa teks, 5) drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim,

25 Muhammad Djumhan, dan R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (sejarah, teori, dan prakteknya di Indonesia) (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.56.

  6) karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase,

  7) karya arsitektur, 8) peta, 9) karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

  Perlindungan hak cipta bagi pemegang hak ekonomi berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan brelangsung selama 70 tahun sesudahnya, terhitung mulai 1 Januari tahun berikutnya. Pelindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan.

C. Ciptaan yang Dilindungi Oleh Hak Cipta

  Menurut L.J Taylor dalam bukunya Copyright For Librarians menyatakan bahwa yang dilindungi oleh hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan

   gagasan.

  Hak cipta didalam UUHC telah merinci kelompok-kelompok hak cipta sesuai dengan jenis dan sifat ciptaannya. Pada dasarnya yang dilindungi UUHC 2014 adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam 28 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Hak Cipta, Pasal 58 ayat bentuk khas dan menunjukkan keasliannya dibidang ilmu pengetahuan seni dan sastra. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi. Dengan kata lain, ciptaan harus mempunyai unsure refleksi pribadi (alter-ego) pencipta. Tanpa adanya pencipta dengan refleks pribadi itu,

   tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta.

  Perngaturan didalam UUHC mengatakan bahwa yang dilindungi diantaranya adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

  Termasuk disini adalah buku, program komputer, lagu atau musik dan film (sinematografi). Karya-karya tersebut dilindungi karena lahir dari kemampuan berfikir, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi.

  Ketika sebuah karya cipta diciptakan, sesungguhnya hak cipta atas karya tersebut sudah melekat pada penciptanya. Dengan kata lain, setiap produk yang dinikmati atau dimanfaatkan oleh khalayak ramai sesungguhnya memiliki hak cipta dari pembuat atau produsennya masing-masing. ciptaan-ciptaan apa saja dibidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang dilindungi hak cipta, Pasal 40 menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang dlindungi oleh UUHC adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup :

  1. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya,

  2. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya, 3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, 4. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks, 5. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, 6. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase,

  7. karya seni terapan, 8. karya arsitektur, 9.

  Peta, 10. karya seni batik atau seni motif lain, 11. karya fotografi, 12. Potret, 13. karya sinematografi, 14. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi,

  15. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional,

  16. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

  Program Komputer maupun media lainnya, 17. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli,

  18. permainan video,

   19.

  Program komputer.

  Pasal 40 ayat (1) diatas menjelaskan bahwa rincian yang diberikan huruf a sampai huruf m dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli, sedangkan ciptaan huruf n yaitu terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi, dilindungi terseniri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya.

  Perlindungan atas ciptaan-ciptaan yang dlindungi oleh UUHC dan pengkualifikasian terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi, merupakan termasuk perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan melalui pengumuman. Tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut terjadi.

  Mengenai jangka waktu perlidungan hukum hak cipta berdasarkan sejarah perkembangannya di Indonesia dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikian halnya jika dilihat dalam Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 dibatasi hanya 25 tahun. Kemudia dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Hak Cipta Nomor12 Tahun 1997 kembali dimajukan kembali menjadi selama hidup pencipta 31 dan 50 tahun mengikuti ketentuan Bern Convention tahun 1967 yang diketahui

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 40 ayat (1). 32 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal

  diadopsi oleh Auteurswet 1912. Perubahan-perubahan dalama ketentuan tersebut membutikan begitu kuatnya pengaruh budaya asing kedalam budaya hukum Indonesia. Ketika Undang-Undang Hak Cipta 1982 dilahirkan banyak alasan yang dikemukakan sepanjang menyangkut filosofi fungsi sosial hak milik dan disepakati dalam jangka waktu ha cipta selama hidup si pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam UUHC yang terakhir ini jangka waktu perlindungan hukum hak cipta ditetapkan selama 50 tahun.

  Ada kesan dengan 50 tahun (semasa hidup ditambah 50 tahun) pemilik hak cipta, UUHC nampaknya ingin menonjolkan hak individu. Tetapi jauh dari anggapan itu semua, disamping menyesuaikan diri dengan Konvensi Internasional, lebih dari itu adalah untuk memberikan penghargaan yang maskimal kepada pencipta dan ahli waisnya.

  Aturan dalam UUHC mengatakan tidak semua jenis ciptaan dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mendapat perlindungan hukum, terbatas pada ciptaan-ciptaan yang dapat dilihat, dibaca atau didengar saja. Ini berarti ciptaan yang dilindungi hanyalah ciptaan yang memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas, atau keahlian seseorang. Ide atau gagasan seseorang tidak diberikan perlidungan hak cipta.

D. Hak Terkait (Neighboring Rights)

  Selain hak cipta yang bersifat original, juga dilindungi juga hak turunannya, yaitu hak-hak yang berkaitan dengan dengan hak cipta (neighbouring

  

rights) . Ciptaan yang dilindungi oleh neighbouring rights ini sangat banyak

  berhubungan dengan perangkat teknologi, misalnya fasilitas rekaman, fasilitas pertunjukkan dan lain sebagainya. Perlindungan neighbouring rights secara khusus hanya tertuju ada orang-orang yang berkecimpung didalam bidang

   pertunjukkan, perekaman dan badan penyiaran.

  Neighbouring rights adalah sebuah unkapan singkat untuk sebutan yang lebih panjang yang lebih tepat dan lebih panjang yakni Rights Neighbouring On

  

Copy Rights . Dalam terrminologi lain neighbouring rights dirumuskan juga

  sebagai Rights Related to, or “neighbor on” copy rights (hak yang ada kaitannya, yang ada hubungannya dengan atau berdampingan dengan hak cipta).

  Perlindungan Hukum Neighboring Rights.

  Perlindungan Neighboring Rights selain diatur dalam UUHC saat ini, pengaturannya terdapat juga dalam kaedah hukum internasional, yaitu :

  1. Rome Convention fot the Protection Performers , Producers of Phonograms

  and Broadcasting Organization (1961) 2.

  Geneta Convention for the Protection of Producers of Phonograms agains Unauthorized Duplications of Their Phonogram.

  3. Brussels Convention Relatives to the Distribution of Programme Carrying

   Signal Transmitted by Satellite.

  Sedangkan dalam hukum Indonesia pengaturannya tidak disebutkan secara

  

  rinci dalam suatu pengaturan khusus tetapi dimuat dalam UUHC. Dalam

  neighbouring rights, terdapat 3 hak yaitu :

  1. the rights of performing artists in there performances (hak penampilan artis atas penampilannya.

  2. the rights producers of phonograms in there phonograms (hak produser rekaman suara atau fiksasi suara atas karya rekaman suara tersebut.

  3. the rights of broadcasting organization in their radio and television

  

broadcasts (hak lembaga penyiaran atas karya siarannya melalui radio dan

   televisi).

  Istilah Neighboring rights, dalam lapangan perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pengaturannya antara lain dijumpai dalam Rome

   Convention (1961). Dalam UUHC Bab III Pasal 20 , dijelaskan bahwa :

  Hak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan hak eksklusif yang meliputi:

  1. Hak moral pelaku pertunjukan Dalam Pasal 21 UUHC dikatakan bahwa , Hak moral Pelaku Pertunjukan merupakan hak yang melekat pada Pelaku Pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak

  

  ekonominya telah dialihkan. Hak ini melekat pada pelaku pertunjukkan yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan. Meliputi hak untuk tetap mencantumkan namanya sebagai pelaku pertunjukkan serta tidak dilakukannya distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan Dalam pasal 22 UUHC 2014, dijelaskan bahwa: 35 36 Ibid. 37 OK Saidin, Op.Cit, hlm. 133.

  Ibid, hlm. 134. Hak moral pelaku pertunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi hak untuk: a. namanya yang dicantumkan sebagai Pelaku Pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya, b. tidak dilakukannya distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya.

  

  2. Hak ekonomi pelaku pertunjukan Hak ekonomi pelaku pertunjukan yaitu meliptu hak melaksanakan sendiri, memeberikan izin atau melarang pihak lain untuk melakukan penyiaran atas pertunjukan, fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi, penggandaan atas fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun, pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada public, dan penyediaan atas fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik.

   a.

  penyiaran atau komunikasi atas pertunjukan pelaku pertunjukan, Pelaku pertunjukan memiliki hak ekonomi untuk melaksanakan sendiri, memeberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: b. fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi, c. penggandaan atas fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun, d. pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya, e. penyewaan atas fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik, f. penyediaan atas fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik. 39 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal

  Penyiaran atau komunikasi tidak berlaku pada : a. hasil fiksasi pertunjukan yang telah diberi izin oleh pelaku pertunjukan, b.

  Penyiaran atau komunikasi kembali yang telah diberi izin oleh Lembaga Penyiaran yang pertama kali mendapatkan izin pertunjukan.

  Pendistribusian fiksasi pertunjukan atau salinannya tidak berlaku terhadap karya pertunjukan yang telah difiksasi, dijual atau dialihkan. Setiap Orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

   Hak ekonomi produser fonograf, yaitu meliputi hak melaksanakan sendiri,

  memberikan izin atau melarang pihak lain untuk melakukan penggadaan atas fonogram asli atau salinannya, penyewaan kepada public atas salinan fonogram dan penyediaan atas fonogram yang dapat diakses ke publik.

  3. Hak ekonomi produser fonograf

   a.

  penggandaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun pendistribusian atas Fonogram asli atau salinannya. Produser Fonogram memiliki hak ekonomi dimana hak tersebut dipakai untuk melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: b. penyewaan kepada publik atas salinan Fonogram.

  

  41 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 23 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5). 42 OK Saidin, Op.Cit, hlm. 141.

  Pendistribusian yang dimaksud diatas tidak berlaku terhadap salinan Fiksasi atas pertunjukan yang telah dijual atau yang telah dialihkan kepemilikannya oleh Produser Fonogram kepada pihak lain, dan setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi Produser Fonogram wajib mendapatkan izin

   dari produser fonogram.

  4. Hak ekonomi lembaga penyiaran Hak ekonomi lembaga penyiaran, yaitu meliputi melaksanakan sendiri, memberikan izin atau melarang pihak lain untuk melakukan penyiaran ulang

  

  Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi, yaitu meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: a. penyiaran ulang siaran, b. komunikasi siaran, c. fiksasi siaran, dan/atau d. penggandaan fiksasi siaran.

  Penerapan hak ekonomi lembaga penyiaran ini memiliki aturannya sendiri, yaitu bahwa setiap orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan

  

  komersial atas konten karya siaran embaga penyiaran . Maka dari itu butuh izin untuk melakukuan penyebaran, dimana izin tersebut datang sendiri oleh lembaga penyiaran.

  44 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). 45 OK Saidin, Op.Cit, hlm. 135.

  Keempat hak-hak yang telah dibahas diatas, yaitu hak moral pelaku pertunjukan, hak moral pelaku pertunjukkan, hak ekonomi produsen fonogram dan hak ekonomi lembaga penyiaran memiliki masa berlaku yang diatur dalam UUHC. Hak moral pelaku pertunjukan memiki masa berlaku hak secara mutatis

   mutandis terhadap hak ini.

  Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, dan Lembaga Penyiaran, diatur didalam Pasal 63 UUHC. Dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pelindungan hak ekonomi bagi:

  1. Pelaku Pertunjukan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam Fonogram atau audiovisual.

  2. Produser Fonogram, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Fonogramnya difiksasi.

  3. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siarannya pertama kali disiarkan.

  Masa berlaku pelindungan hak ekonomi terhitung mulai tanggal 1 Januari

   tahun berikutnya.

E. Pencatatan Hak Cipta

  Pencatatan ciptaan diperoleh dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, dimana permohonan dapat diajukan dalam 3 permohonan alternatif, yaitu : 47 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 62.

  1. Melalui Ditjen Kekayaan Hak Intelektual (Ditjen HKI).

  2. Melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia diseluruh Indonesia.

   3.

  Melalui Kuasa Hukum Konsultas HKI yang terdaftar.

  Hukum nasional tata cara pendaftaran hak cipta diatur dalam UUHC. Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diajukan dengan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasanya kepada menteri. Permohonan pengajuan pendaftaran dilakukan secara elektronik dan/atau non elektronik dengan cara:

  1. menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya; 2. melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait; dan 3. membayar biaya.

  Dalam hal permohonan pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diajukan oleh:

  1. beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu ciptaan atau produk hak terkait, permohonan dilampiri keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut, atau 2. badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.

  Permohonan pencatatan diajukan oleh beberapa orang, dimana nama pemohon harus dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang 49 Panduan Resmi Hak Cipta Mulai Mendaftar, Melindungi, dan Menyelesaikan Sengketa - Tim Visi Yustisia - Google Books.htm (diakses 5Mei 2015). terpilih. Apabila permohonan diajukan pemohon diluar negara Republik Indonesia maka permohonan wajib dilakukan melalui konsultan kekayaan intelektual yang

  

  terdaftar sebagai kuasa. Dalam melakukan pencatatan hak cipta, menteri melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.

  Pemeriksaan terhadap permohonan pencatatan tersebut dilakukan untuk mengetahui ciptaan atau produk hak terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak sama dengan ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya. Hasil pemeriksaan pencatatan tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan Menteri untuk menerima atau

   menolak permohonan.

  Tugas menteri disini adalah memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.

  Penerimaan permohonan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4), menteri menerbitkan surat pencatatan ciptaan dan mencatat dalam daftar umum ciptaan. Daftar umum ciptaan untuk surat yang akan dicatatkan memuat hal-hal sebagai berikut:

  1. nama pencipta dan pemegang hak cipta, atau nama pemilik produk hak terkait.

  2. tanggal penerimaan surat permohonan. 51 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 67 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). 52 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal

  3. tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.

   4.

  nomor pencatatan ciptaan atau produk hak terkait.

  Daftar umum ciptaan yang memuat surat pencatatan dapat dilihat oleh

  

  setiap orang tanpa dikenai biaya. Tetapi apabila terbukti sebaliknya, surat pencatatan ciptaan merupakan bukti awal kepemilikan suatu iptaan atau produk

  

  hak terkait. Apabila dalam hal pencatatan menteri menolak permohonan jika terbukti adanya bukti awal kepemilikan suatu ciptaan atau produk terkait, maka menteri akan memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada pemohon

  

  disertai alasan. Terhadap ciptaan atau produk Hak Terkait yang tercatat dalam daftar umum ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat diterbitkan petikan resmi. Setiap orang dapat memperoleh petikan resmi terhadap ciptaan atau produk hak terkait yang tercatat dalam daftar umum ciptaan

  

  sebagaimana akan dikenai biaya. Pencatatan ciptaan atau produk hak terkait dalam daftar umum ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud,

  

  Hapusnya kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk hak terkait dapat terjadi didalam pencacatannya. Hapusnya kekuatan hukum pencatatan 53 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 69 ayat (2). 54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 69 ayat (3). 55 Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 69 ayat (4). 56 57 Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 70.

  Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 71 ciptaan dan produk hak terkait ini diatur dalam UUHC. Kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk hak terkait hapus karena:

  1. Permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.

  2. Lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 61.

  3. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembatalan pencatatan ciptaan atau produk hak terkait.

  4. Melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, atau peraturan perundang-undangan yang penghapusannya

   dilakukan oleh Menteri.

  Penghapusan pencatatan ciptaan atas permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait yaitu permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai

   pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait akan dikenai biaya.

  59 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 74 ayat (1).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Batombe(Tradisi Masyarakat di Daerah Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan

0 0 19

METODE PENELITIAN - Respon Phaeophleospora Sp. Terhadap Fungisida Berbahan Aktif Tembaga Oksida Secara In Vitro

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Silikat - Analisis Kadar Silika pada Air Umpan Ketel dan Air Boiler dengan Metode Comparasi di PKS Adolina

1 3 47

BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia - Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang N

2 1 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

0 0 19

PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO PAILIT TERKAIT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA SKRIPSI

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Analisis Kadar Kadmium, Tembaga, dan Seng dalam Air Sumgai Deli di Kelurahan Pekan Labuhan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika - Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam Sabun CAir Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kreativitas - Pengaruh Kreativitas dan Inovasi Terhadap Minat Beli Konsumen Lopian Kopi Kafe di Kota Medan

0 0 13

ABSTRAK PENGARUH KREATIVITAS DAN INOVASI TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN USAHA LOPIAN KAFE KOPI DI KOTA MEDAN

0 1 12