PERBEDAAN ANTARA PASAL 2 AYAT 1 DAN PASA
PERBEDAAN ANTARA PASAL 2 AYAT 1 DAN
PASAL 3 UU TIPIKOR
Oleh : Mhs Roland OLaf Ferdinan, SH
STIK PTIK ANGKATAN 73
Berdasarkan pemahaman penulis yang menjadi perbedaan mendasar
antara pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi jo UU No. 20 Tahun 2001, antara lain:
Pertama perlu dilihat unsur pidana antara kedua pasal tersebut
Pasal 2 ayat 1 dapat dilihat unsur-unsur pidananya
a. Setiap orang;
b. Secara melawan hukum;
c. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau suatu
korporasi;
d. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Sedangkan pada Pasal 3 unsur-unsur pidananya antara lain:
a. Setiap orang;
b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi;
c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
ada padanya;
d. Karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Setelah melihat dari unsur-unsur pidana di atas maka maka ada
beberapa perbedaan yang diatur terhadap pasal 2 ayat dan pasal 3
yaitu:
1. Subyeknya / pelakunya
Dalam pasal 3 ditujukan untuk mereka yang tergolong
pegawai negeri atau yang mempunyai kewenangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2
Sedangkan dalam pasal 2 diperuntukkan bagi mereka yang
bukan pegawai negeri
2. Unsur-unsurnya
Dalam pasal 2 terdapat 2 (dua) unsur yaitu
a. Melawan hukum, dalam arti formal maupun dalam arti
materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak
sesuai
dengan
rasa
keadilan
atau
norma-norma
kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan
tersebut dapat dipidana. Sifat melawan hukum formal
mengandung
arti
semua
bagian
(unsur-unsur)
dari
rumusan delik telah dipenuhi. Sedangkan sifat melawan
hukum
materiil
mengandung
arti
perbuatan
yang
melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang
hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam
rumusan delik tertentu (dilihat dari sudut perbuatannya)
serta bertentangan dengan hukum tidak tertulis atau
hukum
yang
hidup
dalam
masyarakat,
asas-asas
kepatutan atau nilai-nilai keadilan dan kehidupan sosial
dalam masyarakat (dilihat dari sudut sumber hukumnya).
b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
artinya
(1) Memperkaya diri sendiri artinya dengan perbuatan
melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya
(2)
kekayaan atau harta miliknya sendiri
Memperkaya Orang Lain, maksudnya adalah akibat
dari perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada
orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaan
atau bertambahnya harta benda. Jadi, disini yang
(3)
diuntungkan bukan pelaku langsung
Memperkaya Korporasi, yakni akibat dari perbuatan
melawan hukum dari pelaku, suatu korporasi, yaitu
kumpulan orang-atau kumpulan kekayaan yang
terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum (Pasal 1 ayat (1) UU No. 20
Tahun
(4)
2001)
yang
menikmati
bertambahnya
kekayaan atau bertambahnya harta benda
Memperkaya sering dipakai adanya perubahan
berupa tambahan kekayaan atau perubahan cara
hidup seseorang seperti orang kaya.
Sedangkan dalam pasal 3 terdapat 2 (dua) unsur yaitu
a. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau
suatu
korporasi
kemudahan
sebagai
artinya
adanya
akibat
menyalahgunakan wewenang.
b. Menyalahgunakan kewenangan,
sarana
yang
ada
fasilitas
dari
atau
perbuatan
kesempatan
padanya
karena
jabatan
kedudukan
(1) “Menyalahgunakan” adalah
sangat
luas
atau
atau
cakupan
pengertiannya dan tidak terbatas secara limitative
pada pasal 53 KUHP, kongkretnya “penyalahgunaan”
dapat diartikan dalam konteks adaanya hak atau
kekuasaan yang dilakukan tidak sebagai mana
mestinya seperti melakukan proses pelaksanaan yang
tidak sesuai dengan program atau penggunaanya
yang tidak sesuai dengan peruntukannya
(2) “Menyalahgunakan kesempatan” dapat
diartikan
menyalahgunakan waktu dan kesempatan yang ada
pada diri pelaku karena eksistensi kedudukan dan
atau jabatannya
(3) Menyalahgunakan
sarana”
berarti
menggunakan
fasilitas dinas yang ada karena kedudukan dan atau
jabatannya bukan untuk kepentingan dinas akan
tetapi untuk kepentingan pribadi atau orang lain diluar
dinas dengan maksud untuk mengambil keuntungan
pribadi dari sarana tersebut
3. Ancaman hukuman,
dalam Pasal 3 ancaman hukuman minimal 1 tahun dan
maksimal 4 tahun
sedangkan pasal 2 ayat 1 ancaman hukuman minimal 4
tahun atau pidana penjara 4 tahun keatas
Contohnya berdasarkan pasal yang dimaksud antara lain:
A. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 334 K/Pid.Sus/2009
dengan Terdakwa John Darwin Bin H. Malison. Sesuai pasal 3
UU No. 31 Tahun 1999. Dengan perkara menyalahgunakan
kewenangan sebagai Kepala Bagian Keuangan Sekretariat
Daerah Kabupaten OKU Selatan yang merugikan negara
sebesar Rp. 743.649.816,B. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 936 K/Pid.Sus/2009
dengan terdakwa ST. Widagdo. Sesuai pasal 2 ayat (1) UU No.
31 Tahun 1999 dalam perkara ST. Widagdo yang merupakan
Direkur Utama PT Giri Jaladhi Wahan (PT GJW) yang
melakukan
penandatangan
perjanjian
kerja
sama
pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari
dengan Pemerintah Kota Banjarmasin yang kemudian
diselewengkan
dalam
pelaksanaannya
sehingga
mengakibatkan Pemerintahan kota Banjarmasin kehilangan
pendapatan uang hasil dari pengelolaan Pasar Sentra Antasari
sebesar Rp.7.650.143.645,-.
PASAL 3 UU TIPIKOR
Oleh : Mhs Roland OLaf Ferdinan, SH
STIK PTIK ANGKATAN 73
Berdasarkan pemahaman penulis yang menjadi perbedaan mendasar
antara pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi jo UU No. 20 Tahun 2001, antara lain:
Pertama perlu dilihat unsur pidana antara kedua pasal tersebut
Pasal 2 ayat 1 dapat dilihat unsur-unsur pidananya
a. Setiap orang;
b. Secara melawan hukum;
c. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau suatu
korporasi;
d. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Sedangkan pada Pasal 3 unsur-unsur pidananya antara lain:
a. Setiap orang;
b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi;
c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
ada padanya;
d. Karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Setelah melihat dari unsur-unsur pidana di atas maka maka ada
beberapa perbedaan yang diatur terhadap pasal 2 ayat dan pasal 3
yaitu:
1. Subyeknya / pelakunya
Dalam pasal 3 ditujukan untuk mereka yang tergolong
pegawai negeri atau yang mempunyai kewenangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2
Sedangkan dalam pasal 2 diperuntukkan bagi mereka yang
bukan pegawai negeri
2. Unsur-unsurnya
Dalam pasal 2 terdapat 2 (dua) unsur yaitu
a. Melawan hukum, dalam arti formal maupun dalam arti
materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak
sesuai
dengan
rasa
keadilan
atau
norma-norma
kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan
tersebut dapat dipidana. Sifat melawan hukum formal
mengandung
arti
semua
bagian
(unsur-unsur)
dari
rumusan delik telah dipenuhi. Sedangkan sifat melawan
hukum
materiil
mengandung
arti
perbuatan
yang
melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang
hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam
rumusan delik tertentu (dilihat dari sudut perbuatannya)
serta bertentangan dengan hukum tidak tertulis atau
hukum
yang
hidup
dalam
masyarakat,
asas-asas
kepatutan atau nilai-nilai keadilan dan kehidupan sosial
dalam masyarakat (dilihat dari sudut sumber hukumnya).
b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
artinya
(1) Memperkaya diri sendiri artinya dengan perbuatan
melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya
(2)
kekayaan atau harta miliknya sendiri
Memperkaya Orang Lain, maksudnya adalah akibat
dari perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada
orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaan
atau bertambahnya harta benda. Jadi, disini yang
(3)
diuntungkan bukan pelaku langsung
Memperkaya Korporasi, yakni akibat dari perbuatan
melawan hukum dari pelaku, suatu korporasi, yaitu
kumpulan orang-atau kumpulan kekayaan yang
terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum (Pasal 1 ayat (1) UU No. 20
Tahun
(4)
2001)
yang
menikmati
bertambahnya
kekayaan atau bertambahnya harta benda
Memperkaya sering dipakai adanya perubahan
berupa tambahan kekayaan atau perubahan cara
hidup seseorang seperti orang kaya.
Sedangkan dalam pasal 3 terdapat 2 (dua) unsur yaitu
a. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau
suatu
korporasi
kemudahan
sebagai
artinya
adanya
akibat
menyalahgunakan wewenang.
b. Menyalahgunakan kewenangan,
sarana
yang
ada
fasilitas
dari
atau
perbuatan
kesempatan
padanya
karena
jabatan
kedudukan
(1) “Menyalahgunakan” adalah
sangat
luas
atau
atau
cakupan
pengertiannya dan tidak terbatas secara limitative
pada pasal 53 KUHP, kongkretnya “penyalahgunaan”
dapat diartikan dalam konteks adaanya hak atau
kekuasaan yang dilakukan tidak sebagai mana
mestinya seperti melakukan proses pelaksanaan yang
tidak sesuai dengan program atau penggunaanya
yang tidak sesuai dengan peruntukannya
(2) “Menyalahgunakan kesempatan” dapat
diartikan
menyalahgunakan waktu dan kesempatan yang ada
pada diri pelaku karena eksistensi kedudukan dan
atau jabatannya
(3) Menyalahgunakan
sarana”
berarti
menggunakan
fasilitas dinas yang ada karena kedudukan dan atau
jabatannya bukan untuk kepentingan dinas akan
tetapi untuk kepentingan pribadi atau orang lain diluar
dinas dengan maksud untuk mengambil keuntungan
pribadi dari sarana tersebut
3. Ancaman hukuman,
dalam Pasal 3 ancaman hukuman minimal 1 tahun dan
maksimal 4 tahun
sedangkan pasal 2 ayat 1 ancaman hukuman minimal 4
tahun atau pidana penjara 4 tahun keatas
Contohnya berdasarkan pasal yang dimaksud antara lain:
A. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 334 K/Pid.Sus/2009
dengan Terdakwa John Darwin Bin H. Malison. Sesuai pasal 3
UU No. 31 Tahun 1999. Dengan perkara menyalahgunakan
kewenangan sebagai Kepala Bagian Keuangan Sekretariat
Daerah Kabupaten OKU Selatan yang merugikan negara
sebesar Rp. 743.649.816,B. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 936 K/Pid.Sus/2009
dengan terdakwa ST. Widagdo. Sesuai pasal 2 ayat (1) UU No.
31 Tahun 1999 dalam perkara ST. Widagdo yang merupakan
Direkur Utama PT Giri Jaladhi Wahan (PT GJW) yang
melakukan
penandatangan
perjanjian
kerja
sama
pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari
dengan Pemerintah Kota Banjarmasin yang kemudian
diselewengkan
dalam
pelaksanaannya
sehingga
mengakibatkan Pemerintahan kota Banjarmasin kehilangan
pendapatan uang hasil dari pengelolaan Pasar Sentra Antasari
sebesar Rp.7.650.143.645,-.