gambaran umum etnis bugis docx

BAB II
MONOGRAFI SULAWESI SELATAN
A. Letak Gegeografis

1

Etnis Bugis merupakan suatu kelompok etnis yang mendiami salah
satu pulau di Indonesia yaitu Pulau Sulawesi, tepatnya di daerah Sulawesi
Selatan. Ibu kota dari Sulawesi Selatan adalah Makassar. Terdapat 4 suku
yang menetap di bagian Sulawesi Selatan, yaitu Suku Bugis, Suku Makassar,
Suku Mandar dan Suku Taroja.
Letak geografis dari Sulawesi Selatan diantara 00 12’ – 80 Lintang
Selatan dan 1160 48’ – 1220 36’ Bujur Timur. Sulawesi Selatan bagian utara
berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, dibagian timur
berbatasan dengan Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara, sedangkan dibagian
1
http://bentengkehidupan.wordpress.com/2009/08/04/sejarah-kota-makassar/
upload, 30/04/2014, rabu, jam 11:45
11

barat berbatasan dengan Selat Makassar dan bagian selatan berbatasan

dengan Laut Flores.2
Berdasarkan letak astronomi dari Sulawesi Selatan membuat daerah
ini memiliki permukaan bumi yang terdiri dari tanah pegunungan dan padang
rumput. Daerah pegunungan dengan lapisan tanah serta bentangan padang
rumput yang ada diselangi oleh hutan belukar. Pegunungan Latimojong dan
Verbeek memiliki ketinggian rata- rata 2000- 3000 m, yang terletak didataran
tinggi Bone dan Maros. Pada bagian selatan terdapat gunung Lompobattang
(gunung berapi yang tidak aktif lagi) yang ketinggiannya sekitar 2.871 m.
Secara geografis Sulawesi Selatan dikelilingi oleh tiga laut. Sebelah
barat dibatisi oleh selat Makassar, sebelah Selatan oleh laut Flores dan
sebelah Tenggara oleh selat Bone. Keadaan ini menjadikan daerah Sulawesi
Selatan disebut sebagai sebuah daerah maritim. Posisi ini memberikan
peluang kehidupan bagi orang Sulawesi Selatan untuk mengelola sumber
daya alam dari laut. Khususnya bagi mereka yang tinggal di bagian pantai.3
Luas dari wilayah Sulawesi Selatan ± 63.135,53 km 2, dengan jumlah
penduduknya pada tahun 1961 berkisar 4.730.600 jiwa. Untuk mengetahui
jumlah penduduk etnis Bugis pada abad ke-15 penulis tidak mendapatkan
sumber. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri dari empat suku bangsa, yaitu
suku bangsa Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar.


2 Kemetrian Keuangan Republik Indonesia, Tinjuan Ekonomi dan Keuangan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, (Jakarta : Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan,
2012), h. 5-6
3 Bambang Suwando, Geografi Budaya Daerah Sulawesi Selatan, (Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, , Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976/1977), h. 7

12

Suku Bugis mendiami beberapa daerah yang ada di Sulawesi Selatan
diantaranya, Kabupaten Bone, Wajo, Soppeng, Sinjai, Bulukumba, Barru,
Pare Pare, Sidrap, Pinrang dan Luwu. Jumlah dari suku Bugis diperkirakan
2.800.000 jiwa.
Suku Makassar mendiami beberapa daerah, yaitu Kabupaten
Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa dan Sleayar. Bahkan sebagian dari suku
Makassar mendiami Kabupaten Maros, Pangkajene dan Ujungpandang
dengan jumlah penduduknya berkisar 1.200.000 jiwa.
Suku Taroja terutama mendiami daerah- daerah Kabupaten Tana
Taroja, sebahagian Polmas, sebagian di kebupaten Luwu dan sebahagian
lainnya tersebar di beberapa kota kabupaten. Jumlah dari suku Taroja di

perkirakan 560.000 jiwa.
Sedangkan suku Mandar yang ada di Sulawesi Selatan mendiami
daerah- daerah kabupaten Mandar dan Mamuju. Sebahagian dari suku Madar
juga ada di kabupetan Polmas. Suku Mandar yang berada di Sulawesi Selatan
diperkirakan berjumlah 200.000 jiwa.4
Dari empat suku yang ada di Sulawesi Selatan penulis akan lebih
banyak berbicara tentang suku Bugis sesuai dengan pokok pembahasan dalam
penelitian penulis. Suku Bugis mendiami beberapa daerah di Sulawesi
Selatan yang lebih megarah ke sebelah barat dari Sulawesi Selatan. Mereka
lebih banyak tinggal dibagian pantai-pantai dari laut, yang membuat pola
kehidupan mereka menjadi suatu kelompok pencinta lautan.

4 Ibid, h. 34- 35

13

Dilihat dari peta dapat penulis jelaskan bahwa etnis Bugis memiliki
kondisi alam yang dapat dikatakan subur, karena dekat dengan perairan. Dari
letak geografis kediaman dari etnis Bugis tersebut menciptakan keunikankeunikan bagi pola kehidupannya. Keunikan dari mereka terletak pada pola
kehidupan yang didominasi oleh mereka “dunia perahu”.5

Tome Pires dalam perjalanannya tahun 1513 M sempat menceritakan
aktivitas dan keadaan negeri Makassar, sebagai berikut :
“Kepulauan Macacar (Makassar) terdapat kira- kira empat atau lima hari
pelayaran lewat pulau yang baru kita sebut (Borneo atau Kalimantan), ditengah
jalan (dari Malaka) ke Maluku….. Ujungnya yang satu hampir mencapai Buton, di
atasnya Madura, yang satu lagi meluas sampai jauh ke utara. Orang semua kafir, di
situ terdapat lima puluh orang raja lebih. Pulau ini berdagang dengan Malaka, Jawa,
Borneo, Negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan
Negeri Siam… Mereka memiliki bahasa sendiri, lain dari yang lain. Semua orang
gagah dan suka berperang. Di situ terdapat banyak bahan makanan.
Orang- orang dari pulau itu adalah perompak yang paling besar di dunia,
kekuatannya besar dan perahunya banyak. Mereka berlayar untuk merompak dari
negeri mereka sampai ke Pegu, dan dari nege.ri mereka sampai ke Maluku, Banda
5 Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika,
(Bandung, Mizan, 2005), h. 99

14

dan di semua pulau di sekitar Jawa… Ada pasarnya kemana mereka mengirim
barang- barang rampoknya dan menjual budak yang ditangkap. Mereka berlayar

keliling pulau Sumatra. Pada umumnya mereka bajak laut. Oleh orang jawa meraka
disebut Bajuus (Bajo) dan orang Melayu menyebut mereka Celates (orang Selat).
Barang mereka bawa ke Jumaia (?), di dekat Pahang, tempat mereka berjualan dan
mengadakan pasar terus- menerus.
Mereka membawa beras yang putih sekali dan sedikit emas. Mereka
membawa pulang kain bertangis, kain dari Cambai dan sedikit dari Benggala dan
keeling bersama banyak luban jawi dan dupa. Pulau itu banyak penduduknya,
banyak dagingnya, perbekalan berlimpah- limpah. Orangnya semua memakai keris,
dan mereka kuat- kuat semua. Mereka berlayar kian ke mari dan ditakuti dimanamana, sebab memang semua perompak patuh kepada mereka, sebab memang pantas
dipatuhi.6

Letak Makassar yang strategis menjadikan daerah Makassar sebagai
daerah pusat perdagangan dan pelabuhan bagi bangsa Portugis, Belanda dan
Melayu. Selat Makassar menjadi tempat bagi kapal- kapal yang beraktivitas
dalam perdagangan dan berniaga baik itu yang lewat dari utara ke selatan dan
sebaliknya. Dengan posisi tersebut membuat Makassar ramai dikunjungi
tidak hanya saja oleh para pedagang dari Nusantara saja, bahkan pedagang
dari Eropa dan Asia Pasifik juga ikut berperan dalam perdagangan di kota
pelabuhan di Makassar.
Kota Makassar menjadi pusat perdagangan di bagian Indonesia bagian

timur tidak bisa kita lepaskan dari sebuah kerajaan yang berada di daerah
Makassar, yaitu kerajaan Gowa. Kota Makassar selama berada dibawah
kekuasaan kerajaan Gowa mengalami beberapa dekade yang terjadi dalam
perdagangan dan perniagaan. Bahkan selama dibawah kekuasaan kerajaan
Gowa, Makassar menjadi kota perniagaan dan perdagangan dari berbagai
daerah, baik dari eropa dan china.

6 Catatan dari Tome Pires, lihat buku Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan
Gowa Abad XVI sampai Abad XVII, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005)., h. 17

15

Makassar sebagai kota perniagaan yang menghasilkan rempahrempah, cengkeh dan hasil bumi yang lainnya, yang berasal dari kepulaun
Maluku. Dimana dikala itu para pedagang tidak sampai ke Maluku untuk
mencari hasil bumi yang dapat dibawak, maliankan para pedagang dari luar
menanti kedatangan hasil bumi di Makassar. Proses perniagaan dan
perdagangan ini terjadi di selat Makassar.
Kota Maluku sebagai kota penghasil rempah-rempah dibagian
Nusantara bagian timur memberikan manfaat dalam perkembangan kota
Makassar dalam dunia perdagangan. Dimana pada waktu itu Maluku

merupakan daerah yang dikuasai oleh orang- orang Makassar semenjak
bangsa Portugis datang ke Makassar. Orang- orang Makassar yang memegang
peran perdagang di Maluku menjadi pedagang yang disegani oleh banyak
pihak dari pedagang lainnya. Kedatangan rampah-rempah ke Makassar tak
lain dibawa oleh bangsa Makassar itu sendiri. Ramainya para pedagang dari
berbagai daerah di Makassar menanti kedatangan rempah- rempah, inilah
yang membuat kota Makassar menjadi kota niaga setelah keruntuhan
kesultanan Malaka di Tanah Semenanjung Malaya.
B. Karakteristik Etnis Bugis
Etnis Bugis merupakan suatu kelompok etnis yang berasal dari daerah
Sulawesi Selatan.7 Etnis Bugis juga termasuk suku terbesar ketiga di
Indonesia setelah suku Jawa dan Sunda. Bahkan etnis Bugis pada saat
sekarang telah tersebar kebeberapa daerah di Indonesia seperti, Sulawesi
7 Saifullah, Peranan Suku Bugis-Makassar di Tanah Semenanjung Malaya, 2014,.
h. 2

16

Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Riau, Kepeluan Riau, Malaysia dan Brunei Darussalam.8

Etnis Bugis merupakan suku yang tergolong ke dalam suku-suku
Deutero- Melayu, atau Melayu Muda. Etnis Bugis tergabung ke dalam
kelompok bahasa Austronesia yang meliputi wilayah keseluruhan Indonesia,
Filipina, Tanah Semenanjung Malaya, Brunei, Sabah, Serawak dan Timur
Leste.9 Kata Bugis berasal dari kata To Ugi yang berarti Bugis. Penamaan Ugi
ini merujuk pada nama raja pertama dari kerajaan Cina yang datang ke daerah
Sulawesi Selatan tepatnya di Kecematan Pammana Kabupaten Wajo sekarang
ini yaitu La Sattumpugi.10
Karakteristik dari etnis Bugis tidak jauh berbeda dengan karakteristik
maasyarakat Asia Tenggara secara umum, yang mana karateristik dari
masyarakat Asia tenggara memiliki watak yang lebih damai, ramah dan
toleran.11 Dimana watak inilah yang nantinya memberikan kemudahan dalam
penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.
Ciri dari etnis Bugis yang membedakan dengan etnis yang lainnya
terdapat dari bahasa yang digunakan dan adat- istiadatnya. Penjelasan dari
Tome Pires juga menggambarkan karakteristik dari etnis Bugis pada tahun
1513 M, diantaranya :

8 http://telukbone.ucoz.net/publ/2-1-0-7, upload jum’at, 11/04/2014, jam 21:25
9 Anthony Reid, Asia Dalam Kurun Niaga 1450- 1680, Jilid 1 : Tanah di Bawah

Angin, (Jakarta, yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2011), h. 6-7
10 Saifullah, Op Cit, h. 1
11 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1999), h. xv

17

1. Perompak
Mengutip ungkapan dari Tome Pires, bahwa etnis bugis
merupakan salah satu kelompok perompak yang ditakuti di dunia,
kekuatan mereka yang besar dan tidak takut mati dengan jumlah
perahu yang banyak. Etnis Bugis “Bajo” memiliki sebuah
kecendrungan dalam kehidupannya selalu berupaya untuk tetap
berkelompok kemanapun mereka pergi, sehingga inilah yang
membuat mereka terlihat banyak dan ditakuti.
Denys Lombard dalam bukunya mengatakan bahwa orangorang Bajo adalah perompak dan bajak laut yang menggunakan
perahu kecil. Mereka tunduk kepada pemerintahan Malaka dan
pangkalan mereka terletak di daerah Bintang. Kehidupan menjadi
perompak di lautan yang dilakukan oleh etnis Bugis terjadi lebih
keras setelah jatuhnya Makassar ke tangan kolonial Belanda.12

Namun, dari sumber lain yang penulis dapatkan kebiasaan etnis
Bugis sebagai perompak di lautan telah terlihat semenjak tahun
1513 M, dimana etnis Bugis merupakan orang yang gagah dan
menyukai peperangan.13
Etnis Bugis yang menyukai peperangan ini disebabkan oleh
adat istiadat yang turun temurun dari nenek moyang mereka.
Dimana sebenarnya etnis Bugis tidak bisa melihat salah seorang
kelompoknya disakiti oleh orang lain. Kehidupan berkelompok
12 Saifullah, Op Cit, h. 6
13 Dikutip dari penjelasan Tome Pires, dalam buku Ahmad M. Sewang, Op Cit, h.
17

18

mereka ini yang dibawa hingga ke lautan. Di lautan etnis Bugis
adalah sebuah kelompok yang dapat dikatakan menyebar
keberbagai daerah dengan perahu-perahu kecilnya dalam jumlah
yang cukup banyak.

14


2. Berlayar
14 Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian II:
Jaringan Asia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Forum JakartaParis dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient), h. 90

19

Etnis Bugis yang manyoritas mendiami daerah pesisir
pantai telah menjadikan etnis Bugis sebagai pelayar yang ulung
untuk di lautan diantaranya etnis Bajo (sepupu dari etnis Bugis). 15
Orang Bajo tersebut merupakan sebuah kelompok yang berasal dari
Sulawesi, yang merupakan wilayah yang sama dengan etnis Bugis
atau Tau-Wugi. Mereka bahkan telah melakukan pelayaran keliling
pulau hingga ke Sumatera. Mereka mendapatkan semua bahan
makan dan sebagian dari mereka tinggal di atas perahu kecil yang
dijadikannya sebagai alat transportasi. Mereka yang hidup dalam
perahu kecil ini kebanyakan telah memeluk agama Islam dengan
berbicara menggunakan dialek-dialek yang sedikit banyak masih
berkerabat dengan bahasa Melayu.
Etnis Bajo (sepupu etnis Bugis) yang telah melakukan
pelayaran di lautan lepas beberapa kemudian memiliki pemukiman
yang tetap. Karakter mereka yang hidup di lautan membuat
pemerintahan Indonesia dan Malaysia memberikan tempat untuk
bermukim dibagian tepi laut. Mereka tersebar diberbagai daerah,
diantaranya Selat Malaka, terutama di pantai selatan Negeri Johor
dan Kepulauan Riau. Mengarah ke timur di pantai timur
Kalimantan, Sulawesi terutama di Teluk Bone, pulau-pulau kecil
Teluk Menado dan sampai kepulauan Sulu.16

15 Robert Dick- Read, Penjelajah Bahari ……, Op Cit., h. 99
16 Denys Lombard, Op Cit, h. 88

20

Kehidupan berlayar yang dilakukan oleh etnis Bugis
membentuk jati diri sebagai orang laut. Orang Bugis sudah lama
sekali menjelajahi semua lautan kepulauan Indonesia. Etnis Bugis
yang melakukan pelayaran keberbagai daerah dengan perahunya
dengan berkelompok menjadikan etnis Bugis sebagai suatu
kelompok yang tidak pernah takut untuk mati, bahkan menjadi
sebuah

kelompok

yang

ditakuti

dalam

perairan

karena

kepandaiannya dalam berlayar mangarungi lautan.
3. Bertani
Kehidupan dari etnis Bugis tidak hanya mengitari lautan
saja, melainkan etnis Bugis juga ada yang beraktivitas sebagai
petani sebagaimana aktivitas masyarakat Asia Tenggara secara
umum. Itu semua, terbukti dari penjelasan dari Tome Pires
sebelumnya. Dimana etnis Bugis ketika melakukan pelayaran
selalu membawa beras yang putih sekali dan sedikit emas sebagai
perbekalan selama berada dilautan.
Tanaman-tanaman yang di tanam oleh masyarakat Sulawesi
Selatan meliputi bahan makanan, diantaranya : padi, jagung,
kacang- kacangan, ubi dan sebagainya yang menjadi bahan pokok
sehari-harinya. Di samping itu mereka juga memiliki perkebunan,
yang mana hasil dari perkebunannya didagangkan di pelabuhan
selat Makassar, diantaranya : kelapa, karet, kopi, tembakau,
cengkeh, merica, kapok, tebu, jeruk dan kenari.

21

4. Serdadu Bayaran
Etnis Bugis yang berani mati membuat beberapa bangsa
Eropa berupaya untuk menjalin persahabatan dengan etnis Bugis.
Salah satu bangsa Eropa yang melakukan kerja sama adalah bangsa
Portugis. Bangsa Portugis yang telah mendapatkan pusat
perdagangan di Tanah Semenanjung Malaya tepatnya Selat Malaka.
Malaka yang telah menjadi daerah bangsa Portugis
memberikan kemudahan kepada bangsa Portugis dalam perjalanan
mencari rempah-rempah keberbagai daerah di Nusantara. Salah
satu daerah yang dikunjungi oleh bangsa Portugis adalah daerah
Makassar.
Etnis Bugis menjadi serdadu bayaran telah mulai terjadi
pada masa pemerintahan Portugis di Malaka. Dimana ketika itu
pemerintahan Portugis di Malaka selalu mendapatkan ancaman dari
kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Tanah Semenanjung Malaya,
yaitu kerajaan Johor dan dari kerajaan Islam di pulau Sumatera
yaitu kerajaan Aceh. Peperangan yang sering terjadi membuat
bangsa Portugis berupaya untuk mencari bala bantuan dari etnis
Bugis sebagai serdadu bayaran.
C. Faktor-Faktor Penghijraan Etnis Bugis ke Tanah Semenanjung Malaya
Keragaman etnis, budaya dan bahasa di kawasan Asia Tenggara sama
sekali bukan fenomena yang baru untuk menjadi pembahasan di era modern
sekarang ini. Bukti dari para arkeologi menjadi bukti akan keragaman yang

22

dimiliki kawasan Asia Tenggara semenjak ribuan tahun lalu. 17 Walaupun
terkadang masa prasejarah untuk kawasan Asia Tenggara sulit untuk
direkontruksi hingga sekarang.
Keragaman etnis yang ada di kawasan Asia Tenggara penulis dapat
melihat dari perhubungan dagang yang terjadi di Tanah Semenanjung
Malaya, yaitu Selat Malaka. Selat Malaka sejak dari abad pertama hijirah
menjadi sebuah tempat yang sangat penting di kawasan Asia Tenggara dalam
perdagangan dan pelayaran. Hubungan perdagangan dan pelayaran yang
terjadi di Selat Malaka menghubungkan negeri- negeri Asia Timur Jauh, Asia
Tenggara dan Asia Barat.18 Hubungan ini yang penulis rasa membuat
keragaman yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dalam hal etnis.
Pada abad pertama hijiriah telah menunjukkan adanya keragam etnis
yang ada di kawasan Asia Tenggara, diantaranya etnis dari Asia Timur Jauh
(etnis China), etnis yang berasal dari Asia Tenggara (penduduk asli Asia
Tenggara pemburu peramu) dan etnis yang berasal dari Asia Barat (Etnis
Arab). Bahkan, para pelaut yang melewati Selat Malaka juga diwajibkan
berhenti. Sehingga tercipta interaksi dari berbagai pelaut baik itu berasal dari
kawasan Nusantara dan para pelaut lainnya. Diantara dari pelaut tersebut
salah satu pelaut yang berasal dari Makassar adalah etnis Bajau 19, yang mana

17 M.C. Ricklefs, Bruce Lockhart, dkk, Sejarah Asia Tenggara Dari Masa
Prasejarah Sampai Kontemporer, (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013), h. 1
18 Editor Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Asia Tenggara,
(Jakarta : Ictiar Baru Van Hoeve, 2002),. h. 9
19 Etnis Bajau “Bajo” memiliki bahasa dan kebiasaan- kebiasaan yang sama dengan
etnis Bugis, atau dengan kata lain etnis Bajo merupakan sepupu dari etnis Bugis. Namun,
seiring dengan kebiasaan mereka sebagai pelaut yang nomadem, etnis Bajo telah mengalami
perubahan dalam kebiasaannya akibat dari hubungan dengan bangsa- bangsa lain.

23

etnis Bajau merupakan bangsa pelaut nomadem yang telah mulai tersebar di
beberapa kepulauan Nusantara.20
Penghijraan etnis Bugis sudah lama sekali menjelajahi lautan
kepulauan di Indonesia. Penjelajahan yang dilakukan oleh etnis Bugis
sekurang-kurangnya telah dimulai pada abad ke-16. Pada abad ini
pemukiman etnis bugis telah terdapat di kepulauan Indonesia dan di Tanah
Semenanjung Malaya.21 Kedatangan etnis Bugis ke Tanah Semenanjung
Malaya, yang mana pada Abad ke- 17 telah terdapat pemungkiman etnis
Bugis di Tanah Semenanjung Malaya. Pada abad ke-18 mereka telah berada
di Selat Malaka. Pada abad ke-17 dan abad ke-18 etnis Bugis telah terlibat
dalam sejarah Selangor dan Ksultanan Riau. Namun, kedatangan etnis Bugis
yang cukup besar terjadi pada abad ke- 19, bahkan kedatangan etnis Bugis
hingga sekarang masih berlanjut ke Tanah Semenanjung Malaya. Penghijraan
dari mereka pada masa ini mengalami perubahan dalam bentuk perahu yang
dipergunakan, perahu semakin berkembang dari abad sebelumnya.

20 Robert Dick- Read, Op Cit, h. 95
21 Denys Lombard, Op Cit, h. 89

24

Kedatangan dari etnis Bugis ke Tanah Semenanjung Malaya bukan
karena tiada sebab, melainkan kedatangan dari etnis Bugis disebabkan oleh
dua faktor yaitu, faktor Internal (dalam) dan faktor eksternal (luar), yaitu :

25

1. Faktor internal
Faktor internal yang mendasar dari penghijaraan etnis Bugis ke
Tanah Semenanjung Malaya

dikarenakan kebiasaan dari etnis Bugis.

Dimana etnis Bugis memiliki kesamaan dengan etnis Minangkabau dalam
hal merantau untuk mencari kehidupan yang lebih baik, tradisi merantau
juga dilakukan oleh etnis Bugis.22 Tradisi merantau dalam etnis Bugis
bertujuan untuk mencari kebijaksanaan dan kekayaan, bahkan untuk etnis
Bugis pergi merantau sama dengannya menikah. Etnis Bugis akan
mengirim atau menganjurkan anggota keluarganya untuk pergi keluar dari
pulau atau tempat tinggal mereka, untuk mencari kedamaian dan
kekayaan. Kehidupan merantau dari etnis Bugis dapat untuk selamanya
atau hanya untuk mencari kekayaan, setelah mendapatkan kekayaan
mereka pulang kekampung halaman.23 Kebiasaan yang telah turun
menurun ini menjadi faktor internal dalam kehidupan dari etnis Bugis
yang melakukan penghijraan ke Tanah Semenanjung Malaya. Kebiasaan
etnis Bugis dalam hal merantau dilatar belakangi oleh mitos dan
kepercayaan yang berbunyi : “Mappesona ri Dewata Seuae, tasalaipi
kampotta taita deceng” yang memiliki arti berserahlah kepada Tuhan
Yang Maha Esa, tinggalkan kampungmu untuk nantinya memperoleh
kebaikan.24 Makna yang terkandung dalam ungkapan diatas adalah orang
Bugis akan mendapatkan kebaikan, apabila mereka telah meninggalkan

22 Artikel Rahilah Omar, Khazin Mohd. Tamrin, dkk, Op Cit, h. 43
23 Robert Dick- Read, Op Cit, h. 100
24 Ahmad M. Sewang, Op Cit, h. 74

26

kampung halaman. Kebaikan disini penulis merasa mencari kebaikan
dalam kehidupan materil.
Faktor internal lainnya, dalam sistem politik di Sulawesi Selatan
yang tidak stabil lagi, bahkan sebelum Belanda memasuki Sulawesi
Selatan.25 Pertikaian yang terjadi dimulai ketika terjadi persaingan
memperebutkan pusat perdagangan yang ada di Sulawesi Selatan pada
abad ke- 16. Pertikaian ini terjadi antara kerajaan Gowa dengan bangsa
Belanda. Namun, sebelum terjadi pertikaian antara bangsa Belanda,
kerajaan Gowa telah terjadi pertikaian dengan kerajaan Bugis. 26 Pertikaian
ini dilatar belakangi oleh perebutan letak dari Makassar yang sangat
strategis. Dimana ditinjau dari geo-politik selat yang ada di Makassar
diapit oleh dua sungai Tallo dan Jenenberang, di sebelah selatan dan utara.
Bahwa kita telah mengetahui awal dari sebuah peradaban terdapat di tepi
sungai seperti peradaban di Mesir sepanjang sungai Nil.
Pertikaian tersebut seolah-olah memperebutkan daerah tersubur di
Sulawesi Selatan, yaitu Makassar. Bagian timur dari Makassar merupakan
suatu daerah yang subur. Peristiwa dalam memperebutkan daerah yang
subur tidak hanya terjadi sekali saja, dimana di Thailand juga terjadi
perubutan daerah yang subur antara kerajaan Patani dengan kerajaan Thai.

25 Artikel Rafiuddin Afkari Hj. Abdul Fattah, dkk, Penghijrahan Masyarakat Bugis
ke Alam Melayu : Kajian Kes Bugis di Indragiri Hilir Riau, dalam Seminar Serumpun
Melayu V Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin Makassar Indonesia dengan
Universitas Kebangsaan Malaysia, pada 8-9 Juli 2011,. h. 3, Upload 29/10/2013, jam 22 : 33
26 Kerajaan Bugis diantranya Kerajaan Soppeng, wajo dan Bone

27

Perebutan daerah kekuasaan yang subur akan memberikan kemajuan
tersendiri bagi sebuah kerajaan dalam sektor ekonomi dan politik.
Kerajaan Gowa yang memegang tampuk kekuasaan di bagian
Sulawesi Selatan berusaha untuk mempertahankan daerah kekuasaan
khususnya selat Makassar. Selat Makassar menjadi sebuah sektor yang
sangat penting dalam membangun kemajuan kerajaan Gowa dalam bidang
ekonomi. Demi mempertahankan sebuah daerah yang memiliki peran yang
sangat penting kerajaan Gowa membangun sebuah benteng pertahanan di
daerah kekuasaannya yang berbatasan dengan kerajaan Bugis. Terdapat
tiga benteng utama dalam kerajaan Gowa, yaitu benteng Somba Opu,
Ujung Padang dibagian sebelah utara dan benteng Panakukang dibagian
sebelah selatan.27
Berdirinya benteng pertahanan bagi kerajaan Gowa bertujuan
untuk menahan serangan dari kerajaan Bugis yang ingin melakukan
penyerangan terhadap kerajaan Gowa. Peperangan antara sesama kerajaan
di Sulawesi terjadi pada adab ke-15 M. Peperangan ini terjadi di daerah
perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi. Masingmasing kerajaan memperluas daerah jajahannya, dimana kerajaan Bone
melakukan perluasan wilayah sehingga bertemu dengan daerah yang di
kuasai kerajaan Gowa di Bulukumba.
2. Faktor eksternal
27 Abdul Rajid, Restu Gunawan, Makassar Sebagai Kota Maritim, (Jakarta: Proyek
Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, 2000), h. 10

28

Kedatangan entis Bugis ke Tanah Semenanjung Malaya, ditandai
dengan kedatangan bangsa Balanda ke Sulawesi Selatan. Tujuan utama
dari kedatangan Belanda ke Nusantara adalah untuk perdagangan.
Perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Belanda mengarungi lautan
untuk mencari tempat penghasil rempah- rempah.
Belanda merupakan suatu negara yang aktif dalam perdagangan
untuk memasarkan rempah-rempah di Eropa. Rempah-rempah yang
diperdagang oleh bangsa Belanda di Eropa berasal dari bangsa Portugis
yang telah mengusai pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan yang
dilakukan oleh bangsa Belanda di Eropa berlangsung hingga 1580 M
ketika Portugal dan Spanyol mulai bersatu. Persatuan Portugal dengan
Spanyol merugikan bangsa Belanda, karena bangsa Belanda telah lama
bermusuhan dengan Spanyol. Namun, dengan bersatunya bangsa Spanyol
dengan Portugal membuat bangsa Belanda merasa terancam dalam bidang
perdagangan yang dijalankannya. Sehingga bangsa Belanda membuat
keputusan untuk mencari jalan sendiri dalam mencari rempah-rempah ke
daerah Asia.
Pada tahun 1596 M, ekspedisi Belanda pertama sampai di Banten
di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman. Ketika itu Banten
merupakan sebuah pelabuhan yang menghasil lada terbesar di Jawa Barat.
Ekspedisi bangsa Belanda di daerah Banten mengalami konflik dengan
orang-orang Portugis yang telah ada di Banten sebelum kedatangan bansa
Belanda. Konflik tersebut tidak hanya terjadi dengan bangsa Portugis saja,
29

melainkan konflik dari kedatangan Belanda juga terjadi dengan penduduk
pribumi.
Houtman yang menjadi pemimpin dalam ekspedisi tersebut
terpaksa meninggalkan Banten dan kemudian melakukan pelayaran
kedaerah timur dengan menyusuri pantai utara Pulau Jawa. Ekspedisi dari
Belanda yang menuju ke timur mengalami banyak tantangan dan
hambatan, dimana hambatan dan tantangan yang diahadpi adalah wabah
penyakit. Penderitaan dalam melakukan ekspedisi mencari rempah-rampah
sekalipun demikian bangsa Belanda berhasil mencapai tujuan utamanya
dalam mencari daerah penghasil rempah-rempah. Pada nantinya membuat
bangsa Belanda saling bersaing sesamanya untuk mendapatkan rempahrempah. Hingga nantinya perjalanan mencari rempah-rempah dari
kepulauan Maluku berhenti di Makassar.28
Pada tahun 1601 M, Belanda melakukan kontak pertama dengan
kerajaan Gowa. Pada saat itu, kerajaan Gowa berada di bawah pimpinan I
Mangarangi Daeng Manrabia. Namun, pada tahun 1603 M, para pedagang
mengirim surat kepada Raja Gowa untuk meminta izin untuk mendirikan
sebuah kantor dagang. Raja Gowa pasa saat itu memberikan izin kepada
bangsa Belanda dalam mendirikan kantor dagang, tetapi dengan syarat
bangsa Belanda datang hanya semata-mata untuk berdagang.

28 Ahmad M. Sewang, Op Cit h. 61

30

Bedirinya kantor perdagangan bangsa Belanda membuat bangsa
Belanda dapat melakukan kontak dengan para pedagang tradisonal 29 yang
berasal dari orang Makassar sendiri dapat dilakukan dengan intensif.
Terbukanya kontak dagang yang lebih intensif dengan para pedagang
Makassar membuka peluang bagi bangsa Belanda untuk berusaha
menguasai pusat perdagang yang ada di Sulawesi Selatan. Adanya
keinginan untuk menguasai pusat perdagangan dari Sulawesi Selatan
menciptakan reaksi dari pihak-pihak pedagang setempat.
Reaksi yang sangat kaut antara para pedagang setempat terhadap
keingian untuk menguasai terjadi ketika kerajaan Gowa berada di bawah
pimpinan Sultan Hasanuddin. Usaha yang dilakukan oleh bangsa Belanda
ditentang keras oleh Sultan Hasanuddin, dimana ia berkata tidak ada
seorang pun, termasuk bangsa Belanda yang berhak untuk menjadi
penguasa tunggal (memonopoli) dalam bidang perdagangan. Ketegangan
hubungan antara kerajaan Gowa dengan Belanda melahirkan peperangan.
Peperangan tersebut terjadi pada tahun 1666 M.
Belanda dalam usahanya untuk menguasai perdagangan di
Sulawesi

Selatan,

mereka

berada

dalam

posisi

yang

sedikit

menguntungkan. Dimana dalam menggapai tujuannya kerajaan Gowa

29 Pedagang tradisional disini adalah para pedagang-pedagang yang berada di
daerah Makassar, salah satunya termasuk para pedagang dari etnis Bugis. Pedagang
tradisonal disini adalah para pedagang yang telah ada sebelum datangnya bangsa Belanda
ke Makassar. Suku Bajo, Suku Mandar, Suku Makassar juga termasuk dalam kategori
para pedagang tradisional. Dalam buku Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari, pada
halaman 99 mengatakan keempat suku tersebut masih berada dalam tali kekerabatan.
Kekerabatan ini berada dalam “dunia perahu”.

31

dengan kerejaan Bone berada dalam sebuah pertentangan ketika masa
pemimpin Sultan Hasanuddin. Pertntang yang berawal dari usaha dari
kerajaan Gowa dalam memperluaskan daerah kekuasaannya ke daerahdaerah kerajaan yang lain. Kerajaan Gowa bahkan telah berencana untuk
menguasai kerajaan Bone. Keinginan untuk mengausai kerajaan Bone
mendapat perlawanan dari salah seorang penguasa kerajaan Bone,yaitu
Arung Palaka.
Arung Palaka berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan
kerajaan Gowa. Usaha yang dilakukan oleh Arung Palaka mendapatkan
didukung oleh para pemimpin kerajaan Bone. Usaha untuk terlepas dari
pengaruh kerajaan Gowa selalu terjadi dengan kekerasan, yang
menimbulkan pertempuran antara kedua kerajaan. Pertempuran yang
terbesar terjadi pada tahun 1660 M. salah satu lascar dari Bone meninggal
dalam pertempuran, yaitu Tobala. Pada pertempuran ini Arung Palaka
berhasil lolos, walaupun dalam pertempuran ini ia hampir tewas. Arung
Palaka berhasil menyembunyikan diri dan berusaha menyusun kembali
strategi untuk menyerang kerajaan Gowa dengan 4000 pasukan. Serangan
tersebut mengalami kegagalan, pasukan kerajaan Gowa berhasil
mengalahkan pasukan Arung Palaka.
Kekalahan yang didapatkan membuat Arung Palaka merasa
terancam apabila berada di Bone. Arung Palaka melarikan diri dan
meminta perlindungan kepada Sultan dari Buton. Arung Palaka berada di
Buton selama kurang lebih dari tiga bulan dan kemudian menyingkir ke
32

Batavia. Larinya Arung Palaka ke Batavia membuka kerjasama dengan
bangsa Belanda untuk menghadapi Sultan Hasanuddin. Didalam
pertentangan ini, kerajaan Gowa juga berusaha untuk mencari bantuan
kepada kerajaan-kerajaan lainnya. Arung Palaka bekerjasama dengan
Belanda dan dibantu oleh kerajaan Soppeng, sedangkan Gowa
bekerjasama dengan kerajaan Wajo.
Kerjasama yang dilakukan oleh Arung Palaka dengan bangsa
Belanda dan dibantu oleh kerajaan Soppeng membuat kerajaan Gowa
mengakhiri kekuasaannya terhadap kerajaan Bone. Kekalahan yang
didapatkan

oleh

kerajaan

Gowa

membuat

Sultan

Hassanuddin

menyerahkan dan membiarkan Belanda memonopoli perdagangan di
Sulawesi Selatan.30
Jatuhnya kota Makassar ke tangan bangsa Belanda pada tahun
1679 membuat etnis Bugis meninggalkan Sulawesi Selatan untuk mencari
kedamaian hidup ke beberapa daerah. Pada bab sebelumnya penulis telah
menjelaskan, etnis Bugis merupakan suatu kelompok yang menyukai
kedamaian dan tidak menyukai peperangan. Tiada lagi kestabilan politik di
Sulawesi membuat etnis Bugis merasa terancam, sehingga mereka hijrah
keberbagai daerah, khususnya di Tanah Semenanjung Malaya, yaitu negeri
Johor. Etnis Bugis yang melakukan perjalanan untuk pindah kebeberapa
daerah di Kepulauan Melayu, salah satunya ke Tanah Semenanjung
30 Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia IV,( Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka,1984),
h.207-208

33

Malaya dikenal dengan sebutan Opu Bugis Lima bersaudara, diantaranya
Daeng Parani, Daeng Manumbun, Daeng Marewah, Daeng Chelak dan
Daeng Kemasi.31

31 Artikel Ahmad Farhan bin Abdullah@Zakaria, Opu Bugis Lima Bersaudara:
Peranan Daeng Menambbun ibni Daeng Rilekkek dalam Kerajaan di Alam Melayu pada
Abad ke-18, di upload pada 11 Mei 2014, pukul 15:01 Wib, h. 41

34