NEO SEPARATISME DALAM MASYARAKAT INDONES (1)

NEO-SEPARATISME DALAM MASYARAKAT INDONESIA:
SUATU KAJIAN TERHADAP ANOMALI KEBEBASAN HAK BERSERIKAT
DAN BERKUMPUL DI NEGARA DEMOKRASI
Sutiyono1
Abstrak
Pernyataan NKRI perlahan-lahan mulai memudar.Hal ini
disebabkan

pergerakan

yang

bersifat

separatis

mulai

bermunculan.Pada konteks negara demokrasi, hak berserikat dan
berkumpulsebenarnya hak yang dijunjung tinggi.Namun, pada
kenyataan dewasa ini, hak tersebut tidak digunakan sesuai dalam

UUD 1945.Bahkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika seakanseakan telah diciderai oleh pergerakan-pergerakan baru yang
notabene dapat meretakkan persatuan dan kesatuan.Penulisan
artikel ilmiah ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab neo-separatisme dalam masyarakat Indonesia serta
menemukan upaya untuk mengatasinya. Selain itu, tantangan
sebagai masyarakat yang demokratis masa kini dan prospek
demokrasi

di

Indonesia

kedepan

juga

akan

menjadi


permasalahan yang akan dikaji secara mendalam.
Kata kunci: Masyarakat, Neo-separatisme, Demokrasi
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang plural. Hal ini
dikarenakan Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari
beberapa pulau. Dari pulau ke pulau tentu terdapat berbagai budaya yang sudah
pasti berlainan. Kebhinekaan ini tidak menjadi momok bagi masyarakat
Indonesia untuk bersatu. Hal ini dibuktikan dalam peristiwa sejarah Indonesia
1Mahasiswa Jurusan Politik Dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang

prakemerdekaan. Dimana demi memperjuangkan cita-cita bersama seluruh
rakyat di Nusantara bergabung dalam visi yang sama yaitu merdeka. Hingga
pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia resmi menjadi negara yang merdeka
dengan dibacakannya teks proklamasi.
Selain itu, lahirnya Pancasila sebagai dasar negara, masyarakat Indonesia
menjadi lebih harmonis dalam berkehidupan baik bermasyarakat, berbangsa,
maupun bernegara. Pedoman atau pandangan hidup masyarakat Indonesia yang
telah disepakati bersama memberikan kontribusi dalam berbagai aspek
kehidupan baik dalam aspek hukum, agama, politik, ekonomi, dan sosial. Dalam
aspek hukum Indonesia selayaknya harus berlaku adil dan memberikan

kesempatan yang sama bagi warga negaranya. Dalam aspek agama, Pancasila
juga memberikan kebebasan warga negaranya untuk memilih suatu keyakinan
secara individual. Dalam aspek lainnya, Pancasila dijadika dasar dalam
penentuan kebijakan-kebijakan.
Semangat nasionalisme yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat seakan
menjadi kunci permanen yang tidak bisa dikesampingkan. Sejarah panjang
menggambarkan bahwa nasionalisme menjadikan sebuah solidaritas dengan
skala besar yang terbentuk dari sebuah perasaan pengorbanan. Sekelompok
orang yang berasal dari pulau-pulau di nusantara telah menciptakan ikatan di
masa lampau dan mempersiapkannya bagi generasi penerus di masa mendatang.
Namun, dimasa sekarang, semangat nasionalisme tersebut seakan
memudar. Hal ini dibuktikan oleh munculnya gerakan-gerakan separatis baru
ditengah-tengah masyarakat Indenesia. Mulai dari daerah Aceh, Maluku, hingga
Papua mengadakan perserikatan baru dengan keinginan memisahkan diri dari
NKRI (Kompasiana Semarang 28 Juli 2011). Gerakan-gerakan tersebut telah
menciderai konstitusi (pasal 1 ayat 1, pasal 25A, pasal 37 ayat 5 UUD 1945)
yang dulu telah disepakati.
Kebebasan untuk berkumpul dan berserikat pada hakekatnya merupakan
hak dalam negara demokrasi. Meskipun secara konstitusional negara menjamin
kebebasan berserikat dan berkumpul. Namun, kebebasan tersebut bukan berarti

kebebasan tanpa pembatas. Kebebasan berserikat dan berkumpul adalah

kebebasan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Jadi kebebasan di sini tidak boleh dipahami sebagai
kebebasan mutlak tanpa sebuah batas, tetapi merupakan kebebasan yang
bertanggung jawab dan sesuai aturan-aturan hukum yang berlaku.
Dalam artikel ilmiah ini, akan dibahas empat pokok inti permasalahan
yang terkait dengan separatisme di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang
demokratis. Dua hal yang pertama adalah faktor-faktor penyebab separatism
dalam masyarakat Indonesia serta upaya-upaya untuk mengatasinya. Dan dua
pokok inti permasalahan yang terakhir, terkait dengan tantangan masyarakat
demokrasi masa kini dan prospek demokrasi di Indonesia.
PEMBAHASAN
Neo-separatisme yang sekarang bermunculan di tengah masyarakat
Indonesia, tentu memiliki beberapa faktor penyebab. Faktor tersebut meliputi
faktor dari dalam maupun dari luar. Berdasarkan tinjauan dari beberapa literatur,
setidaknya ada lima faktor penyebab terjadinya gerakan separatis baru dalam
masyarakat Indonesia. Seperti yang dikatakan sebelumnya faktor tersebut
terdapat dari luar maupun dari dalam. Selanjutnya, setelah adanya beberapa
faktor penyebab yang telah diketahui, setidaknya ada lima upaya untuk
mengatasi beberapa gerakan separatis dalam masyarakat Indonesia. Upaya-upaya

tersebut akan bisa dicapai melalui integrasi dari seluruh komponen bangsa.
Selanjutnya, dua permasalahan sebagai pembahasan terakhir yaitu mengenai
tantangan masyarakat demokrasi masa kini dan bagaimana prospek demokrasi di
Indonesia.
A. Tujuan Politik Tertentu
Dalam upaya menanggulangi fenomena mengenai gerakan baru dalam
masyarakat Indonesia yang bersifat separatis, perlu mengenali terlebih dahulu
beberapa faktor penyebabnya. Dari beberapa literatur atau pustaka yang ditinjau,
terdapat limafakor yang menjadi penyebab munculnya gerakan separatis baru di
tengah-tengah masyarakat Indonesia.Kelima faktor tersebut adalah tujuan politik

tertentu, kontrak sosial gagal dan stagnasi ekonomi, faktor historis, pendidikan
yang tidak merata, serta primodialisme.
Tidak ada masyarakat yang luput dari masalah betapapun kecil, termasuk
protes politik, kejahatan dengan kekerasandan kekacauan serta pelanggaran yang
terjadi disana-sini.Pada tingkat rendah konflik-konflik semacam itu tidak
menimbulkan kekacauan yang serius pada pembangunan.Tetapi apabila sudah
menyangkut dengan separatisme yang baru bermunculan ini merupakan hal yang
tidak enteng lagi. Biasanya hal ini terjadi dipicu oleh pihak-pihak yang memiliki
antara laintujuan politik, yaitu pihak-pihak itu berusaha memperoleh kendali

negara atau memperoleh kebebasan untuk mengubah ideologi dan kebijakan
negara.
Faktor ideologi dapat muncul ketika hadir pemahaman baru mengenai
tatanan kehidupan yang dirasa lebih baik.Kegagalan negara demokrasi dalam hal
menata kehidupan masyarakat, menjadi pendorong untuk mencari ideologi
alternatif.“Dekadensi moral dan sikap apatis terhadap nilai-nilai kemanusiaan
yang menjadi buah tatanan masyarakat demokratis telah mengecewakan banyak
pihak” (Fortuna anwar 2005: 195).Dengan rentetan hal yang seperti ini,
menjadikan mereka pada akhirnya mencari ideologi alternatif yang dirasa lebih
baik, lebih adil, dan lebih mensejahterakan.Runtuhnya nilai-nilai kemuliaan
manusia menjadi nilai-nilai materialistik dan individualistik, imperialisme gaya
baru yang dirangkum dalam satu label globalisasi, merupakan strategi dan
kandungan ideologi kapitalis yang masih eksis saat ini, juga membuat orang
kecewa, sehingga muncul gerakan baru yang biasa disebut neo-separatisme
sebagai alat dalam mencapai tujuan politik tertentu.
B. Kontrak Sosial Gagal Dan Stagnasi Ekonomi
Penjelasan ini menyangkut kegagalan negara memainkan perannya dalam
kontrak

sosial


dalam

menyediakan

manfaat

ekonomi

atau

layanan

sosial.Penjelasan ini bertolak dari pandangan bahwa stabilitas sosial secara
implisit perpijak pada premis bahwa ada kontrak sosial antara rakyat dengan
pemerintah.Menurut kontrak ini hipotesis rakyat menerima wewenang negara
sepanjang negara memberikan layanan dan menciptakan kondisi ekonomi yang

memadai (pekerjaan dan penghasilan).Bila terjadi stagnasi ekonomi, atau
kemunduran dan layanan pemerintah memburuk, kontrak sosial tidak lagi

berlaku, dan akibatnya muncul kekerasan atau pemberontakan.Jadi, “tingkat
kemiskinan yang tinggi dan semakin tinggi serta layanan pemerintah yang
semakin buruk dapat diperkirakan akan menimbulkan konflik dalam hal ini
muncul gerakan baru yang bersifat separatis”Nafziger (dalam buku Hudiyanto
2005: 196).Kesenjangan (vertical) yang tinggi mungkin ada kaitan dengan
kegagalan semacam itu.Kecuali jika, disertai dengan langkah-langakah yang
berpihak pada rakyat untuk memperbaiki keadaan kehidupan golongan penduduk
yang serba kekurangan.Konsep rasa tidak puas secara umum merujuk pada
sebab-sebab yang diklarifikasi disini sebagai kegagalan kontrak sosial.
Pada awal reformasi, beberapa daerah yang kaya akan minyak dan hasil
hutan menuntut sikap adil dari pemerintah. Dalam masa Orde Baru daerah yang
kaya ini seakan menjadi sapi bajak oleh pemerintah pusat.Mereka tidak pernah
menikmati kekayaan alam yang dieksploitasi negara dari tanah leluhurnya.Pada
masa itu, APBD Aceh, Riau, dan Kalimantan timur jauh lebih kecil dari beberapa
provinsi di Jawa.Bahkan APBD Aceh jauh lebih kecil dari APBD Timtim (daerah
kecil yang miskin dan juga penuh masalah).Dari eksploitasi sumber daya alam
besar-besaran oleh negara, sedang rakyat setempat tidak menikmati hasilnya,
menjadi salah-satu pemicu gerakan separatisme. Daerah yang kaya akan sumber
daya alam tetapi tetap tergolong miskin, lambat laun secara tidak sadar tergiring
untuk membenci pada kebijakan pemerintah pusat. Akibatnya tuntutan demi

tuntutan muncul atas otonomi khusus atau bahkan keinginan untuk memisahkan
diri.
Stagnasi ekonomi yang disebabkan oleh tatakelola pemerintah pusat yang
kurang baik, bukan merupakan satu-satunya motif yang dapat mendorong neoseparatisme.Kepentingan ekonomi negara asing juga memainkan peran penting
dalam

gerakan

separatisme

dalam

masyarakat

Indonesia.Dari

sejarah

perpolitikan didunia dapat dilihat bahwasanya terdapat peran yang sangat
mencolok yakni ada peran AS dan Eropa (terutama Inggris dan Prancis),

kepentingan ekonomi selalu mengemuka.Kepentingan ekonomi ini juga menjadi

penyebab penting masuknya intervensi atau peran asing.“Sebagaimana yang
terjadi pada daerah Aceh (Arun-Lhokeseumawe) terdapat cadangan LNG (gas
alam cair) yang termasuk terbesar didunia. Eksploitasi ladang gas tersebut saat
ini ditangani oleh Exxon-Mobil (AS)” (Hudiyanto Ekonomi 2005). Demikian
didaerah lain banyak ditemukan deposit barang tambang yang cukup besar
dikuasai oleh asing. Fenomena ini, menjadikan penyebab stagnasi ekonomi dan
membuat masyarakat semakin kesal dan marah karena sumber daya alam yang
diambil dari tanah leluhurnya tidak dapa dinikmati sendiri.
C. Faktor Historis
Karena ada beberapa alasan sejarah yang melatarbelakangi terbentuknya
gerakan ini.Pada umumnya akibat dari rasa ketidakadilan, kesejahteraan tidak
merata, intimidasi oleh aparat pemerintah, dan janji-janji pemerintah pusat yang
tidak terealisasi membuat sekelompok masyarakat meciptakan suatu gerakan
menentang pemerintah.Serta keyakinan bahwa mereka mampu hidup atau
mengurus diri sendiri tanpa harus bargantung pada pemerintah Indonesia.
Sebagai contoh Organisasi Papua Merdeka (OPM), ada beberapa alasan
kenapa gerakan ini terbentuk dan melakukan pemberontakan. Antara lain: (1)
rasa nasionalisme Papua, senasib dan seperjuangan untuk berjuang bagi

kemerdekaan dan negara Papua Barat; (2) hendak meningkatkan dan
mewujudkan janji belanda yang tidak sempat direalisir akibat integrasi dengan
Indonesia secara paksa dan tidak adil; (3) latar belakang sejarah yang berbeda
antara rakyat papua barat dan bangsa Indonesia; (4) hendak mewujudkan citacita dari gerakan Cargo, yaitu suatu bangsa dan Papua Barat yang makmur di
akhir zaman. Begitu juga halnya dengan gerakan separatis yang ada di
Aceh.Gerakan Aceh Merdeka (GAM), gerakan yang diprakarsai oleh
Dr.Tgk.Muhammad Di Tiro, dibentuk pada tahun 1976 ini juga mempunyai
latarbelakang sejarah sendiri. Hasan Tiro (2005) beranggapan bahwa
“pemerintah Indonesia telah ingkar janji kepada rakyat Aceh, yang notabennya
aceh sangat berpengaruh saat melawan dan mengusir kolonial belanda dari tanah
air”. Soekarno (Presiden RI 1) berjanji akan memberikan hak Istimewa kepada
Aceh dalam hal Agama,budaya, dan pendidikan. Ditambah lagi pukulan telak

bagi aceh yaitu pembantaian terhadap Teungku Daud Beureueh beserta
pengikutnya oleh aparat pemerintah yang juga dianggap sebagai pelanggaran
HAM berat dan sampai saat ini kasusnya belum terselesaikan. Sampai-sampai
Hasan Tiro (dalam buku Konflik Kekerasan Internal 2005) berkata, Indonesia tak
lain dari proyek “Kolonialisme Jawa”, dan warisan tak sah perang kolonial
belanda. Dengan kata lain, Dia menyangkal penyerahan kedaulatan dari Belanda
kepada Indonesia pada 1949. Baginya, hak merdeka sudah harus dikembalikan
kepada bangsa-bangsa seperti aceh atau sunda, yang sudah berdaulat sebelum
Indonesia lahir. Kendati demikian, baik GAM, OPM, maupun RMS tidak pernah
mendapat pengakuan Internasional terhadap status kelompok pemberontak
mereka sehingga dalam Hukum Internasional kelompok ini dikenal dengan
istilah kelompok pemberontak Insurgensi.
D. Pendidikan Yang Tidak Merata
Sudah diketahui bersama, bahwa kualitas suatu bangsa sebagian besar
dipengaruhi oleh pendidikan. Dalam dunia pendidikan, orang akan mengetahui
berbagai hal yang sudah pasti tidak didapatkan diluar pendidikan. Melalui
pendidikan, setiap warga negara akan diberikan pengetahuan mengenai cara
berkehidupan yang baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah
satu indikator dalam pendidikan yaitu ditanamkannya semanagat nasionalisme
dan wawasan nusantara.
Dengan pengetahuan mengenai “wawasan nusantara, maka akan didapat
rasa nasionalisme yang tinggi” (Sunarto,dkk 2010: 84). Demikian halnya
masyarakat akan mengerti bagaimana yang seharusnya dilaksanakan dan yang
tidak dilakukan. Pendek kata, masyarakat akan menjadi masyarakat yang
madani, yang tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya (Azyumardi Azra
2003).
Apabila ranah pendidikan hanya ditekankan pada daerah tertentu saja,
maka yang terjadi adalah disintegrasi bangsa.Rakyat hanya mengetahui bahwa
dalam negara demokrasi yang semuanya bebas tanpa batas.Begitu halnya, dalam
membentuk suatu perkumpulan atau pergerakkan, rakyat membuat sendiri
pergerakkan yang sudah tentu melanggar konstitusi RI yakni gerakan

separatis.Dalam UUD 1945 pasal 28A yang mengatur mengenai (kemerdekaan
berserikat dan berkumpul…)dimaksudkan bahwa membolehkan membuat suatu
pergerakan asal tidak membahayakan negara.Namun, yang terjadi dewasa ini
muncul perserikatan-perserikatan bersifat separatis yakni mempunyai niat untuk
memisahkan diri dari NKRI.
Dalam KUHP juga diatur bahwasanya "gerakan separatis dapat
dikategorikan perbuatan makar karena unsur-unsur tindak pidana makar” (Fahmi
Zain Ridho 2011)terdapat dalam gerakan baru yang bersifat separatis ini. Pasal
106 KUHP (Moelyatno 2009: 43) menyatakan bahwa:
Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat hendak menaklukkan daerah negara
sama sekali atau sebahagiannya kebawah pemerintah asing atau dengan maksud
hendak memisahkan sebahagian dari daerah itu, dihukum pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. (KUHP
41, 35, 87, 1 10, 128, 130 dst., 140, 164 dst.)
Bilamana, sektor pendidikan tidak bisa diberikan secara merata, maka
sudah barang pasti khalayak umum dapat berpandangan stereoptipe mengenai
kebebasan berserikat dan berkumpul dalam negara demokrasi.
E. Faktor Primodialisme
Sebagai negara kesatuan, bukan merupakan hal yang baru lagi
primodialisme

merupakan

salah

satu

pemicu

gerakan

separatisme

di

Indonesia.Semangat kedaerahan atau kesukuan dalam banyak kasus turut
mendorong

munculnya

gerakan

separatisme.Pada

awalnya

semangat

primordialisme ini muncul dalam gerakan separatisme di Aceh tidak
menonjol.Visi dan misi Daud Beureuh dan pengikutnya pada awal 50-an adalah
berdirinya negara Islam Nasional.Bukan hanya Aceh, kompromi dari tujuan ini
adalah tuntutan penerapan syariat Islam di Negeri Serambi Mekkah itu (Daniar
Murdi Kompasiana 2011). Berbeda dengan itu, Gerakan Aceh Merdeka versi
Tengku Hasan di Tiro lebih berbau primodialisme. Hal ini terungkap dalam
pernyataan Hasan Tiro saat diwawancarai oleh TV2, sebuah stasiun TV Swedia.
Ketika menjawab perntanyaan mengenai keinginan apa yang diharapkan dari RI,
jawabannya adalah keluar dari Aceh dan orang jawa harus pergi(Kurnia 2012).
Secara politis keinginan GAM adalah memisahkan diri dari Indoneisa.
F. Pelaksanaan Komunikasi Politik

Setelah mengetahui beberapa faktor penyebab neo-separatismedalam
masyarakat Indonesia, maka dapat ditentukan upaya-upaya yang bisa dilakukan
untuk menanggulanginya. Sama seperti beberapa faktor penyebab, upaya yang
dapat dilakuakan untuk mengatasi gerakan baru yang bersifat separatis dalam
masyarakat Indonesia juga memuat lima solusi. Kelima solusi tersebut adalah
pelaksanaan komunikasi politik, ekonomi politik pemerataan, perubahan
berdimensi tiga, penerapan prinsip good governance, serta politik inklusif.
Gerakan baru dalam masyarakat Indonesia yang bersifat separatis muncul
dikarenakan miskomunikasi antara pemerintah dan masyarakat.Dalam upaya
preventif agar tidak terjadi lagi neo-separatisme, maka perlu dilaksanakan
komunikasi politik yang konsisten.Dengan adanya komunikasi yang konsisten
diharapkan dapat meminimalisir bahkan menutup erat-erat pintu menuju
separatisme selanjutnya.
“Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang plural, terdiri dari
beberapa bahasa daerah, adat, dan budaya masing-masing” Nasikun (dalam
Study Masyarakat Indonesia 2007). Tidak mudah untuk memberikan pemahaman
terkait kebijakan-kebijakn yang telah diambil, mengingat fasilitas dan teknologi
penunjang tiap daerah yang terbatas.Maka perlu diterapkan sebuah komunikasi
yang konsisten dan berkesinambungan agar tidak ada miskomunikasi yang
menimbulkan neo-separatisme.
Narasi yang terbangun oleh kajian “komunikasi politik adalah peran
perantara (mediator) antara pemerintahan dan masyarakat (warga negara),
sebagai penyampai pesan yang bermuara pada pemenuhan kebutuhan”
(Taliziduhu Ndraha 2012). Hal ini dapat dilihat dari:
Komunikasi politik adalah suatu strategi untuk mendapatkan dukungan
dan pemenuhan terhadap kebutuhan dalam sistem politik, dengan asumsi
demikian dapat dicontohkan pemenuhan kepentingan, mengambil keuntungan
melalui kebijakan dan strategi politik.Komunikasi politik sebagai alat
penghubung antara rakyat dan pemerintah, baik dalam hal mobilisasi sosial untuk
implementasikan hubungan, memperoleh dukungan, kepatuhan, dan juga
integrasi politik.Komunikasi juga berfungsi sebagai rangsangan terhadap

tanggapan aktif (feedback) atas sejumlah stimulus (output).Output tersebut
berupa kebijakan pemerintah, masyarakat adalah bagian penting sebagai
penerima atau penolak terhadap kebijakan.
Komunikasi politik memiliki peran sebagai pemberi ancaman untuk
memperoleh loyalitas (kepatuhan) sebelum alat paksa digunakan.Secara
sederhana, komunikasi sebagai pintu perundingan awal dalam menentukan atau
pengambilan kebijakan.Komunikasi politik memberikan nilai etika terhadap
pergerakan politik sehingga mampu menguasai homogenitas yang relative
tinggi.Nilai homogenitas

politik

memiliki

pengaruh terhadap

stabilitas

politik.Komunikasi politik juga mampu menjadi pengontrol sosial yg memiliki
idealisasi sosial dan keseimbangan politik (Rafael Raga Maran 1999).
G. Ekonomi Politik Pemerataan
Sebagian besar neo-separatisme muncul karena terdapat diskriminasi
dalam hal pemerataan ekonomi. Seperti pada daerah papua yang notabene kaya
akan sumberdaya alam berupa emas, akan tetapi tidak dapat menikmati dan
mempergunakan warisan alam tersebut. Eksploitasi dilakukan secara besarbesaran oleh pihak asing sebagai investor yang mempunyai kewenangan atas
daerah Indonesia yang kaya raya ini.
Dalam nilai fundamental bangsa Indonesia, sudah terdapat ketegasan
bahwasanya ekonomi Indonesia adalah ekonomi kebangsaan atau kerakyatan.
Pemerintah harusnya pro akan ekonomi rakyat, khususnya potensi daerah
masing-masing.

Namun,

dalam

kenyataannya

pemerintah

malah

lebih

menghargai para investor ketimbang masyarakatnya sendiri.Sehingga yang
terjadi adalah neo-separatisme sebagai luapan rakyat atas ketidakadilan tersebut.
Gerakan baru dalam masyarakat Indonesia yang bersifat separatis,
menunjukkan bahwasanya gerakan itu muncul karena rakyat ingin diperhatikan
oleh pihak penguasa negara. Rakyat sudah kesal akan keadaan yang dari dulu
hingga sekarang masih tergolong miskin, padahal sudah jelas-jelas Indonesia
merupakan negara terkaya dipandang dari sisi sumber daya alamnya.
Sudah saatnya pemerintah Indonesia mengadakan ekonomi pemerataan
demi tujuan politiknya kedepan.Kenyataan bahwa strategi pertumbuhan

memunculkan persoalan dalam distribusi pendapatan mendorong menculnya
kritik atas strategi itu.Upaya untuk medefinisikan kembali pengertian
pembangunan mulai terjadi, seperti yang dilakukan oleh Dudley Seers
(1973).Seer (dalam buku Ekonomi Politik 2005) mununjukkan bahwa “ada tiga
sasaran penting yang tidak boleh dilepaskan dalam membangun, yaitu apa yang
terjadi dengan pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan”.Apabila ketiganya
mengalami penurunan, pembangunan tidak diragukan terjadi.namun, apabila
terjadi sebaliknya, sulit mengakui adanya pembangunan.
Dalam konsep ini tujuan pembangunan mencakup peningkatan
pertumbuhan

ekonomi

dan

pemerataan

pendapatan.Oleh

karena

itu,

pembangunan juga difokuskan pada aspek-aspek kualitatif dari pembangunan,
yaitu mencakup masalah kemiskinan, kesenjangan, dan human resource
development. Konsep redistribusi with growth berbeda dengan konsep trickle
down effect. Terutama terletak pada metode distribusi hasil pertumbuhan
ekonominya. Dalam konsep trickle down effect, distribusi pendapatan dilakukan
semata-mata dengan menggunakan instrument fiskal dan pemberian santunan
dengan tanpa mempertimbangkan partisipasi rakyat dalam proses. Konsep ini
yang perlu dihindari dalam pemerintahan Indonesia.Akan tetapi harus
diterapkannya

konsep

with

growth

yaitu

perubahan

mengikuti

pertumbuhan.Pertumbuhan disini diartikan, dalam melakukan pemerataan
ekonomi di Indonesia, pemerintah harus melakukan pemerataan dalam
pemahaman politik dalam suatu masyarakat pada umumnya. Apabila hal ini
dapat berjalan dengan seimbang, maka konsep persatuan bukan dalam mimpi
lagi, tetapi secara nyata akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat Indonesia
baik dalam lingkup perkotaan maupun pedalaman. Hal ini, juga merupakan
faktor penunjang sebagai negara yang benar-benar menganut demokrasi
pancasila.
H. Perubahan

Berdimensi

pada

Restrukturasi,

Revitalisasi,

dan

Refungsionalisasi
Reformasi atau perubahan merupakan hal pokok yang perlu dilakukan
dalam hal mencapai kehidupan yang lebih baik.Dalam menengok permasalahan

di Indonesia khususnya gerakan neo-separatisme, sudah barang tentu dilakukan
perubahan yang bersifat mendasar.Dari beberapa perpolitikan yang telah berjalan
ini, harus diadakan evaluasi kembali bagi para kaum sekuler Indonesia.
Dalam melakukan perubahan hendaknya berdimensi restrukturisasi,
revitalisasi, dan refungsionalisasi.Restrukturisasi yaitu tindakan untuk merubah
struktur yang dipandang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman dan dianggap
tidak efektif lagi dalam memajukkan organisasi.Sedangkan

revitalisasi

merupakan upaya untuk memberi tambahan energi atau daya kepada organisasi
agar dapat mengoptimalkan kinerja organisasi. Revitalisasi berkaitan dengan
perumusan kembali rumusan tugas, penambahan kewenangan kepada unit
strategis, peningkatam alokasi anggaran, penambahan atau pergantian berbagai
instrument

pendukung

dalam

menjalankan

tugas

organisasi.

Serta

refungsionalisasi merupakan perubahan yang berkaitan dengan tindakan atau
upaya memfungsikan kembali sesuatu yang sebelumnya tidak atau belum
berfungsi.Refungsionalisasi lebih mengarah kepada penajaman profesionalisme
organisasi dalam mengemban misinya.
Apabila hal diatas diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguhsungguh, upaya ini akan meminimalisasi terjadinya tindakan pemberontak negara
atau separatisme dalam masyarakat Indonesia.
I. Penerapan Good Governance
Sistem tata kelola atau tata pemerintahan yang baik merupakan keinginan
setiap negara didunia ini.Begitu pun warga negara Indonesia sangat
mengharapkan pemerintahan Indonesia dapat berubah kearah yang lebih baik dan
memerhatikan rakyat.
Secara umum, governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara
pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindunginya (Sedarmayanti
2007).Good Governance mencakup 3 domain yang salah satunya adalahState
(negara atau pemerintahan) oleh karena itu, pada sektor publik diartikan sebagai
suatu proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatan stakeholders,
terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial, politik, dan pemanfaatan
beragam sumberdaya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia bagi

kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas: keadilan,
pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas (Word
Conference on Governance, UNDP, 1999).
Penerapan good governance menuntut adanya perubahan yang ekstensif,
terutama dalam peran pemerintah. Inti reformasi adalah bagaimana mengelola
suatu proses recognitif stage, yaitu tahap mengenali dan menyadari bahwa
perubahan memang sangat diperlukan.Kemampuan untuk mendiagnosis dan
memilih strategi untuk mendorong perubahan, adalah melakukan perubahan,
secara efektif.
Teori Perubahan yang dikemukakan oleh Kurt Lewis (1951)menyebutkan
dua kekuatan perubahan, yaitu kekuatan yang mendorong perubahan dan
kekuatan untuk menentang perubahan. Beberapa contoh kekuatan penentang
perubahan adalah kekuatan akankegagalan, kehilangan status, kebiasaan yang
sudah menetap atau kurangnya sumber daya. Kalau kekuatan pendorong
perubahan seimbang atau lebih besar daripada kekuatan penentang perubahan,
maka perubahan akan terjadi. tetapi kalau kekuatan penentang lebih kuat, maka
perubahan tidak akan berlangsung.
Di Indonesia,good governance tidak bisa dicapai dengan jangka pendek.
Akan tetapi membutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam upaya penerapan
sistem tersebut. Dengan mengacu pada penerapan sistem pemerintahan yang baik
ini, sudah tentu pemerintah akan selalu memerhatikan rakyatnya dan
mewujudkan negara yang berkeadilan sejahtera. Dengan adanya kesejahteraan
yang merata, tata kelola, dan pemerintahan yang baik ini, gerakan-gerakan
separatis mungkin akan hilang karena hakekatnya gerakan-gerakan ini sebagian
besar pemicunya adalah faktor ketidakadilan dari pemerintah suatu bangsa.
J. Politik Inklusif
Dalam menggulangi gerakan separatis baru ditengah-tengah masyarakat
yang demokratis ini juga perlu dilakukannya politik yang inklusif yang bertujuan
untuk mengurangi kesenjangan horizontal dalam dimensi-dimensi ekonomi dan
sosial serta untuk mewujudkan masyarakat inklusif.Kebijakan mencakup sektor
pemerintahan. Disini diperlukan kebijakan untuk mewujudkan perimbangan

manfaat antar kelompok dalam kaitan dengan pengeluaran pemerintah dan
bantuan (termasuk distribusi investasi, dan lapangan kerja), dan dengan
kesempatan mendapatkan pendidikan disemua tingkat bagi kelompok, layanan
kesehatan, air dan kesehatan lingkungan, perumahan dan subsidi konsumen (jika
relevan). Pemerataan kesempatan untuk mendapat pendidikan penting sekali
karena ini memberikan sumbangan kepada pemerataan dalam potensi untuk
memperoleh pendapatan, sedangkan jika pemerataan kesempatan mendapat
pendidikan tidak ada, kesenjangan pendapatan akan terus berlanjut.
Sektor swasta.Perlu dipantau sumber kesenjangan horizontal yang berasal
dari sektor swasta, dan menjalankan kebijakan untuk menghilangkan
kesenjangan.Sektor swasta dapat menjadi sumber diferensiasi kelompok.Sektor
swasta umumnya tidak terlalu explosif dari sisi politik jika dibanding dengan
sektor negara yang senjang, karena tidak langsung atau secara terbuka
dikendalikan oleh kekuatan politik. Namun demikian, dalam masyarakat dimana
sektor swasta menjadi sumber utama dari kesenjangan antar kelompok dalam
pekerjaan, pendapatan, dan kekayaan, kesenjanagan horizontal dalam sektor ini
menjadi tempat konflik bersemai dalam situasi seperti ini perlu dijalankan
kebijakan mengurangi kesenjangan horizontal yang ada saat ini di sektor swasta.
Dengan mengadakan politk inklusif ini, maka pemerataan baik ekonomi
dibidang negeri maupun swasta bisa dipukul secara merata. Sehingga akan
menimbulkan kesetaraan masyarakat Indonesia baik yang bekerja dalam bidang
negeri maupun pekerja swasta.Akhirnya tidak ada ruang bagi para aktor untuk
mencari alasan pembentukan gerakan neo-separatis dalam upaya memisahkan
diri dari Indonesia.
K. Tantangan Masyarakat Demokrasi Masa Kini
Masyarakat merupakan salah satu komponen yang penting dalam suatu
negara.Masyarakat memegang posisi yang sangat menentukan dalam menetukan
arah perkembang sebuah organisasi atau negara.Karena selain sebagai
pembentuk suatu organisasi atau negara, masyarakat juga berperan sebagai aktor
pelaksana teknis dalam kehidupan suatu negara.

Negara Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan keberagaman.
Mulai dari bahasa, suku, agama, dan terlebih lagi lokasi yang luas dan terpisah
antara satu sama lain. Dari keberagaman inilah yang melahirkan Pancasila yang
dikenal dengan sloganmya yang fundamental yakni “Bhinneka Tunggal
Ika”.Dalam konstitusinya yakni UUD 1945, tertuang penjabaran nilai-nilai
Pancasila yang mengakui keberagaman yang berawal dari pengakuan mayoritas
terhadap minoritas.“Indonesia terkenal dengan sistem pemerintahan demokrasi
yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan suatu lembaga
keterwakilan yang dipilih melalui asas kebebasan yang bertanggung jawab” (Jr,
Titus Umbu 2010).
Sebagaimana pernyataan bahwa “setiap aksi pasti ada konsekuensi”
Indonesia sebagai negara demokrasi terdapat banyak tantangan yang harus
dihadapi masa kini. Diantaranya adalah: (1) berkembangnya kelompok radikal
yakni banyak bermunculan kelompok-kelompok yang separatis dengan berbagai
motif yang beragam. Kelompok-kelompok ini berpandangan bahwa dalam
negara demokratis, masyarakat bebas ingin apa saja. Mereka belum memahami
secara mendalam mengenai hakekat dari demokrasi.Sehingga banyak masyarakat
yang berpandangan pragmatis dan stereoptipe dalam hal tertentu. (2) kepicikan
kedaerahan. Setelah reformasi berlangsung, ototnomi daerah menjadi salah satu
program yang gencar dikampanyekan oleh pemerintah.Tuntutan daerahpun
berdatangan. Dan karena asas demokrasi itulah, maka pemerintah diberikan
wewenang mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan Undang-undang nomor 22
Tahun 1999 dan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004.Kepicikan disini
dimaksudkan keegoisan daerah yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Daerah yang merasa penyumbang terbesar bagi keuangan negara akan
mengklaim bahwa daerah tersebut yang membiayai daerah lain. Hal ini akan
menimbulkan kecemburuan sosial bagi daerah-daerah lain, jika yang merasa
memberi kontribusi terbesar, banyak meminta pula dari negara. Selain keegoisan,
kepicikan daerah juga dimaksudkan berkaitan dengan peraturan daerah yang
diskriminatif. Misalnya di Aceh telah diterapkannya peraturan sendiri yakni
syariat islam. Kemudian, peraturan daerah injili yang berlaku di daerah

Wamena.Hal ini menjadi tanda-tanda awal yang bisa mengakibatkan hilangnya
demokrasi di Indonesia. Dengan adanya perda ini akan memarjinalkan kaum
minoritas. Akibatnya demokrasi tidak dirasakan oleh kaum minoritas, karena
harus mematuhi perda masing-masing daerah. (3) ketidak adilan. Ini dapat
menjadi tantangan demokrasi karena apabila terjadi ekonomi yang tidak merata,
akan mengakibatkan kecemburuan antara daerah yang satu dengan lainnya. (4)
menurunnya kepercayaan terhadap institusi yang ada. Dalam praktek demokrasi
selama ini, meskipun relative baru ternyata mulai muncul rasa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap berbagai institusi.Seperti independensi pers, partai politik,
lembaga perwakilan, bahkan kepada para penegak hukum dan para pimpinannya.
(5) globalisasi. Pemerintah dalam negeri tidak mungkin lepas dari pengaruh
negara lain. Karena dengan globalisasi warga negara secara leluasa dapat
mengakses permasalahan serta solusi dari berbagai negara di dunia.
L. Prospek Demokrasi di Indonesia
Dalam dua dasawarsa terakhir, masyarakat Indonesia telah mengalami
mobilisasi berbagai nilai-nilai sosial yang sangat fundamental. Proses ini
berlangsung kurang lebih selama lima pelita. Dengan adanya berbagai
transformasi sosial ini, lambat laun telah membawa hasil positif dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, walaupun belum mencapai tahap yang
maksimal.Demikian juga praktik demokrasi di Indonesia dari waktu ke waktu
mengalami peningkatan meskipun belum berhasil.
Prospek demokrasi di Indonesia secara lambat laun mulai tumbuh yaitu
dapat memberikan sumbangan atau manfaat bagi seluruh masyarakat.Dengan
adanya pemilihan wakil rakyat yang secara LUBER dan JURDIL, Indonesia
diharapkan dapat menciptakan pemimpin yang pro rakyat baik dalam bidang
sosial, budaya, pendidikan, ekonomi serta hukum.Namun, “prospek yang
terbangun dalam Negara Indonesia ini tidak akan terwujud apabila tidak
diimbangi dengan masyarakat yang cerdas baik dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara” (Arhy Al-Shihab Abdy 2010).Maka sudah pasti, apabila terjadi
gerakan separatisme yang muncul harus segara dicari motifnya agar dapat
bersatu kembali demi persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Neo-separatisme yang muncul ditengah-tengah masyarakat Indonesia
yang demokratis merupakan sesuatu yang tidak dapat dibenarkan, meskipun
mengatas namakan hak berserikat dan berkumpul di negara demokrasi.Gerakan
baru yang bersifat separatis ini telah banyak merugikan negara maupun
masyarakat sendiri.Akibat dari gerakan atau aksi pemberontakan maupun
pertahanan dari sekuler negara menimbulkan kerugian baik bagi pihak
pemberontak maupun pengaman negara.Banyak nyawa masyarakat yang
melayang sia-sia begitu juga sebaliknya.Aksi separatis ini biasanya dipelopori
baik dari faktor intern maupun ekstern.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya gerakan ini diantaranya
adalah adanya (1) kepentingan politik tertentu.Faktor ini biasanya ditunggangi
oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, begitupun dari ektern terkait
dengan intervensi dari pihak asing ikut memprakarsai timbulnya gerakan
separatis ini. (2) kontrak sosial gagal dan stagnasi ekonomi. Sudah menjadi daya
tarik antara sektor sosial maupun ekonomi.Dimana apabila dari aspek ekonomi,
negara sudah tidak dapat mensejahterakan rakyatnya atau terjadi diskriminasi
ekonomi, maka rasa kepercayaan atau timbul rasa benci dari masyarakat yang
mengakibatkan gerakan separatisme semakin merajalela. (3) faktor kesejarahan.
Hal ini muncul karena pandangan pragmatis yang merasa latarbelakang antara
daerah yang bermasalah dengan Indonesia merasa mempunyai latarbelakang
sejarah yang berbeda, sehingga timbul perasaan untuk memisahkan diri.(4)
Pendidikan Yang Tidak Merata.Dengan tidak adanya pendidikan yang merata
pada seluruh masyarakat Indonesia maka sudah pasti terdapat pemahaman yang
berbeda antara masyarakat di daerah satu dengan lainnya.Dengan demikian maka
tidak sulit gerakan separatisme muncul di salah satu daerah yang notabene
kurang pengetahuan mengenai Indonesia. (5) fator Primodialisme. Adanya
pandangan kedaerahan yang bersifat alami muncul untuk membentuk suatu
gerakan pemberontak dari masyarakat dengan sendirinya.

Meskipun demikian, gerakan separatisme yang sekarang bermunculan
sudah memiliki strategi yang dapat mengelabuhi negara.Yaitu dengan beraksi
damai yang tidak menyerang negara menggunakan kekerasan.Dengan adanya
aksi seperti ini, maka aparat negara semakin sulit untuk mengadakan
pemberhentian dengan cepat yaitu dengan pengamanan fisik.
Selain digemparkan dengan gerakan baru yang bersifat separatis,
masyarakat demokratis juga mendapati beberapa hal atau tantangan yang perlu
diperhatikan.Dalam kehidupan masyarakat yang demokratis tidak serta merta
kehidupan

berjalan

sebagaimana

indahnya

sebuah

teori

negara

demokrasi.Masyarakat dihadapkan dengan berbagai faktor yang mau tidak mau
harus dihadapi.Diantaranya adalah berkembangnya kelompok radika, kepicikan
daerah, keidakadilan, kurangnya rasa percaya terhadap institusi, serta globalisasi
yang sampai sekarang masih berjalan.
B. Saran
Pada dasarnya, dalam kehidupan ini setiap aksi pasti ada konsekuensi.
Begitu juga dalam permasalahan separatisme yang muncul ditengah-tengah
masyarakat Indonesia yang tergolong plural. Masalah-masalah yang timbul
khususnya gerakan baru yang separatis atau neo-separatisme juga ada beberapa
upaya baik bersifat preventif maupun defentif.
Beberapa solusi yang dapat diambil untuk mencegah maupun mengatasi
gerakan separatisme ini, antara lain pelaksanaan komunikasi politik, pemerataan
politik ekonomi, perubahan berdimensi pada restrukturasi, revitalisasi, dan
refungsionalisasi, penerapan good governance, serta politik yang inklusif.
Dengan adanya upaya-upaya ini diharapkan gerakan yang bersifat separatis ini
dapat dicegah maupun dipangkas.
Disamping solusi atau upaya-upaya tersebut. Tantangan masyarakat
dalam negara demokrasi juga sangat kompleks sekali dan sering timbul
tantangan baru karena faktor globalisasi yang mengguncah baik dalam negara
sendiri maupun lingkup internasional.
Selanjutnya, sekaligus yang terakhir, agar prospek demokrasi Indonesia
kedepan bisa menghasilkan pencerahan seluruh elemen negara Indonesia bisa

mengolah dan mentransfer beberapa pengetahuan yang sekiranya dapat
mendukung reformasi kearah yang diharapkan.
Daftar Pustaka
Fortuna Anwar, Dewi.dkk. 2005. Konflik Kekerasan Internal. Jakarta: Yayasan
OborIndonesia
Sedarmayanti. 2007. Good Governance(Keperintahan Yang Baik) Good
CorporateGovernance (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik) Bagian
Ketiga. Bandung:Mandar Maju
Kurnia, Dedi.2012. Media dan Politik.Ciputat : Graha Ilmu
Hudiyanto. 2005. Ekonomi Politik. Jakarta : Bumi aksara
Raga Maran, Rafael. 1999. Pengantar Sosiolohi Politik. Jakarta: Rineka Cipta
Kymlicka. 2002. Kewarganegaraan Multikultural. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1. Jakarta:
RinekaCipta
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani.
Jakarta:Prenada Media
Handoyo, Eko. 2007. Studi Masyarakat Indonesia. Semarang: Fakultas Ilmu
SosialUniversitas Negeri Semarang.
Sunarto, dkk.2010. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Semarang: UNNES Press
Moelyatno. 2009. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara
Murdi, Daniar. 2010. Gerakan Separatisme dalam Konteks Nasionalisme.
http://www.kompasiana.com (Diunduh 18 April 2013)
Titus, Umbu.Jr. 2010. Masa Depan dan Tantangan Demokrasi Indonesia.
http://maribelajarnulis.blogspot.com (Diunduh 17 April 2013)
Al-Shihab, Arhy Abdy. 2010. Prospek Demokrasi di Indonesia.
http: arhypemerintahan.blogspot.com (Diunduh 18 April 2013)
Zain, Fahmi Ridha. 2011. Gerakan Separatis sebagai bentuk Perbuatan Makar
yang Mengancam Keutuhan Negara. http://alsaindonesia.org

(Diunduh 15 April 2013)
Perundang-Undangan:
Undang-undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah