PEMANASAN GLOBAL DAN KEBIJAKAN PENURUNAN GAS RUMAH KACA DI INDONESIA

PEMANASAN GLOBAL
DAN KEBIJAKAN
PENURUNAN GAS RUMAH
KACA DI INDONESIA
MR Andri Gunawan Wibisana©2012

Outline
• Resiko
• Protokol Kyoto
• Long-term objective: Pasal 2 UNFCCC
dan kegagalan Protokol Kyoto (PK)

10/30/2018

©AGW2012

2

Resiko
UNFCCC
UNITED NATION FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE


Pasal 2
“to achieve …stabilization of greenhouse
gas concentrations in the atmosphere at a
level that would prevent dangerous
anthropogenic interference with the climate
system”
– Stabilisasi bukan pengembalian
– Yg distabilkan adalah konsentrasi (bukannya
emisi dan suhu)

Pasal 3: Prinsip
– intra dan intergenerational equity
– Common but differentiated
responsibility
10/30/2018
©AGW2012
– Precautionary principle

3


Pasal 4: Komitmen pasal 4 (2)
Negara annex I memiliki komitmen:
– 4 (2) a: Mengadopsi kebijakan nasional dan
menurunkan GHGs serta meningkatkan
kapasitas sinks dan reservoir.
– 4 (2) b: Dalam 6 bulan setelah berlakunya
UNFCCC melaporkan secara periodik informasi
ttg kebijakan dan langkah2 yang telah diambil
(terkait penurunan GHGs dan peningkatan sinks)
“with the aim of returning individually or jointly
to their 1990 levels”

• COP 1995, BerlinBerlin Mandate
– Strengthening the commitments in 4 (2) a and b
of the convention for developed countries/other
parties included in Annex I, both to elaborate
policies and measures, as well as to set
10/30/2018
4

quantified limitation©AGW2012
and reduction objectives

KYOTO PROTOKOL

10/30/2018

©AGW2012

5

• Komitmen:
– Kewajiban negara2 tertentu untuk
menurunkan emisi sekitar 5% di bawah
emisi mereka tahun 1990 (pasal 3 (1))
antara thn 2008-12
• Negara berkembang dibebaskan dari kewajiban
tersebut

Common but differentiated

responsibility, mengapa?
– Konsentrasi GRK sebagian besar (sekitar 80%)
berasal dari negara maju
– Negara berkembang membutuhkan energi untuk
pembangunan mereka
– Negara berkembang tidak memiliki dana dan
teknologi untuk menurunkan GRK

• Tidak ada rujukan ke pasal 2 UNFCCC
– 3 (2):Thn 2005 melaporkan progress report
10/30/2018
– 3 (3): net changes dihitung©AGW2012
dari “GHGs emission from sources” 6
dan “removals by sinks from LULUCF (Land-Use, Land-Use Change

Target Emisi GRK
– Assigned amount: emisi thn 1990 X
jatah komitmen x 5
– Aktifitas pada LULUCF (Land-Use, LandUse Change and Forestry) dihitung
sebagai sumber emisi atau

penghapusan emisi


Penghapusan emisi menghasilkan Removal Unit
(RMU), yang dapat dikonversi menjadi Assigned
Amount Unit (AAU)

Mekanisme pemenuhan komitmen
1. Emission Trading
2. Joint Implementation
10/30/2018
©AGW2012
3. Clean Development Mechanism

7

1. Emission Trading (ET)
– Sesama Annex I countries
– Membeli boleh bebas, tapi menjual
tidak bebas:



Setiap negara harus menyimpan cadangan
emisi yang jumlahnya tidak boleh lebih
rendah dari 90% dari Initial Assigned
amountcadangan ini disebut dengan
commitment period reserve (CPR)

– Komoditas ET: Assigned Amount Unit
(AAU), Emission Reduction Unit (ERU)
dan “hot air”

2. Joint Implementation
– Setiap negara Annex I dapat melakukan
investasi pada proyek2 penurunan
10/30/2018
©AGW2012
emisi di negara Annex I lainnya

8


3. Clean Development Mechanism


Negara Annex I dapat melakukan investasi di
negara non-Annex I yang meliputi investasi
pada proyek2 pengurangan emisi di negara
non-Annex I, aforestasi (penghijauan di lahan
bekas hutan yang telah mengalami deforestasi
selama lebih dari 50 tahun), dan reforestasi
(penghijauan untuk hutan yang mengalami
deforestasi pada kurun waktu kurang dari 50
tahun)



CDM menghasilkan Certified Emission
Reductions




CDM pada sektor LULUCF maksimum 1% dari
total jatah emisi



CER dapat dikonversi
menjadi AAU, sehingga
©AGW2012
dapat diperjualbelikan dalam mekanisme ET

10/30/2018

9

• Cara penghitungan:
Total emisi 2008 s.d. 2012 + emisi dari
LULUCF - RMU - emisi yang diperoleh dari
CER atau ERU atau ET + emisi yang dijual
TIDAK BOLEH LEBIH BESAR DARI

Jatah emisi awal untuk 2008 s.d. 2012
• Contoh:
Emisi jepang pada thn 1990 adalah: 1,272 Gton
Jatah jepang tiap tahun adalah 94% dari 1990 =
1,272 x 0,94 = 1,196 Gt. Selama 5 tahun berarti
1,196 x 5 = 5,98 Gt
Total emisi Jepang tahun 2006 (termasuk
emissions/ removals dari LULUCF) = 1,249 Gt.
Asumsikan bahwa emisi Jepang per tahun tetap,
maka selama 5 tahun emisi total Jepang adalah
10/30/2018
©AGW2012
10
1,249 x 5 = 6,245 Gt.

• Jika lebih:
– Pengurangan jatah emisi sebesar
1,3 kali kelebihan emisi. Misalnya:
1,196 – {(1,249 - 1,196)1,3} Gt =
1,127 Gt per tahunnya. Selama 5

tahun, jatah emisi Jepang turun
sebanyak:
(6,245 - 5,98) x 1,3 = 0.3445 Gt
– Pembuatan rencana penurunan
emisi
– Penangguhan ©AGW2012
keabsahan untuk
10/30/2018

11

HUKUM YG MENGATUR MITIGASI GRK

OUTLINE
1. OVERVIEW KEBIJAKAN MITIGASI GRK
2. POSISI INDONESIA DALAM POLITIK
PERUBAHAN IKLIM
3. REDD DAN KEBIJAKAN NASIONAL
PERUBAHAN IKLIM


10/30/2018

©AGW2012

12

1. OVERVIEW KEBIJAKAN MITIGASI
GRK
A. Rencana Aksi Nasional mengenai



Perubahan Iklim tahun 2007

Menyediakan petunjuk utk beberapa institusi dalam
melaksanakan upaya menghadapi perubahan iklim
Membuat persyaratan bagi kordinasi kelembagaan

• Upaya yang akan dilakukan:

1. Pengurangan emisi dan peningkatan
kapasitas penyerapan karbon (“sink”).
– Sektor kehutanan:




10/30/2018

Pemberantasan illegal logging
Pada tahun 2025 mampu merehabilitasi 36.31 juta
ha dari 53.9 juta ha hutan yang rusak.
Mengurangi deforestasi dan kerusakan hutan
sampai dengan 23.63 juta ha dalam periode 20072009, 6.15 juta ha antara thn 2009-2012, dan 10
juta ha dalam periode
thn 2012-2025.
©AGW2012

13




Pencegahan kebakaran hutan: pengurangan titik
api sebanyak 50% pada thn 2009, 75% pada thn
2012, dan 95% pada thn 2025.
Penerapan praktek penebangan hutan yang ramah
lingkungan, penguatan pengelolaan daerah
konservasi, dan perumusan Road Map untuk
mengimplementasikan REDD.

– Sektor pertanian: penggunaan pupuk
dan pestisida organik serta
pemanfaatan mesin pertanian yang
lebih efisien.
2. Impelementasi Kebijakan pemberian insentif
utk sektor LULUCF.


10/30/2018

Melanjutkan program “Menuju Indonesia Hijau”:
pemberian penghargaan kepada bupati yang
berhasil mempertahankan hutan lindung dan
menigkatkan wilayah hijau di daerahnya
©AGW2012

3. Pengembangan kebijakan pendukung, tmsk

14

B. Rencana Aksi Nasional Penurunan GRK
(RAN-GRK)
• Per.Pres No. 61 thn 2011 tentang RAN-GRK
– RAN-GRK adalah rencana kerja utk melakukan
berbagai kegiatan yang secara langsung atau
tidak langsung akan mengurangi tingkat emisi
GRK Indonesia.
– RAN-GRK terhdiri dari berbagai kegiatan inti
dalam sektor pertanian, kehutanan dan lahan
gambut, energi dan transportasi, pengelolaan
limbah, dan berbagai kegiatan pendukung
– Fungsi RAN-GRK:
• Arahan bagi kementrian/instansi terkait utk
merencanakan, menerapkan, mengawasi, dan
mengevaluasi berbagai upaya penurunan emisi GRK
• Arahan bagi pemda dalam menyusun rencana aksi
daerah
10/30/2018 • Arahan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam
©AGW2012
perencanaan dan implementasi kegiatan penurunan

15

• Lampiran I dari Perpres menjelaskan
berbagai rencana kegiatan di
berbagai sektor, antara lain:
– RAN-GRK sektor pertanian diarahkan
pada penurunan sebanyak 0.008
GtCO2e bagi target penurunan 26% dan
0.011 GtCO2e bagi target penurunan
41%
• Contoh kegiatan alih fungsi hutan yang
rusak menjadi lahan perkebunan (860 ribu
ha menjadi perkebunan kelapa sawit, 105
ribu ha menjadi perkebunan karet). Alih
fungsi ini dilakukan di 19 provinsi antara
10/30/2018 tahun 2011-2014,
©AGW2012
dengan target penurunan16

– RAN-GRK sektor kehutanan dan
lahan gambut diharapkan mampu
mencapai pengurangan emisi
sebesar 0.672 GtCO2e (utk target
penurunan 26%) dan 1.039 GtCO2e
(utk target penurunan 41%).
• Contoh kegiatan: pengembangan
pertanian berkelanjutan di daerah
lahan gambut seluas 325,000 ha di 11
provinsi pada tahun 2011 dan 2020,
dengan target pengurangan emisi
sebesar 103.98 MtCO2e
10/30/2018

©AGW2012

17

– RAN-GRK dalam sektor energi dan transportasi
ditargetkan mampu mengurangi emisi sebesar
0.038 GtCO2e (untuk target penurunan 26%) dan
0.056 GtCO2e (untuk target penurunan emsisi
41%), yang antara lain dilakukan dengan jalan:
• Pembangunan PLTA skala kecil dan mikro, PLT surya, PLT
angin, PLT biomassa, dan pengembangan desa
swasembada energi, dengan target penurunan
sebanyak 1.27 MtCO2e antara periode 2010-2014,
• Pembangunan bus rapid transit (BRT) di 12 kota besar,
jalur KRL baru di Bandung dan Jabodetabek, serta jalur
monorail dan mass rapid transit (MRT) di Jakarta, yang
akan dilakukan antara tahun 2010-2020
• RAN-GRK juga memperkenalkan kemungkinan
penerapan pajak/pungutan macet dan penggunaan jalan
raya (congestion charges dan road pricing)

10/30/2018

©AGW2012

18

C. Sektor Energi
• PP No. 5 thn 2006 ttg kebijakan energi
nasional: dalam energi mix pada tahun
2025 ditargetkan peningkatan peran
batu bara sebagai sumber energi
menjadi lebih dari 33% konsumsi energi
nasional.
• KEPMEN ESDM No. 2 thn 2004 ttg
konservasi energi dan pemanfaatan
energi hijau
• Inpres No. 10 thn 2005 and PerMen ESDM
No. 31 thn 2005 ttg implementasi
penghematan energI
10/30/2018
©AGW2012
19

D. Sektor Kehutanan
• UU No. 41 thn 1999 ttg Kehutanan
• PPNo. 45 thn 2004 ttg perlindungan hutan
• PP No. 4/2001 ttg penanggulangan
pencemaran dan kerusakan lingkungan
karena kebakaran hutan dan lahan
• PP No. 6/2007 (diubah dgn PP No. 3/2008)
ttg perencanaan hutan, perencanaan
pengelolaan hutan, dan pemanfaatan
hutan dan kawasan hutan
• Inpres No No. 4 /2005 ttg penghapusan
illegal logging
10/30/2018

©AGW2012

20

E. CDM DI INDONESIA

10/30/2018

Procedures for CDM project approval used by Komnas MPB
Source: CDM Country Guide for Indonesia, 2006, p. 61

©AGW201221

F. Kesimpulan umum
i. Ratifikasi UNFCCC dan Protokol
Kyoto
– Ratifikasi UNFCCC melalui UU No.
6/1994
– Ratifikasi Protokol Kyoto Melalui UU No.
17/2004.

Question: Apakah ratifikasi tsb
cukup?
ii. Tidak ada peraturan perundanganundangan yang terintegrasi
10/30/2018
©AGW2012
mengenai perubahan
iklim

22

iv. Tidak adanya kewajiban Indonesia untuk
menurunkan GRK (menurut UNFCCC dan
Protokol Kyoto) tampaknya menjadi
sebab mengapa kebijakan perubahan
iklim Indonesia masih sangat
mengandalkan pada pendekatan
sukarela dan instrumen ekonomi yang
longgar (dalam bentuk subsidi atau tax
holiday), meskipun Perpres No. 61/2011
sudah memperkenalkan congestion
charges dan road pricing
v. Beberapa peraturan kadang
memberikan sanksi yang berbeda,
10/30/2018
bahkan kadang ©AGW2012
tidak ada sanksi sama 23

2. POSISI INDONESIA DALAM
POLITIK PERUBAHAN IKLIM
• komitmen pengurangan emisi secara
sukarela sebesar 26% dari skenario
Business As Usual (BAU) di tahun
2020 dan 41% dari BAU dengan
kerjasama internasional di tahun
2020,
• Mekanisme penaatan dalam pasal 18
Kyoto Protokol perlu untuk
dilaksanakan sebagai bagian dari
24
10/30/2018
©AGW2012
evaluasi pelaksanaan
protokol.

• Copenhagen Accord tidak belajar dari
kelemahan yang dianut oleh Kyoto
Protokol
– The Wrong Targets: Reductions Rather
than Limits
• The targets have been determined by measuring the
level of inconvenience they will produce, not by
calculating the level of reduction that is necessary to
solve the problem.
• Pengurangan tanpa ditentukan batas aman emisi

– Differentiated Responsibilities: Targets
Vary from Country to Country
– The Greater the©AGW2012
10/30/2018
Emissions, the More

25

Pelajaran dari Kyoto Protocol
• Pembagian negara-negara annex
tidak dilandasi pada pembagian
secara scientifik.
• Pelajaran tersebut tidak
diperbaiki dalam Copenhagen
Accord.
• Komitmen pengurangan emisi
negara-negara yang terdapat
dalam annex Accord tidak dapat
menjamin pencapaian target 2°.
10/30/2018

©AGW2012

26

Pentingnya kekuatan posisi Indonesia pada
pertemuan pasca COP 15
• Pembentukan Instrumen Penanganan
Dampak Perubahan lklim yang
Bersifat Mengikat (binding) Pasca
komitmen I Kyoto Protocol hanya
dapat dilakukan dengan
menyelesaikan 2 track perundingan di
AWG-KP dan AWG LCA.
– AWG-KP (Ad Hoc Working Group on Further
Commitments for Annex I Parties under the
Kyoto Protocol)
10/30/2018
• 1st session: Bonn,©AGW2012
May 2006

27

• FCCC/AWGLCA/2009/17 Annex I art. 2
– A long-term aspiration and ambitious
global goal for emission reductions, as
part of the shared vision for long-term
cooperative action, should be based on
the best available scientific knowledge
and supported by medium-term goals
for emission reductions, taking into
account historical responsibilities and an
equitable share in the atmospheric
space

10/30/2018

©AGW2012

28

– Accordingly:
(a) Parties shall cooperate to avoid dangerous
climate change, in keeping with the ultimate
objective of the Convention, recognizing [the
broad scientific view] that the increase in global
average temperature above pre-industrial levels
[ought not to] exceed [2oC] [1.5 oC][1oC]
[preceded by a paradigm for equal access to
global atmospheric resources];
(b)[Parties should collectively reduce global
emissions by at least [50] [85] [95] per cent from
1990 levels by 2050 and should ensure that
global emissions continue to decline thereafter;]
(c) Developed country Parties as a group should
reduce their greenhouse gas emissions by [[75–
29
10/30/2018
©AGW2012
85] [at least 80–95] [more than 95] per cent from

• Keterkaitan antara FCCC/AWGLCA/2009/17
Annex I art. 2 dengan pasal 2 UNFCCC
– “to achieve …stabilization of greenhouse gas
concentrations in the atmosphere at a level
that would prevent dangerous anthropogenic
interference with the climate system”

• Copenhagen Accord:
1.….To achieve the ultimate objective of the
Convention to stabilize greenhouse gas
concentration in the atmosphere at a level that
would prevent dangerous anthropogenic
interference with the climate system, we shall,
recognizing the scientific view that the
increase in global temperature
should be below
10/30/2018
©AGW2012
30
2 degrees Celsius…

Maksimum temperatur dan konsentrasi

Sumber: L. Bernstein, et.al., Climate Change 2007: Synthesis Report, hal. 67
10/30/2018

©AGW2012

31

Suhu Max., Konsentrasi, dan Emisi
Suhu Max. = 2oC

Konsentrasi 450ppm

Trajektori emisi per tahun emisi peak sekitar 10.5 Gt C pada pada
2020
Emisi global dibagi populasi dunia

Emisi per capita

10/30/2018

National Allowable annual emissions
=
©AGW2012
Emisi per capita
x populasi nasional

32

• Penurunan emisi berdasarkan emisi
per kapita
– Negara yang wajib menurunkan emisi
adalah negara yang emisinya melebihi
National Allowable Annual Emissions

• Mengapa?
– each person shares equal entitlements
of the atmospheric resource
• Konsekuensi: people in developed countries
should significantly reduce their current
excessive emissions, while people in
10/30/2018
©AGW2012
33
developing countries are still allowed to emit

Per Capita Emissions + Historical Emissions
• Alasan:
• consistent with the polluter pays principle
• science is on the side of historical
accountability
– each person shares an equal opportunity to
use atmospheric resource, regardless of when
and where this person lives
– Neumayer: pengabaian historical per capita
emissions = “privilege those who lived in the
past in the developed countries and to
discriminate against those who live in the
10/30/2018
34
present or will live©AGW2012
in the future developing
countries”

KESIMPULAN
• Hal positif dari Copenhagen Accord
adalah adanya batasan temperatur
jalan untuk penentuan long term
objective
• Batasan ini harus dikaitkan dengan
stabilisasi konsentrasi GRK, yg
kemudian dikaitkan dengan batasan
emisi global
• Pentingnya AWG-LCA: Per Capita
10/30/2018
©AGW2012
35
Emissions + Historical
Emissions

• Pelaksanaan per capita emissions +
historical emissions tergantung pada
kesepakatan mengenai (E. Nuemayer,
2000, hal. 186-187 ):
– long-term target
– total emission global
– a base year untuk penghitungan kapan
terjadinya Historical Emissions Debt
(HED)
– Berapa banyak HED dari sebuah negara
– Berapa lama kompensasi (dari negara
10/30/2018
©AGW2012
yang memiliki HED
kepada negara yang36

• Posisi Indonesia
– DELRI menyampaikan intervensi
mengenai usulan format dan struktur
keputusan COP-15 di Kopenhagen. Pada
intinya usulan tersebut berisikan
skenario “jalan tengah”dimana akan
dihasilkan dua keputusan utama:
(1) umbrella decision berisikan
komitmen politis dari AWG-LCA berisi
goal, process, timeline dan key
elements untuk menstabilkan
konsentrasi emisi gas rumah kaca dunia
yang juga mencakup satu target
pengurangan emisi dunia pada tahun
2050
(2) keputusan untuk melanjutan periode
komitmen kedua protokol kyoto yang
10/30/2018
©AGW2012
intinya adalah target
pengurangan emisi37

• Persiapan RI

– Penyusunan Posisi RI atas teks negosiasi
– Kajian target penurunan emisi global jangka
panjang:
• Angka penurunan emisi secara aggregate untuk
semua negara yang akan memberikan dampak
stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir
pada tingkat 450 ppm dan 350 ppm.
• Angka penurunan emisi secara aggregate untuk
negara maju, dalam persentase, agar didapatkan
angka penurunan emisi negara berkembang, secara
aggregate, yang tidak menghambat pembangunan di
negara tersebut.

– Strategi untuk mewujudkan komitmen
10/30/2018
©AGW2012
pengurangan emisi
secara sukarela
sebesar 26% dari skenario Business As

38

3. REDD dan kebijakan
nasional perubahan iklim
• Kebijakan di tingkat nasional
– Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim
(mitigasi dan adaptasi)
– Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim
– Perencanaan nasional pengurangan GRK
• RAN PI
• Strategi Nasional REDD
– LoI antara RI dgn Norwegia
– Keppres 10 thn 2010 ttg pembentukan Satgas
REDD
– Pembentukan Pokja Bersama Pemberantasan
10/30/2018
©AGW2012
39
Mafia Hutan

• Pengurangan dilakukan dengan
jalan:
– Pengelolaan lahan gambut secara
berkelanjutan
– Mencegah deforestasi dan
degradasi hutan
– Mempromosikan efisiensi energi
– Mengurangi limbah padat dan cair
dari rumah tangga dan industri
10/30/2018
©AGW2012
40


• Persoalan REDD di Indonesia
– Ketidakjelasan hak masyarakat adat
(benefit sharing)
– Perencanaan tata ruang dan perizinan
yang mengabaikan aspek governance
– Lemahnya kordinasi horizontal dan
vertikal
– Disharmonisasi dan ketidakjelasan
peraturan per-UU-an
– Lemahnya pengawasan dan penegakan
hukum
10/30/2018
©AGW2012
41