APLIKASI COMPRESSIVE SENSING UNTUK ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL PROPOSAL DISERTASI
ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL PROPOSAL DISERTASI
diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah EI7096:Penyusunan Proposal Institut Teknologi Bandung
Oleh
Koredianto Usman NIM : 33213002 (Program Studi Teknik Elektro dan Informatika) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
ABSTRAK APLIKASI COMPRESSIVE SENSING UNTUK ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
Oleh
Koredianto Usman NIM : 33213002
Proposal ini berisi tentang rencana penelitian penggunaan teknik compressive sensing untuk pengurangan sinyal pada skema estimasi arah kedatangan sinyal. Algoritma penentuan arah sinyal klasik secara umum terdiri dari dua skema besar yaitu skema yang berbasis maximum likelihood (Delay and Sum dan Capon) dan skema berbasis sub-space (MUSIC dan ESPRIT). Pada perkembangannya, algoritma yang berbasis sub-space memperoleh perhatian yang besar di kalangan peneliti karena kemampuan mendeteksi beberapa sumber sekaligus dengan resolusi pemisahan yang tinggi. Meski memiliki keunggulan ini, algoritma estimasi arah kedatangan berbasis sub-space memiliki permasalahan komputasi berat yang antara lain disebabkan karena proses perhitungan matriks kovariansi, analisis eigen dan exhaustive search pada arah kedatangan. Evolusi dan modifikasi pada algoritma berbasis sub-space umumnya berupa modifikasi pada penyederhanaan komputasi pada sisi penyederhaan dan transformasi nilai eigen dari kompleks ke real. Modifikasi ini kemudian dituangkan dalam algoritma baru seperti Root-MUSIC, Unitary MUSIC, Beamspace-MUSIC, Unitary ESPRIT, dan Beamspace ESPRIT. Perkembangan pada bidang compressive sensing membuka arah yang berbeda dalam penyederhanaan skema yaitu dengan cara pengurangan sampel. Terdapat tiga jenis teknik popular dalam teknik compressive sensing untuk estimasi arah kedatangan sinyal, yaitu teknik sparsitas waktu, sparsitas spasial, dan sparsitas sudut. Teknik sparsitas sudut menjadi fokus dalam penelitian ini karena teknik ini dapat mengestimasi arah kedatangan sinyal dengan satu sampel saja. Meski demikian, masih terdapat kekurangan dari skema ini, yaitu sensitif terhadap noise . Perbaikan yang diusulkan adalah memperluas algoritma ini agar dapat mengakomodasi multi-snap sampel. Hasil simulasi awal menunjukkan perbaikan akurasi estimasi pada lingkungan dengan SNR kurang dari 5 dB. Pengembangan lainnya adalah penanganan hasil estimasi yang jauh menyimpang (outliers) untuk meningkatkan akurasi lebih tinggi lagi.
Kata kunci : direction of arrival estimation, compressive sensing, convex optimization
APLIKASI COMPRESSIVE SENSING UNTUK ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
Oleh
Koredianto Usman NIM : 33213002 (Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Tim Pembimbing
Tanggal 13 Mei 2014
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Andriyan Bayu Suksmono) (Prof. Dr. Hendra Gunawan) NIP : 196607051996031002
NIP : 196412291988021001
DAFTAR ISI
ABSTRAK
DAFTAR ISI
ii
I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
I.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
I.3 Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
I.4 Kontribusi dan Dampak Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
II KAJIAN LITERATUR
II.1 Estimasi Arah Kedatangan Sinyal . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
II.1.1 Model Matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
II.1.2 Algoritma Klasik Estimasi arah Kedatangan . . . . . . . . . 8
II.2 Compressive Sensing . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
II.2.1 Terminologi Pada Compressive Sensing . . . . . . . . . . . 16
II.2.2 Model Matematik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
II.3 Compressive Sensing Pada Estimasi Arah Kedatangan . . . . . . . . 21
III METODOLOGI
III.1 Persiapan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
III.2 Persiapan Lingkungan Simulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
III.3 Simulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
III.4 Analisis Perfomansi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
III.5 Skema yang ditinjau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
IV TIMELINE RENCANA PENELITIAN
V SIMULASI PENDAHULUAN
V.1 Simulasi dalam lingkungan berderau . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
V.2 Simulasi perbandingan dengan algoritma klasik . . . . . . . . . . . 34
V.3 Simulasi skema yang diusulkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Estimasi arah kedatangan sinyal merupakan salah satu tugas yang dikerjakan radar di samping dua tugas lainnya yaitu estimasi jarak dan kecepatan objek. Dengan demikian teknik estimasi arah kedatangan memiliki usia setua usia radar. Estimasi arah kedatangan memfokuskan diri pada tugas menentukan sudut kedatangan sinyal. Pada sistem yang lebih maju, estimasi arah kedatangan sinyal disyaratkan untuk mampu mendeteksi arah kedatangan beberapa sumber sekaligus.
Pada perkembangannya, radar mula-mula dikembangkan pada kapal laut untuk keperluan mendeteksi objek penghalang di depan kapal termasuk keberadaan kapal lain yang ada di sekitar. Pada masa Perang Dunia I dan II, radar berkembang sangat pesat untuk kebutuhan pertahanan. Setelah Perang Dunia II, perkembangan radar diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sipil seperti kelengkapan sistim monitor udara di bandara.
Memasuki era digital, teknik pengolahan sinyal berubah dari analog menjadi digital. Pada masa ini berkembang teknik estimasi arah kedatangan yang maju yang membuka jalan bagi berbagai perkembangan teknologi radar canggih pada masa kini. Beberapa aplikasi terbaru di bidang ini adalah sistem ground penetrating radar (GPR) dan through the wall radar (TTWR). Ground penetrating radar adalah sistem radar yang digunakan untuk mendeteksi benda di bawah permukaan tanah, sedangkan through the wall radar adalah teknik radar yang digunakan untuk mendeteksi benda atau manusia yang berada di balik dinding.
Teknik estimasi arah kedatangan termasuk salah satu aplikasi dari array processing yang memiliki sejarah yan cukup panjang. Sebagai contoh, Capon mengusulkan skema estimasi arah kedatangan sinyal pada publikasinya tahun 1969 [1]. Usulan dari Capon ini selanjutnya menjadi popular sebagai algoritma Capon atau Minimum Variance Distortionless Respons (MVDR). Di sisi lain Applebaum [2] mengusulkan skema delay and sum (DAS) pada tahun 1976. Algoritma ini, karena kesederhanaannya, yang banyak diadopsi untuk keperluan implementasi di lapangan. Perkembangan algoritma memasuk era baru dengan usulkannya penggunaan teknik eigen analysis antara lain pada algoritm MUSIC pada tahun 1986 [3]. Skema berbasis eigen analysis ini menarik perhatian banyak peneliti karena kemampuannya mendeteksi beberapa sinyal datang sekaligus dengan Teknik estimasi arah kedatangan termasuk salah satu aplikasi dari array processing yang memiliki sejarah yan cukup panjang. Sebagai contoh, Capon mengusulkan skema estimasi arah kedatangan sinyal pada publikasinya tahun 1969 [1]. Usulan dari Capon ini selanjutnya menjadi popular sebagai algoritma Capon atau Minimum Variance Distortionless Respons (MVDR). Di sisi lain Applebaum [2] mengusulkan skema delay and sum (DAS) pada tahun 1976. Algoritma ini, karena kesederhanaannya, yang banyak diadopsi untuk keperluan implementasi di lapangan. Perkembangan algoritma memasuk era baru dengan usulkannya penggunaan teknik eigen analysis antara lain pada algoritm MUSIC pada tahun 1986 [3]. Skema berbasis eigen analysis ini menarik perhatian banyak peneliti karena kemampuannya mendeteksi beberapa sinyal datang sekaligus dengan
utama pada beratnya proses komputasi. Permasalahan komputasi terletak pada eigen analysis dari matriks kovariansi kompleks serta exhaustive search pada semua sudut kedatangan. Permasalahan ini membuat para peneliti lain berupaya untuk memodifikasi algoritma MUSIC ini untuk menghindari proses perhitungan eigen analysis . Alternatif lainnya adalah melakukan transformasi matriks kovariansi kompleks menjadi matriks kovariansi riil, sehingga eigen analysis dapat dilakukan pada lingkungan bilangan riil yang lebih cepat dibandingkan dengan lingkungan bilangan kompleks. Skema modifikasi dengan transformasi ini menghasilkan algoritma varian dari MUSIC yang disebut dengan Unitary-MUSIC [4]. Transformasi yang mengubah matrik kovariansi dari kompleks menjadi riil ini dipelopori oleh Anna Lee dalam tulisannya tentang centro-hermitian matrix [5]. Penggunaannya untuk keperluan penyederhaan matrik kovariansi kompleks telah dilakukan oleh Huarng, peneliti beamforming lainnya dari Taiwan [6]. Modifikasi lain yang dilakukan adalah melakukan proyeksi matriks kovariansi pada dimensi yang lebih kecil. Skema ini kemudian menghasilkan algoritma varian lainnya yaitu Root-MUSIC [7].
Roy et al. [8] melakukan pendekatan berbeda dalam upaya mengurangi kompleksitas komputasi, bukan pada upaya untuk menyederhanakan perhitungan eigen analysis , tapi pada sudut pandang bahwa susunan linier dapat dibagi dalam dua sub-array identik dengan yang satu adalah pergeseran linier dari yang lain. Dengan cara pandang ini, Roy et al. menghindari proses perhitungan exhaustive search yang terdapat pada algoritma MUSIC. Algoritma ini terkenal dengan nama ESPRIT (Estimation of Signal Parameter via Rotational Invariant Techniques). Peneliti lain mengkombinasikan algoritma ESPRIT ini dengan upaya pengurangan perhitungan eigen analysis seperti halnya algoritma MUSIC, sehingga muncul varian baru dari ESPRIT yaitu Unitary ESPRIT [9] dan Beam ESPRIT [10].
Perkembangan baru di bidang compressive sensing memungkinkan skema mengurangi sampel sinyal dari N menjadi k (k«N) dengan asumsi sinyal yang disampling bersifat sparse. Dipelopori oleh Donoho [11], Candes [12], dan Baraniuk [13], teknik compressive sensing membuka kemungkinan baru pada penyederhanaan perhitungan skema estimasi arah kedatangan sinyal yaitu pengurangan jumlah sampel sinyal. Upaya awal telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menggabungkan teknik compressive sensing untuk skema estimasi arah kedatangan seperti pada [14], [15], [16], [17], [18].
Di antara penelitian tersebut, skema yang diajukan oleh Goronitsky dan Rao [14] banyak menarik perhatian dari peneliti lain. Dengan asumsi bahwa sinyal yang datang memiliki sifat sparse dalam arah kedatangan, Goronitsky dan Rao berhasil mengunakan satu sampel sinyal saja untuk mengestimasi arah kedatangan sinyal. Meski memiliki sifat yang menjanjikan ini, skema Goronitsky dan Rao memiliki kekurangan pada sensitifitas pada noise. Perbaikan dari kekurangan ini merupakan fokus dari penelitian yang diajukan ini.
I.2 Rumusan Masalah
Arah baru dari penyederhanaan komputasi dari skema estimasi arah kedatangan sinyal dilakukan dengan pengurangan sampel menggunakan teknik compressive sensing [11], [12]. Penelitian di bidang ini antara lain adalah dengan algoritma FOCUSS [14], time-spatial CS [16], dan compressive MUSIC [18]. Meskipun teknik compressive sensing ini tampak menjanjikan, namun terdapat permasalahan inherent terhadap sampel yang sedikit yaitu ketahanan terhadap noise yang rendah [19]. Pada lingkungan dengan noise yang tinggi, seperti redaman sinyal akibat hujan atau sinyal melewati penghalang alam seperti hutan, akurasi estimasi arah kedatangan menurun secara signifikan. Penurunan ini berdampak pada kesalahan penentuan arah kedatangan sinyal. Perbaikan yang diusulkan pada penelitian ini adalah penggunaan skema multi-snap sampling untuk mengkompensasi pengaruh noise tersebut. Teknik multi-snap sampling ini lebih lanjut dapat ditingkatkan lagi akurasinya dengan teknik outliers removal. Teknik outliers removal mengacu pada pembuangan hasil estimasi yang jauh menyimpang dari nilai rata-rata hasil estimasi.
I.3 Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mencapai skema compressive sensing berbasis sparsitas sudut kedatangan dengan tingkat ketahanan terhadap noise yang tinggi. Skema compressive sensing ini bekerja untuk membantu algoritma estimasi arah kedatangan sinyal. Penggabungan keduanya diharapkan dapat menghasilkan teknik estimasi arah kedatangan dengan sampel sedikit. Sampel yang sedikit ini berguna pada lingkungan saluran telekomunikasi dengan kecepatan yang terbatas. Untuk mencapai tujuan utama ini, maka diperlukan beberapa tujuan antara, yaitu:
1. memahami dan mensimulasikan skema-skema klasik dari estimasi arah kedatangan sinyal,
2. memahami dan mensimulasikan teknik-teknik compressive sensing,
3. memahami dan mensimulasikan penggabungan teknik compressive sensing dengan skema estimasi arah kedatangan sinyal,
4. memahami dan mensimulasikan pengaruh noise dalam penggabungan teknik compressive sensing dan skema estimasi arah kedatangan sinyal tersebut,
5. memperbaiki, memodifikasi, mengusulkan teknik compressive sensing baru agar penerapannya pada skema estimasi arah kedatangan sinyal menghasilkan skema yang tahan terhadap noise,
6. membandingkan kinerja skema yang dihasilkan dengan skema estimasi arah kedatangan klasik.
I.4 Kontribusi dan Dampak Penelitian
Penelitian penerapan teknik compressive sensing pada skema estimasi arah kedatangan sinyal dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampel yang diperlukan untuk menentukan arah kedatangan sinyal. Dengan jumlah sampel yang sedikit, maka sistem radar yang bekerja pada jaringan terdistribusi akan semakin mudah diimplementasikan. Jumlah sampel yang sedikit juga memungkinkan untuk menempatkan unit-unit radar pemantau di daerah dengan terpencil dengan bandwidth komunikasi yang sangat terbatas. Kontribusi penelitian ini dapat dituliskan dalam poin-poin berikut:
1. memodifikasi skema yang ada agar dapat bekerja pada lingkungan dengan noise tinggi,
2. memperluas skema yang ada dari teknik satu sampel menjadi multi-sampel (multi snap),
3. memperluas kajian dan pengembangan dari skema compressive sensing yang ada,
4. menemukan teknik-teknik baru di bidang compressive sensing.
Adapun penelitian ini diharapkan memberikan dampak antara lain:
1. membuka peluang pengimplementasian skema estimasi arah kedatangan sinyal dengan jumlah sampel yang sangat sedikit,
2. membuka peluang sistem radar dengan topologi tersebar, dengan unit jauh yang hanya bertugas mengumpulkan sedikit data sehingga menghemat energi dan sumber daya,
3. membuka peluang sistem radar yang dapat bekerja dengan bandwidth sempit yang biasanya terdapat di daerah-daerah terpencil.
4. membuka ruang penelitian dan aplikasi lain dari compressive sensing dengan jumlah sampel sangat sedikit serta bekerja cukup baik pada lingkungan dengan noise tinggi.
BAB II KAJIAN LITERATUR
Pada bagian kajian literatur ini, akan dibahas tiga macam kajian literatur yaitu kajian literatur tentang algoritma estimasi arah kedatangan sinyal, kajian literatur tentang compressive sensing , dan kajian tentang penerapan teknik compressive sensing untuk aplikasi estimasi arah kedatangan sinyal. Pada setiap bagian, akan dibahas literatur-literatur dari setiap skema serta literatur-literatur terkait lainnya. Sebelum pembahasan tentang kajian literatur tersebut dilakukan, landasan teori serta model matematisnya diperkenalkan terlebih dahulu.
II.1 Estimasi Arah Kedatangan Sinyal
II.1.1 Model Matematika
Skema estimasi arah kedatangan sinyal diturunkan dari model matematik dilanjutkan dengan penyederhanaan-penyederhaannya. Untuk keperluan pemodelan ini, ditinjau susunan array antena yang berupa elemen antena isotropis yang disusun secara linier dengan jarak konstan (Gambar II.1). Susunan antena ini disebut dengan Uniform Linear Array (ULA). Dengan asumsi bahwa sinyal datang pada jarak yang yang relatif jauh maka berkas sinyal yang datang pada susunan antena tersebut dapat dianggap sejajar.
Gambar II.1: Contoh Susunan ULA
Dengan menganggap sinyal paling atas sebagai referensi, maka perbedaan jarak tempuh gelombang dari antena yang atas dengan antena yang tepat bawah adalah
Gambar II.2: Sistem ULA dengan satu sumber datang pada sudut θ. Perbedaan jarak ini menyebabkan keterlambatan fasa sebesar:
Dengan menotasikan sinyal sumber sebagai s(n) dan sinyal yang datang pada antena berturut-turut sebagai x 1 (n), x 2 (n) dan x 3 (n) , maka persamaan vektor sinyal datang x(n) dapat ditulis dalam vektor menjadi:
−j · 2 π
(II.3)
x(n) = e λ · d · sin(θ)
· s(n)
· (N −1) · d · e sin(θ)
−j · 2 π
Persamaan di atas disingkat menjadi:
(II.4) Dengan a(θ) disebut sebagai steering-vector. Jika jumlah antena digeneralisasi
x(n) = a(θ) · s(n) x(n) = a(θ) · s(n)
e λ · · d · sin(θ)
e λ · (N −1) · d · sin(θ)
Pada kondisi terdapat beberapa sumber yang datang (k), maka persamaan sinyal sumber juga dapat digeneralisasi menjadi:
s(n) = s 1 (n) s 2 (n) · · · s k (n)
(II.6)
II.1.2 Algoritma Klasik Estimasi arah Kedatangan
Algoritma estimasi arah kedatangan sinyal yang dijadikan referensi pada penelitian ini adalah empat macam algoritma estimasi arah kedatangan klasik yang populer: Algoritma Delay-and-Sum (DAS), algoritma Minimum Variance Distortionless Response (MVDR), algoritma Multiple Signal Classification (MUSIC), dan algoritma Estimation of Signal Parameters via Rotational Invariance Technique (ESPRIT). Bagian selanjutnya akan mendiskusikan detail dari masing-masing algoritma tersebut.
Algoritma DAS
Algoritma estimasi arah kedatangan dengan metode delay-and-sum ini termasuk algoritma klasik dan menjadi acuan bagi perkembangan skema estimasi arah kedatangan. Metode ini dimodelkan pertama kali oleh Sidney P. Applebaum [2]. Veen [20] memformulasikan kembali skema DAS dalam kajiannya tentang versatile adaptive beamformer . Struktur dari algoritma DAS dapat dilihat pada Gambar II.3.
Pada Gambar II.3, pada setiap cabang sinyal terima x i (n), terdapat M buah tap delay dengan bobot w 1 , sampai w M . Setelah melalui masing-masing bobot ini, maka sinyal akan melewati delay D. Pada skema DAS, estimasi arah kedatangan dilakukan dengan scanning semua bobot yang mungkin dengan arah scanning pada rentang sudut tertentu, tipikalnya adalah dari −90 sampai 90 derajat. Proses scanning secara praktikal dilakukan dengan men-set nilai bobot w sama dengan steering vector seperti Persamaan II.4. Spektrum amplitudo sebagai fungsi sudut
Gambar II.3: Skema DAS, diadaptasi dari [21]
scanning dapat dituliskan sebagai:
Arah kedatangan sinyal diestimasi sebagai b θ pada nilai w yang menyebabkan P (w) bernilai maksimum.
θ b maxP (w) P (w) =
Nilai x(n) adalah vektor sinyal terima seperti yang dinyatakan pada Persamaan II.4. Skema delay and sum ini memiliki keuntungan dalam hal kesederhanaan.
Kesederhanan ini tergambar pada skema di penerima yang hanya terdiri dari proses delay dan sum. Alasan kesederhanaan juga yang menyebabkan skema delay and sum sering menjadi pilihan implementasi untuk berbagai aplikasi, baik radio [21] maupun audio [22]. Walau pun memiliki keuntungan pada sisi kesederhanaannya, algoritma ini memiliki kelemahan. Kelemahan ini antara lain adalah rendahnya kemampuan resolusi sinyal. Resolusi rendah berimplikasi bahwa algoritma tidak dapat mendeteksi adanya dua sinyal yang memiliki arah kedatangan yang berdekatan. Kelemahan lainnya adalah sensitifitas sinyal terhadap noise dan interferensi [23].
Algoritma MVDR
Skema klasik lain yang sangat popular adalah algoritma MVDR. Algoritma ini dipelopori oleh Capon [1]. Capon menawarkan skema estimasi arah kedatangan yang berbeda dibandingkan dengan skema DAS. Skema ini menggunakan ensembel Skema klasik lain yang sangat popular adalah algoritma MVDR. Algoritma ini dipelopori oleh Capon [1]. Capon menawarkan skema estimasi arah kedatangan yang berbeda dibandingkan dengan skema DAS. Skema ini menggunakan ensembel
x(n) · x H (n)
R xx =
(II.9)
Algoritma Capon dapat dituliskan sebagai berikut:
1. hitung matriks kovariansi R xx dari vektor sinyal datang x(n) − 2. Hitung invers dari matrix kovariansi 1 R
xx ( R xx )
3. bangkitkan steering vektor a(θ) seperti Persamaan II.5 untuk suatu sudut θ.
4. Hitung spektrum sinyal P (θ) untuk setiap nilai θ dari 0 sampai 360 derajat dengan persamaan (exhaustive search).
5. Tentukan arah kedatangan sinyal dengan mengambil nilai θ sehingga P (θ) bernilai maksimal.
Dari sisi performa, para peneliti menemukan dua kekurangan utama dari algoritma Capon yaitu komputasi yang berat dan rentan terhadap interferensi dari jammer yang berkorelasi dengan sinyal. Komputasi yang berat dikontribusi oleh tiga hal yaitu perhitungan matriks kovariansi (langkah 1), perhitungan invers matriks kovariansi (langkah 2), dan exhaustive search (langkah 4). Perhitungan matriks
kovariansi memiliki kompleksitas O( n 2 ). Kompleksitas perhitungan inversi matrik memiliki komputasi yang berat [24]. Ada pun pengaruh interferensi terhadap algoritma Capon diteliti oleh Zoltowski [25]. Pada paper tersebut, Zoltowski menunjukkan sensitifitas dari algoritma MVDR Beamforming pada kasus multiple interference . Performa sistem menurun dengan drastis pada kondisi interferensi tersebut.
Algoritma MUSIC
Algoritma MUSIC diusulkan oleh Ralph O. Schmidt [3]. Walau pun diterbitkan di IEEE transactions tahun 1986, skema dasarnya ini telah dipublikasikan oleh Schmidt pada beberapa lebih awal (1977-1979) di beberapa publikasi. Algoritma MUSIC adalah salah satu algoritma breakthrough di bidang beamforming. Algoritma ini termasuk yang paling banyak diteliti dan dikembangkan oleh para Algoritma MUSIC diusulkan oleh Ralph O. Schmidt [3]. Walau pun diterbitkan di IEEE transactions tahun 1986, skema dasarnya ini telah dipublikasikan oleh Schmidt pada beberapa lebih awal (1977-1979) di beberapa publikasi. Algoritma MUSIC adalah salah satu algoritma breakthrough di bidang beamforming. Algoritma ini termasuk yang paling banyak diteliti dan dikembangkan oleh para
xx =U·Σ·U
(II.10)
Dimensi dari matrik R xx , Σ, dan U adalah M x M , dengan M adalah jumlah antena dalam array. Matriks Σ adalah matriks diagonal dengan elemen diagonal berisi nilai eigen .
Σ= 0 λ 2 ··· 0 = diag λ 1 λ 2 ···λ M (II.11) . ..
0 0 ···λ M
Pada Persamaan II.11 di atas, terdapat R buah nilai eigen dominan (R ≤< M ) yang berkorespondensi dengan R sumber sinyal yang datang [3]. Sisa nilai eigen (M-R) menyatakan nilai eigen tak dominan. Jika nilai eigen pada matrik Σ diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil, maka matrik U dapat dipartisi secara kolom menjadi U s dan U n . Oleh karena nilai eigen dominan dan tak dominan berturut-turut berkorespondensi dengan sinyal dan noise, maka U s dan U n berturut-turut disebut signal subspace dan noise subspace.
(II.12) Selanjutnya, oleh karena setiap kolom dalam matrik U adalah saling orthonormal,
U= U s U n
maka inner-product dari setiap kolom pada U s dan U n bernilai nol. Dengan mengingat bahwa steering vector pada arah kedatangan aktual adalah kombinasi linear kolom vektor pada U s , maka
(II.13) Dengan memanfaatkan Persamaan II.13, maka Schmidt mengusulkan spektrum
a(θ) H ·U
n · a(θ) = 0
MUSIC sebagai:
P (θ) =
(II.14)
a(θ) H ·U n · a(θ)
Dengan θ dihitung pada semua sudut yang dipindai. Arah kedatangan ditunjukkan pada nilai θ yang memaksimalkan P (θ).
Algoritma MUSIC, dengan teori yang dijelaskan di atas, dirangkum dalam langkah-langkah berikut:
1. hitung matriks kovariansi R xx dari vektor sinyal datang x(n)
2. hitung dekomposisi eigen dari R xx seperti Persamaan II.10
3. bangkitkan steering vektor a(θ) seperti Persamaan II.5 untuk suatu sudut θ.
4. hitung spektrum sinyal P (θ) seperti Persamaan II.14 untuk setiap nilai θ dari
0 sampai 360 derajat (exhaustive search).
5. tentukan arah kedatangan sinyal dengan mengambil nilai θ sehingga P (θ) bernilai maksimal.
Analisis performa algoritma MUSIC telah banyak dilakukan oleh para peneliti (Kaveh dan Barabell [26]; Stoica and Nehorai [27]). Kaveh dan Barabell melakukan pengujian performa algoritma MUSIC dengan parameter kemampuan resolusi MUSIC dengan dua sinyal datang pada lingkungan yang memiliki noise . Hasil simulasi menunjukkan bahwa MUSIC memiliki performa yang buruk pada lingkungan dengan noise tinggi. Stoica dan Nehorai melakukan pengujian performansi algoritma MUSIC dengan menghitung jaraknya dengan batas minimum yang dapat dicapai dari suatu nilai estimasi yaitu Cramer-Rao Bound (CRB). Penelitiannya menunjukkan bahwa algoritma MUSIC memiliki performa yang hampir berimpit dengan untuk SNR yang tinggi.
Kekurangannya utama dari algoritma MUSIC adalah proses perhitungan yang berat. Kompleksitas perhitungan ini disebabkan oleh tiga proses pada algoritma MUSIC yaitu perhitungan matrik kovariansi, eigen-analysis, dan exhaustive search. Keterbatasan ini menyebabkan algoritma MUSIC sangat jarang diterapkan pada aplikasi realtime ([24], [24]). Algoritma turunan MUSIC pada umumnya ditujukan untuk mengurangi perhitungan eigen-analysis. Algoritma turunan ini antara lain adalah Root-MUSIC [4], Beamspace Root-MUSIC [28] dan Unitary Root-MUSIC [7].
Algoritma ESPRIT
Skema ESPRIT diperkenalkan oleh Roy, Paulraj, dan Kailath [8]. Skema ini mengambil pendekatan berbeda jika dibandingkan dengan algoritma DAS, MVDR, dan MUSIC. Jika algoritma DAS, MVDR, dan MUSIC melakukan proses scanning sudut pada semua kemungkinan(exhaustive search), maka algoritma ESPRIT tidak melakukan hal tersebut, melainkan memanfaatkan struktur yang disebut dengan rotational invariant dari susunan ULA. Struktur rotational invariant adalah struktur pembagian array antenna menjadi 2 sub-array, sedemikian rupa sehingga salah satu sub-array adalah versi tergeser spasial dari sub-array lainnya.
Gambar III.4 memperlihatkan contoh susunan ULA dan pengelompokannya ke dalam dua sub-array yang memenuhi sifat sifat ini. Gambar (a), (b), dan (c)
menunjukkan pembagian array antena menjadi sub-array J 1 dan J 2 . Kedua sub-array adalah identik, dengan yang satu adalah pergeseran linier dari yang lain.
Gambar II.4: Pembagian array 4 antena menjadi dua sub-array yang bersifat rational invariant . (a) dan (b) menunjukkan dua sub-array dengan dua antena sedangkan (c) menunjukkan tiga antena dalam sub-array.
Sinyal yang diterima pada sub-array 1 adalah sama dengan sinyal yang diterima dari sub-array 2 dengan perbedaan pada selisih waktu kedatangan. Dengan memanfaatkan selisih waktu kedatangan ini, Roy et al. pada [8] berhasil merumuskan algoritma untuk memperoleh arah kedatangan sinyal. Pembagian array utuh menjadi dua sub-array ini dapat dinyatakan dengan selection vector J.
Sebagai contoh selection vector J 1 dan J 2 pada Gambar III.4.(a) berturut-turut dapat dinyatakan dengan:
(II.15)
Seperti halnya algoritma MUSIC, algoritma ESPRIT memanfaatkan analisis eigen dari matrik kovariansi. Pembagian nilai eigen menjadi komponen dominan dan komponen tak dominan yang berkorespondensi dengan signal subspace U s dan noise subspace U n . Lebih lanjut, algoritma ESPRIT menghitung signal subspace pada masing-masing sub-array. Signal subspace sub-array 1 dan sub-array 2 berturut-turut dihitung dengan
U s 1 =J 1 ·U s
(II.17)
(II.18) Urutan estimasi arah kedatangan sinyal dengan algoritma ESPRIT dapat dirangkum
U s 2 =J 2 ·U s .
dalam langkah-langkah berikut (langkah 1 dan adalah sama dengan langkah pada algoritma MUSIC):
1. hitung matriks kovariansi R xx dari vektor sinyal datang x(n)
2. hitung dekomposisi eigen dari R xx seperti untuk menghasilkan matrik Σ dan U
3. partisi matrik U menjadi U s dan U n sesuai dengan nilai eigen dominan dan tak dominan.
4. Tetapkan selection vector J 1 dan J 2
5. Hitung sinyal subspace dari sub-array J 1 dan J 2 (Persamaan II.17 dan II.18)
6. hitung matrik rotational invariant
H − 1 Ψ=U H
s 1 ·U s 2 = (U s 1 ·U s 1 ) ·U s 1 ·U s 2 . (II.19)
7. lakukan dekomposisi pada matrik Ψ dan tentukan nilai eigen dominan
8. estimasi sudut kedatangan dengan kedatangan dihitung dengan persamaan:
− 1 im(λ i )
θ i = tan
(II.20)
re(λ i )
Variabel λ i menyatakan nilai eigen dominan ke-i dari matrik Ψ, sedangkan operator im(.) dan re(.) berturut-turut menyatakan bagian imaginer dan real dari bilangan kompleks
Modifikasi dan perbaikan algoritma ESPRIT banyak dilakukan oleh para peneliti. Sebagian besar modifikasi tersebut ditujukan untuk mengurangi atau menghindari perhitungan eigen analysis yang biasanya melibatkan perhitungan bilangan kompleks dalam dimensi yang besar, lainnya berupaya untuk menyederhanakan perhitungan yang melibatkan bilangan komplek. Xu [10] mengusulkan skema Beamspace ESPRIT yang berfokus pada upaya penyederhanaan eigen analysis. Huarng [6] memanfaatkan hasil penelitian Lee [5] tentang matrik centro-hermitian, mengajukan transformasi unitary untuk mengubah nilai kompleks menjadi nilai riil. Hasil ini menginspirasi Martin Haardt untuk melakukan upaya penyederhanaan perhitungan bilangan kompleks dengan transformasi unitary. Hasil modifikasi ini diberi nama Unitary ESPRIT [9].
II.2 Compressive Sensing
Dalam dunia digital, diperlukan langkah digitalisasi untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital. Proses utama adalah langkah digitalisasi adalah sampling. Proses sampling adalah proses mencuplik sinyal analog secara periodik dengan suatu interval tertentu. Perioda antar sampel telah diteliti orang dan dituangkan dalam berbagai paper. Teori sampling klasik dipelopori oleh Harry Nyquist [29]. Teori ini kemudian dikembangkan pula oleh Claude Shannon yang terkenal dalam paper klasiknya [30]. Teorema sampling Nyquist-Shannon ini menyatakan bahwa frekuensi sampling minimum harus memenuhi:
F SM =2·f max
(II.21)
Pada Persamaan II.21, F SM adalah frekuensi sampling minimum, dan f max adalah frekuensi maksimum yang dibawa oleh sinyal informasi. Sebagai contoh, sinyal analog yang berasal dari suara manusia, memiliki frekuensi maksimum 3.400 Hz. Dengan demikian frekuensi sampling minimum yang diperlukan untuk digitalisasi adalah 6.800 sampel / detik.
Terdapat dua permasalahan yang dihadapi oleh teori sampling klasik, yaitu jumlah sampel yang banyak dan redudansi yang tinggi untuk sinyal tertentu. Jumlah sampel Terdapat dua permasalahan yang dihadapi oleh teori sampling klasik, yaitu jumlah sampel yang banyak dan redudansi yang tinggi untuk sinyal tertentu. Jumlah sampel
Permasalahan teori sampling klasik ini, khususnya permasalahan kedua, yang melahirkan teori sampling baru yang disebut compressive sampling atau compressive sensing . Compressive Sensing mengambil asumsi bahwa sinyal yang disampling bersifat sparse. Sparse atau sparsity pada sinyal menunjukkan bahwa sinyal hanya memiliki sedikit komponen signifikan. Sisa komponen adalah nol. Sebagai contoh dari sinyal sparse adalah sinyal yang memiliki sangat sedikit nilai tak nol dan sisanya bernilai nol. Contoh lain adalah sinyal sinusoidal dan sinyal periodik (sinyal gergaji, sinyal persegi periodik, dan sebagainya). Teori compressive sensing dimulai dengan asumsi sparsitas sinyal ini. Publikasi pionir di bidang ini antara lain adalah David L Donoho [11] dan Emmanuel Candes [12]. Sedangkan aspek teknis dan aplikasi banyak diteliti dan dikembangkan oleh Candes dan Richard Baraniuk [13]. Mengingat penelitian compressive sensing tersebar di berbagai bidang, beberapa peneliti merangkum perkembangan dan potensi compressive sensing dalam survey paper, antara lain oleh Strohmer [31] dan pada bidang sistem komunikasi oleh Hayashi et al. [32].
II.2.1 Terminologi Pada Compressive Sensing
Sebelum membahas model matematis dari compressive sensing, maka perlu dibahas terlebih dahulu beberapa terminologi yang terkait dengan teknik CS. Terminologi ini antara lain adalah sparsitas sinyal, norm, measurement matrix, dan sifat restricted isometric property . Terminologi-terminologi ini dijelaskan di berbagai literatur CS ([11], [12], dan [13]). Hayashi et al. meresume terminologi ini secara sistematis dalam paper survei tentang CS ([32]).
Sparsitas sinyal. Sparsitas sinyal menyatakan jumlah elemen tak nol dalam sinyal tersebut. Tingkat sparsitas ini dinyatakan dengan tingkat sparsitas k. Sebagai contoh, k = 5 menyatakan bahwa sinyal mengandung 5 nilai tak nol. Gambar II.5 Sparsitas sinyal. Sparsitas sinyal menyatakan jumlah elemen tak nol dalam sinyal tersebut. Tingkat sparsitas ini dinyatakan dengan tingkat sparsitas k. Sebagai contoh, k = 5 menyatakan bahwa sinyal mengandung 5 nilai tak nol. Gambar II.5
Gambar II.5: Contoh sinyal sparse dalam domain waktu
Sinyal yang sparse dalam domain waktu dapat dilihat langsung dari plot sinyal. Banyak jenis sinyal lain yang tidak sparse dalam domain waktu, namun sparse dalam suatu basis lain. Sebagai contoh sinyal sinusoidal, sinyal ini tidak sparse pada domain waktu, namun sparse pada domain frekuensi. Jika sinyal x bersifat sparse dalam basis Ψ, dapat didekomposisi menjadi:
(II.22) Dengan x adalah sinyal sparse dalam domain waktu. ˆ
x=Ψ·ˆ x
Norm. Jika x(n) menyatakan sinyal pengamatan pada waktu n dari 1 sampai N , x(n) = [x 1 ,x 2 ,···,x N ], maka norm orde-p (p non-negatif) dari x(n) dinyatakan dengan:
Simbol |.| menyatakan nilai absolut. Tiga norm yang sering dipakai pada CS adalah norm orde-0 ( l 0 ), norm orde-1 ( l 1 ), dan norm orde-2 ( l 2 ). Norm orde-0 menyatakan jumlah elemen tak nol pada sinyal. Norm orde-1 menyatakan jumlah absolut dari elemen tak nol pada sinyal, sedangkan norm orde-2 menyatakan jarak euclidean yang dibentuk oleh pada sinyal. Gambar II.6 menunjukkan arti geometris dari norm
orde-1 dan orde-2 dari sinyal x dengan dua elemen x 1 dan x 2 .
Measurement matrix. Measurement matrix adalah terminologi penting pada CS. Measurement matrix sering disebut juga sebagai sensing matrix. Matrik ini berfungsi untuk mengurangi jumlah sampel sinyal semula. Jika matrik semula x terdiri dari n elemen, maka untuk mengurangi jumlah sampel menjadi matrik y Measurement matrix. Measurement matrix adalah terminologi penting pada CS. Measurement matrix sering disebut juga sebagai sensing matrix. Matrik ini berfungsi untuk mengurangi jumlah sampel sinyal semula. Jika matrik semula x terdiri dari n elemen, maka untuk mengurangi jumlah sampel menjadi matrik y
norm orde-1
Gambar II.6: Ilustrasi norm orde-1 dan norm orde-2.
menjadi m elemen (m < n), maka diperlukan dan measurement matrix A berdimensi m x n. Sinyal hasil y diperoleh dengan mengalikan sinyal x dengan measurement matrix A .
(II.24) Pada Persamaan II.24, sinyal y berdimensi m x 1, matriks A berdimensi m x n, dan
y=A·x
matrik x berdimensi n x 1. Sinyal x disebut sebagai sinyal asli dan sinyal x disebut sinyal pengukuran.
Restricted Isometric Property - RIP. Permasalahan lain yang penting pada CS adalah memilih measurement matrix
A sedemikian sehingga sinyal asli x dapat dikembalikan dari pengukuran y. Emmanuel Candes [12] menurunkan syarat dari measurement matrix
A yang disebut dengan RIP. Suatu measurement matrix A dikatakan bersifat RIP jika memenuhi kondisi:
(1 − δ s ) · |x| 2 ≤ |A · x| 2 ≤ (1 + δ s ) · |x| 2 (II.25) Dengan δ s adalah suatu bilangan kecil. Sifat RIP ini secara geometris menyatakan
bahwa norm orde-2 dari vektor x sebelum dan setelah transfromasi tidak berubah banyak.
Setelah mengenalkan beberapa terminologi ini, berikutnya akan dibahas tentang model matematik dari CS.
II.2.2 Model Matematik
Tujuan dari CS adalah melakukan sampling dari sinyal sparse x(n) sehingga diperoleh sinyal hasil sampling y(n) yang memiliki jumlah sampel yang lebih sedikit dari x(n). Pengurangan sampel ini dilakukan sedemikian sehingga dimungkinkan untuk memperoleh kembali sinyal asli x(n) melalui proses rekonstruksi. Proses sampling ini dinyatakan dengan Persamaan II.24 untuk suatu matriks compressive measurement matrix A.
Permasalahan rekonstruksi yang harus dipecahkan adalah, jika y(n) adalah hasil CS serta measurement matrix A diberikan, bagaimana memperoleh kembali sinyal x(n) ini.
Algorima Penyelesaian CS.
Terdapat 2 skema utama dalam menyelesaikan masalah rekonstruksi, yaitu: basis pursuit (BP) dan greedy.
Basis Pursuit (BP). Algoritma BP banyak dikembangkan oleh kelompok Terence Tao, Justin Romberg, dan Emmanuel Candes ([33], [33], dan [34]). Permasalahan compressive sensing seperti pada Persamaan II.24 diselesaikan secara BP dengan mencari kombinasi x, yang memenuhi norm orde-1 minimal. Secara matematis, konstrain penyelesaian BP dapat dituliskan sebagai:
x ˆ l 1 = arg min |x| subject to A · x = y
(II.26)
Penyelesaian dari Persamaan II.26 dengan BP adalah mencari semua kemungkinan nilai yang meminimalisasi |x| l 1 . Untuk kondisi dua dimensi ( x(n) = [x 1 x 2 ]), maka permasalahan BP dapat diilustrasikan seperti pada Gambar II.7.
Secara analitis permasalahan BP diselesaikan dengan Linear Programming. Justin Romberg [35] menyelesaikan permasalahan BP dengan software l 1 −M agic. Variasi lain dari penyelesaian BP adalah dengan Convex Programming. Skema berbasis convex programming ini dikembangkan oleh Stephen Boyd [36] bekerja untuk lingkungan Matlab.
A ·y x 1
|x| l 1 =c 1 |x| l 1 =c 2
Gambar II.7: Ilustrasi solusi CS dengan BP untuk 2 variabel
Algoritma Greedy. Skema algoritma greedy secara teori dipelopori oleh Friedman dan Stuetzle [37] dalam kajiannya tentang regression projection pursuit sebagai penyelesaian dari persamaan linier. Mallat dan Zhang [38] selanjutnya menggunakan dasar dari projection pursuit tersebut untuk menyelesaikan persamaan linier dalam kajiannya tentang time-frequency matching pursuit. Istilah matching pursuit dipakai oleh Mallat dan Zhang untuk menggambarkan proses mencari basis dari sinyal. Basis ini disusun dalam suatu dictionary dengan jumlah elemen biasanya melebihi kebutuhan (over complete dictionaries). Istilah basis ini pada literatur lain disebut juga dengan atom (Chen et al.[39]).
Permasalahan compressive sensing sebagai mana yang direpresentasikan pada Persamaan II.24, pada skema greedy, dipandang sebagai permasalahan kombinasi linier dari setiap kolom (basis) dari measurement matrix
A, dengan kombinasi menggunakan koefisien pada x. Skema greedy melakukan langkah invers dari kombinasi linier ini. Proses inversi ini dimulai dengan mencari basis terdekat dari
A yang paling dekat dengan vektor pengukuran y. Basis terdekat diambil sebagai basis memberikan hasil proyeksi y yang terbesar. Nilai proyeksi dikalikan kembali dengan y dan dikurangkan dengan basis yang dipilih menghasilkan residu. Basis terdekat berikutnya dicari dari proyeksi residu ini ke basis tersisa. Demikian proses ini diulangi sehingga nilai residu lebih kecil dari suatu nilai threshold. Gambar II.8 mengilustrasikan proses mencari basis ini.
Pada Gambar II.8, diasumsikan measurement matrix A sebagai
A = [A 1 A 2 A 3 ] sehingga terdapat tiga basis yaitu A 1 , A 2 , A 3 . Proyeksi y pada A 1 , A 2 , dan A 3
menghasilkan y A 1 , y A 2 , dan y A 3 . Pada gambar tersebut, terlihat bahwa basis yang terpilih adalah A 2 , karena panjang y A 2 dari O adalah yang paling besar.
Jika setiap basis adalah orthogonal, maka skema Matching Pursuit yang diusulkan oleh Mallat dan Zhang menjadi skema Orthogonal Matching Pursuit (OMP). OMP adalah salah satu algoritma populer di CS yang diperkenalkan oleh Tropp [40].
Gambar II.8: Ilustrasi Matching Pursuit dengan tiga basis
Tropp memformulasikan skema OMP sebagai berikut:
1. inisialisasi proses dengan basis A 1 , A 2 , ... A n , dan residu awal r 1 =y
2. pilih basis A i yang memaksimalkan inner product: max(< A j ,r i >) untuk semua j
3. hitung residu r i untuk iterasi berikutnya: r i =r i− 1 −<A i ,r i >·r i
4. ulangi langkah 2 dan 3 di atas sampai nilai residu lebih kecil dari suatu threshold
Skema lain yang termasuk dalam kategori greedy adalah skema Focal Underdetermined Problem Solver (FOCUSS). Algoritma ini diusulkan oleh Goronitsky dan Rao [14] dalam kajiannya tentang solusi persamaan linear yang melibatkan teknik sparsitas. Skema FOCUSS menggunakan teknik proyeksi pseudo-inverse sebagai ganti dari proyeksi inner product yang digunakan pada algoritma OMP.
II.3 Compressive Sensing Pada Estimasi Arah Kedatangan
Pada bagian sebelumnya, telah dibahas upaya penyederhanaan yang terdapat pada skema estimasi arah kedatangan, yaitu kompleksitas perhitungan. Para peneliti melakukan modifikasi-modifikasi serta manipulasi matematik antara lain untuk menghidari perhitungan eigen-analysis mau pun transformasi unitary untuk memetakan nilai kompleks ke dalam nilai real. Pada bagian ini akan dibahas upaya lain untuk mengurangi kompleksitas perhitungan yaitu dengan cara pengurangan jumlah sampel sesuai prinsip dari compressive sensing.
Secara umum, penerapan compressive sensing pada algoritma estimasi arah kedatangan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga teknik, yaitu teknik sparse spatial [15] dan [17], teknik sparse pada waktu [16], dan teknik sparse pada sudut kedatangan [14]. Pada skema dengan teknik sparse spatial, matrik sampling
A dipilih sedemikian sehingga sinyal yang diolah oleh M buah antena penerima dikurangi menjadi K buah antena (K < M). Skema dengan teknik sparse pada waktu, matrik sampling A dipilih sedemikian sehingga sinyal yang diambil sepanjang T dikurangi menjadi R (R < T). Pendekatan dengan teknik sparse pada sudut kedatangan bekerja dengan hanya mengambil satu sampel pengukuran, kemudian membentuk matrik pengukuran A yang tersusun dari vektor kolom yang berasal dari steering vector pada semua arah kedatangan yang dipindai. Meskipun menggunakan asumsi yang berbeda, ketiga skema di atas memiliki prinsip kerja yang sama.
Untuk ilustrasi dan menjelaskan keberhasilan dan permasalahan yang masih ada pada algoritma compressive sensing ini, maka dilakukan simulasi algoritma compressive sensing berbasis sparsitas sudut yang dikembangkan oleh Goronitsky dan Rao [14]. Skema ini memiliki kapabilitas untuk mengestimasi arah kedatangan sinyal dengan hanya menggunakan satu sampel saja. Kekurangannya adalah sifat sensitif terhadap noise. Skema ini yang akan dikembangkan lebih lanjut pada penelitian ini untuk menghasilkan skema compressive sensing yang lebih kuat terhadap noise. Bagian Simulasi Pendahuluan (Bab V) pada proposal ini menunjukkan hasil simulasi dari skema ini, termasuk kekurangan serta hasil-hasil lain terkait dengan modifikasi dan rencana perbaikannya.
BAB III METODOLOGI
Ada pun urutan pengerjaan pada rencana penelitian ini adalah: persiapan data, persiapan lingkungan simulasi, simulasi, dan analisis performansi (Gambar III.1)
Persiapan Data
Persiapan Lingkungan Simulasi
Simulasi
Analisis Performansi
Gambar III.1: Langkah pengerjaan penelitian
III.1 Persiapan Data
Persiapan data adalah tahapan pembangkitan data untuk simulasi. Tahapan ini terdiri dari dua tahap yaitu penyiapan data input, dan penyiapan data noise. Pada penelitian estimasi arah kedatangan sebelumnya yaitu MUSIC [3] dan ESPRIT [8], sinyal radar yang dibangkitkan berupa sinyal sinusoidal. Sinyal sinusoidal untuk radar tersebut terdiri dari sinyal sinusoidal murni (pure sinusoid / monochrome, dan sinyal sinusoidal majemuk (composite sinusoids). Sinyal sinusoidal murni adalah sinyal yang hanya terdiri dari satu komponen sinyal sinusoidal. Sinyal sinusoidal majemuk adalah sinyal yang terdiri dari superposisi dari beberapa sinyal yang sinusoidal. Sinyal sinusoidal murni dinyatakan dengan persamaan
x(n) = sin(2 · π · f · n + φ)
(III.1)
Sedangkan persamaan untuk sinyal sinusoidal majemuk adalah
x(n) =
sin(2 · π · f i ·n+φ i )
(III.2)
i =1
Pada Persamaan III.2, sinyal tersusun atas komposisi N buah sinyal sinusoidal. Fasa sinyal ( φ i ) dibangkitkan secara random dengan distribusi uniform pada interval [0 − 2π]. Gambar II.2 dan II.3 memperlihatkan sinyal sinusoidal murni dan sinyal sinusoidal majemuk. Di samping penentuan fasa sinyal, penentuan frekuensi juga penting. Frekuensi sinyal ditentukan sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Frekuensi tipikal untuk sinyal radar adalah 300 MHz.
Gambar III.2: Sinyal sinusoidal murni (pure sinusoid)
Gambar III.3: Sinyal sinusoidal majemuk dengan 12 elemen frekuensi
Untuk noise, noise dibangkitkan untuk mengemulasi situasi pemancar, kanal, dan penerima. Oleh karena komunikasi antara pemancar dan penerima bersifat line of sight , maka noise yang muncul di penerima adalah noise gaussian yang bersifat aditif (additive white gaussian noise - AWGN). Noise AWGN ini secara simulasi
dibangkitkan berdasarkan distribusi gaussian dengan mean 0 dan variance σ 2 .
Penambahan sinyal dengan noise AWGN ini diatur setelah nilai amplitudo sinyal dan nilai amplitudo noise ditetapkan. Perbandingan nilai amplitudo sinyal dan noise ini dinyatakan dengan istilah Signal to Noise Ratio (SNR). SNR biasanya dinyatakan dalam logaritma basis 10 yang disebut decibel (dB).
SN R = 10 · log( )
(III.3)
Dengan P s adalah daya rata-rata sinyal dan P n adalah daya rata-rata noise. Daya sinyal dan noise berturut-turut dinyatakan dengan:
Gambar III.4, memperlihatkan sinyal yang telah terkena noise AWGN. Pada gambar tersebut, SNR adalah sebesar 20 dB.
Gambar III.4: Sinyal sinusoidal majemuk yang terkena noise dengan SNR 10 dB
Pada pelaksanaan penelitian, pengaruh dari noise diselidiki dengan mengubah-ubah nilai SNR pada setiap simulasi.
III.2 Persiapan Lingkungan Simulasi
Untuk simulasi estimasi arah kedatangan sinyal ini, beberapa skema akan disimulasikan antara lain skema estimasi arah kedatangan klasik dan compressive Untuk simulasi estimasi arah kedatangan sinyal ini, beberapa skema akan disimulasikan antara lain skema estimasi arah kedatangan klasik dan compressive
• persiapan setting array antena • penentuan jumlah sumber sinyal • penentuan faktor lingkungan
Persiapan Antena . Persiapan setting array antena secara sederhana adalah menentukan jenis susunan antena dan jarak antar elemennya. Untuk seluruh
simulasi, susunan antena dipilih jenis Uniform Linear Array (ULA) dengan jarak antar elemen konstanta. Mengikuti penelitian yang terdahulu, jarak antar elemen dipilih λ/2. Gambar berikut memperlihatkan asumsi array antena yang disimulasikan. Jumlah elemen antena yang terdapat dalam array adalah M.
Gambar III.5: Susunan ULA dengan jumlah elemen M dan jarak antar elemen d.
Penentuan jumlah sumber . Penentuan jumlah sumber merupakan parameter yang penting pada simulasi. Pada kondisi satu sumber saja, permasalahan estimasi arah kedatangan sinyal hanya fungsi dari SNR noise saja. Pada kondisi beberapa
sinyal yang datang, permasalahannya adalah penentuan sudut kedatangan pada masing-masing sumber merupakan fungsi dari noise, jarak sudut antara dua sinyal berdekatan, serta korelasi antar sinyal. Gambar III.6 memperlihatkan jumlah sumber satu dan beberapa. Pada Gambar III.6(b), jarak sudut antara sumber satu
dan sumber dua adalah θ 1 −θ 2 . Kemampuan dari algoritma untuk memisahkan jarak sudut terkecil disebut dengan resolusi dari algoritma tersebut.
(a)
(b)
Gambar III.6: Sinyal yang datang ke array antena. (a). Satu sumber (b). Dua sumber
dengan sudut datang θ 1 dan θ 2
Penentuan faktor lingkungan . Faktor lingkungan ini antara lain meliputi redaman sinyal akibat propagasi dan pergeseran frekuensi akibat efek doppler akibat pergerakan sumber. Redaman sinyal akibat propagasi terjadi karena jarak yang ditempuh, serta sifat fisis media yang dilintasi. Untuk keperluan simulasi ini, media propagasi yang dilewati adalah udara bebas. Parameter fisis udara bebas adalah
permitivitas ( ǫ 0 ) dan permeabilitas ( µ 0 ). Dengan asumsi ini, maka cepat rambat gelombang di udara adalah 3 · 10 8 meter per detik. Redaman propagasi gelombang mengikuti model path-loss yaitu:
(III.6) Dengan α adalah redaman dalam dB, f adalah frekuensi dalam MHz, dan d adalah
α = 32, 5 + 20 · f + 20 · d
jarak dalam kilometer. Pergeseran frekuensi dilakukan dengan mensimulasikan pergerakan objek dengan kecepatan v. Pergeseran frekuensi yang ditimbulkan oleh kecepatan ini dihitung dengan persamaan:
∆f = ·f 0 · cos(θ)
(III.7)
III.3 Simulasi
Setelah proses persiapan data dan persiapan lingkungan simulasi ditetapkan, berikutnya adalah membangun sistem simulasi sesuai dengan yang direncanakan.
Terdapat tiga skema yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu skema compressive sensing berbasis sparsitas pada domain frekuensi, sparsitas pada domain spasial, dan sparsitas pada domain arah kedatangan. Ketiga skema ini telah dibahas pada bagian kajian literatur sebelumnya.
III.4 Analisis Perfomansi
Untuk menilai keberhasilan skema, maka diperlukan parameter-parameter untuk mengukur performansi dari skema-skema yang diteliti. Parameter performansi yang akan diukur adalah:
• akurasi sebagai fungsi dari SNR • resolusi sebagai fungsi dari SNR • akurasi sebagai fungsi dari doppler shift • akurasi sebagai fungsi dari tingkat sparsitas frekuensi
Akurasi sebagai fungsi dari SNR. Akurasi yang dimaksud di sini adalah nilai absolut dari selisih antara sudut aktual kedatangan sinyal dengan sudut hasil estimasi skema. Untuk memperoleh hasil yang memadai, maka nilai akurasi ini perlu disimulasikan cukup banyak, dan hasil yang diambil adalah nilai rata-rata dari semua percobaan tersebut.
P N s AK = i =1 [θ − b θ i ]
(III.8)
Nilai AK menyatakan akurasi, θ adalah sudut aktual, b θ i adalah sudut estimasi ke-i, dan N s adalah jumlah eksperimen yang dilakukan. Percobaan diulangi untuk nilai SNR yang berbeda-beda.
Resolusi sebagai fungsi dari SNR. Percobaan pengukuran resolusi dilakukan dengan menggunakan dua sumber pada dua sudut berbeda. Selisih dari kedua sudut ini dinyatakan sebagai jarak sudut. Jarak dari kedua sudut ini kemudian diperkecil sampai pada batas ketika algoritma tidak dapat lagi memisahkan kedua sumber tersebut. Nilai minimal jarak sudut ini disebut sebagai resolusi dari algoritma. Percobaan kemudian diulangi lagi beberapa kali untuk kemudian diambil nilai Resolusi sebagai fungsi dari SNR. Percobaan pengukuran resolusi dilakukan dengan menggunakan dua sumber pada dua sudut berbeda. Selisih dari kedua sudut ini dinyatakan sebagai jarak sudut. Jarak dari kedua sudut ini kemudian diperkecil sampai pada batas ketika algoritma tidak dapat lagi memisahkan kedua sumber tersebut. Nilai minimal jarak sudut ini disebut sebagai resolusi dari algoritma. Percobaan kemudian diulangi lagi beberapa kali untuk kemudian diambil nilai