ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN
EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI
PROPINSI JAWA BARAT
Latar Belakang
Pembangunan
ekonomi
pada
kesejahteraan
masyarakat,
hakekatnya
dalam
rangka
bertujuan
untuk
meningkatkan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi
pendapatan yang lebih merata. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah
tergantung kepada banyak faktor seperti salah satunya adalah kebijakan
pemerintah itu sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi secara tepat supaya
faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi
suatu
daerah
dapat
diukur
dengan
melihat
PDRB
dan
laju
pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat
akan berdampak terhadap ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Apalagi
dengan diberlakukannya UU RI No 32 dan 33 tahun 2004, peranan pemerintah
daerah sangat dominan dalam menentukan kebijakan didaerahnya sehingga
memungkinkan terjadi ketimpangan regional terjadi. Laju pertumbuhan ekonomi
antar kabupaten/kota di Jawa Barat menunjukan tingkat yang beragam dan akan
berdampak kepada ketimpangan regional. Ketimpangan antar kabupaten/kota di
provinsi Jawa Barat bisa saja terjadi karena perbedaan besar sumbangan sektor
unggulan propinsi Jawa Barat. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis
pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regional antar kabupaten/kota di provinsi
Jawa Barat selama kurun waktu 1993-2006. Apakah bahasan tersebut saling
berkaitan dan seperti apa kaitannya satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok yang akan dilihat dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di provinsi Jawa
Barat ?
2. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi di kabupaten/kota
di provinsi Jawa Barat menurut Tipologi Klassen ?
LANDASAN TEORI
Pada umumnya para ekonom memberikan pengertian yang sama mengenai
pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai kenaikkan GDP/GNP saja tanpa memandang
apakah kenaikkan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad,
1999).
Terjadinya pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peranan sektor-sektor yang
ada dalam suatu perekonomian. Untuk melihat sektor-sektor yang memberikan
peran utama bagi perkembangan perekonomian daerah, Menurut Richardson
1
(2001) dan Glasson (1997), salah satu cara atau pendekatan model ekonomi
regional adalah analisis basis ekonomi (economic base), model ini dapat
menjelaskan struktur ekonomi daerah atas dua sektor, yaitu sektor basis dan non
basis. Model economic base menekankan pada ekspansi ekspor sebagai sumber
utama pertumbuhan ekonomi daerah.
Simon Kuznets dalam Sukirno, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-barang
ekonomi bagi penduduknya, pertumbuhan
kemampuan ini disebabkan
oleh
kemajuan teknologi, kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan
(Sukirno, 1995).
Peroux dalam Arsyad, mengemukakan sebuah teori Pusat Pertumbuhan (Pole
Growth) merupakan teori yang menjadi dasar dari strategi kebijakan pembangunan
industri daerah yang banyak terpakai di berbagai negara dewasa ini. Pertumbuhan
tidak muncul di berbagai daerah ada waktu yang bersamaan, pertumbuhan hanya
terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas
yang berbeda. Inti dari teori ini adalah adanya industri unggulan yang merupakan
penggerak dalam pembangunan ekonomi daerah. Selanjutnya timbul daerah yang
relatif maju akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif (Arsyad, 1999).
Menurut Fisher dan Kindleberger dalam Djojohadikumo, bahwa pertumbuhan
ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer ke
sektor sekunder . Pendapat Fisher ini kemudian didukung oleh Clark dengan
menggunakan data Cross Sectional dari beberapa negara. Clark menyusun
struktur kesempatan kerja menurut sektor produksi dan tingkat pendapatan
nasional per kapita. Hasilnya adalah semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita
nasional suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan
kesempatan kerja (Djojohadikusumo, 1994). Perubahan struktur ekonomi yang
terjadi pada suatu daerah memiliki keterkaitan dengan terjadinya perkembangan
sektor-sektor ekonomi yang ada pada daerah tersebut. Dari perubahan struktur
ekonomi yang terjadi, berdasarkan hasil studi empiris dari para ahli yang telah
dikemukakan pada umumnya suatu negara atau daerah akan mengalami
transformasi ekonomi menuju industrialisasi, yang ditandai dengan semakin
meningkatnya peranan sektor non primer khususnya sektor industri terhadap
Gross National Product (GNP) dan menurunnya peranan sektor primer, seiring
dengan pertumbuhan ekonominya.
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dan analisis data sekunder.
2. Lokasi Penelitian
2
Penelitian ini dilakukan di daerah Provinsi Jawa Barat, yang terdiri atas 16
kabupaten yaitu: Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya,
Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,
Purwakarta, Karawang, Bekasi dan 9 kota yaitu: Bogor, Sukabumi, Bandung,
Cirebon, Bekasi dan Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar.
3. Jenis dan Sumber Data
Untuk memahami permasalahan penelitian, dalam pembahasannya akan
dicoba
untuk
melihat
hubungan
variabel-variabel
penelitian
dengan
pendekatan kuantitatif. Data yang dipergunakan sebagai bahan analisis
berupa data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi seperti: Badan
Pusat Statistik, Bapeda Provinsi Jawa Barat dan Instansi lainnya yang terkait.
Selain itu data sekunder diperoleh juga dari beberapa hasil penelitian
terdahulu yang mempunyai relevansi dengan kajian yang dilakukan.
4. Operasionalisasi Variabel
Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan dalam penelitian ini
adalah
semua variabel yang terkait dalam rumusan hipotesis. Untuk menghindari
salah persepsi dan pemahaman terhadap variabel-variabel yang akan
dianalisis, maka akan diberikan batasan terhadap variabel-variabel berikut ini:
1) Pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan per kapita
atau PDRB suatu masyarakat yang berlangsung secara terus
menerus dalam jangka panjang.
2) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sejumlah produksi
yang dihasilkan oleh setiap daerah dalam jangka waktu tertentu yang
dinyatakan dalam rupiah. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan
menjadi 9 sektor lapangan usaha. Data PDRB yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah data PDRB tahun 1993-2006.
3) Struktur
perekonomian
dalam
penelitian
ini
merupakan
komposisi/kontribusi dari kegiatan produksi secara sektoral menurut
lapangan usaha yang mengacu pada klasifikasi yang telah dibuat oleh
Biro Pusat Statistik .
4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah berarti besar kecilnya persentase
peningkatan produksi barang dan jasa masyarakat menurut sektor
produksi suatu daerah.
5) Ketimpangan regional yaitu ketimpangan yang didasarkan kepada
perhitungan
Indeks
Ketimpangan
Williamson
dan
Indeks
Ketimpangan Entropi Theil.
6) Pengertian Daerah dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan
kebijaksanaan,
yaitu
pendekatan
yang
lebih
mendasar
pada
administrasi pemerintahan, sehingga suatu daerah merupakan suatu
kesatuan administrasi atau politik pemerintahan.
3
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
provinsi
Jawa Barat (BPS, 2007) tahun 1993-2006, digunakan rumus :
PDRBt – PDRB(t-1)
Pertumbuhan Ekonomi =
x 100 %
PDRB(t-1)
Keterangan:
PDRBt
= Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t
PDRB(t-1) = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t-1
2) Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klassen
Analisis
ini
digunakan
untuk
mengetahui
gambaran
pertumbuhan ekonomi daerah (Widodo, 2006).
Dan
tentang
pola
diklasifikasikan
sebagai berikut: (1) Wilayah yang Maju dan Tumbuh Cepat (Rapid Growth
Region); (2) Wilayah Maju dan Tertekan (Retarted Region); (3) Wilayah
yang Sedang Tumbuh (Growth Region) dan (4) Wilayah yang Relatif
Tertinggal (Relatively Backward Region).
Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
rendah dibandingkan rata-rata daerah di wilayah referensi. Tabel
1.
dibawah ini menunjukkan klasifikasi wilayah menurut Tipologi Klassen:
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data yang diperoleh bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat
dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2 : Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Periode Tahun
1993-2006 Provinsi Jawa Barat
Tahun
Laju Pertumbuhan Ekonomi
1993
0
1994
7,7815
1995
7,478
1996
9,468
1997
3,664762
1998
-14,1268
1999
1,954091
2000
4,358571
2001
4,755909
4
2002
1,895909
2003
4,658182
2004
5,064167
2005
4,9604
2006
4,9216
Total
46,83427
Rata-rata
3,345305
Sumber : BPS Jawa Barat
Dari Tabel 2 diatas dapat diketahui perbedaan laju pertumbuhan
ekonomi di Jawa Barat dari tahun ke tahun dengan angka rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebesar 3,34 persen.
Untuk melihat klasifikasi dan pola pertumbuhan berdasarkan analisis Tipologi
Klassen dapat dilihat dari Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3: Klasifikasi dan Pola Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan
Analisis Tipologi Klassen
Periode
Daerah
Daerah maju Daerah
Daerah
maju
tapi
dan
tumbuh
berkembang
relatif
tertekan
cepat
cepat
tertinggal
1993-1994
13,5 %
13,5 %
38 %
36 %
2000-2006
15 %
21 %
30 %
34 %
1993-2006
14,5 %
16,3 %
32,6 %
36,6 %
Sumber : Data diolah dari penelitian
Dari Tabel 3 diatas terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat masuk dalam
klasifikasi daerah relatif tertinggal. Untuk mengetahui ketimpangan regional
digunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, serta hasilnya tertera
dalam Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4: Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil untuk
Tahun 1993-2006 di Provinsi Jawa Barat
TAHUN
IW
IET
1993
0,953139745
1,220095384
1994
0,660697771
0,848660042
1995
0
1,2700878
1996
0,949981177
1,159234721
1997
0,957627401
1,306580732
1998
0,954513199
1,226521295
1999
0,955884039
1,242484083
2000
0,95822545
1,390682326
5
2001
0,957114762
1,372173383
2002
0,345890364
1,381231934
2003
0,962167477
1,564148224
2004
0,962050558
1,628494881
2005
0,313989782
1,711294483
2006
0,962411001
1,634620126
Jumlah
10,89369273
18,95630941
Rata-rata
0,778120909
1,354022101
Sumber : data diolah dari perhitungan
Dari Tabel 4 diatas menunjukan perbedaan angka ketimpangan dengan
menggunakan data yang berbeda. Dari data tersebut diperoleh hasil yang sama
yaitu
antar
kabupaten/kota
di
Jawa
Barat
terjadi
ketimpangan
regional
berdasarkan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil. Data tersebut
menunjukan untuk Indeks ketimpangan Williamson berfluktuasi tetapi secara
umum mengalami peningkatan. Untuk Indeks Ketimpangan dari Entropi Theil
juga berfluktuasi tetapi secara umum mengalami kenaikan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama periode penelitian antara
periode tahun 1993-2006 mengalami fluktuasi dan menunjukan arah
yang negatif apabila dibandingkan pada awal penelitian. Faktor–faktor
yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat adalah :
teknologi, peningkatan sumber daya manusia, penemuan material baru,
peningkatan pendapatan dan perubahan selera konsumen.
2. Pada umumnya kabupaten/kota di Jawa Barat pada periode penelitian
antara tahun 1993-2006 menurut analisis Tipologi Klassen termasuk
klasifikasi daerah relatif tertinggal. Penyebabnya adalah terjadinya aliran
investasi dari daerah relatif miskin ke daerah relatif kaya. Gejala ini
disebabkan oleh mekanisme pasar, dimana terjadi kombinasi dua faktor
yaitu: (1) Tabungan yang ada di daerah miskin walaupun jumlah
jumlahnya kecil, tidak dapat digunakan secara efektif karena kurangnya
permintaan investasi daerah tersebut; (2) Tabungan akan diinvestasikan
6
ke daerah yang relatif kaya, karena akan lebih terjamin dan memberikan
keuntungan yang lebih besar. Sehingga dalam proses pembangunan,
daerah miskin akan semakin sulit untuk berkembang menjadi daerah
kaya atau semakin timpang. Untuk hal ini, harus dilakukan percepatan
dalam mengejar ketertinggalan dengan dipenuhinya infrastruktur dasar
masyarakat, pemberian bantuan modal serta melakukan penguatan
kelembagaan masyarakat di pedesaan.
3. Dengan menggunakan PDRB, tingkat ketimpangan antar kabupaten/kota
di Jawa Barat pada periode penelitian antara tahun 1993-2006
cenderung meningkat berdasarkan Indeks Ketimpangan Williamson dan
Indeks Ketimpangan Entropi Theil. Penyebabnya adalah adanya
perubahan laju pertumbuhan ekonomi yang negatif, baik secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah
ketimpangan regional.
Implikasi
Implikasi ini diharapkan dapat membantu kebijakan ekonomi daerah
Provinsi Jawa Barat di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :
1. Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik diperlukan
kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengembangan
teknologi, peningkatan sumber daya manusia, penemuan material baru,
dan peningkatan pendapatan.
2. Untuk daerah relatif tertinggal berdasarkan analisis Tipologi Klassen,
diperlukan kebijakan atau campur tangan pemerintah antara lain dengan
mengadakan peningkatan, perluasan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana ekonomi dengan mempertimbangkan dan memperhatikan
daerah-daerah yang relatif tertinggal dengan sasaran menyerasikan
pertumbuhan antar daerah.
3. Diperlukan adanya program yang memadai dalam menjalankan kebijakan
seperti prioritas pembangunan daerah terutama dalam sarana dan
prasarana ekonomi untuk kabupaten/kota yang tertinggal agar dapat
mengurangi tingkat ketimpangan karena baik Indeks Ketimpangan
7
Williamson dan Indeks Ketimpangan Entropi Theil telah menunjukan
kecenderung arah peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
---------. 2005. Pendapatan Regional Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Menurut Lapangan Usaha 1995 –2004. BPS Provinsi Jawa Barat.
---------. 2004. PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat. BPS Provinsi Jawa
Barat kerjasama dengan Bapeda Provinsi Jawa Barat.
---------. 2007. PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat. BPS Provinsi Jawa
Barat kerjasama dengan Bapeda Provinsi Jawa Barat.
Anwar,
Moh. Arsyad. 1987. Teori Ekonomi dan
Kebijaksanaan Pembangunan, dalam Hendra Asmara, Jakarta:
PT. Gramedia.
Arsyad, Lincolyn.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan
Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE.
---------. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Yogjakarta: Penerbit STIE
YKPN.
Cahyono, Bambang Tri. (1983). Ekonomi Indonesia: Beberapa Masalah
Pokok. Yogyakarta: Ananda.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi:
Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan.
Jakarta: LP3ES.
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Friedman, J., and Alonso. 1964. Regional Economics Development and
Planning. London: MT Press.
Glasson, J. 1977. An Introduction to Regional Planning. Terjemahan Paul
Sitohang, 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta: LPFEUI.
Hirschman, Albert O. 1973. The strategy of Economic
Sixteenth Printing, Yale University Press.
Development.
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi
dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.
--------- a. 2004. Ekonomi Pembangunan : Teori , Masalah dan Kebijakan.
Yogjakarta: UPP AMP YKPN
---------b.
2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muta’ali, Luthti. 1997. Masalah dan Prospek Perekonomian Indonesia
Menuju Persaingan Bebas. Paper seminar Nasional HIMASEPA
UPN “Veteran” Yogjakarta, 11 September.
Nafsiger E, Wayne. 1977. The economics of Developing Countries. Third
Edition. Kansas: Prentice Hall International Inc.
Prasasti, Diah. 2006. Perkembangan Produk Domestik Regional Perkapita 30 Propinsi di Indonesia Periode 1993-2003: Pendekatan
8
Disparitas Regional dan Konvergensi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia Vol 21, 4 : 344-360.
Richardson, Harry W. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional :
Terjemahan oleh Paul Sitohang. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit CV Alfabeta.
Susanti , Hera. 1995. Indikator-indikator Makroekonomi, Jakarta: LPFE UI.
Suhargo. 2004. Pertumbuhan dan Kesenjangan Ekonomi Antar Kabupaten
di Propinsi Jawa Tengah, Tesis Pascasarjana Unsoed tidak
dipublikasikan. Purwokerto.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan
Dasar Kebijaksanaan, Jakarta: LPFE UI .
Thee Kian Wie. 1981. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan : Beberapa
Pendekatan Alternatif. Jakarta: LP3ES.
---------.1981. Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan, Beberapa Pemikiran
tentang Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Undang–Undang Republik Indonesia
Pemerintahan Daerah.
No 32 tahun 2004
tentang
Undang–Undang Republik Indonesia
No 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Uppal, J.S. dan Sri Handoko, Budiono. (1986). Regional Income Disparities
in Indonesia. Jurnal E K I, Vol XXXIV No 3.
Wibisono, Yusuf. 2001. Konvergensi di Indonesia: Beberapa Temuan Awal
dan Implikasinya, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan vol 51
Januari : 53 – 82.
9
EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI
PROPINSI JAWA BARAT
Latar Belakang
Pembangunan
ekonomi
pada
kesejahteraan
masyarakat,
hakekatnya
dalam
rangka
bertujuan
untuk
meningkatkan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi
pendapatan yang lebih merata. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah
tergantung kepada banyak faktor seperti salah satunya adalah kebijakan
pemerintah itu sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi secara tepat supaya
faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi
suatu
daerah
dapat
diukur
dengan
melihat
PDRB
dan
laju
pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat
akan berdampak terhadap ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Apalagi
dengan diberlakukannya UU RI No 32 dan 33 tahun 2004, peranan pemerintah
daerah sangat dominan dalam menentukan kebijakan didaerahnya sehingga
memungkinkan terjadi ketimpangan regional terjadi. Laju pertumbuhan ekonomi
antar kabupaten/kota di Jawa Barat menunjukan tingkat yang beragam dan akan
berdampak kepada ketimpangan regional. Ketimpangan antar kabupaten/kota di
provinsi Jawa Barat bisa saja terjadi karena perbedaan besar sumbangan sektor
unggulan propinsi Jawa Barat. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis
pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regional antar kabupaten/kota di provinsi
Jawa Barat selama kurun waktu 1993-2006. Apakah bahasan tersebut saling
berkaitan dan seperti apa kaitannya satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok yang akan dilihat dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di provinsi Jawa
Barat ?
2. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi di kabupaten/kota
di provinsi Jawa Barat menurut Tipologi Klassen ?
LANDASAN TEORI
Pada umumnya para ekonom memberikan pengertian yang sama mengenai
pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai kenaikkan GDP/GNP saja tanpa memandang
apakah kenaikkan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad,
1999).
Terjadinya pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peranan sektor-sektor yang
ada dalam suatu perekonomian. Untuk melihat sektor-sektor yang memberikan
peran utama bagi perkembangan perekonomian daerah, Menurut Richardson
1
(2001) dan Glasson (1997), salah satu cara atau pendekatan model ekonomi
regional adalah analisis basis ekonomi (economic base), model ini dapat
menjelaskan struktur ekonomi daerah atas dua sektor, yaitu sektor basis dan non
basis. Model economic base menekankan pada ekspansi ekspor sebagai sumber
utama pertumbuhan ekonomi daerah.
Simon Kuznets dalam Sukirno, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-barang
ekonomi bagi penduduknya, pertumbuhan
kemampuan ini disebabkan
oleh
kemajuan teknologi, kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan
(Sukirno, 1995).
Peroux dalam Arsyad, mengemukakan sebuah teori Pusat Pertumbuhan (Pole
Growth) merupakan teori yang menjadi dasar dari strategi kebijakan pembangunan
industri daerah yang banyak terpakai di berbagai negara dewasa ini. Pertumbuhan
tidak muncul di berbagai daerah ada waktu yang bersamaan, pertumbuhan hanya
terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas
yang berbeda. Inti dari teori ini adalah adanya industri unggulan yang merupakan
penggerak dalam pembangunan ekonomi daerah. Selanjutnya timbul daerah yang
relatif maju akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif (Arsyad, 1999).
Menurut Fisher dan Kindleberger dalam Djojohadikumo, bahwa pertumbuhan
ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer ke
sektor sekunder . Pendapat Fisher ini kemudian didukung oleh Clark dengan
menggunakan data Cross Sectional dari beberapa negara. Clark menyusun
struktur kesempatan kerja menurut sektor produksi dan tingkat pendapatan
nasional per kapita. Hasilnya adalah semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita
nasional suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan
kesempatan kerja (Djojohadikusumo, 1994). Perubahan struktur ekonomi yang
terjadi pada suatu daerah memiliki keterkaitan dengan terjadinya perkembangan
sektor-sektor ekonomi yang ada pada daerah tersebut. Dari perubahan struktur
ekonomi yang terjadi, berdasarkan hasil studi empiris dari para ahli yang telah
dikemukakan pada umumnya suatu negara atau daerah akan mengalami
transformasi ekonomi menuju industrialisasi, yang ditandai dengan semakin
meningkatnya peranan sektor non primer khususnya sektor industri terhadap
Gross National Product (GNP) dan menurunnya peranan sektor primer, seiring
dengan pertumbuhan ekonominya.
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dan analisis data sekunder.
2. Lokasi Penelitian
2
Penelitian ini dilakukan di daerah Provinsi Jawa Barat, yang terdiri atas 16
kabupaten yaitu: Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya,
Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,
Purwakarta, Karawang, Bekasi dan 9 kota yaitu: Bogor, Sukabumi, Bandung,
Cirebon, Bekasi dan Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar.
3. Jenis dan Sumber Data
Untuk memahami permasalahan penelitian, dalam pembahasannya akan
dicoba
untuk
melihat
hubungan
variabel-variabel
penelitian
dengan
pendekatan kuantitatif. Data yang dipergunakan sebagai bahan analisis
berupa data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi seperti: Badan
Pusat Statistik, Bapeda Provinsi Jawa Barat dan Instansi lainnya yang terkait.
Selain itu data sekunder diperoleh juga dari beberapa hasil penelitian
terdahulu yang mempunyai relevansi dengan kajian yang dilakukan.
4. Operasionalisasi Variabel
Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan dalam penelitian ini
adalah
semua variabel yang terkait dalam rumusan hipotesis. Untuk menghindari
salah persepsi dan pemahaman terhadap variabel-variabel yang akan
dianalisis, maka akan diberikan batasan terhadap variabel-variabel berikut ini:
1) Pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan per kapita
atau PDRB suatu masyarakat yang berlangsung secara terus
menerus dalam jangka panjang.
2) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sejumlah produksi
yang dihasilkan oleh setiap daerah dalam jangka waktu tertentu yang
dinyatakan dalam rupiah. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan
menjadi 9 sektor lapangan usaha. Data PDRB yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah data PDRB tahun 1993-2006.
3) Struktur
perekonomian
dalam
penelitian
ini
merupakan
komposisi/kontribusi dari kegiatan produksi secara sektoral menurut
lapangan usaha yang mengacu pada klasifikasi yang telah dibuat oleh
Biro Pusat Statistik .
4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah berarti besar kecilnya persentase
peningkatan produksi barang dan jasa masyarakat menurut sektor
produksi suatu daerah.
5) Ketimpangan regional yaitu ketimpangan yang didasarkan kepada
perhitungan
Indeks
Ketimpangan
Williamson
dan
Indeks
Ketimpangan Entropi Theil.
6) Pengertian Daerah dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan
kebijaksanaan,
yaitu
pendekatan
yang
lebih
mendasar
pada
administrasi pemerintahan, sehingga suatu daerah merupakan suatu
kesatuan administrasi atau politik pemerintahan.
3
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
provinsi
Jawa Barat (BPS, 2007) tahun 1993-2006, digunakan rumus :
PDRBt – PDRB(t-1)
Pertumbuhan Ekonomi =
x 100 %
PDRB(t-1)
Keterangan:
PDRBt
= Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t
PDRB(t-1) = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t-1
2) Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klassen
Analisis
ini
digunakan
untuk
mengetahui
gambaran
pertumbuhan ekonomi daerah (Widodo, 2006).
Dan
tentang
pola
diklasifikasikan
sebagai berikut: (1) Wilayah yang Maju dan Tumbuh Cepat (Rapid Growth
Region); (2) Wilayah Maju dan Tertekan (Retarted Region); (3) Wilayah
yang Sedang Tumbuh (Growth Region) dan (4) Wilayah yang Relatif
Tertinggal (Relatively Backward Region).
Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
rendah dibandingkan rata-rata daerah di wilayah referensi. Tabel
1.
dibawah ini menunjukkan klasifikasi wilayah menurut Tipologi Klassen:
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data yang diperoleh bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat
dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2 : Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Periode Tahun
1993-2006 Provinsi Jawa Barat
Tahun
Laju Pertumbuhan Ekonomi
1993
0
1994
7,7815
1995
7,478
1996
9,468
1997
3,664762
1998
-14,1268
1999
1,954091
2000
4,358571
2001
4,755909
4
2002
1,895909
2003
4,658182
2004
5,064167
2005
4,9604
2006
4,9216
Total
46,83427
Rata-rata
3,345305
Sumber : BPS Jawa Barat
Dari Tabel 2 diatas dapat diketahui perbedaan laju pertumbuhan
ekonomi di Jawa Barat dari tahun ke tahun dengan angka rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebesar 3,34 persen.
Untuk melihat klasifikasi dan pola pertumbuhan berdasarkan analisis Tipologi
Klassen dapat dilihat dari Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3: Klasifikasi dan Pola Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan
Analisis Tipologi Klassen
Periode
Daerah
Daerah maju Daerah
Daerah
maju
tapi
dan
tumbuh
berkembang
relatif
tertekan
cepat
cepat
tertinggal
1993-1994
13,5 %
13,5 %
38 %
36 %
2000-2006
15 %
21 %
30 %
34 %
1993-2006
14,5 %
16,3 %
32,6 %
36,6 %
Sumber : Data diolah dari penelitian
Dari Tabel 3 diatas terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat masuk dalam
klasifikasi daerah relatif tertinggal. Untuk mengetahui ketimpangan regional
digunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, serta hasilnya tertera
dalam Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4: Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil untuk
Tahun 1993-2006 di Provinsi Jawa Barat
TAHUN
IW
IET
1993
0,953139745
1,220095384
1994
0,660697771
0,848660042
1995
0
1,2700878
1996
0,949981177
1,159234721
1997
0,957627401
1,306580732
1998
0,954513199
1,226521295
1999
0,955884039
1,242484083
2000
0,95822545
1,390682326
5
2001
0,957114762
1,372173383
2002
0,345890364
1,381231934
2003
0,962167477
1,564148224
2004
0,962050558
1,628494881
2005
0,313989782
1,711294483
2006
0,962411001
1,634620126
Jumlah
10,89369273
18,95630941
Rata-rata
0,778120909
1,354022101
Sumber : data diolah dari perhitungan
Dari Tabel 4 diatas menunjukan perbedaan angka ketimpangan dengan
menggunakan data yang berbeda. Dari data tersebut diperoleh hasil yang sama
yaitu
antar
kabupaten/kota
di
Jawa
Barat
terjadi
ketimpangan
regional
berdasarkan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil. Data tersebut
menunjukan untuk Indeks ketimpangan Williamson berfluktuasi tetapi secara
umum mengalami peningkatan. Untuk Indeks Ketimpangan dari Entropi Theil
juga berfluktuasi tetapi secara umum mengalami kenaikan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama periode penelitian antara
periode tahun 1993-2006 mengalami fluktuasi dan menunjukan arah
yang negatif apabila dibandingkan pada awal penelitian. Faktor–faktor
yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat adalah :
teknologi, peningkatan sumber daya manusia, penemuan material baru,
peningkatan pendapatan dan perubahan selera konsumen.
2. Pada umumnya kabupaten/kota di Jawa Barat pada periode penelitian
antara tahun 1993-2006 menurut analisis Tipologi Klassen termasuk
klasifikasi daerah relatif tertinggal. Penyebabnya adalah terjadinya aliran
investasi dari daerah relatif miskin ke daerah relatif kaya. Gejala ini
disebabkan oleh mekanisme pasar, dimana terjadi kombinasi dua faktor
yaitu: (1) Tabungan yang ada di daerah miskin walaupun jumlah
jumlahnya kecil, tidak dapat digunakan secara efektif karena kurangnya
permintaan investasi daerah tersebut; (2) Tabungan akan diinvestasikan
6
ke daerah yang relatif kaya, karena akan lebih terjamin dan memberikan
keuntungan yang lebih besar. Sehingga dalam proses pembangunan,
daerah miskin akan semakin sulit untuk berkembang menjadi daerah
kaya atau semakin timpang. Untuk hal ini, harus dilakukan percepatan
dalam mengejar ketertinggalan dengan dipenuhinya infrastruktur dasar
masyarakat, pemberian bantuan modal serta melakukan penguatan
kelembagaan masyarakat di pedesaan.
3. Dengan menggunakan PDRB, tingkat ketimpangan antar kabupaten/kota
di Jawa Barat pada periode penelitian antara tahun 1993-2006
cenderung meningkat berdasarkan Indeks Ketimpangan Williamson dan
Indeks Ketimpangan Entropi Theil. Penyebabnya adalah adanya
perubahan laju pertumbuhan ekonomi yang negatif, baik secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah
ketimpangan regional.
Implikasi
Implikasi ini diharapkan dapat membantu kebijakan ekonomi daerah
Provinsi Jawa Barat di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :
1. Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik diperlukan
kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengembangan
teknologi, peningkatan sumber daya manusia, penemuan material baru,
dan peningkatan pendapatan.
2. Untuk daerah relatif tertinggal berdasarkan analisis Tipologi Klassen,
diperlukan kebijakan atau campur tangan pemerintah antara lain dengan
mengadakan peningkatan, perluasan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana ekonomi dengan mempertimbangkan dan memperhatikan
daerah-daerah yang relatif tertinggal dengan sasaran menyerasikan
pertumbuhan antar daerah.
3. Diperlukan adanya program yang memadai dalam menjalankan kebijakan
seperti prioritas pembangunan daerah terutama dalam sarana dan
prasarana ekonomi untuk kabupaten/kota yang tertinggal agar dapat
mengurangi tingkat ketimpangan karena baik Indeks Ketimpangan
7
Williamson dan Indeks Ketimpangan Entropi Theil telah menunjukan
kecenderung arah peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
---------. 2005. Pendapatan Regional Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Menurut Lapangan Usaha 1995 –2004. BPS Provinsi Jawa Barat.
---------. 2004. PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat. BPS Provinsi Jawa
Barat kerjasama dengan Bapeda Provinsi Jawa Barat.
---------. 2007. PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat. BPS Provinsi Jawa
Barat kerjasama dengan Bapeda Provinsi Jawa Barat.
Anwar,
Moh. Arsyad. 1987. Teori Ekonomi dan
Kebijaksanaan Pembangunan, dalam Hendra Asmara, Jakarta:
PT. Gramedia.
Arsyad, Lincolyn.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan
Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE.
---------. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Yogjakarta: Penerbit STIE
YKPN.
Cahyono, Bambang Tri. (1983). Ekonomi Indonesia: Beberapa Masalah
Pokok. Yogyakarta: Ananda.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi:
Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan.
Jakarta: LP3ES.
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Friedman, J., and Alonso. 1964. Regional Economics Development and
Planning. London: MT Press.
Glasson, J. 1977. An Introduction to Regional Planning. Terjemahan Paul
Sitohang, 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta: LPFEUI.
Hirschman, Albert O. 1973. The strategy of Economic
Sixteenth Printing, Yale University Press.
Development.
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi
dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.
--------- a. 2004. Ekonomi Pembangunan : Teori , Masalah dan Kebijakan.
Yogjakarta: UPP AMP YKPN
---------b.
2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muta’ali, Luthti. 1997. Masalah dan Prospek Perekonomian Indonesia
Menuju Persaingan Bebas. Paper seminar Nasional HIMASEPA
UPN “Veteran” Yogjakarta, 11 September.
Nafsiger E, Wayne. 1977. The economics of Developing Countries. Third
Edition. Kansas: Prentice Hall International Inc.
Prasasti, Diah. 2006. Perkembangan Produk Domestik Regional Perkapita 30 Propinsi di Indonesia Periode 1993-2003: Pendekatan
8
Disparitas Regional dan Konvergensi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia Vol 21, 4 : 344-360.
Richardson, Harry W. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional :
Terjemahan oleh Paul Sitohang. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit CV Alfabeta.
Susanti , Hera. 1995. Indikator-indikator Makroekonomi, Jakarta: LPFE UI.
Suhargo. 2004. Pertumbuhan dan Kesenjangan Ekonomi Antar Kabupaten
di Propinsi Jawa Tengah, Tesis Pascasarjana Unsoed tidak
dipublikasikan. Purwokerto.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan
Dasar Kebijaksanaan, Jakarta: LPFE UI .
Thee Kian Wie. 1981. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan : Beberapa
Pendekatan Alternatif. Jakarta: LP3ES.
---------.1981. Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan, Beberapa Pemikiran
tentang Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Undang–Undang Republik Indonesia
Pemerintahan Daerah.
No 32 tahun 2004
tentang
Undang–Undang Republik Indonesia
No 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Uppal, J.S. dan Sri Handoko, Budiono. (1986). Regional Income Disparities
in Indonesia. Jurnal E K I, Vol XXXIV No 3.
Wibisono, Yusuf. 2001. Konvergensi di Indonesia: Beberapa Temuan Awal
dan Implikasinya, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan vol 51
Januari : 53 – 82.
9