MITIGASI DAN PENANGGULAN BENCANA dalam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan
sering mengakibatkan

kerugian harta, benda dan nyawa sekalipun. Kejadian

banjir tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan dan dikurangi dampak
kerugian yang diakibatkannya.Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi
kerugian akibat bencana tersebut perlu dipersiapkan penanganan secara cepat,
tepat, dan terpadu. Sebagai tugas mahasiswa teknik sipil yang berhubungan
dengan mengelola Wilayah Sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir dan
penanggulangan kekeringan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut yang
diperlukan .

1.2.


Tujuan
Makalah ini dimaksudkan sebagai acuan kami sebagai mahasiswa yang

mengelola wilayah sungai dan instansi lain dalam menyelenggarakan kegiatan
mitigasi banjir agar dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, dan berhasil guna
sesuai dengan pola pengelolaan wilayah sungai. makalah ini digunakan bersama
pedoman lain yang terkait dengan maksud saling melengkapi.Tujuan makalah ini
adalah terselenggaranya mitigasi penanggulangan bencana banjir di daerah Tanah
Jawa yang menyeluruh dan terpadu dalam sistem wilayah sungai, sehingga korban
jiwa, kerusakan atau kerugian harta benda dan/atau kerusakan lingkungan sebagai

1

dampak tak terkendalinya daya rusak air dapat dicegah dan dihindari, atau
diusahakan menjadi seminimal mungkin.

1.3.

Ruang Lingkup

Ruang Lingkup pedoman ini mencakup pengendalian banjir dan

penanggulangan bencana banjir, terdiri dari pokok bahasan yang menyangkut
pengertian, kelembagaan, mitigasi, pendanaan, dan koordinasi.
1.4.

Landasan Hukum
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana;
e. Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja BNPB;
f. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
g. Peraturan Kepala BNPB Nomor 07 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara
Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar;
h. Peraturan Kepala BNPB Nomor 09 Tahun 2008 tentang Prosedur Tetap Tim

Reaksi Cepat BNPB;
i. Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana.

1.5.

Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
a. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh
pemisah topografis, yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut.
b. Daerah retensi adalah lahan yang ditetapkan untuk menampung air
banjir untuk sementara waktu.

2

c. Dataran banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu terlanda
atau tergenang air banjir.
d. Banjir adalah suatu keadaan sungai di mana aliran airnya tidak
tertampung oleh palung sungai.

e. Pengendalian banjir adalah upaya fisik dan nonfisik untuk pengamanan
banjir dengan debit banjir sampai tingkat tertentu yang layak (bukan
untuk debit banjir yang terbesar).
f. Penanggulangan banjir adalah segala upaya yang dilakukan agar banjir
tidak

menimbulkan gangguan dan kerugian bagi masyarakat, atau

untuk mengurangi dan menekan besarnya kerugian yang ditimbulkan
oleh banjir.
g. Debit banjir rencana adalah debit banjir yang dipakai untuk dasar
perencanaan pengendalian banjir dan dinyatakan menurut kala ulang
tertentu. Besarnya kala ulang ditentukan dengan mempertimbangkan
segi keamanan dengan risiko tertentu serta kelayakannya, baik teknis
maupun lingkungan.
h. Bangunan sungai adalah bangunan air yang berada di sungai, danau,
dan/atau di daerah manfaat sungai; yang berfungsi untuk konservasi,
pendayagunaan, dan pengendalian sungai.
i. Mitigasi bahaya banjir (flood damage mitigation) adalah upaya
menekan besarnya kerugian/bencana akibat banjir.

j. Pengelolaan dataran banjir (flood plain management)

adalah

pengelolaan dataran banjir sedemikian rupa sehingga meminimal akibat
banjir yang mungkin terjadi.
k. Bahan banjiran adalah bahan yang diperlukan untuk penanggulangan
darurat kerusakan yang disebabkkan oleh banjir termasuk tanah longsor
karena banjir.
l. Daerah tangkapan air (catchment area) adalah daerah resapan air dari
suatu daerah aliran sungai.

3

m. Korban adalah orang/sekelompok orang yang mengalami dampak buruk
akibat bencana, seperti kerusakan dan atau kerugian harta benda,
penderitaan dan atau kehilangan jiwa. Korban dapat dipilah berdasarkan
klasifikasi korban meninggal, hilang, luka/sakit, menderita dan
mengungsi.
n. Korban meninggal adalah orang yang dilaporkan tewas atau meninggal

dunia akibat bencana.
o. Korban hilang adalah orang yang dilaporkan hilang atau tidak
ditemukan atau tidak diketahui keberadaannya setelah terjadi bencana.
p. Korban luka/sakit adalah orang yang mengalami luka-luka atau sakit,
dalam keadaan luka ringan, maupun luka parah/berat, baik yang berobat
jalan maupun rawat inap.
q. Penderita/terdampak adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita akibat dampak buruk bencana, seperti kerusakan dan atau
kerugian harta benda, namun masih dapat menempati tempat
tinggalnya.
r. Pengungsi adalah orang/sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa
keluar dari tempat tinggalnya ketempat yang lebih aman dalam upaya
menyelamatkan diri/jiwa untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai
akibat dampak buruk bencana.
s. Kerusakan harta benda meliputi rumah, fasilitas pendidikan (sekolah,
madrasah atau pesantren), fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
puskesmas pembantu/pustu), fasilitas peribadatan (masjid, gereja,
vihara dan pura), bangunan lain (kantor, pasar, kios) dan jalan yang
mengalami kerusakan (rusak ringan, sedang dan berat atau hancur atau
roboh) serta sawah yang terkena bencana dan puso (gagal panen).

t. Rusak berat adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan bangunan
roboh atau sebagian besar komponen struktur rusak, sebagai contoh :

4

(1) bangunan roboh total / sebagian besar struktur utama bangunan
rusak; (2) sebagian besar dinding dan lantai bangunan bendung atau
dam patah; (3) sebagian besar tanggul jebol atau putus; (4) saluran
pengairan tidak dapat berfungsi).
u. Rusak sedang adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian
kecil komponen struktur rusak, dan komponen penunjang rusak namun
bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil
struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar pintu-pintu air dan
komponen penunjang lainnya rusak; (3) saluran pengairan terputus.
v. Rusak ringan adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian
komponen struktur retak (struktur masih bisa digunakan) dan bangunan
masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur
bangunan rusak ringan; (2) retak-retak pada dinding plesteran; (3)
sebagian kecil pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak;
(4) saluran pengairan masih bisa digunakan.

w. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
x. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pascabencana.
y. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan

5

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
1.6.


Sistematika penelitian
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENILAIAN RESIKO BENCANA
BAB IV PILIHAN TINDAKAN PENANNGULAGAN BENCANA
BAB V MEKANISME PENANGGULANGAN BENCANA
BAB VI ALOKASI TUGAS DAN SUMBER DAYA
BAB VII PENUTUP

BAB II
6

GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1.

Kondisi Fisik
Kodisi fisik yang terjadi akibat adanya bencana banjir yang melanda

daerah tanah jawa siantar,mengakibatkan jembatan rusak sebagian,sehingga

mengakibatkan pegguna jalan sedikit terganggu.Tidak hanya jembatan saja yang
rusak akibat di terjang banjir,tetapi terjadinya longsor di daerah pinggiran
singai,yang mengakibatkan sebagian tanah runtuh kebawah dan pepohonan
tumbang,dari pernyataan diatas dapat dilihat di Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

(Gambar A.1)

(Gambar A.2)

Gambar 2.1

Gambar 2.2
Kondisi fisik dari daerah yang terkena bencana
2.2.

Kondisi Sosial Ekonomi
Kota Pematangsiantar yang terletak pada garis 3º01’09” -2º54’40” lintang

utara dan 99º6’23” – 99º1’10” Bujur Timur, berada di tengah-tengah wilayah


7

Kabupaten Simalungun dengan luas 79,97 km2 dan terletak 400 meter di atas
permukaan laut. Pada waktu siang atau malam hari kehidupan di kota ini
sepertinya tak pernah surut dilihat dari aktivitas masyarakatnya. Dengan udaranya
yang sejuk dan airnya yang bening dimana-mana, kehidupan di kota ini aman dan
kondusif menghidupkan perekonomian masyarakatnya.Dengan keadaan tersebut,
kota Pematangsiantar mempunyai nilai positif tersendiri untuk berinvestasi karena
disamping aman, tertib dan tentram, jumlah penduduk yang relatif banyak dan
bahan baku yang mencukupi khususnya yang berasal dari daerah interland.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, Pematang Siantar berpenduduk
240.831 jiwa yang menjadikannya kota kedua terbesar setelah Medan, ibu kota
Sumatera Utara. Penduduknya termasuk heterogen dengan 49,6 persen dari etnis
Toba, 14,2 persen dari etnis Jawa dan 11,43 persen dari etnis Simalungun. Etnis
lain kurang dari 10 persen masing-masing dari Melayu, Mandailing, Cina,
Minang, Karo, dan lain-lain. Dari jumlah penduduk tersebut, terdapat angkatan
kerja sekitar 85.000 jiwa dengan 86 persen yang bekerja. Sektor industri yang
menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengahtengah
Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari total kegiatan
ekonomi di tahun 1999 yang mencapai Rp 1,5 trilyun, pangsa sektor industri
mencapai 38 persen atau Rp 593 milyar. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran
menyusul di urutan kedua, dengan sumbangan 22 persen atau Rp 335 milyar. Dari
ketiga kegiatan di sektor ini, subsektor perdagangan memberikan pemasukan
sampai Rp 300 milyar.(metrosiantar).
Terjadi banjir yang menghantam daerah tanah jawa yang mengakibatkan
kerusakan parah pada jembatan yang terdapat pada gambar diatas,kami dapat
menyimpulkan bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh banjir yang datang sangat

8

merugikan warga setempat,khususnya pada pengguna jalan yang sering melintasi
jembatan.kerusakan yang terjadi pada jembatan tidak mengakibatkan kerugian
secara materil yang besar bagi masyarakat setempat,hanya saja agak terganggu
perjalanan karena adanya perbaikan jembatan yang di akibatkan banjir,sebab jalan
tersebut adalah jalan lintas .
.3.

Kebijakan penanggungjawaban bencana
Kebijakan yang seharusanya diambil dari banjir yang melanda daerah

tanah jawab pematang siantar adalah,harus di ambil langkah-langkah yang
tentunya sudah pasti ditetapkan oleh pemerintah Peraturan Kepala BNPB Nomor
11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana,yang berbunyi :
a.

Kegiatan rehabilitasi merupakan tanggungjawab Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah yang terkena bencana.

b. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pemerintah
Daerah dan instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala
BPBD.
c.

Dalam

melaksanakan

kegiatan

rehabilitasi,

Pemerintah

Kabupaten/Kota wajib menggunakan dana penanggulangan bencana
dari APBD Kabupaten/Kota.
d. Dalam hal APBD Kabupaten/Kota tidak memadai, Pemerintah
Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan dana kepada Pemerintah
Provinsi dan/atau Pemerintah.

9

e.

Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota meminta bantuan kepada
Pemerintah, permintaan tersebut harus melalui Pemerintah Provinsi
yang bersangkutan.

f.

Selain permintaan dana, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat meminta
bantuan tenaga ahli, peralatan dan/atau pembangunan prasarana
kepada Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah.

g.

Terhadap usul permintaan bantuan dari Pemerintah Daerah dilakukan
verifikasi oleh tim antar departemen/lembaga Pemerintah Non
Departemen yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB.

h. Verifikasi menentukan besaran bantuan yang akan diberikan
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah secara proporsional.
i.

Terhadap penggunaan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada
Pemerintah Daerah dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh tim antar
departemen/lembaga Pemerintah Nondepartemen dengan melibatkan
BPBD yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB.

Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a.

Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun
juga sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.

10

b. Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan
terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan
pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
c.

“Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera
setelah terjadi bencana.

d. Program Rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat
(sesuai dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan
Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.

BAB III
PENILAIAN RESIKO BENCANA
11

1.

Ancaman
Bagian paling kritis dari pelaksanaan adalah pemahaman penuh akan sifat

bencana. Dalam setiap negara dan dalam setiap daerah, tipe-tipe bahaya-bahaya
yang dihadapi berbeda-beda. Beberapa negara rentan terhadap banjir, yang lain
mempunyai sejarah-sejarah tentang kerusakan badai tropis, dan yang lain dikenal
sebagai daerah gempa bumi. Kebanyakan negara rentan terhadap beberapa
kombinasi dari berbagai bahaya dan semua menghadapi kemungkinan bencanabencana teknologi sebagai akibat kemajuan pembangunan industri. Pengaruh dari
bahaya-bahaya yang mungkin muncul dan kerusakan yang mungkin diakibatkan
tergantung pada apa yang ada di daerah infrastruktur. Setiap negara berbeda-beda.
Untuk lokasi atau negara tertentu penting untuk mengetahui tipe-tipe bahaya yang
mungkin ditemui.

Gambar 3.1. Ancaman adanya longsor yang disebabkan banjir
Pemahaman dari bahaya-bahaya alam dan proses-proses yang menyebabkan
bahaya-bahaya itu adalah tanggung jawab dari para ahli seismologi, vulkanologi,
klimatologi, hidrologi dan para ilmuwan lainnya. Pengaruh-pengaruh dari bahayabahaya alam terhadap bangunan-bangunan dan

lingkungan buatan manusia

adalah merupakan bahan kajian dari insinyur dan para ahli resiko. Setidaknya
pehaman itu penting bagi penduduk tentang ancaman bahaya dalam sebuah
bencana. Pemahaman bahaya-bahayak mencakup memahami tentang :
a. Bagaimana bahaya itu muncul ?
b. Kemungkinan terjadi dan besarannya ?

12

c. Mekanisme fisik dan kerusakan ?
d. Elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap

2.

pengaruh-pengaruhnya ?
e. Konsekuensi-konsekuensi kerusakan ?
Kerentanan
Kerentanan adalah tingkat dari kerusakan yang diperkirakan dari satu bahaya

khusus. Menargetkan upaya-upaya mitigasi sangat tergantung pada penilaian
kerentanan secara benar.
Konsep dari penilaian kerentanan ini dapat juga diperluas kepada kelompokkelompok sosial atau sektor-sektor ekonomi; Orang-orang yang menyewa rumah
bergantung pada pemilik rumah untuk melakukan perbaikan akibat kerusakan dan
lebih cenderung menjadi tidak memiliki tempat tinggal pada saat terjadi satu
bencana. Mengindentifisir kelompok-kelompok penyewa secara benar dan
menetapkan hak-hak sewa dan kewajiban-kewajiban pemmilik rumah untuk
memperbaiki bisa mengurangi jumlah orang yang menjadi tidak mempunyai
rumah pada saat terjadi suatu bencana. Sama halnya yang terjadi di Tanah JawaPematang Siantar, kerentanan orang-orang, bangunan, jalan, jembatan, pipa-pipa,
sistem komunikasi dan elemen-elemen lain berbeda untuk masing-masing bahaya.

Gambar 3.2. Kerentanan jembatan yang disebabkan banjir
Selain itu, faktor kerentanan di suatu daerah juga akan mempengaruhi terjadinya
banjir. Faktor kerentanan tersebut adalah sebagai berikut:

13

a. Prediksi yang kurang akurat mengenai volume banjir.
b. Rendahnya kemampuan sistem pembuangan air.
c. Turunnya kapasitas sistem pembuangan air akibat rendahnya kemampuan
pemeliharaan dan operasional.
d. Deforestasi.
e. Turunnya permukaan tanah akibat turunnya muka air tanah (land
subsidance).
f. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global.
3.

Analisis Kemungkinan Datang Bencana
Banjir akan selalu datang di negeri kita. Berbagai upaya mengatasi

masalah banjir yang telah dilaksanakan sampai saat ini, ternyata belum berhasil
menekan besarnya resiko kerugian yang timbul. Solusi penanganan banjir melalui
infrastruktur untuk "melawan" fenomena alam, sesungguhnya mempunyai
keterbatasan kinerja.
Kesadaran dan pemahaman mengenai hal ini, nampaknya kurang bahkan
hampir tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat. Akibatnya, di
lingkungan masayarakat terbentuk persepsi yang over ekspektasi terhadap
penanganan banjir yang telah dilaksanakan pemerintah, yaitu menganggap bahwa
dengan terbangunnya infrastruktur pengendali banjir, maka suatu wilayah akan
terbebas dari banjir sampai kapanpun juga.
Curah hujan yang banyak di daerah-daerah perkotaan atau gagalnya
drainase bisa mengakibatkan banjir di kota-kota ketika permukaan-permukaan
yang keras di daerah perkotaan semakin meningkatkan beban hanyutan air bagian
atas. Genangan air dan aliran air dengan tekanan-tekanan mekanis air yang
mengalir secara cepat. Arus air yang bergerak atau air yag bergejolak dapat
meruntuhkan dan menghanyutkan orang-orang dan binatang di ke dalaman air

14

yang relatif dangkal saja. Membuang sampah yang tidak pada tempatnya, serta
sungai dan selokan yang tertumpat oleh sampah-sampah tersebut dapat
memungkinkan bencana banjir akan datang.

15

BAB IV
TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

Penanggulangan bencana banjir adalah berbagai upaya yang dapat
dilakukan baik oleh pemerintah khususnya di daerah Tanah Jawa-Pematang
Siantar, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder) dalam
rangka menanggulangi bencana banjir baik yang dilakukan sebelum terjadinya
banjir, pada saat terjadi maupun setelah terjadi banjir. Pada bagian berikut ini, kita
akan mempelajari upaya-upaya penanggulangan banjir yang meliputi pengurangan
risiko bencana sebelum terjadi bencana, tanggap darurat saat bencana dan upaya
pemulihan setelah bencana.

1.

Pra Bencana
Pada bagian ini, akan dijelaskan secara ringkas upaya pengurangan risiko

bencana melalui upaya mitigasi dan kesiapan/kesiapsiagaan (preparedness)
terhadap bencana banjir baik upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun
tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat.
4.1.1.Pengenalan Mitigasi Bencana Banjir
Definisi Mitigasi Bencana Banjir
Apa itu mitigasi? Mitigasi banjir adalah semua tindakan/upaya untuk
mengurangi dampak dari suatu bencana banjir. Upaya mitigasi ini
biasanya ditujukan untuk jangka waktu yang panjang. Secara umum
jenis-jenis mitigasi dapat dikelompokkan kedalam mitigasi struktural
dan mitigasi non struktural.

16

a. Mitigasi Struktural
Yang dimaksud dengan adalah upayaupaya pengurangan risiko
bencana yang lebih bersifat fisik. Upaya-upaya mitigasi struktural
banjir yang dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah :
 Perbaikan dan peningkatan sistem drainase.
 Normalisasi fungsi sungai yang dapat berupa : pengerukan,
sudetan.
 Relokasi pemukiman di bantaran sungai.
 Pengembangan bangunan pengontrol tinggi muka air/hidrograf
banjir berupa : tanggul, pintu, pompa, wadukdan sistem polder.
 Perbaikan kondisi DaerahAliran Sungai (DAS).
Sementara mitigasi struktural yang dapat dilakukan oleh
masyarakat di kawasan rawan banjir antara lain :
 Membantu upaya peningkatan kapasitas resapan air di
wilayahnya baik dengan menanam lebih banyak pohon
maupun membuat sumur resapan.
 Membantu penyusunan peta zonasi/risiko banjir.
 Membangun rumah sesuai dengan peraturan tata guna lahan.
 Membuat rumah lebih tinggi dari muka air banjir.

17

Gambar 4.1. Salah satu contoh bentuk mitigasi struktural

b. Mitigasi Non-Struktural
Kebalikan dari mitigasi struktural, mitigasi non struktural adalah
segala upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan yang
bersifat non fisik, organisasional dan sosial kemasyarakatan. Upayaupaya mitigasi non struktural banjir yang dilakukan pemerintah
antara lain :
 Membuat master plan pembangunan yang berbasis
pengurangan risiko bencana.

18

 Membuat PERDA mengenai penanganan risiko bencana banjir
yang berkelanjutan.
 Mengembangkan peta zonasi banjir.
 Mengembangkan sistem asuransi banjir.
 Membangun/memberdayakan Sistem Peringatan Dini Banjir.
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bencana
banjir melalui pendidikan dan pelatihan.
 Mengembangkan building code bagi daerah banjir.

Mitigasi non fisik dapat pula dilakukan melalui kegiatan yaitu :
 Mewujudkan budaya masyarakat dan pemangku kepentingan
dalam

memahami

fenomena

banjir

dan

menjaga

kapasitas/kelestarian daya serap DaerahAliran Sungai (DAS).
 Mewujudkan budaya masyarakat untuk berperan serta dalam
menjaga fungsi sistem pembuangan air (drainase) dan
pengendalian banjir.
 Mewujudkan budaya masyarakat yang tidak membuang
sampah/sedimen/limbah ke sungai, saluran dan bangunan air
lainnya.
 Melakukan gerakan penghijauan/penanaman kembali tumbuh
tumbuhan di lahan kosong dan memeliharanya dengan baik.
 Mengarus-utamakan upaya pengurangan risiko bencana banjir
kedalam kurikulum pendidikan.
4.2. Saat Tanggap Darurat

19

Definisi Tanggap Darurat,Tanggap darurat yang dalam bahasa Inggris disebut
Response adalah kegiatan yang dilakukan segera setelah terjadi dampak banjir,
bila diperlukan tindakan-tindakan luar biasa untuk memenuhi kebutuhan dasar
korban bencana yang selamat. Pada saat banjir, upaya upaya yang dilakukan
pemerintah berupa :
a. Pengerahan Tim Reaksi Cepat.
b. Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi dan penampungan sementara.
c. Pemberian layanan air bersih, jamban dan sanitasi di tempat pengungsi/
penampungan sementara.
d. Pemberian layanan kesehatan, perawatan dan rujukan di tempat pengungsi/
penampungan sementara.
e. Pengerahan sarana transportasi untuk menjangkau daerah pengungsi.

Gambar 4.2. Tanggap Darurat
Sementara tindakan tindakan pada saat banjir yang harus dilakukan
masyarakat adalah
a. Evakuasi keluarga ketempat yang lebih tinggi atau ke tempat pengungsian
yang sudah ditetapkan di wilayahnya.
b. Membawa perlengkapan darurat (Survival Kid).
c. Menyelamatkan dokumen dan barang-barang berharga sehingga tidak
rusak atau hilang terbawa banjir.

20

d. Jika dalam keadaan tertentu tidak dapat meninggalkan rumah, usahakan
berada di tempat yang tinggi di rumah.
e. Matikan peralatan listrik/sumber listrik dari meterannya. Jangan
menyentuh peralatan listrik jika kita dalam keadaan basah atau berdiri di
air.
f. Tutup lubang sanitasi.
g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah.
Pada saat melakukan evakuasi atau mengungsi/pindah ke tempat yang aman ketika
terjadi banjir, kita harus memperhatikan hal-hal berikut :
Melakukan evakuasi ke tempat evakuasi dengan rute yang telah ditentukan
sebelumnya.
Hindari berjalan di dekat saluran air atau lokasi yang berarus deras agar terhindar
dari seretan arus banjir. Jika bertemu genangan banjir, segera berhenti dan cari jalan lain
yang aman. Pilih tempat berjalan yang tinggi. Walaupun genangan banjir hanya

setinggi mata kaki, genangan banjir tetap perlu dihindari. Genangan banjir
setinggi 15 cm dapat membuat terjatuh. Genangan banjir setinggi 70cm dapat
menghanyutkan mobil. Ada kemungkinan tiang listrik roboh akibat banjir. Air
adalah penghantar yang baik bagi arus listrik, sehingga dapat terjadi sengatan arus
listrik pada orang yang melalui genangan. Sengatan listrik tersebut dapat
mengakibatkan kematian. Jangan bermain di genangan banjir (bermain air,
berenang dan lainlain).
Berhati hati terhadap benda benda yang terbawa aliran sungai, termasuk
hewan liar yang mungkin berbahaya (ular, kalajengking dan lainnya), dilarang
meminum air dari genangan banjir, dilarang memakan makanan yang terkena

21

banjir, jangan berkendaraan dalam wilayah banjir. Jika aliran banjir mengelilingi
kendaraan, tinggalkan mobil dan pindah ke tempat yang lebih tinggi. Kita dan
kendaraan bisa tersapu dengan cepat. Sementara pada saat kita berada di tempat
evakuasi, maka kita dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Memantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar
untuk tindakan selanjutnya
b. Ikut mendirikan tenda pengungsian, pembuatan dapur umum
c. Terlibat dalam pendistribusian bantuan
d. Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan
e. Menggunakan air bersih dengan efisien
4.3. Pasca Bencana
Setelah terjadi bencana, kita melakukan upaya pemulihan yaitu segala upaya
yang dilakukan agar kondisi kembali kepada keadaan sebelum terjadi bencana
atau kondisi yang lebih baik. Dalam rangka memulihkan kondisi, upaya-upaya
yang dilakukan oleh pemerintah adalah :
a. Evaluasi penanganan darurat dan pernyataan tanggap darurat selesai.
b. Inventarisasi

dan

dokumentasi

kerusakan

sarana

dan

prasarana.

sumberdaya air, kerusakan lingkungan, korban jiwa dan perkiraan kerugian
yang ditimbulkan.
c. Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan berupa: rehabilitasi,
rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumberdaya air.
d. Penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena
bencana banjir.

22

e. Evaluasi karakteristik banjir untuk menyesuaikan prediksi banjir dimasa

datang.

Sementara tindakan tindakan yang harus dilakukan masyarakat setelah terjadi
banjir adalah :
a. Kembali ke rumah dari tempat pengungsi setelah ada pengumuman dari
pemerintah bahwa daerah kita telah aman dari banjir.
b. Membersihkan rumah dan lingkungan dengan menggunakan desinfektan.
c. Mengecek sistem kelistrikan rumah sebelum menyalakan listrik rumah.
d. Buka pintu dan jendela agar udara dalam rumah tidak pengap.
e. Biasakan cuci tangan dengan sabun dan air bersih atau desinfektan,
sebelum makan atau menyiapkan makanan, setelah menggunakan wc,
setelah membersihkan lingkungan yang terkena banjir dan setelah
memindahkan perabotan yang terendam air.

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Salah Satu Bentuk Aktivitas Yang Terjadi Setelah Pasca Bencana

23

BAB V
MEKANISME PENANGGULANGAN BENCANA

Mekanisme penanggulan bencana adalah sebagai kehidupan manusia
adalah sangat bergantung dengan kemampuan manusia dalam mengatur dan
mengendalikan dan raga manusia itu sendiri , justru yang terjadi pada bumi alam
semesta raya ini selalu memperbaharui dirinya dengan wajah dan penampilan
barunya. Kita bisa mengamati kerusakan yang terjadi dibumi ini, kerusakan
kehancuran atau pun bencana alam yang sangat dahsyat di beberapa wilayah bumi
adalah proses bumi dalam mewujudkan wajah dan penampilan barunya. Jadi
bencana alam adalah bagi diri manusia, yang menyebabkan hidup dan kehidupan
manusia menjadi menderita, sakit, rusak, hancur dan mati. Bagaimana mekanisme
terjadinya berbagai bencana alam? Terjadinya

Bahwa di dalam diri manusia

terdapat sistem energi yang sesungguhnya adalah sebagai fasilitas kenikmatan
hidup manusia di bumi ini.

5.1.

Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
 Dalam situasi tidak terjadi bencana.

24



Dalam situasi terdapat potensi bencana

a. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu
wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana
pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman
bencana yang nyata.
Penyelenggaraan

penanggulangan

bencana

dalam

situasi tidak terjadi bencana meliputi :
 Perencanaan penanggulangan bencana;
 pengurangan risiko bencana;
 pencegahan;
 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
 persyaratan analisis risiko bencana;
 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
 pendidikan dan pelatihan; dan
 persyaratan
standar
teknis
penanggulangan
bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap
siagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana.
 Kesiapsiagaan
 Peringatan Dini
 Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara
lintas sektor dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi
.2.

BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat

meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;

25

c.
d.
e.
f.

penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
pemenuhan kebutuhan dasar;
perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

5.1.3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.
Secara lebih rinci antara lain dapat dilihat pada Bab VI (Bab Pilihan
Tindakan Penanggulangan Bencana).

Gambar 5.1 Bentuk dari kegiatan pasca bencana
5.1.4. Mekanisme penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini
adalah mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
dan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Dari peraturan perundangundangan tersebut di atas,
dinyatakan bahwa mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
a. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan
pelaksana,
b. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
c. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

26

BAB VI
ALOKASI TUGAS DAN SUMBER DAYA

6.1.

Kegiatan Yang Dilakukan
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan

koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor
sebagai berikut :
a. Sektor

Pemerintahan,

mengendalikan

kegiatan

pembinaan

pembangunan daerah.
b. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medis
termasuk obat-obatan dan para medis.

27

c. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi.
d. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan
lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan
prasarana.
e. Sektor

Perhubungan,

melakukan

deteksi

dini

dan

informasi

cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
f. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana
akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya
g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan
pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra bencana. Sektor Kehutanan,
merencanakan

dan

mengendalikan

upaya

mitigatif

khususnya

kebakaran hutan/lahan
i. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya
yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan
bencana.
j. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di
bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
k. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian
dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan

28

penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi.
l. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.

.2.

Perilaku Kegiatan
6.2.1. Masyarakat
Masyarakat

sebagai

pelaku

awal

penanggulangan

bencana

sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani
bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang
lebih besar.
6.2.2. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan
darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan sangat
berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
6.2.3. Lembaga Non-Pemerintah

29

Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan
bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan
dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai
dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
6.2.4. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk
itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga
pendidikan dan penelitian.

6.2.5. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik.
Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan
masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian
bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan
kepada masyarakat.
6.2.6. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurat maupun
pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.

30

.3.

Sumber Daya
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan

bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan
yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau
kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor
yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan,
penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Pemerintah dapat
menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi diperlukannya dana
tambahan untuk menanggulang kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta
penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang bersangkutan. Bantuan dari
masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan
masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit koordinasi.

31

BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan dan Saran
7.1.1. Kesimpulan
a. Banjir adalah tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya
kering) karena volume air yang meningkat.
b. Faktor-faktor penyebab banjir, antara lain:
 Faktor alam: curah hujan yang tinggi yang dipengaruhi oleh
perubahan iklim.
 Faktor campur tangan manusia: tata letak kota yang
mengabaikan keseimbangan alam, kurangnya lahan resapan

32

air, kegagalan system drainase dan kurangnya kesadaran
masyarakat akan lingkungan.
c. Pembangunan struktural dan non-struktural harus berjalan dengan
seimbang. Pemerintah dan masyarakat harus bersama membuat
perubahan.

Diawali

dengan

mengubah

perilaku

dan

menumbuhkan kesadaran diri akan kebersihan. Dilanjutkan
dengan pembangunan struktural yang melingkupi:
 Pembuatan Biopori (pemerintah dan masyarakat).
 Pembuatan sumur resapan (pemerintah dan masyarakat)
 Pembenahan sistem drainase (pemerintah)
 Pembuatan kolam retensi dan penerapan pompa potomatis
(pemerintah).
7.1.1.2. Saran
a. Perencana harus memperhatikan kontur-kontur tanah dan daerah
aliran sungai sebelum merencanakan sistem drainase.
b. Perencana harus memperhatikan keseimbangan alam ketika
merencanakan suatu pembangunan sistem drainase. Sehingga
tidak akan memberikan dampak yang negatif di kemudian hari.
c. Perencana harus memperhatikan curah hujan ketika merencana
volume saluran, sumur resapan dan kolam retensi.
.2.

Lampiran

Gambar 7.1

33

Gambar 7.2

Gambar 7.3

34

Gambar 7.4

Gambar 7.5

Gambar 7.6

35

Gambar 7.7

DAFTAR PUSTAKA

Aimyaya. Jenis-Jenis serta Berbagai Faktor Penyebab Banjir. Jakarta : 2011.
http://www.aimyaya.com
Amrilah, Fajri. Siklus 5 Tahunan. Jakarta: 2012
http://www.fajriamrillah.com
BNPB. 2008. Lampiran peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana. Jakarta [ID]: BNPB
Bappenas, Bakornas PB. 2006. Rencana aksi nasional pengurangan risiko
bencana 2006-2009. Jakarta [ID]: Perum Percetakan Negara RI
BNPB. 2008. Peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
nomor 11 tahun 2008 tentang pedoman rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
bencana. Jakarta [ID]: BNPB

36