STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI TEGAKA
STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI TEGAKAN HUTAN DI
KAWASAN KONSERVASI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN
SKRIPSI SARJANA SAINS
Oleh
YULIAN SEPTIYANI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2010
FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL
Skripsi, Jakarta Juli 2010
Yulian Septiyani
Struktur Komunitas Dan Regenerasi Tegakan Hutan Di Kawasan Konservasi Taman
Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan
x + 58 halaman, 3 tabel, 5 gambar, 6 lampiran
Hutan akan lestari apabila proses regenerasi tegakan berjalan baik, dengan
melalui pemudaan alam atau buatan. Pemudaan hutan mutlak dilakukan terhadap
setiap kawasan hutan agar dapat berfungsi secara maksimal dan berkelanjutan.
Pemudaan merupakan proses regenerasi tegakan hutan, baik mengandalkan proses
alam maupun penanganan manusia. Setiap tahap proses perkembangannya, mudah
tidaknya pemudaan di suatu kawasan hutan bergantung pada sifat-sifat jenis tegakan,
tempat tumbuh, proses-proses daur air dan hara .
Penelitian ini dilakukan pada kawasan hutan di kawasan konservasi yang
terdapat di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan selama 1 bulan yaitu bulan
November 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi,
kelimpahan, keanekaragaman jenis dan nilai penting jenis yang ada dengan melihat
tingkat regenerasinya dan mlihat urutan dominansi jenis tumbuhan dan
perkembangan tingkat pertumbuhan dari jenis tumbuhan yang menyusun hutan
konservasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa Hutan konservasi di Taman
Margasatwa Ragunan (TMR) tersusun atas 31 suku, yang terdiri dari 46 marga dan 54
jenis tumbuhan dan jumlah jenis, marga, suku pada masing-masing tingkat
pertumbuhan jumlahnya bervariasi. Tumbuhan yang memiliki tingkat pertumbuhan
lengkap tercatat sebanyak 2 jenis yaitu alkesa (Pouteria campechiana) dan pete
(Parkia speciosa), sisanya 52 jenis hanya terdapat pada salah satu tingkat atau dua
tingkat atau tiga tingkat, sehingga menunjukan terdapat tumbuhan yang tidak seumur
dan adanya proses regenerasi tumbuhan yang ditunjukkan banyaknya tumbuhan fase
muda (semai dan pancang). Hal ini menunjukkan bahwa proses regenerasi belum
berjalan dengan baik dan maksimal.
Daftar bacaan: 45 (1951-2010)
STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI TEGAKAN HUTAN DI
KAWASAN KONSERVASI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI
Oleh
YULIAN SEPTIYANI
053112620150014
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2010
Judul Skripsi
: STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI
TEGAKAN HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI
TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN
Nama Mahasiswa
: Yulian Septiyani
Nomor pokok
: 0562010014
Nomor Induk Mahasiswa
: 053112620150014
MENYETUJUI
Pembimbing Pertama
Pembimbing Kedua
Hasmar Rusmendro, drs
Dwi Andayaningsih, dra, MM
Dekan
Imran SL Tobing, drs, Msi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan
hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI TEGAKAN HUTAN DI
KAWASAN KONSERVASI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas
Biologi Universitas Nasional.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan beberapa
pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, khususnya:
1. Kedua orang tua: Ayahanda A. Zaenuddin, Ibunda Sugermiyanti dan Adikku Dwi,
yang tetap memberikan semangat, doa dan bantuan baik moril maupun materil
kepada penulis.
2. Hasmar Rusmendro, drs dan Dwi Andayaningsih, drs, MM., selaku pembimbing
pertama dan kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberi bimbingan, saran,kritik dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
3. Imran SL Tobing, drs, MSi., selaku Dekan Fakultas Biologi Universitas Nasional
yang telah memberikan motivasi, pelajaran berharga dan pengarahan dalam isi
materi skripsi ini.
v
4. Sutarno, drs, selaku pembimbing akademik yang telah memberi motivasi dalam
penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Staf dan Dosen Fakultas Biologi Universitas Nasional dan Laboratorium
Botani Fakultas Biologi Universitas Nasional yang telah memberikan bantuan dan
motivasi.
6. Teman dekatku, Mochammad Taufiq yang selalu memberikan doa dan membantu
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
7. Staf Taman Margasatwa Ragunan dan Kawasan Konservasi: Bang Edi, Pak Alwi,
Mbak Eba dan lainnya yang selalu membantu dan memberikan motivasi yang
sangat berharga untuk penulis selama penelitian.
8. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang telah membantu penulis
dalam proses identifikasi.
9. Teman-teman Fakultas Biologi angkatan 2005 : Rebina Urfhy Z, Mursyidah,
Sarwendah Puji R, Filani, Savitri A., Ika Sugiarti., Windrati, Nusuki Atara, Lucky
Arbianto, Sulaiman, Melinda Oktaviana K, Rico Setiawan dan Rama Arya P, atas
dukungan dan kebersamaan yang telah kalian berikan.
10.
Sahabatku Chiko, yang selalu menyenangkan dan selalu membuat penulis
tersenyum.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
vi
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belum seutuhnya sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penulisan yang
lebih baik lagi di masa depan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan dan menambah
pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan/ flora di Indonesia.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL …………………….................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................x
BAB
I.
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
A. Komposisi dan Keanekaragaman Jenis .............................................
4
B. Struktur Komunitas Tumbuhan..........................................................
6
C. Taman Margasatwa Ragunan.......................... ..................................
10
III. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................
13
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
13
B. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
13
C. Cara Kerja ..........................................................................................
14
D. Analisis Data .....................................................................................
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
21
A. Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan ..................
21
B. Urutan Dominansi Jenis Pada Masing-Masing Tingkat
Pertumbuhan ......................................................................................
V.
28
C. Distribusi Kelas Diameter dan Tinggi ..............................................
33
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36
viii
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
Naskah
1. Jumlah Jenis, Marga, Suku Komunitas Tumbuhan Pada Masing-Masing
Tingkat Pertumbuhan ......................................................................................
21
2. Jumlah Jenis Berdasarkan Nilai Penting (NP) Pada Masing-Masing Tingkat
Pertumbuhan ..................................................................................................
30
3. Jumlah Jenis Berdasarkan Urutan Dominansi Dalam Satuan Vegetasi .........
32
Lampiran
1.
Komposisi Jenis Tumbuhan Dari Semua Tingkat Pertumbuhan Di Kawasan
Konservasi Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan ........................
42
2.
Nilai Frekuensi Relatif, Kerapatan Relatif, Dominansi Relatif dan Indeks
Nilai Penting .......................................................................................................48
3.
Kelas NP Terhadap Jenis Tumbuhan Pada Masing–Masing Tingkat
Pertumbuhan .............................................................................................
52
4. Urutan Dominansi Jenis Tumbuhan Keadaan NP Relatif Rata-Rata Pada MasingMasing Tingkatan Pertumbuhan .................................................................
54
5. Perbandingan H’ Antara Masing-Masing Tingkatan Pertumbuhan Dengan Uji
Hutchcinson .............................................................................................
57
ix
6.
Besarnya Indeks Kesamaan Komposisi Jenis Antar Tingkat Pertumbuhan
Komunitas Tumbuhan Di Kawasan Konservasi Taman Margasatwa
Ragunan ...................................................................................................
58
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Halaman
Naskah
1. Plot Linear Untuk Pengamatan Vegetasi ............................................
15
2. Diagram Batang Indeks Kesamaan Setiap Tingkatan Pertumbuhan ..
22
3. Diagram Batang Indeks Keanekaragaman Setiap Tingkatan
Pertumbuhan ...................................................................................
24
4. Nilai Indeks Keseragaman (E) Komunitas Tumbuhan Pada MasingMasing Tingkat Pertumbuhan...........................................................
26
5. Kurva Kelas Diameter Dan Tinggi Tumbuhan Di Kawasan
Konservasi Taman Margasatwa Ragunan.......................................
33
x
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.508 pulau, tersebar dari Sabang hingga ke Merauke. Sebagian besar dari pulaupulau
tersebut
merupakan
pulau-pulau
berukuran
kecil
yang
memiliki
keanekaragaman tumbuhan, hewan, jasad renik yang tinggi. Hal ini terjadi karena
keadaan alam yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat
ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya
hayati dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang
masing-masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenis-jenis yang
terdapat didalamnya, diantaranya adalah ekosistem hutan (Irwanto, 2007).
Indonesia terletak di daerah tropik, sehingga hutan yang ada bertipe hutan
tropik. Hutan ini sangat beranekaragam terhadap tipe, komposisi maupun
strukturnya. Ada hutan yang tumbuh dengan baik sehingga memiliki struktur
lengkap mulai dari tumbuhan tingkat bawah sampai pohon yang tingginya mencapai
100 meter (Indriyanto, 2008).
Tantangan sangat penting di bidang kehutanan saat ini salah satunya adalah
membangun hutan dan menghutankan kembali hutan bekas penebangan. Alasannya
adalah adanya manfaat hutan secara langsung maupun tidak langsung untuk
kehidupan masyarakat di sekitarnya (Septiyani, 2010).
1
Hutan akan lestari apabila proses regenerasi tegakan berjalan baik, dengan
melalui pemudaan alam atau buatan. Pemudaan hutan mutlak dilakukan terhadap
setiap kawasan hutan agar dapat berfungsi secara maksimal dan berkelanjutan
(Indriyanto, 2008). Pemudaan merupakan proses regenerasi tegakan hutan, baik
mengandalkan proses alam maupun penanganan manusia. Setiap tahap proses
perkembangannya, mudah tidaknya pemudaan di suatu kawasan hutan bergantung
pada sifat-sifat jenis tegakan, tempat tumbuh, proses-proses daur air dan hara
(Alikodra, 1997, Indriyanto, 2008).
Taman Margasatwa yang terletak di Ragunan Pasar Minggu Jakarta,
berdasarkan Perda No.13 tahun 1998 memiliki tugas pokok diantaranya melakukan
konservasi, mempertahankan daerah resapan air, paru-paru kota. Sesuai dengan tugas
tersebut, dalam menambah koleksi satwa, menanam dan merawat jenis tumbuhan,
juga membangun kawasan konservasi. Atas dasar ini dapat memaksimalkan fungsi
dan peranan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dalam mendukung upaya-upaya
konservasif, riset dan edukasi, selain disiapkan untuk menjadi tempat tujuan rekreasi
atau sebuah kebun binatang yang modern. Untuk memaksimalkan fungsi dan peran
tersebut, juga menanam dan merawat jenis-jenis tumbuhan dan bahkan membangun
hutan di kawasan konservasi yang luasnya mencapai 6,410 Ha (Jakartazoo.org,
2008).
Jenis-jenis
pohon dapat
tumbuh
disuatu tempat
dengan kecepatan
pertumbuhan yang berbeda-beda, termasuk tumbuhan yang ada di kawasan hutan di
2
kawasan konservasi Taman Margasatwa Ragunan. Hal ini tergantung oleh faktor
tempat tumbuh yang merupakan gabungan dari iklim dan tanah (Kadri, 1992).
Mengingat hutan di kawasan konservasi ini ditumbuhi oleh berbagai jenis
tumbuhan dan hingga saat ini belum diketahui jenis-jenis apa yang terdapat
didalamnya, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan:
1. Mengetahui komposisi, kelimpahan, keanekaragaman jenis dan nilai penting
jenis yang ada dari masing-masing tingkat pertumbuhannya.
2. Urutan dominansi jenis tumbuhan dan perkembangan tingkat pertumbuhan
dari jenis tumbuhan yang menyusun hutan di kawasan konservasi.
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan komposisi jenis antar tingkat pertumbuhan
2. Terdapat perbedaan keanekaragaman jenis antar tingkat pertumbuhan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komposisi dan keanekaragaman jenis
Struktur tumbuhan adalah organisasi individu – individu di dalam ruang yang
membentuk tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan. Komposisi tumbuhan merupakan
jumlah jenis yang terdapat dalam suatu komunitas tumbuhan (Purborini, 2006).
Menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari 3 penyusun, yaitu:
1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram
profil yang melukiskan lapisan pohon, tihang, sapihan, semai dan herba
penyusun vegetasi.
2. Sebaran
horizontal
dari
jenis-jenis
penyusun
komunitas
yang
menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3. Penyusun vegetasi ada 5 aras, yaitu fisiognomi vegetasi, struktur biomassa,
life form ( growth form ), struktur floristik dan struktur tegakan ( MuelerDumbois & Ellenberg, 1974 ).
Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Struktur suatu
vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu
ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuh-tumbuhan yang
masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Dombois, 1974).
Struktur suatu masyarakat tumbuhan pada hutan hujan tropika basah dapat
dilihat dari gambaran umum stratifikasi pohon-pohon perdu dan herba tanah.
4
Kershaw (1973) menyatakan, stratifikasi hutan hujan tropika dapat dibedakan
menjadi 5 lapisan, yaitu : Lapisan A (lapisan pohon-pohon yang tertinggi atau
emergent), lapisan B dan C (lapisan pohon-pohon yang berukuran sedang), lapisan D
(lapisan semak dan belukar) dan lapisan E (lantai hutan). Komposisi atau kekayaan
jenis adalah jumlah jenis pada suatu area/ komunitas. Komposisi jenis suatu
komunitas sangat penting karena komunitas sebagian besar ditentukan oleh dasardasar floristik (jenis-jenis yang terdapat dalam suatu komunitas). Beberapa komunitas
memiliki fisiognomi (kenampakan luar) serupa, tetapi berbeda dalam identitas jenis
dominan atas jenis penyusun lainnya (Rusmendro, 2007).
Diversitas atau keanekaragaman merupakan suatu keragaman diantara
anggota suatu komunitas (Supriatno, 2001). Deshmukh (1992) mengartikan
keanekaragaman sebagai gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masingmasing jenis dalam suatu komunitas atau sering disebut kekayaan jenis. Menurut
Resosoedarmo dkk (1984), keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang ada
di daerah dengan lingkungan yang ekstrim, seperti daerah kering, tanah miskin, dan
pegunungan tinggi. Sementara itu keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan
lingkungan optimum.
Suatu daerah yang didominansi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka
daerah
tersebut
dikatakan
memiliki
keanekaragaman
jenis
yang
rendah.
Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas yang tinggi, karena di dalam komunitas itu terjadi interaksi antara jenis
5
yang tinggi. Lebih lanjut dikatakan, keanekaragaman merupakan ciri dari suatu
komunitas terutama dikaitkan dengan jumlah individu tiap jenis pada komunitas
tersebut. Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan
variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan
kelimpahan relatif dari setiap jenis (Latifah, 2004).
Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh gangguan
terhadap lingkungan atau untuk mengetahui tahapan suksesi dan kestabilan dari
komunitas tumbuhan pada suatu lokasi (Odum, 1996). Menurut Ariyati dkk (2007),
nilai indeks keanekaragaman rendah menunjukkan bahwa terdapat tekanan ekologi
tinggi, baik yang berasal dari faktor biotik (persaingan antar individu tumbuhan untuk
setiap tingkatan) atau faktor abiotik. Tekanan ekologi yang tinggi tersebut
menyebabkan tidak semua jenis tumbuhan dapat bertahan hidup di suatu lingkungan.
Menurut Odum (1993) ada dua komponen keanekaragaman jenis, yaitu
kekayaan jenis dan kesamarataan. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu
komunitas. Keanekaragaman jenis cenderung besar dalam suatu komunitas yang lebih
tua. Keanekaragaman jenis cenderung kecil untuk komunitas yang baru dibentuk.
Kesamarataan adalah pembagian individu yang merata diantara jenis. Pada
kenyataannya setiap jenis itu mempunyai jumlah individu yang tidak sama.
B. Struktur Komunitas Tumbuhan
6
Untuk memudahkan dalam mengenal dan mempelajari makhluk hidup,
diperlukan pengklasifikasian dengan dasar dan tujuan tertentu. Klasifikasi memiliki
manfaat penting yang dapat langsung diterapkan bagi kepentingan manusia
(Syamsuri, 2000).
Komunitas dapat disebut dan diklasifikasikan menurut bentuk atau sifat
struktur utama, misalnya jenis dominan; bentuk-bentuk hidup, habitat fisik dari
komunitas, sifat atau tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme komunitas.
Keanekaragaman jenis dan kelimpahan individu masing-masing jenis (kemerataan)
tidak berarti satu-satunya hal yang terlibat di dalam keanekaragaman komunitas.
Pengaruh populasi terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya tergantung
kepada jenis tertentu dari organisme yang terlibat, tetapi juga tergantung kepada
jumlahnya atau kerapatan populasinya (Odum, 1993).
Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada habitat tertentu.
Menurut Odum (1973), komunitas yang merupakan bagian hidup ekosistem dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
1. Bentuk atau sifat struktur utama, seperti jenis dominan dan bentuk hidup
(life form)
2. Habitat komunitas
3. Sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme
komunitas.
7
Tipe komunitas terjadi karena adanya sifat yang berbeda dalam dominansi
jenis, komposisi jenis, struktur lapisan tajuk atau juga dominansi bentuk pertumbuhan
(Whittaker, 1975). Komunitas hutan merupakan suatu sistem yang hidup dan
tumbuh karena komunitas
terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa
tahap invasi oleh tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi
terhadap tempat tumbuh dan stabilitasi. Perubahan dalam komunitas atau suksesi
selalu terjadi, bahkan dalam komunitas hutan yang stabil pun selalu terjadi
perubahan (Indriyanto, 2005).
Pada suatu suatu jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi,
kerapatan dan dominansi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenisjenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa,
persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu atau
kelimpahan (Soerianegara,1996).
Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran jenis-jenis dalam areal
tertentu. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang
besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi kecil mempunyai
daerah sebaran yang kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai
yang menunjukan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas, makin
besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan
luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan peguasaan jenis
terhadap komunitas (Soerianegara,1996).
8
Nilai penting didefinisikan sebagai gabungan dari densitas/ kerapatan
relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi relatif (DR). Kondisi ini
menyebabkan nilai penting suatu jenis maksimum adalah 300% (KR=100%,
FR=100%, DR=100%), bila dalam suatu tegakan hanya terdiri dari satu jenis
saja (Curtis dan Mc.Intosh, 1951). Whittaker, 1975, menyebutkan bahwa nilai
penting dapat ditentukan berdasarkan salah satu atau dua nilai, tetapi lebih
banyak nilai dijadikan dasar akan menjadi lebih baik dan mendekati kebenaran
dalam menentukan dominansi atau penguasaan jenis di dalam suatu komunitas
(Rusmendro, 2003).
Pertumbuhan tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat tumbuh
seperti: kerapatan tegakan, karakteristik umur tegakan, faktor iklim (temperatur,
presipitasi, kecepatan angin dan kelembaban udara), serta faktor tanah (sifat fisik,
komposisi bahan kimia, dan komponen mikrobiologi tanah). Diameter merupakan
salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter
pertumbuhan.
Pertumbuhan
diameter
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
yang
mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan
hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar dan tinggi
telah terpenuhi (Latifah, 2004).
Pertumbuhan tinggi tumbuhan dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan
pembentukan dedaunan bergantung pada kualitas tempat tumbuh. Setidaknya terdapat
tiga faktor lingkungan dan satu faktor genetik (intern) yang sangat nyata berpengaruh
9
terhadap pertumbuhan tinggi yaitu kandungan nutrien mineral tanah, kelembaban
tanah, cahaya matahari, serta keseimbangan sifat genetik antara pertumbuhan tinggi
dan diameter suatu pohon (Davis dan Jhonson, 1987).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda
dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda faktor lingkungannya. Vegetasi
hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan
keadaan habitatnya (Greig, 1983).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur
struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi
untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut.
Berdasarkan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur
dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Tujuan pendugaan kuantitatif komunitas
vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi
vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan
areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga
tentang keragaman jenis dalam suatu areal dan (3) melakukan korelasi antara
perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor
lingkungan (Greig, 1983).
10
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1978)
petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk
jalur atau dengan metode tanpa petak.
C. Taman Margasatwa Ragunan
Berdasarkan sejarah dan perkembangannya, pada tahun 1864 suatu
perkumpulan penyayang flora dan fauna yang bernama Vereneging Plantenen Et
Dierentuin, mendirikan kebun binatang yang diberi nama Plantenen Et Dierentuin
di atas lahan seluas 10 Ha yang merupakan pemberian Raden Saleh. Kebun
binatang ini berlokasi di jalan Cikini Raya No.73. Pada tahun 1964, kebun binatang
ini dipindahkan ke daerah Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan luas
lahan 30 Ha, dan tanggal 22 Juni 1966, kebun binatang tersebut diberi nama Taman
Margasatwa Ragunan. Pada tanggal 22 Juli 1976 mengalami perubahan nama
menjadi Kebun binatang DKI Jakarta dan tahun 1998, sesuai dengan Perda No 13 di
tetapkan kembali oleh Pemda DKI Jakarta, menjadi Taman Margasatwa Ragunan.
Taman Margasatwa Ragunan, secara administratif termasuk kedalam
wilayah Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Batas
wilayah sebelah barat: Jl. Kavling Polri dan Jl. Cilandak Utara, sebelah Utara: Jl.
Harsono RM, sebelah Timur: Jl. Jati Padang
dan sebelah Selatan: Jl. Sagu
(Jakartazoo.org, 2008).
11
Tujuan
umum
didirikannya
Taman
Margasatwa
Ragunan,
adalah
menyelnggarakan perlindungan, pemeliharaan serta melestarikan hidup binatang
dan tumbuhan (flora dan fauna) salah satu sarana penunjang pendidikan, media
penilitian ilmu pengetahuan dan sebagai sarana rekreasi. Berdasarkan Peraturan
Daerah No 13 tahun 1998, Taman Margasatwa Ragunan memiliki tugas pokok
untuk melakukan konservasi, pendidikan dan penelitian, promosi, rekreasi, serta
mempertahankan daerah resapan air, paru-paru kota dan ruang terbuka hijau.
Menurut keputusan Dirjen Kehutanan No.20/kpts/dj/I/1978, Taman Margasatwa
Ragunan memiliki beberapa fungsi (Sutomo dkk, 2000), yaitu:
1.
Sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam (konservasi)
2.
Sebagai sarana pendidikan.
3.
Sebagai sarana penelitian.
4.
Sebagai sarana rekreasi dan apresiasi terhadap alam.
Taman Margasatwa Ragunan juga memiliki beberapa peran, antara lain:
sebagai pelestarian satwa langka dan terancam punah secara eks-situ, juga sebagai
atribut kota dan daerah tujuan wisata, paru-paru kota, pengamanan wilayah resapan
air, serta strategi diplomasi internasional (Sutomo dkk, 2000).
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kawasan hutan di kawasan konservasi yang
terdapat di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Lokasi yang dipilih
memiliki luas ± 6,410 Ha. Alasan dipilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut adalah
sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, pendidikan, penelitian dan paruparu kota serta wilayah resapan air, namun sejak dibangunnya hutan ini belum ada
informasi tentang kondisi hutannya. Waktu penelitian selama 1 bulan, dimulai pada
bulan November 2009 hingga Desember 2009.
B.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kompas
2. Hand counter
3. Meteran baju
4. Rol meter
5. Tabulasi data
6. Polybag
7. Kertas koran
8. Kamera
13
9. Buku Identifikasi: Heyne I-III, 1987 dan Stenis, 2003 dan Flora of Java,
1981
C.
Cara Kerja
Pengumpulan data vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode plot
linear (Linear Sampling) (Indriyanto, 2008). Metode ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai keberhasilan pemudaan hutan secara alamiah,
menilai hasil dan keadaan pemudaan yang akan dipelihara dan menilai komposisi
tegakan hutan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1.
Penentuan jalur pengamatan
a.
Jalur pengamatan direncanakan terlebih dahulu dengan menentukan batasbatas yang jelas dari kawasan hutan yang akan diteliti. Penentuannya
berdasarkan pagar keliling dari kawasan hutan seluas 6,41 Ha.
b.
Pembuatan plot linear sesuai dengan tingkatan pertumbuhan vegetasi yang
akan diteliti, diawali dengan pembuatan garis lurus dari satu sisi pagar menuju
sisi pagar lainnya sesuai dengan ukuran hutan yang akan diteliti, plot linear ini
dibuat sebanyak 4 buah dengan panjang bervariasi (Gambar 1) dengan
ketentuan sebagi berikut:
-
LS-1 (total chain linear sampling), berupa jalur lurus lebar 20 m, dengan
panjang sesuai jarak antar pagar. Jalur ini digunakan untuk menghitung
tegakan hutan fase pohon (diameter >20 cm). Jalur ini dibuat sebanyak 4
buahuntuk yang disusun sejajar satu sama lain dengan jarak antar jalur 20 m
14
-
LS-1/2 (half chain linear sampling), berupa jalur lurus lebar 10 m yang
diletakan di dalam jalur 20 m (nested sampling). Jalur ini digunakan untuk
menghitung tegakan hutan fase tihang (diameter 10-19 cm) .
-
LS-1/4 (quarter chain linear sampling), berupa jalur lurus lebar 5 m yang
diletakan di dalam jalur 20 m. Jalur ini digunakan untuk menghitung tegakan
hutan fase pancang (diameter 1 - 1.5 m).
-
LSM (linear sampling milliare), berupa jalur lurus lebar 2 m yang
diletakan di dalam jalur 20 m. Jalur ini digunakan untuk menghitung tegakan
hutan fase semai (diameter t tabel, terima Ho (tidak terdapat perbedaan yang bermakna)
c. Indeks kesamarataan/ keseragaman untuk mengetahui penyebaran jumlah
individu tiap jenis.
H maks = ln S
Dimana:
E = H'
H maks
H maks = Keseragaman maksimum
S
= Jumlah jenis
E
= Indeks kesamarataan
H'
= Indeks keanekaragaman
d. Indeks nilai penting
Nilai penting merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat
dominansi jenis dalam suatu komunitas
tumbuhan.
Menghitung Indeks nilai penting menggunakan rumus:
Jumlah individu
18
Kerapatan
=
Luas petak ukur
Kerapatan satu jenis
Kerapatan relatif
=
x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah petak penemuan suatu jenis
Frekuensi
=
Jumlah seluruh petak
Frekuensi suatu jenis
x 100%
Frekuensi relatif
=
Frekuensi seluruh jenis
Luas penutupan suatu jenis
Dominansi
=
Luas petak
Dominansi suatu jenis
Dominansi relatif
=
x 100%
Dominansi seluruh jenis
Nilai penting
=
Kerapatan relatif + Frekuensi relatif + Dominansi
Relatif
Nilai penting relatif suatu jenis pada tingkat semai, tingkat pancang, tingkat
tihang dan tingkat pohon dapat dirata-ratakan sehingga diketahui urutan status
dominansi suatu jenis dalam satuan komunitas jenis dari tingkat pohon, tihang,
pancang sampai dengan tingkat semai. Nilai penting relatif rata-rata suatu jenis =
1/4 x (nilai penting relatif pada tingkat semai + pancang + tingkat tihang + tingkat
pohon. Selanjutnya untuk memperoleh gambaran urutan dominansi suatu jenis pada
tingkat semai dan urutan dominansi pada tingkat lainnya secara mudah perlu
19
digunakan klasifikasi yang seragam. Jumlah kelas nilai penting pada tingkat semai
sama dengan jumlah kelas nilai penting pada tingkat pancang, tihang maupun
pohon. Klasifikasi nilai penting tersebut didasarkan kepada nilai penting tertinggi
dan nilai penting terendah (Whittaker, 1975). Klasifikasi dibuat 5 kelas yaitu kelas
nilai penting I yang menunjukkan tingkat penguasaan ekologis/dominansi sangat
tinggi, kelas II agak tinggi, kelas III sedang (moderat), kelas IV rendah dan kelas V
sangat rendah (Sutisna dan Soeyatman, 1984).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Hasil pengamatan di hutan di kawasan konservasi Taman Margasatwa
Ragunan (TMR) terdapat 31 suku, yang terdiri dari 46 marga dan 54 jenis tumbuhan.
20
Jumlah jenis, marga, suku pada masing-masing tingkat pertumbuhan jumlahnya
bervariasi seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Stratifikasi
Takson
Jenis
Marga
Suku
Jumlah jenis, marga, suku komunitas tumbuhan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan.
Tingkatan pertumbuhan
Pohon
15
13
9
Tihang
4
4
4
Pancang
17
15
11
Semai
37
28
23
Total
jenis
54
46
31
Berdasarkan Tabel 1 di atas, jumlah jenis tertinggi terdapat pada tingkatan
semai, diikuti pancang, pohon dan tihang. Perbedaan ini diduga berkaitan erat dengan
kondisi habitat yang memberikan pengaruh terhadap semua jenis pada masingmasing tingkatan pertumbuhan (Whitmore, 1986). Kondisi habitat disana
menguntungkan tumbuhan dengan tingkatan semai sehingga jumlah jenis yang
didapat lebih banyak jika dibandingkan dengan tingkatan pohon, tihang dan pancang.
Faktor-faktor lingkungan di habitat tersebut seperti: suhu, pH tanah, kelembaban, dan
lain-lain yang sesuai dan menguntungkan bagi tumbuhan tingkat bawah seperti semai
dan pancang sehingga sering di temukan.
Terbukanya kanopi merupakan titik kritis bagi permudaan alam dari banyak
jenis tumbuhan yang membentuk tajuk hutan. Cahaya matahari yang langsung
menembus lantai hutan dapat mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan,
terutama tumbuhan dengan tingkat yang rendah (pancang, semai) (Hartson, 1980).
Pembukaan kanopi di hutan akan menyajikan satu atau beberapa habitat bagi jenis
21
tumbuhan pionir karena permudaan dan pertumbuhan dibatasi oleh adanya naungan
(Bradshaw dkk, 1980).
Meskipun jenis tumbuhan pada tingkat pancang dan semai bukan yang
permanen, tetapi masih bisa dikatakan bahwa lingkungan hutan di kawasan
konservasi yang ada saat ini paling tidak bisa menopang tingkat pertumbuhan
pancang dan semai dibandingkan tingkat pertumbuhan yang lainnya. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan indeks kesamaan komposisi jenis antar tingkat pertumbuhan
yang secara umum adalah 50% menjelaskan bahwa tingkat pancang-semai memiliki tipe komunitas yang
22
relatif sama dengan jenis-jenis didalamnya relatif sama pula. Hal ini diduga faktor
yang mempengaruhi kondisi lingkungan seperti kelembaban, pH tanah, suhu di
lingkungan hutan di kawasan konservasi sangat cocok dengan pertumbuhan pancang
dan semai sehingga memberikan pengaruh yang sama terhadap kedua tingkatan
(pancang-semai) tersebut. Sebaliknya IS < 50% didapati tipe komunitas yang
berbeda. Berarti faktor lingkungan tidak mendukung pertumbuhan tumbuhan
didalamnya sehingga faktor lingkungan memberikan pengaruh yang tidak sama
(Lampiran 6).
Perbandingan nilai keanekaragaman jenis (H') dari hasil studi ini
menunjukkan tingkat semai paling tinggi, diikuti tingkat pohon, pancang dan tihang.
Perbedaan nilai H' antar tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Batang Indeks Keanekaragaman Setiap Tingkatan
Pertumbuhan
23
Indeks keanekaragaman (H') tingkatan pohon diperoleh sebesar 2.433. Hal ini
menunjukkan bahwa komunitas pohon termasuk dalam kondisi sedang (moderat).
Indeks keanekaragaman (H') pada tingkatan tihang diperoleh nilai sebesar 0.838. Hal
ini menunjukkan bahwa komunitas tihang termasuk dalam kondisi rendah dan dalam
kondisi tidak stabil. Indeks keanekaragaman (H') pada tingkatan pancang diperoleh
nilai sebesar 2.11. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas pancang di sana termasuk
dalam kondisi sedang (moderat). Indeks keanekaragaman (H') pada tingkatan semai
diperoleh sebesar 2.797. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas semai di sana
termasuk dalam kondisi sedang (moderat).
Perbandingkan indeks keanekaragaman tiap tingkat pertumbuhan dilakukan
uji Hutchcinson. Berdasarkan uji Hutchinson diketahui bahwa perbandingan H' antara
pohon-tihang memiliki nilai t hit > t tabel (Lampiran 5) yang berarti indeks
keanekaragaman antara pohon-tihang diindikasi terdapat perbedaan yang bermakna.
Perbandingan H' antara pohon-pancang memiliki nilai t hit < t tabel yang berarti
indeks keanekaragaman antara pohon-pancang tidak memiliki perbedaan yang
bermakna. Perbandingan H' antara pohon-semai memiliki nilai t hit > t tabel yang
berarti indeks keanekaragaman antara pohon-semai memiliki terdapat perbedaan yang
bermakna. Perbandingan H' antara tihang-pancang memiliki nilai t hit > t tabel yang
berarti indeks keanekaragaman antara tihang-pancang memiliki terdapat perbedaan
yang bermakna. Perbandingan H' antara pancang-semai memiliki nilai t hit > t tabel
yang berarti indeks keanekaragaman antara pancang-semai memiliki terdapat
24
perbedaan yang bermakna.Faktor pembatas keanekaragaman jenis (H') antara lain
adalah kondisi geologi, evolusi suatu jenis, sejarah dan penyebaran suatu jenis,
kondisi habitat, proses suksesi, pengaruh musim, stratifikasi dan sebagainya
(Rusmendro, 2007).
Apabila dilihat dari faktor pembentuk H', perbedaan nilai H' lebih cenderung
pada kondisi habitat, proses suksesi dan stratifikasi. Selain itu juga karena jumlah
jenis lebih rendah dan kelimpahan individu dari masing-masing jenis pembentuk
komunitas tersebut lebih rendah.Keanekaragaman jenis adalah gabungan kekayaan
jenis yang disusun oleh kemerataan jenis. Indeks keseragaman (E), memperlihatkan
nilai yang relatif tidak berbeda antara pancang, semai dan pohon, tetapi agak berbeda
dengan tingkatan tihang. Nilai indeks Keseragaman (E) komunitas tumbuhan pada
masing-masing tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 4.
25
Gambar 4. Nilai indeks Keseragaman (E) komunitas tumbuhan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan
Pada tumbuhan tingkat pancang, semai dan pohon didapati nilai E
keseragaman (E) yang tidak berbeda. Hal ini didukung dari Indeks keseragaman
Menurut Krebs (1985), nilai indeks keseragaman (E) digolongkan menjadi 3, yaitu: 0
< E ≤ 0,4, maka keseragaman populasi kecil; bila 0,4 < E < 0,6, maka keseragaman
populasi sedang; dan bila E ≥ 0,6, maka keseragaman populasi tinggi.
Untuk
tingkatan pohon memiliki nilai indeks keseragaman tertinggi pada tumbuhan dengan
nilai 0.90, hal menunjukkan bahwa keseragaman populasi pohon di area tersebut
tinggi. Nilai indeks keseragaman tertinggi kedua yaitu untuk tingkatan semai dengan
nilai 0.77, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman populasi semai tinggi. Pada nilai
indeks keseragaman tertinggi ketiga yaitu untuk tingkatan pancang dengan nilai 0.74,
hal ini menunjukkan bahwa keseragaman populasi pancang juga tinggi. Pada
tingkatan tihang memiliki nilai indeks keseragaman terendah dengan nilai 0.60, hal
ini menunjukkan bahwa keseragaman populasi tihang sedang.
Tingginya nilai E ini menandakan bahwa tidak terdapat jenis yang lebih
dominan di suatu komunitas, artinya secara umum dominansi jenis relatif sama, bila
ada yang dominan 1 atau 2 jenis saja atau hampir semua jenis tumbuhan adalah
dominan.
26
Berdasarkan pencatatan jenis-jenis tumbuhan di hutan di kawasan konservasi
Taman Margasatwa Ragunan sebanyak 2 jenis diantaranya terdapat secara lengkap
dari tingkat semai sampai tingkat pohon. Sisanya, 52 jenis hanya terdapat pada salah
satu tingkat atau dua tingkat atau tiga tingkat saja. Perincian jumlah jenis tersebut
adalah sebagai berikut (Lampiran 4).
Pada Lampiran 4, dapat dinyatakan bahwa jenis alkesa (Pouteria
campechiana) dan pete (Parkia speciosa) terdapat pada semua tingkat pertumbuhan
(semai sampai pohon). Jenis-jenis pada tingkat tihang terdapat pada tingkat pancang
dan semai kecuali mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan bar-bara (Ficus septica
Burm.f) yang hanya pada dua tingkat (pancang atau semai). Selain itu dapat
ditemukan 13 jenis yaitu angsana (Pterocarpus indicus Willd), apel-apelan (Ficus
variegate Bl), bacang (Mangifera foetida Lour), belimbing (Averrhoa bilimbi Linn),
benda (Artocarpus elasticus Reinw), beringin (Ficus benjamina L.), kluwek (Pangium
edule), melinjo (Gnetum gnemon), salopa (Macaranga pruinosa Miq), rambutan
(Nephelium lappaceum L.), Karet (Ficus elastica), Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
dan sawo (Manilkara kauki L) yang hanya didapat pada tingkat pohon saja.
Sedangkan karet (Ficus elastica Roxb), salopa (Macaranga pruinosa Miq), kelapa
sawit (Elaeis guineensis) dan rambutan (Nephelium lappaceum L.) selain ada pada
tingkat pohon terdapat pula pada tingkat semai. Sementara itu, untuk jenis- jenis yang
terdapat pada tingkat pancang saja tercatat 7 jenis serta jenis yang sama ada pada
27
tingkatan pancang dan semai ada 10 jenis. Untuk tingkat semai saja sebanyak 27 jenis
(Lampiran 4).
Tingkat pertumbuhan tumbuhan lengkap dan tidak lengkap ini menunjukkan
bahwa:
1. Hutan ini berisi tumbuhan yang berumur lebih kurang sama, terutama untuk 10
jenis tingkat pohon yang ada, artinya diantaranya tumbuhan tersebut ditanam pada
waktu kurang lebih bersamaan.
2. Hutan ini juga terdapat tumbuhan yang tidak seumur, akibat adanya proses
regenerasi tumbuhan yang ditunjukkan banyaknya tumbuhan fase muda (semai dan
pancang).
Tegakan hutan seumur ditandai oleh tajuk pohon yang seragam, jumlah terbesar
tumbuhan berada pada kelas diameter yang diwakili oleh rata-rata diameter tingkat
pohon (> 20 cm), sedangkan kelas diameter di atas atau di bawah tingkat pohon,
diameter tegakan hutan lebih sedikit, tegakan hutannya dikatakan tidak seumur
(Indriyanto, 2008).
B.
Urutan Dominansi Jenis Pada Masing-Masing Tingkat Pertumbuhan
Apabila dilihat dari nilai kuantitatif komunitas masing-masing tingkat
pertumbuhan (Lampiran 2) dapat diterangkan sebagai berikut:
1.
Frekuensi Relatif (FR)
Untuk tingkatan pohon, tumbuhan yang memiliki nilai frekuensi tertinggi
yaitu Macaranga pruinosa Miq (Salopa/ Mahang) dan Nephelium lappaceum L
28
(Rambutan) dengan nilai 13.636%. Pada tingkatan tihang yang memiliki nilai
frekuensi tertinggi yaitu Pouteria campechiana (Alkesa). Untuk tingkatan pancang
yang nilai frekuensinya besar/ tinggi yaitu Morinda citrifolia (Mengkudu) dengan
nilai 13.333%. Pada tingkatan semai, ada 3 tumbuhan yang memiliki nilai frekuensi
tertinggi yang sama yaitu Pouteria campechiana (Alkesa), Plantago lanceolarta L
(Oyot-oyotan) dan Elaeis guineensis (Kelapa sawit) dengan nilai 6.897%. Hal ini
menunjukkan bahwa tumbuhan Salopa/ Mahang, Rambutan, Alkesa, Mengkudu,
Oyot-oyotan dan Kelapa sawit memiliki tingkat penyebaran yang tinggi pada jalurjalur pengamatan (Lampiran 2).
2.
Kerapatan Relatif (KR)
Untuk tingkatan pohon, tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif
tertinggi yaitu Nephelium lappaceum L (Rambutan) dengan nilai 21.94%. Pada
tingkatan tihang, tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif yaitu Pouteria
campechiana (Alkesa) dengan nilai 75.00% dan pada tingkatan pancang dan semai,
tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Pachystachys coccinea Nees
(Bunga bahagia) dengan nilai 29.53% dan 22.58% (Lampiran 2).
3.
Dominansi Relatif (DR)
Dominansi pada suatu jenis menunjukkan penguasaan suatu daerah vegetasi
dari suatu jenis tumbuhan. Untuk tingkatan pohon yang memiliki nilai dominansi
relatif tertinggi yaitu Artocarpus elasticus Reinw (Benda) dengan nilai 41.33%.
Untuk tingkatan tihang yang memiliki nilai dominansi relatif tertinggi yaitu Pouteria
29
campechiana (Alkesa) dengan nilai 31.26%. Untuk tingkatan pancang yang memiliki
nilai dominansi relatif tertinggi yaitu Schizostachyum blumei Nees (Bambu tali)
dengan nilai 22.74% dan untuk tingkatan semai ada 2 tumbuhan yang memiliki nilai
dominansi tertinggi yang sama yaitu Solanum melongena (Terong) dan Amarantus
spinosus Linn (Bayam) dengan nilai 10.85%. Hal ini menunjukkan bahwa di kawasan
konservasi untuk tingkatan pohon di dominansi oleh Artocarpus elasticus Reinw
(Benda), untuk tingkatan tihang di dominansi oleh Pouteria campechiana (Alkesa),
untuk tingkatan pancang di dominansi oleh Schizostachyum blumei Nees (Bambu tali)
dan untuk tingkatan semai di dominansi oleh Solanum melongena (Terong) dan
Amarantus spinosus Linn (Bayam) (Lampiran 2).
Klasifikasi nilai penting (NP) jenis tumbuhan pada masing-masing tingkat
pertumbuhan, dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 3. Beberapa hal yang perlu
diungkapkan adalah hanya beberapa jenis saja yang memiliki NP atau penguasaan
ekologis yang sangat tinggi (kelas I), tinggi (II) dan cukup tinggi (III), sedangkan
yang lainnya keseluruhan jenis vegetasinya pada kelas penguasaan rendah dan sangat
rendah (kelas IV dan V).
Tabel 2.
Kelas
I
II
III
IV
V
Jumlah jenis berdasarkan nilai penting (NP) pada masing-masing
tingkat pertumbuhan.
Urutan
Tingkat pertumbuhan
Dominansi
Pohon
Tihang
Pancang
Semai
Sangat Tinggi
1
1
4
1
Agak Tinggi
1
0
0
2
Cukup
2
0
4
4
Rendah
3
0
4
4
Sangat Rendah
8
3
6
21
30
Jenis-jenis dengan tingkat penguasaan relatif cukup tinggi seperti:
1. Pada tingkatan pohon yaitu jenis benda (Artocarpus elasticus Reinw), rambutan
(Nephelium lappaceum L.) dan salopa (Macaranga pruinosa Miq).
2. Pada tingkatan tihang yaitu jenis alkesa (Pouteria campechiana).
3. Tingkat pancang yaitu pada jenis bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad),
bambu tali (Gigantochloa apus Kurz), bunga merah (Pachystachys coccinea
Nees), daun bahagia (Dieffenbachia seguine Schott), bambu hias (Bambusa
glaucescens Willd), bambu suling (Schizostachyum blumei Nees), mengkudu
(Morinda citrifolia L.) dan pete (Parkia speciosa).
4. Tingkatan semai yaitu jenis bunga merah (Pachystachys coccinea Nees), alkesa
(Pouteria campechiana), syngonium (Syngonium sp), terong terongan (Solanum
melongena), kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan lenca-lencaan (Solanum nigrum
L.).
Hal ini memberi jawaban secara umum bahwa pemudaan diduga kurang baik.
Faktor lingkungan, terutama untuk tingkat pohon, pancang dan semai diduga kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan jenis tersebut. Jenis yang sukses mencapai tingkat
pohon adalah jenis yang tingkat pertumbuhannya yang terwakili oleh masing-masing
tingkatan pertumbuhannya (Sutisna dan Soeyatnan, 1984). Di dalam hutan di
kawasan konservasi di TMR diduga yang sukses adalah jenis alkesa dan pete.
Hal yang menarik di dalam hutan di kawasan konservasi TMR adalah jenis
alkesa dan pete. Jenis alkesa dapat mendominansi pada tingkatan tihang dan semai (I
31
dan II), tetapi pada tingkatan pohon dan pancang, jenis alkesa tidak mendominansi
(IV dan V) sedangkan pada jenis pete pada tingkatan pancang cukup mendominansi
(III) tetapi untuk tingkatan tihang, pohon dan semai jenis pete tidak mendominansi
(IV dan V). Keadaan ini membuat jenis-jenis ini (alkesa dan pete) menjadi jenis yang
sukses pada masa mendatang.
Hal ini didukung dari nilai penting relatif rata-rata jenis alkesa dan pete yang
juga memiliki nilai paling tinggi (Lampiran 4). Nilai Penting rata-rata suatu jenis ini
merupakan petunjuk proporsi sumberdaya lingkungan yang dimanfaatkan jenis
tersebut dari suatu komunitas (Whittaker, 1975). Kondisi ini menunjukkan bahwa di
hutan di kawasan konservasi TMR jenis alkesa dan pete memanfaatkan sumberdaya
lingkungan paling besar, yaitu pada alkesa 48.54% (I dan II) dan pada pete 23.92%
(III) (Tabel 3), sedangkan untuk jenis-jenis lain lebih kecil dalam memanfaatkan
sumberdaya lingkungan, sehingga untuk jenis alkesa dan pete mendominansi dalam
suatu vegetasi di daerah tersebut. Hal ini juga menunjukan bahwa alkesa dan pete
adalah penyusun klasifikasi vegetasi di hutan di kawasan konservasi TMR. Kriteria
dalam menyusun klasifikasi vegetasi hutan adalah kombinasi jenis yang memiliki
dominansi tinggi dari semua stratum atau tingkat pertumbuhan (Whittaker, 1975).
Tabel 3.
Kelas
I
II
III
IV
V
Jumlah jenis berdasarkan urutan dominansi dalam satuan vegetasi.
Urutan dominansi
Sangat Tinggi
Agak Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat Rendah
Silang(%)
38.943 – 48.545
29.340 – 38.942
19.737 – 29.339
10.134 – 19.736
0.53 – 10.133
Jumlah jenis
1
0
1
5
47
32
C.
Distribusi Kelas Diameter dan Tinggi
Hasil studi ini memperlihatkan distribusi kelas diameter dan tinggi yang
kurang membentuk kurva huruf J terbalik (Gambar 5). Artinya proporsi jumlah
tumbuhan dari kelas diameter atau kelas tinggi yang lebih rendah lebih
KAWASAN KONSERVASI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN
SKRIPSI SARJANA SAINS
Oleh
YULIAN SEPTIYANI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2010
FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL
Skripsi, Jakarta Juli 2010
Yulian Septiyani
Struktur Komunitas Dan Regenerasi Tegakan Hutan Di Kawasan Konservasi Taman
Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan
x + 58 halaman, 3 tabel, 5 gambar, 6 lampiran
Hutan akan lestari apabila proses regenerasi tegakan berjalan baik, dengan
melalui pemudaan alam atau buatan. Pemudaan hutan mutlak dilakukan terhadap
setiap kawasan hutan agar dapat berfungsi secara maksimal dan berkelanjutan.
Pemudaan merupakan proses regenerasi tegakan hutan, baik mengandalkan proses
alam maupun penanganan manusia. Setiap tahap proses perkembangannya, mudah
tidaknya pemudaan di suatu kawasan hutan bergantung pada sifat-sifat jenis tegakan,
tempat tumbuh, proses-proses daur air dan hara .
Penelitian ini dilakukan pada kawasan hutan di kawasan konservasi yang
terdapat di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan selama 1 bulan yaitu bulan
November 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi,
kelimpahan, keanekaragaman jenis dan nilai penting jenis yang ada dengan melihat
tingkat regenerasinya dan mlihat urutan dominansi jenis tumbuhan dan
perkembangan tingkat pertumbuhan dari jenis tumbuhan yang menyusun hutan
konservasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa Hutan konservasi di Taman
Margasatwa Ragunan (TMR) tersusun atas 31 suku, yang terdiri dari 46 marga dan 54
jenis tumbuhan dan jumlah jenis, marga, suku pada masing-masing tingkat
pertumbuhan jumlahnya bervariasi. Tumbuhan yang memiliki tingkat pertumbuhan
lengkap tercatat sebanyak 2 jenis yaitu alkesa (Pouteria campechiana) dan pete
(Parkia speciosa), sisanya 52 jenis hanya terdapat pada salah satu tingkat atau dua
tingkat atau tiga tingkat, sehingga menunjukan terdapat tumbuhan yang tidak seumur
dan adanya proses regenerasi tumbuhan yang ditunjukkan banyaknya tumbuhan fase
muda (semai dan pancang). Hal ini menunjukkan bahwa proses regenerasi belum
berjalan dengan baik dan maksimal.
Daftar bacaan: 45 (1951-2010)
STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI TEGAKAN HUTAN DI
KAWASAN KONSERVASI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI
Oleh
YULIAN SEPTIYANI
053112620150014
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2010
Judul Skripsi
: STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI
TEGAKAN HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI
TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN
Nama Mahasiswa
: Yulian Septiyani
Nomor pokok
: 0562010014
Nomor Induk Mahasiswa
: 053112620150014
MENYETUJUI
Pembimbing Pertama
Pembimbing Kedua
Hasmar Rusmendro, drs
Dwi Andayaningsih, dra, MM
Dekan
Imran SL Tobing, drs, Msi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan
hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”STRUKTUR KOMUNITAS DAN REGENERASI TEGAKAN HUTAN DI
KAWASAN KONSERVASI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA
SELATAN” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas
Biologi Universitas Nasional.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan beberapa
pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, khususnya:
1. Kedua orang tua: Ayahanda A. Zaenuddin, Ibunda Sugermiyanti dan Adikku Dwi,
yang tetap memberikan semangat, doa dan bantuan baik moril maupun materil
kepada penulis.
2. Hasmar Rusmendro, drs dan Dwi Andayaningsih, drs, MM., selaku pembimbing
pertama dan kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberi bimbingan, saran,kritik dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
3. Imran SL Tobing, drs, MSi., selaku Dekan Fakultas Biologi Universitas Nasional
yang telah memberikan motivasi, pelajaran berharga dan pengarahan dalam isi
materi skripsi ini.
v
4. Sutarno, drs, selaku pembimbing akademik yang telah memberi motivasi dalam
penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Staf dan Dosen Fakultas Biologi Universitas Nasional dan Laboratorium
Botani Fakultas Biologi Universitas Nasional yang telah memberikan bantuan dan
motivasi.
6. Teman dekatku, Mochammad Taufiq yang selalu memberikan doa dan membantu
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
7. Staf Taman Margasatwa Ragunan dan Kawasan Konservasi: Bang Edi, Pak Alwi,
Mbak Eba dan lainnya yang selalu membantu dan memberikan motivasi yang
sangat berharga untuk penulis selama penelitian.
8. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang telah membantu penulis
dalam proses identifikasi.
9. Teman-teman Fakultas Biologi angkatan 2005 : Rebina Urfhy Z, Mursyidah,
Sarwendah Puji R, Filani, Savitri A., Ika Sugiarti., Windrati, Nusuki Atara, Lucky
Arbianto, Sulaiman, Melinda Oktaviana K, Rico Setiawan dan Rama Arya P, atas
dukungan dan kebersamaan yang telah kalian berikan.
10.
Sahabatku Chiko, yang selalu menyenangkan dan selalu membuat penulis
tersenyum.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
vi
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belum seutuhnya sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penulisan yang
lebih baik lagi di masa depan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan dan menambah
pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan/ flora di Indonesia.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL …………………….................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................x
BAB
I.
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
A. Komposisi dan Keanekaragaman Jenis .............................................
4
B. Struktur Komunitas Tumbuhan..........................................................
6
C. Taman Margasatwa Ragunan.......................... ..................................
10
III. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................
13
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
13
B. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
13
C. Cara Kerja ..........................................................................................
14
D. Analisis Data .....................................................................................
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
21
A. Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan ..................
21
B. Urutan Dominansi Jenis Pada Masing-Masing Tingkat
Pertumbuhan ......................................................................................
V.
28
C. Distribusi Kelas Diameter dan Tinggi ..............................................
33
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36
viii
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
Naskah
1. Jumlah Jenis, Marga, Suku Komunitas Tumbuhan Pada Masing-Masing
Tingkat Pertumbuhan ......................................................................................
21
2. Jumlah Jenis Berdasarkan Nilai Penting (NP) Pada Masing-Masing Tingkat
Pertumbuhan ..................................................................................................
30
3. Jumlah Jenis Berdasarkan Urutan Dominansi Dalam Satuan Vegetasi .........
32
Lampiran
1.
Komposisi Jenis Tumbuhan Dari Semua Tingkat Pertumbuhan Di Kawasan
Konservasi Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan ........................
42
2.
Nilai Frekuensi Relatif, Kerapatan Relatif, Dominansi Relatif dan Indeks
Nilai Penting .......................................................................................................48
3.
Kelas NP Terhadap Jenis Tumbuhan Pada Masing–Masing Tingkat
Pertumbuhan .............................................................................................
52
4. Urutan Dominansi Jenis Tumbuhan Keadaan NP Relatif Rata-Rata Pada MasingMasing Tingkatan Pertumbuhan .................................................................
54
5. Perbandingan H’ Antara Masing-Masing Tingkatan Pertumbuhan Dengan Uji
Hutchcinson .............................................................................................
57
ix
6.
Besarnya Indeks Kesamaan Komposisi Jenis Antar Tingkat Pertumbuhan
Komunitas Tumbuhan Di Kawasan Konservasi Taman Margasatwa
Ragunan ...................................................................................................
58
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Halaman
Naskah
1. Plot Linear Untuk Pengamatan Vegetasi ............................................
15
2. Diagram Batang Indeks Kesamaan Setiap Tingkatan Pertumbuhan ..
22
3. Diagram Batang Indeks Keanekaragaman Setiap Tingkatan
Pertumbuhan ...................................................................................
24
4. Nilai Indeks Keseragaman (E) Komunitas Tumbuhan Pada MasingMasing Tingkat Pertumbuhan...........................................................
26
5. Kurva Kelas Diameter Dan Tinggi Tumbuhan Di Kawasan
Konservasi Taman Margasatwa Ragunan.......................................
33
x
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.508 pulau, tersebar dari Sabang hingga ke Merauke. Sebagian besar dari pulaupulau
tersebut
merupakan
pulau-pulau
berukuran
kecil
yang
memiliki
keanekaragaman tumbuhan, hewan, jasad renik yang tinggi. Hal ini terjadi karena
keadaan alam yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat
ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya
hayati dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang
masing-masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenis-jenis yang
terdapat didalamnya, diantaranya adalah ekosistem hutan (Irwanto, 2007).
Indonesia terletak di daerah tropik, sehingga hutan yang ada bertipe hutan
tropik. Hutan ini sangat beranekaragam terhadap tipe, komposisi maupun
strukturnya. Ada hutan yang tumbuh dengan baik sehingga memiliki struktur
lengkap mulai dari tumbuhan tingkat bawah sampai pohon yang tingginya mencapai
100 meter (Indriyanto, 2008).
Tantangan sangat penting di bidang kehutanan saat ini salah satunya adalah
membangun hutan dan menghutankan kembali hutan bekas penebangan. Alasannya
adalah adanya manfaat hutan secara langsung maupun tidak langsung untuk
kehidupan masyarakat di sekitarnya (Septiyani, 2010).
1
Hutan akan lestari apabila proses regenerasi tegakan berjalan baik, dengan
melalui pemudaan alam atau buatan. Pemudaan hutan mutlak dilakukan terhadap
setiap kawasan hutan agar dapat berfungsi secara maksimal dan berkelanjutan
(Indriyanto, 2008). Pemudaan merupakan proses regenerasi tegakan hutan, baik
mengandalkan proses alam maupun penanganan manusia. Setiap tahap proses
perkembangannya, mudah tidaknya pemudaan di suatu kawasan hutan bergantung
pada sifat-sifat jenis tegakan, tempat tumbuh, proses-proses daur air dan hara
(Alikodra, 1997, Indriyanto, 2008).
Taman Margasatwa yang terletak di Ragunan Pasar Minggu Jakarta,
berdasarkan Perda No.13 tahun 1998 memiliki tugas pokok diantaranya melakukan
konservasi, mempertahankan daerah resapan air, paru-paru kota. Sesuai dengan tugas
tersebut, dalam menambah koleksi satwa, menanam dan merawat jenis tumbuhan,
juga membangun kawasan konservasi. Atas dasar ini dapat memaksimalkan fungsi
dan peranan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dalam mendukung upaya-upaya
konservasif, riset dan edukasi, selain disiapkan untuk menjadi tempat tujuan rekreasi
atau sebuah kebun binatang yang modern. Untuk memaksimalkan fungsi dan peran
tersebut, juga menanam dan merawat jenis-jenis tumbuhan dan bahkan membangun
hutan di kawasan konservasi yang luasnya mencapai 6,410 Ha (Jakartazoo.org,
2008).
Jenis-jenis
pohon dapat
tumbuh
disuatu tempat
dengan kecepatan
pertumbuhan yang berbeda-beda, termasuk tumbuhan yang ada di kawasan hutan di
2
kawasan konservasi Taman Margasatwa Ragunan. Hal ini tergantung oleh faktor
tempat tumbuh yang merupakan gabungan dari iklim dan tanah (Kadri, 1992).
Mengingat hutan di kawasan konservasi ini ditumbuhi oleh berbagai jenis
tumbuhan dan hingga saat ini belum diketahui jenis-jenis apa yang terdapat
didalamnya, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan:
1. Mengetahui komposisi, kelimpahan, keanekaragaman jenis dan nilai penting
jenis yang ada dari masing-masing tingkat pertumbuhannya.
2. Urutan dominansi jenis tumbuhan dan perkembangan tingkat pertumbuhan
dari jenis tumbuhan yang menyusun hutan di kawasan konservasi.
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan komposisi jenis antar tingkat pertumbuhan
2. Terdapat perbedaan keanekaragaman jenis antar tingkat pertumbuhan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komposisi dan keanekaragaman jenis
Struktur tumbuhan adalah organisasi individu – individu di dalam ruang yang
membentuk tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan. Komposisi tumbuhan merupakan
jumlah jenis yang terdapat dalam suatu komunitas tumbuhan (Purborini, 2006).
Menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari 3 penyusun, yaitu:
1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram
profil yang melukiskan lapisan pohon, tihang, sapihan, semai dan herba
penyusun vegetasi.
2. Sebaran
horizontal
dari
jenis-jenis
penyusun
komunitas
yang
menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3. Penyusun vegetasi ada 5 aras, yaitu fisiognomi vegetasi, struktur biomassa,
life form ( growth form ), struktur floristik dan struktur tegakan ( MuelerDumbois & Ellenberg, 1974 ).
Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Struktur suatu
vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu
ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuh-tumbuhan yang
masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Dombois, 1974).
Struktur suatu masyarakat tumbuhan pada hutan hujan tropika basah dapat
dilihat dari gambaran umum stratifikasi pohon-pohon perdu dan herba tanah.
4
Kershaw (1973) menyatakan, stratifikasi hutan hujan tropika dapat dibedakan
menjadi 5 lapisan, yaitu : Lapisan A (lapisan pohon-pohon yang tertinggi atau
emergent), lapisan B dan C (lapisan pohon-pohon yang berukuran sedang), lapisan D
(lapisan semak dan belukar) dan lapisan E (lantai hutan). Komposisi atau kekayaan
jenis adalah jumlah jenis pada suatu area/ komunitas. Komposisi jenis suatu
komunitas sangat penting karena komunitas sebagian besar ditentukan oleh dasardasar floristik (jenis-jenis yang terdapat dalam suatu komunitas). Beberapa komunitas
memiliki fisiognomi (kenampakan luar) serupa, tetapi berbeda dalam identitas jenis
dominan atas jenis penyusun lainnya (Rusmendro, 2007).
Diversitas atau keanekaragaman merupakan suatu keragaman diantara
anggota suatu komunitas (Supriatno, 2001). Deshmukh (1992) mengartikan
keanekaragaman sebagai gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masingmasing jenis dalam suatu komunitas atau sering disebut kekayaan jenis. Menurut
Resosoedarmo dkk (1984), keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang ada
di daerah dengan lingkungan yang ekstrim, seperti daerah kering, tanah miskin, dan
pegunungan tinggi. Sementara itu keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan
lingkungan optimum.
Suatu daerah yang didominansi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka
daerah
tersebut
dikatakan
memiliki
keanekaragaman
jenis
yang
rendah.
Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas yang tinggi, karena di dalam komunitas itu terjadi interaksi antara jenis
5
yang tinggi. Lebih lanjut dikatakan, keanekaragaman merupakan ciri dari suatu
komunitas terutama dikaitkan dengan jumlah individu tiap jenis pada komunitas
tersebut. Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan
variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan
kelimpahan relatif dari setiap jenis (Latifah, 2004).
Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh gangguan
terhadap lingkungan atau untuk mengetahui tahapan suksesi dan kestabilan dari
komunitas tumbuhan pada suatu lokasi (Odum, 1996). Menurut Ariyati dkk (2007),
nilai indeks keanekaragaman rendah menunjukkan bahwa terdapat tekanan ekologi
tinggi, baik yang berasal dari faktor biotik (persaingan antar individu tumbuhan untuk
setiap tingkatan) atau faktor abiotik. Tekanan ekologi yang tinggi tersebut
menyebabkan tidak semua jenis tumbuhan dapat bertahan hidup di suatu lingkungan.
Menurut Odum (1993) ada dua komponen keanekaragaman jenis, yaitu
kekayaan jenis dan kesamarataan. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu
komunitas. Keanekaragaman jenis cenderung besar dalam suatu komunitas yang lebih
tua. Keanekaragaman jenis cenderung kecil untuk komunitas yang baru dibentuk.
Kesamarataan adalah pembagian individu yang merata diantara jenis. Pada
kenyataannya setiap jenis itu mempunyai jumlah individu yang tidak sama.
B. Struktur Komunitas Tumbuhan
6
Untuk memudahkan dalam mengenal dan mempelajari makhluk hidup,
diperlukan pengklasifikasian dengan dasar dan tujuan tertentu. Klasifikasi memiliki
manfaat penting yang dapat langsung diterapkan bagi kepentingan manusia
(Syamsuri, 2000).
Komunitas dapat disebut dan diklasifikasikan menurut bentuk atau sifat
struktur utama, misalnya jenis dominan; bentuk-bentuk hidup, habitat fisik dari
komunitas, sifat atau tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme komunitas.
Keanekaragaman jenis dan kelimpahan individu masing-masing jenis (kemerataan)
tidak berarti satu-satunya hal yang terlibat di dalam keanekaragaman komunitas.
Pengaruh populasi terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya tergantung
kepada jenis tertentu dari organisme yang terlibat, tetapi juga tergantung kepada
jumlahnya atau kerapatan populasinya (Odum, 1993).
Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada habitat tertentu.
Menurut Odum (1973), komunitas yang merupakan bagian hidup ekosistem dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
1. Bentuk atau sifat struktur utama, seperti jenis dominan dan bentuk hidup
(life form)
2. Habitat komunitas
3. Sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme
komunitas.
7
Tipe komunitas terjadi karena adanya sifat yang berbeda dalam dominansi
jenis, komposisi jenis, struktur lapisan tajuk atau juga dominansi bentuk pertumbuhan
(Whittaker, 1975). Komunitas hutan merupakan suatu sistem yang hidup dan
tumbuh karena komunitas
terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa
tahap invasi oleh tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi
terhadap tempat tumbuh dan stabilitasi. Perubahan dalam komunitas atau suksesi
selalu terjadi, bahkan dalam komunitas hutan yang stabil pun selalu terjadi
perubahan (Indriyanto, 2005).
Pada suatu suatu jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi,
kerapatan dan dominansi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenisjenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa,
persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu atau
kelimpahan (Soerianegara,1996).
Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran jenis-jenis dalam areal
tertentu. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang
besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi kecil mempunyai
daerah sebaran yang kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai
yang menunjukan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas, makin
besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan
luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan peguasaan jenis
terhadap komunitas (Soerianegara,1996).
8
Nilai penting didefinisikan sebagai gabungan dari densitas/ kerapatan
relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi relatif (DR). Kondisi ini
menyebabkan nilai penting suatu jenis maksimum adalah 300% (KR=100%,
FR=100%, DR=100%), bila dalam suatu tegakan hanya terdiri dari satu jenis
saja (Curtis dan Mc.Intosh, 1951). Whittaker, 1975, menyebutkan bahwa nilai
penting dapat ditentukan berdasarkan salah satu atau dua nilai, tetapi lebih
banyak nilai dijadikan dasar akan menjadi lebih baik dan mendekati kebenaran
dalam menentukan dominansi atau penguasaan jenis di dalam suatu komunitas
(Rusmendro, 2003).
Pertumbuhan tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat tumbuh
seperti: kerapatan tegakan, karakteristik umur tegakan, faktor iklim (temperatur,
presipitasi, kecepatan angin dan kelembaban udara), serta faktor tanah (sifat fisik,
komposisi bahan kimia, dan komponen mikrobiologi tanah). Diameter merupakan
salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter
pertumbuhan.
Pertumbuhan
diameter
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
yang
mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan
hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar dan tinggi
telah terpenuhi (Latifah, 2004).
Pertumbuhan tinggi tumbuhan dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan
pembentukan dedaunan bergantung pada kualitas tempat tumbuh. Setidaknya terdapat
tiga faktor lingkungan dan satu faktor genetik (intern) yang sangat nyata berpengaruh
9
terhadap pertumbuhan tinggi yaitu kandungan nutrien mineral tanah, kelembaban
tanah, cahaya matahari, serta keseimbangan sifat genetik antara pertumbuhan tinggi
dan diameter suatu pohon (Davis dan Jhonson, 1987).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda
dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda faktor lingkungannya. Vegetasi
hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan
keadaan habitatnya (Greig, 1983).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur
struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi
untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut.
Berdasarkan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur
dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Tujuan pendugaan kuantitatif komunitas
vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi
vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan
areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga
tentang keragaman jenis dalam suatu areal dan (3) melakukan korelasi antara
perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor
lingkungan (Greig, 1983).
10
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1978)
petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk
jalur atau dengan metode tanpa petak.
C. Taman Margasatwa Ragunan
Berdasarkan sejarah dan perkembangannya, pada tahun 1864 suatu
perkumpulan penyayang flora dan fauna yang bernama Vereneging Plantenen Et
Dierentuin, mendirikan kebun binatang yang diberi nama Plantenen Et Dierentuin
di atas lahan seluas 10 Ha yang merupakan pemberian Raden Saleh. Kebun
binatang ini berlokasi di jalan Cikini Raya No.73. Pada tahun 1964, kebun binatang
ini dipindahkan ke daerah Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan luas
lahan 30 Ha, dan tanggal 22 Juni 1966, kebun binatang tersebut diberi nama Taman
Margasatwa Ragunan. Pada tanggal 22 Juli 1976 mengalami perubahan nama
menjadi Kebun binatang DKI Jakarta dan tahun 1998, sesuai dengan Perda No 13 di
tetapkan kembali oleh Pemda DKI Jakarta, menjadi Taman Margasatwa Ragunan.
Taman Margasatwa Ragunan, secara administratif termasuk kedalam
wilayah Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Batas
wilayah sebelah barat: Jl. Kavling Polri dan Jl. Cilandak Utara, sebelah Utara: Jl.
Harsono RM, sebelah Timur: Jl. Jati Padang
dan sebelah Selatan: Jl. Sagu
(Jakartazoo.org, 2008).
11
Tujuan
umum
didirikannya
Taman
Margasatwa
Ragunan,
adalah
menyelnggarakan perlindungan, pemeliharaan serta melestarikan hidup binatang
dan tumbuhan (flora dan fauna) salah satu sarana penunjang pendidikan, media
penilitian ilmu pengetahuan dan sebagai sarana rekreasi. Berdasarkan Peraturan
Daerah No 13 tahun 1998, Taman Margasatwa Ragunan memiliki tugas pokok
untuk melakukan konservasi, pendidikan dan penelitian, promosi, rekreasi, serta
mempertahankan daerah resapan air, paru-paru kota dan ruang terbuka hijau.
Menurut keputusan Dirjen Kehutanan No.20/kpts/dj/I/1978, Taman Margasatwa
Ragunan memiliki beberapa fungsi (Sutomo dkk, 2000), yaitu:
1.
Sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam (konservasi)
2.
Sebagai sarana pendidikan.
3.
Sebagai sarana penelitian.
4.
Sebagai sarana rekreasi dan apresiasi terhadap alam.
Taman Margasatwa Ragunan juga memiliki beberapa peran, antara lain:
sebagai pelestarian satwa langka dan terancam punah secara eks-situ, juga sebagai
atribut kota dan daerah tujuan wisata, paru-paru kota, pengamanan wilayah resapan
air, serta strategi diplomasi internasional (Sutomo dkk, 2000).
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kawasan hutan di kawasan konservasi yang
terdapat di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Lokasi yang dipilih
memiliki luas ± 6,410 Ha. Alasan dipilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut adalah
sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, pendidikan, penelitian dan paruparu kota serta wilayah resapan air, namun sejak dibangunnya hutan ini belum ada
informasi tentang kondisi hutannya. Waktu penelitian selama 1 bulan, dimulai pada
bulan November 2009 hingga Desember 2009.
B.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kompas
2. Hand counter
3. Meteran baju
4. Rol meter
5. Tabulasi data
6. Polybag
7. Kertas koran
8. Kamera
13
9. Buku Identifikasi: Heyne I-III, 1987 dan Stenis, 2003 dan Flora of Java,
1981
C.
Cara Kerja
Pengumpulan data vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode plot
linear (Linear Sampling) (Indriyanto, 2008). Metode ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai keberhasilan pemudaan hutan secara alamiah,
menilai hasil dan keadaan pemudaan yang akan dipelihara dan menilai komposisi
tegakan hutan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1.
Penentuan jalur pengamatan
a.
Jalur pengamatan direncanakan terlebih dahulu dengan menentukan batasbatas yang jelas dari kawasan hutan yang akan diteliti. Penentuannya
berdasarkan pagar keliling dari kawasan hutan seluas 6,41 Ha.
b.
Pembuatan plot linear sesuai dengan tingkatan pertumbuhan vegetasi yang
akan diteliti, diawali dengan pembuatan garis lurus dari satu sisi pagar menuju
sisi pagar lainnya sesuai dengan ukuran hutan yang akan diteliti, plot linear ini
dibuat sebanyak 4 buah dengan panjang bervariasi (Gambar 1) dengan
ketentuan sebagi berikut:
-
LS-1 (total chain linear sampling), berupa jalur lurus lebar 20 m, dengan
panjang sesuai jarak antar pagar. Jalur ini digunakan untuk menghitung
tegakan hutan fase pohon (diameter >20 cm). Jalur ini dibuat sebanyak 4
buahuntuk yang disusun sejajar satu sama lain dengan jarak antar jalur 20 m
14
-
LS-1/2 (half chain linear sampling), berupa jalur lurus lebar 10 m yang
diletakan di dalam jalur 20 m (nested sampling). Jalur ini digunakan untuk
menghitung tegakan hutan fase tihang (diameter 10-19 cm) .
-
LS-1/4 (quarter chain linear sampling), berupa jalur lurus lebar 5 m yang
diletakan di dalam jalur 20 m. Jalur ini digunakan untuk menghitung tegakan
hutan fase pancang (diameter 1 - 1.5 m).
-
LSM (linear sampling milliare), berupa jalur lurus lebar 2 m yang
diletakan di dalam jalur 20 m. Jalur ini digunakan untuk menghitung tegakan
hutan fase semai (diameter t tabel, terima Ho (tidak terdapat perbedaan yang bermakna)
c. Indeks kesamarataan/ keseragaman untuk mengetahui penyebaran jumlah
individu tiap jenis.
H maks = ln S
Dimana:
E = H'
H maks
H maks = Keseragaman maksimum
S
= Jumlah jenis
E
= Indeks kesamarataan
H'
= Indeks keanekaragaman
d. Indeks nilai penting
Nilai penting merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat
dominansi jenis dalam suatu komunitas
tumbuhan.
Menghitung Indeks nilai penting menggunakan rumus:
Jumlah individu
18
Kerapatan
=
Luas petak ukur
Kerapatan satu jenis
Kerapatan relatif
=
x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah petak penemuan suatu jenis
Frekuensi
=
Jumlah seluruh petak
Frekuensi suatu jenis
x 100%
Frekuensi relatif
=
Frekuensi seluruh jenis
Luas penutupan suatu jenis
Dominansi
=
Luas petak
Dominansi suatu jenis
Dominansi relatif
=
x 100%
Dominansi seluruh jenis
Nilai penting
=
Kerapatan relatif + Frekuensi relatif + Dominansi
Relatif
Nilai penting relatif suatu jenis pada tingkat semai, tingkat pancang, tingkat
tihang dan tingkat pohon dapat dirata-ratakan sehingga diketahui urutan status
dominansi suatu jenis dalam satuan komunitas jenis dari tingkat pohon, tihang,
pancang sampai dengan tingkat semai. Nilai penting relatif rata-rata suatu jenis =
1/4 x (nilai penting relatif pada tingkat semai + pancang + tingkat tihang + tingkat
pohon. Selanjutnya untuk memperoleh gambaran urutan dominansi suatu jenis pada
tingkat semai dan urutan dominansi pada tingkat lainnya secara mudah perlu
19
digunakan klasifikasi yang seragam. Jumlah kelas nilai penting pada tingkat semai
sama dengan jumlah kelas nilai penting pada tingkat pancang, tihang maupun
pohon. Klasifikasi nilai penting tersebut didasarkan kepada nilai penting tertinggi
dan nilai penting terendah (Whittaker, 1975). Klasifikasi dibuat 5 kelas yaitu kelas
nilai penting I yang menunjukkan tingkat penguasaan ekologis/dominansi sangat
tinggi, kelas II agak tinggi, kelas III sedang (moderat), kelas IV rendah dan kelas V
sangat rendah (Sutisna dan Soeyatman, 1984).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Hasil pengamatan di hutan di kawasan konservasi Taman Margasatwa
Ragunan (TMR) terdapat 31 suku, yang terdiri dari 46 marga dan 54 jenis tumbuhan.
20
Jumlah jenis, marga, suku pada masing-masing tingkat pertumbuhan jumlahnya
bervariasi seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Stratifikasi
Takson
Jenis
Marga
Suku
Jumlah jenis, marga, suku komunitas tumbuhan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan.
Tingkatan pertumbuhan
Pohon
15
13
9
Tihang
4
4
4
Pancang
17
15
11
Semai
37
28
23
Total
jenis
54
46
31
Berdasarkan Tabel 1 di atas, jumlah jenis tertinggi terdapat pada tingkatan
semai, diikuti pancang, pohon dan tihang. Perbedaan ini diduga berkaitan erat dengan
kondisi habitat yang memberikan pengaruh terhadap semua jenis pada masingmasing tingkatan pertumbuhan (Whitmore, 1986). Kondisi habitat disana
menguntungkan tumbuhan dengan tingkatan semai sehingga jumlah jenis yang
didapat lebih banyak jika dibandingkan dengan tingkatan pohon, tihang dan pancang.
Faktor-faktor lingkungan di habitat tersebut seperti: suhu, pH tanah, kelembaban, dan
lain-lain yang sesuai dan menguntungkan bagi tumbuhan tingkat bawah seperti semai
dan pancang sehingga sering di temukan.
Terbukanya kanopi merupakan titik kritis bagi permudaan alam dari banyak
jenis tumbuhan yang membentuk tajuk hutan. Cahaya matahari yang langsung
menembus lantai hutan dapat mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan,
terutama tumbuhan dengan tingkat yang rendah (pancang, semai) (Hartson, 1980).
Pembukaan kanopi di hutan akan menyajikan satu atau beberapa habitat bagi jenis
21
tumbuhan pionir karena permudaan dan pertumbuhan dibatasi oleh adanya naungan
(Bradshaw dkk, 1980).
Meskipun jenis tumbuhan pada tingkat pancang dan semai bukan yang
permanen, tetapi masih bisa dikatakan bahwa lingkungan hutan di kawasan
konservasi yang ada saat ini paling tidak bisa menopang tingkat pertumbuhan
pancang dan semai dibandingkan tingkat pertumbuhan yang lainnya. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan indeks kesamaan komposisi jenis antar tingkat pertumbuhan
yang secara umum adalah 50% menjelaskan bahwa tingkat pancang-semai memiliki tipe komunitas yang
22
relatif sama dengan jenis-jenis didalamnya relatif sama pula. Hal ini diduga faktor
yang mempengaruhi kondisi lingkungan seperti kelembaban, pH tanah, suhu di
lingkungan hutan di kawasan konservasi sangat cocok dengan pertumbuhan pancang
dan semai sehingga memberikan pengaruh yang sama terhadap kedua tingkatan
(pancang-semai) tersebut. Sebaliknya IS < 50% didapati tipe komunitas yang
berbeda. Berarti faktor lingkungan tidak mendukung pertumbuhan tumbuhan
didalamnya sehingga faktor lingkungan memberikan pengaruh yang tidak sama
(Lampiran 6).
Perbandingan nilai keanekaragaman jenis (H') dari hasil studi ini
menunjukkan tingkat semai paling tinggi, diikuti tingkat pohon, pancang dan tihang.
Perbedaan nilai H' antar tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Batang Indeks Keanekaragaman Setiap Tingkatan
Pertumbuhan
23
Indeks keanekaragaman (H') tingkatan pohon diperoleh sebesar 2.433. Hal ini
menunjukkan bahwa komunitas pohon termasuk dalam kondisi sedang (moderat).
Indeks keanekaragaman (H') pada tingkatan tihang diperoleh nilai sebesar 0.838. Hal
ini menunjukkan bahwa komunitas tihang termasuk dalam kondisi rendah dan dalam
kondisi tidak stabil. Indeks keanekaragaman (H') pada tingkatan pancang diperoleh
nilai sebesar 2.11. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas pancang di sana termasuk
dalam kondisi sedang (moderat). Indeks keanekaragaman (H') pada tingkatan semai
diperoleh sebesar 2.797. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas semai di sana
termasuk dalam kondisi sedang (moderat).
Perbandingkan indeks keanekaragaman tiap tingkat pertumbuhan dilakukan
uji Hutchcinson. Berdasarkan uji Hutchinson diketahui bahwa perbandingan H' antara
pohon-tihang memiliki nilai t hit > t tabel (Lampiran 5) yang berarti indeks
keanekaragaman antara pohon-tihang diindikasi terdapat perbedaan yang bermakna.
Perbandingan H' antara pohon-pancang memiliki nilai t hit < t tabel yang berarti
indeks keanekaragaman antara pohon-pancang tidak memiliki perbedaan yang
bermakna. Perbandingan H' antara pohon-semai memiliki nilai t hit > t tabel yang
berarti indeks keanekaragaman antara pohon-semai memiliki terdapat perbedaan yang
bermakna. Perbandingan H' antara tihang-pancang memiliki nilai t hit > t tabel yang
berarti indeks keanekaragaman antara tihang-pancang memiliki terdapat perbedaan
yang bermakna. Perbandingan H' antara pancang-semai memiliki nilai t hit > t tabel
yang berarti indeks keanekaragaman antara pancang-semai memiliki terdapat
24
perbedaan yang bermakna.Faktor pembatas keanekaragaman jenis (H') antara lain
adalah kondisi geologi, evolusi suatu jenis, sejarah dan penyebaran suatu jenis,
kondisi habitat, proses suksesi, pengaruh musim, stratifikasi dan sebagainya
(Rusmendro, 2007).
Apabila dilihat dari faktor pembentuk H', perbedaan nilai H' lebih cenderung
pada kondisi habitat, proses suksesi dan stratifikasi. Selain itu juga karena jumlah
jenis lebih rendah dan kelimpahan individu dari masing-masing jenis pembentuk
komunitas tersebut lebih rendah.Keanekaragaman jenis adalah gabungan kekayaan
jenis yang disusun oleh kemerataan jenis. Indeks keseragaman (E), memperlihatkan
nilai yang relatif tidak berbeda antara pancang, semai dan pohon, tetapi agak berbeda
dengan tingkatan tihang. Nilai indeks Keseragaman (E) komunitas tumbuhan pada
masing-masing tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 4.
25
Gambar 4. Nilai indeks Keseragaman (E) komunitas tumbuhan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan
Pada tumbuhan tingkat pancang, semai dan pohon didapati nilai E
keseragaman (E) yang tidak berbeda. Hal ini didukung dari Indeks keseragaman
Menurut Krebs (1985), nilai indeks keseragaman (E) digolongkan menjadi 3, yaitu: 0
< E ≤ 0,4, maka keseragaman populasi kecil; bila 0,4 < E < 0,6, maka keseragaman
populasi sedang; dan bila E ≥ 0,6, maka keseragaman populasi tinggi.
Untuk
tingkatan pohon memiliki nilai indeks keseragaman tertinggi pada tumbuhan dengan
nilai 0.90, hal menunjukkan bahwa keseragaman populasi pohon di area tersebut
tinggi. Nilai indeks keseragaman tertinggi kedua yaitu untuk tingkatan semai dengan
nilai 0.77, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman populasi semai tinggi. Pada nilai
indeks keseragaman tertinggi ketiga yaitu untuk tingkatan pancang dengan nilai 0.74,
hal ini menunjukkan bahwa keseragaman populasi pancang juga tinggi. Pada
tingkatan tihang memiliki nilai indeks keseragaman terendah dengan nilai 0.60, hal
ini menunjukkan bahwa keseragaman populasi tihang sedang.
Tingginya nilai E ini menandakan bahwa tidak terdapat jenis yang lebih
dominan di suatu komunitas, artinya secara umum dominansi jenis relatif sama, bila
ada yang dominan 1 atau 2 jenis saja atau hampir semua jenis tumbuhan adalah
dominan.
26
Berdasarkan pencatatan jenis-jenis tumbuhan di hutan di kawasan konservasi
Taman Margasatwa Ragunan sebanyak 2 jenis diantaranya terdapat secara lengkap
dari tingkat semai sampai tingkat pohon. Sisanya, 52 jenis hanya terdapat pada salah
satu tingkat atau dua tingkat atau tiga tingkat saja. Perincian jumlah jenis tersebut
adalah sebagai berikut (Lampiran 4).
Pada Lampiran 4, dapat dinyatakan bahwa jenis alkesa (Pouteria
campechiana) dan pete (Parkia speciosa) terdapat pada semua tingkat pertumbuhan
(semai sampai pohon). Jenis-jenis pada tingkat tihang terdapat pada tingkat pancang
dan semai kecuali mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan bar-bara (Ficus septica
Burm.f) yang hanya pada dua tingkat (pancang atau semai). Selain itu dapat
ditemukan 13 jenis yaitu angsana (Pterocarpus indicus Willd), apel-apelan (Ficus
variegate Bl), bacang (Mangifera foetida Lour), belimbing (Averrhoa bilimbi Linn),
benda (Artocarpus elasticus Reinw), beringin (Ficus benjamina L.), kluwek (Pangium
edule), melinjo (Gnetum gnemon), salopa (Macaranga pruinosa Miq), rambutan
(Nephelium lappaceum L.), Karet (Ficus elastica), Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
dan sawo (Manilkara kauki L) yang hanya didapat pada tingkat pohon saja.
Sedangkan karet (Ficus elastica Roxb), salopa (Macaranga pruinosa Miq), kelapa
sawit (Elaeis guineensis) dan rambutan (Nephelium lappaceum L.) selain ada pada
tingkat pohon terdapat pula pada tingkat semai. Sementara itu, untuk jenis- jenis yang
terdapat pada tingkat pancang saja tercatat 7 jenis serta jenis yang sama ada pada
27
tingkatan pancang dan semai ada 10 jenis. Untuk tingkat semai saja sebanyak 27 jenis
(Lampiran 4).
Tingkat pertumbuhan tumbuhan lengkap dan tidak lengkap ini menunjukkan
bahwa:
1. Hutan ini berisi tumbuhan yang berumur lebih kurang sama, terutama untuk 10
jenis tingkat pohon yang ada, artinya diantaranya tumbuhan tersebut ditanam pada
waktu kurang lebih bersamaan.
2. Hutan ini juga terdapat tumbuhan yang tidak seumur, akibat adanya proses
regenerasi tumbuhan yang ditunjukkan banyaknya tumbuhan fase muda (semai dan
pancang).
Tegakan hutan seumur ditandai oleh tajuk pohon yang seragam, jumlah terbesar
tumbuhan berada pada kelas diameter yang diwakili oleh rata-rata diameter tingkat
pohon (> 20 cm), sedangkan kelas diameter di atas atau di bawah tingkat pohon,
diameter tegakan hutan lebih sedikit, tegakan hutannya dikatakan tidak seumur
(Indriyanto, 2008).
B.
Urutan Dominansi Jenis Pada Masing-Masing Tingkat Pertumbuhan
Apabila dilihat dari nilai kuantitatif komunitas masing-masing tingkat
pertumbuhan (Lampiran 2) dapat diterangkan sebagai berikut:
1.
Frekuensi Relatif (FR)
Untuk tingkatan pohon, tumbuhan yang memiliki nilai frekuensi tertinggi
yaitu Macaranga pruinosa Miq (Salopa/ Mahang) dan Nephelium lappaceum L
28
(Rambutan) dengan nilai 13.636%. Pada tingkatan tihang yang memiliki nilai
frekuensi tertinggi yaitu Pouteria campechiana (Alkesa). Untuk tingkatan pancang
yang nilai frekuensinya besar/ tinggi yaitu Morinda citrifolia (Mengkudu) dengan
nilai 13.333%. Pada tingkatan semai, ada 3 tumbuhan yang memiliki nilai frekuensi
tertinggi yang sama yaitu Pouteria campechiana (Alkesa), Plantago lanceolarta L
(Oyot-oyotan) dan Elaeis guineensis (Kelapa sawit) dengan nilai 6.897%. Hal ini
menunjukkan bahwa tumbuhan Salopa/ Mahang, Rambutan, Alkesa, Mengkudu,
Oyot-oyotan dan Kelapa sawit memiliki tingkat penyebaran yang tinggi pada jalurjalur pengamatan (Lampiran 2).
2.
Kerapatan Relatif (KR)
Untuk tingkatan pohon, tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif
tertinggi yaitu Nephelium lappaceum L (Rambutan) dengan nilai 21.94%. Pada
tingkatan tihang, tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif yaitu Pouteria
campechiana (Alkesa) dengan nilai 75.00% dan pada tingkatan pancang dan semai,
tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Pachystachys coccinea Nees
(Bunga bahagia) dengan nilai 29.53% dan 22.58% (Lampiran 2).
3.
Dominansi Relatif (DR)
Dominansi pada suatu jenis menunjukkan penguasaan suatu daerah vegetasi
dari suatu jenis tumbuhan. Untuk tingkatan pohon yang memiliki nilai dominansi
relatif tertinggi yaitu Artocarpus elasticus Reinw (Benda) dengan nilai 41.33%.
Untuk tingkatan tihang yang memiliki nilai dominansi relatif tertinggi yaitu Pouteria
29
campechiana (Alkesa) dengan nilai 31.26%. Untuk tingkatan pancang yang memiliki
nilai dominansi relatif tertinggi yaitu Schizostachyum blumei Nees (Bambu tali)
dengan nilai 22.74% dan untuk tingkatan semai ada 2 tumbuhan yang memiliki nilai
dominansi tertinggi yang sama yaitu Solanum melongena (Terong) dan Amarantus
spinosus Linn (Bayam) dengan nilai 10.85%. Hal ini menunjukkan bahwa di kawasan
konservasi untuk tingkatan pohon di dominansi oleh Artocarpus elasticus Reinw
(Benda), untuk tingkatan tihang di dominansi oleh Pouteria campechiana (Alkesa),
untuk tingkatan pancang di dominansi oleh Schizostachyum blumei Nees (Bambu tali)
dan untuk tingkatan semai di dominansi oleh Solanum melongena (Terong) dan
Amarantus spinosus Linn (Bayam) (Lampiran 2).
Klasifikasi nilai penting (NP) jenis tumbuhan pada masing-masing tingkat
pertumbuhan, dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 3. Beberapa hal yang perlu
diungkapkan adalah hanya beberapa jenis saja yang memiliki NP atau penguasaan
ekologis yang sangat tinggi (kelas I), tinggi (II) dan cukup tinggi (III), sedangkan
yang lainnya keseluruhan jenis vegetasinya pada kelas penguasaan rendah dan sangat
rendah (kelas IV dan V).
Tabel 2.
Kelas
I
II
III
IV
V
Jumlah jenis berdasarkan nilai penting (NP) pada masing-masing
tingkat pertumbuhan.
Urutan
Tingkat pertumbuhan
Dominansi
Pohon
Tihang
Pancang
Semai
Sangat Tinggi
1
1
4
1
Agak Tinggi
1
0
0
2
Cukup
2
0
4
4
Rendah
3
0
4
4
Sangat Rendah
8
3
6
21
30
Jenis-jenis dengan tingkat penguasaan relatif cukup tinggi seperti:
1. Pada tingkatan pohon yaitu jenis benda (Artocarpus elasticus Reinw), rambutan
(Nephelium lappaceum L.) dan salopa (Macaranga pruinosa Miq).
2. Pada tingkatan tihang yaitu jenis alkesa (Pouteria campechiana).
3. Tingkat pancang yaitu pada jenis bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad),
bambu tali (Gigantochloa apus Kurz), bunga merah (Pachystachys coccinea
Nees), daun bahagia (Dieffenbachia seguine Schott), bambu hias (Bambusa
glaucescens Willd), bambu suling (Schizostachyum blumei Nees), mengkudu
(Morinda citrifolia L.) dan pete (Parkia speciosa).
4. Tingkatan semai yaitu jenis bunga merah (Pachystachys coccinea Nees), alkesa
(Pouteria campechiana), syngonium (Syngonium sp), terong terongan (Solanum
melongena), kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan lenca-lencaan (Solanum nigrum
L.).
Hal ini memberi jawaban secara umum bahwa pemudaan diduga kurang baik.
Faktor lingkungan, terutama untuk tingkat pohon, pancang dan semai diduga kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan jenis tersebut. Jenis yang sukses mencapai tingkat
pohon adalah jenis yang tingkat pertumbuhannya yang terwakili oleh masing-masing
tingkatan pertumbuhannya (Sutisna dan Soeyatnan, 1984). Di dalam hutan di
kawasan konservasi di TMR diduga yang sukses adalah jenis alkesa dan pete.
Hal yang menarik di dalam hutan di kawasan konservasi TMR adalah jenis
alkesa dan pete. Jenis alkesa dapat mendominansi pada tingkatan tihang dan semai (I
31
dan II), tetapi pada tingkatan pohon dan pancang, jenis alkesa tidak mendominansi
(IV dan V) sedangkan pada jenis pete pada tingkatan pancang cukup mendominansi
(III) tetapi untuk tingkatan tihang, pohon dan semai jenis pete tidak mendominansi
(IV dan V). Keadaan ini membuat jenis-jenis ini (alkesa dan pete) menjadi jenis yang
sukses pada masa mendatang.
Hal ini didukung dari nilai penting relatif rata-rata jenis alkesa dan pete yang
juga memiliki nilai paling tinggi (Lampiran 4). Nilai Penting rata-rata suatu jenis ini
merupakan petunjuk proporsi sumberdaya lingkungan yang dimanfaatkan jenis
tersebut dari suatu komunitas (Whittaker, 1975). Kondisi ini menunjukkan bahwa di
hutan di kawasan konservasi TMR jenis alkesa dan pete memanfaatkan sumberdaya
lingkungan paling besar, yaitu pada alkesa 48.54% (I dan II) dan pada pete 23.92%
(III) (Tabel 3), sedangkan untuk jenis-jenis lain lebih kecil dalam memanfaatkan
sumberdaya lingkungan, sehingga untuk jenis alkesa dan pete mendominansi dalam
suatu vegetasi di daerah tersebut. Hal ini juga menunjukan bahwa alkesa dan pete
adalah penyusun klasifikasi vegetasi di hutan di kawasan konservasi TMR. Kriteria
dalam menyusun klasifikasi vegetasi hutan adalah kombinasi jenis yang memiliki
dominansi tinggi dari semua stratum atau tingkat pertumbuhan (Whittaker, 1975).
Tabel 3.
Kelas
I
II
III
IV
V
Jumlah jenis berdasarkan urutan dominansi dalam satuan vegetasi.
Urutan dominansi
Sangat Tinggi
Agak Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat Rendah
Silang(%)
38.943 – 48.545
29.340 – 38.942
19.737 – 29.339
10.134 – 19.736
0.53 – 10.133
Jumlah jenis
1
0
1
5
47
32
C.
Distribusi Kelas Diameter dan Tinggi
Hasil studi ini memperlihatkan distribusi kelas diameter dan tinggi yang
kurang membentuk kurva huruf J terbalik (Gambar 5). Artinya proporsi jumlah
tumbuhan dari kelas diameter atau kelas tinggi yang lebih rendah lebih