ORIENTASI DAN IDENTIFIKASI HAK HAK PIHAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang
nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi,
sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan
harus
diurus
dan
dikelola,
dilindungi
dan
dimanfaatkan
secara
berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi
sekarang maupun yang akan datang.
Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan
senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan
berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan
dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,
keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggunggugat
1
Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi
Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus
segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur
dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan
hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan.
Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak
kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan.
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak selaku Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan mempunyai salah satu tugas
pokok yaitu melakukan penataan batas kawasan hutan dalam rangka
pengukuhan kawasan hutan. Namun seiring dengan semakin berkembangnya
suatu daerah tidak jarang dijumpai adanya permasalahan penggunaan kawasan
hutan baik oleh masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan daerah.
Agar permasalahan tersebut dapat diantisipasi sedini mungkin, sebelum
pelaksanaan penataan batas, perlu dilakukan suatu kegiatan yang dapat
mengidentifikasi permasalahan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar hasil
pengukuhan kawasan hutan dapat diakui oleh seluruh stakeholder baik
pemerintah, masyarakat maupun dari sektor swasta. Oleh karena itu pada tahun
anggaran 2010 BPKH Wilayah III Pontianak melaksanakan kegiatan Orientasi
Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga. Hasil kegiatan ini diharapkan
2
dapat memberikan gambaran kondisi lapangan kawasan hutan yang dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
perencanaan
kegiatan
pengukuhan kawasan hutan selanjutnya.
Pada Tahun Anggaran 2010, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
III Pontianak melaksanakan kegiatan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak
ketiga, dimana salah satu lokasi kegiatan adalah Kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu di Kecamatan Jawai dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
1.2. Tujuan Praktek Lapang
Maksud dari kegiatan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga di
dalam kawasan hutan adalah pengumpulan data dan informasi untuk
mengetahui keberadaan kepemilikan hak – hak pihak ketiga di dalam dan
sekitar kawasan hutan yang akan dilaksanakan penataan batas selanjutnya.
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh data yang akurat,
cermat dan mutakhir secara dini mengenai penggunaan kawasan hutan di dalam
dan sekitar kawasan hutan sebagai dasar pertimbangan perencanaan
pelaksanaan kegiatan penataan batas selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kawasan Hutan
2.2. Pengukuhan Kawasan Hutan
Pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri untuk
memberikan kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas
kawasan
hutan.
Berdasarkan
hasil
inventarisasi
hutan,
Menteri
menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana
tata ruang wilayah. (Anonimous, 2004)
Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui tahapan proses penunjukan kawasan hutan, penataan batas
kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan
(Anonimous, 1999).
2.3. Analisis Geospasial
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi berbasis
komputer yang mampu mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi dan
menampilkan data spasial dalam konteks kelembagaan dengan tujuan sebagai
sistem pendukung pengambil keputusan (Kraak, 2003).
4
Salah satu kemampuan atau fungsi dari Sistem Informasi Geografis
adalah melakukan analisis geospasial. Analisis geospasial adalah suatu proses
analisis yang menggunakan sekumpulan teknik terhadap informasi geografis
yang digunakan untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari perspektif
keruangan, untuk mengembangkan, menguji model-model dan menyajikan
kembali datanya sedemikian rupa. (Prahasta, 2009).
Lebih lanjut Prahasta, 2009 menyatakan fungsi analisis spasial antara
lain terdiri dari : klasifikasi, jaringan, overlay, buffering, analisis 3 dimensi,
digital image processing, dan lain-lain.
Adapun tahapan proses analisis geospasial menurut Kraak, 2003 terdiri
dari penentuan tujuan analisis dan kondisi yang terkait, persiapan data untuk
analisis spasial, pelaksanaan analisis spasial, pelaksanaan analisis statistik,
penilaian dan interpretasi hasil, perbaikan analisis, penampilan hasil.
2.4. Survei Penentuan Posisi dengan GPS
Survei GPS secara umum dapat didefinisikan sebagai proses penentuan
koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui
maupun belum diketahui koordinatnya (Abidin, dkk, 2002).
Selain itu, Abidin, 2002 menyatakan ketelitian posisi yang didapat dari
suatu survei GPS secara umum akan bergantung empat faktor yaitu : ketelitian
data yang digunakan, geometri pengamatan, strategi pengamatan yang
digunakan, dan strategi pengolahan data yang diterapkan.
5
Metode pengamatan yang umum dalam survei penentuan posisi dengan
GPS adalah metode survei statik, metode surbei statik singkat, metode stop and
go, dan metode pseudo-kinematik. (Abidin, dkk, 2002).
Lebih lanjut, Abidin dkk, 2002 menyatakan pada dasarnya lokasi titik
GPS dipilih sesuai dengan kebutuhan serta tujuan penggunaan dari titik GPS itu
sendiri.
Disamping itu secara umum lokasi untuk titik GPS sebaiknya
memenuhi persayaratan sebagai berikut :
-
Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah diatas elevasi
15º.
-
Jauh dari obyek-obyek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS.
-
Kondisi dan struktur tanahnya stabil.
-
Titik-titik harus dapat diikatkan ke minimal satu titik yang telah diketahui
koordinatnya, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta
penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian titik-titik
dalam jaringan.
6
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI
3.1. Letak dan Luas Areal
Secara geografis Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terletak
diantara 109 00’ - 109 05’ Bujur Timur dan 01 20’ - 01 35’ Lintang Utara.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi
kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu termasuk dalam wilayah Desa
Sarang Burung Usrat, Sarang Burung Kolam, Sui Nilam, Sarang Burung
Danau, Kecamatan Jawai dan Desa Simpang Empat, Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan berdasarkan pengelolaan hutan, merupakan tanggungjawab
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sambas, Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Barat.
3.2. Topografi
Berdasarkan Peta Kelas Kelerengan (topografi) Kabupaten Sambas
skala 1 : 250.000 dan Peta Topografi skala 1 : 50.000 keadaan topografi
kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu seluruhnya adalah datar (0%)
7
dengan ketinggian tempat berkisar antara 0 meter – 5 meter di atas permukaan
laut (dpl).
3.3. Geologi dan Tanah
Menurut Peta Geologi Provinsi Kalimantan Barat skala 1 : 500.000
yang bersumber dari Peta Geologi Indonesia skala 1 : 2.000.000 dari Direktorat
Geologi Bandung tahun 1965, formasi geologi pada Hutan Lindung Tanjung
Baharu pada umumnya kwarter, sekis Habhur dan intrusi plutonik asam.
Menurut Peta Tanah
Provinsi Kalimantan Barat skala 1 : 500.000 yang
bersumber dari Peta Tanah Eksplorasi Kalimantan Barat skala 1 : 1.000.000 dari
Lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan Bogor tahun 1964, pada Hutan
Lindung Tanjung Baharu tanahnya terdiri dari jenis tanah alluvial dengan bahan
induk alluvial fisiografi dataran.
3.4. Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, Kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu termasuk tipe iklim A. Data curah hujan dan hari hujan di
Kabupaten Sambas Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1.
Curah Hujan dan Hari Hujan per bulan di Kabupaten
Sambas pada Tahun 2008
Curah Hujan
No
Hari Hujan
Bulan
(mm3)
1. Januari
326
16
2. Pebruari
177
12
3. Maret
134
12
4. April
252
13
5. Mei
217
12
6. Juni
196
13
7. Juli
149
10
8. Agustus
144
11
9. September
144
10
10. Oktober
242
15
11. November
324
19
12. Desember
330
18
2.635
161
Jumlah
Sumber : Kabupaten Sambas Dalam Angka Tahun 2009
9
Keterangan
3.5. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi kecamatan, kawasan
Hutan Tanjung Baharu masuk ke dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Jawai
dan Tengaran. Namun mengingat Kecamatan Tengaran merupakan wilayah
kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Jawai dan Sekura, sehingga
belum tersedia data statistik khusus untuk Kecamatan Tengaran. Dengan
demikian data kondisi sosial ekonomi yang disajikan merupakan data
Kecamatan Jawai.
3.5.1. Penduduk
Berdasarkan data statistik Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun
2009, jumlah penduduk di Kecamatan Jawai telah mencapai 38.878 jiwa
yang tersebar di 11 (sebelas) Desa. Dengan luas wilayah yang mencapai
194,50 Km2, kepadatan penduduk Kecamatan Jawai sebesar 200
jiwa/Km2.
Kepadatan penduduk pada masing – masing desa di Kecamatan
Jawai dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini.
10
Tabel 2. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan
Jawai, Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
Kepadatan
No
Luas
Penduduk
( Km²)
(Jiwa)
Kecamatan
Penduduk Per
.
Km²
1
Sarang Burung Danau
48,20
4.467
93
2.
Sungai Nilam
18,05
1.830
101
3.
Sarang Burung Kolam
25,25
4.161
165
4.
Sarang Burung Usrat
14,35
3.388
236
5.
Sarang Burung Kuala
10,85
2.396
221
6.
Pelimpaan
25,00
4.762
190
7.
Parit Setia
10,80
3.040
281
8.
Bakau
10,00
3.163
316
9.
Sungai Nyirih
10,75
2.824
263
12,75
6.361
499
11. Dungun Laut
8,50
2.486
292
Jumlah
194,50
38.878
200
10. Sentebang
Sumber : Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun 2009
11
Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan Hutan
Lindung Tanjung Baharu adalah penduduk Desa Sarang Burung
Danau, Sarang Burung Kolam, Sungai Nilam, serta Sarang Burung
Usrat. Penduduk yang berada di kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu sebagian besar adalah suku Melayu, dan sebagian kecil suku
Tionghoa, Jawa, Bugis dan lain-lain.
Bahasa yang digunakan sehari-hari sebagai bahasa penghubung
adalah bahasa Melayu dan Indonesia. Agama yang dianut penduduk
adalah agama Islam, Budha, Kristen Protestan, Kristen Katolik.
Fasilitas peribadatan berupa masjid, gereja sudah cukup memadai, hal
ini dapat dilihat dengan tersedianya fasilitas peribadatan sesuai dengan
agama yang dianut oleh masyarakat setempat.
3.5.2.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok penduduk di lokasi kegiatan pada
umumnya adalah petani dan nelayan serta sebagian kecil adalah
bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, karyawan
pada perusahaan perkebunan, petambak tradisional, Pegawai Negeri
Sipil / ABRI.
Pola pertanian masyarakat adalah menetap dengan cara
sawah/pertanian lahan basah. Adapun jenis perkebunan rakyat adalah
12
karet, kakao, kelapa, jeruk, kacang kedelai dan beberapa jenis tanaman
budidaya pertanian/perkebunan lainnya, adapun teknik pengelolaan
lahan telah dilakukan secara intensif.
3.5.3.
Pendidikan
Fasilitas pendidikan di wilayah Kecamatan Jawai, secara
umum cukup memadai, dengan fasilitas pendidikan yang tersedia dari
tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA). Sedangkan untuk melanjutkan pada jenjang perguruan
tinggi harus melanjutkan ke Sambas, Singkawang atau Pontianak.
Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan fasilitas pendidikan
yang ada di Kecamatan Jawai dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini :
13
Tabel 3.
Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Jawai,
Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
Tingkat Pendidikan
No
Desa
Ket.
TK
SD
SLTP
SLTA
1
Sarang Burung Danau
-
3
1
-
2.
Sungai Nilam
-
1
-
-
3.
Sarang Burung Kolam
-
3
1
-
4.
Sarang Burung Usrat
-
2
1
1
5.
Sarang Burung Kuala
1
2
1
-
6.
Pelimpaan
-
3
-
-
7.
Parit Setia
-
3
-
-
8.
Bakau
-
3
1
-
9.
Sungai Nyirih
-
2
1
1
10. Sentebang
2
5
1
1
11. Dungun Laut
-
1
2
1
3
28
9
4
Jumlah
Sumber : Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun 2009
14
3.5.4.
Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Jawai masih
kurang memadai, hal tersebut dapat dilihat dari sebaran fasilitas
kesehatan dan tenaga medis yang ada belum menyebar secara merata
pada setiap desa, terutama PUSKESMAS dan PUSTU. Untuk
memaksimalkan jangkauan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat,
perlu di penambahan fasilitas kesehatan dan tenaga medis pada setiap
desa.
Fasilitas kesehatan dan tenaga medis pada masing – masing
desa yang ada di Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas dapat dilihat
pada Tabel 4. di bawah ini.
15
Tabel 4.
Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Jawai,
Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
Jenis Fasilitas Kesehatan
No
1
Desa
Ket.
Puskesmas
Polindes
Pustu
Pusling
-
1
1
-
-
1
-
-
-
1
-
-
-
1
-
-
1
1
-
1
Sarang Burung
Danau
2.
Sungai Nilam
3.
Sarang Burung
Kolam
4.
Sarang Burung
Usrat
5.
Sarang Burung
Kuala
6.
Pelimpaan
-
1
-
-
7.
Parit Setia
-
1
-
-
8.
Bakau
-
1
-
-
9.
Sungai Nyirih
-
1
1
-
10.
Sentebang
11.
Dungun Laut
16
Jumlah
1
9
3
Sumber : Kecamatan Selakau Dalam Angka Tahun 2008
17
1
3.6. Aksesibilitas
Lokasi kegiatan Orientasi lapangan dan identifikasi hak-hak pihak ketiga
dapat dicapai dengan menempuh perjalanan sebagai berikut :
-
Dari Pontianak ke Sambas melalui darat menggunakan kendaraan roda
empat ditempuh selama ± 5 jam.
-
Dari Sambas ke Jawai melalui darat, menggunakan kendaraan roda empat
ditempuh selama ± 2 jam. Pada saat tiba di Tebas menggunakan ferry
penyeberangan yang ditempuh selama 20 menit.
-
Dari Jawai ke Desa Sarang Burung Danau melalui jalan darat menggunakan
kendaraan roda 4 yang ditempuh selama ± 1 Jam.
-
Dari Desa Sarang Burung Danau ke lokasi kegiatan dapat ditempuh
menggunakan jalan darat menggunakan kendaraan roda 2 dan melalui laut
menggunakan perahu motor.
18
IV. PELAKSANAAN
4.1. Tempat dan Waktu Praktek Lapang
Kegiatan Praktek lapangan yang dilaksanakan adalah Orientasi dan
Identifikasi Hak – Hak Pihak Ketiga di Dalam Kawasan Hutan. Kegiatan
tersebut merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak.
Adapun tempat kegiatan dimaksud berlokasi di Hutan Lindung Tanjung
Baharu, Kecamatan Jawai dan Tangaran, Kabupaten Sambas, Provinsi
Kalimantan Barat.
Kegiatan Praktek Lapangan dilaksanakan selama ± satu bulan, yaitu
dimulai pada tanggal 5 Mei 2010 sampai dengan 3 Juni 2010.
4.2. Alat dan Obyek Praktek Lapang
Peralatan yang digunakan pada kegiatan ini adalah Peta Kerja, Instruksi
Kerja GPS handheld, kompas, Blanko Daftar Isian, kamera, alat tulis, dan lain
– lain.
Sedangkan obyek Praktek Lapang adalah lokasi kegiatan orientasi dan
identifikasi, yaitu kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu.
19
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan kegiatan Orientasi dan Identifikasi hak-hak pihak ketiga
dibagi dalam tiga tahapan kegiatan, yaitu pengumpulan data sekunder, Orientasi
Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga, serta pengolahan data.
4.3.1. Persiapan Rencana Kegiatan
Setelah penentuan lokasi
/ kawasan hutan
yang
akan
dilaksanakan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga, selanjutnya
dilakukan penyusunan Instruksi Kerja, kelengkapan administrasi (SPT,
SPPD, Surat Pemberitahuan, dll).
-
Sebagai dasar pelaksanaan di lapangan, dibuat
4.3.2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan sebagai kegiatan
pendahuluan sebelum melakukan pengumpulan data/informasi di
lapangan.
Adapun kegiatan ini meliputi
overlay data peta dan
pembuatan peta kerja.
Overlay peta merupakan kegiatan penggabungan data – data
yang masih bersifat spasial menjadi satu kesatuan sehingga dapat
20
dilakukan analisis awal lokasi yang akan di orientasi dan di identifikasi
yang dituangkan menjadi peta kerja. Peta kerja sebagai acuan bagi
pelaksana lapangan dibuat dengan beberapa berdasarkan :
-
Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Skala
1 : 250.000
-
Peta Topografi skala 1 : 50.000 dan Skala 1 : 250.000
-
Peta Tematik yang terdiri dari Peta Geologi skala 1 : 250.000, Peta
Tanah Skala 1 : 250.000, Peta Iklim 1 : 250.000, Peta Penutupan
Lahan skala 1 : 250.000 dan Peta Administrasi skala 1 : 250.000
-
Peta Dasar Tematik Kehutanan skala 1 : 50.000 dan 1 :
250.000Adapun data-data tersebut meliputi data penutupan lahan
serta peta administrasi.
Pelaksanaan overlay antara citra landsat dan peta - peta tematik
sesuai dengan keperluan, dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
lapangan secara umum, sesuai dengan data yang tertuang ke dalam
citra landsat dan peta - peta tematik. Citra landsat serta peta - peta
tematik yang digunakan harus merupakan keluaran terbaru yang
tersedia, sehingga data / informasi yang didapat bersifat akurat dan
dinamis. Hasil overlay tersebut dituangkan menjadi sebuah peta kerja,
dimana peta tersebut digunakan sebagai dasar kegiatan di lapangan
oleh pelaksana.
21
Apabila analisis awal telah dilakukan, maka hasil tersebut
dituangkan menjadi peta kerja Orientasi Lapangan dan Identifikasi
hak-hak pihak ketiga lokasi dimaksud, sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan pengamatan.
Adapun peta kerja tersebut dapat dibuat baik
secara digital maupun manual, dengan skala yang ditentukan sesuai
dengan luasan kawasan yang akan di tata batas.
4.3.3. Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga.
Kegiatan Orientasi lapangan dan Identifikasi hak-hak pihak
ketiga merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengumpulan data
sekunder yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengkonfirmasi dan validasi data / informasi yang
telah diperoleh.
Adapun kegiatan ini meliputi pelaksanaan orientasi secara
langsung untuk mengetahui keadaan lokasi.
Pengumpulan data
lapangan ini, dapat disajikan secara deskriptif dengan dilengkapi fotofoto lokasi dimaksud.
22
Pelaksanaan orientasi lapangan dilaksanakan sebagai upaya
untuk mengetahui kondisi hutan/vegetasinya (apakah masih primer,
sekunder atau telah terbuka), keadaan topografi, fauna serta bentang
alam spesifik, melakukan identifikasi permasalahan yang menyangkut
kepemilikan hak-hak pihak ketiga ( berupa perkebunan, perladangan,
tambak, pemukiman dan lainnya) sosial ekonomi, budaya, kelembagaan,
dan lingkungan.
Untuk menjamin akurasi data, pada saat pengambilan data (titik),
agar perlu mengambil posisi titik ikatan berupa titik jatikon maupun titik
markan. Pengambilan posisi titik ikatan dilaksanakan pada beberapa titik
sesuai dengan keadaan lapangan.
4.3.4. Pengolahan Data
Data
yang
diperoleh
di
lapangan
kemudian
dilakukan
perbandingan dengan hasil overlay peta sebelumnya dengan data yang
didapat di lapangan. Hasil overlay tersebut dituangkan menjadi sebuah
peta hasil, dimana peta tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan peta
inventarisasi trayek batas yang akan dibahas bersama Panitia Tata Batas.
23
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pelaksanaan
Hasil pelaksanaan kegiatan orientasi lapangan dan identifikasi hak – hak
pihak ketiga pada kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari data
primer berupa titik koordinat pengamatan, hasil uji petik lapangan serta data
sosial budaya dan ekonomi masyarakat.
Selain
itu
dilakukan
pengamatan
visual
untuk
melakukan
pengelompokan/klasifikasi jenis penutupan lahan, tipe perkampungan, jenis
bangunan rumah, fasilitas jalan, tipe tambak, dan lain-lain.
Untuk melengkapi data koordinat dan penutupan lahan, dilakukan pula
wawancara singkat dengan pihak masyarakat dan pengumpulan data-data
penunjang lainnya.
Wawancara singkat dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai sejarah desa/pemukiman, aktivitas masyarakat terhadap
penggunaan lahan, bukti kepemilikan tanah, serta tingkat pendapat dan
partisipasi masyarakat terhadap rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu, serta data sosial budaya dan ekonomi masyarakat lainnya.
24
Titik koordinat pengamatan dilakukan pada beberapa muara sungai yang
berada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu. Adapun beberapa
sungai dimaksud adalah sungai Kiu Empat, S. Kiu Tiga, S. Kiu Dua, S. Kiu
Satu, S. Sarang Burung, S. Nilam, S. Sarang Burung Kolam, S. Pampang, S.
Sarang Burung Kuala. Selain itu pengambilan titik koordinat dilaksanakan pada
beberapa sarana prasarana seperti menara pembangkit listrik tenaga air, pintu
air, tambak, saluran tambak, perkampungan, jembatan, jalan aspal, jalan semen
dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5. berikut ini.
25
Tabel 5.
Data Titik Koordinat Pengamatan Lapangan pada
Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, Kabupaten Sambas, Provinsi
Kalimantan Barat.
No
Koor dinat UTM
Tit ik Pengamat an
Ket erangan
X
Y
1
Akhir Jl n Semen
284999
155410
2
Aspal
283408
162667
3
Bt s
282748
158701
4
Bt s Budidaya
283198
153514
5
Bt s Hut an
282164
163427
6
Bt s Tambak
282493
155214
7
Camp Tambak
282496
158417
8
Gar is Kampung
281724
162050
9
Jmbt n 2
282034
161902
10
Jmbt n 3
282374
162093
11
Jl n 3
283113
164361
12
Jl n No.2
283048
163645
13
Jmbt n 4
285597
165943
14
Kades SB Kual a
286732
153988
15
Kades Usrat
286223
155147
16
Kbn Kel apa
283835
155248
17
Kel apa
283377
155387
18
Kmpg Nelayan
282038
161902
19
Laj ur
282353
163473
20
Muar a S. Nilam
281812
157826
21
Muar a S. Pampang
281953
155013
22
Muar a 2
282003
163408
23
Muar a 3
282141
164076
24
Pndok
282620
158591
25
Pnngr 2
281752
162132
26
Pnngr Pant ai
281781
162257
283023
163690
27
Air
28
Rmh Kades Kolam
286367
156908
29
Rmh1
283407
158862
30
Sal ur an
282568
164266
31
Sal ur an1
282894
158756
32
Simp3
284464
159026
33
Smpg1
285314
163250
34
Smpg Kual a
285890
153789
35
Sudut Uj ung
283417
165261
36
37
Tmbak Pampang
Tower Angin
283276
281945
155373
161933
26
Vegetasi yang ditemukan adalah pohon-pohon penyusun vegetasi
mangrove (Bakau, Api-Api, Cemara Laut, Nyirih), kebun kelapa, kebun
campuran (buah-buahan), tanaman palawija, serta semak belukar. Kondisi
vegetasi yang ada bervariatif, dari tingkat semai hingga tingkat tiang. Kondisi
vegetasi kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu yang ada di wilayah Desa
Sarang Burung Kolam dan Desa Sungai Nilam, relatif baik dan mengalami
penambahan luas bidang dasar vegetasi. Sedangkan vegetasi yang ada di Desa
Simpang Empat, Sarang Burung Danau serta Sarang Burung Usrat mengalami
pengurangan luasan, karena dialihfungsikan menjadi tambak tradisional dan
tambak intensif.
Selain vegetasi, penutupan lahan pada Kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu terdiri dari perkampungan yaitu Dusun Kuala Baru, tambak, serta sarana
jalan.
Sarana dan prasarana yang ada antara lain bangunan rumah penduduk
yang bersifat permanen dan semi permanen, bangunan peribadahan berupa
masjid dan musholla, fasilitas jalan berupa jalan aspal, jalan semen, jalan tanah
serta jalan setapak, bangunan pintu air, saluran kanal pembuangan dan
pemasukan air laut untuk keperluan tambak. Selain itu ditemukan pula menara
pembangkit listrik tenaga angin yang berada di dusun Kuala Baru. Kondisi
perkampungan ini mengalami perkembangan baik dari sisi kualitas maupun
27
kuantitas.
Berdasarkan informasi dari pihak aparat desa, jumlah Kepala
Keluarga (KK) di Dusun Kuala Baru sebanyak 60 KK (data tahun 2008).
Tambak yang ada di lokasi dikelompokkan ke dalam tambak intensif
dan tambak tradisional. Untuk tambak tradisional yang diusahakan masyarakat,
pada umumnya masih berjalan hingga saat ini, sedangkan tambak intensif
mengalami kevakuman.
Berdasarkan informasi yang didapat dari pemuka
masyarakat dan masyarakat umum, pada pertengahan tahun 2010 akan
dilakukan perbaikan dan pengaktifan kembali tambak intensif tersebut dengan
dukungan dana dan teknologi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (provinsi dan
kabupaten) serta Dinas Pekerjaan Umum.
Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan oleh pelaksana dengan
pihak aparat desa dan masyarakat umum, tidak ada bukti kepemilikan tanah
berupa sertifikat dan Surat Keterangan Tanah (SKT) serta dokumen perijinan
atas kegiatan tambak yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu yang dikeluarkan oleh aparat setempat. Permasalahan ini harus
ditelusuri secara seksama dan melakukan klarifikasi data dengan pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Sambas.
Aktivitas kegiatan budidaya tanaman kelapa yang dilakukan oleh
masyarakat di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, telah dilakukan
sejak jaman Belanda. Hal itu dapat kita lihat dengan siklus regenerasi tanaman
kelapa yang telah memasuki siklus ketiga. Selain budidaya tanaman kelapa,
28
masyarakat mengusahakan pula tanaman buah-buahan dengan sistem
agroforestry.
Dari hasil wawancara, pelaksana mendapatkan gambaran awal pendapat
masyarakat mengenai rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu. Pendapat masyarakat mengenai perencanaan penataan batas tersebut
terbagi dalam tiga kelompok, yaitu yang setuju, yang kurang setuju dan tidak
mempunyai pendapat.
Untuk kelompok yang setuju dengan pelaksanaan penataan batas,
dilandasi dengan alasan bahwa keberadaan Tanjung Baharu memberikan
manfaat secara langsung terhadap mata pencaharian, perlindungan dari air asin /
abrasi serta pemanfaatan tradisional untuk keperluan kayu bakar, cerucuk.
Manfaat terhadap mata pencaharian terkait dengan keberadaan jenis-jenis
kerang, dimana apabila habitat kerang tersebut tidak mengalami gangguan dan
perubahan, maka jumlah kerang-kerang tersebut akan mengalami peningkatan
yang bagus.
Untuk kelompok yang kurang / tidak setuju, mereka berasumsi bahwa
dengan perubahan bentang lahan menjadi tambak, maka akan meningkatkan
perekonomian masyarakat yang ada di sekitar kegiatan tambak. Namun
pendapat ini tidak diungkapkan secara langsung kepada pihak pelaksana.
Sedangkan untuk kelompok yang tidak mempunyai pendapat, pada
umumnya disebabkan ketidaktahuan mereka mengenai manfaat yang akan
29
diperoleh, apabila kelak Tanjung Baharu ditunjuk dan ditetapkan fungsinya
sebagai kawasan Hutan Lindung.
5.2. Pembahasan
Titik koordinat pengamatan menggunakan GPS dilakukan pada
beberapa muara sungai, sarana prasarana seperti menara pembangkit listrik
tenaga air, pintu air, tambak, saluran tambak, perkampungan, jembatan, jalan
aspal, jalan semen dan lain-lain. Dari hasil pengamatan tersebut diketahui
adanya perbedaan antara peta rencana trayek batas dengan kondisi faktual di
lapangan. Perbedaan tersebut seperti perubahan bentuk garis pantai, perubahan
bentuk alur dan lebar sungai, serta kondisi penutupan lahan. Perubahan tersebut
disebabkan adanya fenomena alam yang terjadi di areal Tanjung Baharu.
Perubahan bentuk garis pantai disebabkan adanya pengaruh gerak semu
matahari dan pengaruh tiupan angin laut. Pengaruh tiupan angin terutama angin
musim barat dan angin musim timur menyebabkan adanya perubahan
penumpukan pasir yang menyebabkan perluasan daratan pada sisi selatan dan
utara pantai dari kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu.
Sedangkan perubahan bentuk alur dan lebar sungai yang ada di dalam
kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu disebabkan oleh aktivitas manusia
yang melakukan pengerukan dengan tujuan untuk kepentingan kegiatan
30
pengairan lahan budidaya pertanian/perkebunan masyarakat, menahan pasang
surut air laut serta memudahkan aksesibilitas menuju kelaut sehingga dapat
dilalui oleh kapal-kapal ikan nelayan yang berukuran besar.
Vegetasi sebagai penyusun utama penutupan lahan di kawasan Hutan
Lindung Tanjung Baharu, mengalami perubahan dan penambahan luas
berbanding lurus dengan aktivitas pembukaan/perubahan lahan yang dilakukan
oleh masyarakat. Pada daerah-daerah yang tidak dibangun tambak, kondisi
penutupan lahan mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas. Namun pada
daerah yang melakukan pembukaan lahan untuk tambak, kondisi vegetasi
mengalami penyusutan yang drastis, selain itu luas daratan pada daerah tersebut
mengalami pengurangan lebih dari 50 meter.
Khusus masyarakat di desa Sarang Burung Kolam dan Sungai Nilam,
memiliki kegiatan pemanfaatan tradisional terhadap keberadaan vegetasi.
Kondisi vegetasi yang baik merupakan habitat yang ideal bagi perkembangan
dan tempat tinggal kerang. Hal tersebut menunjang kegiatan mencari kerang
oleh masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian mereka. Selain itu mereka
juga memanfaatkan pohon-pohon yang telah mati sebagai kayu bakar serta
pohon tingkat pancang sebagai cerucuk. Dari sisi ekologi, hal ini memberikan
dampak positif bagi vegetasi karena adanya rumpang-rumpang yang berfungsi
memberikan ruang tumbuh serta sinar matahari yang cukup bagi anakan tingkat
semai untuk berkembang.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
31
masyarakat, pemanfaatan ini dilakukan untuk keperluan pribadi mereka,
sehingga tidak termasuk kegiatan yang bersifat ekonomis.
Posisi pemukiman Dusun Kuala Baru berada tepat di pinggir muara
Sungai Kui Satu pada Laut Cina Selatan. Hal ini menyebabkan hilangnya
vegetasi penyusun penutupan lahan akibat aktivitas masyarakat untuk bangunan
rumah, sarana dan prasarana, dan lain-lainnya.
Kondisi bangunan rumah
penduduk yang pada umumnya bersifat permanen, menyebabkan lokasi
pemukiman
tersebut
tidak
memungkinkan
untuk
dilakukan
relokasi
(resettlement). Selain itu pantai yang berada di dekat Dusun Kuala Baru, telah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lokasi wisata pantai.
Hal tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas masyarakat yang memberikan tekanan
terhadap kondisi penutupan lahan dan bentuk bentang alam.
Aktivitas pembangunan tambak telah dilakukan oleh masyarakat sejak 7
(tujuh) tahun yang lalu. Namun sempat mengalami kevakuman pada saat krisis
moneter tahun 2008. Posisi tambak yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu memiliki jarak yang bervariatif dari garis pantai, yaitu antara
20 Meter – 200 Meter. Untuk tambak yang berjarak 20 meter dari garis pantai,
berpotensi menyebabkan sisa vegetasi yang ada akan terkikis dari sisi laut dan
sisi daratan. Sedangkan untuk tambak yang berjarak diatas 100 meter dari
pinggir pantai, berpotensi untuk mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas,
karena terpenuhinya bentang minimal dari daratan sebagai tempat tumbuh
vegetasi melakukan daur pertumbuhan.
32
Rencana pemerintah kabupaten untuk mengaktifkan kembali tambaktambak intensif yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu,
perlu dilakukan pengkajian kembali secara komprehensif.
Pembangunan
tambak di sepanjang pantai Tanjung Baharu hendaknya kaji dari sisi ekologis,
sosial budaya serta ekonomis. Apabila mengacu pada Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000
tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi
Kalimantan Barat seluas 9.178.760 Hektar, maka kawasan Tanjung Baharu
memiliki fungsi Hutan Lindung, dengan demikian tidak boleh dilakukan
perubahan bentang alam. Selain itu perlu juga dipertimbangkan Keppres No. 32
Tahun 1990 mengenai Kawasan Lindung, dimana daerah pinggir pantai
merupakan salah satu kawasan lindung yang tidak boleh dialihfungsikan untuk
kegiatan yang berorientasi ekonomis murni. Namun demikian perlu dilakukan
koordinasi dan konsolidasi dalam rangka mengakomodir kepentingan lintas
sektoral dengan tujuan untuk kemakmuran masyarakat secara berkelanjutan.
Terkait dengan pendapat dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap
rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu yang terbagi
dalam 3 kelompok pendapat, hendaknya dilakukan penelusuran dan pendalaman
lebih lanjut. Keinginan kelompok masyarakat yang setuju dengan penetapan
fungsi Tanjung Baharu sebagai kawasan Hutan Lindung, agar dapat
diselaraskan dengan keinginan sebagian masyarakat yang menginginkan
pengembangan budidaya tambak di kawasan dimaksud.
33
Pada dasarnya, budidaya tambak merupakan suatu pengetahuan terapan
yang didapatkan oleh masyarakat setempat dari masyarakat pendatang yang
memahami teknologi budidaya tambak. Hal tersebut bertolak belakang dengan
kearifan lokal masyarakat mengenai pemanfaatan dan pengelolaan daerah
sempadan pantai dalam aktivitas sehari – hari mereka.
Masyarakat yang masih menerapkan kearifan lokal dalam pemanfaatan
dan pengelolaan kawasan sempadan pantai, merasakan manfaat dari kawasan
dimaksud baik dari sisi ekologis, sosial budaya dan ekonomis yang
berkelanjutan. Sedangkan masyarakat yang menerapkan budidaya tambak lebih
menekankan pada perkembangan pemahaman mengenai teknologi dan sisi
ekonomisnya.
34
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Secara geografis Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terletak
diantara 109 00’ - 109 05’ Bujur Timur dan 01 20’ - 01 35’ Lintang Utara.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi kawasan
Hutan Lindung Tanjung Baharu termasuk dalam wilayah Desa Sarang Burung
Usrat, Sarang Burung Kolam, Sui Nilam, Sarang Burung Danau, Kecamatan
Jawai dan Desa Simpang Empat, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan berdasarkan pengelolaan hutan,
merupakan tanggungjawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Sambas, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.
Penutupan lahan kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari
vegetasi berupa Bakau, Api-Api, Nyirih, Cemara Laut, kebun kelapa,
perkebunan campuran, tambak, pemukiman penduduk serta sarana dan
prasarana jalan, dan lain-lain.
Adanya rencana dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas
yang akan menjadikan daerah Jawai sebagai minapolitan, sebagai grand design
pengembangan tambak. Tambak yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung
35
Tanjung Baharu diperkirakan seluas ± 500 hektar yang terdiri dari tambak
intensif dan tambak tradisional.
Berdasarkan pemanfaatan tambak terbagi
menjadi tambak produktif dan non produktif. Posisi tambak dari garis pantai
bervariasi dari jarak 20 meter – 200 meter.
Pemanfaatan masyarakat terhadap kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu adalah untuk pengumpulan kerang, budidaya pertanian / perkebunan
(kelapa, campuran, palawija, dan lain-lain), pemukiman, budidaya perikanan
(tambak), sarana prasarana (jalan, pintu air), kayu baker dan cerucuk untuk
keperluan pribadi serta obyek wisata alam.
Terkait dengan rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu, pendapat masyarakat terbagi ke dalam kelompok yang setuju dan
kurang setuju serta tanpa pendapat.
Pada areal yang tidak dimanfaatkan sebagai areal tambak, pemukiman,
serta budidaya pertanian dan perkebunan, terjadi peningkatan kualitas dan
kuantitas dari vegetasi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan areal yang
dimanfaatkan terjadi penurunan kualitas lingkungan, pengurangan kualitas dan
kuantitas vegetasi serta intrupsi air laut ke daratan.
Secara ekologis, pada beberapa tempat (spot) kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu layak untuk dijadikan sebagai kawasan hutan lindung. Hal
tersebut disadari oleh kelompok masyarakat yang jenis mata pencaharian
mereka mengumpulkan kerang.
36
6.2. Saran
Untuk menjamin proses suksesi dari vegetasi secara maksimal, perlu
dikondisikan kualitas tempat tumbuh dan iklim yang baik. Hal tersebut dapat
tercapai dengan menetapkan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan
Tanjung Baharu dengan mengedepankan aspek ekologis.
Perlunya koordinasi dan konsolidasi terkait rencana pemanfaatan dan
pengelolaan kawasan hutan Tanjung Baharu oleh seluruh pihak terkait,
berdasarkan peraturan yang berlaku dan menjamin aspek ekologis, sosial
budaya serta ekonomis yang berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan Hutan
Tanjung Baharu lebih ditekankan dengan sistem pemanfaatan yang tidak
merubah bentang alam secara signifikan. Sehingga fungsi utama sebagai
kawasan lindung sempadan pantai dapat terjamin secara berkelanjutan.
Pemanfaatan masyarakat terhadap kawasan Hutan Tanjung Baharu perlu
dilakukan bimbingan dan pengawasan oleh pihak pengelola, dengan
mengedepankan kearifan lokal yang telah dijalankan oleh masyarakat sejak
dulu. Sosialisasi mengenai manfaat kawasan lindung sempadan pantai serta
transfer pengetahuan dan teknologi yang bersifat ramah lingkungan perlu
dilakukan secara terus menerus agar masyarakat memahami fungsi kawasan
lindung, mendapatkan manfaat yang bersifat ekonomis yang diharapkan akan
timbul rasa memiliki terhadap keberadaan kawasan hutan Tanjung Baharu.
37
Terhadap adanya perbedaan persepsi dan dukungan masyarakat terhadap
rencana penataan batas daerah Tanjung Baharu sebagai kawasan Hutan
Lindung, perlu dilakukan sosialisasi, pendalaman pemahaman dan keinginan
masyarakat serta kronologis kondisi faktual daerah Tanjung Baharu baik dari
sisi pemanfaatan maupun fungsinya. Dengan demikian, keinginan kelompok
masyarakat yang menginginkan ditetapkan sebagai kawasan lindung dan
keinginan kelompok masyarakat untuk memanfaatkan secara luas (tambak, dan
lain-lain) dapat berjalan seiring.
Dengan mempertimbangkan kelayakan aspek ekologis daerah Tanjung
Baharu pada beberapa tempat untuk dijadikan sebagai kawasan hutan lindung,
perlu kiranya dilakukan penataan batas berdasarkan kondisi penutupan lahan
(vegetasi), perkiraan perkembangan dampak/tekanan aktivitas masyarakat serta
tingkat dukungan masyarakat terhadap rencana tersebut.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z, dkk, 2002, Survei dengan GPS, Paradnya Paramita, Jakarta.
Anonimous, 1999, Undang-Undang Nomor 41 Tentang Kehutanan, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Anonimous, 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tentang Perencanaan Hutan,
Departemen Kehutanan, Jakarta
Anonimous, 2010, Petunjuk Teknis Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak – Hak
Pihak Ketiga, BPKH Wilayah III Pontianak, Pontianak.
Bintarto R, dkk, 1991, Metode Analisa Geografi, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Iskandar, Johan, 2009, Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan,
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Jan Kraak, Menno, dkk, 2007, Kartografi, Visualisasi Data Geospasial, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Prahasta, Eddy, 2009, Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep Dasar Perspektif
Geodesi dan Geomatika, Penerbit Informatika, Bandung.
Soenarmo, Sri Hartati, 2009, Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian, Penerbit ITB, Bandung.
39
40
41
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang
nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi,
sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan
harus
diurus
dan
dikelola,
dilindungi
dan
dimanfaatkan
secara
berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi
sekarang maupun yang akan datang.
Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan
senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan
berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan
dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,
keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggunggugat
1
Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi
Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus
segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur
dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan
hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan.
Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak
kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan.
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak selaku Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan mempunyai salah satu tugas
pokok yaitu melakukan penataan batas kawasan hutan dalam rangka
pengukuhan kawasan hutan. Namun seiring dengan semakin berkembangnya
suatu daerah tidak jarang dijumpai adanya permasalahan penggunaan kawasan
hutan baik oleh masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan daerah.
Agar permasalahan tersebut dapat diantisipasi sedini mungkin, sebelum
pelaksanaan penataan batas, perlu dilakukan suatu kegiatan yang dapat
mengidentifikasi permasalahan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar hasil
pengukuhan kawasan hutan dapat diakui oleh seluruh stakeholder baik
pemerintah, masyarakat maupun dari sektor swasta. Oleh karena itu pada tahun
anggaran 2010 BPKH Wilayah III Pontianak melaksanakan kegiatan Orientasi
Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga. Hasil kegiatan ini diharapkan
2
dapat memberikan gambaran kondisi lapangan kawasan hutan yang dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
perencanaan
kegiatan
pengukuhan kawasan hutan selanjutnya.
Pada Tahun Anggaran 2010, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
III Pontianak melaksanakan kegiatan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak
ketiga, dimana salah satu lokasi kegiatan adalah Kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu di Kecamatan Jawai dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
1.2. Tujuan Praktek Lapang
Maksud dari kegiatan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga di
dalam kawasan hutan adalah pengumpulan data dan informasi untuk
mengetahui keberadaan kepemilikan hak – hak pihak ketiga di dalam dan
sekitar kawasan hutan yang akan dilaksanakan penataan batas selanjutnya.
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh data yang akurat,
cermat dan mutakhir secara dini mengenai penggunaan kawasan hutan di dalam
dan sekitar kawasan hutan sebagai dasar pertimbangan perencanaan
pelaksanaan kegiatan penataan batas selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kawasan Hutan
2.2. Pengukuhan Kawasan Hutan
Pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri untuk
memberikan kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas
kawasan
hutan.
Berdasarkan
hasil
inventarisasi
hutan,
Menteri
menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana
tata ruang wilayah. (Anonimous, 2004)
Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui tahapan proses penunjukan kawasan hutan, penataan batas
kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan
(Anonimous, 1999).
2.3. Analisis Geospasial
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi berbasis
komputer yang mampu mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi dan
menampilkan data spasial dalam konteks kelembagaan dengan tujuan sebagai
sistem pendukung pengambil keputusan (Kraak, 2003).
4
Salah satu kemampuan atau fungsi dari Sistem Informasi Geografis
adalah melakukan analisis geospasial. Analisis geospasial adalah suatu proses
analisis yang menggunakan sekumpulan teknik terhadap informasi geografis
yang digunakan untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari perspektif
keruangan, untuk mengembangkan, menguji model-model dan menyajikan
kembali datanya sedemikian rupa. (Prahasta, 2009).
Lebih lanjut Prahasta, 2009 menyatakan fungsi analisis spasial antara
lain terdiri dari : klasifikasi, jaringan, overlay, buffering, analisis 3 dimensi,
digital image processing, dan lain-lain.
Adapun tahapan proses analisis geospasial menurut Kraak, 2003 terdiri
dari penentuan tujuan analisis dan kondisi yang terkait, persiapan data untuk
analisis spasial, pelaksanaan analisis spasial, pelaksanaan analisis statistik,
penilaian dan interpretasi hasil, perbaikan analisis, penampilan hasil.
2.4. Survei Penentuan Posisi dengan GPS
Survei GPS secara umum dapat didefinisikan sebagai proses penentuan
koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui
maupun belum diketahui koordinatnya (Abidin, dkk, 2002).
Selain itu, Abidin, 2002 menyatakan ketelitian posisi yang didapat dari
suatu survei GPS secara umum akan bergantung empat faktor yaitu : ketelitian
data yang digunakan, geometri pengamatan, strategi pengamatan yang
digunakan, dan strategi pengolahan data yang diterapkan.
5
Metode pengamatan yang umum dalam survei penentuan posisi dengan
GPS adalah metode survei statik, metode surbei statik singkat, metode stop and
go, dan metode pseudo-kinematik. (Abidin, dkk, 2002).
Lebih lanjut, Abidin dkk, 2002 menyatakan pada dasarnya lokasi titik
GPS dipilih sesuai dengan kebutuhan serta tujuan penggunaan dari titik GPS itu
sendiri.
Disamping itu secara umum lokasi untuk titik GPS sebaiknya
memenuhi persayaratan sebagai berikut :
-
Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah diatas elevasi
15º.
-
Jauh dari obyek-obyek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS.
-
Kondisi dan struktur tanahnya stabil.
-
Titik-titik harus dapat diikatkan ke minimal satu titik yang telah diketahui
koordinatnya, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta
penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian titik-titik
dalam jaringan.
6
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI
3.1. Letak dan Luas Areal
Secara geografis Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terletak
diantara 109 00’ - 109 05’ Bujur Timur dan 01 20’ - 01 35’ Lintang Utara.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi
kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu termasuk dalam wilayah Desa
Sarang Burung Usrat, Sarang Burung Kolam, Sui Nilam, Sarang Burung
Danau, Kecamatan Jawai dan Desa Simpang Empat, Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan berdasarkan pengelolaan hutan, merupakan tanggungjawab
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sambas, Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Barat.
3.2. Topografi
Berdasarkan Peta Kelas Kelerengan (topografi) Kabupaten Sambas
skala 1 : 250.000 dan Peta Topografi skala 1 : 50.000 keadaan topografi
kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu seluruhnya adalah datar (0%)
7
dengan ketinggian tempat berkisar antara 0 meter – 5 meter di atas permukaan
laut (dpl).
3.3. Geologi dan Tanah
Menurut Peta Geologi Provinsi Kalimantan Barat skala 1 : 500.000
yang bersumber dari Peta Geologi Indonesia skala 1 : 2.000.000 dari Direktorat
Geologi Bandung tahun 1965, formasi geologi pada Hutan Lindung Tanjung
Baharu pada umumnya kwarter, sekis Habhur dan intrusi plutonik asam.
Menurut Peta Tanah
Provinsi Kalimantan Barat skala 1 : 500.000 yang
bersumber dari Peta Tanah Eksplorasi Kalimantan Barat skala 1 : 1.000.000 dari
Lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan Bogor tahun 1964, pada Hutan
Lindung Tanjung Baharu tanahnya terdiri dari jenis tanah alluvial dengan bahan
induk alluvial fisiografi dataran.
3.4. Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, Kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu termasuk tipe iklim A. Data curah hujan dan hari hujan di
Kabupaten Sambas Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1.
Curah Hujan dan Hari Hujan per bulan di Kabupaten
Sambas pada Tahun 2008
Curah Hujan
No
Hari Hujan
Bulan
(mm3)
1. Januari
326
16
2. Pebruari
177
12
3. Maret
134
12
4. April
252
13
5. Mei
217
12
6. Juni
196
13
7. Juli
149
10
8. Agustus
144
11
9. September
144
10
10. Oktober
242
15
11. November
324
19
12. Desember
330
18
2.635
161
Jumlah
Sumber : Kabupaten Sambas Dalam Angka Tahun 2009
9
Keterangan
3.5. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi kecamatan, kawasan
Hutan Tanjung Baharu masuk ke dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Jawai
dan Tengaran. Namun mengingat Kecamatan Tengaran merupakan wilayah
kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Jawai dan Sekura, sehingga
belum tersedia data statistik khusus untuk Kecamatan Tengaran. Dengan
demikian data kondisi sosial ekonomi yang disajikan merupakan data
Kecamatan Jawai.
3.5.1. Penduduk
Berdasarkan data statistik Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun
2009, jumlah penduduk di Kecamatan Jawai telah mencapai 38.878 jiwa
yang tersebar di 11 (sebelas) Desa. Dengan luas wilayah yang mencapai
194,50 Km2, kepadatan penduduk Kecamatan Jawai sebesar 200
jiwa/Km2.
Kepadatan penduduk pada masing – masing desa di Kecamatan
Jawai dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini.
10
Tabel 2. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan
Jawai, Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
Kepadatan
No
Luas
Penduduk
( Km²)
(Jiwa)
Kecamatan
Penduduk Per
.
Km²
1
Sarang Burung Danau
48,20
4.467
93
2.
Sungai Nilam
18,05
1.830
101
3.
Sarang Burung Kolam
25,25
4.161
165
4.
Sarang Burung Usrat
14,35
3.388
236
5.
Sarang Burung Kuala
10,85
2.396
221
6.
Pelimpaan
25,00
4.762
190
7.
Parit Setia
10,80
3.040
281
8.
Bakau
10,00
3.163
316
9.
Sungai Nyirih
10,75
2.824
263
12,75
6.361
499
11. Dungun Laut
8,50
2.486
292
Jumlah
194,50
38.878
200
10. Sentebang
Sumber : Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun 2009
11
Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan Hutan
Lindung Tanjung Baharu adalah penduduk Desa Sarang Burung
Danau, Sarang Burung Kolam, Sungai Nilam, serta Sarang Burung
Usrat. Penduduk yang berada di kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu sebagian besar adalah suku Melayu, dan sebagian kecil suku
Tionghoa, Jawa, Bugis dan lain-lain.
Bahasa yang digunakan sehari-hari sebagai bahasa penghubung
adalah bahasa Melayu dan Indonesia. Agama yang dianut penduduk
adalah agama Islam, Budha, Kristen Protestan, Kristen Katolik.
Fasilitas peribadatan berupa masjid, gereja sudah cukup memadai, hal
ini dapat dilihat dengan tersedianya fasilitas peribadatan sesuai dengan
agama yang dianut oleh masyarakat setempat.
3.5.2.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok penduduk di lokasi kegiatan pada
umumnya adalah petani dan nelayan serta sebagian kecil adalah
bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, karyawan
pada perusahaan perkebunan, petambak tradisional, Pegawai Negeri
Sipil / ABRI.
Pola pertanian masyarakat adalah menetap dengan cara
sawah/pertanian lahan basah. Adapun jenis perkebunan rakyat adalah
12
karet, kakao, kelapa, jeruk, kacang kedelai dan beberapa jenis tanaman
budidaya pertanian/perkebunan lainnya, adapun teknik pengelolaan
lahan telah dilakukan secara intensif.
3.5.3.
Pendidikan
Fasilitas pendidikan di wilayah Kecamatan Jawai, secara
umum cukup memadai, dengan fasilitas pendidikan yang tersedia dari
tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA). Sedangkan untuk melanjutkan pada jenjang perguruan
tinggi harus melanjutkan ke Sambas, Singkawang atau Pontianak.
Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan fasilitas pendidikan
yang ada di Kecamatan Jawai dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini :
13
Tabel 3.
Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Jawai,
Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
Tingkat Pendidikan
No
Desa
Ket.
TK
SD
SLTP
SLTA
1
Sarang Burung Danau
-
3
1
-
2.
Sungai Nilam
-
1
-
-
3.
Sarang Burung Kolam
-
3
1
-
4.
Sarang Burung Usrat
-
2
1
1
5.
Sarang Burung Kuala
1
2
1
-
6.
Pelimpaan
-
3
-
-
7.
Parit Setia
-
3
-
-
8.
Bakau
-
3
1
-
9.
Sungai Nyirih
-
2
1
1
10. Sentebang
2
5
1
1
11. Dungun Laut
-
1
2
1
3
28
9
4
Jumlah
Sumber : Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun 2009
14
3.5.4.
Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Jawai masih
kurang memadai, hal tersebut dapat dilihat dari sebaran fasilitas
kesehatan dan tenaga medis yang ada belum menyebar secara merata
pada setiap desa, terutama PUSKESMAS dan PUSTU. Untuk
memaksimalkan jangkauan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat,
perlu di penambahan fasilitas kesehatan dan tenaga medis pada setiap
desa.
Fasilitas kesehatan dan tenaga medis pada masing – masing
desa yang ada di Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas dapat dilihat
pada Tabel 4. di bawah ini.
15
Tabel 4.
Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Jawai,
Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
Jenis Fasilitas Kesehatan
No
1
Desa
Ket.
Puskesmas
Polindes
Pustu
Pusling
-
1
1
-
-
1
-
-
-
1
-
-
-
1
-
-
1
1
-
1
Sarang Burung
Danau
2.
Sungai Nilam
3.
Sarang Burung
Kolam
4.
Sarang Burung
Usrat
5.
Sarang Burung
Kuala
6.
Pelimpaan
-
1
-
-
7.
Parit Setia
-
1
-
-
8.
Bakau
-
1
-
-
9.
Sungai Nyirih
-
1
1
-
10.
Sentebang
11.
Dungun Laut
16
Jumlah
1
9
3
Sumber : Kecamatan Selakau Dalam Angka Tahun 2008
17
1
3.6. Aksesibilitas
Lokasi kegiatan Orientasi lapangan dan identifikasi hak-hak pihak ketiga
dapat dicapai dengan menempuh perjalanan sebagai berikut :
-
Dari Pontianak ke Sambas melalui darat menggunakan kendaraan roda
empat ditempuh selama ± 5 jam.
-
Dari Sambas ke Jawai melalui darat, menggunakan kendaraan roda empat
ditempuh selama ± 2 jam. Pada saat tiba di Tebas menggunakan ferry
penyeberangan yang ditempuh selama 20 menit.
-
Dari Jawai ke Desa Sarang Burung Danau melalui jalan darat menggunakan
kendaraan roda 4 yang ditempuh selama ± 1 Jam.
-
Dari Desa Sarang Burung Danau ke lokasi kegiatan dapat ditempuh
menggunakan jalan darat menggunakan kendaraan roda 2 dan melalui laut
menggunakan perahu motor.
18
IV. PELAKSANAAN
4.1. Tempat dan Waktu Praktek Lapang
Kegiatan Praktek lapangan yang dilaksanakan adalah Orientasi dan
Identifikasi Hak – Hak Pihak Ketiga di Dalam Kawasan Hutan. Kegiatan
tersebut merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak.
Adapun tempat kegiatan dimaksud berlokasi di Hutan Lindung Tanjung
Baharu, Kecamatan Jawai dan Tangaran, Kabupaten Sambas, Provinsi
Kalimantan Barat.
Kegiatan Praktek Lapangan dilaksanakan selama ± satu bulan, yaitu
dimulai pada tanggal 5 Mei 2010 sampai dengan 3 Juni 2010.
4.2. Alat dan Obyek Praktek Lapang
Peralatan yang digunakan pada kegiatan ini adalah Peta Kerja, Instruksi
Kerja GPS handheld, kompas, Blanko Daftar Isian, kamera, alat tulis, dan lain
– lain.
Sedangkan obyek Praktek Lapang adalah lokasi kegiatan orientasi dan
identifikasi, yaitu kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu.
19
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan kegiatan Orientasi dan Identifikasi hak-hak pihak ketiga
dibagi dalam tiga tahapan kegiatan, yaitu pengumpulan data sekunder, Orientasi
Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga, serta pengolahan data.
4.3.1. Persiapan Rencana Kegiatan
Setelah penentuan lokasi
/ kawasan hutan
yang
akan
dilaksanakan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga, selanjutnya
dilakukan penyusunan Instruksi Kerja, kelengkapan administrasi (SPT,
SPPD, Surat Pemberitahuan, dll).
-
Sebagai dasar pelaksanaan di lapangan, dibuat
4.3.2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan sebagai kegiatan
pendahuluan sebelum melakukan pengumpulan data/informasi di
lapangan.
Adapun kegiatan ini meliputi
overlay data peta dan
pembuatan peta kerja.
Overlay peta merupakan kegiatan penggabungan data – data
yang masih bersifat spasial menjadi satu kesatuan sehingga dapat
20
dilakukan analisis awal lokasi yang akan di orientasi dan di identifikasi
yang dituangkan menjadi peta kerja. Peta kerja sebagai acuan bagi
pelaksana lapangan dibuat dengan beberapa berdasarkan :
-
Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Skala
1 : 250.000
-
Peta Topografi skala 1 : 50.000 dan Skala 1 : 250.000
-
Peta Tematik yang terdiri dari Peta Geologi skala 1 : 250.000, Peta
Tanah Skala 1 : 250.000, Peta Iklim 1 : 250.000, Peta Penutupan
Lahan skala 1 : 250.000 dan Peta Administrasi skala 1 : 250.000
-
Peta Dasar Tematik Kehutanan skala 1 : 50.000 dan 1 :
250.000Adapun data-data tersebut meliputi data penutupan lahan
serta peta administrasi.
Pelaksanaan overlay antara citra landsat dan peta - peta tematik
sesuai dengan keperluan, dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
lapangan secara umum, sesuai dengan data yang tertuang ke dalam
citra landsat dan peta - peta tematik. Citra landsat serta peta - peta
tematik yang digunakan harus merupakan keluaran terbaru yang
tersedia, sehingga data / informasi yang didapat bersifat akurat dan
dinamis. Hasil overlay tersebut dituangkan menjadi sebuah peta kerja,
dimana peta tersebut digunakan sebagai dasar kegiatan di lapangan
oleh pelaksana.
21
Apabila analisis awal telah dilakukan, maka hasil tersebut
dituangkan menjadi peta kerja Orientasi Lapangan dan Identifikasi
hak-hak pihak ketiga lokasi dimaksud, sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan pengamatan.
Adapun peta kerja tersebut dapat dibuat baik
secara digital maupun manual, dengan skala yang ditentukan sesuai
dengan luasan kawasan yang akan di tata batas.
4.3.3. Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga.
Kegiatan Orientasi lapangan dan Identifikasi hak-hak pihak
ketiga merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengumpulan data
sekunder yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengkonfirmasi dan validasi data / informasi yang
telah diperoleh.
Adapun kegiatan ini meliputi pelaksanaan orientasi secara
langsung untuk mengetahui keadaan lokasi.
Pengumpulan data
lapangan ini, dapat disajikan secara deskriptif dengan dilengkapi fotofoto lokasi dimaksud.
22
Pelaksanaan orientasi lapangan dilaksanakan sebagai upaya
untuk mengetahui kondisi hutan/vegetasinya (apakah masih primer,
sekunder atau telah terbuka), keadaan topografi, fauna serta bentang
alam spesifik, melakukan identifikasi permasalahan yang menyangkut
kepemilikan hak-hak pihak ketiga ( berupa perkebunan, perladangan,
tambak, pemukiman dan lainnya) sosial ekonomi, budaya, kelembagaan,
dan lingkungan.
Untuk menjamin akurasi data, pada saat pengambilan data (titik),
agar perlu mengambil posisi titik ikatan berupa titik jatikon maupun titik
markan. Pengambilan posisi titik ikatan dilaksanakan pada beberapa titik
sesuai dengan keadaan lapangan.
4.3.4. Pengolahan Data
Data
yang
diperoleh
di
lapangan
kemudian
dilakukan
perbandingan dengan hasil overlay peta sebelumnya dengan data yang
didapat di lapangan. Hasil overlay tersebut dituangkan menjadi sebuah
peta hasil, dimana peta tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan peta
inventarisasi trayek batas yang akan dibahas bersama Panitia Tata Batas.
23
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pelaksanaan
Hasil pelaksanaan kegiatan orientasi lapangan dan identifikasi hak – hak
pihak ketiga pada kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari data
primer berupa titik koordinat pengamatan, hasil uji petik lapangan serta data
sosial budaya dan ekonomi masyarakat.
Selain
itu
dilakukan
pengamatan
visual
untuk
melakukan
pengelompokan/klasifikasi jenis penutupan lahan, tipe perkampungan, jenis
bangunan rumah, fasilitas jalan, tipe tambak, dan lain-lain.
Untuk melengkapi data koordinat dan penutupan lahan, dilakukan pula
wawancara singkat dengan pihak masyarakat dan pengumpulan data-data
penunjang lainnya.
Wawancara singkat dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai sejarah desa/pemukiman, aktivitas masyarakat terhadap
penggunaan lahan, bukti kepemilikan tanah, serta tingkat pendapat dan
partisipasi masyarakat terhadap rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu, serta data sosial budaya dan ekonomi masyarakat lainnya.
24
Titik koordinat pengamatan dilakukan pada beberapa muara sungai yang
berada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu. Adapun beberapa
sungai dimaksud adalah sungai Kiu Empat, S. Kiu Tiga, S. Kiu Dua, S. Kiu
Satu, S. Sarang Burung, S. Nilam, S. Sarang Burung Kolam, S. Pampang, S.
Sarang Burung Kuala. Selain itu pengambilan titik koordinat dilaksanakan pada
beberapa sarana prasarana seperti menara pembangkit listrik tenaga air, pintu
air, tambak, saluran tambak, perkampungan, jembatan, jalan aspal, jalan semen
dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5. berikut ini.
25
Tabel 5.
Data Titik Koordinat Pengamatan Lapangan pada
Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, Kabupaten Sambas, Provinsi
Kalimantan Barat.
No
Koor dinat UTM
Tit ik Pengamat an
Ket erangan
X
Y
1
Akhir Jl n Semen
284999
155410
2
Aspal
283408
162667
3
Bt s
282748
158701
4
Bt s Budidaya
283198
153514
5
Bt s Hut an
282164
163427
6
Bt s Tambak
282493
155214
7
Camp Tambak
282496
158417
8
Gar is Kampung
281724
162050
9
Jmbt n 2
282034
161902
10
Jmbt n 3
282374
162093
11
Jl n 3
283113
164361
12
Jl n No.2
283048
163645
13
Jmbt n 4
285597
165943
14
Kades SB Kual a
286732
153988
15
Kades Usrat
286223
155147
16
Kbn Kel apa
283835
155248
17
Kel apa
283377
155387
18
Kmpg Nelayan
282038
161902
19
Laj ur
282353
163473
20
Muar a S. Nilam
281812
157826
21
Muar a S. Pampang
281953
155013
22
Muar a 2
282003
163408
23
Muar a 3
282141
164076
24
Pndok
282620
158591
25
Pnngr 2
281752
162132
26
Pnngr Pant ai
281781
162257
283023
163690
27
Air
28
Rmh Kades Kolam
286367
156908
29
Rmh1
283407
158862
30
Sal ur an
282568
164266
31
Sal ur an1
282894
158756
32
Simp3
284464
159026
33
Smpg1
285314
163250
34
Smpg Kual a
285890
153789
35
Sudut Uj ung
283417
165261
36
37
Tmbak Pampang
Tower Angin
283276
281945
155373
161933
26
Vegetasi yang ditemukan adalah pohon-pohon penyusun vegetasi
mangrove (Bakau, Api-Api, Cemara Laut, Nyirih), kebun kelapa, kebun
campuran (buah-buahan), tanaman palawija, serta semak belukar. Kondisi
vegetasi yang ada bervariatif, dari tingkat semai hingga tingkat tiang. Kondisi
vegetasi kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu yang ada di wilayah Desa
Sarang Burung Kolam dan Desa Sungai Nilam, relatif baik dan mengalami
penambahan luas bidang dasar vegetasi. Sedangkan vegetasi yang ada di Desa
Simpang Empat, Sarang Burung Danau serta Sarang Burung Usrat mengalami
pengurangan luasan, karena dialihfungsikan menjadi tambak tradisional dan
tambak intensif.
Selain vegetasi, penutupan lahan pada Kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu terdiri dari perkampungan yaitu Dusun Kuala Baru, tambak, serta sarana
jalan.
Sarana dan prasarana yang ada antara lain bangunan rumah penduduk
yang bersifat permanen dan semi permanen, bangunan peribadahan berupa
masjid dan musholla, fasilitas jalan berupa jalan aspal, jalan semen, jalan tanah
serta jalan setapak, bangunan pintu air, saluran kanal pembuangan dan
pemasukan air laut untuk keperluan tambak. Selain itu ditemukan pula menara
pembangkit listrik tenaga angin yang berada di dusun Kuala Baru. Kondisi
perkampungan ini mengalami perkembangan baik dari sisi kualitas maupun
27
kuantitas.
Berdasarkan informasi dari pihak aparat desa, jumlah Kepala
Keluarga (KK) di Dusun Kuala Baru sebanyak 60 KK (data tahun 2008).
Tambak yang ada di lokasi dikelompokkan ke dalam tambak intensif
dan tambak tradisional. Untuk tambak tradisional yang diusahakan masyarakat,
pada umumnya masih berjalan hingga saat ini, sedangkan tambak intensif
mengalami kevakuman.
Berdasarkan informasi yang didapat dari pemuka
masyarakat dan masyarakat umum, pada pertengahan tahun 2010 akan
dilakukan perbaikan dan pengaktifan kembali tambak intensif tersebut dengan
dukungan dana dan teknologi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (provinsi dan
kabupaten) serta Dinas Pekerjaan Umum.
Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan oleh pelaksana dengan
pihak aparat desa dan masyarakat umum, tidak ada bukti kepemilikan tanah
berupa sertifikat dan Surat Keterangan Tanah (SKT) serta dokumen perijinan
atas kegiatan tambak yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu yang dikeluarkan oleh aparat setempat. Permasalahan ini harus
ditelusuri secara seksama dan melakukan klarifikasi data dengan pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Sambas.
Aktivitas kegiatan budidaya tanaman kelapa yang dilakukan oleh
masyarakat di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, telah dilakukan
sejak jaman Belanda. Hal itu dapat kita lihat dengan siklus regenerasi tanaman
kelapa yang telah memasuki siklus ketiga. Selain budidaya tanaman kelapa,
28
masyarakat mengusahakan pula tanaman buah-buahan dengan sistem
agroforestry.
Dari hasil wawancara, pelaksana mendapatkan gambaran awal pendapat
masyarakat mengenai rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu. Pendapat masyarakat mengenai perencanaan penataan batas tersebut
terbagi dalam tiga kelompok, yaitu yang setuju, yang kurang setuju dan tidak
mempunyai pendapat.
Untuk kelompok yang setuju dengan pelaksanaan penataan batas,
dilandasi dengan alasan bahwa keberadaan Tanjung Baharu memberikan
manfaat secara langsung terhadap mata pencaharian, perlindungan dari air asin /
abrasi serta pemanfaatan tradisional untuk keperluan kayu bakar, cerucuk.
Manfaat terhadap mata pencaharian terkait dengan keberadaan jenis-jenis
kerang, dimana apabila habitat kerang tersebut tidak mengalami gangguan dan
perubahan, maka jumlah kerang-kerang tersebut akan mengalami peningkatan
yang bagus.
Untuk kelompok yang kurang / tidak setuju, mereka berasumsi bahwa
dengan perubahan bentang lahan menjadi tambak, maka akan meningkatkan
perekonomian masyarakat yang ada di sekitar kegiatan tambak. Namun
pendapat ini tidak diungkapkan secara langsung kepada pihak pelaksana.
Sedangkan untuk kelompok yang tidak mempunyai pendapat, pada
umumnya disebabkan ketidaktahuan mereka mengenai manfaat yang akan
29
diperoleh, apabila kelak Tanjung Baharu ditunjuk dan ditetapkan fungsinya
sebagai kawasan Hutan Lindung.
5.2. Pembahasan
Titik koordinat pengamatan menggunakan GPS dilakukan pada
beberapa muara sungai, sarana prasarana seperti menara pembangkit listrik
tenaga air, pintu air, tambak, saluran tambak, perkampungan, jembatan, jalan
aspal, jalan semen dan lain-lain. Dari hasil pengamatan tersebut diketahui
adanya perbedaan antara peta rencana trayek batas dengan kondisi faktual di
lapangan. Perbedaan tersebut seperti perubahan bentuk garis pantai, perubahan
bentuk alur dan lebar sungai, serta kondisi penutupan lahan. Perubahan tersebut
disebabkan adanya fenomena alam yang terjadi di areal Tanjung Baharu.
Perubahan bentuk garis pantai disebabkan adanya pengaruh gerak semu
matahari dan pengaruh tiupan angin laut. Pengaruh tiupan angin terutama angin
musim barat dan angin musim timur menyebabkan adanya perubahan
penumpukan pasir yang menyebabkan perluasan daratan pada sisi selatan dan
utara pantai dari kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu.
Sedangkan perubahan bentuk alur dan lebar sungai yang ada di dalam
kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu disebabkan oleh aktivitas manusia
yang melakukan pengerukan dengan tujuan untuk kepentingan kegiatan
30
pengairan lahan budidaya pertanian/perkebunan masyarakat, menahan pasang
surut air laut serta memudahkan aksesibilitas menuju kelaut sehingga dapat
dilalui oleh kapal-kapal ikan nelayan yang berukuran besar.
Vegetasi sebagai penyusun utama penutupan lahan di kawasan Hutan
Lindung Tanjung Baharu, mengalami perubahan dan penambahan luas
berbanding lurus dengan aktivitas pembukaan/perubahan lahan yang dilakukan
oleh masyarakat. Pada daerah-daerah yang tidak dibangun tambak, kondisi
penutupan lahan mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas. Namun pada
daerah yang melakukan pembukaan lahan untuk tambak, kondisi vegetasi
mengalami penyusutan yang drastis, selain itu luas daratan pada daerah tersebut
mengalami pengurangan lebih dari 50 meter.
Khusus masyarakat di desa Sarang Burung Kolam dan Sungai Nilam,
memiliki kegiatan pemanfaatan tradisional terhadap keberadaan vegetasi.
Kondisi vegetasi yang baik merupakan habitat yang ideal bagi perkembangan
dan tempat tinggal kerang. Hal tersebut menunjang kegiatan mencari kerang
oleh masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian mereka. Selain itu mereka
juga memanfaatkan pohon-pohon yang telah mati sebagai kayu bakar serta
pohon tingkat pancang sebagai cerucuk. Dari sisi ekologi, hal ini memberikan
dampak positif bagi vegetasi karena adanya rumpang-rumpang yang berfungsi
memberikan ruang tumbuh serta sinar matahari yang cukup bagi anakan tingkat
semai untuk berkembang.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
31
masyarakat, pemanfaatan ini dilakukan untuk keperluan pribadi mereka,
sehingga tidak termasuk kegiatan yang bersifat ekonomis.
Posisi pemukiman Dusun Kuala Baru berada tepat di pinggir muara
Sungai Kui Satu pada Laut Cina Selatan. Hal ini menyebabkan hilangnya
vegetasi penyusun penutupan lahan akibat aktivitas masyarakat untuk bangunan
rumah, sarana dan prasarana, dan lain-lainnya.
Kondisi bangunan rumah
penduduk yang pada umumnya bersifat permanen, menyebabkan lokasi
pemukiman
tersebut
tidak
memungkinkan
untuk
dilakukan
relokasi
(resettlement). Selain itu pantai yang berada di dekat Dusun Kuala Baru, telah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lokasi wisata pantai.
Hal tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas masyarakat yang memberikan tekanan
terhadap kondisi penutupan lahan dan bentuk bentang alam.
Aktivitas pembangunan tambak telah dilakukan oleh masyarakat sejak 7
(tujuh) tahun yang lalu. Namun sempat mengalami kevakuman pada saat krisis
moneter tahun 2008. Posisi tambak yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu memiliki jarak yang bervariatif dari garis pantai, yaitu antara
20 Meter – 200 Meter. Untuk tambak yang berjarak 20 meter dari garis pantai,
berpotensi menyebabkan sisa vegetasi yang ada akan terkikis dari sisi laut dan
sisi daratan. Sedangkan untuk tambak yang berjarak diatas 100 meter dari
pinggir pantai, berpotensi untuk mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas,
karena terpenuhinya bentang minimal dari daratan sebagai tempat tumbuh
vegetasi melakukan daur pertumbuhan.
32
Rencana pemerintah kabupaten untuk mengaktifkan kembali tambaktambak intensif yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu,
perlu dilakukan pengkajian kembali secara komprehensif.
Pembangunan
tambak di sepanjang pantai Tanjung Baharu hendaknya kaji dari sisi ekologis,
sosial budaya serta ekonomis. Apabila mengacu pada Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000
tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi
Kalimantan Barat seluas 9.178.760 Hektar, maka kawasan Tanjung Baharu
memiliki fungsi Hutan Lindung, dengan demikian tidak boleh dilakukan
perubahan bentang alam. Selain itu perlu juga dipertimbangkan Keppres No. 32
Tahun 1990 mengenai Kawasan Lindung, dimana daerah pinggir pantai
merupakan salah satu kawasan lindung yang tidak boleh dialihfungsikan untuk
kegiatan yang berorientasi ekonomis murni. Namun demikian perlu dilakukan
koordinasi dan konsolidasi dalam rangka mengakomodir kepentingan lintas
sektoral dengan tujuan untuk kemakmuran masyarakat secara berkelanjutan.
Terkait dengan pendapat dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap
rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu yang terbagi
dalam 3 kelompok pendapat, hendaknya dilakukan penelusuran dan pendalaman
lebih lanjut. Keinginan kelompok masyarakat yang setuju dengan penetapan
fungsi Tanjung Baharu sebagai kawasan Hutan Lindung, agar dapat
diselaraskan dengan keinginan sebagian masyarakat yang menginginkan
pengembangan budidaya tambak di kawasan dimaksud.
33
Pada dasarnya, budidaya tambak merupakan suatu pengetahuan terapan
yang didapatkan oleh masyarakat setempat dari masyarakat pendatang yang
memahami teknologi budidaya tambak. Hal tersebut bertolak belakang dengan
kearifan lokal masyarakat mengenai pemanfaatan dan pengelolaan daerah
sempadan pantai dalam aktivitas sehari – hari mereka.
Masyarakat yang masih menerapkan kearifan lokal dalam pemanfaatan
dan pengelolaan kawasan sempadan pantai, merasakan manfaat dari kawasan
dimaksud baik dari sisi ekologis, sosial budaya dan ekonomis yang
berkelanjutan. Sedangkan masyarakat yang menerapkan budidaya tambak lebih
menekankan pada perkembangan pemahaman mengenai teknologi dan sisi
ekonomisnya.
34
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Secara geografis Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terletak
diantara 109 00’ - 109 05’ Bujur Timur dan 01 20’ - 01 35’ Lintang Utara.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi kawasan
Hutan Lindung Tanjung Baharu termasuk dalam wilayah Desa Sarang Burung
Usrat, Sarang Burung Kolam, Sui Nilam, Sarang Burung Danau, Kecamatan
Jawai dan Desa Simpang Empat, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan berdasarkan pengelolaan hutan,
merupakan tanggungjawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Sambas, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.
Penutupan lahan kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari
vegetasi berupa Bakau, Api-Api, Nyirih, Cemara Laut, kebun kelapa,
perkebunan campuran, tambak, pemukiman penduduk serta sarana dan
prasarana jalan, dan lain-lain.
Adanya rencana dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas
yang akan menjadikan daerah Jawai sebagai minapolitan, sebagai grand design
pengembangan tambak. Tambak yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung
35
Tanjung Baharu diperkirakan seluas ± 500 hektar yang terdiri dari tambak
intensif dan tambak tradisional.
Berdasarkan pemanfaatan tambak terbagi
menjadi tambak produktif dan non produktif. Posisi tambak dari garis pantai
bervariasi dari jarak 20 meter – 200 meter.
Pemanfaatan masyarakat terhadap kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu adalah untuk pengumpulan kerang, budidaya pertanian / perkebunan
(kelapa, campuran, palawija, dan lain-lain), pemukiman, budidaya perikanan
(tambak), sarana prasarana (jalan, pintu air), kayu baker dan cerucuk untuk
keperluan pribadi serta obyek wisata alam.
Terkait dengan rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung
Baharu, pendapat masyarakat terbagi ke dalam kelompok yang setuju dan
kurang setuju serta tanpa pendapat.
Pada areal yang tidak dimanfaatkan sebagai areal tambak, pemukiman,
serta budidaya pertanian dan perkebunan, terjadi peningkatan kualitas dan
kuantitas dari vegetasi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan areal yang
dimanfaatkan terjadi penurunan kualitas lingkungan, pengurangan kualitas dan
kuantitas vegetasi serta intrupsi air laut ke daratan.
Secara ekologis, pada beberapa tempat (spot) kawasan Hutan Lindung
Tanjung Baharu layak untuk dijadikan sebagai kawasan hutan lindung. Hal
tersebut disadari oleh kelompok masyarakat yang jenis mata pencaharian
mereka mengumpulkan kerang.
36
6.2. Saran
Untuk menjamin proses suksesi dari vegetasi secara maksimal, perlu
dikondisikan kualitas tempat tumbuh dan iklim yang baik. Hal tersebut dapat
tercapai dengan menetapkan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan
Tanjung Baharu dengan mengedepankan aspek ekologis.
Perlunya koordinasi dan konsolidasi terkait rencana pemanfaatan dan
pengelolaan kawasan hutan Tanjung Baharu oleh seluruh pihak terkait,
berdasarkan peraturan yang berlaku dan menjamin aspek ekologis, sosial
budaya serta ekonomis yang berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan Hutan
Tanjung Baharu lebih ditekankan dengan sistem pemanfaatan yang tidak
merubah bentang alam secara signifikan. Sehingga fungsi utama sebagai
kawasan lindung sempadan pantai dapat terjamin secara berkelanjutan.
Pemanfaatan masyarakat terhadap kawasan Hutan Tanjung Baharu perlu
dilakukan bimbingan dan pengawasan oleh pihak pengelola, dengan
mengedepankan kearifan lokal yang telah dijalankan oleh masyarakat sejak
dulu. Sosialisasi mengenai manfaat kawasan lindung sempadan pantai serta
transfer pengetahuan dan teknologi yang bersifat ramah lingkungan perlu
dilakukan secara terus menerus agar masyarakat memahami fungsi kawasan
lindung, mendapatkan manfaat yang bersifat ekonomis yang diharapkan akan
timbul rasa memiliki terhadap keberadaan kawasan hutan Tanjung Baharu.
37
Terhadap adanya perbedaan persepsi dan dukungan masyarakat terhadap
rencana penataan batas daerah Tanjung Baharu sebagai kawasan Hutan
Lindung, perlu dilakukan sosialisasi, pendalaman pemahaman dan keinginan
masyarakat serta kronologis kondisi faktual daerah Tanjung Baharu baik dari
sisi pemanfaatan maupun fungsinya. Dengan demikian, keinginan kelompok
masyarakat yang menginginkan ditetapkan sebagai kawasan lindung dan
keinginan kelompok masyarakat untuk memanfaatkan secara luas (tambak, dan
lain-lain) dapat berjalan seiring.
Dengan mempertimbangkan kelayakan aspek ekologis daerah Tanjung
Baharu pada beberapa tempat untuk dijadikan sebagai kawasan hutan lindung,
perlu kiranya dilakukan penataan batas berdasarkan kondisi penutupan lahan
(vegetasi), perkiraan perkembangan dampak/tekanan aktivitas masyarakat serta
tingkat dukungan masyarakat terhadap rencana tersebut.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z, dkk, 2002, Survei dengan GPS, Paradnya Paramita, Jakarta.
Anonimous, 1999, Undang-Undang Nomor 41 Tentang Kehutanan, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Anonimous, 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tentang Perencanaan Hutan,
Departemen Kehutanan, Jakarta
Anonimous, 2010, Petunjuk Teknis Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak – Hak
Pihak Ketiga, BPKH Wilayah III Pontianak, Pontianak.
Bintarto R, dkk, 1991, Metode Analisa Geografi, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Iskandar, Johan, 2009, Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan,
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Jan Kraak, Menno, dkk, 2007, Kartografi, Visualisasi Data Geospasial, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Prahasta, Eddy, 2009, Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep Dasar Perspektif
Geodesi dan Geomatika, Penerbit Informatika, Bandung.
Soenarmo, Sri Hartati, 2009, Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian, Penerbit ITB, Bandung.
39
40
41