Membangun Kesadaran Berkonstitusi Melalui GLS (Implementasi Hak Azasi Manusia)
MEMBANGUN KESADARAN BERKONSTITUSI MELALUI
GERAKAN LITERASI SEKOLAH
(Implementasi Hak Azasi Manusia)
NASKAH KARYA TULIS BEST PRACTICE
BAGI GURU PPKn DIKDAS TINGKAT KABUPATEN BEKASI
TAHUN 2017
Oleh
ANRIAN NURUL FURQON, S.Pd,M.M.
NIP. 198201202005011004
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BEKASI
SEKOLAH DASAR NEGERI HEGARMANAH 01
UPTD PAUD/SD KECAMATAN CIKARANG UTARA
2017
0
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain menyebutkan,
bahwa salah satu tujuan membentuk pemerintahan negara Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh. UUD 1945, khususnya
pasal 28c (hasil amandemen) menyebutkan, bahwa salah satu hak asasi manusia
adalah hak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas
hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, serta pasal 31 tentang pendidikan.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, khususnya pasal 4 ayat (5) menyebutkan bahwa pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan
merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011
International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48
negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara
itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia
berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493),
sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada
peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013).
Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan
PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa
kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah. Rendahnya keterampilan
tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan
kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan
yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan bahwa sekolah
belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan semua
warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Kompetensi
literasi
dasar
(menyimak-berbicara,
membaca-menulis,
berhitung memperhitungkan, dan mengamati-menggambar) sudah selayaknya
1
ditanamkan sejak pendidikan dasar, lalu dilanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi agar peserta didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengakses
informasi dan pengetahuan. Selain itu, peserta didik mampu membedakan
informasi yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Hal itu karena literasi
mengarahkan seseorang pada kemampuan memahami pesan yang diwujudkan
dalam berbagai bentuk teks (lisan, tulis, visual).
Di SD Negeri Hegarmanah 01 memang masih terdapat kesenjangan tiap
siswa dalam memperoleh buku bacaan non teks pelajaran, namun untuk
mengantisipasi hal tersebut perlu upaya memberikan kegiatan positif. Sebagai
guru PPKn saya terinspirasi untuk melakukan Gerakan Literasi Sekolah sebagai
salah satu strategi untuk membangun kesadaran berkonstitusi, serta memberikan
alternatif kegiatan positif. Upaya ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan hak
asasi manusia.
B. Ruang Lingkup atau Pembatasan Masalah
1. Bagaimana memanfaatkan Gerakan Literasi sekolah untuk menanamkan
kesadaran berkonstitusi ?
2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat Gerakan Literasi dalam
upaya menanamkan kesadaran berkonstitusi ?
3. Bagaimana dampak adanya Gerakan Literasi bagi warga sekolah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan:
1. Mendeskripsikan dan menginformasikan upaya memanfaatkan Gerakan
Literasi Sekolah untuk menanamkan kesadaran berkonstitusi.
2. Mendeskripsikan dan menginformasikan faktor pendukung dan penghambat
Gerakan Literasi dalam upaya menanamkan kesadaran berkonstitusi.
3. Mendeskripsikan
dan
menginformasikan
peningkatan
kesadaran
berkonstitusi melalui gerakan menulis lewat Gerakan Literasi sekolah.
Manfaat:
1. Bagi siswa, menumbuhkankembangkan budaya literasi di sekolah.
2
2. Bagi guru, dapat membangun kesadaran konstitusi tentang hak asasi melalui
gerakan literasi.
3. Bagi sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar
literat.
3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bahasa Inggris), constitutie (Bahasa
Belanda), constituer (Bahasa Perancis), yang berarti membentuk, menyusun,
menyatakan. Dalam konsep dasar konstitusi, pengertian konstitusi:
1. Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti
membentuk.
2. Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume”
berarti bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri
atau mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.
3. Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang
lebih luas dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan
dari peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
4. Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan
sebutan DUSTUS yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan
kerja sama antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara.
5. Menurut pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu
kerangka masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui
hokum. Dengan kata lain konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsipprinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan
hubungan diantara keduanya.
Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian,
yaitu:
Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti
keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya
hukum pada umumnya, hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis
atau tidak tertulis atau dapat pula campuran dari dua unsur tersebut. sebagai
4
hukum dasar yang tertulis atau Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang
tidak tertulis/Konvensi.
Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam
dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan
dasar negara. Contohnya adalah UUD 1945.
Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya
dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya, berarti dasar susunan suatu
badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem
ketatanegaraan
suatu
negara,
yaitu
berupa
kumpulan
peraturan
untuk
membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut
ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak
tertulis berupa konvensi.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah
aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang memuat garisgaris besar dan asas-asas kenegaraan. Di Indonesia aturan-aturan tersebut
terwujud dalam UUD 1945.
B. Sifat-Sifat Konstitusi
Konstitusi juga memiliki sifat dalam pelaksanaanya pada setiap negara. Sifat
konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggara
kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang. Demikian hak-hak warga negara
akan dilindungi. Sifat-sifat konstitusi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Membatasi kekuasaan si penguasa dan menjamin hak warga negara.
2. Merupakan
pencerminan
keadaan
masyarakat
dan
negara
yang
bersangkutan.
3. Memberi petunjuk dan arah kemana negara akan dibawa.
4. Dasar dan sumber hukum bagi peraturan perundangan di bawahnya.
C. Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi
Bentuk untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi bagi warga negara
Indonesia yang meliputi:
1. Kesadaran
dan
kesediaan
untuk
mempertahankan
dan
mengisi
kemerdekaan Indonesia sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan
5
perilaku sehari-hari antara lain: belajar/bekerja keras untuk menjadi
manusia Indonesia yang berkualitas, siap membela negara sesuai
kapasitas dan kualitas pribadi masing-masing, dan rela berkorban untuk
Indonesia.
2. Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa
sebagai rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: selalu bersyukur, tidak arogan, dan selalu berdoa
kepada Allah Yang Maha Kuasa.
3. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
4. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
perlindungan negara.
5. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
pencerdasan kehidupan bangsa
6. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial dengan perwujudan perilaku seharihari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan
publik hubungan luar negeri Indonesia.
7. Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menjalankan ibadah ritual dan ibadah sosial menurut keyakinan agamanya
masing-masing dalam konteks toleransi antar umat beragama.
8. Kemauan untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan
bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap tidak
primordialistik, berjiwa kemitraan pluralistik, dan bekerja sama secara
profesional.
6
9. Kemauan untuk bersama-sama membangun jiwa kemanusiaan yang adil
dan beradab dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menghormati orang lain seperti menghormati diri sendiri, memperlakukan
orang lain secara proporsional, dan bersikap empatik pada orang lain
10. Kesediaan
untuk
mewujudkan
komitmen
terhadap
keadilan
dan
kesejahteraan dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: tidak
bersikap mau menang sendiri, tidak bersikap rakus dan korup, dan biasa
berderma.
11. Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang bersifat final dengan perwujudan perilaku seharihari antara lain: tidak bersikap kesukuan, tidak bersikap kedaerahan, dan
tidak berjiwa federalistik.
12. Kesadaran untuk menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan Negara dalam kerangka kabinet presidensil dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang yang
memegang jabatan Presiden dan Wakil Presiden, menghormati simbolsimbol kepresidenan, dan menghormati mantan Presiden/Wakil Presiden
secara proporsional dan elegan.
13. Kepekaan dan ketanggapan terhadap pembentukan Kementerian yang
diatur undang-undang dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan Presiden dalam
penyusunan Kabinet.
14. Kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan Pemilu yang langsung,
bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: menjadi pemilih resmi yang cerdas, menjadi konstituen
Calon/pasangan calon/ Partai Politik yang cerdas dan menjadi pelaksana
Pemilu yang profesional.
15. Kesadaran akan kesejajaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah
dengan perwujudan perilaku sehari- kontrol dan saling imbang (check and
balance),
cerdas
dalam
bersikap
terhadap
DPR/DPRD
dan
Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan kritis terhadap DPR/DPRD dan
Pemerintah/Pemerintah Daerah.
7
16. Kesadaran untuk mendukung pelaksanakan otonomi daerah pada tingkat
kabupaten/kota dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menghormati Pemerintah Daerah, menjalankan Peraturan Daerah yang
relevan, dan berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan daerah.
17. Kepekaan dan ketanggapan terhadap akuntabilitas publik keuangan negara
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis,
dan adaptif terhadap kebijakan publik pengelolaan keuangan negara.
18. Kesadaran dan kemauan untuk menjaga wilayah negara dengan konsep
wawasan nusantara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
memahami
dengan
baik
konsep
wawasan
nusantara,
memelihara
lingkungan alam dengan baik, dan mengelola kekayaan alam sesuai
peraturan perundang-undangan.
19. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka
dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan perwujudan perilaku
sehari-hariantara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap
kebijakan publik dalam bidang peradilan.
20. Kesadaran dan kemauan untuk turut serta melakukan perlindungan
dan pemajuan hak azasi manusia (politik, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, dan agama) dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: memahami hak dan kewajiban warga negara dan hak azasi manusia
secara utuh, bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
yang terkait langsung/tak langsung dengan berbagai dimensi hak azasi
manusia.
21. Kesadaran dan kesediaan untuk menghormati Sang Merah Putih sebagai
Bendera Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menyimpan Sang Merah Putih pada tempat yang tepat dan baik, memberi
hormat pada saat Sang Merah Putih sedang dinaikkan/diturunkan, dan
tidak merusak Sang Merah Putih dengan alasan apapun.
22. Kesadaran akan peran dan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara secara baik dan benar dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: menguasai Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan
berpartisipasi dalam memperkaya dan mengembangkan Bahasa Indonesia.
8
23. Kesediaan untuk menghormati Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Lambang Negara dengan perwujudan
perilaku sehari-hari.
24. Kesadaran akan makna dan kemampuan menyanyikan lagu Indonesia
Raya sebagai Lagu Kebangsaan dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: mampu menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar dan
baik, dan tidak memplesetkan kata-kata/nada dari Lagu Indonesia Raya
untuk tujuan apapun.
D. Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memperkuat gerakan penumbuhan budi
pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan
tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu
belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca
peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat
dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa
kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan
peserta didik.
1. Pengertian Literasi
Pengertian
Literasi
Sekolah
dalam
konteks
GLS
adalah
kemampuan
mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui
berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau
berbicara.
2. Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruhuntuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik
3. Target Pencapaian Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
GLS di SD menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem
pendidikan yang literat adalah lingkungan yang:
a. menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga menumbuhkan semangat
warganya dalam belajar;
9
b. semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;
c. menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d. memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi
kepada lingkungan sosialnya; dan
e. mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal
SD.
4. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu pembiasaan,
pengembangan
dan
pembelajaran.
Masing-masing
tahapan
dapat
dideskripsikan sebagaimana uraian berikut.
a. Tahap Pembiasaan
1) Tujuan
Menumbuhkan rasa cinta membaca di kalangan siswa.
2) Prinsip
Tidak ada tagihan
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam pelajaran;
b) Pembuatan jurnal membaca siswa;
c) Penyiapan sarana literasi (penyediaan area baca, buku bacaan dan
akses internet);
d) Menciptakan lingkungan sosial dan afektif yang nyaman untuk
membaca;
e) Pembimbingan e-literasi secara bertanggung jawab; dan
f) Memperkenalkan etika perilaku dan hukum dalam menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada program dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Tersedia jurnal membaca;
c) Tersedia area baca di sekolah (perpustakaan, sudut buku kelas dan
tempat-tempat lain untuk membaca); dan
d) Pembimbingan penggunaan internet
10
b. Tahap Pengembangan
1) Tujuan
Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi
secara digital dan nondigital.
2) Prinsip
Ada tagihan non-akademik
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam pelajaran;
b) Pembuatan respons bacaan: graphic organizers, peta cerita, penilaian
non-akademik;
c) Pembuatan bahan kaya teks oleh siswa;
d) Pembimbingan penggunaan komputer dan internet untuk kegiatan
literasi; dan
e) Pengenalan penggunaan berbagai bahan referensi cetak dan digital
untuk mencari informasi;
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada perogram dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Tersedia berbagai bentuk hasil tagihan non-akademik;
c) Tersedia bahan kaya teks yang dikoleksi dan dipajang;
d) Dilaksanakannya pembimbingan penggunaan komputer dan internet;
dan
e) Pembimbingan penggunaan bahan-bahan literasi digital.
c. Tahap Pembelajaran
1) Tujuan
Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan
menggunakan bahan-bahan pengayaan, baik secara digital maupun
nondigital.
2) Prinsip
Ada tagihan akademik di seluruh mata pembelajaran
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam pelajaran;
b) Pemanfaatan berbagai strategi literasi dalam pembelajaran;
11
c) Pengembangan kemampuan e-literasi dalam pembelajaran bagi guru
dan siswa;
d) Penilaian akademik;
e) Pengembangan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik; dan
f)
Memilih cara dan jenis e-literasi yang tepat untuk proses
pembelajaran, produksi pengetahuan, dan menyebarkannya di
kalangan warga sekolah.
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada program dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Penyusunan dan pelaksanaan strategi literasi dalam pembelajaran;
c) Tersedia area baca di sekolah (perpustakaan, sudut buku kelas dan
tempat-tempat lain untuk membaca); dan
d) Pembimbingan penggunaan internet;
12
BAB III IMPLEMENTASI MEMBANGUN KESADARAN BERKONSTITUSI
MELALUI GERAKAN LITERASI SEKOLAH (IMPLEMENTASI HAK ASASI
MANUSIA)
A. Memanfaatkan Gerakan Literasi Sekolah Untuk Menanamkan Kesadaran
Berkonstitusi
1. Tahap Pembiasaan
a. Seluruh kelas, tiap siswa embaca 15 menit sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai, buku yang dibaca adalah buku non teks pelajaran
(seperti buku cerita, kisah, tokoh, sejarah, dan lain-lain);
b. Buku yang dibaca adalah buku yang diminati siswa;
c. Guru terlibat dalam membaca 15 menit
Tahap Membaca
1. Persiapan yang perlu
dilakukan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kegiatan
Memahami tujuan membacakan nyaring,
yaitu
menumbuhkan
minat
baca,
memeragakan
cara
membaca,
dan
menjadikan peserta didik lancar membaca.
Mengetahui tingkat kemampuan berpikir
dan membaca peserta didik.
Memilih buku yang berkualitas baik dan
memiliki isi yang disesuaikan dengan
jenjang dan minat peserta didik.
Melakukan kegiatan prabaca dan baca
ulang dengan tujuan:
1) mengetahui jalannya cerita, atau
isi/pesan dalam setiap buku yang
dibaca;
2) mengetahui letak tanda-tanda baca
sehingga
memungkinkan
untuk
mengatur intonasi suara agar menarik
atau menentukan kapan harus jeda;
3) mengantisipasi
pertanyaan
yang
ditanyakan oleh peserta didik; dan
4) melakukan
prediksi
atau
menghubungkan isi bacaan dengan
topik lain yang relevan.
Menulis pertanyaan-pertanyaan sebagai
bahan diskusi.
Melatih intonasi, volume suara, dan gerak
tubuh agar dapat membacakan buku
dengan menarik serta ekspresi wajah yang
mendukung penceritaan
13
Tahap Membaca
2. Sebelum membacakan
nyaring
Kegiatan
a. Memulai dengan menyapa peserta didik
dan menyebutkan alasan memilih bacaan
tersebut.
b. Menunjukkan sampul buku cerita yang
akan dibacakan dan menyampaikan
gambaran singkat cerita.
c. Menyebutkan judul, pengarang, dan
ilustrator buku.
d. Menggali pengalaman peserta didik,
misalnya dengan menanyakan: Apakah ada
di antara mereka yang pernah membaca
buku tersebut? Apakah ada yang memiliki
buku itu? Atau, apakah ada yang dapat
menduga isi buku itu?
e. Mulai menyusuri ilustrasi, apabila terdapat
dalam buku atau bahan bacaan.
f. Membacakan buku dengan cara yang
sangat menarik.
3. Saat membacakan nyaring a. Suara dapat didengar seluruh peserta didik:
tidak terlalu cepat,disertai intonasi,
ekspresi, dan gestur yang sesuai isi cerita.
b. Bersikap ramah.
c. Menanggapi komentar dan pertanyaan
peserta didik.
d. Mengingatkan peserta didik untuk
menyimak.
e. Membagi informasi dan berdiskusi selama
membacakan buku.
f. Mengajak peserta didik aktif bertanya.
g. Mengajak peserta didik untuk menceritakan
apa yang dibacakan dan apa yang
dipikirkan (think aloud) terkait bacaan.
4. Setelah membacakan
a. Meminta peserta didik mengajukan
nyaring
pertanyaan.
b. Guru mengajukan pertanyaan seandainya
peserta didik tidak bertanya.
c. Meminta peserta didik untuk menceritakan
ulang bacaan dengan kata-katanya sendiri.
d. Meletakkan buku atau materi bacaan di
tempat yang mudah dilihat dan dijangkau
oleh tangan peserta didik.
e. Mencatat judul buku yang telah dibacakan
2. Tahap Pengembangan
a. Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini dapat diikuti oleh
tugas-tugas menggambar, menulis, kriya, seni gerak dan peran untuk
14
menanggapi bacaan, yang disesuaikan dengan jenjang dan kemampuan
peserta didik.
b. Penilaian terhadap tanggapan peserta didik terhadap bacaan bersifat
non-akademik dan berfokus pada sikap peserta didik dalam kegiatan.
Masukan dan komentar pendidik terhadap karya peserta didik bersifat
memotivasi mereka.
c. Kegiatan membaca/membacakan buku berlangsung dalam suasana
yang menyenangkan.
Tahap Membaca
1. Persiapan yang perlu
dilakukan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2. Sebelum membacakan
nyaring
a.
a.
b.
c.
d.
3. Saat membacakan nyaring a.
a.
b.
c.
d.
e.
Kegiatan
Merencanakan tujuan membaca.
Mengetahui tahapan membaca siswa.
Memilih buku yang baik.
Melakukan pra-baca dan membaca ulang
buku yang akan dibacakan
Mencatat pertanyaan-pertanyaan untuk
memancing interaksi dengan peserta didik.
Berlatih membacakan dengan intonasi
suara dan gestur yang menarik.
Merencanakan langkah-langkah
membacakan nyaring agar peserta didik
memahami bacaan.
Mulai dengan menyapa peserta didik dan
menjelaskan mengapa memilih bahan
bacaan tersebut.
Menunjukkan sampul muka buku atau
bacaan yang akan dibacakan dan
menyebutkan ringkasan cerita.
Menyebutkan judul bacaan, pengarang dan
ilustratornya.
Menggali pengetahuan latar
danpengalaman peserta didik.
Mengajak peserta didik memperhatikan
ilustrasi, untuk memahami alur cerita.
Membacakan bacaan dengan volume suara
yang jelas dan tempo yang baik.
Berinteraksi dengan peserta didik selama
membacakan buku.
Menanggapi komentar dan pertanyaan
peserta didik.
Mengajak peserta didik menyimak dan
merasakan emosi cerita.
Membagi informasi dan berdiskusi selama
membacakan buku.
Mengajak peserta didik membuat peta
15
Tahap Membaca
Kegiatan
cerita (story map).
Mengajak peserta didik mengungkapkan
apa yang didengar atau dibacakan dan apa
yang dipikirkan (think aloud).
Mengembangkan proses meta kognitif
peserta didik (mereka membicarakan
tentang/mencatat proses berpikir mereka).
Meminta peserta mengajukan pertanyaan.
Mengajukan pertanyaan seandainya
peserta didik tidak bertanya.
Meminta peserta didik untuk menceritakan
kembali cerita dengan kata-katanya sendiri.
Menanggapi/mengembangkan cerita
melalui kegiatan seperti bermain, berkreasi,
mengisi catatan, atau menggambar.
Meletakkan buku bacaan ditempat yang
mudah dijangkau peserta didik agar mereka
dapat membacanya di lain waktu.
Guru dapat menjadikan kegiatan
membacakan nyaring sebagai hadiah atas
pencapaian peserta didik.
f.
g.
4. Setelah membacakan
nyaring
a.
b.
a.
b.
c.
d.
3. Tahap Pembelajaran
a. Kegiatan membaca disesuaikan dengan kemampuan literasi (jenjang
kemampuan membaca dan menulis) peserta didik dan tujuan kegiatan
membaca
b. Guru mencari metode pengajaran yang efektif dalam mengembangkan
kemampuan literasi peserta didik. Untuk mendukung hal ini, guru dapat
melakukan penelitian tindakan kelas.
c. Guru
mengembangkan
rencana
pembelajaran
sendiri
dengan
memanfaatkan berbagai media dan bahan ajar.
d. Guru
melaksanakan
pemanfaatan
sarana
pembelajaran
dan
prasarana
dengan
literasi
memaksimalkan
untuk
memfasilitasi
pembelajaran
Dilakukan oleh Guru
Mempertahankan minat baca
peserta didik.
Menjadikan guru teladan
membaca.
Memberikan dan menambah
Dilakukan oleh Siswa
Peserta didik lancar membaca.
Peserta didik memahami bacaan.
Peserta didik mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan terkait
bacaan.
16
Dilakukan oleh Guru
pemahaman atas kosa-kata
maupun materi bacaan. Melatih
peserta didik untuk bertanya dan
menanggapi bacaan
Dilakukan oleh Siswa
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Gerakan Literasi Dalam Upaya
Menanamkan Kesadaran Berkonstitusi
1. Faktor Pendukung
Gerakan literasi sekloah sebagai upaya membangun kesadaran berkonstitusi
ini, antara lain:
a. Adanya dukungan dari kepala sekolah, guru, dan siswa;
b. Motivasi dan minat membaca dan menulis yang besar dari guru dan
siswa;
c. Tersedianya buku bacaab dari dana melalui BOS yang dialokasikan untuk
belanja buku;
d. Partisipasi orang tua menyumbangkan buku koleksi bacaan;
e. Adanya sumber daya manusia di sekolah yang memahami dunia
jurnalistik dan bahasa Indonesia yang baik dan benar
2. Faktor Penghambat
a. Masih minimnya ketersediaan fasilitas, sarana, prasarana literasi;
b. Masih minimnya koleksi buku bacaan non teks pelajaran;
c. Terbatasnya waktu untuk menyiapkan kegiatan literasi secara baik;
d. Minimnya pengetahuan menulis karya baik karya dalam bentuk buku
cerita.
C. Dampak Adanya Gerakan Literasi Bagi Warga Sekolah
1. Meningkatnya minat dan tanggung jawab siswa dan guru untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan yang ada di lingkungan SDN Hegarmanah 01.
2. Berkembangnya potensi warga sekolah dalam menyampaikan pemikiran
maupaun aspirasinya melalui tulisan.
3. Bertambahnya koleksi buku bacaan non teks pelajaran
17
4. Adanya
partisipasi
orang
tua
turut
membimbing
anaknya
dalam
pembelajaran
5. Berpartisipasi dalam lomba-lomba Literasi.
6. Tumbuhnya minat sebagian guru, khususnya guru bahasa Indonesia untuk
mendukung minat menulis siswa bersama guru PPKn.
18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya membangun kesadaran berkonstitusi melalui gerakan literasi
sekolah sebagai implementasi hak azasi manusia ini dapat disimpulkan, sebagai
berikut:
1. Meningkatnya minat dan tanggung jawab siswa dan guru untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan.
2. Adanya gerakan literasi sekolah sangat positif dan efektif. Melalui gerakan
literasi sekolah para siswa dan guru dapat menyampaikan aspirasi dan
pendapatnya yang konstruktif melalui tulisan.
3. Kelemahan utama kegiatan ini adalah waktu yang terbatas untuk mengurusi
dan mengorganisasikan gerakan literasi sekolah.
B. Saran-saran/Rekomendasi
1. Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita karena
pengetahuan diperoleh melalui membaca. Keterampilan ini harus dikuasai
peserta didik dengan baik sejak dini.
2. Salah satu tugas guru PPKn adalah membangun kesadaran berkonstitusi
agar menjadi warga negara yang baik, maka literasi di sekolah bisa menjadi
salah cara yang bisa digunakan
3. Pihak sekolah perlu memberikan dukungan adanya kalawerta di sekolah
karena di samping dapat digunakan untuk membangunan kesadaran
berkonstitusi, menjadi sarana pengembangan diri bagi siswa dan guru lain,
dan dapat mengurangi aktivitas negatif
19
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, 1998, Dasar-dasar Ilmu Politik, P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
MPR RI, 2008, Undang-undang Dasar RI 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI,
Jakarta.
Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di SD, Direktorat Pembinaan SD Kemdikbud,
Jakarta: 2016
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti
20
GERAKAN LITERASI SEKOLAH
(Implementasi Hak Azasi Manusia)
NASKAH KARYA TULIS BEST PRACTICE
BAGI GURU PPKn DIKDAS TINGKAT KABUPATEN BEKASI
TAHUN 2017
Oleh
ANRIAN NURUL FURQON, S.Pd,M.M.
NIP. 198201202005011004
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BEKASI
SEKOLAH DASAR NEGERI HEGARMANAH 01
UPTD PAUD/SD KECAMATAN CIKARANG UTARA
2017
0
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain menyebutkan,
bahwa salah satu tujuan membentuk pemerintahan negara Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh. UUD 1945, khususnya
pasal 28c (hasil amandemen) menyebutkan, bahwa salah satu hak asasi manusia
adalah hak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas
hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, serta pasal 31 tentang pendidikan.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, khususnya pasal 4 ayat (5) menyebutkan bahwa pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan
merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011
International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48
negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara
itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia
berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493),
sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada
peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013).
Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan
PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa
kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah. Rendahnya keterampilan
tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan
kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan
yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan bahwa sekolah
belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan semua
warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Kompetensi
literasi
dasar
(menyimak-berbicara,
membaca-menulis,
berhitung memperhitungkan, dan mengamati-menggambar) sudah selayaknya
1
ditanamkan sejak pendidikan dasar, lalu dilanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi agar peserta didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengakses
informasi dan pengetahuan. Selain itu, peserta didik mampu membedakan
informasi yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Hal itu karena literasi
mengarahkan seseorang pada kemampuan memahami pesan yang diwujudkan
dalam berbagai bentuk teks (lisan, tulis, visual).
Di SD Negeri Hegarmanah 01 memang masih terdapat kesenjangan tiap
siswa dalam memperoleh buku bacaan non teks pelajaran, namun untuk
mengantisipasi hal tersebut perlu upaya memberikan kegiatan positif. Sebagai
guru PPKn saya terinspirasi untuk melakukan Gerakan Literasi Sekolah sebagai
salah satu strategi untuk membangun kesadaran berkonstitusi, serta memberikan
alternatif kegiatan positif. Upaya ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan hak
asasi manusia.
B. Ruang Lingkup atau Pembatasan Masalah
1. Bagaimana memanfaatkan Gerakan Literasi sekolah untuk menanamkan
kesadaran berkonstitusi ?
2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat Gerakan Literasi dalam
upaya menanamkan kesadaran berkonstitusi ?
3. Bagaimana dampak adanya Gerakan Literasi bagi warga sekolah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan:
1. Mendeskripsikan dan menginformasikan upaya memanfaatkan Gerakan
Literasi Sekolah untuk menanamkan kesadaran berkonstitusi.
2. Mendeskripsikan dan menginformasikan faktor pendukung dan penghambat
Gerakan Literasi dalam upaya menanamkan kesadaran berkonstitusi.
3. Mendeskripsikan
dan
menginformasikan
peningkatan
kesadaran
berkonstitusi melalui gerakan menulis lewat Gerakan Literasi sekolah.
Manfaat:
1. Bagi siswa, menumbuhkankembangkan budaya literasi di sekolah.
2
2. Bagi guru, dapat membangun kesadaran konstitusi tentang hak asasi melalui
gerakan literasi.
3. Bagi sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar
literat.
3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bahasa Inggris), constitutie (Bahasa
Belanda), constituer (Bahasa Perancis), yang berarti membentuk, menyusun,
menyatakan. Dalam konsep dasar konstitusi, pengertian konstitusi:
1. Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti
membentuk.
2. Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume”
berarti bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri
atau mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.
3. Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang
lebih luas dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan
dari peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
4. Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan
sebutan DUSTUS yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan
kerja sama antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara.
5. Menurut pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu
kerangka masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui
hokum. Dengan kata lain konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsipprinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan
hubungan diantara keduanya.
Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian,
yaitu:
Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti
keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya
hukum pada umumnya, hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis
atau tidak tertulis atau dapat pula campuran dari dua unsur tersebut. sebagai
4
hukum dasar yang tertulis atau Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang
tidak tertulis/Konvensi.
Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam
dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan
dasar negara. Contohnya adalah UUD 1945.
Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya
dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya, berarti dasar susunan suatu
badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem
ketatanegaraan
suatu
negara,
yaitu
berupa
kumpulan
peraturan
untuk
membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut
ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak
tertulis berupa konvensi.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah
aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang memuat garisgaris besar dan asas-asas kenegaraan. Di Indonesia aturan-aturan tersebut
terwujud dalam UUD 1945.
B. Sifat-Sifat Konstitusi
Konstitusi juga memiliki sifat dalam pelaksanaanya pada setiap negara. Sifat
konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggara
kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang. Demikian hak-hak warga negara
akan dilindungi. Sifat-sifat konstitusi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Membatasi kekuasaan si penguasa dan menjamin hak warga negara.
2. Merupakan
pencerminan
keadaan
masyarakat
dan
negara
yang
bersangkutan.
3. Memberi petunjuk dan arah kemana negara akan dibawa.
4. Dasar dan sumber hukum bagi peraturan perundangan di bawahnya.
C. Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi
Bentuk untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi bagi warga negara
Indonesia yang meliputi:
1. Kesadaran
dan
kesediaan
untuk
mempertahankan
dan
mengisi
kemerdekaan Indonesia sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan
5
perilaku sehari-hari antara lain: belajar/bekerja keras untuk menjadi
manusia Indonesia yang berkualitas, siap membela negara sesuai
kapasitas dan kualitas pribadi masing-masing, dan rela berkorban untuk
Indonesia.
2. Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa
sebagai rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: selalu bersyukur, tidak arogan, dan selalu berdoa
kepada Allah Yang Maha Kuasa.
3. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
4. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
perlindungan negara.
5. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
pencerdasan kehidupan bangsa
6. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial dengan perwujudan perilaku seharihari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan
publik hubungan luar negeri Indonesia.
7. Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menjalankan ibadah ritual dan ibadah sosial menurut keyakinan agamanya
masing-masing dalam konteks toleransi antar umat beragama.
8. Kemauan untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan
bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap tidak
primordialistik, berjiwa kemitraan pluralistik, dan bekerja sama secara
profesional.
6
9. Kemauan untuk bersama-sama membangun jiwa kemanusiaan yang adil
dan beradab dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menghormati orang lain seperti menghormati diri sendiri, memperlakukan
orang lain secara proporsional, dan bersikap empatik pada orang lain
10. Kesediaan
untuk
mewujudkan
komitmen
terhadap
keadilan
dan
kesejahteraan dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: tidak
bersikap mau menang sendiri, tidak bersikap rakus dan korup, dan biasa
berderma.
11. Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang bersifat final dengan perwujudan perilaku seharihari antara lain: tidak bersikap kesukuan, tidak bersikap kedaerahan, dan
tidak berjiwa federalistik.
12. Kesadaran untuk menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan Negara dalam kerangka kabinet presidensil dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang yang
memegang jabatan Presiden dan Wakil Presiden, menghormati simbolsimbol kepresidenan, dan menghormati mantan Presiden/Wakil Presiden
secara proporsional dan elegan.
13. Kepekaan dan ketanggapan terhadap pembentukan Kementerian yang
diatur undang-undang dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan Presiden dalam
penyusunan Kabinet.
14. Kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan Pemilu yang langsung,
bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: menjadi pemilih resmi yang cerdas, menjadi konstituen
Calon/pasangan calon/ Partai Politik yang cerdas dan menjadi pelaksana
Pemilu yang profesional.
15. Kesadaran akan kesejajaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah
dengan perwujudan perilaku sehari- kontrol dan saling imbang (check and
balance),
cerdas
dalam
bersikap
terhadap
DPR/DPRD
dan
Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan kritis terhadap DPR/DPRD dan
Pemerintah/Pemerintah Daerah.
7
16. Kesadaran untuk mendukung pelaksanakan otonomi daerah pada tingkat
kabupaten/kota dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menghormati Pemerintah Daerah, menjalankan Peraturan Daerah yang
relevan, dan berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan daerah.
17. Kepekaan dan ketanggapan terhadap akuntabilitas publik keuangan negara
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis,
dan adaptif terhadap kebijakan publik pengelolaan keuangan negara.
18. Kesadaran dan kemauan untuk menjaga wilayah negara dengan konsep
wawasan nusantara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
memahami
dengan
baik
konsep
wawasan
nusantara,
memelihara
lingkungan alam dengan baik, dan mengelola kekayaan alam sesuai
peraturan perundang-undangan.
19. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka
dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan perwujudan perilaku
sehari-hariantara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap
kebijakan publik dalam bidang peradilan.
20. Kesadaran dan kemauan untuk turut serta melakukan perlindungan
dan pemajuan hak azasi manusia (politik, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, dan agama) dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: memahami hak dan kewajiban warga negara dan hak azasi manusia
secara utuh, bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
yang terkait langsung/tak langsung dengan berbagai dimensi hak azasi
manusia.
21. Kesadaran dan kesediaan untuk menghormati Sang Merah Putih sebagai
Bendera Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menyimpan Sang Merah Putih pada tempat yang tepat dan baik, memberi
hormat pada saat Sang Merah Putih sedang dinaikkan/diturunkan, dan
tidak merusak Sang Merah Putih dengan alasan apapun.
22. Kesadaran akan peran dan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara secara baik dan benar dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: menguasai Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan
berpartisipasi dalam memperkaya dan mengembangkan Bahasa Indonesia.
8
23. Kesediaan untuk menghormati Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Lambang Negara dengan perwujudan
perilaku sehari-hari.
24. Kesadaran akan makna dan kemampuan menyanyikan lagu Indonesia
Raya sebagai Lagu Kebangsaan dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: mampu menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar dan
baik, dan tidak memplesetkan kata-kata/nada dari Lagu Indonesia Raya
untuk tujuan apapun.
D. Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memperkuat gerakan penumbuhan budi
pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan
tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu
belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca
peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat
dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa
kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan
peserta didik.
1. Pengertian Literasi
Pengertian
Literasi
Sekolah
dalam
konteks
GLS
adalah
kemampuan
mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui
berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau
berbicara.
2. Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruhuntuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik
3. Target Pencapaian Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
GLS di SD menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem
pendidikan yang literat adalah lingkungan yang:
a. menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga menumbuhkan semangat
warganya dalam belajar;
9
b. semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;
c. menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d. memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi
kepada lingkungan sosialnya; dan
e. mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal
SD.
4. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu pembiasaan,
pengembangan
dan
pembelajaran.
Masing-masing
tahapan
dapat
dideskripsikan sebagaimana uraian berikut.
a. Tahap Pembiasaan
1) Tujuan
Menumbuhkan rasa cinta membaca di kalangan siswa.
2) Prinsip
Tidak ada tagihan
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam pelajaran;
b) Pembuatan jurnal membaca siswa;
c) Penyiapan sarana literasi (penyediaan area baca, buku bacaan dan
akses internet);
d) Menciptakan lingkungan sosial dan afektif yang nyaman untuk
membaca;
e) Pembimbingan e-literasi secara bertanggung jawab; dan
f) Memperkenalkan etika perilaku dan hukum dalam menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada program dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Tersedia jurnal membaca;
c) Tersedia area baca di sekolah (perpustakaan, sudut buku kelas dan
tempat-tempat lain untuk membaca); dan
d) Pembimbingan penggunaan internet
10
b. Tahap Pengembangan
1) Tujuan
Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi
secara digital dan nondigital.
2) Prinsip
Ada tagihan non-akademik
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam pelajaran;
b) Pembuatan respons bacaan: graphic organizers, peta cerita, penilaian
non-akademik;
c) Pembuatan bahan kaya teks oleh siswa;
d) Pembimbingan penggunaan komputer dan internet untuk kegiatan
literasi; dan
e) Pengenalan penggunaan berbagai bahan referensi cetak dan digital
untuk mencari informasi;
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada perogram dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Tersedia berbagai bentuk hasil tagihan non-akademik;
c) Tersedia bahan kaya teks yang dikoleksi dan dipajang;
d) Dilaksanakannya pembimbingan penggunaan komputer dan internet;
dan
e) Pembimbingan penggunaan bahan-bahan literasi digital.
c. Tahap Pembelajaran
1) Tujuan
Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan
menggunakan bahan-bahan pengayaan, baik secara digital maupun
nondigital.
2) Prinsip
Ada tagihan akademik di seluruh mata pembelajaran
3) Jenis Kegiatan
a) Lima belas menit membaca sebelum jam pelajaran;
b) Pemanfaatan berbagai strategi literasi dalam pembelajaran;
11
c) Pengembangan kemampuan e-literasi dalam pembelajaran bagi guru
dan siswa;
d) Penilaian akademik;
e) Pengembangan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik; dan
f)
Memilih cara dan jenis e-literasi yang tepat untuk proses
pembelajaran, produksi pengetahuan, dan menyebarkannya di
kalangan warga sekolah.
4) Indikator Ketercapaian
a) Ada program dan pelaksanaan 15 menit membaca;
b) Penyusunan dan pelaksanaan strategi literasi dalam pembelajaran;
c) Tersedia area baca di sekolah (perpustakaan, sudut buku kelas dan
tempat-tempat lain untuk membaca); dan
d) Pembimbingan penggunaan internet;
12
BAB III IMPLEMENTASI MEMBANGUN KESADARAN BERKONSTITUSI
MELALUI GERAKAN LITERASI SEKOLAH (IMPLEMENTASI HAK ASASI
MANUSIA)
A. Memanfaatkan Gerakan Literasi Sekolah Untuk Menanamkan Kesadaran
Berkonstitusi
1. Tahap Pembiasaan
a. Seluruh kelas, tiap siswa embaca 15 menit sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai, buku yang dibaca adalah buku non teks pelajaran
(seperti buku cerita, kisah, tokoh, sejarah, dan lain-lain);
b. Buku yang dibaca adalah buku yang diminati siswa;
c. Guru terlibat dalam membaca 15 menit
Tahap Membaca
1. Persiapan yang perlu
dilakukan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kegiatan
Memahami tujuan membacakan nyaring,
yaitu
menumbuhkan
minat
baca,
memeragakan
cara
membaca,
dan
menjadikan peserta didik lancar membaca.
Mengetahui tingkat kemampuan berpikir
dan membaca peserta didik.
Memilih buku yang berkualitas baik dan
memiliki isi yang disesuaikan dengan
jenjang dan minat peserta didik.
Melakukan kegiatan prabaca dan baca
ulang dengan tujuan:
1) mengetahui jalannya cerita, atau
isi/pesan dalam setiap buku yang
dibaca;
2) mengetahui letak tanda-tanda baca
sehingga
memungkinkan
untuk
mengatur intonasi suara agar menarik
atau menentukan kapan harus jeda;
3) mengantisipasi
pertanyaan
yang
ditanyakan oleh peserta didik; dan
4) melakukan
prediksi
atau
menghubungkan isi bacaan dengan
topik lain yang relevan.
Menulis pertanyaan-pertanyaan sebagai
bahan diskusi.
Melatih intonasi, volume suara, dan gerak
tubuh agar dapat membacakan buku
dengan menarik serta ekspresi wajah yang
mendukung penceritaan
13
Tahap Membaca
2. Sebelum membacakan
nyaring
Kegiatan
a. Memulai dengan menyapa peserta didik
dan menyebutkan alasan memilih bacaan
tersebut.
b. Menunjukkan sampul buku cerita yang
akan dibacakan dan menyampaikan
gambaran singkat cerita.
c. Menyebutkan judul, pengarang, dan
ilustrator buku.
d. Menggali pengalaman peserta didik,
misalnya dengan menanyakan: Apakah ada
di antara mereka yang pernah membaca
buku tersebut? Apakah ada yang memiliki
buku itu? Atau, apakah ada yang dapat
menduga isi buku itu?
e. Mulai menyusuri ilustrasi, apabila terdapat
dalam buku atau bahan bacaan.
f. Membacakan buku dengan cara yang
sangat menarik.
3. Saat membacakan nyaring a. Suara dapat didengar seluruh peserta didik:
tidak terlalu cepat,disertai intonasi,
ekspresi, dan gestur yang sesuai isi cerita.
b. Bersikap ramah.
c. Menanggapi komentar dan pertanyaan
peserta didik.
d. Mengingatkan peserta didik untuk
menyimak.
e. Membagi informasi dan berdiskusi selama
membacakan buku.
f. Mengajak peserta didik aktif bertanya.
g. Mengajak peserta didik untuk menceritakan
apa yang dibacakan dan apa yang
dipikirkan (think aloud) terkait bacaan.
4. Setelah membacakan
a. Meminta peserta didik mengajukan
nyaring
pertanyaan.
b. Guru mengajukan pertanyaan seandainya
peserta didik tidak bertanya.
c. Meminta peserta didik untuk menceritakan
ulang bacaan dengan kata-katanya sendiri.
d. Meletakkan buku atau materi bacaan di
tempat yang mudah dilihat dan dijangkau
oleh tangan peserta didik.
e. Mencatat judul buku yang telah dibacakan
2. Tahap Pengembangan
a. Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini dapat diikuti oleh
tugas-tugas menggambar, menulis, kriya, seni gerak dan peran untuk
14
menanggapi bacaan, yang disesuaikan dengan jenjang dan kemampuan
peserta didik.
b. Penilaian terhadap tanggapan peserta didik terhadap bacaan bersifat
non-akademik dan berfokus pada sikap peserta didik dalam kegiatan.
Masukan dan komentar pendidik terhadap karya peserta didik bersifat
memotivasi mereka.
c. Kegiatan membaca/membacakan buku berlangsung dalam suasana
yang menyenangkan.
Tahap Membaca
1. Persiapan yang perlu
dilakukan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2. Sebelum membacakan
nyaring
a.
a.
b.
c.
d.
3. Saat membacakan nyaring a.
a.
b.
c.
d.
e.
Kegiatan
Merencanakan tujuan membaca.
Mengetahui tahapan membaca siswa.
Memilih buku yang baik.
Melakukan pra-baca dan membaca ulang
buku yang akan dibacakan
Mencatat pertanyaan-pertanyaan untuk
memancing interaksi dengan peserta didik.
Berlatih membacakan dengan intonasi
suara dan gestur yang menarik.
Merencanakan langkah-langkah
membacakan nyaring agar peserta didik
memahami bacaan.
Mulai dengan menyapa peserta didik dan
menjelaskan mengapa memilih bahan
bacaan tersebut.
Menunjukkan sampul muka buku atau
bacaan yang akan dibacakan dan
menyebutkan ringkasan cerita.
Menyebutkan judul bacaan, pengarang dan
ilustratornya.
Menggali pengetahuan latar
danpengalaman peserta didik.
Mengajak peserta didik memperhatikan
ilustrasi, untuk memahami alur cerita.
Membacakan bacaan dengan volume suara
yang jelas dan tempo yang baik.
Berinteraksi dengan peserta didik selama
membacakan buku.
Menanggapi komentar dan pertanyaan
peserta didik.
Mengajak peserta didik menyimak dan
merasakan emosi cerita.
Membagi informasi dan berdiskusi selama
membacakan buku.
Mengajak peserta didik membuat peta
15
Tahap Membaca
Kegiatan
cerita (story map).
Mengajak peserta didik mengungkapkan
apa yang didengar atau dibacakan dan apa
yang dipikirkan (think aloud).
Mengembangkan proses meta kognitif
peserta didik (mereka membicarakan
tentang/mencatat proses berpikir mereka).
Meminta peserta mengajukan pertanyaan.
Mengajukan pertanyaan seandainya
peserta didik tidak bertanya.
Meminta peserta didik untuk menceritakan
kembali cerita dengan kata-katanya sendiri.
Menanggapi/mengembangkan cerita
melalui kegiatan seperti bermain, berkreasi,
mengisi catatan, atau menggambar.
Meletakkan buku bacaan ditempat yang
mudah dijangkau peserta didik agar mereka
dapat membacanya di lain waktu.
Guru dapat menjadikan kegiatan
membacakan nyaring sebagai hadiah atas
pencapaian peserta didik.
f.
g.
4. Setelah membacakan
nyaring
a.
b.
a.
b.
c.
d.
3. Tahap Pembelajaran
a. Kegiatan membaca disesuaikan dengan kemampuan literasi (jenjang
kemampuan membaca dan menulis) peserta didik dan tujuan kegiatan
membaca
b. Guru mencari metode pengajaran yang efektif dalam mengembangkan
kemampuan literasi peserta didik. Untuk mendukung hal ini, guru dapat
melakukan penelitian tindakan kelas.
c. Guru
mengembangkan
rencana
pembelajaran
sendiri
dengan
memanfaatkan berbagai media dan bahan ajar.
d. Guru
melaksanakan
pemanfaatan
sarana
pembelajaran
dan
prasarana
dengan
literasi
memaksimalkan
untuk
memfasilitasi
pembelajaran
Dilakukan oleh Guru
Mempertahankan minat baca
peserta didik.
Menjadikan guru teladan
membaca.
Memberikan dan menambah
Dilakukan oleh Siswa
Peserta didik lancar membaca.
Peserta didik memahami bacaan.
Peserta didik mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan terkait
bacaan.
16
Dilakukan oleh Guru
pemahaman atas kosa-kata
maupun materi bacaan. Melatih
peserta didik untuk bertanya dan
menanggapi bacaan
Dilakukan oleh Siswa
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Gerakan Literasi Dalam Upaya
Menanamkan Kesadaran Berkonstitusi
1. Faktor Pendukung
Gerakan literasi sekloah sebagai upaya membangun kesadaran berkonstitusi
ini, antara lain:
a. Adanya dukungan dari kepala sekolah, guru, dan siswa;
b. Motivasi dan minat membaca dan menulis yang besar dari guru dan
siswa;
c. Tersedianya buku bacaab dari dana melalui BOS yang dialokasikan untuk
belanja buku;
d. Partisipasi orang tua menyumbangkan buku koleksi bacaan;
e. Adanya sumber daya manusia di sekolah yang memahami dunia
jurnalistik dan bahasa Indonesia yang baik dan benar
2. Faktor Penghambat
a. Masih minimnya ketersediaan fasilitas, sarana, prasarana literasi;
b. Masih minimnya koleksi buku bacaan non teks pelajaran;
c. Terbatasnya waktu untuk menyiapkan kegiatan literasi secara baik;
d. Minimnya pengetahuan menulis karya baik karya dalam bentuk buku
cerita.
C. Dampak Adanya Gerakan Literasi Bagi Warga Sekolah
1. Meningkatnya minat dan tanggung jawab siswa dan guru untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan yang ada di lingkungan SDN Hegarmanah 01.
2. Berkembangnya potensi warga sekolah dalam menyampaikan pemikiran
maupaun aspirasinya melalui tulisan.
3. Bertambahnya koleksi buku bacaan non teks pelajaran
17
4. Adanya
partisipasi
orang
tua
turut
membimbing
anaknya
dalam
pembelajaran
5. Berpartisipasi dalam lomba-lomba Literasi.
6. Tumbuhnya minat sebagian guru, khususnya guru bahasa Indonesia untuk
mendukung minat menulis siswa bersama guru PPKn.
18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya membangun kesadaran berkonstitusi melalui gerakan literasi
sekolah sebagai implementasi hak azasi manusia ini dapat disimpulkan, sebagai
berikut:
1. Meningkatnya minat dan tanggung jawab siswa dan guru untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan.
2. Adanya gerakan literasi sekolah sangat positif dan efektif. Melalui gerakan
literasi sekolah para siswa dan guru dapat menyampaikan aspirasi dan
pendapatnya yang konstruktif melalui tulisan.
3. Kelemahan utama kegiatan ini adalah waktu yang terbatas untuk mengurusi
dan mengorganisasikan gerakan literasi sekolah.
B. Saran-saran/Rekomendasi
1. Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita karena
pengetahuan diperoleh melalui membaca. Keterampilan ini harus dikuasai
peserta didik dengan baik sejak dini.
2. Salah satu tugas guru PPKn adalah membangun kesadaran berkonstitusi
agar menjadi warga negara yang baik, maka literasi di sekolah bisa menjadi
salah cara yang bisa digunakan
3. Pihak sekolah perlu memberikan dukungan adanya kalawerta di sekolah
karena di samping dapat digunakan untuk membangunan kesadaran
berkonstitusi, menjadi sarana pengembangan diri bagi siswa dan guru lain,
dan dapat mengurangi aktivitas negatif
19
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, 1998, Dasar-dasar Ilmu Politik, P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
MPR RI, 2008, Undang-undang Dasar RI 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI,
Jakarta.
Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di SD, Direktorat Pembinaan SD Kemdikbud,
Jakarta: 2016
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti
20