PENGARUH DISORGANISA SI KELUARGA TERHADAP

PENGARUH DISORGANISASI KELUARGA TERHADAP
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA

Diajukan Untuk :
Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Nilai Tugas Mata Kuliah
Sosiologi Semester I

Disusun oleh :
Syifa Fauziah
010115122

Jurusan Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Pakuan Bogor
2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Segala puji saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Izin-Nya saya dapat mengerjakan tugas karya ilmiah ini. Saya menulis karya
ilmiah ini sebagai persyaratan untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh nilai tugas semester I mata kuliah Sosiologi pada jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Hukum, Universitas Pakuan.
Karya ilmiah ini, saya susun karena mendapat tugas karya ilmiah dalam
bentuk makalah dari dosen mata kuliah Sosiologi dengan tema “Disorganisasi
Keluarga”

dan

judul

“Pengaruh

Disorganisasi

Keluarga

Terhadap

Perkembangan Kepribadian Remaja”, yang juga menjadikan ini sebagai ilmu
pengetahuan untuk saya dan juga untuk mendapatkan nilai tugas mata kuliah

Sosiologi dari Bapak Suhermanto, S.H., M.H.
Demikian, karya ilmiah ini saya susun untuk melengkapi tugas dari dosen
mata kuliah. Mohon maaf apabila ada tulisan yang kurang berkenan dalam karya
ilmiah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Semoga, Taufik dan Hidayah-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua.
Amin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Bogor, 07 Oktober 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………... ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………... iii

BAB I
Pendahuluan ……………………………………………………………………... 1

1.1.

Latar

Belakang

Masalah

……………………………………………………... 1
1.2.

Rumusan

Masalah

…………………………………………………………… 2
1.3.

Tujuan


Pembahasan

…………………………………………………………. 3
1.4.

Definisi

Operasional

…………………………………………………………. 3
BAB II
Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………… 5
2.1. Pengaruh …………………………………………………………………….. 5
2.2. Disorganisasi ………………………………………………………………... 6
2.2.1.Penyebab Terjadinya Disorganisasi …………………………………... 7
2.3. Keluarga …………………………………………………………………….. 8
2.3.1.Ciri-ciri Keluarga ……………………………………………………... 8
2.3.2.Bentuk Keluarga …………………………………………………….. 10
2.3.3.Fungsi Keluarga dan Perubahan Sosial ……………………………… 12
2.4. Perkembangan Kepribadian ……………………………………………….. 14

2.4.1.Definisi Perkembangan ……………………………………………… 14
2.4.2.Definisi Kepribadian ………………………………………………… 14
2.4.3.Unsur-unsur dalam Kepribadian …………………………………….. 15
iii

2.4.4.Faktor Pembentuk Kepribadian ……………………………………... 16
2.4.5.Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian …………………………… 17
2.5. Remaja …………………………………………………………………….. 19
BAB III
Pembahasan …………………………………………………………………….. 21
3.1.

Disorganisasi

Keluarga

…………………………………………………….. 21
3.2.

Pengertian


Disorganisasi

Keluarga

………………………………………… 21
3.3.

Penyebab

Terjadinya

Disorganisasi

Keluarga

……………………………... 22
3.4.

Bentuk-bentuk


Disorganisasi

Keluarga

…………………………………….. 26
3.4.1.Menurut William J. Goode …………………………………………… 26
3.4.2.Secara Sosiologis …………………………………………………….. 27
3.5.

Gangguan Kejiwaan Pada Seseorang yang Mengalami Disorganisasi
(Broken

Home)

…………………………………………………………………….… 27
3.6.

Efek-efek


Kehidupan

Seseorang

yang

Mengalami

Disorganisasi

Keluarga .. 28
3.7.

Pengaruh Disorganisasi Keluarga Terhadap Perkembangan Remaja
……… 29
3.7.1.Perkembangan Emosi ………………………………………………… 29
3.7.2.Perkembangan Sosial Remaja ………………………………………... 30
3.7.3.Perkembangan Kepribadian ………………………………………….. 31
3.7.4.Kejiwaan ……………………………………………………………... 31
3.7.5.Pelampiasan Diri ……………………………………………………... 32


iv

3.8.

Sikap-sikap Seseorang dalam Menghadapi Disorganisasi Keluarga
(Broken

Home)

………………………………………………………………………. 32
BAB IV
Penutup …………………………………………………………………………. 34
4.1 Simpulan …………………………………………………………………… 34
4.2 Saran ………………………………………………………………………... 35

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….… 37

v


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
ْ ِ‫ُكلُ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬
)‫ص َرانِ ِه أَوْ يُ َم ِج َسانِ ِه (رواه مسلم‬
ِ َ‫ط َر ِة فَأَبَ َواهُ يُهَ ِودَانِ ِه أَوْ يُن‬

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” )HR. Muslim(
Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang berkaitan
dengan keluarga, karena keluarga merupakan unit sosial terkecil dan merupakan
agen sosialisasi primer didalam kehidupan seorang anak. Keluarga juga
memberikan pengaruh besar untuk perkembangan remaja.
Seiring dengan kenyataan diatas, sangat pentinglah peran keluarga bagi
seorang anak, untuk menunjang kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang,
baik itu kegiatan keagamaan, ekonomi, politik, hiburan dan sosial. Ini
menunjukkan bahwa peran keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan

kepribadian seorang anak.
Dengan berkembangnya zaman, fungsi sosial dari keluarga seolah mengikuti
perkembangan kearah yang negatif karena tidak terpenuhinya fungsi sosial dari
keluarga bagi seorang anak, terutama bagi remaja.
Kemampuan fungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga yang
ideal, salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan,
peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
Namun, jika keberfungsian sosial keluarga itu tidak berjalan dengan baik dan
mengakibatkan terjadinya disorganisasi keluarga, yaitu adanya perpecahan dalam

1

keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan pola perilaku anak yang bersifat
negatif, sepeti kenakalan remaja.
Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal
sebuah keluarga yang baik. Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang saat ini
telah banyak memberikan hasil yang membanggakan dan berhasil meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Namun, pada saat yang bersamaan perubahanperubahan membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi keluarga dan
menyebabkan masalah-masalah sosial lainnya.
Adanya gejala perubahan cara hidup dan pola hubungan dalam keluarga,
seperti berpisahnya kedua orang tua dengan anak dalam waktu yang lama setiap
harinya. Kondisi ini menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama
anggota keluarga menjadi tidak intensif. Hubungan kekeluargaan yang semula
kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh. Ambisi karier dan materi yang tidak
terkendali, terlah menggangu hubungan interpersonal dalam keluarga.

1.2.

Rumusan Masalah
Dalam

pembahasan

ini

saya

mencoba

mengidentifikasi

beberapa

permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum mengenai disorganisasi keluarga dengan
perkembangan kepribadian remaja?.
2. Bagaimana gambaran umum mengenai penyebab terjadinya disorganisasi
keluarga?.
3. Hal apa saja yang termasuk kedalam bentuk-bentuk disorganisasi
keluarga?.
4. Apakah pengaruh dari disorganisasi keluarga terhadap perkembangan
kepribadian remaja?.

2

Dari uraian diatas dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan dibahas
yaitu:
Berapa

besar

hubungan

nyata

antara

disorganisasi

sosial

dengan

perkembangan kepribadian remaja?.

1.3.

Tujuan Pembahasan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh gambaran umum mengenai disorganisasi keluarga
dengan perkembangan kepribadian remaja.
2. Untuk

mengetahui

pengaruh

disorganisasi

keluarga

terhadap

perkembangan kepribadian remaja.

1.4.

Definisi Operasional
Pada pembahasan ini ada beberapa istilah yang sering digunakan, agar tidak

terjadi kekeliruan dalam menafsirkan istilah tersebut maka leksikal ini akan
dikemukakan beberapa definisi operasional dari istilah tersebut.
1. Pengaruh
Pengaruh adalah suatu dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh suatu
perilaku atau sikap.
2. Disorganisasi
Keadaan tanpa aturan )kacau, bercerai berai, dsb( karena adanya perubahan
pada lembaga sosial tertentu. (kbbi.web.id/disorganisasi)
3. Keluarga

3

Lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan
darah. (id.wikipedia.org/wiki/keluarga)
4. Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif
dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya.
(Akhmad Sudrajat : 2008)
5. Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan
berinteraksi dengan individu lain.
6. Remaja
Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam
masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan
fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik
bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang. (Zakiah Darajat, 1990: 23)

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaruh
Secara umum, pengaruh diartikan dalam KBBI )Kamus Besar Bahasa
Indonesia( adalah sebuah daya tarik yang ada atau timbul dari sesuatu yang ikut
membentuk watak, kepercayaanm atau perbuatan seseorang. Ada beberapa orang
berpendapat bahwa pengaruh dan kekuasaan adalah sama. Kenyataannya
keduanya tidak benar-benar sama, tetapi masih berkaitan. Hubungannya adalah
seseorang yang memiliki kekuasaan biasanya juga mampu memberikan pengaruh
bagi orang laim dan masyarakat di sekitarnya. Berbagai konsep dan hakikat
pengaruh yang berbeda akan diutarakan dalam pengertian pengaruh menurut para
ahli berikut ini.
1. Menurut Wiryanto, pengaruh adalah tokoh formal dan informal di
masyarakat yang memiliki ciri-ciri cosmopolitan, inovatif, kompeten, dan
aksesibel dibandingkan dengan pihak yang dipengaruhi.
2. Menurut M.Suyanto, pengaruh adalah nilai kualitas suatu iklan melalui
media tertentu.
3. Menurut Uwe Becker, pengaruh adalah kemampuan yang terus
berkembang dan tidak terlalu terkait dengan usaha memperjuangkan dan
memaksakan kepentingan.
4. Menurut Norman Barry, pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan agar
bertindak dengan cara tertentu, terdorong untuk bertindak demikian,
sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang
mendorongnya.
5. Menurut Robert Dahl, pengaruh diumpakan sebagai berikut: A mempunyai
pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu
yang sebenarnya tidak akan B lakukan.

5

6. Menurut Sosiologi Pedesaan, pengaruh adalah kekuasaan yang bisa
mengakibatkan perubahan perilaku orang atau kelompok lain.
7. Menurut Bertram Johannes Otto Schrieke, pengaruh adalah bentuk dari
suatu kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya.
8. Menurut Albert R. Roberts & Gilbert, pengaruh adalah wajah kekuasaan
yang diperoleh oleh orang saat tidak memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan.
9. Menurut John Miller, pengaruh adalah komoditi berharga dalam dunia
politik Indonesia.
Berdasarkan pengertian pengaruh menurut para ahli diatas dapat dilihat
bahwa istilah pengaruh bisa didefinisikan dalam berbagai aspek kehidupan. Ada
yang mengartikannya dari segi kekuasaan, politik, psikologi, sosial, ekonomi, dan
sebagainya. Hal tersebut menandakan bahwa pengaruh memang tidak bias
diartikan secara harfiah, tetapi istilah pengaruh akan mudah untuk dipahami saat
telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pengaruh merupakan sebuah hal abstrak yang tidak bisa
dilihat tapi bias dirasakan keberadaan dan kegunaanya dalam kehidupan dan
aktivitas manusia sebagai makhluk sosial. Pengaruh tidak bias menunjukkan
fungsinya dengan maksimal bila seseorang tidak menjalankan perannya sebagai
makhluk sosial di masyarakat. Itu sebabnya konsep makhluk sosial juga menjadi
salah satu hal yang diperhatikan dalam pemberian dan penerimaan pengaruh.

2.2. Disorganisasi
Disorganisasi adalah suatu keadaan dimana tidak ada keserasian pada bagianbagian dari suatu kebulatan.
Suatu disorganisasi mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu proses
berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahanperubahan yang terjadi karena pada lembaga kemasyarakatan.

6

Disorganisasi bias terjadi karena adanya masalah-masalah sosial yang
menyebabkan keretakan suatu hubungan yang tidak hanya mencakup hubungan
sosial saja tetapi juga mencakup hal politik, ekonomi, sosial maupun budaya
akibat melemahnya nilai-nilai sosial.

2.2.1. Penyebab terjadinya Disorganisasi
Dalam suatu organisasi sering sekali terjadi berbagai masalah yang
membuat organisasi tersebut terancam bubar. Berikut adalah faktor-faktor
yang bias membuat disorganisasi terjadi.
1. Faktor Politik
Hubungan antar kelompok yang semula hidup rukun suatu saat
bias berubah menjadi penuh konflik ketika didalamnya diberi muatan
politik.
2. Faktor Ekonomi
Perbedaan antar kelompok bisa berubah menjadi permusuhan atau
sikap antipasti ketika perbedaan antara masing-masing kelompok itu
sejajar dengan kesenjangan kelas ekonomi. Seperti halnya di masyarakat
sering terjadi konflik )disorganisasi sosial( dikarenakan faktor ekonomi,
bahkan disorganisasi sosial itupun ada yang terjadi di satu keluarga )antar
anggota keluarganya sendiri( hal itu terjadi karena faktor pembagian hak
waris yang salah satu anggota keluarganya merasa pembagian hak
warisnya tidak adil.
3. Faktor Sosial Budaya
Yang dimaksud faktor sosial budaya disini terutama adanya ikatan
primordialisme antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atas
dasar solidaritas etnik, ras, kelas, perbedaan budaya.

7

Disorganisasi juga bisa terjadi karena:
1. Terjadinya keretakan dalam organisasi-organisasi masyarakat.
2. Adanya pembagian kerja yang menyebabkan terjadinya pembatasan
oleh bidang keahlian yang dikuasai.
3. Aktivitas yang menyebabkan perubahan terhadap hal-hal di sekitar
lingkungan.
4. Pengangguran akibat modernisasi.

2.3. Keluarga
Menurut Hassan Shadily )1984 :244( keluarga adalah perserikatan yang kekal
dan keluarga dalam arti sesungguhnya adalah keluarga yang memiliki anak,
dimana adanya keluarga ini penting sekali artinya bagi sosialisasi dan pendidikan
anak tersebut sebagai anggota masyarakat.

2.3.1. Ciri-ciri Keluarga
Keluarga menurut Suparlan )1990:12-13( memiliki ciri-ciri umum
dan ciri-ciri khusus, ciri umum keluarga yaitu:
1. Keluarga merupakan susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatanikatan perkawinan yaitu pertalian antara suami dan istri; darah atau
adopsi yang merupakan pertalian antara orangtua dan anak.
2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah
satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga atau jika mereka
bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.
3. Keluarga merupakan satu kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi
dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial.
4. Perkawinan pada dasarnya merupkan penyatuan dari dua orang yang
masing-masing mempunyai sejarah sendiri-sendiri dan juga merupakan

8

gabungan dari pola-pola kebudayaan yang disalurkan melalui dua sisi
keluarga yang dalam interaksinya dengan kebudayaan–kebudayaan
luar menimbulkan pola-pola kebudayaan yang berbeda dari setiap
keluarga baru.
Masih menurut Suparlan )1990:30-33( ciri-ciri khusus keluarga
adalah sebagai berikut:
1. Kebersamaan keluarga merupakan bentuk yang hampir universal.
2. Dasar-dasar emosional. Hal ini didasarkan pada suatu kompleks
dorongan-dorongan yang sangat mendalam dari sifat organis manusia.
3. Pengaruh

perkembangan:

hal

ini

merupakan

lingkungan

kemasyarakatan yang paling awal dari semua bentuk kehidupan yang
lebih tinggi, termasuk manusia dan pengaruh perkembangan yang
paling besar dalam kesadaran hidup yang sama merupakan sumbernya.
4. Ukuran yang terbatas.keluarga merupakan kelompok yang terbatas
ukurannya, yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak
dapat lebih tanpa kehilangan identitasnya.
5. Posisi inti dalam struktur sosial keluarga merupakan inti dari
organisasi sosial lainnya.
6. Tanggung jawab para anggota: keluarga memiliki tuntutan–tuntutan
yang lebih besar dan kontinu daripada yang biasa dilakukan oleh
asosiasi-asosiasi lainnya.
7. Aturan kemasyarakatan: hal ini khususnya terjaga dengan adanya halhal yang tabu dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan
kaku menentukan kondisi-kondisinya.
8. Sifat kekelan dan kesementaraannya: sebagai institusi keluarga
merupakan sesuatu yang demikian permanen, universal dan sebagai
asosiasi merupakan organisasi yang paling bersifat sementara serta
yang paling mudah berubah dari seluruh organisasi-organisasi penting
lainnya dalam masyarakat.

9

2.3.2. Bentuk Keluarga
Menurut Goode )1991:89( berbagai macam bentuk keluarga
mempengaruhi interaksi keluarga, misalkan pengaruhnya pada berkurang
atau bertambah eratnya hubungan sosial antar anggota-anggota kelompok
dan sanak keluarga, sedangkan menurut Ihromi )2002:106-107( dalam setiap
masyarakat memiliki bentuk yang berbeda antara satu dengan yang lain hal
itu tergantung dimana keluarga tersebut berada. Bentuk disini dapat dilihat
dari beberapa segi yaitu:
Bila dilihat dari jumlah anggota keluarga:
1. Keluarga Batih (Nuclear Family)
Keluarga batih adalah kelompok yang terdiri dari dari ayah, ibu dan
anak-anaknya yang belum menikah. Nama lain dari bentuk keluarga
semacam ini adalah keluarga conjungnal.
Menurut Soerjono Soekanto )1992:85( fungsi pokok keluarga batih
adalah:
o Sebagai wadah berlangsungnya sosialisasi primer, yakni dimana
anak-anak dididik untuk memahami dan mematuhi kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
o Sebagai unit untuk mengatur hubungan seksual yang semestinya.
o Sebagai unit sosial ekonomi yang membentuk dasar kehidupan
sosial ekonomi bagi anak-anaknya.
o Sebagai tempat berlindung bagi anggotanya.
Menurut Soerjono Soekanto lebih lanjut )1992:23(, keluarga batih
memiliki peran sebagai berikut:
o Sebagai pelindung pribadi-pribadi anggota keluarga dimana
ketentraman dan kertibaban diperoleh dalam wadah tersebut.
o Merupakan unit sosial-ekonomi yang secara materil memenuhi
kebutuhan-kebutuhan anggotanya.
o Menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.

10

o Merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi
awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan
mematuhi kiadah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku di masyrakat.
Bentuk keluarga berdasarkan susunannya )Abu Ahmadi, 1991:112(
o Keluarga yang bersifat otoriter

dengan ciri-ciri orangtua lebih

dominan.
o Keluarga demokrasi dengan ciri-ciri anggota keluarga ini
khususnya anak-anak, bersifat fleksibel, dapat menguasai diri,
menghargai orang lain, terbuka terhadap kritik dan memiliki emosi
yang stabil.
o Keluarga yang liberal, keluarga ini memiliki ciri-ciri sifatnya
agresif, tidak koopratif, dan defensif.
Bentuk keluarga berdasarkan hubungan anggota keluarga dengan
dunia luar )Abu Ahmadi 1991:174(.
o Keluarga terbuka
Yaitu keluarga yang mendorong anggota-anggotanya untuk bergaul
dengan masyarakat luas. Anak bebas bergaul dengan teman-temanya.
Ayah dan Ibu banyak mempunyai kenalan. Keluarga terbuka bagi
tamu. Anggota keluarga mempunyai perhatian masalah-masalah
kemasyarakatan.
Keluarga

yang

bersifat

terbuka

lebih

sedikit

mengalami

ketegangan-ketegangan daripada keluarga bersifat tertutup, karna
pergaulan dengan dunia luar dapat menghilangkan atau mengurangi
beban-beban emosional.
o Keluarga Tertutup
Yaitu keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dengan dunia
luar. Keluarga yang tertutup menghadapi orang luar dengan
kecerugian. Hubungan sosial yang intim, kencintaan, afeksi, terbatas
dalam lingkungan keluarga sendiri.
Karna tekanan-tekanan batin tidak dapat disalurkan keluar
hubungan sosial dengan dunia luar, maka kemarahan, kekecewaan
11

ditumpahkan kepada keluarga sendiri, tetapi keluarga yang tertutup
lebih intim dan kompak.
2.3.3. Fungsi Keluarga dan Perubahan Sosial
Menurut Abu Ahmadi )1991:170( perubahan sosial dapat mempengaruhi
perubahan fungsi-fungsi keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami
perubahan itu adalah:
A. Fungsi Pendidikan (Education)
Pada

dasarnya

keluarga

berfungsi

dalam

mendidik

anggotanya, khususnya mendidik anak, akan tetapi kini fungsi
tersebut telah digantikan oleh sekolah-sekolah, karena pada saat ini
fungsi

sekolah tidak hanya memberikan pendidikan akademik

tetapi pendidikan pribadi bagi anak.
B. Fungsi Rekreasi (Recreation)
Dengan tersedianya berbagai macam rekreasi yang lebih
menarik pada saat ini, membuat anggota keluarga lebih memilih
untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi tersebut daripada
berkumpul dengan keluarga, sehingga hal itu menimbulkan
dampak, seperti:
 Menjadi lebih bervariasinya jenis-jenis rekreasi yang
dialami keluarga.
 Anggota–anggota keluarga cenderung mencari hiburan di
luar keluarga.
C. Fungsi Keagamaan (Religious)
Proses sekulerisasi dalam masyarakat dan merosotnya
pengaruh institusi agama menimbulkan kemunduran fungsi
keagamaan keluarga.

12

D. Fungsi Perlindungan
Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik
fisik maupun sosial, kepada para anggotanya. Sekarang banyak
fungsi perlindungan dan perawatan ini telah diambil oleh badanbadan sosial.
Perubahan sosial selain merubah fungsi dari sebuah keluarga juga
merubah sifat keluarga itu sendiri, dari keluarga tradisional menjadi keluarga
modern, perubahan sifat ini menimbulkan perubahan lainnya, misalkan pada
keluarga tradisional kekuasan ayah lebih dominan, tetapi pada keluarga
modern lebih demokratis, begitu juga faktor perceraian pun berubah dan
berbeda oleh terhadap dua macam keluarga ini.
Salah satu bentuk perubahan sosial yang terjadi di masyarakat adalah
perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyrakat industri, perubahan
masyarakat agraris yang tradisional

menjadi masyarakat industri yang

modern telah mempengaruhi perubahan keluarga, yaitu dari keluarga luas
menjadi keluarga batih, menurut Abu Ahmadi )1991:172( terdapat tiga alasan
yang menyebabkan perubahan tersebut, yaitu:
A. Industrilisasi menyebabkan keluarga batih menjadi lebih bersifat
mobile, mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Keluarga tidak lagi terikat oleh sebidang tanah untuk penghidupannya,
melainkan mereka akan berpindah ketempat dimana ada pekerjaan.
Mobilitas keluarga ini akan memperlemah ikatan kekerabatan dalam
keluarga luas.
B. Industrilisasi

dapat

mempercepat

emansipasi

wanita,

karena

memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan di luar rumah
tangga. Emansifasi ini menyebabkan lemahnya fungsi-fungsi keluarga
luas di satu pihak dan memperkuat fungsi keluarga batih di pihak lain.
C. Industrilisasi telah menimbulkan corak kehidupan ekonomi baru dalam
masyarakat. Dalam masyarakat agrarian, semua anggota keluarga:

13

anak anak, wanita, orangtua dapat turut serta dalam proses produksi
pertanian

sehingga

posisi

mereka

dalam

masyarakat

agraris

menguntukan dari segi ekonomi, tetapi pada masyarakat industry
posisi mereka menjadi beban keluarga.

2.4.

Perkembangan Kepribadian

2.4.1. Definisi Perkembangan
Definisi dari perkembangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah suatu perubahan menjadi bertambah sempurna dalam hal pikiran atau
akal, pengetahuan, dan lain sebagainya.

2.4.2. Definisi Kepribadian
Sedangkan definisi dari kepribadian berdasarkan Kamus Besar Bahasa
yakni keadaan manusia sebagai perseorangan atau keseluruhan sifat-sifat
yang merupakan watak-watak seseorang.
Sedangkan definisi menurut para psikolog sangat berbeda-beda penafsiran,
diantaranya:
a. W. Stern, mendefinisikan Kepribadian (person lichkett) yaitu aktualisasi
dari realisasi dari hal-hal yang sejak semula telah terkandung dalam jiwa
seseorang.
b. G.W. Leibniz, berpendapat bahwa Kepribadian adalah sesuatu yang berdiri
sendiri, tetapi juga sesuatu yang terbuka terhadap dunia sekitarnya.
c. Gordon W. Alport. Ia memberikan definisi Kepribadian sebagai berikut :
"Personality is the dynamic organization within the individual of those
psychophysical system that determine his unique adjustment to his
environment")Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu
14

yang terdiri dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan cara
penyesuaian diri yang unik )khusus( dari individu tersebut terhadap
lingkungannya(.
Dari uraian tentang pengertian kepribadian di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa kepribadian yaitu keseluruhan pola )bentuk( tingkah laku,
sifa-sifat, kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik
lainnya yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang. Dengan
kata lain dapat dikatakan kepribadian yang mencakup semua aktualisasi dari
)penampilan( yang selalu tampak pada diri seseorang, merupakan bagian yang
khas atau ciri dari seseorang.

2.4.3. Unsur-unsur dalam Kepribadian
Kepribadian seseorang bersifat unik dan tidak ada duanya. Unsur-unsur
yang memengaruhi kepribadian seseorang itu adalah pengetahuan, perasaan,
dan dorongan naluri.
a. Pengetahuan
Pengetahuan sesorang bersumber dari pola pikir yang rasional,
yang berisi fantasi, pemahaman, dan pengalaman mengenai bermacammacam hal yang diperolehnya dari lingkungan yang ada di sekitarnya.
Semua itu direkam dalam otak dan sedikit demi sedikit diungkapkan dalam
bentuk perilakunya di masyarakat.
b. Perasaan
Perasaan merupakan suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang
menghasilkan penilaian positif atau negative terhadap sesuatu atau
peristiwa tertentu. Perasaan selalu bersifat subjektif, sehingga penilaian
seseorang terhadap suatu hal atau kejadian akan berbeda dengan penilaian
orang lain. Contohnya penilaian terhadap jam pelajaran yang kosong.

15

c. Dorongan Naluri
Dorongan naluri merupakan kemauan yang sudah menjadi naluri
setiap manusia. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup manusia, baik yang bersifat rohaniah maupun jasmaniah. Sedikitnya
ada tujuh macam dorongan naluri, yaitu untuk mempertahankan hidup,
seksual, mencari makan, bergaul dan berinteraksi dengan sesame manusia,
meniru tingkah laku sesamanya, barbakti, serta keindahan bentuk, warna,
suara, dan gerak.

2.4.4. Faktor Pembentuk Kepribadian
Secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima faktor
yaitu:
a. Warisan Biologis (Heredity)
Warisan biologis memengaruhi kehidupan manusia dan setiap
manusia mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang lain.
Faktor keturunan berpengaruh terhadap keramah-tamahan, perilaku
kompulsif )terpaksa dilakukan(, dan kemudahan dalam membentuk
kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan minat.
b. Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)
Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan
manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam.
c. Warisan Sosial (Social Heritage) atau Kebudayaan
Kita tahu bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan
mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. manusia
berusaha untuk mengubah alam agar sesuai dengan kebudayaannya guna
memenuhi kebutuhan hidup.

16

d. Pengalaman Kelompok Manusia (Group Experiences)
Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok
manusia, sadar atau tidak telah memengaruhi anggota-anggotanya.
e. Pengalaman Unik (Unique Experience)
Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang
lain, walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama. Walaupun
mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal,
namun berbeda dalam beberapa hal lainnya. Mengingat pengalaman setiap
orang adalah unik dan tidak ada pengalaman siapapun yang secara
sempurna menyamainya.
Selain kelima faktor pembentuk kepribadian di atas, F.G. Robbins dalam
Sumadi Suryabrata )2003(, mengemukakan ada lima faktor yang menjadi
dasar kepribadian, yaitu:
a. Sifat Dasar
b. Lingkungan Prenatal
c. Perbedaan Individual
d. Lingkungan
e. Motivasi

2.4.5. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian
Tahap-tahap perkembangan kepribadian setiap individu tidak dapat
disamakan satu dengan yang lainnya. Tetapi secara umum dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Fase Pertama
Fase pertama dimulai sejak anak berusia satu sampai dua tahun,
ketika anak mulai mengenal dirinya sendiri.

17

b. Fase Kedua
Fase ini merupakan fase yang sangat efektif dalam membentuk dan
mengembangkan bakat-bakat yang ada pada diri seorang anak.
Fase ini berlangsung relative panjang hingga anak menjelang masa
kedewasaannya sampai kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipetipe perilaku yang khas yang tampak dalam hal-hal berikut:
1. Dorongan-dorongan (Drives)
2. Naluri (Istinct)
3. Getaran Hati (Emosi)
4. Perangai
5. Inteligensi (Intellegence Quetient-IQ)
6. Bakat (Talent)
c. Fase Ketiga
Pada proses perkembangan kepribadian seseorang, fase ini
merupakan fase terkhir yang ditandai dengan semakin stabilnya perilakuperilaku yang khas dari orang tersebut. Pada fase ketiga terjadi
perkembangan yang relatif tetap, yaitu dengan terbentuknya perilakuperilaku yang khas sebagai perwujudan kepribadian yang bersifat abstrak.
Setelah kepribadian terbentuk secara permanen, maka dapat
diklasifikasikan tiga tipe kepribadian, yaitu kepribadian normative,
kepribadian otoriter, dan kepribadian perbatasan.
1) Kepribadian Normatif (Normative Man)
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang ideal,
dimana seseorang mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk
menerapkan nilai-nilai sentral yang ada dalam dirinya sebagai hasil
sosialisasi pada masa sebelumya. Seseorang memiliki kepribadian
normative apabila terjadi proses sosialisasi antara perlakuan
terhadap dirinya dan perlakuan terhadap orang lain sesuai dengan
18

tata nilai yang ada di dalam masyarakat. Tipe ini ditandai dengan
kemampuan menyesuaikan diri yang sangat tinggi dan dapat
menampung banyak aspirasi adri orang lain.
2) Kepribadian Otoriter (Otoriter Man)
Tipe ini terbentuk melalui proses sosialisasi individu yang
lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan
orang lain.
3) Kepribadian Perbatasan
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang relative
labil di mana cirri khas dari prinsip-prinsip dan perilakunya
seringkali mengalami perubahan-perubahan, sehingga seolah-olah
seseorang itu mempunyai lebih dari satu corak kepribadian.
Seseorang dikatakan memiliki kepribadian perbatasan apabila
orang ini memiliki dualism budaya, misalnya karena proses
perkawinan atau karena situasi tertentu hingga mereka harus
mengabdi pada dua struktur budaya yang berbeda.

2.5. Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik )Hurlock, 1992(. Pasa
masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon )dalam Monks, dkk 1994( bahwa masa
remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja
belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri
Rumini & Siti Sundari )2004: 53( masa remaja adalah peralihan dari masa anak

19

dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk
memasuki masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi
wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian
remaja menurut Zakiah Darajat )1990: 23( adalah:
“ Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini
anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan
ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah
matang.”
Hal senada diungkapkan oleh Santrock )2003:26( bahwa adolescene diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12
hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga,
yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja
pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan
Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja
10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18
tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun )Deswita, 2006: 192(
Definisi remaja yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah
Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara
12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu
pematangan fisik, maupun psikologis.

20

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Disorganisasi Keluarga
Perkawinan bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Pada kenyataannya,
dalam suatu perkawinan seringkali muncul berbagai masalah yang tidak
dikehendaki, namun tidak dapat dihindari. Masalah yang timbul dalam suatu
perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perselisihan, pertengkaran atau
ketegangan dalam rumah tangga sehingga memunculkan apa yang disebut dengan
kekeacauan keluarga )disorganisasi keluarga(.
Disorganisasi keluarga ini dapat diartikan sebagai pecahnya suatu unit
keluarga, terputus atau retaknya peran sosial jika satu atau beberapa orang
anggotanya gagal menjalankan kewajiban dan peran mereka. Disorganisasi
keluarga dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara suami istri dalam
berbagai hal.

3.2. Pengertian Disorganisasi Keluarga
Menurut Goode )1991:184( disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit
keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa
anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya.
Suatu individu yang mengalami disorganisasi keluarga akan menjadi bahan
gunjingan umum, karena keluarga tersebut dinilai masyarakat telah mengalami
beberapa hal negatif yang menyebabkanya mengalami diorganisasi keluarga.
Disorganisasi keluarga atau yang pada saat ini lebih dikenal dengan konsep
“Broken Home”.

21

3.3. Penyebab Terjadinya Disorganisasi Keluarga (Broken Home)
Adapun penyebab terjadinya disorganiasi keluarga, antara lain:
1. Terjadinya Perceraian
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang
tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang, dasar-dasar perkawinan yang telah
terbina bersama telah goyang dan tidak mampu menompang keruntuhan
kehidupan keluarga yang harmonis.
Menurut Save M Degum )1999:1995( faktor yang menyebabkan
perceraian adalah:
a. Masalah ekonomi, perbedaan antara yang besar keinginan memperoleh
anak dan perbedaan prinsip hidup yang berbeda, perbedaan
pemahaman dan cara mendidik anak pengaruh dukungan sosial dan
pilihan lain.
Adapun menurut M. Thaib )1997 : 19( faktor yang menyebabkan
peceraian adalah:
 Tidak

senang

lagi

terhadap pasangan.
 Tidak dibelanjai.
 Lemah syahwat.
 Perintah orang tua.

 Menuntut kemewahan
 Mengidap

suatu

penyakit.
 Melanggar
persyaratan.

 Penganiayaan.

 Suami / istri gaib.

 Tergoda laki-laki atau

 Mutrad.

perempuan lain.

 Mula’anah.

2. Kebudayaan Bisu dalam Rumah Tangga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar
anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut

22

justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin.
Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi
diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan
yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi
akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila
orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti
yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang
perlu atau penting saja;
a. Anak-anak

tidak

mungkin

mau

mempercayakan

masalah-

masalahnya dan membuka diri.
b. Mereka lebih baik berdiam diri saja.
Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri
dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting.
Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanakkanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri
sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan.
Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya.
Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum
mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan
kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti
melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
3. Perang Dingin dalam Keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan
bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi
oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang
dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan
pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan
kehendaknya sendiri.

23

Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari
keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang
anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya
dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
Sikap atau cara yang bersifat preventif: Yaitu perbuatan/tindakan orang tua
terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan
buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang
bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan atau mengadakan
tindakan sebagai berikut:
a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam
satu ikatan keluarga.
4. Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak
anak.
5. Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan
dampak dalam kehidupan anak anak mereka.
6. Jauh dari Tuhan, sehingga masalah masalah tidak diserahkan kepada
Tuhan.
7. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan
anak.
8. Persiapan yang belum sempurna dalam membina rumah tangga
seperti seorang ayah yang harus bekerja keras dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga terkadang peran ayah
terlaksanakan karena hal terserbut.
9. Tidak adanya kekompakan lagi dalam keluarga seperti perbedaan
pendapat yang sering terjadi antara suami istri akibat dari sikap
mementingkan pribadi yang tidak bias di kendalikan dan tak mau
mengalah.

24

10. Kurangnya interaksi dalam keluarga seperti orang tua dan anak.
Karena tuntutan hidup yang selalu ingin terpenuhi, maka masingmasing sibuk denga urusannya, sehingga tidak ada waktu untuk
bersama-sama layaknya sebuah keluarga.
11. Kebutuhan ekonomi yang selalu ada dan harus terpenuhi. Sehingga
terkadang pemimpin keluarga tidak sanggup untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin berat dan bertambah
dalam keluarga.
12. Masalah dalam sebuah keluarga yang semakin rumit membuat
kejiwaan salah satu anggota keluarga terganggu (stress). Sehingga
dapat menyebab kan tekanan batin yang alami seseorang dalam
sebuah keluarga.
13. Kurang menaruh perhatian kepada anak, seperti orang tua yang
sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sehingga hal yang di
butuh kan jiwa dan raga seorang anak jadi terhambat misalnya
didikan, perhatian, kasih sayang, dan sebagainya.
Adapun penyebab disorganisasi keluarga menurut Goode )1991:184-185(,
diantaranya yaitu:
1. Ketidaksahan
Ini merupakan unit keluarga yang tak lengkap, ketidaksahan adalah
dimana seorang anak lahir dari hubungan diluar pernikahan dan tidak
memiliki ayah yang syah secara hukum, dan pada saat ini anak tersebut pada
masyarakat kita disebut “anak haram”. Menurut Goode ketidaksahan adalah
hal memalukan dan berdampak pada anak yang dilahirkan memiliki anak yang
sosialisasinya tidak sempurna.
2. Pemabatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggalkan
Penyebab disorganisasi keluarga disini disebabkan karena salah satu atau
kedua pasangan itu memutuskan untuk saling meninggalkan, dan demikian
berhenti melaksanakan kewajiban peranannya.

25

3. “Keluarga selaput kosong”
Disini anggota-anggota keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling
menyapa atau bekerjasama satu dengan yang lain dan terutama gagal
memberikan hubungan emosional satu kepada yang lain.
4. Ketiadaan seseorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan.
Beberapa keluarga mengalami diorganisasi karena pasangan telah
meningggal, dipenjarakan, atau terpisah dari keluarga karena peperangan,
depresi atau malapetaka yang lain.
5. Kegagalan peran penting yang tak diinginkan.
Malapetaka dalam keluarga mungkin mencakup penyakit mental,
emosional atau badaniah yang parah.

3.4. Bentuk-bentuk Disorganisasi Keluarga
3.4.1. Menurut William J. Goode
William J. Goode membedakan bentuk-bentuk disorganisasi
keluarga menjadi 4 )empat( macam, yaitu:
1. Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh karena hubunganhubungan yang dibangun tidak berdasarkan ikatan perkawinan
yang sah.
2. Disorganisasi keluarga yang terjadi sebagai akibat dari putusnya
hubungan perkawinan, yakni yang disebabkan oleh perceraian.
3. Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh adanya kematian dari
kepala keluarga yang bersangkutan.
4. Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh faktor-faktor intern
keluarga yang bersangkutan, seperti terdapat anggota keluarga
yang sakit jiwa, berperilaku menyimpang, dan lain sebagainya.
26

3.4.2. Secara Sosiologis
Secara sosiologis, bentuk-bentuk disorganisasi keluarga antara lain
adalah:
1. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar
perkawinan walaupun dalam hal ini secara yuridis dan sosial belum
terbentuk keluarga, bentuk ini dapat digolongkan sebagai
diorganisasi keluarga sebab ayah )biologis( gagal dalam mengisi
peranan sosialnya dan demikian juga halnya dengan keluarga pihak
ayah maupun pihak ibu.
2. Disorganisasi

keluarga

karena

putusnya

perkawinan

sebab

perceraian, perpisahan meja dan tempat tidur, dan seterusnya.
3. Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut, yaitu dalam hal
komunikasi antara anggota-anggotanya.
Goode menamakannya sebagai empty shell family
4. Krisis keluarga, karena salah satunya yang bertindak sebagai
kepala keluarga, di luar kemampuannya sendiri meninggalkan
rumah, mungkin karena meninggal dunia, dihukum, atau karena
peperangan.
5. Krisis keluarga yang disebabkan oleh karena faktor-faktor intern,
misalnya karena terganggu keseimbangan jiwa salah satu seorang
anggota keluarga.

3.5. Gangguan Kejiwaan pada Seseorang yang Mengalami Disorganisasi
Keluarga (Broken Home)
Adapun gangguan jiwa pada seseorang yang mengalami disorganisasi
keluarga, antara lain:
1. Broken heart

27

Seseorang tersebut merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga
memandang hidup ini sia-sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini
membentuk orang tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari
kepada yang bersifat keanehan sexsual. Misalnya sex bebas, homo sex,
lesbian, jadi simpanan irang, tertarik dengan isteri orang, atau suami orang dan
lainnya.
2. Broken Relation
Seseorang tersebut merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai,
tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat
diteladani. Kecenderungan ini membentuk orang itu menjadi orang yang masa
bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan,cari perhatian, kasar, egois, dan tidak
mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken Values
Seseorang tersebut kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya
dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang
”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang
menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya
lakukan.

3.6. Efek-efek

Kehidupan

Seseorang

yang

Mengalami

Disorganisasi

Keluarga
Efek-efek kehidupan seseorang yang mengalami diorganisasi keluarga terbagi
kedalam empat efek, diantaranya yaitu:
1. Academical problem, seorang yang mengalami broken home akan menjadi
orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat berprestasi.

28

2. Behavioural problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh,
memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum minum, judi,
lari ketempat pelacuran.
3. Sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi
kebutuhan hawa nafsu.
4. Spritual problem, mereka kehilangan father’s figure sehingga Tuhan,
pendeta, atau orang orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara
kemunafikan.

3.7. Pengaruh Disorganisasi Keluarga Terhadap Perkembangan Remaja
3.7.1. Perkembangan Emosi
Menurut Hather Sall )dalam Elida Prayitno 2006:96( “Emosi merupakan
situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari
reaksi wajah dan tubuh”.
Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindarkan, agar emosi anak tidak
menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman
traumatis bagi anak )Singgih,1995:166(.
Adapun

dampak

pandangan

keluarga

broken

home

terhadap

perkembangan emosi remaja menurut Wilson Madeah )1993:42( adalah :
Perceraian orang tua membuat terpramen anak terpengaruh, pengaruh yang
tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi
pemurung, pemalas )menjadi agresif( yang ingin mencari perhatian orang tua /
orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan
kurang serasi.
Sedangkan menurut Hetherington )Save M.Degum 1999:197( “Peristiwa
perceraian itu menimbulkan ketidak stabilan emosi”.

29

Ketidak berartian pada diri remaja akan mudah timbul jika peristiwa
perceraian dialami oleh kedua orang tuanya, sehingga dalam menjalani
kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan
dalam kehidupan ini. )Alex Sobur, 1985:282(
Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua emosi
marahnya akan mudah terpancing. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock
)didalam Elida Priyitno. 2006 : 74( “Hubungan antara kedua orang tua yang
kurang harmonis terabaikannya kebutuhan remaja akan menampakkan emosi
marah”.
Jadi keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan emosi remaja karna
keluarga yang tidak harmonis menyebabkan dalam diri remaja merasa tidak
nyaman dan kurang bahagia.

3.7.2. Perkembangan Sosial Remaja
Menurut Brim )dalam Elida Prayitno. 2006:81( “Tingkah laku sosial
kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif dalam
kelompok atau masyarakat.
Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja
menurut Sunggih D Gunawan )1995:108( adalah:
Perceraian orang tua menyebabkan tumbuh pograan infenority terhadap
kemampaun dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk
meluarkan pergaualannya dengan teman-teman.
Sedangkan willson Nadeeh )1993:42( menyatakan bahwa:
Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan
dikeluarga pincang, cendrung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.
kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.

30

Dan dampak bagi remaja putri menurut Hethagton )dalam santrok
1996:2000( menyatakan bahwa:
Remaja putri yang tidak mempunyai ayah berprilaku dengan salah satu
cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan
minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.
Jadi keluarga broken home sangat berpengaruh pada perkembangan sosial
remaja karena dari keluarga remaja menampilkan bagaimana cara bergaul
dengan teman dan masyarakat.

3.7.3. Perkembangan Kepribadian
Perceraian

ternyata

memberikan

dampak

kurang

baik

terhadap

perkembangan kepribadian remaja. Menurut Westima dan Haller )dalam
Syamsyu Yusuf 2001:99( yaitu bahwa remaja yang orang tuanya bercerai
cenderung menunjukkan ciri-ciri:
a. Berpilaku nakal
b. Mengalami depresi
c. Melakukan hubungan seksual secara aktif
d. Kecenderungan pada obat-obat terlarang

3.7.4. Kejiwaan
Seorang anak korban “Broken Home” akan mengalami tekanan mental
yang berat. Di lingkungannya. Misalnya, dia akan merasa malu dan minder
terhadap orang di sekitarnya karena kondisi orang tuanya yang sedang dalam
keadaan “Broken Home”. Di sekolah, disamping menjadi gunjingan teman
sekitar,

proses

belajarnya

juga

terganggu

karena

pikirannya

tidak

terkonsentrasi ke pelajaran. Anak itu akan menjadi pendiam dan cenderung
menjadi anak yang menyendiri serta suka melamun.

31

Pikiran-pikiran dan bayangan-bayangan negatif seperti menyalahkan
takdir yang seolah membuat keluarganya seperti itu. Seakan sudah tidak ada
rasa percaya terhadap kehidupan religi