PENULISAN DAN KARYA DAN ILMIAH
BEBERAPA KESALAHAN UMUM DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Parlindungan pardede
Universitas Kristen Indonesia
Pendahuluan
As a skill, scientific writing needs practices to master. During the practices, one’s own and other people’s
mistakes are very helpful guides in order not to commit similar mistakes. This article deals with some
common mistakes identified in the works of some university students, including essays, reports, and
“skripsi”. The mistakes cover the areas of how to write effective paragraphs, how to make clear writing,
how to quote from various sources, and how to write reference list. By recognizing the errors, readers will
hopefully be able to produce better scientific writings.
Keywords: karya-ilmiah, makalah, struktur, proses penulisan
Pendahuluan
Ada satu kecenderungan buruk di dunia pendidikan, yaitu menganggap kesalahan sebagi sesuatu yang
buruk dan harus dihindari. Selama dua puluh dua tahun pertama dalam hidupnya, setiap orang diajarkan
bahwa kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus dihindari. Padahal, kesalahan sebenarnya
merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Winston Churchil, mantan Perdana
Mentri Inggris, pernah berkata: “All men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes.”
Pernyataan ini mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang
lebih baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan: “Mistakes are the portals of discovery.”
Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa diidentifikasi seseorang (termasuk kesalahan orang lain)
semakin banyak dia belajar dan semakin besar pula kesempatan baginya membuat sesuatu yang lebih
berkualitas pada kesempatan berikutnya.
Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk melakukan sesuatu lebih baik ini sangat bermanfaat
untuk diterapkan dalam penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman penulis dalam membimbing
penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat empat
kelompok kesalahan yang sering dilakukan para penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang
efektif, bagaimana membuat tulisan mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan
bagaimana cara menuliskan referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam kesalahan
tersebut akan memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.
A. Alinea Yang Efektif
Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas suatu permasalahan. Oleh
karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah persyaratan yang sangat penting dalam menulis
karya ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka
mengembangkan kemampuan menulis alinea yang efektif.
Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang membahas satu ide pokok.
Seluruh kalimat itu harus memiliki hubungan logis. Kalimat yang tidak berhubungan logis (atau tidak
relevan dengan ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat yang bersifat pengulangan juga harus
dihilangkan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa jumlah kalimat yang diperlukan
untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Yang perlu
dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh terlalu pendek sehingga ide pokoknya tidak
dikembangkan secara memadai, atau terlalu panjang sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas
hingga perlu dikembangkan dalam beberapa alinea terpisah.
Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat dibedakan ke dalam tiga jenis:
kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik berfungsi menyatakan ide
pokok atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam alinea tersebut. Kalimat pendukung berfungsi
menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan lain untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan
kalimat kesimpulan digunakan untuk merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke alinea
berikutnya. Tidak semua alinea membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat yang
harus ada dalam sebuah alinea adalah kalimat topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat
digambarkan seperti dalam gambar 2 berikut.
Gambar 1: Tampilan Sebuah Alinea
(Kalimat topik)
………………………………………………………………………………………………………………
(Kalimat pendukung) …………………………………………………(Kalimat pendukung)
………………………………………………………………………………(Kalimat pendukung)
……………………………………………………………………………………… (Kalimat pendukung)
……………………………………………………………………(Kalimat kesimpulan).
………………………………………………………………………………
1. Kalimat Topik
Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir alinea, tergantung pola
berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola berpikir deduktif, kalimat topik diposisikan di
awal alinea, jika induktif, di akhir. Untuk penulis pemula, menempatkan kalimat topik di awal alinea
lebih disarankan, karena mendukung suatu ide yang lebih umum dengan menghadirkan detil-detil yang
spesifik (deduktif) biasanya lebih mudah dilakukan daripada menyimpulkan beberapa detil spesifik
menjadi sebuah ide yang lebih umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga unsur: subjek, verba, dan ide
pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat topik berperan sebagai topik alinea, sedangkan ide
pengendali merupakan sebuah kata atau frasa yang mengendalikan informasi-informasi dalam kalimatkalimat lain dalam alinea tersebut. Subjek bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di
akhir (sesudah verba). Lihat contoh 1 berikut.
Contoh 1
1. Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.
S
V
IP
1. Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.
IP
V
S
Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat topik harus memenuhi tiga
persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk kalimat lengkap (complete). Dalam kalimat itu harus
terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus terbatas
(limited), dalam arti tidak lebih dari satu ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas sebuah ide
secara tuntas. Ketiga, ide pengendali harus spesifik (specific). Hal ini berarti ide tersebut harus relevan
dan secara langsung berhubungan dengan topik.
Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara lebih jelas, lihat contoh-contoh dan
penjelasan dalam contoh 2 berikut.
Contoh 2
1.a.
1.b.
2.a.
2.b.
3.a.
3.b.
Kemampuan menulis yang baik
Kemampuan menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.
Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.
Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan
penduduknya yang ramah.
Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.
Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi
kalangan berpenghasilan rendah.
Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki unsur subyek, verba, dan ide
pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena adanya unsur subyek, verba,
dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya hanya
satu, yakni “berbagai pemandangan yang indah”. Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena ide
pengendalinya lebih dari satu. Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik yang baik karena ide
pengendalinya tidak spesifik—bagi siapa masalah yang serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan
kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang serius
tersebut dialami kalangan berpenghasilan rendah.
2. Kalimat Pendukung
Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat pendukung mayor, yaitu kalimatkalimat yang secara langsung digunakan untuk menjelaskan ide pokok dalam yang dinyatakan dalam
kalimat topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan dengan cara menghadirkan bukti, fakta, argumen,
kutipan atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung minor, yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya
memberikan keterangan yang lebih terperinci terhadap penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor.
Keberadaan satu atau lebih kalimat pendukung mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan
keberadaan kalimat pendukung minor sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat
pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau tidak. Dengan kata lain,
tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3 berikut.
Contoh 3
(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan evolusi yang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis mengungkapkan bahasa mulai
dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana komunikasi antar individu dalam kelompok kecil
sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa digunakan hanya
untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar tahun 30.000 sebelum
masehi, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain dari kelompok dan generasi berbeda
mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan ideogram di dinding gua,
seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005: 20). (6) Perkembangan ini kemudian diikuti oleh
penemuan sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM, yang memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan
data dalam bentuk yang lebih permanen. (7) Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan
penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon (1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi
dengan bahasa dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.
Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2) merupakan kalimat pendukung
mayor pertama (KPM1) yang secara langsung menjelaskan tahapan evolusi bahasa sebagai media
komunikasi dengan menghadirkan tahapan awal perkembangan bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat
pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi dalam KPM1. Kalimat
(4) merupakan kalimat pendukung mayor kedua (KPM2) yang secara langsung menjelaskan tahapan
kedua evolusi bahasa. Kalimat (5) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan
lebih detil kepada informasi dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga
(KPM3) yang secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan
kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan tahapan keempat evolusi
bahasa.
Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor (KPM) serta kalimat-kalimat
pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat digambarkan dalam grafik di sebelah kanan ini.
3. Kalimat Kesimpulan
Pada bagian akhir berbagai alinea penulis juga bisa meletakkan kalimat kesimpulan, yakni kalimat yang
merangkum informasi pada kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik kesimpulan berdasarkan informasi
tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kalimat kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang
dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat contoh 4 berikut.
Contoh 4
(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama untuk
menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu universitas tertua di
Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi dalam rangka menghasilkan lulusan
berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan 95%
responden tidak mengalami kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya selama
kuliah di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu lokasi paling
strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencapai kampus. (6)
Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi. (7) Ketiga
faktor diatas mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.
Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini merangkum informasi
yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini juga mengungkapkan ide pokok yang telah
dinyatakan di kalimat topik, meskipun dengan cara yang tidak sama persis.
Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat, sebuah alinea juga harus
memenuhi unsur koherensi (coherence) dan kohesi. Yang dimaksud dengan koherensi adalah kesatuan isi
atau kepaduan maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat pendukung membahas hanya satu hal,
yakni topik, dan jika peristiwa, waktu, ruang, dan proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung arti
hubungan yang erat; perpaduan yang kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta bila seluruh
kalimat yang membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan menggunakan konjungsi,
pronominal, repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.
B. Membuat Tulisan yang Mudah Dipahami
Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah mengkomunikasikan
informasi, ide, atau konsep kepada pembaca agar dapat dipahami, dimanfaatkan, dan dikembangkan.
Akan tetapi, ada “sekelompok” tertentu yang cenderung menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan
sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu: semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto ”Kalau
bisa ditulis secara rumit mengapa harus dibuat sederhana?” terkesan lebih pas daripada antitesisnya,
“Kalau bisa ditulis sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada
hakikatnya berhubungan dengan faktor kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam
berpikir. Jika semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung menulis karya ilmiah
dengan empat karakteristik berikut. Pertama, menggunakan kalimat-kalimat yang panjang. Kelompok ini
kelihatannya menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang mudah dipahami hanya cocok untuk
tulisan anak-anak atau orang awam. Oleh karena itu mereka menyusun kalimat-kalimat yang
mengandung banyak frasa dan klausa dengan ‘alasan’ semakin panjang kalimat, semakin mendalam
pembahasan. Padahal kalimat yang sangat panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena tidak
jelas mana subjek, mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini sebaiknya
dicegah. Jika tidak terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek dan
efektif akan membuat pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh berikut. Mana yang
lebih mudah dipahami?
Contoh 5
a. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan kompetensi bahasa
tertentu dengan cara mengidentifikasi kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti slip,
keseleo, salah omong, alias lapses dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia melakukan
kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian
menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur
linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu.
b. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis ini dilakukan dalam
lima langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan secara sistematis, seperti salah omong
dalam pembelajaran berbicara; dua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan; tiga, menentukan dan
mengklasifikasikan jenis kesalahan; empat, menginterpretasikan penyebab kesalahan; dan terakhir,
mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur linguistik.
Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan
kerumitan adalah memuat sebanyak mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah ini memperlihatkan
fenomena ini dengan cukup baik. Anda dapat memahaminya?
Contoh 6
Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah logika
modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang dibutuhkan
mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan kebutuhan akan teorema juga
merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat
dirumuskan ‘Jika p maka mungkin (‘à’) diketahui p’ dapat diketahui, p_àKp:
Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak memiliki padanan
yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam karya tulis ilmiah. Permasalahan ini
sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu bahasa pun yang memiliki kosa kata lengkap
hingga tidak lagi memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap
permasalahan apakah istilah-istilah asing tersebut harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan
dengan istilah Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi, untuk
menghasilkan tulisan ilmiah yang baik, menerapkan pedoman pembentukan istilah tersebut merupakan
keharusan.
Sebagai pedoman praktis, terdapat empat kiat untuk menghasilkan tulisan yang efektif. Pertama, gunakan
kata yang pendek dan lazim. Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang migrasi hadir di seminar itu.”
jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan spesifik dalam bidang perpindahan penduduk
hadir di seminar itu”, meskipun keduanya mengungkapkan ide yang sama. Kedua, cegah kata-kata yang
berlebihan (redundant). Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras” menggunakan kata yang
berlebihan, karena suara orang yang berteriak pasti keras. Sebaiknya kalimat itu diganti menjadi ““Tono
berteriak” saja. Ketiga, gunakan kalimat yang efektif (pendek dan sederhana). Keempat, urutkan ide
secara logis.
C. Pengutipan
1. Hakikat Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah seringkali digunakan berbagai kutipan—pinjaman pendapat atau ucapan
seseorang—untuk mendukung, menjelaskan, membuktikan, atau menegaskan ide-ide tertentu. merupakan
suatu hal yang wajar dan bahkan sangat efektif untuk menghemat waktu. Adalah suatu pemborosan waktu
bila seorang penulis harus menyelediki kembali suatu kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan
dimuat secara luas dalam sebuah buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama.
Jadi, untuk mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan
menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber aslinya.
Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang wajar, hal itu tidak berarti bawa
sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat tulisan dengan menggunakan terlalu
banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa karya itu hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai
patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi sepertiga panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok dan
kesimpulan-kesimpulan harus merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai
bukti-bukti pendukung pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat dilakukan dengan bermacam cara sesuai dengan standar
yang digunakan oleh lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena rumpun ilmu-ilmu sosial
biasanya menganut sistem American Psychological Association (APA), sangat disarankan untuk
menguasai sistem ini dan menggunakannya secara konsisten. Berikut ini adalah pedoman pokok yang
diadaptasi dari Suryana dkk. (2007).
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak
langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para ahli yang dipinjam secara utuh atau lengkap, baik
berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas kutipan langsung yang kurang atau
sama dengan empat baris dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung
adalah pendapat para ahli yang dikutip dengan menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa
yang dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang paling
disarankan untuk digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik kutipan langsung digunakan hanya
jika (1) ungkapan yang dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang
dikutip sudah sangat populer, atau (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.
2. Teknik Pengutipan
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
(i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan; (iii)
awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku,
halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) ditulis
eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii) memakai tanda petik dua atau pun
tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan
memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku;
penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
b. Kutipan Tidak Langsung
Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan (inklusif) dengan teks; (ii) tidak
memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa, menyatakan bahwa,
mengemukakan bahwa, berpendapat bahwa dll; (iv) Mencantumkan nama akhir pengarang (marga),
tahun, dan halaman.
3. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
1. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
2. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Contoh:
Norman (2004: 56) menyatakan bahwa ……………………
3. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
4. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila ingin
mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
5. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak diperkenankan
mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau komentarnya mengenai
kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis menemukan
kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan
tersebut dengan menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak
bertanggungjawab atas kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam
naskah aslinya. Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara
merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal, hal itu harus
dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
Contoh:
Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini [huruf miring dari saya, Penulis] seseorang mulai
belajar bahasa Inggeris [sic!] akan semakin baik hasilnya dan semakin banyak waktu belajar bahasa
Inggeris [sic!] maka taraf penguasaan pembelajar terhadap bahasa itu akan semakin baik.”
6. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
7. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional intelligence is …”
8. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
9. Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Contoh:
Pardede dan Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……
10. Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan diikuti dkk.
Contoh:
Pardede dkk. (2007: 34) menyatakan ……
11. Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari sumber berbeda yang ditulis
orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data tahun penerbitan diikuti
lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku tersebut.
Contoh:
Garcia (2009a: 34) menjelaskan ……
12. Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama majalah atau koran
tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Kompas (2009: 34) menyatakan ……
13. Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga tersebut
dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Pusat Bahasa (2007: 25) menjelaskan ……
14. Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan tanpa identitas penulis, judul
atau nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2004) menyatakan
……
15. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah karena
dirasakan tidak efektif.
16. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai sumber
acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena harus diketahui oleh
orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa menggunakannya, kutipan seperti itu
harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan diminta pengesahannya oleh pembicara.
17. Pengutipan pendapat orang lain sebaiknya dilakukan secara variatif (jangan monoton). Padukanlah
kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
18. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja dengan
teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau menggeserkan makna atau
pesannya.
Contoh:
Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, …, not possible to have action without character and character is
also defined by plot.”
19. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk penyajiannya
adalah.
Contoh:
Menurut Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …
20. Penulisan kutipan dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan tertulis,
bila data tentang nama penulis, judul artikel, dan nomor halaman tersedia. Jika nomor halaman tidak
tersedia, sebutkan dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.
Contoh:
Menurut Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah …
D. Penulisan Daftar Referensi
1. Hakikat Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah (misalnya makalah atau skripsi)
yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara alfabetis (setelah nama marga
pengarang dikedepankan). Daftar pustaka merupkan suatu elemen yang harus ada (mutlak) dalam
penulisan karangan ilmiah. Dengan adanya daftar pustaka, pembaca bisa mengetahui sumber acuan yang
menjadi landasan dalam pengkajian.
Penulisan daftar pustaka yang berkembang hingga saat ini dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama,
bibliografi, yakni daftar bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, sekalipun tidak
dirujuk secara langsung di dalam tulisan. Kedua, daftar rujukan (reference list), yaitu yakni daftar bacaan
yang dikutip dalam tulisan.
2. Teknik Penulisan Daftar Pustaka
Unsur-unsur yang dituliskan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a. Nama pengarang, ditulis dengan urutan: nama belakang, nama depan dan nama tengah tanpa gelar
akademik.
b. Bila pengarang ada dua, nama yang dibalikkan urutannya hanya nama pengarang pertama.
Contoh:
Pardede, Parlin dan Kerdit Simbolon. 2008. …
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang diputar dan diikuti oleh
dkk. atau et. all.
Contoh:
Tobing, Maruli dkk. 2009. …
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departeman atau lembagalah yang ditulis; bila tidak ada
kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa lembaga.
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
e. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam mesin tik atau tulisan
tangan;
f. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh tanda petik dua;
g. Bila ada edisi/cetakan ditulis sesudah judul buku;
h. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah ditulis sesudah edisi atau
judul buku. Jika tahun penerbitan buku asli tidak disebutkan, tuliskan kata ‘Tanpa tahun’.
Contoh:
Ary, D.C. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arif Furhan. 1992.
Surabaya: Usaha Nasional.
Segers, Rien T.1980. Evaluasi Teks Sastra. Terjemahan oleh Suminto A. sayuti. 2000. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
i. Spasi dalam daftar pustaka adalah satu spasi;
j. Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
k. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua dan selanjutnya diketik lebih
menjorok ke kanan antara 5-7 ketuk.
l. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang ditulis satu kali; nama
pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa garis panjang dan urutan penulisannya
berdasarkan tahun terbit;
Contoh:
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia 1. Jakarta: PT Gramedia.
_______ 1987. Membina Bahasa Indonesia Baku 2, Cet. X, Bandung: Pustaka Prima.
m. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang yang ditulis dalam tahun yang
sama, urutan penulisannya diikuti nomor urut a, b, c, dsb.
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.
_______ 1993b. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.
n. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal, nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun,
judul artikel (diapit tanda petik ganda), nama jurnal (cetak miring), tahun ke-n jurnal, nomor jurnal dan
nomor halaman artikel (dalam kurung, dipisahkan oleh tanda titik dua);
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Developing Students Pronunciation Using Drill Technique: An Action
Research Report”. Dinamika Pendidikan, 3 (1: 1-17). Jakarta: FKIP-UKI.
o. Bila rujukan merupakan artikel yang disajikan dalam seminar, lokakarya, atau penataran, nama penulis
ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), kemudian dilanjutkan
dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam …” nama forum, lembaga penyelenggara, tempat, tanggal,
bulan dan tahun penyelenggaraan.
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Teaching Language Through Songs”. Makalah disajikan dalam Lokakarya
Teaching English to Young Learners yang diselenggarakan oleh FKIP-UKI di Jakarta pada tanggal 25
September 2009.
p. Bila rujukan merupakan artikel individual yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan,
diikuti oleh tahun, judul karya, keterangan (Online), alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu
pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Boon, J. (tanpa tahun). “An Introduction to Anthropology of Religion.” (Online)
http://www.joe.org/june33/95.html (Diunduh pada tanggal 17 Juni 2010).
q. Bila rujukan merupakan artikel dari jurnal yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling
depan, diikuti oleh tahun, judul karya, nama jurnal (cetak miring), keterangan (Online), volume dan
nomor, alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Family and School: Mothering for Schooling.” Education policy
Analysis Archive. (Online). Vol. 3 No. 1., http://olam.ed.asu.edu/epaa/ (Diunduh pada tanggal 17
February 2007).
r. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal dalam CD-ROM, penulisannya sama dengan rujukan dari
artikel cetak, diakhiri dengan penyebutan CD-ROMnya dalam tanda kurung.
Contoh:
Krashen, S. M. Long, dan R. Scarcella. 1977. “Age, Rate and Eventual Attainment in Second Language
Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 578-82 (CD-ROM: TESOL Quarterly Digital).
s. Jika rujukan merupakan artikel yang diperoleh dari internet berupa e-mail pribadi, penulisannya diawali
dengan nama pengirim (jika ada), diikuti oleh alamat e-mail pengirim dalam tanda kurung, tanggal, bulan,
tahun, topik berita yang diapit oleh tanda petik ganda, keterangan “E-mail kepada …, dan diakhiri dengan
alamat e-mal penerima dalam tanda kurung.
Contoh:
Pardede, Parlindungan ([email protected]), 5 Juni 2010. Artikel untuk Jurnal Dinamika
Pendidikan. E-mail kepada Situjuh Nazara (SitujuhNazara @uki.ac.id)
t. Perhatikan urutan penulisan; Nama keluarga/marga, (dipisahkan koma), nama diri (diakhiri titik),
tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku, (diakhiri titik atau titik dua bila ada anak judul dan dicetak
miring), cetakan (diakhiri titik), nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit (diakhiri titik).
Penutup
Berdasarkan uraian tentang empat jenis kesalahan di atas, diharapkan pembaca dapat menerapkan katakata bijak bahwa kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama.dalam penulisan karya ilmiah. Penjelasan dalam makalah ini disarankan untuk dimanfaatkan
sebagai pedoman dalam proses pengeditan dan revisi sewaktu menulis. Selamat berkarya.
Daftar Pustaka
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Bagian
Perkuliahan Dasar Umum, Universitas Widyatama.
Catatan: Makalah ini dipresentasikan Dalam Forum Ilmiah Dwi-Bulanan FKIP-UKI, 17 Juni 2010
Parlindungan pardede
Universitas Kristen Indonesia
Pendahuluan
As a skill, scientific writing needs practices to master. During the practices, one’s own and other people’s
mistakes are very helpful guides in order not to commit similar mistakes. This article deals with some
common mistakes identified in the works of some university students, including essays, reports, and
“skripsi”. The mistakes cover the areas of how to write effective paragraphs, how to make clear writing,
how to quote from various sources, and how to write reference list. By recognizing the errors, readers will
hopefully be able to produce better scientific writings.
Keywords: karya-ilmiah, makalah, struktur, proses penulisan
Pendahuluan
Ada satu kecenderungan buruk di dunia pendidikan, yaitu menganggap kesalahan sebagi sesuatu yang
buruk dan harus dihindari. Selama dua puluh dua tahun pertama dalam hidupnya, setiap orang diajarkan
bahwa kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus dihindari. Padahal, kesalahan sebenarnya
merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Winston Churchil, mantan Perdana
Mentri Inggris, pernah berkata: “All men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes.”
Pernyataan ini mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang
lebih baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan: “Mistakes are the portals of discovery.”
Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa diidentifikasi seseorang (termasuk kesalahan orang lain)
semakin banyak dia belajar dan semakin besar pula kesempatan baginya membuat sesuatu yang lebih
berkualitas pada kesempatan berikutnya.
Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk melakukan sesuatu lebih baik ini sangat bermanfaat
untuk diterapkan dalam penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman penulis dalam membimbing
penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat empat
kelompok kesalahan yang sering dilakukan para penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang
efektif, bagaimana membuat tulisan mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan
bagaimana cara menuliskan referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam kesalahan
tersebut akan memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.
A. Alinea Yang Efektif
Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas suatu permasalahan. Oleh
karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah persyaratan yang sangat penting dalam menulis
karya ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka
mengembangkan kemampuan menulis alinea yang efektif.
Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang membahas satu ide pokok.
Seluruh kalimat itu harus memiliki hubungan logis. Kalimat yang tidak berhubungan logis (atau tidak
relevan dengan ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat yang bersifat pengulangan juga harus
dihilangkan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa jumlah kalimat yang diperlukan
untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Yang perlu
dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh terlalu pendek sehingga ide pokoknya tidak
dikembangkan secara memadai, atau terlalu panjang sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas
hingga perlu dikembangkan dalam beberapa alinea terpisah.
Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat dibedakan ke dalam tiga jenis:
kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik berfungsi menyatakan ide
pokok atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam alinea tersebut. Kalimat pendukung berfungsi
menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan lain untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan
kalimat kesimpulan digunakan untuk merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke alinea
berikutnya. Tidak semua alinea membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat yang
harus ada dalam sebuah alinea adalah kalimat topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat
digambarkan seperti dalam gambar 2 berikut.
Gambar 1: Tampilan Sebuah Alinea
(Kalimat topik)
………………………………………………………………………………………………………………
(Kalimat pendukung) …………………………………………………(Kalimat pendukung)
………………………………………………………………………………(Kalimat pendukung)
……………………………………………………………………………………… (Kalimat pendukung)
……………………………………………………………………(Kalimat kesimpulan).
………………………………………………………………………………
1. Kalimat Topik
Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir alinea, tergantung pola
berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola berpikir deduktif, kalimat topik diposisikan di
awal alinea, jika induktif, di akhir. Untuk penulis pemula, menempatkan kalimat topik di awal alinea
lebih disarankan, karena mendukung suatu ide yang lebih umum dengan menghadirkan detil-detil yang
spesifik (deduktif) biasanya lebih mudah dilakukan daripada menyimpulkan beberapa detil spesifik
menjadi sebuah ide yang lebih umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga unsur: subjek, verba, dan ide
pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat topik berperan sebagai topik alinea, sedangkan ide
pengendali merupakan sebuah kata atau frasa yang mengendalikan informasi-informasi dalam kalimatkalimat lain dalam alinea tersebut. Subjek bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di
akhir (sesudah verba). Lihat contoh 1 berikut.
Contoh 1
1. Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.
S
V
IP
1. Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.
IP
V
S
Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat topik harus memenuhi tiga
persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk kalimat lengkap (complete). Dalam kalimat itu harus
terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus terbatas
(limited), dalam arti tidak lebih dari satu ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas sebuah ide
secara tuntas. Ketiga, ide pengendali harus spesifik (specific). Hal ini berarti ide tersebut harus relevan
dan secara langsung berhubungan dengan topik.
Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara lebih jelas, lihat contoh-contoh dan
penjelasan dalam contoh 2 berikut.
Contoh 2
1.a.
1.b.
2.a.
2.b.
3.a.
3.b.
Kemampuan menulis yang baik
Kemampuan menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.
Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.
Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan
penduduknya yang ramah.
Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.
Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi
kalangan berpenghasilan rendah.
Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki unsur subyek, verba, dan ide
pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena adanya unsur subyek, verba,
dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya hanya
satu, yakni “berbagai pemandangan yang indah”. Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena ide
pengendalinya lebih dari satu. Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik yang baik karena ide
pengendalinya tidak spesifik—bagi siapa masalah yang serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan
kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang serius
tersebut dialami kalangan berpenghasilan rendah.
2. Kalimat Pendukung
Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat pendukung mayor, yaitu kalimatkalimat yang secara langsung digunakan untuk menjelaskan ide pokok dalam yang dinyatakan dalam
kalimat topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan dengan cara menghadirkan bukti, fakta, argumen,
kutipan atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung minor, yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya
memberikan keterangan yang lebih terperinci terhadap penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor.
Keberadaan satu atau lebih kalimat pendukung mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan
keberadaan kalimat pendukung minor sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat
pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau tidak. Dengan kata lain,
tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3 berikut.
Contoh 3
(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan evolusi yang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis mengungkapkan bahasa mulai
dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana komunikasi antar individu dalam kelompok kecil
sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa digunakan hanya
untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar tahun 30.000 sebelum
masehi, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain dari kelompok dan generasi berbeda
mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan ideogram di dinding gua,
seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005: 20). (6) Perkembangan ini kemudian diikuti oleh
penemuan sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM, yang memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan
data dalam bentuk yang lebih permanen. (7) Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan
penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon (1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi
dengan bahasa dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.
Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2) merupakan kalimat pendukung
mayor pertama (KPM1) yang secara langsung menjelaskan tahapan evolusi bahasa sebagai media
komunikasi dengan menghadirkan tahapan awal perkembangan bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat
pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi dalam KPM1. Kalimat
(4) merupakan kalimat pendukung mayor kedua (KPM2) yang secara langsung menjelaskan tahapan
kedua evolusi bahasa. Kalimat (5) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan
lebih detil kepada informasi dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga
(KPM3) yang secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan
kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan tahapan keempat evolusi
bahasa.
Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor (KPM) serta kalimat-kalimat
pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat digambarkan dalam grafik di sebelah kanan ini.
3. Kalimat Kesimpulan
Pada bagian akhir berbagai alinea penulis juga bisa meletakkan kalimat kesimpulan, yakni kalimat yang
merangkum informasi pada kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik kesimpulan berdasarkan informasi
tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kalimat kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang
dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat contoh 4 berikut.
Contoh 4
(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama untuk
menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu universitas tertua di
Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi dalam rangka menghasilkan lulusan
berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan 95%
responden tidak mengalami kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya selama
kuliah di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu lokasi paling
strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencapai kampus. (6)
Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi. (7) Ketiga
faktor diatas mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.
Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini merangkum informasi
yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini juga mengungkapkan ide pokok yang telah
dinyatakan di kalimat topik, meskipun dengan cara yang tidak sama persis.
Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat, sebuah alinea juga harus
memenuhi unsur koherensi (coherence) dan kohesi. Yang dimaksud dengan koherensi adalah kesatuan isi
atau kepaduan maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat pendukung membahas hanya satu hal,
yakni topik, dan jika peristiwa, waktu, ruang, dan proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung arti
hubungan yang erat; perpaduan yang kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta bila seluruh
kalimat yang membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan menggunakan konjungsi,
pronominal, repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.
B. Membuat Tulisan yang Mudah Dipahami
Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah mengkomunikasikan
informasi, ide, atau konsep kepada pembaca agar dapat dipahami, dimanfaatkan, dan dikembangkan.
Akan tetapi, ada “sekelompok” tertentu yang cenderung menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan
sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu: semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto ”Kalau
bisa ditulis secara rumit mengapa harus dibuat sederhana?” terkesan lebih pas daripada antitesisnya,
“Kalau bisa ditulis sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada
hakikatnya berhubungan dengan faktor kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam
berpikir. Jika semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung menulis karya ilmiah
dengan empat karakteristik berikut. Pertama, menggunakan kalimat-kalimat yang panjang. Kelompok ini
kelihatannya menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang mudah dipahami hanya cocok untuk
tulisan anak-anak atau orang awam. Oleh karena itu mereka menyusun kalimat-kalimat yang
mengandung banyak frasa dan klausa dengan ‘alasan’ semakin panjang kalimat, semakin mendalam
pembahasan. Padahal kalimat yang sangat panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena tidak
jelas mana subjek, mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini sebaiknya
dicegah. Jika tidak terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek dan
efektif akan membuat pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh berikut. Mana yang
lebih mudah dipahami?
Contoh 5
a. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan kompetensi bahasa
tertentu dengan cara mengidentifikasi kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti slip,
keseleo, salah omong, alias lapses dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia melakukan
kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian
menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur
linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu.
b. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis ini dilakukan dalam
lima langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan secara sistematis, seperti salah omong
dalam pembelajaran berbicara; dua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan; tiga, menentukan dan
mengklasifikasikan jenis kesalahan; empat, menginterpretasikan penyebab kesalahan; dan terakhir,
mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur linguistik.
Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan
kerumitan adalah memuat sebanyak mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah ini memperlihatkan
fenomena ini dengan cukup baik. Anda dapat memahaminya?
Contoh 6
Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah logika
modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang dibutuhkan
mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan kebutuhan akan teorema juga
merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat
dirumuskan ‘Jika p maka mungkin (‘à’) diketahui p’ dapat diketahui, p_àKp:
Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak memiliki padanan
yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam karya tulis ilmiah. Permasalahan ini
sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu bahasa pun yang memiliki kosa kata lengkap
hingga tidak lagi memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap
permasalahan apakah istilah-istilah asing tersebut harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan
dengan istilah Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi, untuk
menghasilkan tulisan ilmiah yang baik, menerapkan pedoman pembentukan istilah tersebut merupakan
keharusan.
Sebagai pedoman praktis, terdapat empat kiat untuk menghasilkan tulisan yang efektif. Pertama, gunakan
kata yang pendek dan lazim. Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang migrasi hadir di seminar itu.”
jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan spesifik dalam bidang perpindahan penduduk
hadir di seminar itu”, meskipun keduanya mengungkapkan ide yang sama. Kedua, cegah kata-kata yang
berlebihan (redundant). Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras” menggunakan kata yang
berlebihan, karena suara orang yang berteriak pasti keras. Sebaiknya kalimat itu diganti menjadi ““Tono
berteriak” saja. Ketiga, gunakan kalimat yang efektif (pendek dan sederhana). Keempat, urutkan ide
secara logis.
C. Pengutipan
1. Hakikat Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah seringkali digunakan berbagai kutipan—pinjaman pendapat atau ucapan
seseorang—untuk mendukung, menjelaskan, membuktikan, atau menegaskan ide-ide tertentu. merupakan
suatu hal yang wajar dan bahkan sangat efektif untuk menghemat waktu. Adalah suatu pemborosan waktu
bila seorang penulis harus menyelediki kembali suatu kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan
dimuat secara luas dalam sebuah buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama.
Jadi, untuk mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan
menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber aslinya.
Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang wajar, hal itu tidak berarti bawa
sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat tulisan dengan menggunakan terlalu
banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa karya itu hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai
patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi sepertiga panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok dan
kesimpulan-kesimpulan harus merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai
bukti-bukti pendukung pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat dilakukan dengan bermacam cara sesuai dengan standar
yang digunakan oleh lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena rumpun ilmu-ilmu sosial
biasanya menganut sistem American Psychological Association (APA), sangat disarankan untuk
menguasai sistem ini dan menggunakannya secara konsisten. Berikut ini adalah pedoman pokok yang
diadaptasi dari Suryana dkk. (2007).
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak
langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para ahli yang dipinjam secara utuh atau lengkap, baik
berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas kutipan langsung yang kurang atau
sama dengan empat baris dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung
adalah pendapat para ahli yang dikutip dengan menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa
yang dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang paling
disarankan untuk digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik kutipan langsung digunakan hanya
jika (1) ungkapan yang dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang
dikutip sudah sangat populer, atau (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.
2. Teknik Pengutipan
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
(i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan; (iii)
awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku,
halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) ditulis
eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii) memakai tanda petik dua atau pun
tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan
memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku;
penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
b. Kutipan Tidak Langsung
Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan (inklusif) dengan teks; (ii) tidak
memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa, menyatakan bahwa,
mengemukakan bahwa, berpendapat bahwa dll; (iv) Mencantumkan nama akhir pengarang (marga),
tahun, dan halaman.
3. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
1. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
2. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Contoh:
Norman (2004: 56) menyatakan bahwa ……………………
3. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
4. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila ingin
mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
5. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak diperkenankan
mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau komentarnya mengenai
kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis menemukan
kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan
tersebut dengan menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak
bertanggungjawab atas kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam
naskah aslinya. Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara
merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal, hal itu harus
dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
Contoh:
Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini [huruf miring dari saya, Penulis] seseorang mulai
belajar bahasa Inggeris [sic!] akan semakin baik hasilnya dan semakin banyak waktu belajar bahasa
Inggeris [sic!] maka taraf penguasaan pembelajar terhadap bahasa itu akan semakin baik.”
6. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
7. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional intelligence is …”
8. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
9. Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Contoh:
Pardede dan Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……
10. Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan diikuti dkk.
Contoh:
Pardede dkk. (2007: 34) menyatakan ……
11. Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari sumber berbeda yang ditulis
orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data tahun penerbitan diikuti
lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku tersebut.
Contoh:
Garcia (2009a: 34) menjelaskan ……
12. Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama majalah atau koran
tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Kompas (2009: 34) menyatakan ……
13. Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga tersebut
dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Pusat Bahasa (2007: 25) menjelaskan ……
14. Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan tanpa identitas penulis, judul
atau nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2004) menyatakan
……
15. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah karena
dirasakan tidak efektif.
16. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai sumber
acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena harus diketahui oleh
orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa menggunakannya, kutipan seperti itu
harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan diminta pengesahannya oleh pembicara.
17. Pengutipan pendapat orang lain sebaiknya dilakukan secara variatif (jangan monoton). Padukanlah
kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
18. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja dengan
teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau menggeserkan makna atau
pesannya.
Contoh:
Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, …, not possible to have action without character and character is
also defined by plot.”
19. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk penyajiannya
adalah.
Contoh:
Menurut Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …
20. Penulisan kutipan dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan tertulis,
bila data tentang nama penulis, judul artikel, dan nomor halaman tersedia. Jika nomor halaman tidak
tersedia, sebutkan dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.
Contoh:
Menurut Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah …
D. Penulisan Daftar Referensi
1. Hakikat Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah (misalnya makalah atau skripsi)
yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara alfabetis (setelah nama marga
pengarang dikedepankan). Daftar pustaka merupkan suatu elemen yang harus ada (mutlak) dalam
penulisan karangan ilmiah. Dengan adanya daftar pustaka, pembaca bisa mengetahui sumber acuan yang
menjadi landasan dalam pengkajian.
Penulisan daftar pustaka yang berkembang hingga saat ini dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama,
bibliografi, yakni daftar bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, sekalipun tidak
dirujuk secara langsung di dalam tulisan. Kedua, daftar rujukan (reference list), yaitu yakni daftar bacaan
yang dikutip dalam tulisan.
2. Teknik Penulisan Daftar Pustaka
Unsur-unsur yang dituliskan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a. Nama pengarang, ditulis dengan urutan: nama belakang, nama depan dan nama tengah tanpa gelar
akademik.
b. Bila pengarang ada dua, nama yang dibalikkan urutannya hanya nama pengarang pertama.
Contoh:
Pardede, Parlin dan Kerdit Simbolon. 2008. …
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang diputar dan diikuti oleh
dkk. atau et. all.
Contoh:
Tobing, Maruli dkk. 2009. …
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departeman atau lembagalah yang ditulis; bila tidak ada
kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa lembaga.
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
e. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam mesin tik atau tulisan
tangan;
f. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh tanda petik dua;
g. Bila ada edisi/cetakan ditulis sesudah judul buku;
h. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah ditulis sesudah edisi atau
judul buku. Jika tahun penerbitan buku asli tidak disebutkan, tuliskan kata ‘Tanpa tahun’.
Contoh:
Ary, D.C. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arif Furhan. 1992.
Surabaya: Usaha Nasional.
Segers, Rien T.1980. Evaluasi Teks Sastra. Terjemahan oleh Suminto A. sayuti. 2000. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
i. Spasi dalam daftar pustaka adalah satu spasi;
j. Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
k. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua dan selanjutnya diketik lebih
menjorok ke kanan antara 5-7 ketuk.
l. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang ditulis satu kali; nama
pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa garis panjang dan urutan penulisannya
berdasarkan tahun terbit;
Contoh:
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia 1. Jakarta: PT Gramedia.
_______ 1987. Membina Bahasa Indonesia Baku 2, Cet. X, Bandung: Pustaka Prima.
m. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang yang ditulis dalam tahun yang
sama, urutan penulisannya diikuti nomor urut a, b, c, dsb.
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.
_______ 1993b. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.
n. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal, nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun,
judul artikel (diapit tanda petik ganda), nama jurnal (cetak miring), tahun ke-n jurnal, nomor jurnal dan
nomor halaman artikel (dalam kurung, dipisahkan oleh tanda titik dua);
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Developing Students Pronunciation Using Drill Technique: An Action
Research Report”. Dinamika Pendidikan, 3 (1: 1-17). Jakarta: FKIP-UKI.
o. Bila rujukan merupakan artikel yang disajikan dalam seminar, lokakarya, atau penataran, nama penulis
ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), kemudian dilanjutkan
dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam …” nama forum, lembaga penyelenggara, tempat, tanggal,
bulan dan tahun penyelenggaraan.
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Teaching Language Through Songs”. Makalah disajikan dalam Lokakarya
Teaching English to Young Learners yang diselenggarakan oleh FKIP-UKI di Jakarta pada tanggal 25
September 2009.
p. Bila rujukan merupakan artikel individual yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan,
diikuti oleh tahun, judul karya, keterangan (Online), alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu
pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Boon, J. (tanpa tahun). “An Introduction to Anthropology of Religion.” (Online)
http://www.joe.org/june33/95.html (Diunduh pada tanggal 17 Juni 2010).
q. Bila rujukan merupakan artikel dari jurnal yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling
depan, diikuti oleh tahun, judul karya, nama jurnal (cetak miring), keterangan (Online), volume dan
nomor, alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Family and School: Mothering for Schooling.” Education policy
Analysis Archive. (Online). Vol. 3 No. 1., http://olam.ed.asu.edu/epaa/ (Diunduh pada tanggal 17
February 2007).
r. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal dalam CD-ROM, penulisannya sama dengan rujukan dari
artikel cetak, diakhiri dengan penyebutan CD-ROMnya dalam tanda kurung.
Contoh:
Krashen, S. M. Long, dan R. Scarcella. 1977. “Age, Rate and Eventual Attainment in Second Language
Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 578-82 (CD-ROM: TESOL Quarterly Digital).
s. Jika rujukan merupakan artikel yang diperoleh dari internet berupa e-mail pribadi, penulisannya diawali
dengan nama pengirim (jika ada), diikuti oleh alamat e-mail pengirim dalam tanda kurung, tanggal, bulan,
tahun, topik berita yang diapit oleh tanda petik ganda, keterangan “E-mail kepada …, dan diakhiri dengan
alamat e-mal penerima dalam tanda kurung.
Contoh:
Pardede, Parlindungan ([email protected]), 5 Juni 2010. Artikel untuk Jurnal Dinamika
Pendidikan. E-mail kepada Situjuh Nazara (SitujuhNazara @uki.ac.id)
t. Perhatikan urutan penulisan; Nama keluarga/marga, (dipisahkan koma), nama diri (diakhiri titik),
tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku, (diakhiri titik atau titik dua bila ada anak judul dan dicetak
miring), cetakan (diakhiri titik), nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit (diakhiri titik).
Penutup
Berdasarkan uraian tentang empat jenis kesalahan di atas, diharapkan pembaca dapat menerapkan katakata bijak bahwa kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama.dalam penulisan karya ilmiah. Penjelasan dalam makalah ini disarankan untuk dimanfaatkan
sebagai pedoman dalam proses pengeditan dan revisi sewaktu menulis. Selamat berkarya.
Daftar Pustaka
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Bagian
Perkuliahan Dasar Umum, Universitas Widyatama.
Catatan: Makalah ini dipresentasikan Dalam Forum Ilmiah Dwi-Bulanan FKIP-UKI, 17 Juni 2010