Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anggaran Belanja Pemeliharaan SKPD pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian
Undang–undang tentang otonomi daerah memberi pengaruh besar pada

pelaksanaan pemerintahan di daerah. Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah
bertujuan untuk tercapainya pemerataan pembangunan nasional di pusat dan
daerah. Otonomi daerah memberikan peluang bagi setiap daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di
daerahnya

sekaligus

menuntut

pemerintah

daerah


untuk

mewujudkan

akuntabilitas dan transparansi publik sebagai bentuk pertanggungjawaban
pemerintah daerah kepada masyarakat termasuk dalam hal pengelolaan keuangan
daerah.
Dalam roda pemerintahan, masyarakat adalah pemilik modal dan
pemerintah adalah pengelola modal dengan tujuan utama untuk mensejahterakan
masyarakat. Untuk itu, pemerintah senantiasa berupaya meningkatkan kualitas
kerja, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang
diwujudkan dengan adanya reformasi keuangan negara yang juga berdampak bagi
pengelolaan keuangan daerah.
Anggaran merupakan rencana tertulis mengenai segala aktivitas yang akan
dilakukan suatu organisasi dalam jangka waktu satu tahun. Anggaran berisi
tingkat atau target yang diharapkan dan hendak dicapai (Harahap, 2001). Pada
pemerintah daerah, dokumen anggaran dikenal dengan istilah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD memuat estimasi pendapatan dan


1

Universitas Sumatera Utara

2

rencana belanja yang dinyatakan dalam satuan kuantitatif selama satu tahun.
Proses pengganggaran merupakan bagian dalam perencanaan pembangunan yang
fokus utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pemilik
modal. Oleh karena itu, seluruh rencana belanja yang dialokasikan dalam APBD
haruslah diorientasikan pada kebutuhan masyarakat. Hal ini sejalan dengan
reformasi keuangan negara dalam penyusunan anggaran setelah otonomi daerah
tepatnya pada tahun 2003 yaitu penerapan sistem anggaran berbasis kinerja
(performance-based budgeting) dimana output atau keluaran menjadi fokus utama
sebelum mengalokasikan anggaran.
Alokasi belanja dalam APBD terbagi atas tiga bagian besar yaitu belanja
pegawai, belanja modal, dan belanja barang dan jasa. Dalam penyusunan APBD,
pengalokasian sumber daya untuk pengadaan dan pemeliharaan aset tetap menjadi
hal yang penting untuk diperhatikan. Selain karena aset tetap merupakan sarana
pelayanan publik, proses pengadaan aset tetap sering dihubungkan dengan

kepentingan-kepentingan politik. Realisasi anggaran belanja modal seharusnya
diikuti dengan peningkatan nilai aset tetap dan penambahan nilai aset tetap
seharusnya dibarengi dengan peningkatan anggaran belanja pemeliharaan pada
tahun anggaran berikutnya. Tetapi pada kenyataannya, penyusunan anggaran
belanja pemeliharaan tidak mengikuti penambahan nilai aset tetap yang
merupakan realisasi dari belanja modal. Fenomena ini dikemukakan oleh
Togatorop (2009) bahwa pengelolaan aset pemerintah daerah di Sumatera Utara
masih buruk. Masalah antara satu daerah dengan daerah lainnya memang berbedabeda, salah satu contohnya adalah realiasi belanja modal tidak diikuti dengan
penambahan aset tetap, seperti ditemukannya pemerintah daerah yang membeli

Universitas Sumatera Utara

3

mobil tetapi tidak dicatat sebagai perolehan aset tetap baru. Melihat fenomena
yang terjadi, Nasution (2015) menambahkan bahwa titik rawan penyelewengan
APBD bisa dilihat mulai dari tahap penyusunan anggaran. Seringkali perencanaan
suatu program tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga dalam
pelaksanaannya pengggunaan belanja program, baik belanja modal maupun
barang dan jasa sering disalahgunakan.

Selain belanja modal, belanja pemeliharaan yang merupakan sub dari
belanja barang dan jasa merupakan salah satu pos anggaran yang paling sering
difiktifkan (Sidabutar dan Sinaga, 2012). Belanja pemeliharaan potensial menjadi
objek penyimpangan karena belanja barang dan jasa tidak harus ada bukti fisik,
tidak seperti belanja modal, sehingga sering ditemukan pertanggungjawaban
belanja pemeliharaan yang fiktif. Anggaran belanja pemeliharaan pada umumnya
terealisasi hampir sempurna setiap tahunnya, namun demikian masih tetap
ditemukan aset yang tidak terpelihara, tidak lagi dapat difungsikan, atau bahkan
hilang. Kasus seperti ini terjadi di Pemerintah Kota Bengkulu dimana masih
terdapat aset milik Pemerintah Kota Bengkulu, baik berupa gedung, tanah,
kendaraan, dan lain-lain yang bernilai puluhan miliar terbengkalai sehingga sering
diserobot/diklaim oleh masyarakat sebagai milik mereka (Andri, 2015). Hal ini
menunjukkan kurang optimalnya pemeliharaan aset oleh pemerintah daerah, baik
karena ketidaktersediaan anggaran belanja pemeliharaan maupun penyelewengan
belanja pemeliharaan aset tetap.
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara juga terindikasi melakukan
penyimpangan penggunaan anggaran belanja pemeliharaan. Serikat Pemuda
Kerakyatan (SPK) membeberkan sejumlah fakta terkait dugaan penyelewengan

Universitas Sumatera Utara


4

dana pemeliharaan untuk ruas jalan dan jembatan di Tapanuli Selatan yang
dianggarkan di APBD Sumatera Utara wilayah Tapanuli Selatan Tahun Anggaran
2013 senilai Rp10.233.600.000,- dan telah terealisasi senilai Rp8.816.823.476,(86%) namun hasil kerjanya dianggap tidak seimbang dengan belanja
pemeliharaan yang telah terealisasi. Hal ini terlihat dari banyaknya jalan
penghubung antar daerah di Tapanuli Selatan yang masih rusak (Iqbal, 2015).
Fenomena ini menunjukkan bahwa alokasi belanja pemeliharaan tidak didasarkan
pada nilai dan kondisi aset tetap yang sebenarnya di lapangan.
Selain itu, penyusunan anggaran di pemerintah daerah masih dilakukan
secara incremental. Artinya, untuk kasus belanja pemeliharaan secara spesifik,
alokasinya dianggarkan berdasarkan besaran anggaran tahun lalu dengan sedikit
peningkatan meskipun banyak aset yang sudah tidak berfungsi dan hilang, atau
sebaliknya terdapat penambahan aset tetap baru (Abdullah dan Halim, 2006).
Perubahan pendekatan anggaran menjadi anggaran berbasis kinerja seharusnya
diterapkan sehingga orientasi beralih pada output, aset tetap yang seharusnya
dipelihara. Oleh karena itu, pengecekan fisik aset tetap di lapangan sangat penting
dilakukan sebelum menyusun anggaran pemeliharaan, jangan sampai aset tetap
yang hilang pun dianggarkan belanja pemeliharaannya. Di sisi lain, tidak adanya

transparansi dalam penghapusan dan pemindahtanganan aset tetap pemerintah
juga menjadi penyebab penggelembungan anggaran belanja pemeliharaan yang
belum tentu tepat sasaran. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum
benar-benar serius menangani pengelolaan aset di daerahnya.
Fenomena yang sampai saat ini masih terjadi adalah laporan aset tetap
yang dilampirkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) belum

Universitas Sumatera Utara

5

tentu menggambarkan keadaan yang sebenar-benarnya di lapangan, apakah aset
tetap tersebut masih benar-benar ada fisiknya dan jika masih ada bagaimana
kondisinya apakah baik, kurang baik, rusak ringan, atau rusak berat. Hal ini
dimuat dalam berita utama di website Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Perwakilan Propinsi Sumatera Utara bahwa dalam pengecualian pemberian opini
terhadap LKPD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2013 nilai aset tetap dan aset
lainnya dalam LKPD tidak dapat diyakini karena tidak didukung oleh catatan dan
keterangan yang memadai serta tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya di
lapangan.

Dalam hal pengelolaan keuangan, sesuai dengan amanat dalam UndangUndang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan
untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual selambat-lambatnya pada tahun
anggaran 2008. Perubahan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa basis akrual
dapat menghasilkan informasi keuangan yang lebih rinci dalam hal penelusuran
terjadinya suatu transaksi, sehingga mencapai tingkat transparansi, akuntabilitas,
dan auditabilitas yang dinginkan oleh pengguna akhir laporan keuangan. Amriani
(2014) memaparkan bahwa sejak tahun 2010 telah dilakukan berbagai persiapan
dalam rangka implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis
akrual di Indonesia. Penerapan implementasi penuh akuntansi berbasis akrual di
Indonesia dilaksanakan pada tahun 2015 sebab laporan keuangan tahun 2015 yang
diberi opini oleh BPK adalah yang berbasis akrual. Perubahan akuntansi berbasis
akrual pada laporan aset tetap menuntut diterapkannya penyusutan aset tetap yang
wajib dilampirkan dalam LKPD. Dengan adanya penyusutan aset tetap, nilai aset

Universitas Sumatera Utara

6

tetap bukan lagi nilai perolehan awal melainkan nilai buku aset tetap, yaitu nilai

perolehan aset tetap setelah dikurangi akumulasi penyusutannya.
Beberapa penelitian terkait dengan belanja pemeliharaan telah banyak
dilakukan. Penelitian oleh Abdullah dan Halim (2006) menunjukkan bahwa
alokasi untuk belanja modal berasosiasi positif terhadap belanja pemeliharaan
untuk konteks pemerintahan daerah di Indonesia. Penelitian Abdullah (2007)
menunjukkan bahwa belanja modal pada tahun 2003 dan belanja pemeliharaan
pada tahun 2004 mempunyai korelasi yang cukup kuat baik untuk wilayah Pulau
Jawa. Penelitian Fitriyati (2012) di Kabupaten/Kota se-Propinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara belanja
modal tahun 2009 dan belanja pemeliharaan tahun berikutnya. Penelitian
Rustiyaningsih (2012) di Propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa belanja modal
berpengaruh secara signifikan terhadap belanja pemeliharaan. Penelitian oleh
Sidabutar dan Sinaga (2012) dengan objek kajian kendaraan dinas di Propinsi
Jawa Barat tahun anggaran 2006-2009 menemukan bahwa belanja modal
memiliki pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan yang lebih besar
dengan nilai aset tetap sebagai variabel intervening daripada pengaruh
langsungnya terhadap anggaran belanja pemeliharaan. Penelitian Purba (2013) di
Kabupaten/Kota se-Propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa secara simultan
nilai aset tetap yang akan dipelihara dan pendapatan asli daerah berpengaruh
secara signifikan terhadap anggaran belanja pemeliharaan tetapi secara parsial

pendapatan asli daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran
belanja pemeliharaan.

Universitas Sumatera Utara

7

Sebaliknya, ada juga penelitian yang menemukan bahwa anggaran belanja
modal tidak diiringi dengan pengalokasian anggaran yang sesuai untuk belanja
operasional dan pemeliharaan (Karo-Karo, 2006). Penelitian Wuga (2012) di
Kabupaten Ende Tahun 2008-2010 juga menunjukkan bahwa jumlah nilai aset
kendaraan dinas tidak berpengaruh terhadap jumlah anggaran pemeliharaan
kendaraan dinas dan alokasi anggaran pemeliharaan SKPD rata-rata belum
efisien.
Adanya perbedaan hasil penelitian yang ditemukan oleh beberapa peneliti
terdahulu menunjukkan bahwa tidak semua pemerintah daerah menaikkan alokasi
dana untuk belanja pemeliharaan seiring dengan adanya realisasi belanja modal.
Selain realisasi belanja modal, realisasi belanja pemeliharaan juga perlu
dipertimbangkan dalam pengalokasian anggaran belanja pemeliharaan untuk
tahun berikutnya. Hal ini dikemukakan oleh Harahap (2001) bahwa dalam

hubungan akuntansi dan anggaran, realisasi tahun berjalan sangat dibutuhkan
dalam penyusunan anggaran tahun mendatang sebab dengan adanya data realisasi
dapat dilakukan analisis perbandingan dengan anggaran tahun berjalan. Jika
anggaran tahun berjalan tidak terealisasi dengan baik sesuai kebutuhan atau
terdapat banyak penyimpangan maka anggaran tahun mendatang diarahkan untuk
tidak menyimpang dan lebih tepat sasaran. Sewajarnya, setiap tahun aset tetap
akan membutuhkan biaya pemeliharaan yang semakin besar karena adanya
penyusutan dan penurunan nilai serta fungsi aset tetap tersebut.
Pengelolaan aset tetap merupakan salah satu hal yang menjadi fokus
pemeriksaan BPK di pemerintah daerah. Pemerintah Kota Tebing Tinggi
mendapat opini disclaimer dengan aset sebagai fokus persoalan untuk LKPD

Universitas Sumatera Utara

8

tahun 2012. Dalam upayanya untuk membenahi laporan keuangan dan aset tetap,
Pemerintah Kota Tebing Tinggi melakukan kerjasama dengan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Propinsi Sumatera Utara dan
melakukan inventarisasi serta rekonsiliasi aset tetap dengan keuangan. Kerja keras

membuahkan hasil, LKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun 2013 mendapat
opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) bahkan LKPD tahun 2014 mendapat
opini Wajar Tanpa Pengecualian–Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP).
Menyadari betapa pentingnya pemeliharaan aset tetap agar sarana
pelayanan publik tetap dapat berfungsi dengan baik dan melihat fenomena yang
terjadi di pemerintah daerah terkait penyusunan anggaran belanja pemeliharaan,
peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
anggaran belanja pemeliharaan. Faktor-faktor yang dibahas dalam penelitian ini
adalah faktor internal yang diduga mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan
yaitu realisasi belanja modal, nilai buku aset tetap, dan realisasi belanja
pemeliharaan. Penelitian tentang topik ini sudah sering dilakukan di tingkat
Propinsi padahal sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan pada entitas akuntansi yang lebih
rendah yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di suatu pemerintah daerah.
Selain itu, jika ditinjau dari proses penyusunan anggaran, pemerintah daerah
menganut sistem demokasi (bottom up) dimana anggaran disusun mulai dari
entitas akuntansi yang paling rendah yaitu SKPD hingga pada akhirnya
dikonsolidasi menjadi APBD. Pemerintah Kota Tebing Tinggi dipilih sebagai
pemerintah daerah yang diteliti karena Pemerintah Kota Tebing Tinggi
merupakan salah satu pemerintah daerah yang mengalami kemajuan pesat dalam

Universitas Sumatera Utara

9

membenahi aset tetapnya dilihat dari opini BPK untuk LKPD Pemerintah Kota
Tebing Tinggi selama tiga tahun terakhir. Selain itu, Pemerintah Kota Tebing
Tinggi belum pernah melakukan penghapusan aset tetap namun sudah
menerapkan akuntansi penyusutan aset tetap sejak tahun 2013.
Penerapan sistem penyusunan anggaran yang berorientasi pada output
sudah

seharusnya

diterapkan

juga

pada

penyusunan

anggaran

belanja

pemeliharaan secara khusus. Alokasi belanja pemeliharaan harus sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi aset tetap di lapangan sehingga pemanfaatan aset tetap
sebagai sarana pelayanan publik di lapangan semakin optimal.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Apakah realisasi belanja modal, nilai
buku aset tetap, dan realisasi belanja pemeliharaan berpengaruh secara simultan
dan parsial terhadap anggaran belanja pemeliharaan SKPD pada Pemerintah Kota
Tebing Tinggi?
1.3

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk menganalisis dan menguji pengaruh realisasi belanja modal, nilai buku aset
tetap, dan realisasi belanja pemeliharaan secara simultan dan parsial terhadap
anggaran belanja pemeliharaan SKPD pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

10

1. Bagi peneliti
Menambah pengalaman dan wawasan dengan cara melakukan penerapan
ilmu yang telah dipelajari selama kuliah terhadap persoalan yang terjadi di
dunia kerja khususnya dalam menganalisis penyusunan anggaran belanja
pemeliharaan di pemerintah daerah.
2. Bagi SKPD dan Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan analisis terhadap faktorfaktor terkait dalam penyusunan anggaran belanja pemeliharaan sehingga
pada akhirnya dapat diterapkan di daerah dan menghasilkan besaran
anggaran pemeliharaan yang efisien dan tepat guna.
3. Bagi akademisi
Menjadi bahan masukan dan pembelajaran dalam pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang akuntansi sektor publik.
1.5

Originalitas
Penelitian ini merupakan pengembangan dari dua penelitian yaitu

penelitian Abdullah dan Halim (2006) yang berjudul “Studi atas Belanja Modal
pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja
Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan” dan penelitian Purba (2013) yang berjudul
“Pengaruh Nilai Aset Tetap yang akan Dipelihara dan Pendapatan Asli Daerah
terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan dalam Penyusunan APBD Pemerintah
Daerah di Propinsi Sumatera Utara”. Adapun yang membedakan penelitian
sekarang dengan penelitian sebelumnya yaitu:
1. Penelitian Abdullah dan Halim (2006) menggunakan Sumber Pendapatan dan
Belanja Modal sebagai variabel independen dan penelitian Purba (2013)

Universitas Sumatera Utara

11

menggunakan Nilai Aset Tetap yang akan Dipelihara dan Pendapatan Asli
Daerah sebagai variabel independen sedangkan penelitian ini menggunakan
Realisasi Belanja Modal, Nilai Buku Aset Tetap, dan Realisasi Belanja
Pemeliharaan sebagai variabel independen.
2. Penelitian Abdullah dan Halim (2006) dilakukan di beberapa Propinsi di Pulau
Sumatera termasuk Bangka Belitung pada tahun 2006 dengan data penelitian
realisasi APBD untuk tahun 2003-2004 dan penelitian Purba (2013) dilakukan
di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 dengan data penelitian untuk
neraca tahun 2011-2012 dan anggaran belanja tahun 2012-2013 sedangkan
penelitian ini dilakukan di Kota Tebing Tinggi pada tahun 2016 dengan data
penelitian untuk realisasi anggaran dan neraca tahun 2013-2015 dan anggaran
belanja tahun 2014-2016.
Uraian
Variabel bebas

Lokasi
penelitian
Tahun
penelitian
Data penelitian

Tabel 1.1 Originalitas Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Terdahulu I
Terdahulu II
Sekarang
− Sumber
− Nilai Aset
− Realisasi Belanja
Pendapatan
Tetap yang
Modal
− Belanja Modal
akan Dipelihara − Nilai Buku Aset
− Pendapatan Asli
Tetap
Daerah
− Realisasi Belanja
Pemeliharaan
Propinsi Sumatera Kota Tebing Tinggi
32 Kabupaten/
Kota di Beberapa Utara
Propinsi di Pulau
Sumatera
2006
2013
2016
2003-2004

2011-2012
(neraca),
2012-2013
(anggaran)

2013-2015
(realisasi, neraca),
2014-2016
(anggaran)

Universitas Sumatera Utara