Analisis Yuridis Terdahap Pembatalan Pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (StudiPutusan No. 30 B 2012 PT.TUN.Mdn)

15

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks

negara Indonesia tujuan negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD
1945 yang mengindentifikasikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum
yang menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan). Sebagai negara
hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, setiap kegiatan di
samping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus
berdasarkan pada hukum yang berlaku sebagai aturan kegiatan kenegaraan,
pemerintahan, dan kemasyarakatan. 9
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (recht staat) dan tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machts staats) artinya Indonesia adalah negara
hukum yang mengakui prinsip rule of law, sebagaimana dijamin dalam UUD
1945. 10

Campur

tangan

pemerintah

dalam

urusan

masyarakat

tersebut

sesungguhnya merupakan peran sentral, akan tetapi bukan berarti rakyat sebagai
warga negara lantas meninggalkan partisipasinya. Dalam hal ini pemerintah

9

H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik sudarajat, Hukum Administrasi Negara Dan

Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2010), Hal. 11.
10
H. A. Muin Fahmal, Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam
Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008), Hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

16

merupakan pemegang otoritas kebijakan publik yang harus memainkan peranan
penting untuk memotivasi kegiatan dan partisipasi masyarakat melalui
penyediaan berbagai fasilitas, bagi perkembangan kegiatan ekonomi untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri dan dalam upaya melaksanakan kegiatan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan dalam upaya melaksanakan
kegiatan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. 11
Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
umum sebagimana terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan
pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah dalam suatu

masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial.
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak,
perwujudan

produktivitas

dan

jati

diri

manusia.

Oleh

karena

itu,


penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan
dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk
mewujudkan pembangunan gedung yang fungsioanl, andal, berjati diri, serta
seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. 12

11

H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Suderajat, Op.Cit., Hal. 12.
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), Hal.223.
12

Universitas Sumatera Utara

17

Bangunan gedung yang merupakan wujud fisik dari pembangunan kota.
Mengatur bangunan gedung harus mengacu kepada peraturan penataan ruang
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan untuk menjamin kepastian dan

ketertiban hukum dalam pembangunan gedung, setiap bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan administrarif dan syarat teknis bangunan gedung.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung mengatur
tentang fungsi bangunan gedung, hak dan kewajiban dari pemilik gedung,
ketentuan tentang peran masyarakatdan pembinaan oleh pemerintah dan
sanksinya. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah bahwa bangunan gedung
harus dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan serta
keserasian bangunan tersebut dengan lingkungannya. Masyarakat harus berperan
akif dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung baik untuk
kepentingan sendiri maupun kepentingan umum.
Perizinan bangunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacauan dalam
penataan ruang kota dan merupakan bentuk pengendalian terhadap ruang kota. 13
Adanya IMB berfungsi agar pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka
pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan,
pengawasan dan penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat
bermanfaat bagi pemilik bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan
pemilik bangunan untuk suatu keperluan antara lain (seperti jual, beli, pewarisan,

13


Ibid, Hal. 222.

Universitas Sumatera Utara

18

penghibahan dan sebagainya) untuk mencegah tindakan penertiban jika tidak
memiliki IMB. 14
Penyelenggaraan pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan
DPRD. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut
kepala daerah, untuk Kabupaten disebut Bupati. Kepala daerah dibantu oleh satu
wakil daerah. 15 Seperti daerah Kabupaten Deli Serdang yang di kepalai oleh
Bupati dan wakil Bupati Deli serdang.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi yang diberikan pada daerah tingkat
Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom, pemerintah
Provinsi, Kabupaten/Kotamempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk
menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan,
menggerakkan


partisipasi

masyarakat,

dan

pertanggungjawaban

kepada

masyarakat. 16
Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan
keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan
dalam rangka melaksanakan tugas ini, kepada pemerintah diberikan wewenang
dalam bidang pengaturan. Dari fungsi pengaturan itu, muncul beberapa
instrumen yuridis untuk menghadapi individual dan konkret yaitu dalam bentuk

14

Ibid, Hal. 212-213.

H. Siswanto Sunanrno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika,2009), Hal. 55.
16
Ibid.
15

Universitas Sumatera Utara

19

ketetapan (beschikking). Sesuai dengan sifatnya ujung tombak dari instrumen
hukum dalam penyelenggaraan pemerintah atau sebagai norma penutup dalam
rangkaian norma hukum. Salah satu ketetapan itu adalah izin dengan demikian
izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk
mengatur berbagai peristiwa dalam menyelenggarkan pemerintahan. 17
Upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik dan laju
pertumbuhan ekonomi dalam rangka otonomi daerah, ditempuh melalui
peningkatan profesionalisme pelayanan publik, termasuk di dalamnya penataan
bidang perizinan yang memberikan efek meningkatakan kualitas pelayanan
publik. Selain itu, perizinan merupakan elemen yang sangat diperhatikan oleh

pelaku bisnis dalam menanamkan investasinya di daerah. Oleh karena itu, kalau
penyelanggaraan perizinan tidak diselenggarakan dengan baik maka akan
melemahkan nilai-nilai daya saing dalam kegiatan perekonomian. 18
Banyak definisi dari izin salah satunya izin merupakan keputusan
administratif yang lazim disebut keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut berisi pengaturan mengenai kegiatan yang dapat atau
tidak dapat dilakukan oleh masyarakat. Untuk memproses keputusan Tata Usaha
Negara pemerintah memerlukan dan memiliki organisasi yang disebut birokrasi.
Birokrasi pemerintah sebagai kumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi

17

Ibid., Hal. 14.
Ibid.

18

Universitas Sumatera Utara

20


secara formal, berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada
pembuat peran formal. 19
Birokrasi perizinan yang rumit merupakan salah satu permasalahan yang
menjadi penghambat bagi perkembangan perekonomian, terlebih lagi dalam
dunia usaha di Indonesia. Masyarakat dan para pelaku usaha sering mengeluhkan
masalah proses pelayanan perizinan yang sering memerlukan waktu lama,
banyaknya instansi yang mengeluarkan izin, serta banyaknya pungutan yang
harus dibayar. 20
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dimana
daerah diberi kebebasan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya
sendiri. Dengan demikian pemerintah daerah dijadikan sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah untuk membiayai jalannya pemerintah. Maka pemerintah
daerah memberlakukan suatu ketentuan tentang perizinan yang diadakan selain
untuk menambah pendapatan juga untuk mewujudkan tertib administrasi dalam
melaksanakan

pembangunan


di

daerah.

Pemerintah

memberlakukan

pengelompokkan perizinanan salah satunya adalah Izin Mendirikan Bangunan
(IMB). 21

19

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), Hal. Vi.
20
Ibid., Hal. 15.
21
Ibid., Hal. 94-95.

Universitas Sumatera Utara

21

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh
Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, merawat bangunan sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis berlaku. Dasar hukum IMB adalah UndangUndang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Undang-Undang No.
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, PP No. 36 Tahun 2005 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung. 22 Sebagaimana peraturan daerah yang ada di Kabupaten Deli Serdang
Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Izin Mendirikan Bangunan. Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Deli Serdang adalah izin untuk mendirikan bangunan
yang meliputi kegiatan penelitian tata letak dan desain bangunan, pengawasan
pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang
berlaku dan rencana teknis bangunan dengan tetap memperhatikan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian
Bangunan (KKB) meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat
keselamatan bagi menempati bangunan tersebut. 23
Perda Kabupaten Deli Serdang Izin Mendirikan Bangunan dapat ditolak,
ditunda, dicabut, dibatalkan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah

22

http://id.wikipedia.org/wiki/Izin_Mendirikan_Bangunan , Izin Mendirikan Bangunan,
tanggal akses 29 april 2015.
23
Republik Indonesia, Peraturan Daerah Kabupaten Di Deli Serdang Nomor 14 Tahun
2006, Tentang Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara

22

ditetapkan pada Perda di Kabupaten Deli Serdang. 24Banyak masalah yang timbul
terhadap izin mendirikan bangunan dan masalah tersebut dapat terjadi dari pihak
masyarakat ataupun oleh pihak pemerintah itu sendiri.
Pemerintahan yang baik (good gevernance) mencerminkan kesinergian
antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Salah satu komponennya adalah
pemerintahan yang bersih (clean government) yaitu pemerintahan yang
didasarkan atas keabsahan bertindak dari pemerintah. Oleh karena itu
pembahasan pemerintahan yang bersih (clean goverment) tidak dapat dipisahkan
dengan pembahasan pemerintah yang baik (good governance). 25
Kabupaten Deli Serdang juga masih memiliki permasalahan tentang
perizinan walaupun sudah ada peraturan daerah yang telah mengaturnya salah
satunya pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang ada di Kabupaten Deli
Serdang.
Berikut ini adalah salah satu kasus tentang Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) yang ada Di Kabupaten Deli Serdang, izin yang telah diberikan oleh
Bupati Deli Serdang dan kemudian dicabut kembali oleh Bupati Deli Serdang
dengan alasan-alasan yang tidak sesuai dan tidak mengikuti peraturan sesuai
dengan Perda yang telah di buat oleh Bupati itu sendiri.Pada kasus ini bahwa
Penggugat Nurbaya Sianipar pada tanggal 05 April 2011 ada mengajukan surat
permohonan untuk memohon izin mendirikan bangunan atas sebidang tanah
24

Lihat pasal (7),(8),(9),(10), Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang, Tentang Izin
Mendirikan Bangunan Di Kabupaten Deli Serdang.
25
H.A. Muin Fahmal, Op.Cit,. Hal. 88.

Universitas Sumatera Utara

23

kepada Tergugat yaitu Bupati Deli Serdang dan Bupati tersebut telah
memberikan izin mendirikan bangunan untuk dan atas nama Penggugat.
Berdasarkan izin yang telah diberikan oleh Tergugat Penggugat melakukan tahap
pembangunan lantai 1 dari rencana pembangunan rumah 2 lantai. Dalam tahap
pembangunan ini hampir rampung Penggugat kerjakan, karena Tergugat dalam
hal ini camat lubuk pakam melalui surat Nomor: 503/701/2011 Tanggal 04
Agustus 2011 dalam hal perintah stop kegiatan pembangunan dan membongkar
sendiri bangunan memerintahkan kepada Penggugat agar memberhentikan
kegiatan pembangungan dan membongkar sendiri bangunan milik Penggugat
karena menurut Tergugat telah melanggar ketentuan ukuran izin mendirikan
bangunan dimana dalam izin mendirikan bangunan tertulis bahwa bangunan
dimaksud berukuran 8x10 m dan jarak bangunan dengan jalan 12 m, sedangkan
bangunan yang dikerjakan Penggugat berukuran 8x16 m dengan jarak bangunan
dengan jalan 4,8 m.
Penggugat mengakui pelanggaran atas izin mendirikan bangunan tersebut
yang sebagaimana dikatakan oleh Tergugat dan Penggugat menghentikan
kegiatan pembangunan dan membongkar sendiri bangunan yang tidak sesuai dan
Penggugat dalam hal ini pada tanggal 06 Agustus 2011 mengajak Tergugat yang
dalam hal ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Kab. Deli Serdang
untuk menyaksikan dilapangan bahwa Penggugat telah memenuhi perintah
Tergugat. Penggugat telah melaksanakan perintah Tergugat dengan cara
menghentikan kegiatan pembangunan bangunan dan membongkar sendiri

Universitas Sumatera Utara

24

bangunan yang dimaksud namun kenyataannya yang didapatkan Penggugat,
surat Izin Mendirikan Bangunan yang penggugat miliki dicabut oleh tergugat
melalui keputusan Bupati Deli Serdang Nomor: 503.648/5456.
Dikeluarkannya

keputusan

tersengketa

Penggugat

sangat

merasa

dirugikan karena Penggugat telah mengelurkan biaya retribusi Izin Mendirikan
Bangunan sebesar Rp. 11.834,- (Sebelas ribu delapan ratus tiga puluh empat
rupiah) oleh karena keputusan tersengketa yang dikeluarkan oleh Tergugat tidak
didukung oleh fakta yang benar dan cukup karena telah tidak memperhatikan
asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas kepastian hukum, yaitu asas
dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan
Negara sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal 3 Undang-undang No 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme dengan demikian keputusan tersengketa yang dikeluarkan
oleh Tergugat telah bertentangan dengan Pasal 53 Ayat (2) huruf b UndangUndang No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Gugatan dalam sengketa ini telah memenuhi ketentuan dan syarat-syarat
yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 9 Tahun 2004
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, oleh karena itu patut dan beralasan
hukum apabila keputusan Bupati Deli Serdang tentang pencabutan izin
mendirikan bangunan tidak sah atau dapat dicabut kembali keputusan tersebut.
Dari alasan-alasan yang telah diberitahukan oleh Penggugat bahwa yang menjadi

Universitas Sumatera Utara

25

obyek Gugatan dalam perkara ini yaitu Keputusan Bupati Deli Serdang Nomor:
503.648/5456 Tanggal 15 Agustus 2011 Tentang Pencabutan Izin Mendirikan
Bangunan atas nama Nurbaya sianipar yang ditujukan kepada Penggugat dan
menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat.
Berdasarkan uraian diatas, menarik untuk membahas mengenai Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dalam bentuk tesis yang berjudul “ Analisis
Yuridis Terhadap Pembatalan Pencabutan Izin Mendirikan Bangunan
(Studi Putusan No. 30/B/2012/PT.TUN.Mdn).”
B.

Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penilitian ini

adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana proses danketentuan pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang?

2.

Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembatalan pencabutan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang?

3.

Bagaimana pertimbangan hakim terhadap pembatalan pencabutan surat Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dalam Putusan No. 30/B/2012/PT.TUN.Mdn?

C.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka adapun

tujuan yang hendak dicapai dalam penlitian tesis adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui proses dan ketentuanpemberian Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) sesuai peraturan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

26

2.

Untuk

mengetahuiperlindungan

hukum

terhadap

pencabutan

Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang.
3.

Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap pembatalan pencabutan
surat

Izin

Mendirikan

Bangunan

(IMB)

dalam

Putusan

No.

30/B/2012/PT.TUN.Mdn.
D.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

baik secara teorotis maupun secara praktis.
1.

Manfaat Teoritis
Dapat

memberikan sumbangan bagi kalangan akademis untuk

memahamiterhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Penulisan ini juga
diharapkan memberi pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada
umumnya.
2.

Manfaat Praktis
Dapat menggugah kesadaran para pembaca dan dapat memberikan

sumbangan pemikiran untuk pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Penulisan tesis ini juga diharapkan dapat memberikan solusi terhadap
problematika dalam masyarakat khususnya terhadap pencabutan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB).
E. Keaslian Penelitian
Menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama,
maka sebelumnya telah dilakukan penelusuran judul pada perpustakaan Program

Universitas Sumatera Utara

27

Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
bahwa penelitian yang berjudul: “Analisis Yuridis Terhadap Pencabutan Izin
Mendirikan

Bangunan

(Studi

Kasus

Putusan

No.

30/B/2012/PT.TUN.Mdn)”belum pernah dilakukan sama sekali. Berdasarkan
penelusuran di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara ditemukan beberapa judul penelitian yang
membahas seputar pencabutan izin mendirikan bangunan yaitu:
a.

Hj. Zuraidah, NIM: 057005034, dengan judul “Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik Mengenai Pengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan).

b.

Kasman Siburian, NIM: 067005055, Implementasi Pengawasan Pemerintah
KotaMedan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan.

c.

Yuke Dwi Hidayati, NIM: 127005008, Penerapan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan
Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan).
Substansi permasalahan dan penyajian dari penelitian ini berbeda dengan

penelitian-penelitian tersebut diatas.

Dengan demikian, penelitian ini dapat

dikatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dan

dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Universitas Sumatera Utara

28

Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui maupun tidak disetujui. 26
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan
menghadapkannya
ketidakbenarannya.

pada
Menurut

fakta-fakta

yang

Soerjono

Soekanto,

dapat
bahwa

menunjukkan
“kontinuitas“

perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas
penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 27
Brunggink juga menjelaskan teori hukum adalah seluruh penyertaan yang
saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan
putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting
dipositifkan. 28 Menurut Bruggink, definisi di atas memiliki makna ganda, yaitu
keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoretik
bidang hukum, dalam arti proses kegiatan teoretik tentang hukum atau pada
kegiatan penelitian teoretik bidang hukum sendiri. 29 Fungsi teori dalam
penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan
serta menjelaskan gejala yang diamati dan dikarenakan penelitian ini merupakan
penelitian yang normatif maka penulis menggunakan teori hukum. Adapun teori

26

M. Solly Lubis, “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Maju, 1994), Hal.

80.
27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), Hal. 6.
J J H.Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,
(Bandung: PT Citra Adtya Bakti, 1996), Hal. 159-160.
29
Ibid.Hal. 160.
28

Universitas Sumatera Utara

29

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pemerintahan yang baik
(GoodGovernance).
Pemerintahan yang baik (good governance) mulai muncul di Indonesia
pada tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan yang
baik (good govermance) menjadi hal yang sangat penting, karena hal ini
berkaitan dengan pelayanan publik di Indonesia sangat berbelit-belit. 30
Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan
kepemerintahan, ada tiga pilar governance yaitu pemerintahan, sektor swasta,
dan masyarakat. Sementara itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang
sebelumnya

berkembang

government

adalah

sebagai

satu-satunya

penyelenggaraan pemerintah. 31
Good

Governance

adalah

cita-cita

yang

menjadi

visi

setiap

penyelenggaraan negara di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Secara
sederhana good governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur
pemerintahan

yang

memungkinkan

layanan

publiknya

efisien,

dan

administrasinya bertanggungjawab pada publik. 32 Terciptanya good governance,
yang merupakan prinsip dasar meliputi partisipatosir, rule of law (penegak

30

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011), Hal. 90.
31
Pandji Santosa, Administrasi Publiok Teori dan Aplikasi Good Governance,
(Bandung: Refika Aditama, 2008), Hal. 130.
32
Pandji Santosa, Op. Cit,. Hal.55.

Universitas Sumatera Utara

30

hukum), transparansi, responsiveness (daya tanggap), konsensus, persamaan hak,
efektivitas dan efesiensi dan akuntabilitas. 33
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Telah diatur tentang
pemerintahan yang baik di Pasal 1 angka (2) yaitu:
“Penyelenggaraan Negara yang bersih adalah penyelenggaraan negara
yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya.” 34
Menurut Hardijanto, pengertian governance mengandung makna yang
lebih luas dari pada goverment, termasuk didalamnya mencakup mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan sektor negara
masyarakat dan swasta (negara dan non negara). 35 Negara berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, swasta (non negara)
mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan pendapat masyarakat dan
masyarakat (non negara) berfungsi mewadahi interaksi sosial politik,
memobilisasi kelompok sosial (civil society) untuk berpartisipasi dalam aktivitas
ekonomi, sosial, dan politik. Sedangkan govermenthanya mengacu pada
mekanisme suatu pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi. 36

33

Ibid.
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 Tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
35
Ibid.
36
Ibid., Hal. 56.
34

Universitas Sumatera Utara

31

Sembilan asas umum pemerintahan yang baik (good governance
principles) yang selama ini menjadi acuan berbagai literatur, yaitu: 37
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Asas kecermatan formal.
Fairplay.
Perimbangan.
Kepastian hukum formal.
Kepastian hukum material.
Kepercayaan.
Persamaan.
Kecermatan.
Asas Keseimbangan

Pengertian asasfairplay ialah pemerintah harus memberikan kesempatan
yang layak kepada warga masyarakat untuk mencari kebenaran dan keadilan
misalnya memberi hak banding terhadap keputusan pemerintah yang tidak
diterima. 38 Kesembilan asas tersebut dalam konteks good governance dapat
disarikan menjadi 3 hal, yaitu; akuntabilitas, kepastian hukum (rule of law) dan
transparansi publik. 39
Akuntabilitas publik mensyaratkan bahwa setiap perilaku dan tindakan
pejabat publik, baik dalam membuat kebijakan (public policy), mengatur dan
membelanjakan keuangan negara maupun melaksanakan penegakan hukum
haruslah terukur dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 40
Selanjutnya adalah adanya jaminan kepastian hukum (rule of law) bagi setiap
masyarakat. Setiap pejabat publik berkewajiban memberikan jaminan bahwa
37

Ibid.
http://po-box2000.blogspot.com/2010/11/asas-asas-umum-pemerintahan-yangbaik.html, Asas-asas Pemerintahan Umum Yang Baik Principle Of Good Government, diakses
pada tanggal 5 april 2015.
39
Ibid.
40
Ibid.
38

Universitas Sumatera Utara

32

dalam berurusan dengan penyelenggaraan negara, setiap masyarakat pasti akan
memperoleh kejelasan tentang tenggang waktu, hak, kewajiban dan lain-lain,
sehingga adanya jaminan bagi masyarakat dalam memperoleh rasa keadilan,
khususnya ketika berhadapan dengan penyelenggaraan negara sebagai pembuat
dan pelaksana kebijakan publikrule of law berlaku pada semua warga. 41
Implementasi kesemuanya sangat dibutuhkan sebagai syarat bagi
terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang
bersih (cleangovernment). 42Dalam kerangka good governance, setiap pejabat
publik berkewajiban memberikan perlakuan yang sama bagi setiap warga
masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi sebagai pelayanan publik (equality
before of law). 43 Pemerintah akan mampu melaksanakan fungsinya dalam
kerangka good governance, bila diciptakan suatu sistem administrasi publik yang
relevan bagi masyarakat . 44
Institute on Governance (1996), sebagaimana dikutip Nisjar (1997),
untuk menciptakan good governance perlu diciptakan hal-hal sebagai berikut: 45
1. Kerangka kerja tim (team work) antar organisasi, departemen dan
wilayah.
2. Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan setiap unsur dalam
masyarakat negara yang bersangkutan.
3. Pemahaman komitmen terhadap manfaat dan arti pentingnya tanggung
jawab bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme
dalam pencapaian tujuan.
41

Ibid., Hal. 57.
Ibid., Hal. 132.
43
Ibid.
44
Ibid.
45
Ibid.
42

Universitas Sumatera Utara

33

4. Adanya dukungan dengan sistem imbalan yang memadai untuk
mendorong terciptanya kemampuan dan keberanian menanggung risiko
(risk taking) dan berinisiatif, sepanjang hal ini secara realistik dapat
dikembangkan.
5. Adanya pelayanan adaministrasi publik yang brorientasi pada
masyarakat, mudah dijangkau masyarakat dan bersahabat, berdasarkan
kepada asas pemerataan dan keadilan dalam setiap tindakan dan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, berfokus pada
kepentingan masyarakat, bersikap profesional, dan tidak memihak (nonpartisan).
Good

governance

yang

dimaksud

adalah

merupakan

proses

penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public
goods and service disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan),
sedangkan praktik terbaiknya disebut “Good governance” (kepemerintahan
yang baik). Agar Goodgovernance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan
baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah
dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya “alignment”
(koordinasi) yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang
tinggi. Dengan demikian penerapan konsep “Good governance” dalam
penyelenggaraan

kekuasaan

pemerintah

negara

merupakan

tantangan

tersendiri. 46
2.

Landasan Konsepsi
Dalam memberikan batasan konsep atau defenisi operasional pengusul

proposal haruslah memiliki dasar yang kuat. Dengan menggunakan makna yang
dicantumkan dalam perundang-undangan atau hasil penelitian dasar yang sudah
46

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka
Otonomi Daerah, (Bandung: Mandar Maju, 2003), Hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

34

dilakukan oleh para ahli hukum terdahulu. Dengan demikian konsep penelitian
penulis dalam tesis ini adalah:
a.

Kewenangan Hakim adalah Kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia. 47

b.

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah Suatu penetapan tertulis
(beschiking) yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. 48

c.

Hakim adalah Hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan
tersebut. 49

47

Lihat Pasal 1, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan
Kehakiman, ditulis dalam lembaran Negara Tahun 2009 nomor 5076.
48
Lihat Pasal 1, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Tentang Tata Cara Peradilan
Tata Usaha Negara, ditulis dalam lembaran Negara RI Tahun 1986 Nomor 5079 jo Undangundang Nomor 51 Tahun 2009, Tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986.
49
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Op.Cit.,

Universitas Sumatera Utara

35

d.

Kepala Daerah menurut Perda Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun
2006 adalah Bupati Deli Serdang. 50

e.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah Sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkanya keputusan tata usaha negara. 51

f.

Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang Perda Nomor 14
Tahun 2006 adalah Izin untuk mendirikan bangunan yang meliputi kegiatan
penelitian tata letak dan desain bangunan, pengawasan pelaksanaan
pembangunannya agar tetap sesui dengan rencana tata ruang yang berlaku
dan rencana teknis bangunan dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian
Bangunan (KKB) meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syaratsyarat keselamatan bagi menempati bangunan tersebut. 52

g.

Wewenang adalah salah satu prinsip dalam negara hukum adalah
wetmatigheid vanbestuur atau pemerintah berdasarkan peraturan perundangundangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam
menjalankan fungsi peraturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan
pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang
50

Lihat pasal 1, Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang, Tentang Izin Mendirikan
Bangunan Di Kabupaten Deli Serdang.
51
Andrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008),
Hal. 184-185.
52
Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Izin
mendirikan Bangunan Di Kabupaten Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara

36

berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakkan ketentuann hukum
positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan
yuridis yang bersifat konkret. 53
h.

Lembaga Pemerintah adalah Lembaga atau kelembagaan, secara teoritis
adalah suatu rule of the game yang tindakan dan menentukan apakah suatu
organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. 54 Lembaga pemerintah
adalah lembaga yang menjalankan urusan pemerintah baik ditingkat pusat
maupun ditingkat daerah. Menurut Sjahran Basah, dari penelusuran berbagai
ketentuan penyelenggaraan pemerintah dapat diketahui bahwa mulia dari
administrasi Negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin. Ini
berarti terdapat aneka ragam administrasi Negara (termasuk instansinya)
pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat
pusat maupun daerah. 55

i.

Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagai atau seluruhnya berada diatas dan
atau di dalam tanah dan atau air, dalam bentuk gedung yang berfungsi baik
sebagai tempat manusia melakukan kegiatan untuk harian atau tempat
tinggal kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial budaya dan

53

Ibid.
North, dalam Lembaga Administrasi Negara, Standar Pelayanan Publik, Cetakan
Pertama, juli 2009, Hal. 49.
55
Sjachran Basah,“Sistem Perizinan Sebagai Instrumen Pengendali Lingkungan”.
Makalah pada Seminar Hukum Lingkungan, diselenggarakan oleh KLH bekerja sama dengan
Legal Mandate Compliance end Enforcement Program dari BAPEDAL 2-3, (Jakarta: Mei 1996),
Hal. 3.
54

Universitas Sumatera Utara

37

kegiatan khusus. Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang
memakan tempat. 56 Bangunan gedung fungsi hunian dan perumahan yang
ada pada Perda Nomor 14 Tahun 2006 di Kabupaten Deli Serdang adalah
bangunan yang direncanakan atau digunakan atau dimaksudkan atau
disesuaikan bagi peruntukan penghuni tunggal, rumah tinggal deret, rumah
susun dan tinggal sementara. 57
j.

Mendirikan Bangunan adalah Pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya
atau sebagaian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan
tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. Jadi, izin
mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah
kepada orang pribadi atau badan hukum untuk mendirikan bangunan yang
dimaksudkan agar pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan tata
ruang yang berlaku dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang
menempati bangunan tersebut. Mengenai pengaturan dari izin mendirikan
bangunan diatur oleh perda setempat di mana bangunan itu akan didirikan. 58

G.Metode Penelitian
Menurut Suryani Hartono, metode penelitian adalah cara atau jalan
proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan
teori-teori yang logis-analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan

56

Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal. 195.
Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Izin
Mendirikan Bangunan Di Kabupaten Deli Sedang.
58
Ibid.
57

Universitas Sumatera Utara

38

teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji
kebenaran (atau mengadakan verifika 59si) suatu hipotesis atau teori tentang
gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum
tertentu. 60 Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang teratur
(sistematis) dalam melakukan sebuah penelitian. 61 Metode penelitian berfungsi
sebagai arah dan petunjuk bagi suatu penelitian. 62
Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam menjawab
permasalahan yang timbul dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Metode penulisan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yaitu,

penelitian normatif ini merupakan suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. 63 Selain itu penelitian normatif juga mengacu kepada norma-norma
dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan. 64

60

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada akhir abad ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994), Hal. 105.
61
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, cetakan ke-1, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2004), Hal. 57.
62
Mukti Fajar ND dan Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Hal. 104.
63
Jhonny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2005), Hal. 47.
64
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum Pada
Makalah, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan
Hukum Pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, Hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

39

Penelitian hukum memiliki beberapa pendekatan, dengan pendekatan
tersebut peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang
sedang dicoba untuk mencari jawabnya. 65Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan undang-undang. 66 Pendekatan undang-undang
(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani dalam
melakukan analisa terhadap kasus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang
dicabut

kembali

oleh

Bupati

(Studi

Kasus

Putusan

No.

30/B/2012/PT.TUN.Mdn).
Sifat penelitian ini adalah deskriptis analitis yaitu selain menggambarkan
(mendeskripsikan)juga

menganalisisnya

melalui

pendekatan

perundang-

undangan (statute approach). 67 Sifat penelitian deskriptif analitis dipakai untuk
menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang berlangsung atau
menggambarkan data objektif kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori,
doktrin-doktrin, asas-asas atau prinsip-prinsip kebijakan hukum.
2.

Sumber Bahan Hukum
Adapun sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

65

Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group,
2014), Hal. 133.
66
Ibid.
67
Ronald Dworkin dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum
dan Hasil Penulisan Hukum Pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18
Februari 2003, Hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

40

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif yang
artinya mempunyai otoritas. 68 Diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi
peraturan perundang-undangan, risalah resmi dan dokumen Asli Negara yang
mengikat seperti norma atau kaidah dasar yaitu Peraturan Perundangundangan diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28

Tahun 2002 Tentang

Bangunan Gedung, Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah daerah provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Tentang Petunjuk
Teknis Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah, yaitu semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen yang resmi bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada, seperti bukubuku, hasil penelitian, karya tulis ilmiah, kamus, jurnal dan komentar atas
putusan hakim 69 yang berkaitan dengan penulisan tesis ini.

68

Ibid.
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal. 47.

69

Universitas Sumatera Utara

41

c. Bahan hukum tertier yaitu, bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum sekunder dan primer. Lebih dikenal dengan
nama bahan acuan atau bahan rujukan di bidang hukum seperti kamus hukum
ensiklopedia. 70
3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tesis ini menggunakan

teknik penelitian penelitian kepustakaan (library research). Teknik penelitian
kepustakaan ini dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan,
buku, situs internet, media massa dan kamus yang berkaitan dengan tesis ini
yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
penelitian dan menganalisa masalah yang dihadapi. Bahan hukum diperoleh
dengan cara menginventarisasikan semua undang-undang serta dokumendokumen lainya yang berkaitan dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
4.

Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum primer dan bahan sekunder yang telah dikumpulkan

(inventarisasi), kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan
perundang-undangan
sinkronisasi

dari

(Statute

semua

Approach)

bahan

hukum

guna

memperoleh

termasuk

gambaran

keputusan-keputusan.

Selanjutnya dilakukan sistemisasi dan klasifikasi, kemudian dikaji serta
dibandingkan dengan teori dan prinsip hukum yang dikemukakan oleh para ahli,

70

Ibid, Hal, 165.

Universitas Sumatera Utara

42

untuk akhirnya dianalisa secara normatif. 71Bahan hukum yang telah diperoleh
selanjutnya akan disusun dan dianalisis secara kualitatif, yakni data yang
terbentuk atas suatu peniliaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata
lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. 72
Kemudian diolah dengan menggunakan metode deduktif yaitu cara pengambilan
kesimpulan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. 73 Dengan
demikian kegiatan analisis ini diharapkan dan memberikan solusi atas
permasalahan dalam penelitian ini serta menemukan azas-azas hukum baru yang
dapat memperkaya kajian futuristik untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada.

71

Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajagrafindo, 1997), Hal.

126.
72

Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit., Hal. 51.
Ibid.

73

Universitas Sumatera Utara