Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulisvar.edulis) Fermentasi Phanerochaete chrysosporium sebagai Ransum dalam Bentuk Peletterhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Ternak Kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang dapat digunakan
untuk dapat memenuhi sebagian kebutuhan daging bagi masyarakat. Ternak kelinci
cukup potensial untuk dikembangkan kerena mampu berkembang biak dengan
cepat sehigga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging komersil. Ternak
kelinci mempunyai keunggulan komparatif karena memiliki kemampuan
berkembang biak yang tinggi, ukuran tubuh yang kecil sehingga tidak memerlukan
banyak ruang dalam pemeliharaannya, tidak memerlukan biaya yang besar dalam
investasi ternak dan kandang, umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), masa
penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak sapih).
Ternak kelinci memiliki klasifikasi taksonomi yaitu Kingdom : Animalia,
Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Kelas : Mammalia, Ordo :
Lagomorpha, Famili : Leporidae, Sub famili : Leporinae, Genus : Orictolagus
(Kartadisastra, 2001).
Kelinci di Indonesia dapat diternakkan atau dikembangkan dengan baik
didaerah ketinggian 500 meter dari permukaan laut dan suhu udara sejuk, berkisar
antara 15-180C (60-850F). Temperatur yang ideal pada pemeliharaan kelinci adalah

15-160C tetapi pada temperatur antara 10-300C ternak masih dapat hidup dan
berkembang biak dengan baik (Rukmana, 2005).
Berikut ini adalah potensi biologis kelinci berdasarkan aspek reproduksi,
genetika, nutrisi, pertumbuhan, pengelolaan, daging, kulit-bulu dan kotoran. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

5

Tabel 1. Potensi biologis kelinci
Aspek
Reproduksi

Potensi
Kemampuan reproduksi tinggi, dapat beranak 10–11 kali
pertahun, dengan rataan jumlah anak 4–8 ekor per
kelahiran.

Genetika


Keragaman tinggi antar breed dan warna, memungkinkan
banyak sekali variasi hasil silangan, potensi perbaikan
tinggi.

Nutrisi

Kemampuan memanfaatkan hijauan dan limbah industri
pangan, limbah pertanian, sehingga biaya pakan relatif
murah.

Pertumbuhan
Pengelolaan

Relatif cepat, didaerah tropis, 10–30 g/ekor/hari.
Mudah dikelola, dapat diusahakan pada skala kecil
maupun besar.

Daging


Rendah lemak jenuh, rendah kolestrol.

Kulit-bulu

Bermutu tinggi, kulit lemas, lembut dan menarik.

Kotoran

Tinggi kandungan N, P, K, baik untuk tanaman sayuran,
bunga, buah-buahan
Sumber: Cheeke et al., (1987)
Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging yang mempunyai
kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Rokhmani (2005) menyatakan bahwa daging
kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging
kelinci dapat digolongkan kedalam golongan daging berwarna putih. Daging
kelinci mempunyai kualitas yang lebih baik.
Tabel 2. Kandungan nutrisi berbagai jenis daging
Ternak

Protein (%)


Lemak (%)

Kadar Air (%)

Kalori (%)

Kelinci

20,8

10,2

67,9

7,3

Ayam

20,0


11,0

67,6

7,5

Anak Sapi

18,8

14,0

66,0

8,4

Kalkun

20,1


22,0

58,3

10,9

Sapi

16,3

28,0

55,0

13,3

Domba

15,7


27,7

55,8

13,1

45,0

42,0

18,9

Babi
11,9
Sumber: (Sarwono, 2007)

Universitas Sumatera Utara

6


Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis rex
pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari
negara Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun 1919.

Cheeke

et al., (1987) menambahkan bahwa bulu kelinci rex sifatnya halus, panjangnya
seragam dan mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga
sangat cocok untuk dijadikan kulit bulu (fur). Kelinci rex juga baik dan
proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang tubuh medium
dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok pula untuk
dijadikan sebagai kelinci pedaging. Umur dewasa kelamin kelinci rex 4-6 bulan
(Sarwono, 2007).

Sistem Pencernaan Kelinci
Sistem pencernaan merupakan sistem yang memproses mengubah makanan
dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh
tubuh. Sistem pencernaan juga akan memecah molekul makanan yang kompleks
menjadi molekul yang sederhana dengan bantuan enzim sehingga mudah dicerna

oleh tubuh.
Kelinci adalah ternak non ruminansia herbivora yang mempunyai lambung
tunggal dengan pembesaran unik di bagian caecum. Bagian alat pencernaan ini
berfungsi mirip dengan rumen sehingga kelinci disebut sebagai hewan ruminansia
semu (pseudo-ruminant). Kelinci dapat mencerna sebagian serat kasar terutama
dari bahan nabati, dengan bantuan bakteri yang hidup di dalam sekum dan klinci
juga bersifat coprophagy (Lestari, 2005)
Kelinci termasuk kedalam autocoprophagy, yaitu kelinci membuang feses
dari saluran pencernaanya dalam 2 bentuk, feses kering keras dan juga feses

Universitas Sumatera Utara

7

lembek berlendir dikeluarkan pada malam hari dan pagi hari. Feses yang lembek
berlendir inilah yang dimakan kembali oleh kelinci langsung dari duburnya, ini
dilakukan untuk memanfaatkan protein, serat kasar tumbuhan, vitamin yang
terkandung dalam feses. Feses yang lembek dan berlendir mengandung banyak
vitamin, dan nutrien seperti riboflavin, sianokobalamin (vitamin B12), asam
pantotenat dan niasin. Dengan memakan kembali fesesnya kelinci tidak akan

kekurangan vitamin dan nutrien karena isi saluran pencernaan berdaur ulang
kembali (Anon, 2011).
Kelinci dewasa menyerap protein (sampai 90%) di usus halus, namun
tergantung pada sumbernya. Kelinci sangat sulit dalam hal mencerna selulosa
hal ini merupakan paradoks bagi hewan pemakan tumbuhan. Daya cerna yang
lemah terhadap serat dan kecepatan pencernaan kelinci untuk menyingkirkan
semua partikel yang sulit dicerna menyebabkan kelinci membutuhkan jumlah
makanan yang besar (Fakaguchi, 1992).

Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Kelinci
Menurut Kamal (1997) yang dimaksud dengan pakan adalah segala sesuatu
yang dapat dimakan, disenangi, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat
diabsorpsi dan seekor ternak untuk peroide 24 jam dan pemberiannya dapat
dilakukan sekali atau beberapakali selam 24 jam tersebut. Pakan yang sempurna
berarti cukup mmengandung zat makanan yang dibutuhkan kelinci terdiri dari
protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air sehingga pakan yang
sempurna mampu mengembangkan pekerjaan sel tubuh untuk proses-proses
pertumbuhan (Hartadi, 2005).

Universitas Sumatera Utara


8

Williamson

dan

Payne

(1993)

menyatakan

bahwa

pakan

dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis yakni hijauan dan konsentrat. Hijauan
merupakan bahan pakan pokok kelinci yang memiliki serat kasar tinggi pada bahan
keringnya (20-23%). Secara umum konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit
dari pada hijauan (5-7%) dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang
relatif lebih banyak tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif
sedikit.
Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
No

Nutrisi

Jumlah

1.

Protein

12-19%**

2.

Lemak

2,5-4%**

3.

Serat Kasar

11-14%**

4.

Energi

2005-2900%*

5.

Calsium

0,9-1,5%**

6.

Phosfor

0,7-0,9%**

7.

Air

12%***

Sumber : AAK (1980)*, Manshur (2009)**, Masanto (2009)***

NRC (1977) menyarankan kandungan energi dalam ransum sebesar 2500
kkal DE/kg dan kandungan protein kasar (PK) 16%, serat 28 kasar (SK) berkisar
antara 10-12 %, Calsium (Ca) 0,4% dan Fosfor (P) 0,22 % untuk kelinci potong.
Lebih lanjut Sinaga (2009) menyarankan kelinci pejantan fase grower memerlukan
protein kasar 16% sedangkan untuk induk menyusui 15 – 16 %. Kandungan serat
kasar pada ransum kelinci jantan fase grower adalah 10 – 27 % dan induk
menyusui adalah 15 – 20%. Menurut Lick dan Hung (2008) kelinci mempunyai
efisiensi penggunaan ransum lebih tinggi dari ruminansia seperti sapi dan kelinci
dapat memanfaatkan pakan hijauan yang tidak disukai sapi.

Universitas Sumatera Utara

9

Untuk peningkatan bobot kelinci pedaging dapat sesuai dengan yang
diinginkan, pemberian pakan harus diatur agar seimbang pakan hijauan dan
konsentrat. Biasanya pada peternakan kelinci intensif, hijauan diberikan sebanyak
60-80%, sedangkan konsentrat sebanyak 20-40% dari total jumlah pakan yang
diberikan (Priyatna, 2011).
Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan
pakan seperti: jagung, bekatul dan dedak sangat cocok untuk kelinci. Protein sangat
penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan pertumbuhan bulu.
Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui per ekor dewasa per
hari adalah: hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 6,7% dari bobot hidupnya.
Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak kelinci yang telah disapih
banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 3,8% dari berat hidup
(Sumoprastowo, 1985).

Potensi Kulit Buah Markisa (KBM) sebagai Pakan Ternak
Buah markisa merupakan salah satu jenis buah impor yang kemudian
berhasil dikembangkan di Indonesia. Budidaya markisa tidak sulit karena markisa
cocok dengan jenis tanah apapun asalkan unsur hara serta bahan organiknya cukup.
Untuk penanamannya tidak sulit, hanya saja tanaman ini harus dibuatkan tiang
rambatan. Tiang rambatan yang baik adalah dengan menggunakan pucuk bambu
tanpa kawat karena bisa merangsang pertumbuhan markisa serta jumlah buahnya.
Indonesia merupakan negara yang agraris yang beriklim tropis sehingga
perkembangan tanaman markisa sangat bagus.
Di Indonesia terdapat dua jenis markisa yaitu markisa ungu (Passiflora
edulis) dan markisa kuning (Passiflora flavicarva) tumbuh di dataran rendah.

Universitas Sumatera Utara

10

Klasifikasi markisa sebagai berikut: Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan),
Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisi: agiospermae (berbiji
tertutup), Kelas: Dicotyledonae (biji berkeping dua), Ordo: Passiflorae, Famili:
Passiforaceae, Genus: Passiflora, Spesies: Passifloraquadrangularis L., P. Edulis
(Rukmana, 2003).
Sebagai sumber bahan baku pakan potensi tanaman markisa terdapat pada
produk limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan buah markisa untuk
menghasilkan sari markisa. Secara nasional terdapat potensi produksi buah segar
sebesar 99.000 ton, dan sebagian terbesar (99%) dihasilkan oleh tiga wilayah
penghasil utama. Kontribusi terbesar disumbang oleh Provinsi Sumatera Barat
(53%) diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan (24%) dan Provinsi Sumatera Utara
(23%). Usaha produksi markisa diperkirakan masih akan meningkat pada tahun
mendatang dan diprediksi akan mencapai 112.000 ton pada tahun 2009.
Tabel 4. Luas lahan, produksi dan wilayah pengembangan tanaman markisa
Wilayah Pengembangan

Luas Lahan (Ha)

Produksi (Ton)

Sumatera Utara

931

22.035

Sumatera Barat

2.117

52.797

Sulawesi Selatan

1.154

23.488

Sumber: Poerwanto (2005).

Rasio kulit buah markisa dengan buahnya adalah 54% dan ketersediaannya
tidak bersifat musiman sehingga dapat diperoleh setiap waktu. Kulit buah markisa
mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik yaitu mengandung Protein Kasar
(PK) 12,37%, Lemak Kasar (LK) 5,28%, Serat Kasar (SK) 30,16% dan Abu 9,26%
(Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, 2009). Pemanfaatan kulit buah
markisa secara langsung sebagai pakan ternak memiliki beberapa kelemahan

Universitas Sumatera Utara

11

diantaranya masih mengandung anti nutrisi tannin (1,85%) dan lignin 31,79% yang
dapat mengganggu pencernaan jika diberikan dalam bentuk segar(Astuti, 2008).

Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari
mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia
lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan
menghasilkan produk tertentu. Biokatalis yang digunakan adalah bakteri, yeast atau
jamur (fungi) (Riadi, 2007).
Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan
pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya tahannya.
Hal tersebut disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan
komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana
sehingga lebih mudah dicerna dan juga karena adanya enzim yang dihasilkan oleh
mikroba itu sendiri (Winarno, 1980). Berikut hasil bahan pakan yang difermentasi
dan tanpa fermentasi jamur Phanerochaete chrysosporium dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 5. Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa tanpa dan fermentasi
Phanerochaete chrysosporium selama 15 hari
Kandungan Kimiawi

Kulit Buah Markisa

Kulit Buah Markisa Fermentasi

ME (Kkal/kg)

3575

3615

BK (%)

88,9

89,10

PK (%)

8,53

18,56

SK (%)

39,56

34,96

LK (%)

0,6

1,39

Sumber : Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong (2015)

Universitas Sumatera Utara

12

Selama

proses

fermentasi,

terjadi

bermacam-macam

perubahan

komposisikimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma
serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak
dapatdicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga
dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium
Jamur Phanerochaete chrysosporium merupakan salah satu jamur yang
dapat menguraikan ikatan dan mendegradasi lignin dengan bantuan enzim
pendegradasi lignin. Jamur ini juga dapat mendegradasi polimer selulosa,
hemiselulosa dan lignin dengan bantuan enzim ekstraseluler (Suparjo, 2008).
Jamur Phanerochaete chrysosporium termasuk dalam kelompok jamur
pelapuk putih dan merupakan jamur kelas Basidiomycetes. Klasifikasi jamur ini
sebagai berikut, kelas: Basidiomycetes, sub kelas: Holobasidiomycetes, ordo:
Aphylophorales, famili: Certiciaceae, genus: Phanerochaete dan spesies:
Phanerochaete chrysosporium burdsall (Irawati, 2006).
Fermentasi dengan menggunakan kapang atau jamur Phanerochaete
chrysosporium secara substrat padat memungkinkan terjadi perubahan komponen
bahan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna serta meningkatkan nilai gizi
protein

dan

energi

metabolis.

Standrat

tumbuh

Phanerochaete

Universitas Sumatera Utara

13

chrysosporium adalah tumbuh pada suhu 390C dengan suhu optimum 370C. Ph
berkisar 4-4,5 dan dalam pertumbuhannya memerlukan kandungan osigen yang
tinggi (Sembiring, 2006).

Pakan Kelinci Berbentuk Pelet
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari
bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan
pakan. Patrick dan Schaible (1980) menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet
adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi
metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang
tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat
nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin.
Pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara
mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan. Pemberian pakan
bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila
dibandingkan dengan pakan bentuk mash (Behnke, 2001). Kualitas pelet dapat
diukur dengan mengetahui kekerasan pelet (hardness) dan daya tahan pelet
dipengaruhi oleh penambahan panas yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia
bahan pakan (Thomas dan Van der Poel, 1997).
Performa kelinci yang diberi pakan berupa pelet lebih baik dibandingkan
dengan kelinci yang diberi pakan berupa butiran atau mash, hal ini dikarenakan
ternak

tidak

mempunyai

kemampuan

untuk

menyortir

pakan

sehingga

meningkatkan retensi makanan dalam saluran pencernaan dan dapat menyebabkan
radang usus. Pakan pelet yang berdiameter kecil (0,5

Universitas Sumatera Utara

14

cm) akan menghasilkan pembuangan pakan lebih banyak. Panjang pelet untuk
ternak kelinci adalah 0,8 sampai 0,1 cm, karena semakin panjang ukuran pelet akan
memberikan potensi kerusakan pelet yang lebih besar

(Maertens and

Villamide, 1998).

Performans Ternak Kelinci
Konsumsi Ransum
konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan

sejumlah

ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan
jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum
dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara
pemberian (Anggorodi, 1995).
Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan
dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor internal atau kondisi
ternak sendiri yang meliputi temperatur lingkungan, palatabilitas, status fisiologi
yaitu umur, jenis kelamin dan kondisi tubuh, konsentrasi nutrien, bentuk pakan,
bobot tubuh dan produksi.
Menurut Sanusi (2006), konsumsi ransum seekor ternak perlu diketahui
untuk dapat mengoptimalkan jumlah ransum yang diberikan, karena pemberian
ransum yang kurang optimal akan mengakibatkan pertumbuhan ternak kurang
maksimal. Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diketahui dengan
menimbang berat ransum ternak yang diberikan dikurangi sisa ransum dalam
jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan atas dasar bahan kering. Jumlah
konsumsi ransum merupakan faktor penentu yang paling penting untuk

Universitas Sumatera Utara

15

menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan selanjutnya
mempengaruhi tingkat produksi.
Sarwono (2009) menyatakan seperti halnya ternak ruminansia, kelinci
membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah
kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju atau kecepatan
pertumbuhannya. Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tergantung pada
tipe kelinci, berat badan dan umur kelinci. Kelinci tipe sedang memerlukan pakan
lebih banyak dibandingkan tipe kecil tetapi lebih sedikit dibandingkan tipe besar.
Konsumsi pakan pada kelinci dewasa dengan Bobot Badan (BB) sekitar 2-4 kg
tara-rata 120-180 g/ekor/hari (Whendrato dan Madyana, 1983).

Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot
hidup, bentuk dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen tubuh seperti
otot, lemak, tulang dan organ. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pertambahan
bobot badan. Kenaikan bobot badan dapat terjadi karena kemampuan ternak dalam
mengubah nutrien pakan yang dikonsumsi menjadi daging dan lemak. Faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan dibedakan menjadi 2 yaitu faktor
lingkungan, seperti iklim, nutrien, kesehatan, manajemen, dan faktor genetik
seperti bangsa, umur dan jenis kelamin. Kecepatan pertumbuhan tidak saja
dipengaruhi oleh pakan yang digunakan tetapi yang penting adalah kelengkapan
nutrien yang diperoleh (Soeparno, 1991).
Pertambahan Bobot Badan (PBB) dapat diketahui dengan pengukuran
kenaikan berat badan yang dengan mudah dapat dilakukan lewat penimbangan
berulang-ulang serta dicatat pertambahan bobot badan tiap hari, minggu, bulan, dan

Universitas Sumatera Utara

16

sebagainya. Kenaikan bobot badan pertumbuhan biasanya diketengahkan sebagai
pertambahan bobot badan harian atau Average Daily Gain .
(Tillman, 1998).
Menurut Buckle (1987), pertumbuhan ternak penghasil daging dipengaruhi
oleh 3 faktor yaitu keturunan, reaksi faal terhadap lingkungan (terutama suhu
lingkungan) dan nutrisi pakan yang diberikan pada ternak. Kelinci mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang hampir sama dengan ayam broiler, dalam waktu 56
hari dapat mencapai berat badan 1,8 kg, sedangkan pertambahan bobot badan
kelinci yang ideal adalah 4-21 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan kelinci sesuai
umur dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pertambahan bobot badan kelinci
No

Umur

BB (g)

PBB/hari (g)

1.

Lahir 3 minggu

45,4 – 362,2

15,1

2.

3 – 8 minggu

362,2 – 1816,0

41,5

3.

8 – 14 minggu

1816,0 – 3268,8

33,2

4.

14 minggu – 5 bulan

3268,8 – 4068,0

16,5

Sumber: Reksohadiprojo (1984)

Pertambahan bobot badan biasanya mengalami tiga tingkat kecepatan yang
berbeda-beda, yang pertama pertambahan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot
dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1990),
ditambahkan oleh Sumoprastowo (1993), pertumbuhan pada mulanya lambat,
kemudian berubah menjadi lebih cepat. Tetapi pertumbuhan akan kembali lambat
sewaktu hewan itu mendekati kedewasaannya. Pertambahan bobot badan terjadi
bila pakan yang dikonsumsi telah melebihi kebutuhan hidup pokok, maka
kelebihan dari nutrien akan diubah menjadi otot dan lemak.
Konversi Ransum

Universitas Sumatera Utara

17

Deblass dan Wiseman (1998), menyatakan bahwa konversi pakan
merupakan parameter yang digunakan utuk mengetahui efisiensi penggunaan
pakan. Konversi pakan dapat dihitung dengan membagi antara jumlah pakan yang
dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan, semakin rendah
angka konversi pakan berarti semakin baik efisiensi penggunaan pakannya.
Menurut Champbell dan Lasley (1985) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat
konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, palatabilas dan hormon.
Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh kecernaan pakan. Nilai kecernaan
pakan yang tinggi, akan memberikan nilai pertambahan bobot badan yang tinggi,
kemudian akan berakibat pada efisiensi pakan. Cheeke et al., (1987) menyatakan
bahwa kandungan energi ransum mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum
yakni dengan semakin tinggi kandungan energi dalam ransum akan menurunkan
konversi pakan dan meningkatkan efisiensi pakan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih

2 68 58

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih

1 58 59

Pemanfaatan Kulit Ubi Kayu (Manihot utilisima) Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dalam Pakan Terhadap Karkas Kelinci Lepas Sapih (Oryctolagus cuniculus)

3 76 53

Pemanfaatan Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis) Fermentasi (Aspergillus niger) dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Broiler Umur 0-8 Minggu

1 31 60

Dosis dan Lama Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 44 66

Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulisvar.edulis) Fermentasi Phanerochaete chrysosporium sebagai Ransum dalam Bentuk Peletterhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

2 25 55

Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulisvar.edulis) Fermentasi Phanerochaete chrysosporium sebagai Ransum dalam Bentuk Peletterhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

0 0 11

Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulisvar.edulis) Fermentasi Phanerochaete chrysosporium sebagai Ransum dalam Bentuk Peletterhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulisvar.edulis) Fermentasi Phanerochaete chrysosporium sebagai Ransum dalam Bentuk Peletterhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

0 0 4

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih

0 0 10