Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uraian Teoritis

2.1.1 Pemasaran Relasional (Relationship Marketing)
2.1.1.1 Pengertian Pemasaran Relasional
Menurut Chan (2003:6), pemasaran relasional merupakan pengenalan pada
setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah
yang dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara
pelanggan dan perusahaan.
Menurut Kotler (2008:15), Manajemen Hubungan Pelanggan (Customer
Relationship

Management)

adalah

keseluruhan


proses

membangun

dan

memelihara hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan menghantarkan
nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul. Proses ini berhubungan dengan semua
aspek untuk meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan.
Menurut Chan (2003:13), era relationship marketing yakni:
1.

Era Sebelum Relationship Marketing
Pada era conventional marketing, sampai pertengahan dekade 90-an,
banyak pemasar yang meyakini bahwa loyaliats pelanggan pada dasarnya
terbentuk karena adanya 2 pilar yakni: value dan brand. Pada era itu, para
pemasar sangat sadar bahwa loyalitas pelanggan merupakan dorongan
yang sangat penting untuk menciptakan penjualan. Pelanggan akan
menjadi loyal kalau ia memandang perusahaan itu sebagai perusahaan


12
Universitas Sumatera Utara

yang baik. Suatu perusahaan dikatakan baik bila pelanggan bersedia
melakukan pembelian pertama dari perusahaan itu, dan setelah pembelian
pertama, ia punya keinginan untuk melaukan pembelian berikutnya
berulang-ulang.
2.

Era Sesudah Relationship Marketing
Perkembangan yang terjadi belakangan ini memberikan kesadaran dibenak
para pemasar bahwa loyaliats pelanggan tidak bisa diperoleh hanya dengan
mengandalkan value dan brand. Loyalitas pelanggan harus dibangun
dengan usaha keras dalam bentuk personalisasi, customize marketing
program, atau disebut juga one to one marketing.
Menurut Peppers (2004:23), pembelajaran relationships bisa juga

didasarkan dari sebuah kepercayaan yang melekat antara seorang pelanggan dan
sebuah perusahaan.

2.1.1.2 Karakteristik Relationship
Menurut Peppers (2004:35-37), karakteristik hubungan antara perusahaan
dan pelanggan adalah:
1.

Sebuah hubungan (relationship) termasuk kebersamaan. Ini berarti bahwa
relationship keduanya yaitu antara perusahaan dan pelanggan harus
melekat dalam sifatnya. Ini mungkin kelihatannya seperti pikiran sehat.

2.

Sebuah hubungan (relationship) digerakkan oleh interaksi. Ketika

kedua

belah pihak berinteraksi, mereka saling bertukar informasi, dan pertukaran
informasi ini adalah motor atau penggerak utama untuk membangun
sebuah hubungan (relationship).

13

Universitas Sumatera Utara

3.

Peranan ini mengarah ke karakteristik ketiga dari sebuah hubungan
(relationship) : ini pada dasarnya berulang-ulang. Maksudnya, sejak kedua
belah pihak sedang berinteraksi satu sama lain, interaksi mereka
membangun cerita , akhirnya – membangun sebuah keadaan.

4.

Karakteristik lain dari sebuah hubungan (relationship) pelanggan adalah
bahwa ini akan mendorong keuntungan yang terus-menerus dari kedua
belah pihak.

5.

Hubungan (relationship) juga membutuhkan perubahan perilaku dari
kedua belah pihak – perusahaan sama baiknya seperti pelanggan – dan
terus berlanjut.


6.

Karakteristik lainnya dari sebuah hubungan (relationship), ternyata
mungkin ini tidak tampak seperti sebutan yang berharga, adalah keunikan.
Setiap hubungan (relationship) adalah berbeda. Hubungan (relationship)
didasari dengan individu, bukan dengan populasi.

7.

Produk dan syarat pokok/utama dari sebuah kesuksesan, keberlanjutan
hubungan (relationship) adalah kepercayaan (trust). Kepercayaan (trust)
adalah kualitas layak sebuah buku dengan sendirinya, tetapi pada dasarnya
apa yang kita bicarakan adalah preposisi yang masuk akal bahwa jika
pelanggan mengembangkan hubungan dengan perusahaan, pelanggan
cenderung lebih banyak dan lebih mempercayai perusahaan untuk
bertindak sesuai minat pelanggan itu sendiri. Kepercayaan dan kasih
sayang dan kepuasan semua perasaan yang terkait pada bagian dari
konsumen terhadap sebuah perusahaan yang mana dia memiliki hubungan


14
Universitas Sumatera Utara

(relationship). Itu merupakan unsur-unsur yang lebih emosional dari
sebuah hubungan (relationship) ; tetapi untuk sebuah perusahaan untuk
mengakui dan menggunakan unsur-unsur yang menguntungkan , itu harus
mampu mencocokkan budaya dan perilaku sendiri dengan kebutuhan
dalam membangkitkan dan mempertahankan kepercayaan dari pelanggan.

2.1.2 Pemasaran Rasional (Rational Marketing)
Pemasaran Rasional (Rational Marketing) merupakan strategi pemasaran
yang dirancang berdasarkan motivasi konsumen dalam memilih produk karena
alasan rasional (Kartajaya, 2004:12).
Biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau
rasionya. Setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau
jasa yang ditawarkan. Pada level rational ditandai dengan penggunaan tool-tool
marketing yang cerdas, seperti marketing mix, branding, positioning dan
sebagainya.
Suatu perusahaan dikatakan menggunakan pemasaran rasional apabila :
1. Perusahaan mampu menghasilkan produk yang memberikan kegunaan

optimal bagi konsumen
2. Produk tersebut benar-benar dibutuhkan konsumen
3. Mutu produk terjamin
4. Harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan konsumen

Andreani (2007:2) berpendapat bahwa “dengan berpikir (think) dapat
merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang”. Schmitt dalam

15
Universitas Sumatera Utara

Rini (2009:3) perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara
memberikan problem-solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk
berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau
produk. Iklan pikiran biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih
banyak informasi tekstual, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak
terjawabkan. Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign
berhasil adalah (1) menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam
bentuk visual, verbal ataupun konseptual, (2) berusaha untuk memikat pelanggan
dan (3) memberikan sedikit provokasi.

1.

Kejutan (Surprise)
Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan
agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan
ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat
positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta,
lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama
sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat
pelanggan merasa senang. Dalam experiental marketing, unsur surprise
menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalamanpengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang
mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen
dalam waktu yang lama.

16
Universitas Sumatera Utara

2.

Memikat (Intrigue)

Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, Intrigue campaign mencoba
membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat
pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh
setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat
menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada
tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalaman pelanggan tersebut.

3.

Provokasi (Provocation)
Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah
perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan
agresif.

2.1.3 Pemasaran Emosional
Emosional adalah pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi
seseorang dan bersifat subjektif seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan
sebagainya. Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses
penyeleksian barang dan jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi,
seperti misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status. Pemasaran emosional

merupakan strategi pemasaran yang dirancang berdasarkan keinginan membeli
konsumen untuk dapat mengekspresikan emosi dan perasaannya (Kartajaya,
2004:14).
Perasaan disini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal itu
berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar

17
Universitas Sumatera Utara

menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu
membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan (Andreani, 2007:2).
Menurut Schmitt dalam Rini (2009:3) menyatakan bahwa perasaan
berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan
yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan
pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau
jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan feel campaign
sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. Ketika
pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan,
pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan
merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, maka

konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain.
Jika sebuah strategi pemasaran dapat mencipktakan perasaan yang baik secara
konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek
yang kuat dan bertahan lama.
Menurut Schmitt dalam Rini (2009:3), yakni Affective experience adalah
tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas,
mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi
yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experience
sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan
dan dipahami, yaitu:
1.

Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.
Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimulus yang

18
Universitas Sumatera Utara

spesifik. Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif.
Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang
diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih.
2.

Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan
pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, iri hati,
dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau
seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi).
Menurut Berndt Schmitt dalam Kartajaya (2006:10) bahwa di era ini

sangatlah penting menyentuh panca indra pelanggan. Untuk itu, pemasar haruslah
dapat mengidentifikasi bagaimana produk atau servis mereka dapat menyentuh
emosi pelanggan.

2.1.4 Pemasaran Spiritual
Pemasaran spiritual (spiritual marketing) merupakan strategi pemasaran
yang dirancang berdasarkan etika dan kejujuran (Mussry, dkk., 2007:18).
Prinsip-prinsip spiritual marketing yakni:
1.

Pelanggan harus dicintai perusahaan karena hanya dangan mencintai
pelanggan sebuah perusahaan akan bertahan hidup. Sedangkan pesaing
harus dipandang sebagai mitra untuk berkembang sehingga harus dapat
dihormati.

2.

Tingkat persaingan yang semakin ketat, globalisasi dan perkembangan
teknologi, marketer harus semakin sensitive dalam melihat perubahan dan
siap sedia selalu apabila sewaktu-waktu keadaan memaksanya untuk
berubah.

19
Universitas Sumatera Utara

3.

Prinsip

yang

menekankan

perusahaan

tidak

perlu

berambisi

memenuhi kebutuhan dan keinginan semua orang tapi harus dapat
melayani segmen pasar yang benar membutuhkannya.
Perkembangan pemasaran spiritual sendiri mampu mengembalikan nilainilai agama ditengah-tengah kehidupan perekonomian masyarakat kita. Dalam
berbisnis telah muncul kesadaran akan pentingnya etika, kejujuran, dan prinsipprinsip agama lainnya. Perusahaan-perusahaan yang telah menjalankan bisnis
dengan menerapkan pemasaran spiritual telah memberikan contoh kepada kita,
tentang cara-cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran,
sikap amanah, serta tetap memperoleh keuntungan. Nilai-nilai inilah yang menjadi
landasan atau hukum dalam melakukan suatu bisnis. Oleh karenanya, kita bisa
mencontoh perusahaan-perusahaan seperti itu dengan mengutamakan nilai-nilai
spiritual. Dalam melakukan pemasaran dan bisnis dipenuhi oleh nilai-nilai ibadah.
Dan menjadikan Allah sebagai persinggahan terakhir dari spirit aktifitas ekonomi
yang kita lakukan. Kita bekerja dan berbisnis hanyalah untuk Allah, maka segala
sesuatunya kita pertanggungjawabkan kepada-Nya.
Istilah spiritual marketing memang kerap kali kita dengar dalam kegiatan
pemasaran yang biasa diusung oleh lembaga keuangan syariah. Disamping istilah
spiritual marketing, beberapa pihak sering juga menggunakan istilah sharia
marketing. Arti dari keduanya hampir mempunyai kesamaan, yaitu satu model
kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai syariah. Dari
sini, dapat difahami, nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama,

20
Universitas Sumatera Utara

dapat dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas
ekonominya.
Pada prinsipnya, spiritual marketing merupakan bagian dari etika
marketing yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan
kegiatan pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh
perusahaan. Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada
pemerolehan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara
internal,

perusahaan

sudah

mempunyai

rambu-rambu

tersendiri

dalam

melaksanakan kegiatan pemasaran.
Pendekatan spiritual dalam membangun brand, misalnya, diyakini tidak
hanya sanggup mendongkrak profit, lebih dari itu mampu menebarkan value yang
menjamin kelanggengan merek. Bahkan sanggup membentuk diferensiasi yang
tak tertandingi. Lalu dimana sesungguhnya efek luar biasanya? Bahwa pemasaran
tidak hanya dalam pengertian the meaning of marketing, melainkan juga dalam
pengertian marketing of the meaning. Yang berarti adanya tuntutan agar dunia
pemasaran menunjukkan nilainya. Bahwasanya pemasaran tidak hanya produk
dan manfaat fungsional ataupun emosional, melainkan mesti pula menonjolkan
manfaat spiritual.

2.1.5 Kepercayaan (Trust)
2.1.5.1 Pengertian Kepercayaan
Menurut Peppers (2004:43), Kepercayaan (trust) didefinisikan sebagai
keyakinan satu pihak dalam kehandalan, daya tahan, dan integritas dalam
hubungan (relationship) lain anggota, dan keyakinan bahwa aksinya adalah dalam

21
Universitas Sumatera Utara

kepentingan terbaik dan akan menghasilkan hasil yang positif bagi pihak yang
dipercaya. Terbukti dengan banyaknya literatur tentang pentingnya kepercayaan
(trust) dalam pembentukan hubungan, kehadiran kepercayaan (trust) adalah pusat
hubungan (relationship)

yang sukses. Manfaat hubungan berdasarkan

kepercayaan yang signifikan dan dijelaskan sebagai berikut :
1.

Kerjasama (cooperation): Kepercayaan (trust) bertindak untuk mengurangi
perasaan ketidakpastian dan risiko, sehingga bertindak untuk menimbulkan
kerjasama peningkatan antara hubungan anggota.

2.

Komitmen (commitment): juga sebuah blok membangun hubungan,
komitmen memerlukan kerentanan, maka akan terbentuk hanya dengan
pihak dapat dipercaya.

3.

Durasi hubungan (relationship duration) : kepercayaan (trust) mendorong
hubungan anggota ini bekerja untuk melestarikan hubungan dan untuk
menahan godaan dalam mengambil keuntungan jangka pendek dan / atau
bertindak oportunis.

4.

Kualitas (quality): mempercayai pihak lebih cenderung untuk menerima
dan menggunakan informasi dari mitra terpercaya, dan pada gilirannya
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari informasi.
Menurut

Ferrinadewi

(2008:93)

keyakinan

dan

sikap

konsumen

merupakan komponen psikologi konsumen yang mempengaruhi perilaku
konsumen baik itu dalam proses pengambilan keputusan pembelian maupun
perilaku dalam hal keputusan untuk tidak lagi menggunakan produk. Secara sadar
maupun tidak, tindakan konsumen dipengaruhi oleh sikap dan keyakinannya.

22
Universitas Sumatera Utara

Menurut Hawkins dalam Ferrinadewi (2008:94) sikap adalah proses
pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi dan kognitif yang bersifat jangka
panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan disekitarnya.
Sebagian konsumen cenderung memiliki keyakinan bahwa mereka akan
berhadapan dengan situasi yang sama dimasa yang akan datang. Sikap menjadi
wujud dari antisipasi mereka ketika mereka harus berada dalam situasi tersebut.
Menurut Ferrinadewi (2008:96-98) sikap memiliki beberapa komponen
yaitu kognitif, afektif dan konatif.
1.

Komponen kognitif
Dalam komponen kognitif terdiri dari keyakinan dan pengetahuan
konsumen tentang produk. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini
berbeda antara satu konsumen dengan konsumen yang lain.Semakin positif
keyakinan konsumen terhadap produk maka semakin positif pula sikap
konsumen terhadap produk.

2.

Komponen afektif
Komponen afektif merupakan perasaan atau emosi kita terhadap objek
tertentu. Biasanya diungkapkan dalam bentuk rasa suka atau tidak suka.
Umumnya keyakinan konsumen akan suatu produk melekat erat dengan
perasaannya.

3.

Komponen konatif
Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong konsumen
melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya.

23
Universitas Sumatera Utara

Menurut Luarn dan Lin dalam Ferrinadewi (2008:147) kepercayaan adalah
sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya
dan kemampuan menepati janji), benevolence (perhatian dan motivasi yang
dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka),
Competency (kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan
yang mempercayai) dan predictability (konsistensi perilaku pihak yang
dipercaya).
Dalam riset Costabile dalam Ferrinadewi (2008:147) kepercayaan atau
trust didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut pandang
konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau
interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan
kepuasan.

2.2

Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Peneliti
Rini,
dkk.
(2013)

Judul
Pengaruh
Penerapan
Strategi
Pemasaran
Rasional,
Emosional, Dan
Spiritual
Terhadap
Kepuasan
Dan
Loyalitas
Nasabah PT Bank
Sumut
Syarah
Cabang Medan

Variabel
Variabel
independen:
Pemasaran
Rasional,
Emosional,
dan Spiritual
Variabel
dependen:
Kepuasan
dan
Loyalitas

Hasil
Hasil uji F secara serempak
menunjukkan pengaruh yang
positif
dan
signifikan.
Sedangkan uji t menunjukkan
hasil
yang
positif
dan
signifikan antara variabel
emosional
dan
spiritual
terhadap kepuasan dan begitu
pula
variabel
kepuasan
terhadap loyalitas, sedangkan
pemasaran
rasional
berpengaruh tidak signifikan
terhadap kepuasan.

24
Universitas Sumatera Utara

Astria
(2012)

2.3

Pengaruh
Variabel
Pemasaran
independen:
Rasional,
Pemasaran
Emosional, Dan Rasional,
Emosional,
Spiritual
Terhadap
dan
Spiritual.
Keputusan
Membeli
Teh
Botol Sosro Pada Variabel
Mahasiswa
FE dependen:
USU
Keputusan
pembelian

Secara serempak pemasaran
rasional,
emosional,
dan
spiritual berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap
keputusan membeli produk
Teh
Botol
Sosro
pada
mahasiswa
FE
USU.
Sedangkan secara parsial
bahwa pemasaran emosional
merupakan yang dominan
yang berpengaruh terhadap
keputusan membeli prosuk
Teh
Botol
Sosro
pada
Mahasiswa FE USU.

Kerangka Konseptual
Waringin (2011) menyatakan bahwa biasanya seseorang membeli

berdasarkan pertimbangan logika atau rasionya dan setelah secara rasional orang
mau, tertarik dan membeli produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, tahap
selanjutnya perusahaan juga harus mampu memberikan sesuatu yang menyentuh
emosi mereka. Salah satu tujuannya, agar penjualan bisa terus berlanjut, bukan
hanya dalam waktu singkat. Di antaranya bisa dengan; menjalin kedekatan,
memberikan perhatian secara tulus dan rutin. Selain kepada konsumen yang
bersangkutan, perusahaan juga bisa memberikan perhatian pula kepada orangorang di sekitarnya yang memiliki kedekatan atau arti tersendiri bagi konsumen
(misalnya: anak, pasangan hidup, orang tuanya dan sebagainya) sehingga
konsumen merasa diperhatikan dan dihargai. Secara umum, rational dan
emotional marketing yang dijalankan dengan baik akan mampu memberikan
kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa perusahaan. Selain itu,
pemasaran rasional dan emosional juga dapat mempengaruhi kepercayaan.
(Kotler, 2006:176) mendefinisikan keyakinan atau kepercayaan sebagai gambaran

25
Universitas Sumatera Utara

pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan yang didasarkan
pada pengetahuan nyata, pendapat, dan iman dapat dipengaruhi oleh faktor
rasional dan emosional.
Faktor lain yang mendasari masyarakat untuk menjadi nasabah bank
adalah faktor spiritual. Spiritual marketing merupakan bentuk pemasaran yang
dijiwai dengan nilai-nilai spiritual agama dalam setiap proses dan bentuk
transaksinya. Spiritual marketing mengandung nilai-nilai ibadah yang dilandasi
pada kebutuhan yang paling pokok seperti kejujuran, moral dan etika dalam
berbisnis dan oleh karena itu dapat berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah.
Dalam Spiritual Marketing, seorang konsumen akan mempertimbangkan
apa yang diputuskan, dibeli atau digunakan juga bisa memberi arti bagi
kehidupannya di akhirat nanti. Masyarakat menggunakan nilai-nilai agama seperti
prinsip perbankan yang sesuai dengan syariah dan penggunaan dana yang hanya
disalurkan pada usaha yang halal dan apabila ini berlangsung terus menerus maka
nasabah akan terus menjadi nasabah yang loyal.
Penerapan strategi pemasaran rasional, emosional dan spiritual diprediksi
akan menimbulkan kepercayaan pelanggan. Berdasarkan latar belakang dan uraian
di atas, maka kerangka konseptual digambarkan sebagai berikut:

Pemasaran Rasional (X1)
Pemasaran Emosional (X2)

Kepercayaan (Y)

Pemasaran Spiritual (X3)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

26
Universitas Sumatera Utara

2.4

Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam
bentuk kalimat pertanyaan. (Sugiyono, 2012:93).
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual sebelumnya,
maka hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah : “Pemasaran Rasional,
Pemasaran Emosional, dan Pemasaran Spiritual secara parsial dan simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan nasabah Bank
Muamalat pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara”.

27
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 4 98

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

6 28 119

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 10

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 18

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 12